You are on page 1of 14

SURVEY GEOLISTRIK UNTUK MELIHAT POTENSI AIR TANAH KEPULAUAN BALA-BALAKANG KABUPATEN MAMUJU, SULAWESI BARAT

Jamal Rauf Husain


ABSTRACT Survey of Potency ground water is Bala-Balakang archipelago as a whole cover the areal of housing and plantation four location that : Sabakatang island, Salisingan island, Samataha island and Papoongan island, district of Simboro, Mamuju regency, Provinsi of West Sulawesi. Survey and intake data Field take place from September, 9 15, 2004, by using method geolistrik. investigation background of Potency ground water this area is overshadow by amount of water required to consume the very other need and domestic fall short the goodness the rains and also drought. The regional intention survey potency ground water this area BalaBalakang archipelago is : Determining resistivitas of under surface area survey by calculation and modellin from result data measurement geolistrik, prediction of Condition ground water area measurement from above result pemodelan data, Giving dot information anticipate the drilling ground water from data result Geolistrik by using measurement method " Schumberger" and " Wenner" to be processed in the form of two cros section pursuant to program by using software " Res2Dinv". Work priority survey is : Measurement Geolistrik 4 sounding, in each island, DataProcessing in Studio Work, morphology analysis, the cup rock, akuifer and price calculation of resistivitas and modellin resistivitas cros section of measurement area. The regional hidrogeology Bala-Balakang Archipelago included of Hidrogeology Balikpapan, Kalimantan which is the included in field of ground water island (coastal plain), with the material of compiler of alluvium sediment in the form of young and koral sand. Limited and its pallet in the form of older rock. ground water only just just skin-deep; again there are some productive akuifer in the form of rock old age Tertiary (included in Balikpapan Formation). The eksplorasi drilling of Ground Water better be coat at the price of resistivity (30 - 100 m) and coat akuifer under and also precisely reside in the island midst. clarification of drilling Deepness each the following island : Sabakatang Island, drilling deepness 100 - 150 metre, Salisingan Island, drilling deepness 88 - 150 metre, Samataha Island, drilling deepness 75 - 100 metre and Papoongan Island, drilling deepness 75 - 85 metre Keywords : ground water , resistivitas, Bala-Balakang archipelago, eksplorasi drilling
1)

Dosen tetap Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar
1)

PENDAHULUAN Pulau kecil mempunyai ekosistem khas, dengan cadangan air tawar yang dikelilingi dan dialasi oleh air laut yang dengan mudah menyusup naik menjadi intrusi air asin. Pulau kecil meski tidak selalu, tetapi pada umumnya mempunyai curah hujan yang lebih rendah dibanding daratan kontinen yang luas. Selain itu mempunyai waktu residens atau waktu tinggal yang lebih pendek oleh karena ukurannya memang lebih kecil (Abdul Rauf, 2001). Meski ukurannya kecil tetapi banyak pulau memiliki daya tarik yang sangat kuat sehingga berkembang menjadi pertumbuhan wisata. Air tanah merupakan salah satu bagian siklus air yang terdapat di permukaan bumi. Sehingga dalam mengevaluasi potensi sumberdaya air tanah yang terdapat di pulau-pulau kecil, maka siklus air ini harus diperhatikan. Karena sumber utama air tanah adalah air hujan yang intensitasnya tergantung pada keadaan suhu, tekanan, kelembaban udara, dan topografi daerah tersebut. Kesulitan mendapatkan air bersih dan masalah kesadaran lingkungan merupakan masalah umum yang dihadapi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan pulau kecil. Disamping itu pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi, menyebabkan meningkatnya konsumsi air bersih. Kebutuhan air bersih ini menjadi hal yang sangat mendesak terutama untuk pulau-pulau kecil yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan wisata. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksplorasi sumberdaya air tanah yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Survey air tanah dengan metode Geolistrik yang dilakukan di Pulau Bala-Balakang Kabupaten Mamuju secara keseluruhan meliputi areal perumahan dan perkebunan di empat pulau yaitu Pulau Sabakatang, Pulau Salisingan, Pulau Samataha dan Pulau Papoongan Kec. Simboro Kepulauan Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Penyelidikan potensi air tanah pada daerah tersebut dilatar belakangi oleh kebutuhan air untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan lainnya yang sangat tidak mencukupi baik pada musim hujan maupun kemarau. Metode Geolistrik Tahanan Jenis atau lebih dikenal sebagai metode untuk memetakan resistivitas, merupakan salah satu metode geofisika yang biasa digunakan untuk memetakan resistivitas bawah permukan. Metode ini cukup baik dikaitkan dengan keberadan saturasi air di bawah permukaan. Hal ini dimungkinkan karena lapisan tanah dan batuan yang terisi air sangat mudah mengalirkan arus listrik atau bersifat konduktif. Lapisan tanah konduktif seperti ini biasanya memiliki harga resistivitas tertentu (berharga rendah). Dengan menampilkan penampang resistivitas bawah permukaan, maka dapat diprediksikan lapisan-lapisan tanah atau batuan yang tersaturasi air. Hal ini cukup bermanfaat untuk memprediksikan lokasi dan kedalaman tempat eksploitasi air tanah.

Secara umum tujuan dari survey potensi air tanah dengan metode geolistrik di daerah kepulauan Bala-Balakang ini adalah : o Menentukan resistivitas bawah permukaan di daerah survey dengan melakukan perhitungan dan pemodelan dari data hasil pengukuran geolistrik di lapangan o Memprediksikan kondisi air tanah daerah pengukuran dari hasil pemodelan data di atas o Memberikan data dan hasil pengolahan data dari keseluruhan rangkaian pengukuran geolistrik, yang kemudian dituangkan dalam analisis dan kesimpulan-kesimpulan. o Memberikan informasi titik duga pengeboran air tanah dari hasil Pengukuran Geolistrik dengan menggunakan metode pengukuran Schumberger / Wenner yang akan diolah dalam bentuk penampang dua dimensi berdasarkan program dengan menggunakan software Res2Dinv. Ruang Lingkup pekerjaan survey ini meliputi : 1. Pengukuran Geolistrik dilakukan pada 4 titik duga (sounding), di daerah Pulau Sabakatang, Pulau Salisingan, Pulau Samataha dan Pulau Papoongan. 2. Pengolahan data dilakukan di Studio Kerja, meliputi analisa morfologi, analisa batuan tutupan permukaan, batuan akuifer dan perhitungan harga resistivitas dan pemodelan penampang resistivitas bawah permukaan daerah pengukuran. 3. Hasil yang ingin dicapai berupa dalam penelitian ini adalah : Informasi tentang zonasi air tanah di Kepulauan Bala Balakang Kecamatan Simboro Kepulauan Kabupaten Mamuju. Memberikan data dan hasil pengolahan data dari keseluruhan rangkaian pengukuran geolistrik, yang kemudian dituangkan dalam analisis dan kesimpulan-kesimpulan. Memberikan informasi titik duga pengeboran air tanah hasil Pengukuran Geolistrik dengan metode pengukuran Schlumberger yang diolah dalam bentuk penampang dua dimensi berdasarkan program dengan menggunakan software Res2Dinv. PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA Tahapan Survey Daerah penelitian sekaligus pengambilan Data di Lapangan berlangsung selama satu minggu dari tanggal 9 sampai 15 September 2004, dengan lokasi terbagi 4 Pulau di Kepulauan Bala Balakang yaitu Pulau Sabakatang Pulau Salisingan Pulau Samataha dan Pulau Papoongan, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Peralatan survey yang digunakan meliputi :Satu unit Resistivitimeter Naniura NRD 22S, GPS Garmin Etrex Vista, Kompas Brunton, Kompas Bidik, Palu Geologi, Kamera Foto, Roll Meter, Buku Catatan Lapangan dan perahu motor sebagai transportasi antar pulau.

Foto 1. Kegiatan Survei Pengukuran Geolistrik di lokasi Pulau Samataha

Sebelum dilakukan Pengukuran Geolistrik di lapangan, terlebih dahulu dilakukan pengamatan morfologi dan pengamatan batuan penyusun daerah pengukuran yang bertujuan untuk penentuan lokasi tepat Pengukuran Geolistrik. Pengamatan Morfologi dilakukan dengan menggunakan alat Bantu GPS dan Kompas Geologi untuk menentukan titik lokasi dan arah pengukuran. Sedangkan pengamatan batuan dilakukan dengan tujuan untuk mengenali jenis batuan / litologi daerah pengukuran yang akan membantu dalam interpretasi dan pengolahan data yang akan dikompilasi dengan hasil pengukuran geolistrik. Pengukuran Geolistrik dilakukan dengan cara : a. Pengukuran data lapangan di lokasi dibuat 1 lintasan pengukuran sepanjang 400 m dengan arah lintasan berbeda tiap pulau yang disesuaikan dengan bentuk memanjang pulau. b. Setiap lintasan terdapat 1 titik sounding, sehingga jumlah titik pengukuran sebanyak 4 titik. c. Konfigurasi elektroda yang dipergunakan dalam pengukuran tiap titik sounding adalah konfigurasi Schlumberger dengan panjang bentangan elektroda arus maksimal 400 m. Analisa dan Pengolahan Data dilakukan di Studio Kerja dan Laboratorium, dengan melakukan pengolahan dan analisa dari keseluruhan data yang didapatkan di lapangan, yang meliputi data morfologi, data litologi dan data hasil pengukuran geolistrik. Uruturutan pengolahan data Geolistrik tersebut adalah : 1. Data yang diperoleh dari pengukuran lapangan berupa harga besar arus (I) dan beda potensial (V) di tiap-tiap titik pengukuran geolistrik. 2. Harga resistivitas semu dihitung dari faktor konfigurasi pengukuran dan perbandingan harga beda potensial (V) dan kuat arus (I) pengukuran. 3. Karena lintasan pengukuran di lapangan hanya dapat dilakukan dengan 1 (satu) titik sounding saja akibat keterbatasan ruang dan space yang tersedia, maka dalam pengolahan data untuk pembuatan penampang dilakukan kembaran data sounding untuk mendapatkan kedalaman yang maksimal. Kembaran data

titik sounding tersebut dibuat menjadi 4 titik sounding dalam satu lintasan pengukuran. 4. Harga resistivitas semu tersebut dipetakan terhadap kedalaman semu (setengah panjang bentangan kabel, AB/2), kemudian dilakukan konturing sehingga diperoleh penampang harga resistivitas semu terhadap kedalaman semu untuk setiap lintasan pengukuran 5. Penampang resistivitas semu diatas digunakan untuk menginterpolasi data resistivitas semu ideal dengan asumsi perlapisan bawah permukaan antar titik pengukuran geolistrik saling berhubungan. 6. Hasil interpolasi dijadikan input data untuk melakukan pemodelan lapisan resistivitas tanah bawah permukaan dengan bantuan komputer. 7. Pemodelan resistivitas bawah permukaan dilakukan menggunakan inversi metode beda, sehingga (finite difference) untuk setiap lintasan akan diperoleh penampang model perlapisan resistivitas listrik bawah permukaan. 8. Penampang-penampang ini ditafsirkan untuk memprediksi kondisi saturasi air pada masing-masing lapisan, sehingga diperoleh gambaran kondisi air tanah bawah permukaan di sepanjang lintasan pengukuran geolistrik. KONDISI KEPULAUAN BALA BALAKANG Kesepakatan terakhir batasan mengenai pulau kecil dan pulau sangat kecil adalah berdasarkan pada luas pulau. Batasan luas pulaupun mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pada awalnya batasan pulau sangat kecil adalah pulau yang mempunyai luas kurang dari pada 100 km2 atau pulau yang memiliki lebar kurang dari pada 3 km (Falkland, 1991). Indonesia kaya akan berbagai jenis pulau kecil, karena terletak pada zona tektonik aktif. Klasifikasi pulau dapat dibuat berdasarkan genesa pulau, bentuk pulau, litologi pembentuk pulau atau umur dan tipe batuan dasar. Menurut Hehanusa (1993) klasifikasi pulau-pulau kecil di Kepulauan Bala Balakang termasuk dalam kategori Pulau Datar yaitu pulau yang secara topografi tidak memperlihatkan tonjolan morfologi yang berarti. Pulau jenis ini pada umumnya memiliki batuan tutupan yang secara geologis berumur muda, yang terdiri atas endapan klastik jenis flufiatil dengan dasar yang terdiri atas pelapisan endapan masif dangkal atau pecahan koral. Secara regional hidrogeologi di Kepulauan Bala Balakang termasuk dalam Mandala Hidrogeologi Balikpapan Kalimantan yang termasuk dalam mandala air tanah pulau (dataran pantai), dengan material penyusun endapan alluvium berupa pasir dan koral yang berumur muda. Ketebalannya terbatas dan alasnya berupa batuan yang lebih tua. Air tanah tak-tertekan hanya dangkal saja; lebih dalam lagi terdapat beberapa akuifer yang

produktif berupa batuan berumur Tersier (yang termasuk dalam Formasi Balikpapan). Sebagian air tanahnya payau atau asin. Curah hujan di Kepulauan Bala Balakang yang mencapai permukaan sebagian akan terserap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian yang tidak terserap akan menjadi limpasan permukaan (run off), yang mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah. Setelah mengalami evaporasi maupun evapotranspirasi, sisanya akan mengalir kelaut lalu menguap dan mengembun pada titik kondensasinya membentuk hujan sesuai dengan siklus hidrologi. Siklus hidrologi tidak memiliki awal dan akhir karena merupakan rantai tertutup. Keseimbangan hidrologi tersebut dirumuskan dalam bentuk neraca air sebagai berikut : Q = [ P It Et Ro Bo - Ex + Ib ] , dimana : Q = Perubahan cadangan air P = Curah Hujan Et = evapotransfirasi It = intersepsi Ib = imbuhan buatan R0 = limpasan permukaan Ex = eksploitasi oleh penduduk B0 = bocoran air tanah ke laut Topografi pulau Bala Balakang erat kaitannya dengan morfologinya yang relatif datar yang merupakan endapan alluvium pantai dan endapan koral yang menutupi batuan dasar pulau tersebut. Air hujan di daerah Kepulauan Bala Balakang merupakan salah satu sumber resapan air tanah. Resapan ini terjadi melalui infiltrasi dan perkolasi. Proses infiltrasi adalah proses meresapnya air hujan ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Besarnya laju infiltrasi dipengaruhi oleh curah hujan, kondisi permukaan tanah, kemiringan, topografi, dan jenis tanaman yang ada. Peningkatan jumlah air hujan yang masuk kedalam tanah dapat dilakukan dengan jalan mengurangi jumlah tumbuhan yang ada. Makin sedikit tumbuhan yang ada maka semakin besar jumlah air hujan yang masuk kedalam tanah namun perlu diperhatikan pula bahwa dengan adanya jumlah vegetasi yang lebat dapat menyimpan kandungan air hujan lebih lama yang sangat membantu pada musim kemarau dan memperlambat laju resapan kembali ke laut. Hidrogeologi berkaitan dengan setiap proses baik fisik maupun kimia yang terjadi pada air hujan setelah jatuh ke permukaan bumi, meresap ke dalam tanah, kemudian mengalir ke laut. Beberapa ciri khas sistim air tanah pulau-pulau kecil di Kepulauan Bala Balakang adalah : o Keseluruhan air tanah berasal dari air hujan dengan siklus antara resapan air kedalam tanah dan pemanfaatannya relatif pendek. o Air tanah di pulau Bala Balakang membentuk lensa air tawar yang mengapung di atas air tanah asin atau air laut. Selain itu terdapat lapisan aquifer air tanah dalam yang relatif jauh dari permukaan yang tidak terpengaruh oleh air asin.

Limpasan permukaan (run off) pada waktu hujan kecil, air yang meresap ke dalam tanah sebagian besar berdifusi dengan air tanah asin atau air laut yang berada di bawah pulau. Penyebaran dan potensi air tanah di pulau Bala Balakang tergantung pada bentuk pulau, pasang surut dan arah serta kuat arus laut disekitar pulau itu. Pengaruh pasang surut terhadap air tanah terjadi dalam bentuk perubahan muka air tanah dan kualitas air tanahnya, terutama untuk sumur yang berdekatan dengan pantai dan terjadinya kebocoran aliran air tawar kelaut pada waktu surut. Susunan batuan di Pulau Bala Balakang pada bagian atas yang merupakan batuan alluvial pantai / pulau terdiri atas pasir dan coral atau batu gamping terumbu (berumur kuarter) yang secara relatif permeabel, sehingga akan terjadi kontak antara air tanah yang asin dan air tanah tawar. Batuan yang berada dibawah lapisan alluvium adalah batuan tua, yang berdasarkan penampang resistifitas diharapkan menjadi lapisan aquifer produktif. Berdasarkan siklus hidrologinya, maka air tawar yang terbentuk berasal dari curah hujan yang meresap masuk kedalam tanah. Sehingga hal ini akan mengakibatkan potensi air tanah yang terdapat di pulau Bala Balakang menjadi sangat terbatas. Air tanah yang meresap kedalam tanah selama bertahun-tahun akan membentuk lensa air tawar, dan lebih jauh kedalam tanah akan terperangkap dalam aquifer batuan tua yang lebih padat sehingga terbentuk lapisan aquifer air tanah dalam. Akifer merupakan lapisan batuan di bawah permukaan bumi yang dapat menghasilkan atau mengalirkan sejumlah air yang cukup berarti. Karena akifer mempunyai kemampuan untuk menyimpan air dalam porositas batuannya. Porositas batuan dapat berupa pori-pori atau rekahan-rekahan yang dibagi atas akifer tertekan (confined), tidak tertekan (bebas atau unconfined) dan akifer semi tertekan (semiconfined). Akifer tertekan memiliki tinggi pisometrik lebih besar daripada tinggi pisometrik akifer tidak tertekan (unconfined atau bebas). Akifer pada umumnya tersebar luas dan terletak diatas atau dibawah lapisan pembatas (confining beds) yaitu material yang relatif kedap yang secara stratigrafi berdekatan dengan satu atau lebih akifer. Berdasarkan jenis litologinya (batuan), akuifer pada daerah Pulau Bala Balakang dapat dikelompokkan kedalam 2 (dua) kelompok litologi akuifer, yaitu : a. Litologi Akuifer pada lapisan atas berupa endapan alluvium pulau / pantai, materialnya berukuran pasir halus hingga pasir kasar, lumpur dan terumbu koral. b. Sedangkan batuan sedimen tua berupa batugamping koral dan batupasir berada secara tidak selaras di bawah endapan alluvium. Berdasarkan Stratigrafi Regional Kalimantan dimana batuan dasar (batuan tua) di Pulau Bala
o

Balakang termasuk dalam Formasi Balikpapan yang berumur Miosen Atas. Diduga kuat bahwa batuan yang berada di bawah batugamping terumbu yang merupakan anggota termuda Formasi Balikpapan adalah batuan sediment laut berupa batugamping koral dan batupasir. Batuan Akuifer Pada endapan alluvium rawa dan pantai dengan ketebalan berkisar berkisar 1 3 meter dan bervariasi pada setiap tempat. Berdasarkan pendugaan dengan geolistrik dan dikorelasikan dengan hasil survey pada beberapa sumur dilokasi ini, akuifer pada endapan aluvium ini tergolong akuifer dangkal berupa lensa-lensa dengan muka air tanah antara 2 3 meter dari permukan dan bersifat sekunder (volumenya dipengaruhi oleh resapan air permukaan dan pengaruh pasang surut). Batuan Akuifer pada batugamping koral dan batupasir yang berada secara tidak selaras dibawah endapan alluvium memiliki ketebalan berkisar 10 30 meter dan bervariasi pada setiap tempat. Berdasarkan pendugaan dengan geolistrik dan dikorelasikan dengan hasil pengamatan litologi pada beberapa tempat pengukuran dilokasi ini, akuifer pada batuan ini tergolong akuifer dalam yang berada pada kedalaman 60 hingga 100 meter dari permukaan tanah (volume airnya tidak dipengaruhi oleh musim dan pasang surut air laut). Hasil pendugaan geolistrik berupa nilai tahanan jenis dapat dikorelasikan atau dihubungkan dengan jenis batuan dan tipe air Pada table berikut: Tabel 1. Hubungan nilai Tahanan Jenis dan Jenis Batuan (Sumber :Vingoe. P, 1972)
Tipe batuan/Tanah Lempung/Napal Tanah liat tanah lempung tanah pasiran tanah lepas pasir sungai/kerikil Kapur batugamping Batupasir Basalt batuan kristalin Tahanan Jenis 1 1 0 10 0 1000 10000 100000 1000000

Tabel 2. Hubungan Nilai Tahanan Jenis Dan Tipe Air :


Tipe air air meteorik dr hujan air permukaan dlm bat.beku air permukaan dlm bat.sed Tahanan Jenis 30 - 100 30 - 500 10 - 100

air air air air

tanah dlm batuan laut untuk rmh tinggal untuk irigasi

>1 0.2 > 1,8 > 0,65

Dari perbandingan nilai tahanan jenis dan jenis batuan diatas, dimana didapatkan nilai tahanan jenis rata-rata di empat pulau pengukuran Kepulauan Bala Balakang yaitu berkisar antara 10 10000 m. Sehingga dapat dikorelasikan dengan stratigrafi regional Formasi Balikpapan sebagai batuan aquifer yaitu batugamping koral dan batu pasir. POTENSI AIR TANAH PULAU BALA - BALAKANG Hasil dari pengolahan data tersebut dituangkan kedalam bentuk penampang bawah permukaan yang diolah berdasarkan nilai resistivitas dalam program pengolahan data Res2dinv dapat dilihat di masing-mnasing lokasi pulau pada gambar berikut. Pulau Sabakatang Terdiri dari titik titik pengukuran (TITIK-1), panjang lintasan 400 m, arah lintasan relatif Barat Laut Tenggara (N 135 0 E), kedalaman tembus 116 m dan rentang resistivitas () antara 2,05 3289 m. Secara umum resistivitas bawah permukaan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu lapisan dengan resistivitas bernilai rendah (2,05 100 m) berwarna ungu tua hingga hijau dan lapisan dengan nilai resistivitas tinggi (100 3289 m) berwarna hijau kuning hingga coklat (Gambar 1). Lapisan bawah permukaan didominasi resistivitas rendah dari mulai permukaan (d = 10 m) hingga kedalaman sekitar 116 m. Lapisan ini ditafsirkan sebagai lapisan tersaturasi air dan lapisan terintrusi air laut (air tanah bernilai 30 100 m, Hagi, 1983), sehingga diyakini lapisan bawah permukan yang mengandung air tawar berada pada 2 lapisan yaitu di bagian permukaan sebagai air resapan pada permukaan di kedalaman 6-15 m, dan muncul kembali sebagai air tanah dalam pada kedalaman 100 m 116 m. Lapisan 1 yang relatif dekat dengan permukaan diperkirakan tersaturasi air asin akibat pengaruh keberadaan intrusi air asin yang ada di atasnya. Dari kecenderungan nilai resistifitas yang ditampilkan pada penampang diduga kuat bahwa keberadaan air tawar tanah dalam pada kawasan Pulau ini masih berlanjut hingga kedalaman 150 meter dibawah permukaan.
A.

Nilai Resistivitas Aquifer Air Tawar

Gambar 1. Penampang tahanan jenis lokasi Pulau Sabakatang B. Pulau Salisingan Terdiri dari titik-titik pengukuran (TITIK-2), panjang lintasan 400 m, arah lintasan relatif Utara Selatan (N 3300 E), kedalaman tembus 116 m dan rentang resistivitas () antara 6,06 851 m. Secara umum resistivitas bawah permukaan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu lapisan dengan resistivitas bernilai rendah (6,06 100 m) berwarna ungu tua hingga hijau dan lapisan dengan nilai resistivitas tinggi (100 851 m) berwarna kuning hingga coklat (Gambar 2). Lapisan bawah permukaan didominasi resistivitas rendah dari mulai permukaan (d = 20 m) hingga kedalaman sekitar 116 m. Lapisan ini ditafsirkan sebagai lapisan tersaturasi air tawar dan lapisan terintrusi air laut (air tanah bernilai 30 100 m, Hagi, 1983), sehingga diyakini lapisan bawah permukan yang mengandung air tawar berada pada 2 lapisan yaitu di bagian permukaan sebagai air resapan pada permukaan di kedalaman 4-20 m, dan muncul kembali sebagai air tanah dalam pada kedalaman 78 m 100 m. Lapisan 1 yang relatif dekat dengan permukaan diperkirakan tersaturasi air asin akibat pengaruh keberadaan intrusi air asin yang ada di atasnya. Sama halnya di Pulau Sabakatang, dari kecenderungan nilai resistifitas yang ditampilkan pada penampang diduga kuat bahwa keberadaan air tawar tanah dalam pada kawasan Pulau ini masih berlanjut hingga kedalaman 150 meter dibawah permukaan.

10

Nilai Resistivitas Aquifer Air Tawar

Gambar 2. Penampang tahanan jenis lokasi Pulau Salisingan C. Pulau Samataha Terdiri dari titik titik pengukuran (Lokasi-3), panjang lintasan 400 m, arah lintasan relatif Utara Selatan (N 3300 E), kedalaman tembus 116 m dan rentang resistivitas () antara 10,4 2679 m. Secara umum resistivitas bawah permukaan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu lapisan dengan resistivitas bernilai rendah (10,4 100 m) berwarna ungu tua hingga hijau dan lapisan dengan nilai resistivitas tinggi (100 2679 m) berwarna hijau kuning hingga coklat (Gambar 3). Lapisan bawah permukaan didominasi resistivitas rendah mulai permukaan (d = 20,9 m) hingga kedalaman sekitar 90 m. Lapisan ini ditafsirkan sebagai lapisan tersaturasi air tawar dan lapisan terintrusi air laut (air tanah bernilai 30 100 m, Hagi, 1983), sehingga diyakini lapisan bawah permukan yang mengandung air tawar berada pada 2 lapisan yaitu di bagian permukaan sebagai air resapan pada permukaan di kedalaman 20 30 m, dan muncul kembali sebagai air tanah dalam pada kedalaman 65 m 90 m. Lapisan 1 yang relatif dekat dengan permukaan diperkirakan tersaturasi air asin akibat pengaruh keberadaan intrusi air asin yang ada di atasnya. Berbeda halnya dengan penampang bawah permukaan di Pulau Sabakatang dan Salisingan, dari kecenderungan nilai resistifitas yang ditampilkan pada penampang diduga kuat bahwa keberadaan air tawar tanah dalam pada kawasan Pulau ini merupakan lapisan aquifer yang dibawahnya merupakan batuan tidak tembus air (kedap air) memiliki nilai resistivitas yang besar.

Nilai Resistivitas Aquifer Air Tawar

Gambar 3. Penampang tahanan jenis lokasi Pulau Samataha D. Pulau Papoongan Terdiri dari titik titik pengukuran (Lokasi-4), panjang lintasan 400 m, arah lintasan relatif Utara Selatan (N 3500 E), kedalaman tembus 116 m dan rentang resistivitas () antara 0,56 1000 m.

11

Secara umum resistivitas bawah permukaan dibagi 2 bagian, yaitu lapisan dengan resistivitas bernilai rendah (0,56 100 m) berwarna ungu tua hingga hijau muda dan lapisan dengan nilai resistivitas tinggi (100 1000 m) berwarna hijau kuning hingga coklat (Gambar 4). Kenampakan lapisan bawah permukaan jika dibandingkan dengan pengukuran di pulau yang lain terdapat perbedaan, dimana dominasi resistivitas yang bernilai tinggi berada pada lapisan atas (d = 3,8 m) hingga kedalaman sekitar 65 m. Terlihat jelas pada penampang bahwa kedalaman antara 3,8 65 meter terdapat anomali nilai resistifitas rendah yang berbentuk lensa-lensa aquifer air tawar secara setempat-setempat. Diduga kuat bahwa lapisan aquifer ini sebagai lapisan terintrusi air laut akibat pengaruh keberadaan air asin yang ada di atasnya, sehingga diyakini lapisan bawah permukan yang mengandung air tawar berada pada lapisan ke 2 yaitu di bagian bawah pada kedalaman 65 m 85 m.

Nilai Resistivitas Aquifer Air Tawar

Gambar 4. Penampang tahanan jenis lokasi Pulau Papoongan KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengukuran dan pengolahan data geolistrik serta hasil interpretasi maka dapat disimpulkan antara lain : Lokasi Pulau Sabakatamg mempunyai lapisan bawah permukan yang mengandung air tawar berada pada lapisan di kedalaman 6 15 meter dan di kedalaman 100 m 116 meter. Lapisan 1 yang relatif dekat dengan permukaan diperkirakan tersaturasi air asin akibat pengaruh keberadaan intrusi air asin yang ada di atasnya. Kecenderungan nilai resistifitas yang ditampilkan pada penampang diduga kuat bahwa keberadaan air tawar tanah dalam pada kawasan Pulau ini masih berlanjut hingga kedalaman 150 meter dibawah permukaan.

Lokasi Pulau Salisingan mempunyai lapisan bawah permukaan yang mengandung air tawar berada pada lapisan di kedalaman 4

12

20 meter dan pada kedalaman 78 m 100 meter. Lapisan 1 yang relatif dekat dengan permukaan diperkirakan tersaturasi air asin akibat pengaruh keberadaan intrusi air asin yang ada di atasnya. Kecenderungan nilai resistifitas yang ditampilkan pada penampang diduga kuat bahwa keberadaan air tawar tanah dalam pada kawasan Pulau ini masih berlanjut hingga kedalaman 150 meter dibawah permukaan.

Lokasi Pulau Samataga lapisan bawah permukan yang mengandung air tawar berada pada kedalaman 20 30 meter dan pada kedalaman 65 90 meter. Lapisan 1 yang relatif dekat dengan permukaan diperkirakan tersaturasi air asin akibat pengaruh keberadaan intrusi air asin yang ada di atasnya. Kecenderungan nilai resistifitas yang ditampilkan pada penampang diduga kuat bahwa lapisan yang dibawahnya merupakan batuan tidak tembus air (kedap air) karena memiliki nilai resistivitas yang besar. Lokasi Pulau Papoongan lapisan bawah permukaan yang mengandung air tawar berada pada kedalaman 65 85 meter, walaupun pada kedalaman antara 3,8 65 meter terdapat lensalensa aquifer air tawar secara setempat-setempat. Namun diduga kuat bahwa lapisan aquifer ini sudah terintrusi air laut akibat pengaruh keberadaan air asin yang ada di atasnya. Nilai resistifitas yang diperlihatkan pada penampang yang berada pada lapisan dibawah kedalaman 85 meter mengalami penurunan nilai hingga dibawah 10 m yang diduga kuat tersaturasi air asin pada kondisi kedalaman tersebut.

Dari hasil pengukuran resistivitas dengan metode geolistrik di Kepulauan Bala Balakang secara umum didapatkan lapisan air tawar di setiap pulau yang diukur, namun kedalaman dan ketebalan lapisan aquifer tersebut berbeda di setiap pulau, maka disarankan : Untuk melakukan Pemboran Eksplorasi Air Tanah sebaiknya dilakukan pada lapisan dengan harga resistivitas normal (30 100 m) dan pada lapisan akuifer terbawah serta tepat berada di tengahtengah pulau. Penjelasan kedalaman pengeboran pada masingmasing pulau sebagai berikut : o Pulau Sabakatang, kedalaman pengeboran sebaiknya pada rentang 100 150 meter. o Pulau Salisingan, kedalaman pengeboran sebaiknya pada rentang 88 150 meter. o Pulau Samataha, kedalaman pengeboran sebaiknya pada rentang 75 100 meter. o Pulau Papoongan, kedalaman pengeboran sebaiknya pada rentang 75 85 meter. PUSTAKA

13

DTLGKP,

1981, Pemetaan Hidrogeologi Indonesia Lembar Balikpapan Kalimantan Timur, Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Bandung.

Falkland, 1991, Pengertian dan Klasifikasi Pulau-Pulau Kecil, Bogor Falkland (1995) dan Hehanusa (1993)., Air Tanah Pulau-Pulau Kecil, Bogor HAGI, 1983, Seminar PIT HAGI , Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Bandung. IAGI, 1994., Seminar PIT IAGI, Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Jakarta. Puradimaja D.J, dan Irawan D.E., 2002, Pola Pengembangan dan Penguasaan Air Bersih di Sulawesi, Seminar Seperempat Abad Pendidikan Geologi UNHAS, Makassar. Rauf Abdul., 2001, Pengelolaan Air Tanah Berwawasan Lingkungan di Pulau-Pulau Kecil, IPB, Bogor.

Supriatna, 1995, Geologi Lembar Balikpapan, P3G Bandung Vingoe. P, 1972, Hubungan Nilai Tahanan Jenis Dan Jenis Batuan.

14

You might also like