You are on page 1of 15

Meet The Expert

GANGGUAN DEPRESIF PADA REMAJA

Oleh Abdul Alim Rahimi P.1006 Ricky Ade P.1016 Yosrizal P.1023

Preseptor: dr. Hj. Yaslinda Yaunin, Sp. KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RSJ PROF. H. B. SAANIN PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012

I. Definisi a. Depresi Depresi adalah gangguan penyesuaian diri dan gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap (stressor) dengan kondisi mood yang menurun (Wenar &Kerig, 2000). Depresi merupakan kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, perubahan pola tidur yang parah, menurunnya energi, ketidaknyamanan fisik, mudah tersingung, serta perasaan sedih, kesal dan tidak berdaya yang ekstrim. b. Remaja Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula orang dewasa. Pada periode ini pula remaja berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa. Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru, teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orangorang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut memperluas lingkungan sosial di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lainnya. Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut: a. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu memulai meninggalkan peran sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru. c. Masa remaja akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Menurut John Hill (1983), terdapat tiga komponen dasar dalam membahas periode remaja yaitu perubahan fundamental remaja meliputi perubahan biologis, kognitif dan sosial. Ketiga perubahan ini bersifat universal. Perubahan biologis menyangkut tampilan fisik (ciri-ciri secara primer dan sekunder). Transisi kognitif merupakan perubahan dalam kemampuan berfikir dimana remaja telah memiliki kemampuan yang lebih baik dari anak dalam berfikir mengenai situasi secara hipotesis, memikirkan sesuatu yang belum terjadi tetapi akan terjadi.Transisi sosial meliputi perubahan dalam status sosial membuat remaja mendapatkan peran-peran baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru. Perubahan yang fundamental remaja bersifat universal, namun akibatnya pada individu sangat bervariasi. Hal ini terjadi karena dampak psikologis dari perubahan yang terjadi pada diri remaja dibentuk dari lingkungan. Lebih lanjut, pada remaja terjadi perkembangan psikososial yaitu: Identity : mengemukakan dan mengerti dari sebagai individu. Autonomy : menetapkan rasa yang nyaman dalam ketidaktergantungan. Remaja berusaha membentuk dirinya menjadi tidak tergantung tetapi berusaha untuk menemukan dirinya dengan kaca mata dirinya sendiri dan orang lain. Terdapat tiga perkembangan penting dari autonomy, yaitu: Mengurangi ikatan emosional dengan orang tua.

Mampu untuk mengambil keputusan secara mandiri. Membentuk tanda personalnya dari nilai dan moral.

Intimacy yaitu membentuk relasi yang tertutup dan dekat dengan orang lain. Selama masa remaja perubahan penting lainnya adalah kemampuan individu untuk menjalin kedekatan dengan orang lain, khususnya dengan sebaya. Pertemuan muncul pertama kali pada masa remaja melibatkan keterbukaan, kejujuran, loyalitas dan saling percaya, juga berbagi kegiatan dan minat.

Sexuality yaitu mengekspresikan perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak fisik dengan orang lain. Kegiatan seksual secara umum dimulai pada masa remaja, kebutuhan untuk memecahkan masalah nilai-nilai sosial dan moral terjadi pada masa ini.

Achivement yaitu mendapatkan keberhasilan dan memiliki kemampuan sebagai anggota masyarakat.

II. Klasifikasi depresi Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition) gangguan depresi terbagi dalam 3 kategori, yaitu: 1. Gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder). Didapatkan 5 atau lebih simptom depresi selama 2 minggu. Kriteria terebut adalah: suasana perasaan depresif hampir sepanjang hari yang diakui sendiri oleh subjek ataupun observasi orang lain (pada anak-anak dan remaja perilaku yang biasa muncul adalah mudah terpancing amarahnya), kehilangan ketertarikan atau perasaan senang yang sangat signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas sehari-hari, berat badan turun secara siginifkan tanpa ada program diet atau justru ada kenaikan berat badan yang drastis, insomnia atau hipersomnia berkelanjutan, agitasi atau retadasi psikomotorik, letih atau kehilangan energi, perasaan tak berharga atau perasaan bersalah yang eksesif, kemampuan berpikir atau konsentrasi yang menurun, pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul berulang kali, distres dan hendaya yang signifikan secara klinis, tidak berhubugan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.

2. Gangguan distimik (dysthymic disorder) Suatu bentuk depresi yang lebih kronis tanpa ada bukti suatu episode depresi berat (dahulu disebut depresi neurosis). Kriteria DSM-IV untuk gangguan distimik: perasaan depresi selama beberapa hari, paling sedikit selama 2 tahun (atau 1 tahun pada anak-anak dan remaja); selama depresi, paling tidak ada dua hal berikut yang hadir: tidak nafsu makan atau makan berlebihan, insomnia atau hipersomnia, lemah atau keletihan, self esteem rendah, daya konsentrasi rendah, atau sulit membuat keputusan, perasaan putus asa; selama 2 tahun atau lebih mengalami gangguan, orang itu tanpa gejala-gejala selama 2 bulan; tidak ada episode manik yang terjadi dan kriteria gangguan siklotimia tidak ditemukan; gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh efek psikologis langsung darib kondisi obat atau medis; signifikansi klinis distress (hendaya) atau ketidaksempurnaan dalam fungsi. 3. Gangguan afektif bipolar atau siklotimik (Bipolar affective illness or cyclothymic disorder). Kriteria: kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) sebuah sebuah episode depresi berat atau lebih; kemunculan (atau memiliki riwayat pernah mengalami) paling tidak satu episode hipomania; tidak ada riwayat episode manik penuh atau episode campuran; gejala-gejala suasana perasaan bukan karena skizofrenia atau menjadi gejala yang menutupi gangguan lain seprti skizofrenia; gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek-efek fisiologis dari substansi tertentu atau kondisi medis secara umum; distres atau hendaya dalam fungsi yang signifikan secara klinis.

Sedangkan menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii, membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder. Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya, dan tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah, dan tidak patuh.

III.Etiologi Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap etiologi depresi, khususnya pada anak dan remaja adalah: 1. Faktor genetik Meskipun penyebab depresi secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orangtuanya menderita depresi, maka anaknya berisiko dua kali lipat dan apabila kedua orangtuanya menderita depresi maka risiko untuk mendapat gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi empat kali lipat. Pada kembar monozigot, 76% akan mengalami gangguan afektif sedangkan bila kembar dizigot hanya 19%. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan.

2. Faktor sosial Dilaporkan bahwa orangtua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orangtua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orangtua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Levitan et al (1998) dan Weiss et al (1999) melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti.Diyakini bahwa faktor non-genetik seperti fisik maupun lingkungan merupakan pencetus kemungkinan terjadinya depresi pada anak dengan riwayat genetik.

3. Faktor biologis lainnya Hipotesis yang menonjol mengenai mekanisme gangguan alam perasaan terfokus pada terganggunya regulator sistem monoamin-neurotransmiter, termasuk norepinefrin dan serotonin (5-hidroxytriptamine). Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat

hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik-asetilkolin yang ditandai dengan meningkatnya kolinergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.

IV. Epidemiologi Kejadian gangguan depresi pada remaja bervariasi tergantung dari kelompok umur. Kejadian depresi makin meningkat dengan bertambahnya umur anak. Di Amerika didapatkan gejala depresi pada remaja umur 11-13 tahun (remaja awal) lebih ringan secara bermakna dibandingkan dengan gejala depresi pada umur 14 tahun-16 tahun (remaja menengah) dan umur 17-18 tahun (remaja akhir). Prevalensi gangguan depresi pada remaja dengan depresi berat 0,4-6,4%, gangguan distimik 1,6-8% dan gangguan bipolar 1%. Sekitar 40-70% komorbiditas dengan gangguan jiwa lain (penyimpangan perilaku, penyalahgunaan obat, penyimpangan seksual, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, anxietas, anoreksia nervosa, problem sekolah). 50% populasi memiliki 2 atau lebih dari dua gangguan jiwa lain. Rasio remaja perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2:1.

V. Gejala Klinik Secara umum berdasarkan DSM IV-TR kriteria depresi adalah sebagai berikut : 1. Lima (atau lebih) gejala berikut diteruskan selama periode 2 minggu yang sama dan menunjukkan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya; paling kurang satu gejala dari salah satu mood depresi atau dua kehilangan minat atau kesenangan. Catatan : jangan masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh suatu kondisi medis umum atau waham atau halusinasi yang sesuai mood. a. Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau kosong) maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak sedih). Catatan : pada anak-anak dan remaja dapat berupa mood yang iritabel (mudah kesal). b. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua, aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain).

c. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau penambahan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan : Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai peningkatan berat badan yang diharapkan. d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari. e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau menjadi lamban). f. Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari. g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan yang tidak sesuai (yang dapat berupa waham) hampir setiap hari (bukan hanya menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit). h. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau keragu-raguan, hampir setiap hari (baik oleh laporan subjektif maupun yang diamati oleh orang lain). i. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya ketakutan akan kematian), ide bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri. 2. Gejala tidak memenuhi kriteria Episode Campuran. 3. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi bidang penting lainnya. 4. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, hipotirodisme). 5. Gejala tidak lebih baik dijelaskan oleh berduka yaitu setelah kehilangan orang yang dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

Gejala klinis depresi pada remaja: - Mood disforik (labil dan mudah tersinggung) dan afek depresif. Gejolak mood pada remaja adalah normal, tapi pada kondisi depresi menjadi lebih nyata. Mood yang disforik dan sedih lebih sering tampak. Kecenderungan untuk marah-marah dan perubahan mood meningkat.

- Pubertas. Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal, kemungkinan akan mengalami kelambatan pubertas, terutama pad depresi yang disertai dengan kehilangan berat badan dan anoreksia. Remaja yang mengalami depresi lebih sulit menerima atau memahami tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan hormonal yang disertai stres lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang dalam dan kemungkinan munculnya perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi yang berhubungan dengan incest (hubungan seksual antar anggota keluarga), dapat menambah beban rasa bersalah pada remaja yang depresi. Periode menstruasi pada remaja wanita yang mengalami depresi, mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai dengan timbulnya rasa sakit yang hebat dan perasaan tidak nyaman, Mood yang disforik sering nampak pada periode pramenstrual, Remaja wanita yang mengalami depresi mungkin merasa murung (feeling blue), sedih (down in the dump), menangis tanpa sebab, menjadi sebal hati (sulky and pouty), mengurung diri di kamar, dan lebih banyak tidur.

- Perkembangan kognitif. Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang bersifat sementara, menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada remaja awal yang mengalami depresi, terdapat keterlambatan perkembangan proses pikir abstrak yang biasanya muncul pada usia sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua, kemampuan yang baru diperoleh ini akan menghilang atau

menurun. Prestasi sekolah sering terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di sekolah, tiba-tiba prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan tugas, perilaku yang mudah tersinggung didalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang dicapai dan masa depan, dapat merupakan gejala awal dari depresi pada remaja.

- Harga diri . Pada remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan rendah diri. Rasa putus asa dan rasa tidak ada yang menolong dirinya makin merendahkan hatga diri. Pada satu saat remaja yang depresi mencoba untuk melawan perasaan rendah dirinya dengan penyangkalan, fantasi, atau menghindari kenyataan realitas dengan menggunakan NAPZA.

- Perilaku antisosial. Membolos, mencuri, berkelahi, sering mengalami kecelakaan, yang terjadi terutama pada remaja yang sebelumnya mempunyai riwayat perilaku yang baik, mungkin merupakan indikasi adanya depresi.

- Penyalahgunaan NAPZA. Kebanyakan remaja yang depresi cenderung menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja, obat-obat yang meningkat mood (amfetamin), yang menurunkan mood (barbiturat, tranquilizer, hipnotika) dan alkohol. Akhir-akhir ini banyak digunakan heroin, kokain dan derivatnya serta halusinogen.

- Perilaku seksual. Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak menunjukkan minat untuk kencan atau mengadakan interaksi heteroseksual. Namun ada juga remaja yang mengalami depresi menjadi berperilaku berlebihan dalam masalah seksual, atau menjalani pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif untuk melawan depresinya, Beberapa remaja menginginkan kehamilan sebagai kompensasi terhadap objek yang hilang atau rasa rendah dirinya. Remaja yang mengalami depresi ada kemungkinan kawin muda untuk menghindari konflik dalam keluarga. Seringkali perkawinan ini malah memperkuat depresinya.

- Kesehatan fisik. Remaja yang mengalami depresi, tampak pucat, lelah dan tidak memancarkan kegembiraan dan kebugaran, Seringkali mereka mempunyai banyak keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit lambung, kurang nafsu makan, dan kehilangan berat badan tanpa adanya penyebab organik, Remaja yang mengalami depresi biasanya tidak mengekspresikan perasaannya

secara verbal, namun lebih banyak keluhan fisik yang diutarakan , sehingga hal ini biasanya merupakan satu-satunya kondisi yang membawanya datang ke dokter. Sensitivitas dari sang dokter dalam menemukan mood yang disforik ataupun depresi akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri pada remaja.

- Berat badan. Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan indikasi adanya depresi. Harga diri yang rendah dan kurangnya perhatian pada perawatan dirinya, atau makan yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, merupakan tanda dari depresi.

- Perilaku bunuh diri. Remaja yang mengalami depresi mempunyai kerentanan tinggi terhadap bunuh diri.

Penelitian di kentucky, Amerika Serikat, menyebutkan sekitar 30 % dari mahasiswa tingkat persiapan dan pelajar sekolah menengah atas pernah berpikir serius tentang percobaan bunuh diri dalam satu tahun terakhir saat diteliti , 19 % mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri , dan 11 % telah mencoba melakukan bunuh diri.

VI. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis depresi pada anak maupun dewasa tidak sejelas seperti pada penyakit lain. Tidak ada tes khusus yang dapat membantu menentukan bahwa seseorang individu menderita depresi, dan sangat sedikit yang dapat ditentukan penyebabnya. Faktor neuroendokrin dapat mempengaruhi kejadian depresi, sehingga dapat dilakukan deksametason supression test (DST) berupa sekresi berlebihan kortisol, kadar hormon pertumbuhan menurun jika disuntik insulininduced hypoglicemia, kadar tiroksin total lebih rendah, peningkatan sekresi kortisol pada malam hari.

VII. Diagnosis Banding Depresi harus dibedakan dengan kesedihan yang normal dan gangguan psikiatris lainnya. Sebelum diagnosis psikiatris ditegakkan, kondisi organik yang mirip ataupun yang menimbulkan gejala-gejala psikiatris harus disingkirkan terlebih dahulu seperti gangguan organik, intoksikasi zat, ketergantungan dan abstinensi, distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung, serta

gangguan penyesuaian. Keadaan seperti ini sangat bervariasi, tergantung umur. Perlu dibedakan pula penyalahgunaan obat, gangguan cemas, dan fase awal skizofrenia. Juga perlu ditentukan apakah gangguan afektif yang timbul merupakan primer atau sekunder.

VIII. Terapi Perawatan di rumah sakit perlu dipertimbangkan sesuai dengan indikasi, misalnya penderita cenderung mau bunuh diri, atau adanya penyalahgunaan atau ketergantungan obat. Pada umumnya, penderita berhasil ditangani dengan rawat jalan. Sekali diagnosis depresi berat ditegakkan, psikoterapi dan medikasi merupakan terapi yang harus diberikan. Namun, pengobatan selalu bersifat individual, tergantung pada hasil pertimbangan evaluasi dan keluarganya, termasuk kombinasi terapi individu, terapi keluarga, serta konsultasi dengan pihak sekolah. Pendekatan biopsikososial digunakan dalam mengobati remaja yang mengalami depresi. Pendekatan ini meliputi psikoterapi ( individual, keluarga , kelompok ), farmakoterapi, remedial / edukatif, dan pelatihan keterampilan sosial. Sebelum memulai suatu bentuk terapi, sebaiknya dipertimbangkan dengan hati -hati. Adanya obsesi untuk bunuh diri harus diobservasi dengan cermat dan sebaiknya pasien di rawat inap. faktor lain seperti kemampuan untuk berfungsi atau stabilitas keluarga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk merawat inapkan remaja ini. 1. Psikoterapi. Beberapa pendekatan psikoterapi yang dapat dilakukan adalah : psikoterapi perorangan (individual psychotherapy), terapi berorientasi kesadaran (insight-oriented therapy), terapi tingkah laku (behavioral therapy), model stres hidup (life stress model), psikoterapi kognitif (cognitive psychotherapy) ,lain-lain seperti terapi kelompok (group therapy), latihan orangtua (parent training), terapi keluarga (family training), pendidikan remedial (remedial education), dan penempatan di luar rumah (out of homeplacement).

2. Farmakoterapi . Saat ini, belum ada obat yang direkomendasikan oleh FDA. Pengobatan secara farmakoterapi masih kontroversial pada anak dan remaja . Farmakoterapi yang sering digunakan: Golongan antidepresi trisiklik: Amitriptilin, Imipramin, dan Desipramin. Berbeda dengan orang dewasa, pada anak tidak menunjukkan perbedaan yang berarti

antara antidepresi golongan trisiklik dengan plasebo. Obat ini bersifat kardiotoksik dan cenderung berakibat fatal bila melampaui dosis.

Golongan obat yang bekerja spesifik menghambat ambilan serotinin: fluoksetin dan sertralin. Obat ini memberikan harapan yang cerah dalam pengobatan depresi pada anak dan remaja. Merupakan obat pilihan pertama pada anak dan remaja karena dapat ditoleransi dengan baik dan efek yang merugikan lebih sedikit dibandingkan dengan antidepresi golongan trisiklik. Sayangnya, sedikit sekali penelitian tentang pengobatan rumatan (maintenance) pada anak dan remaja. Dibandingkan dengan usia dewasa, pada masa remaja cenderung berkembang untuk agitasi atau menjadi mania bila mereka mendapat SSRIs (Selective serotinine reuptake inhibitors). Obat ini juga dapat menurunkan libido.

Litium karbonat .Obat ini telah digunakan untuk pengobatan anak dan remaja yang mengalami agresi, mania, depresi, dan masalah tingkah laku, tetapi lebih berguna pada kasus yang berisiko menjadi bipolar.

Beberapa contoh obat yang ada di Indonesia : imipramine 25 125 mg / hari, clomipramine 25 200 mg /hari, fluoxetine 10 80 mg / hari, fluoxamine 100 300 mg /hari, sertraline 50 200 mg / hari, moclobemide 150 300 mg / hari.

IX. Pencegahan Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan menggunakan keberadaan dan peran serta guru pembimbing di sekolah. Upaya-upaya pembentukan kelompok belajar, kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan jurusan, pramuka dan semacamnya, kesemuanya itu merupakan bagian dari rangkaian upaya preventif. Layanan bimbingan dapat berfungsi preventif atau

pencegahan. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karir, inventarisasi data, dan sebagainya. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menitik beratkan kepada bimbingan terhadap perkembangan pribadi melalui pendekatan perorangan dan kelompok siswa yang menghadapi masalah untuk mendapatkanbantuan khusus untuk mampu mengatasinya. Tugas guru pembimbing adalah (a) membantu murid untuk

mengenal dirinya, kemampuannya dan mengenal orang lain, (b) membantu murid dalam proses yang menuju kematangannya, (c) membantu dan mendorong murid untuk pemilihan-pemilihan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan interestnya, (d) memberikan kesadaran kepada muridmurid tentang pentingnya penggunaan waktu luangdan mengembangkan interest dalam hobi yang berguna, (e) membantu murid untuk mengerti metode belajar yang efisien agar dapat mencapai hasilnya dengan waktu yang lebih singkat.5 Selain itu, diperlukan pula peranan orang tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama sehingga dapat mempererat hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih terbuka dengan cara mendengarkan pendapat anak dan mau dikritik sehingga remaja merasa lebih dihargai. Deteksi dini dengan menggunakan alat skrining (Child Behavior Checklist, Beck Depression Inventories , Child Depression Inventory) saat didapatkannya permasalahan disekolah baik prestasi atau permasalahan perilaku anak akan sangat membantu mengenali lebih dini remaja dengan depresi.

X. Penyulit Penyulit yang dapat mempengaruhi depresi adalah penggunaan obat-obat terlarang dan psikotropika, keluarga dan lingkungan yang kurang kondusif.

XI. Prognosis Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis, pikiran bunuh diri, kepribadian pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa serta umur saat terjadinya depresi. Apabila depresi berat tidak diobati dan terus berlangsung dalam kurun waktu 7-12 bulan akan berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent) dengan gangguan sosial yang persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri (suicide attempt) dan bunuh diri (suicide) merupakan komplikasi yang sering timbul. Semakin muda usia mulainya depresi, semakin jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik. Remaja yang mengalami depresi berat cenderung untuk menderita depresi berat berulang dan gangguan bipolar. Kebanyakan yang sembuh dalam beberapa bulan, kembali relaps 1-2 tahun kemudian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja (Pegangan Bagi Dokter Puskesmas). Diambil dari : www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%20Kes%20Jiwa%20Remaja.pdf 2. Abdul Mutholib Rambe. Depresi pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/ RSUPH Adam Malik Medan. Diunduh dari : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm 3. I Gusti Ayu Endah Ardjana. Depresi pada Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto, 2004, hal 219-31 4. Indri Kemala Nasution. Stres pada Remaja. Diunduh dari : library.usu.ac.id/download/fk/132316815(1).pdf

You might also like