You are on page 1of 7

penilaian kinerja perawat

A. Defenisi Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (swanburg,1987). Proses penilain kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa kperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprassial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten. Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986 dalam Asad, 2003). Sementara Asad, (2003) mendefinisikan kinerja sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Sedangkan Yaslis Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi.

B. Prinsip-Prinsip Penilaian Menurut Gillies (1996), untuk mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil, manajer

sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu: 1) Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati (Rombert, 1986 dikutip Gillies , 1996). Karena diskripsi kerja dan sstandar pelaksanaan kerja disajikan ke pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus diusahakan, pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang sama. 2) Sample tingkah lakku perawat yang cukup representatiif sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian haarus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku konsistennya serta guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

3)

Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar pelaksanan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi sehingga baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama.

4) Didalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai, manajer sebaiknya menunjukan segisegi dimana pelaksanaan kera itu bias memuaskan dan perbaikan apa yang diperlukan. Supervisorsebaknya merujuk pada contoh-contoh khusus mengenai tingah laku yang memuaskan maupun yang tidak memuaskan supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluative. 5) Jika diperlukan, manajar sebaiknya menjelaskan area mana yang akan diprioritaskan seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja. 6) Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perwat dan manajer, diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi keduanya. 7) Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaik nya disusun denga terencana sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisa (Simpson, 1985). Seorang pegawai dapat bertahan dari kecamatan seorang manajer yang menunjukan pertimbangan atas perasaanya serta menawarkan bantuan untuk menigkatkan pelaksanaan kerjanya.

C. Manfaat Yang Dapat Dicapai Dalam Penilaian Kerja Manfaat penilaian kerja dapat dijabarkan menjadi 6, yaitu: 1) Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan RS. 2) Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya. 3) Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatakan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya. 4) Membantu RS untuk dapat menyusun program pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga RS mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan dimasa depan. 5) Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja dengan meningkatkan gajinya atau system imbalan yang baik.

6)

Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan. Dengan manfaat tersebut diatas maka dapat diidentifikasi siapa saja staf yang mempunyai potensi untuk dikembangkan karirnya dapat dicalonkan untuk menduduki jabatan serta tanggung jawab yang lebih besar pada masa yang akan dating atau mendapatkan imbalan yang lebih baik. Sedangkan bagi karyawan yang terhambat disebabkan karena kemauannya serta motivasi dan sikap yang kurang baik maka perlu diberikan pembinaan berupa teguran atau konseling oleh atasannya langsung.

D. Proses Kegiatan Penilaian Kerja Penilaian prestasi kerja merupakan suatu pemikiran sistematis atas individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan potensinya untuk pengembangan (Dale S. beach, 1970, p257 alih bahasa Achmad S 2001). Proses kegiatan meliputi: 1) Merumuskan tanggung jawab dan tugas apa yang harus dicapai oleh staf keperawatan. Rumusan tersebut telah disepakati oleh atasannya sehingga langkah perumusan tersebut dapat memberikan konstribusi berupa hasil. 2) Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai oleh karyawan untuk kurun waktu tertentu dengan penempatan standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan. 3) Melakukan monitoring, koreksi dan memberikan kesempatan serta bantuan yang diperlukan oleh stafnya. 4) Menilai prestasi kerja staf dengan cara membandingkan prestasi yang dicapai dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan. 5) Memberikan umpan balik kepada staf/karyawan yang dinilai. Dalam proses pemberian umpan balik ini atasan dan bawahan perlu membicarakan cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya.

E. ALAT UKUR Berbagai macam alat ukur telah digunakan dalam penelitian pelaksanaan kerja karyawan keperawatan. Agar efektif, alat evaluasi sebaiknya dirancang untuk mengurangi bias, meningkatkan objektifitas serta menjamin keabsaan dan ketahanan. Setiap supervisor menunjukan beberapa tingkatan bias dalam evaluasi kerja bawahan. Beberapa supervisor biasanya menilai pelaksanaan kerja perawat laki-laki terlalu tinggi dan beberapa supervisor yang lain biasanya juga mermehkan pelaksanaan kerja perawat asing. Beberapa diantaranya menaksir terlalu tinggi pengetahuan dan keterampilan dari setiap perawat itu sangat menarik, termassuk juga dalam hal kerapian dan kesopanan. Objektifitas, yaitu kemampuan untuk mengalihkan diri sendiri secara emosional dari suatu keadaan untuk mempertimbangkan fakta tapa adanya penyimpangan oleh perasaan pribadi. Keabsahan diartikan sebagai tingkatan alat mengukur pokok isi serta apa yang harus diukur. Alat pengukur yang digunakan dalam menilaian pelaksanaan kerja dan tugas-tugas yang ada dalam diskripsi kerja dari kepala perwat perlu dirinci satu demi satu dan dilaksanakan secara akurat. Jenis alat evaluasi pelaksanaan kerja perawat yang umum digunakan ada lima yaitu: laporan bebas, pengurutan yang sederhana, checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik,dan perbandingan pilihan dibuat-buat (Henderson, 1984). 1) Laporan tanggapan bebas Pemimpin atau atasan diminta memberikan komentar tentang kullitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu. Karen tidak adnya petunjuk yang harus dievaluasi, sehingga penilaian cendrung menjadi tidak sah. Alat ni kurang objektfi karena mengabaiikan satu atau lebih aspek penting, dimana penilaian hanya berfokus pada salah satu aspek. 2) Checklist pelaksanaan kerja Checklist terdiri dari daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir dimana nilai dapat menyatakan apakah bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak.

F. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam Melakasankan Asuhan Keperawatan Kepada Klien

Dalam penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keparawatan. Standar praktik keperawatan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi: (1) pengkajian, (2) diagnosa keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, (5) evaluasi. 1. Standar I: pengkajian keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan: a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemerikasaan penunjang. b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain. c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

(1) Status kesehatan klien masa lalu. (2) Status kesehatan klien saat ini. (3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual. (4) Respon terhadap terapi. (5) Harapan terahdap tingkat kesehatan yang optimal. (6) Resiko-resiko tinggi masalah.

2. Standar II: diagnose keperawatan. Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnose keperawatan. Adapun kriteria proses; a. Proses diagnose terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien dan perumusan diagnose keperawatan. b. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E) dan tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE). c. Bekerja sama dengan klien dan petugas keseshatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan. d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

3. Standar III: perencanaan keperawatan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya meliputi: a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

d. Mendokumentasi rencana keperawatan. 4. Standar IV; implementasi Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi: a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain. c. d. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkunngan yang digunakan. e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.

5. Standar V: evaluasi keperawatan Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya: a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus. b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan. c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi perencanaan. Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan dan kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai.

Standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Gillies, 1989).

G. MASALAH DALAM PENILAIAN PELAKSANAAN KERJA Dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai permasalahan antara lain (Gillies, 1996): (1) Pengaruh haloeffect Pengaruh haloeffect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alas an. Misalnya pegawai yang dekat dengan penilai keluarga dekat akan mendapat nilai tinggi dan sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah. (2) Pengaruh horn Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang pegawai yang pelaksanaan kerja diatas tingkat rata-rata sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian pelaksanaan kerja tahunannya telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervisi pegawai, cenderung menerima penilaian lebih rendah daripada sebelumnya.

You might also like