You are on page 1of 21

TINJAUAN PUSTAKA KARSINOMA PAYUDARA

I.

ANATOMI1

Payudara terletak dari costa 2 sampai costa 6, batas medial sternum sedang lateral sampai ke linea axilaris anterior. Jaringan payudara meluas dari klavikula di garis tengahnya sampai ke costa 8 ke linea axilaris posterior, yang dikenal sebagai daerah Disseksi mastektomi radikal. Sebagai tambahan axillary tail (Spence tail) meluas dari tepi atas dan luar supero lateral menutup m.pectoralis mayor. Lymphonodi axilla erat hubungannya dengan axillary tail tersebut Payudara terdiri dari komponen muskulokutis dan lemak. Payudara menempati bagian tubuh antara iga ke-3 sampai iga ke-7 serta terbentang dari linea parasternalissampai linea aksilaris anterior atau media. Bagian mesenkim payudara terutama menempati fascia pectoralisdan muscullus serratus anterior. Pada umumnya jaringan payudara akan meluas ke dalam lipatan ruang aksila yang sering dikenal sebagai axillary tail of Spence. Antara fascia superfisialis dan profundus (fascia pectoralis) terdapat ruang submamaria yang kaya akan kelenjar limfe. Pada bagian profunda areola mamma terdapat lemak bebas yang didalamnya terdapat ductus lactiferous yang melebar membentuk sinus. Di dalam sinus ini ASI disimpan. Ligamentum suspensorium dari Cooper membentuk septa fibrosa yang kuat yang menyokong parenkim payudara dan terbentang dari fascia pektoralis profunda ke lapisan fascia superfisialis di dalam dermis. Invasi kanker payudara ke ligamentum tersebut menimbulkan kontraksi yang menyebabkan gambaran retraksi pada papilla mamma. Sedangkan peau dorange merupakan akibat sekunder dari obstruksi kelenjar limfe Payudara diperdarahi oleh cabang: A. mammaria interna: memperdarahi tepi medial A.thorakalis lateralis (mammaria eksterna: memperdarahi bagian lateral A. Thrako-akromialis: memperdarahi bagian dalam

A. thorako-dorsalis : mempedarahi m. Latissimus dorsi dan m. serratus magnus

Sistem pembuluh vena meliputi v. interkostalisdari spasium intertorakalis kedua samapi keenam untuk memasuki v.vertebralis di posterior. Vena interkostalis juga bisa memasuki v.azygos yang bermuara ke dalam v. cava superior. V. aksilaris menerima darah dari bagian superior dan lateral payudara. Aliran vena mengikuti system arteri Aliran Lymphe Ada 6 kelompok kelenjar limfe di payudara, yaitu: 1. Mammaria eksterna (evel I) Sejajar a.thoracica lateralis dari kosta VI sampai v. aksilaris dan menempati tepi m. pektoralis mayor dan ruang aksilaris media 2. Subskapularis (level I) Dekat cabang vasa torakodorsalis dari vasa subskapularis, terbentang dari v.aksilaris sampai dinding thorak lateral 3. Vena aksilaaris (level I) Merupakan kelompok terbedar kedua, terletak kaudal dan ventral dari bagian lateral v. aksilaris 4. Interpektoralis/ Rotters (level II) Terletak antara m. pektoralis mayor dan m.pektoralis minor, sering tunggal, merupakan kelompok terkecil sering, sering tidak ketemu kecuali m. pektoralis mayor dipotong 5. Central (level II) Terletak sentral antara linea aksilaris anterior dan posterior serta menempati posisi superficial di bawah kulit dan fascia medioaksila, sehingga mudah teraba pada pemeriksaan palpasi, tertanam dalam lemak aksila 6. Subskapularis/ Apikal (level III)

Merupakan kelompok terbesar, terletak paling medial kaudal dan ventral dari bagian medial v aksilaris setinggi ligamentum Halsted. Aliran limf payudara Dari pleksus utama pektoralis ke dalam lnn pektoralis, dan dari pectoral ke lnn apical. Beerapa jalan lngsung ke dalam apical. Kuadran atas luar limfe terutama mengalir ke apical kemudian ke lnn apical sentral. Kuadras atas dalam mengalir ke lnn mamaria interna. Kuadran bawah luar aliran limfe ke lnn sentralis langsung atau melewati lnn pektoralis. Kuadran bawah dalam mengalir ke lnn mamaria interna mungkin tersebar ke part of Gerota, kemungkinan melibatkan payudara sebelah kuadran dalam. Melalui lubang-lubang di linea alba, limfe dapat berhubungan dengan lairan limfe peritoneal dan separuh bagian ataas abdomen. Aliran dari kuadran medial terutama ke lnn mammaria interna dan mediastinum. Lnn deltopektoralis menerima sedikit aliran darikuadran atas. Aliran subskapula dan posterior menerima limfe dari aksila tail.

II.

EPIDEMIOLOGI

American Cancer Society memperkirakan sekitar 1,4 juta kasus baru kanker payudara di tahun 2008. Insidens kanker payudara pada wanita bervariasi secara global dengan peningkatan sebesar 2,5 kali. Kisarannya antara 3,9 kasus per 100.000 di Mozambique sampai 101,1 kasus per 100.000 di Amerika Serikat. Dalam jangka waktu 25 tahun terakhir, insidens kanker payudara meningkat secara global dengan peningkatan tertinggi terjadi pada Negara-negara barat. Hal ini terjadi diakibatkan terjadinya perubahan pada pola reproduksi, peningkatan skrining, perubahan pola makan dan penurunan aktivitas. Walaupun insidensnya cenderung meningkat secara global, mortalitasnya cenderung menurun, terutama pada Negara maju.2 Di Amerika Serikat, diperkirakan 192.370 kasus baru dari kanker payudara invasive akan terjadi pada wanita ditahun 2009. Setelah dua decade terakhirterjadi peningkatan insidens kanker payudara, justru dari tahun 1999 sampai ke 2005 terjadi penurunan kasus kanker payudara baru pada wanita sebesar 2,2% per tahun. Hal ini terjadi akibat menurunnya penggunaan hormone replacement therapy (HRT) yang dipublikasikan oleh Womens Health Initiative pada tahun

2002. Diperkirakan akan terjadi 62.280 kasus baru berupa kanker payudara in situ pada wanita di tahun 2009. Diperkirakan 85% kasus yang terjadi merupakan ductal carcinoma in situ.3 III. FAKTOR RISIKO

Studi epidemiologi telah mengidentifikasi banyak factor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya karsinoma payudara pada wanita. Kebanyakan factor risiko yang tercantum di table merupakan bentuk assesmen awal payudara. Hal tersebut berfungsi sebagai salah satu parameter dalam menunjang penegakan diagnosis karsinoma payudara. Denominator secara umum adalah tingkat dan lamanya terpapar esterogen endogen. Menarche dini, nulliparitas, dan menopause yang terlambat meningkatkan lamanya terpapar terhadap esterogen endogen. Sementara itu, obesitas dan penggunaan HRT meningkatkan level kadar esterogen.4 Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara pada lapis pertama merupakan salah satu factor risiko terkena kanker payudara. Risiko meningkat kurang lebih 5 kali dibandingkan wanita yang memiliki kekerabatan dua lapis atau lebih dari penderita. Selain itu, riwayat kanker . ovarium pada keluarga lapis pertama, terutama jika didiagnosis dibawah 50 tahun juga meningkatkan risiko terkena kanker payudara.4 Salah satu factor risiko lain yang secara luas diteliti adalah penggunaan kontrasepsi oral dan HRT. Hampir semua data menunjukkan terjadi peningkatan risiko sebesar 1,25 kali pada mereka yang menggunakan oral kontrasepsi. Untuk penggunaan HRT, didapatkan data yang cenderung konsisten dimana terjadi peningkatan insidens dan mortalitas kanker payudara. Risiko terkait dengan lama waktu penggunaan HRT.4 IV. FAKTOR GENETIK

Walaupun 20-30% pasien dengan kanker payudara setidaknya memiliki riwayat keluarga namun hanya 5-10% wanita dengan kanker payudara yang teridentifikasi memiliki predisposisi herediter. Mutasi BRCA1 dan BRCA2 bertanggung jawab pada 3-8% dari seluruh kasus kanker payudara dan 15-20% kasus familial. Mutasi yang agak jarang juga terjadi pada gen PTEN, TP53, MLH2 dan STK114

Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 pada kromosom 17 dan13 hampir melingkupi autosomal dominan kanker payudara. Kedua gen tersebut dipercaya sebagai tumor suppressor gen yang berfungsi menjaga integritas DNA dan regulasi transkripsi4 Kejadian mutasi bervariasi tergantung etnik dan ras. Untuk BRCA 1, rata-rata tertinggi terjadi pada wanita Ashkenazi Jewish (8,3%) diikuti wanita Hispanik (3,5%), wanita kulit putih nonHispanik (2,2%), wanita Afro-Amerika (1,3%) dan wanita Asia-Amerika. Lebih lanjut lagi, 95% dari wanita Ashkenazi Jews dengan mutasi gen BRCA akan diikuti dengan 3 mutasi lainnya (185delAG, 538insC pada BRCA1 dan 617delT pada BRCA2). Wanita yang mewarisi mutasi pada gen BRCA1 atau BRCA2 diperkirakan 50-80% akan berkembang menjadi kanker payudara selama kehidupannya.4 Khusus mutasi pada BRCA1 terlihat pada 7% keluarga dengan multiple breast cancer dan 40% pada keluarga dengan kanker payudara dan ovarium. Individu dengan mutasi pada gen BRCA1 memiliki risiko sebesar 40% akan berkembang menjadi kanker payudara sepanjang hidupnya.4 Mutasi BRCA2 diidentifikasi pada 10-20% keluarga yang memiliki risiko tinggi terhadap kanker payudara dan ovarium dan hanya 2,7% pada wanita dengan kanker payudara dengan onset dini. Wanita dengan mutasi BRCA2 memiliki risiko mendekati `10% untuk menderita kanker ovarium. Penderita dengan carire mutasi BRCA2 yang berkembang menjadi kanker payudara cenderung merupakan high grade, ER+/PR+ dan HER-2/neu -. Mutasi BRCA2 juga meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara pada pria. 4 V. PROSEDUR DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan klinis a. Anamnesis Terdapat keluhan diketiak atau payudara berupa benjolan merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh pasien. Lalu, ditanyakan sudah berapa lama benjolan tersebut ada. Jika ada kanker payudara yang sudah lama namun belum menunjukkan metastasis. Itu lebih baik walaupun sudan locally advanced. Gejala nyeri juga bisa trerjadi. Namun, biasa terkait dengan lumpy breast syndrome dibandingkan dengan cancer. Dalam satu series penelitian hanya 0,4% orang yang dengan keluahn nyeri meyertai diagnosis kanker payudara.5

Perubahan ukuran massa juga mengambil peran yang penting dalam mendiagnosis kanker payudara. Benjolan yang cenderung membesar dan meluas dalam jangka waktu yang cepat cenderung kea rah ganas jika dibandingkan dengan lesi yang cenderung membesar seiring dengan waktu haid.6 Riwayat nipple discharge (ND) juga mengindikasikan kearah keganasan. Lebih signifikan lagi jika ND muncul tanpa harus dipijat, yaitu spontan. ND juga menjadi menunjang kerah ganas jika terjadi unilateral, terlokalisir pada salah satu duktus dan terjadi pada pasien yang sudah tua. ND yang terkait dengan keganasan bisa jernih, darah atau serous. ND yang mengarah ke jinak biasanya bilateral, beradasal dari multiduktus dan biasanya menyerupai susu, kehijauan atau hijau kebiruan7. Lagi, jika ND terjadi dikaitkan dengan orang dengan massa curiga ganas maka 11% dari pasien ND yang terbukti ganas8. Sementara itu, ND tidak dikaitnkan dengan massa maka hanya dibawah 1 % yang terdiagnosis sebagai kanker payudara9 Riwayat kanker payudara pada lapis pertama dalam keluarga (ibu, anak atau tante dari ibu) meningkatkan risiko tiga kali lipat , namun ada juga yang berkata sampai 5 kali lipat. Faktor ini menjadi sangat penting terutama jika ditinjau dari sisi ibu dan bukan sisi ayah. Jika dari lapis pertama terdapat kanker payudara yang mengenai kedua payudara dan sebelum masa menopause akan meningkatkan risiko sebesar 6 sampai 7 kali lipat, melakukan profilaksis mastektomi bisa dipertimbangkan pada orang terseut10. Adanya riwayat terkena kanker payudara harus membuat para wanita menyadari bahwa kemungkinan terjadi kanker payudara berikutnya di payudara yang tersisa. Lebih kurang 15% pada populasi yang terkena kanker payudara unilateral akan berkembang menjadi kanker yang mengenai payudara yang tersisa. Dan jika terjadinya kanker payudara pada usia yang lebih muda maka persentasenya bisa lebih tinggi sehingga membutuhkan pengawasan yang lebih intens11 Untuk penggunaan HRT dan exogen esterogen telah dijelaskan di tajuk factor risiko. Selain riwayat HRT, riwayat mengkonsumsi minuman berakohol juga bisa memicu terjadinya kanker payudara. Dengan mengkonsumsi minimal 3-9 gelas perminggu, insidens terjadinya kanker payudara pernah dilaporkan meningkat 1,3 kali dari rata-rata normal. Konsumsi alcohol lebih dari 15 g per hari bisa meningkatkan risiko mejadi 1,6 kali.12 2. Pemeriksaan Fisik

American Cancer Society mengeluarkan rekomedasi frekuensi pemeriksaan fisik oleh seorang dokter. Yaitu untuk wanita dibawah 40 tahun, satu kali pemeriksaan tiap tiga tahun dan setiap tahun bagi wanita yang berusia 40 tahun.13 Tahnik pemeriksaan termasuk inspeksi dan palpasi seluruh area payudara dan kelenjar getah bening daerah yang dilewatinya. Pemeriksa berdiri di depan pasien harus melakukan inspeksi terlebih dahulu. Ada 3 posisi lengan yang harus dinspeksi yaitu dengan lengan disamping pasien, dengan lengan ditekuk ke atas serta lengan diletakkan dipinggang pasien.13 Yang dinilai adalah bentuk secara umum, ukuran dan simetrisitas dari payudara begitu pula jika terdapat edema (peau dorange) , erythema inverse atau perubahan putting dan retraksi kulit. Area yang dilewati pembuluh limfe termasuk area servikal, suprakalvikular dan infraklavikular serta axial harus diperiksa. Masing-masing region harus dipalpasi secara perlahan. Jika ada nodus yang keras dengan besar lebih dari 5 mm diameternya harus dicurigai. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi supine sehingga payudara dalam kondisi sedatar mungkin dan mudah untuk dipalpasi. Pemeriksa harus meraba secara gentle kedua payudara dari arah sternum kea rah infraklavikula dari arah luar ke dalam, sentripetal.13 Pendataan yang akurat sangat menunjang pemantauan secara berkala terhadap payudara pasien. Banyak para dokter yang menggunakan tulisan untuk mendeskripsikan benjolan namun jika bisa ditambahkan dalam bentuk foto maka akan jauh lebih baik. Evaluasi terhadap benjolan harus termasuk didalamnya ukuran, bentuk, konsistensi, mobile dan tepi.13 a. SADARI (perikSA payuDAra sendiRI) Terdiri dari tiga tahap yaitu 1. Inspeksi di depan kaca dengan tangan di samping, di atas kepala, di pinggul mencari perubahan pada kontur, warna kulit, tekstur dan perubahan putting. 2. Palpasi saat mandi 3. Palpasi dengan posisi supine pada sofa atau tempat tidur Palpasi bisa dilakukan dari berbagai arah baik horizontal ataupun vertical, radial atau sirkular. Dari sebuah studi disimpulkan arah vertical merupakan tahnik terbaik dalam memeriksa payudara.

Pasien sebaiknya memulai SADARI pada usia akhir 20-an sampai awal 30-an dan berlanjut sepanjang hidup. SADARI sebaiknya dilakukan 5-10 hari setelah onset menstruasi. Wanita menopause harus memeriksa di hari yang sama tiap bulan. 3. Pemeriksaan Penunjang Ada beberapa pemeriksaan penunjang. Namun secara umum terbagi dua yaitu noninvasive dan invasive. a. Noninvasive 1. Mammografi Dengan menggunakan tehnik dosis rendah 0,1 rad per studi dibandingkan dengan foto thoraks yang hanya menggunakan 0,025 rad per studi14. Berdasarkan hasil observasi, walapun radiasi yang diberikan jauh lebih besar namun, tidak ada laporan kasus yang menunjukkan bahw terjadi kanker payudara yang diakibatkan karena terpapar oleh radiasi dari mamografi. Walapun secara teori bisa dimungkinkan namun hamper kebanyakan dokter setuju bahwa mamografi merupakan alat yang efektif utuk screening namun hanya 8-15% wanita dengan asimtomatik yang mengikuti evaluasi ini. Sebagai fakta, hanya 15-20% wanita dengan usia diatas 50 tahun yang pernah di mammografi. Data dari studi Health Insurance Plan and Breast Cancer Detection Demonstration Project menyatakan bahwa mammografi (disertai dengan pemeriksaan fisik) efektif dalam mendiagnosis lesi yang non-palpable15-17 Teradapa indikasi untuk mamografi baik skirining ataupun diagnosis. Pasien dengan tumor atau area yang asimetris, ND, retraksi kulit atau adenopati aksila harus dievaluasi dengan mammografi. Studi ini tidak terlalu berguna pada remaja diakibatkan karena densitas payudara tapi diindikasikan jika diduga terjadi proses keganasan. False-negative rate `berkisar antar 1015%. Untuk itu dokter harus bersungguh-sungguh ketika melakukan pemeriksaan fisik.13 2. Ultrasound Ultrasound telah digunakan sejak awal 50-an. Alat tersebut sangat berguna dan akurat dalam mengevaluasi densitas payudara dan dalam membedakan antara kista dengan massa padat. Namun, untuk massa yang lebih kecil antara 5-10 mmtidak dapat divisualisasi dan massa pada

jaringan lemak payudara sulit dievaluasi. Keuntungannya adalah tidak ada radiasi dan tidak nyeri.13 3. Computed Tomography dan Magnetic Resonannce Imaging Scans Penggunaan CT dan MRI untuk scanning untuk mengevaluasi kelainan payudara sekarang sudah mulai diselidiki. Tehnik ini mengambil peran dalam mengevaluasi aksila, mediastinum dan area supraklavikula untuk adenopati dan membantu dalam melakukan staging pada proses keganasan. Publikasi terkini menyatakan bahwa MRI dapat mengidentifikasi secara tepat antara tumor primer atau residual dan secara akurat diagnosis kanker payudara.18 b. Invasive 1. Sitologi Aspirasi Sitologi aspirasi dilakukan menggunakan jarum halus (ukurang 20 atau yag lebih kecil) dengan spuit untuk mengaspirasi sel pada area yang dicurigai, lalu dismear di atas slide dan difiksasi segera dan diwarnai untuk evaluasi sitologi. Jika specimen diambil secara tepat, prosedur ini sangat akurat. Namun, pemeriksaan ini tidak dapat untuk memeriksa gambaran histopatologi jaringan sebab pemeriksaan ini tidak mampu mengambil struktur jaringan sekitarnya. Tehnik stereotaktik untuk sampling lesi nonpalpable sudah menjadi hal umum di Amerika Serikat.19 Kelemahan tehnik ini adalah ketidakmampuan untuk menentukan secara akurat reseptor esterogen dan progesteron pada specimen yag sangat kecil. Untuk mengetahui reseptor menggunakan tehnik ini sudah dikembangkan namun masih belum merata keberadaannya di laboratorium patologi anatomi20 Sudah muncul perhatian dari para ahli untuk melakukan tehnik noninvasive berupa variasi dari sitologi payudara yaitu menggunakan alat suction, yang diletakkan sepanjang kompleks areolar nipple untuk mengambil cairan yag berfungsi utuk megevaluasi sitopatologi. Sebagai tambahan aspirasi cairan payudara bisa dilakukan dan dianalisis sebagai penanda tumor. Prostate Spesific Antigen (PSA) , dalam keadaan tertentu, payudara.21 berkorelasi lebih baik dengan diagnosis kanker memprediksi ekstensi penyakit pada pasien dengan

2. Core Needle Biopsy (CNB) Biopsi jarum menggunakan jarum bor yang besar sering dilakukan. Hal tersebut lebih invasive dibandingkan dengan aspirasi jarun. CNB lebih akurat dan bisa digunakan untuk menentukan reseptor esterogen dan progesteron serta bisa dilakukan untuk memeriksa gambaran histopatologi. Biopsi ini bisa dilakukan secara stereotaktik atau dengan bantuan ultrasound.22 3. Biopsi Terbuka Terdapat berbagai macam tehnik biopsy terbuka yaitu a. Biopsi eksisi Istilah biopsi eksisi merujuk pada istilah yang berarti biopsi dengan mengangkat seluruh masa yang terlihat dan biasanya dengan sedikit batas jaringan yang sehat. Hal tersebut perlu

direncanakan secara hati-hati dan curiga lesinya bersifat ganas. Secara umum, lebih disukai sikumsareolar atau insisi curvilinear sepanjang garis Langer. Kebanyakan biopsi bisa dilakukan dengan lokal anastesi. Namun, demi kenyamanan pasien biasa dilakukan dengan sedasi intravena. Potong beku biasa dilakukan dan bisa disimpan untuk tes reseptor esterogen dan progesterone.13 b. Biopsi insisi Untuk lesi yang besar dan sulit utuk dilakukan biopsy eksisi biasanya dilakukan biopsy insisi dengan hanya mengambil sedikit jaringan. Hal ini bisa dilakukan dalam anastesi local dan cukup nyaman pada pasien poli.13 c. Needle-Guided Biopsy (NGB) Skrining mammografi bisa digunakan untuk melihat lesi yang mencurigakan sebelum muncul

secara klinis. Dan haltersebut bisa dijadikan patokan dalam melakukan biopsy jarum dengan bantuan mammografi. Tehnik ini dilakukan atas dasar prinsip menghilangkan lesi secara presisi tanpa mengorbankan jaringan sehat sekitarnya.13

Pasien dilakukan mammografi yang disesuaikan dengan film aslinya dan dilakukan introduksi berdasarkan gambaran film tersebut. Jadi bisa disimpulkan NGB merupakan biopsy dengan bantuan mammografi13 d. Ultrasound-Guided Biopsy (UGB) Untuk lesi yang tidak teraba namun, terlihat gambarannya melalui ultrasound. Bisa dilakukan biopsy dengan bantuan ultrasound. UGB dilakukan dengan pasien pada posisi supine, dan payudara discan menggunakan transducer. Lalu kulitnya ditandai dengan pensil; lalu dilakukan biopsy secara standard. Aspirasi kista juga bisa dilakukan dengan bantuan ultrasound13 e. Nipple Discharge Smear (NDS) Setelah menekan daerah putting maka akan keluar cairan. Cairan yag keluar bisa diusap pada gelas kaca difiksasi dan dilihat untuk dievaluasi secara sitologi. Dilaporkan, sitologi dari NDS memiliki hasil negative palsu sebesar 18% dan positif palsu sebesar 2,5% jadi dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian dalam menginterpretasi hasil tersebut.13 f. Nipple Biopsy Perubahan epithelium dari putting sering terkait dengan gatal atau nipple discharge biasa diperbolehkan untuk dilakukan biopsi puting. Se buah potongan nipple/areola complex bisa dieksisi dalam local anstesia dengan tepi yang minimal.13 VI. STAGING23

TUMOR PRIMER (T) T0 TIS T1 T2 T3 Tidak ditemukan tumor primer Karsinoma in situ (k.i.s) Tumor < 2 cm Tumor > 2 cm dan < 5 cm Tumor > 5 cm

T4 KGB REGIONAL (N) N0 N1 N2 N3

Perluasan ke dinding dada, peradangan, lesi satelit, ulserasi

Tidak bermetastasis ke KGB regional Metastasis ke KGB ipsilateral yang masih dapat digerakkan Metastasis ke KGB ipsilateral terfiksir Metastasis ke KGB mamaria interna ipsilateral

METASTASIS JAUH (M) M0 M1 STAGE GROUPING Stage 0 Stage I Stage IIA TIS T1 T0 T1 T2 Stage IIB T2 T3 Stage IIIA T0 T1 T2 T3 N0 N0 N1 N1 N0 N1 N0 N2 N2 N2 N1, N2 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 Tidak ada metastasis jauh Metastasis jauh (termasuk KGB supraklavikular ipsilateral)

Stage IIIB

T4 Any T

Any N N3 Any N

M0 M0 M1

Stage IV VII.

Any T

TATALAKSANA

Pengobatan stadium dini akan memberikan harapan kesembuhan dan harapan hidup yang baik. Secara umum, pengobatan pada penderita kanker meliputi 2 tujuan, yaitu : a. Terapi kuratif Terapi kuratif adalah tujuan utama terapi pada pasien kanker untuk menghilangkan kanker tersebut. Dalam pelaksanaannya, terapi pada pasien kanker tidak dapat mempertahankan asas primum non nocere karena dalam pemberian terapi kuratif, akan diberikan sejumlah terrtentu zat kemoterapi atau radiasi yang bersifat toksik terhadap bagian tubuh lain yang tidak terkena kanker. Terapi kuratif dapat berupa bedah radikal, kemoterapi, radiasi, imunoterapi atau kombinasi dari keempat modalitas tersebut.24 b. Terapi paliatif Terapi paliatif diberikan jika tujuan utama terapi kuratif tidak tercapai, Tujuan terapi paliatif adalah untuk mengurangi gejala, dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan kanker pada pasien yang tidak mungkin sembuh. Ketika tujuan terapi adalah sebagai paliatif, maka efek toksisitas kemoterapi atau radiasi harus diminimalisir.24

Terapi pada kanker payudara tergantung dari stadiumnya. Adapun jenis-jenis terapinya adalah: 1. Pembedahan25 Pada stadium I, II dan III, terapi bersifat kuratif. Semakin dini terapi dimulai, semakin tinggi akurasinya. Pengobatan pada stadium I, II, dan III adalah operasi primer, sedangkan terapi lain bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II, pengobatan adalah radikal mastektomi atau radikal mastektomi modifikasi dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant. Terapi radiasi dan sitostatika adjuvant diberikan jika kelenjar getah bening aksila mengandung metastasis. Mastektomi radikal

Yaitu pengangkatan puting dan areola, serta kulit diatas tumor dan 2 cm di sekitarnya, glandula mammae (seluruh payudara), fasia M. pectoralis mayor, M. pectoralis mayor, M. pectoralis minor disertai dengan diseksi aksila. Diseksi aksila adalah pengangkatan semua isi rongga aksila kecuali arteri, vena dan saraf yang bermakna. Teknik operasi ini dapat pula di modifikasi menjadi mastektomi radikal modifikasi Madden, dimana M. pektoralis mayor tidak diangkat. Operasi ini bersifat kuratif dan dilakukan untuk tumor yang berada pada stadium operable yaitu stadium I, II dan III awal. Mastektomi radikal dapat diikuti dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant tergantung dari keadaan KGB aksila ( berdasarkan protokol di RSCM/FKUI.) Mastektomi sederhana / simple mastectomy Yaitu pengangkatan puting dan areola, serta kulit di atas tumor dan 2 cm di sekitarnya, dan glandula mammae. Pada stadium IIIa, operasi berupa mastektomi sederhana. Teknik operasi ini hampir sama dengan teknik pada operasi mastektomi radikal, namun pada teknik ini tidak dilakukan diseksi aksila. Setiap mastektomi sederhana harus diikuti oleh radiasi (radioterapi) untuk mengatasi mikrometastasis atau metastasis ke kelenjar getah bening. Kombinasi mastektomi sederhana dengan radiasi mempunyai efektivitas yang sama dengan mastektomi radikal.

2. Breast Conservating Treatment Yaitu pengangkatan tumor dengan batas sayatan bebas (tumorektomi, segmentektomi, atau kwadrantektomi) dan diseksi aksila diikuti dengan radiasi kuratif. Operasi ini dilakukan untuk tumor stadium dini yaitu stadium I dan II dengan ukuran tumor 3 cm; untuk yang lebih besar belum dikerjakan dan mempunyai prognosis lebih buruk dari terapi radikal.25 3. Kemoterapi26 Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada kanker payudara yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada kanker payudara yang sudah dilakukan operasi mastektomi, yang bersifat adjuvant.

Kanker payudara stadium IV, pengobatan yang primer adalah bersifat sistemik. Terapi ini berupa kemoterapi dan terapi hormonal. Radiasi kadang diperlukan untuk paliatif pada daerah daerah tulang yang mengandung metastasis. Pilihan terapi sistemik dipengaruhi pula oleh terapi lokal yang dapat dilakukan, keadaan umum pasien, reseptor hormon dan penilaian klinis. Karena terapi sistemik bersifat paliatif, maka harus dipikirkan toksisitas yang potensial terjadi. Kanker payudara dapat berespons terhadap agen kemoterapi, antara lain anthrasikin, agen alkilasi, taxane, dan antimetabolit. Kombinasi dari agen tersebut dapat memperbaiki respon namun hanya memilki efek yang sedikit untuk meningkatkan survival rate. Pemilihan kombinasi agen kemoterapi tergantung pada kemoterapi adjuvant yang telah diberikan dan jenisnya. Jika pasien telah mendapat kemoterapi adjuvant dengan agen Cyclophosphamide, Methotrexat dan 5-Fluorouracil (CMF), maka pasien ini tidak mendapat agen yang sama dengan yang didapat sebelumnya. Untuk pasien dengan kanker payudara dapat diberikan kemoterapi intravena (IV). Cara pemberian kemoterapi IV bervariasi, tergantung pada jenis obat. Adapun jenis jenis kombinasi kemoterapi yang diberikan adalah : FEC (Fluorourasil, Eprubisin, Cyclophosphamide) o Indikasi : terapi adjuvant, neoadjuvant maupun pada kanker payudara yang sudah metastasis. o Hal-hal yang perlu diperhatikan : pasien dengan usia di atas 60 tahun atau ada riwayat penyakit jantung, sebelum kemoterapi harus dilakukan pemeriksaan echocardiogram atau multiple gated acquisition test of cardiac output (MUGA) untuk menjamin bahwa fungsi ventrikel kiri masih baik. Periksa fungsi hati. Jika ada insufisiensi hati, maka dosis 5-FU di kurangi. Periksa fungsi ginjal. Jika ada insufisiensi ginjal, dosis epirubisin dikurangi. Periksa darah rutin lengkap. Jika netrofil < 1500/mm3, atau AT < 100.000/mm3, maka kemoterapi ditunda. Berikan antiemetik yang kuat sebelum kemoterapi.

Kontrol dosis epirubisin, untuk menghindari kardiotoksisitas bila dosis kumulatif epirubisin >900 mg/m2

Beritahu pasien tentang kemungkinan rambut dapat rontok akibat kemoterapi. 5-FU 500 mg/m2 pada hari 1. Epirubisin 60 mg/m2 pada hari 1 Siklofosfamid 500 mg/m2

o Dosis : -

o Cara Pemberian : 5-FU dan siklofosfamid disuntikan secara IV pelan-pelan atau dilarutkan dalam NaCl 0,9% 100 ml dan diinfuskan dalam 10-20 menit. Epirubisin disuntikan lewat selang infus salin. o Siklus dan Jumlah siklus Lama siklus 21 hari Jumlah siklus 6

o Efek Samping : 4. Radiasi26 Merupakan terapi utama untuk kanker payudara stadium IIIb (locally advanced),dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu terapi hormonal dan kemoterapi. Radiasi terkadang diperlukan untuk paliasi di daerah tulang weight bearing yang mengandung metastase atau pada tumor bed yang berdarah difus dan berbau yang mengganggu sekitarnya. Prinsip dasar radiasi adalah memberikan stress fisik pada sel kanker yang berada pada keadaan membelah sehingga terjadi kerusakan DNA dan menyebabkan terbentuknya radikal bebas dari air yang dapat merusak membran, protein, dan organel sel. Tingkat keparahan radiasi tergantung pada oksigen. Sel yang hipoksia akan lebih resisten terhadap radiasi dibandingkan dengan sel yang tidak hipoksia. Hal ini terjadi karena Mielosupresi Alopesia Mual dan muntah Mukositis Kardiomiopati Sistitis hemoragik, bila dosis siklofosfamid tinggi

radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel berasal dari oksigen. Oleh karena itu, pemberian oksigen dapat meningkatkan sensitivitas radiasi. Radioterapi dapat diberikan dengan tiga cara, yaitu : a) Teleteraphy Teknik ini berupa pemberian sinar radiasi yang memiliki jarak yang cukup jauh dari tumor. Teknik ini dapat digunakan sendirian atau kombinasi dengan kemoterapi untuk memberikan kesembuhan terhadap tumor atau kanker yang lokal dan mengkontrol tumor primer. Teleterapi paling sering digunakan dalam radioterapi. b) Bachytherapy Teknik ini berupa implantasi sumber radiasi ke dalam jaringan kanker atau jaringan disekitarnya. c) Systemic therapy Teknik ini berupa pemberian radionuklida ke dalam masa tumor atau kanker. 5. Terapi hormonal Terapi hormonal diberikan pada kanker payudara stadium IV. Prinsip terapi ini berdasarkan adanya reseptor hormon yang menjadi target dari agen terapi kanker. Ketika berikatan dengan ligand, reseptor ini mengurangi transkripsi gen dan menginduksi apoptosis. Jaringan payudara mengandung reseptor estrogen. Kanker payudara primer atau metastasis juga mengandung reseptor tersebut. Tumor dengan reseptor estrogen tanpa ada reseptor progesteron memiliki respon sebesar 30%, sedangkan jika memiliki reseptor estrogen dan progesteron, respon terapi dapat mencapai 70%. Pemilihan terapi endokrin atau hormonal berdasarkan toksisitas dan ketersediaan. Pada banyak pasien, terapi endokrin inisial berupa inhibitor aromatase. Untuk wanita dengan reseptor estrogen yang positif, respon terhadap inhibitor aromatase lebih besar dibandingkan dengan tamoxifen.

Tamoxifen paling sering digunakan sebagai terapi adjuvant pada perempuan dengan kanker payudara yang telah di reseksi. Penggunaan tamoxifen harus diteruskan selama 5 tahun. Pada pasien dengan kanker payudara yang telah metastasis, lebih sering digunakan inhibitor aromatase. Namun, bagi pasien yang yang memburuk setelah mendapat

inhibitor aromatase, tamoxifen dapat memberikan manfaat. Selain itu, tamoxifen juga bermanfaat sebagai kemopreventif kanker payudara. Dosis standard tamoxifen adalah 20 mg, dengan pemberian 1 kali sehari karena waktu paruh yang panjang. Efek samping yang dapat ditimbulkan antara lain hot flushes, kelainan sekresi cairan vagina dan toksisitas retina, walaupun tidak mengancam penglihatan. Efek samping yang harus diperhatikan adalah bahwa tamoxifen dapat menyebabkan penurunan densitas tulang pada wanita premenopause dan kanker endometrium. Pemberian terapi hormonal dibedakan tiga golongan penderita menurut status menstruasi: o Premenopause Terapi hormonal yang diberikan berupa ablasi yaitu bilateral oopharektomi. o Postmenopause Terapi hormonal yang diberikan berupa pemberian obat anti estrogen. o 1-5 tahun menopause Jenis terapi hormonal tergantung dari aktifitas efek estrogen. Efek estrogen positif dilakukan terapi ablasi, jika efek estrogen negatif maka dilakukan pemberian obat-obatan anti estrogen.

VIII.

PROGNOSIS

Prognosis kanker payudara ditentukan oleh: 1. Staging (TNM) Semakin dini semakin baik prognosisnya 5-10 years survival rate untuk: Stadium 0 Stadium I Stadium II Stadium III : 96,2% : 90-80% : 70-50% : 20-11%

Stadium IV

: 0%

2. Jenis histopatologi keganasan Karsinoma in situ mempunyai prognosis yang baik dibandingkan karsinoma yang sudah invasif Suatu kanker payudara yang disertai oleh gambaran peradangan yang dinamakan mastitis karsinomatosa, mempunyai prognosis yang sangat buruk. Harapan hidup 2 tahun hanya kurang lebih 5%. Tepat tidaknya tindakan terapi yang diambil berdasarkan staging sangat mempengaruhi prognosis.

5-years survival rate Stadium 0 I Iia Iib IIIa IIIb IV Survival rate (%) 99 98 82 65 47 44 14

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Bedah Tumor: Payudara. Diunduh dari: www.bedahugm.net. Diakses tanggal: 8 Maret 2010 2. American Cancer Society. Breast Cancer Facts & Figures 2009-2010. Diunduh dari: http://www.cancer.org/downloads/STT/F861009_final%209-08-09.pdf. Diakses tanggal 3 November 2009. 3. Jemal A, Siegel R, Ward E, Hao Y, Xu J, Thun MJ. Cancer statistics, 2009. CA Cancer J Clin. Jul-Aug 2009;59(4):225-49. 4. Swart R, dkk. Breast Cancer: Overview. Diunduh dari: www.medscape.com. Diakses tanggal: 8 Maret 2010 5. Bays JK: Physical and mammographic diagnostic of breast cancer and initial workup. J Am Med Wom Assoc 47: 158.1992 6. Gadd NA, Souba WW: Evaluation and treatmwent of benign breast disorder. Dalam: Bland KI, Copeland EM (peny) : The Breast Comprehensive of benign and malignant disease. Ed 2. Philadelphia. 1998. WB Saunder 7. Leis HP: Management of nipple discharge.World J Surg. 13:736. 1989 8. Morrow M: Nipple discharge. Dalam: Harris JR dkk (Peny): Breast disease. Ed 2. Philadelphia. 1991. JB Lippincot 9. Chaudary MA dkk: Nipple discharge: the diagnostic value of testing for occult blood. Ann surg 196: 651. 1982 10. Sattin RW dkk. And the Cancer and Steroid Hormone Study : Family history and the riskof breast cancer. JAMA 253:1908.1985 11. Wanebo HJ dkk: Bilateral breast cancer: risk reduction by collateral biopsy. Ann Surg 201: 667.1985 12. Willet WC dkk: Moderat alcoholconsumption and the risk of breast cancer. N Eng J Med 316: 1174. 1987 13. Rosato FE dan Rosato EL. Examination technique: Roles of The Phisician and Patient in Evaluating Breast Disease. Dalam Bland KI Copeland EM: The Braest Comprehensive management benign and Malignant Disorder. Ed.3. St Louis. 2004. WB Saunders

14. Dodd GD: Mammography. State of the art. Cancer 39: 2796.1977 15. Howard J : Using mammography for cancer control an unrealized potential. Cancer 37:33. 1987 16. Baker LH: Breast Cancer detection demonstrationproject: a five year summary report. Cancer 32: 194.1982 17. Starx P, Venet L, Shapiro S: Value of mammography in reduction of mortality from breast cancer in mass screening. Am J Roentgenol. 177: 686. 1973 18. Esserman L dkk: Utility of magnetic resonance imaging in the managementof breast cancer: evidence for improved preoperative staging. J Clin Oncol 17: 110.1999 19. Gent HJ: Stereotaxic needle localization and cytological diagnosis of occult breast lesion, Ann Surg 204:580.1986 20. Silversward C, Humla SA Esterogen reseptor analysis on needle aspiraes from human mammary cancer. Acta Cytol 24:54. 1980 21. Sauter E dkk: Prostater-spesific antigen levels in nipple aspirate fluid correlate with breast breast cancer risk. Cancer Epidewmiol Biomarkers Prev 5: 967.1996 22. Parker SH dkk : Percutaneous large bore breast biopsy: a multi-institutional study. Radiology. 193:359. 1994 23. Ramli M dkk. Protokol Penatalaksanaan kanker Payudarara. Dalam: Albar ZA dkk (peny). Protokol PERABOI 2003. Jakarta.2003. Percetakan FKUI 24. Harrisons, T.R. Pricinciples of Internal Medicine, 16th ed. McGraw-Hill Book Co. Inc, New York,2006. 25. Swart R, dkk. Breast Cancer: Treatment. Diunduh dari: www.medscape.com. Diakses tanggal: 8 Maret 2010 26. Abdulmuthalib. Prinsip Dasar Terapi Sistemik pada Kanker. Dalam : Aru W Sudoyo,dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : 2006 Created by dj_alil. Kalo butuh tinjauan pustaka lain kontak di dj_alil03@yahoo.com

You might also like