You are on page 1of 16

TUJUAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DI INDONESIA Pendahuluan

Sebagaimana pendidikan umumnya, kita mengetahui bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Dimanapun di dunia ini terdapat masyarakat, dan disana pula terdapat pendidikan. Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat menyebabkan adanya perbedaan penyelenggaraan termasuk perbedaan sistem pendidikan tersebut. Penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan pendidikan yang hendak dicapainya. Hal ini dibuktikan dengan penyelenggaraan pendidikan yang kita alami di Indonesia. Tujuan pendidikan yang berlaku pada Orde Lama berbeda dengan tujuan pendidikan setelah Orde Baru. Ini disebabkan pandangan dan filasafat bangsa dan negara Indonesia pada Orde Lama berbeda dengan Orde Baru. Demikian pula sejak Orde Baru hingga sekarang, rumusan tujuan pendidikan selalu mengalalami perubahan dari pelita ke pelita sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan kehidupan masyarakat dan negara Indonesia.

Pendidikan merupakan kegiatan manusia yang paling utama yang berkaitan dengan tujuan, pola kerja sumber dan orang. Agar pendidikan itu dapat mencapai tujuannya maka diperlukan pengaturan atau upaya tentu seperti penetapan tujuan yang akan dicapai, pola kerja yang produktif pemanfaatan sumber yang efisien dan kerja sama orang-orang yang terpadu. Upaya tersebut dapat diberi batasan sebagai administrasi pendidikan. Jelas bahwa setiap orang yang terlibat dalam pendidikan seharusnya memahami sekaligus mahir dalam administrasi pendidikan sehingga pemuatannya dalam itu tidak sia-sia bahkan sebaliknya menjadi lebih produktif. Apalagi bagi guru yang merupakan ujung tombak upaya pendidikan.

Sehubungan dengan tujuan pendidikan ini, Abdurahman An-Nahluwi menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia yang telah baligh, berakal dan sadar, biasanya berpikir dan mengarah kepada suatu tujuan tertentu yang hendak dicapainya di balik perbuatannya itu. Sebagai contoh dikemukakan perbuatan seorang pelajar yang giat belajar sepanjang tahun ajaran agar dapat lulus di dalam ujian mendapat ijazah, kemudian mencapai kedudukan tertentu dalam masyarakat atau gaji yang menghidupinya. Hasil yang dicapai oleh pelajar itu mungkin sesuai dengan tujuan, mungkin tidak, mungkin pula hanya merealisasikan sebagai

dari tujuan itu. Oleh sebab itu, hasil dan pendorog bukanlah tujuan. Hasil adalah apa yang dicapai oleh manusia dan lahir dari tingkah laku, baik sesudah merealisasikan tujuan atau sebelumnya. Tujuan ialah apa yang dicapai oleh manusia, diletakkan sebagai pusat perhatian dan demi merealisasikannyalah dia menilai tingkah lakunya. Tujuan mengarahkan kepada aktifitas, dorongan untuk bekerja, dan membantu mencapai keberhasilan.

Mengacu pada uraian di atas dapatlah dinyatakan bahwa fungsi tujuan pendidikan itu adalah pengarah, pendorong dan pemberi fasilitas terhadap proses. Dengan kata lain, tujuan mendahului proses yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut, hasil tidak akan ada sebelum proses dilaksanakan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tujan bersifat potensi dan hasil adalah aktual. Potensi mengandung arti mempunyai kemampuan untuk dicapai atau berkembang. Aktual adalah berwujud dari aksi atau tindakan.

Selama hampir setengah abad Indonesia merdeka, kita telah mengalami dua kali pergantian Undang-Undang Pendidikan. Yang pertama adalah UU No. 12 Tahun 1954. Yang kedua adalah UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan dan pengajaran menurut UU yang terakhir inilah yang akan menjadi pokok pembicaraan dalam bab ini.

Tujuan Pendidikan Nasional

Apakah pendidikan nasional itu?

Di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1 ayat (2) disebutkan: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Pernyataan ini mengandung arti bahwa semua aspek yang terdapat dalam Sistem Pendidikan Nasional akan mencerminkan aktivitas yang dijiwai oleh Pancasila dan UUD 1945 dan berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia. Jadi, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.

Tujuan pendidikan nasional yang dimaksud disini adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh semua lembaga pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal yang berada dalam masyarakat dan negara Indonesia.

Telah dikatakan bahwa rumusan tujuan pendidikan selalu mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan masyarakat dan negara yang bersangkutan. Berikut ini beberapa contoh rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan di dalam Ketetapan MPRS dan MPR serta UUSPN No. 2 Tahun 1989. Di dalam Tap MPRS No. XXVII/MPRS?1966 Bab II Pasal 3 dicantumkan : Tujuan pendidikan membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki Pembukaan dan Isi Undang-Undang Dasar 1945. Tap MPR No. IV/MPR/1978 menyebutkan : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Di dalam Tap MPR No. II/MPR/1988 dikatakan : Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 4 dikemukakan : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Masalah Tujuan dalam Pendidikan dan Pengajaran Suatu pernyataan yang jelas tentang tujuan pendidikan akan merupakan dasar pokok bagi pemilihan metode dan bahan pengajaran serta pemilihan alat-alat untuk menilai apakah pengajaran itu telah berhasil. Demikian pernyataan yang dikemukakan oleh Robert F.Mager (1975)dalam kata pengantar Preparing Instructional Objectivitas.

Pernyataan Mager tersebut di atas, menunjukkan betapa pentingnya masalah tujuan pendidikan itu di dalam pendidikan dan pengajaran. Dalam dunia pendidikan kita di Indonesia---apalagi sebelum berlakunya Kurikulum 1975 untuk SD, SMP, dan SMA dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)-nya---masalah tujuan pendidikan dan pengajaran belum mendapat perhatian yang semestinya dari para pendidik khususnya para guru di sekolah. Pada waktu itu, guru-guru setiap akan mengajar tidak pernah mengingat apalagi merumuskan tujuannya apakah yang akan dicapai dengan pengajaran yang diberikan kepada murid-muridnya. Dalam mempersiapkan pengajaran, umumnya guru-guru telah merasa cukup jika ia telah mengikuti urutan-urutan bahan-bahan pelajaran yang tercantum di dalam sebuah buku pegangan guru atau buku pegangan murid yang dianjurkan kurikulum yang berlaku di sekolah yang bersangkutan. Mengapa bahan pelajaran itu harus diajarkan? Untuk apa bahan pelajaran itu diajarkan? Kemampuan apa saja yang kita tuntut pada murid setelah mempelajari bahan pelajaran tersebut? Metode dan alat-alat pelajaran mana yang harus kita pilih dan kita pergunakan agar tujuan pengajaran tercapai? Semua pertanyaan itu hampir tidak pernah muncul dalam hati guru setiap kali akan mengajar.

Mengapa kita harus memperhatikan tujuan pengajaran?

Masalah tujuan dalam pendidikan dan pengajaran masih belum mendapat perhatian sepenuhnya dari para pendidik khususnya guru di sekolah. Kebanyakan guru lebih mengutamakan buku pegangan guru dan murid untuk menerapkan pengajaran di sekolah tersebut, padahal murid tentunya butuh inspirasi lain dalam menuntut ilmu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa guru sekarang ini belum bisa menerapkan tujuan pendidikan yang baik.

Seperti yang dikatakan Mager (1975:5), sedikitnya ada 3 alasan pokok mengapa guru harus memperhatikan/merumuskan tujuan pengajarannya. Pertama, pada umumnya guru cenderung menggunakan metode pengajaran yang mudah, yakni metode ceramah saja. Apapun bahan pengajaran yang diberikan, baik dalam aspek pengetahuan (cognitive domain), maupun aspek ketrampilan (psychomotor domain) ataupun aspek sifat (affective domain)., semuanya diberikan dengan metode yang sama. Kedua, tidak adanya rumusan tujuan pengajaran yang jelas bagi para guru. Sehingga, sulit untuk mengukur atau menilai sejauh mana keberhasilan pengajar itu. Apalagi bagi siswa yang hanya mendapat panduan dari tuntutan kurikulum. Ketiga, tanpa adanya rumusan yang jelas, sulit bagi guru untuk mengorganisasikan kegiatankegiatan dan usaha-usaha siswa dalam pencapaian pengajaran tersebut. Bagi guru, setiap

pemilihan metode berarti menentukan jenis proses belajar-mengajar mana yang dianggap lebih efektif untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Bagi para siswa sendiri, dengan mengetahui tujuan-tujuan mereka yang jelas mereka dapat menentukan atau memilih sendiri bahan pelajaran dan cara belajar yang tepat.

Adapula satu hal yang harus diketahui yakni, dengan tidak adanya rumusan tujuan pengajaran yang jelas, sukar bagi guru untuk mengadakan balikan (feedback). Demikianlah betapa penting tujuannya itu harus diperhatikan dan dirumuskan dalam setiap pengajaran, agar pengajaran itu benar-benar dapat mencapai tujuan seperti yang dikehendaki kurikulum.

Hierarki Tujuan dalam Pendidikan dan Pengajaran

Macam-macam tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan menurut luas dan sempitnya isi tujuan itu, atau menurut jauh dekatnya waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan perbedaan itu, tujuan pendidikan dan pengajaran dapat kita bedakan dan kita susun menurut hierarkinya sebgai berikut: TujuanUmum, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, dan Tujuan Instruksional.

Masing-masing tujuan tersebut secara singkat dapat kita uraikan sebagai berikut:

Tujuan Umum

Tujuan Umum ialah tujuan pendidikan yang berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu negara. Tujuan umum pendidikan yang berlaku di Indonesia disebut tujuan pendidikan nasional. Untuk negara Indonesia, tujuan pendidikan nasional seperti yang telah diuraikan di muka tercantum di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bengsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan Pendidikan Nasional merupakan dasar dan pedoman bagi penyusunan kurikulum untuk semua lembaga pendidikan yang ada di negara Indonesia, dari jenjang Taman Kanakkanak sampai Perguruan Tinggi.

Tujuan Institusional

Tujuan Institusional ialah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis tingkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing. Tujuan Institusional ini tercantum dalam kurikulum sekolah atau lembaga pendidikan yang menggambarkan yang harus dicapai setelah selesai belajar di sekolah itu.

Tujuan Institusional ini berbentuk Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran Permen ini meliputi: SKL Satuan Pendidikan & Kelompok Mata Pelajaran SD-MI, SKL Mata Pelajaran SMP-MTs, SKL Mata Pelajaran SMA-MA, SKL Mata Pelajaran PLB, SKL Mata Pelajaran SMK-MAK.

Berikut adalah tujuan institusional setiap jenis sekolah pada suatu jenjang: Tujuan pendidikan pra sekolah bertujuan untuk membantu meletakan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dengan lingkungan dan untuk mempertumbuh serta memperkembang selanjutnya. Tujuan pendidikan dasar memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Tujuan pendidikan menengah

Bertujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitarnya Tujuan pendidikan tinggi Yaitu menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berkemampuan akademi dan atau profesional yang dapat menerapkan mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional

Tujuan Kurikuler

Tujuan Kurikuler adalah tujuan kurikulum sekolah yang telah diperinci menurut bidang studi atau mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Jadi, tujuan kurikuler ialah tujuan tiap-tiap mata pelajaran untuk suatu sekolah tertentu. Meskipun tujuan institusional sekolah yang sejenis sama tapi tiap bidang studi mempunyai tujuan masing-maasing yang berbeda. Namun demikian, tidak boleh dilupakan baik tujuan tiap mapel maupun tujuan institusional, keduanya merupakan penjabaran dari tujuan umum. Dengan kata lain, tujuan kurikuler tidak boleh menyimpang dari tujuan institusional lembaga yang bersangkutan dan tujuan institusional itu sendiri tidak boleh bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.

Pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dan menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, maka Badan Standar Nasional Pendidikan merumuskan tujuan setiap kelompok mata pelajaran sebagai berikut: Kelompok mata pelajaran agama dan ahlak mulia bertujuan; membantu peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berahlak mulia.

Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga dan kesehatan. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan; membentuk peserta didik menjadi manusia menjadi memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, ahlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani. Kelompok mata pelajaran Ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik. Pada Satuan Pendidikan SD/MI/SD-LB/Paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pemngetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan. Pada Satuan Pendidikan SMP/MTs/SMP-LB/Paket B, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/teknologi informasi dan komunikasi serta muatan lokal yang relevan. Pada Satuan Pendidikan SMA/MA/SMA-LB/Paket C, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan. Pada Satuan Pendidikan SMK/MAK, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan. Kelompok mata pelajaran estetika bertujuan membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan. Kelompok mata pelajaran Jasmani, olah raga dan kesehatan bertujuan membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, danmenumbuhkan rasa sportifitas. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.

Bagi guru, memahami tujuan pelajaran yang diajarkan di sekolah tertentu adalah penting. Dengan memahami tujuan kurikuler tersebut, akan membantu guru dalam merumuskan tujuan instruksional dari pokok bahasan yang akan diajarkan.

Tujuan Instruksional

Tujuan intruksional adalah tujuan pokok bahasan atau tujuan sub pokok bahasan yang diajarkan oleh guru. Tujuan intruksional dibedakan menjadi dua macam yaitu tujuan intruksional umum (TIU) dan tujuan intruksional khusus (TIK). Umumnya tujuan intruksional umum berada pada tiap-tiap pokok bahasan yang telah dirumuskan didalam kurikulum sekolah, khususnya didalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Sedangkan tujuan intruksional khusus adalah tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada akhir tiap jam pelajaran, biasanya dibuat oleh guru yang dimuatkan didalam satuan pelajaran (satpel). Perumusan TIK tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan TIU dari pokok bahasan yang akan diajarkan.

Dengan merumuskan TIK, guru dapat membayangkan hasil tingkah laku apa yang dapat dicapai siswa setelah mengalami proses belajar-mengajar tertentu serta dapat menetapkan materi, metode mengajar, kegiatan belajar, dan alat evaluasi belajar mana yang relevan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

Merumuskan Tujuan Instruksional

Menurut Mager (1975 : 21) rumusan tujuan instruksional yang baik harus memenuhi tiga syarat, yaitu: Performance : Tujuan Instruksional selalu menyatakan apa yang diharapkan dilakukan oleh siswa. Jadi, harus berbentuk tingkah laku siswa yang dapat diamati dan diukur. Conditions : Tujuan Instruksional menyatakn pula dalam kondisi yang bagaimana tingkah laku tersebut diharapkan akan terjadi. Criterion : dalam rumusan Tujuan Instruksional tergambar suatu kriteria, sampai seberapa jauh penampilan tingkah laku siswa yang diharapkan. Jadi harus jelas batas atau tingkat kemampuan siswa itu dikatakan dapat diterima atau telah tercapai.

Secara lebih terperinci syarat-syarat perumusan TIK yang dikemukakan Mager tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut. Harus menggunakan kata kerja operasional, seperti: Murid dapat menyebutkan. menuliskan. memilih.

membedakan. membandingkan. dan sebagainya. Kurang operasional jika: Murid dapat mengetahui. memahami. menghargai. mempercayai. dan sebagainya. Harus dalam bentuk hasil belajar. Bukan apa yang dipelajari tapi hasil apa yang dia peroleh setelah mempelajari sesuatu. Hasil belajar tersebut harus mencerminkan perubahan tingkah laku siswa. Harus berbentuk tingkah laku siswa. Tujuan Instruksional harus bertolak pada perubahan tingkah laku siswa dan bukan pada tingkah laku guru.dalam hal ini harus dapat dibedakan antara tujuan instruksional dan proses mengajar. Berikut adalah sebuah diagram yang menunjukkan perbedaan kedua pengertian tersebut. No. 1 Tujuan Instruksional Siswa dapat menyebutkan dengan tepat fungsi termometer 2 Siswa dapat menghitung luas bujur sangkar yang diketahui panjang salah satu sisinya Proses Mengajar Mengajarkan kepada siswa fungsi termometer Mengajarkan kepada siswa cara menghitung luas bujur sangkar

Sebaiknya hanya meliputi satu jenis tingkah laku. Karena jika lebih dari satu tingkah laku maka akan sulit untuk diukur. Oleh karena itu tujuan yang rangkap sebaiknya dipecah menjadi beberapa tujuan yang tunggal. Misalnya tujuan rangkap seperti: Siswa dapat menyebutkan tiga buah faktor yang menyebaban pecahnya perang dunia ke II dan tiga negara besar yang memegang peranan dalam perang dunia tersebut. Sebaiknya tujuan ini dipecah menjadi: Siswa dapat menyebutkan tiga buah faktor yang menyebaban pecahnya perang dunia ke II Siswa dapat menyebutkan tiga negara besar yang memegang peranan penting dalam perang dunia ke II

Harus jelas batas tingkat kemampuan yang dituntut terhadap siswa. Tujuan Instruksional tidak boleh terlalu luas atau terlalu umum, sehingga sukar diukur karena tidak jelas batas yang harus dicapai siswa. Contoh tujuan tang terlalu luas: Siswa dapat menyebutkan nama buah-buahan yang berasal dari daerah Pasar Minggu. Yang lebih baik adalah: Siswa dapat menyebutkan lima macam buah-buahan yang banyak ditanam di daerah Pasar Minggu.

Dalam merumuskan tujuan tujuan instruksional ini, terlebih-lebih tujuan instruksional khusus harus berorientasi kepada peserta didik, atau kepada output-oriented. Tujuan Instruksional akan mempengaruhi pemilihan materi, metode, strategi, dan lainnya demi mencapai tujuan instruksional yang telah dirumuskan.

Sesuai dengan visi dan misi pendidikan Nasional, maka tujuan pendidikan harus mencerminkan kemampuan system pendidikan Nasional untuk mengakomodasikan berbagai tuntutan peran yang multi dimensional. Secara umum, pendidikan harus mampu menghasilkan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat yang sehat dan cerdas dengan kepribadian kuat, religius dan menjunjung tinggi budaya luhur, kesadaran demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kesadaran moral hukum yang tinggi dan kehidupan yang makmur dan sejahtera.

UNESCO pada tahun 1996 mencanangkan pilar-pilar penting dalam pendidikan, yakni bahwa pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do), belajar menjadi seseorang (learning to be), dan belajar menjalani kehidupan bersama (learning to live together). Dalam konteks Indonesia, penerapan konsep pilar-pilar pendidikan ini adalah bahwa Sistem Pendidikan Nasional berkewajiban untuk mempersiapkan seluruh warganya agar mampu berperan aktif dalam semua sektor kehidupan guna mewujudkan kehidupan yang cerdas, aktif, kreatif, dan mengutamakan persatuan dan kesatuan.

Dengan demikian, diharapkan tujuan pendidikan nasional dapat terlaksana dan tercapai secara efektif. Artinya hasil pendidikan secara aktual diharapkan sama dengan tujuan

pendidikan yang ditetapkan secara nasional. Susunan sistem tujuan tersebut juga memberikan kemungkinan penyesuaian administrasi yang sepadan dengan kepentingan dan ciri-ciri tingkat tujuan.

TIK dan Tingkat Kemampuan Siswa

Menurut Bloom ada tiga ranah yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar siswa, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranha tersebut sangat berkaitan dengan tujuan instruksional. Untuk merumuskan suatu tujuan instruksional, seorang guru prlu menetapkan lebih dahulu ranah manakah yang diharapkan dicapai siswa.

Ranah kognitif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Ranah afektif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Ranah psikomotorik mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan keterampilan fisik yang ditunjang oleh kemampuan psikis.

Untuk mengetahui keterkaitan antara tujuan instruksional khususnya TIK dengan ketiga macam ranah tersebut, maka terlebih dahulu hendaknya diketahui bahwa ranah kognitif oleh Bloom dibagi menjadi enam tingkat kemampuan, yaitu kemampuan ingatan, pemahaman, penerapan, penguraian, penyatuan, dan penilaian. Keterkaitan keenam tingkat kemampuan itu dengan perumusan TIK, dapat dijelaskan sebagai berikut. Kemampuan ingatan adalah tingkat kemampuan yang hanya meminta responden untuk mengenal adanya konsep, fakta, istilah tanpa harus mengerti , menilai dan menggunakannya. Siswa hanya dituntut untuk menghafal saja. Rumusan TIK yang mengukur kemampuan hafalan biasanya menggunakan kata kerja operasional: menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali, mendefinisikan. Contoh: siswa dapat menunjukkan sedikitnya empat ibu kota propinsi yang terdapat pada peta buta. Kemampuan pemahaman adalah tingkat kemampuan yang menuntut siswa mampu memahami arti, situasi, serta fakta yang diketahui. Siswa tidak hanya hafal secara verbalistis tapi mengerti terhadap konsep atau fakta yang ditanyakannya.

Rumusan TIK yang mengukur kemampuan pemahaman biasanya menggunakan kata kerja operasional: membedakan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, mengambil kesimpulan. Contoh: siswa dapat menjelaskan mengapa sungai-sungai besar di Jawa Barat umumnya mengalir ke Laut Jawa. Kemampuan penerapan adalah tingkat kemampuan siswa dalam mengaplikasikan apa yang telah diketahuinya dalam suatu situasi yang baru baginya. Rumusan TIK yang mengukur kemampuan penerapan biasanya menggunakan kata kerja operasional: menggunakan, menerapkan, menyusun, , mengorganisasikan, menghubungkan. Contoh: setelah mempelajari sifat-sifat benda yang ada di alam ini,siswa dapat membuat klasifikasi benda-benda di alam ini menurut sifat-sifatnya. Kemampuan penguraian adalah tingkat kemampuan yang menuntut siswa menganalisis suatu situasi tertentu dan memilah-milahnya menjadi bagian-bagian. Jadi, kemampuan analisis adalah kemampuan untuk memahami dan sekaligus menguraikan bagaimana proses terjadinya sesuatu, cara bekerjanya sesuatu atau mungkin sistematikanya. Rumusan TIK yang mengukur kemampuan penguraian biasanya menggunakan kata kerja operasional: menganalisis, mengkategorikan, mengklasifikan, membedakan, membandingkan. Contoh: dengan mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi sehari-hari, siswa dapat menguraikan secara sistematis bagaimana proses terjadinya hujan. Kemampuan sintesis yang berarti penyatuan unsur-unsur ke dalam suatu bentuk yang menyeluruh. Kemampuan sintesis merupakan kebalikan dai kemampuan analisis. Dengan kemampuan sistesis seseorang dituntut untuk dapat menemukan abstraksinya yang berupa integritas. Tanpa memiliki kemampuan sintesis seseorang hanya dapat melihat bagian secara terpisah tanpa arti. Sebaliknya dengan kemampuan berpikir sintesis, memungkinkan seseorang untuk dapat lebih kreatif. Rumusan TIK yang mengukur kemampuan sintesis biasanya menggunakan kata kerja operasional: menggabungkan, menyintesis, mengklasifikasikan, menyimpulkan, mengkhususkan. Contoh: setelah mengadakan observasi di suatu daerah, siswa dapat menyusun rencana bagaimana melaksanakan karya wisata di daerah tersebut. Kemampuan evaluasi merupakan kemampuan yang menuntut siswa untuk membuat penilaian tentang suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya, berdasarkan suatu kriteria tertentu.

Kegiatan penilaian dapat dilihat dari segi tujuannya, gagasannya, cara bekerjanya, cara pemecahannya, metodenya, atau lainnya. Ada dua kriteria dalam evaluasi, yaitu internal dan eksternal. Bentuk evaluasi berdasarkan kriteria internal dapat berupa menguku probabiliras suatu kejadian, menerapkan criteria tertentu pada suatu karya, mengenal ketetapan, kesempurnaan, dan relevansi data, membedakan valid tidaknya suatu generalisasi, argumentasi, dan semacamnya. Sedangkan bentuk evaluasi berdasarkan criteria eksternal dapat berupa menggambarkan standar sendiri tentang kualitas karya tertentu, membandingkan suatu karya dengan karya lain yang berstandar tinggi, membandingkan berbagi teori, generalisasi, dan fakta suatu budaya. Rumusan TIK yang mengukur kemampuan evaluasi biasanya menggunakan kata kerja operasional: menentukan, menafsirkan, menilai, memutuskan, membandingkan, mengargumentasikan. Contoh: siswa dapat membandingkan mana yang lebih baik antara olahraga tenis dan bulu tangkis bagi orang yang berumur 65 tahun. Siswa dapat menentukan tingkat validitas data yang diperoleh dari kantor Penilik Sekolah dengan data yang dari Kanwil Dep. P dan K setempat. Demikianlah hubungan antara perumusan TIK dengan tingkat-tingkat kemampuan kognitif yang diharapkan dapat dicapai dalam diri siswa setelah mengalami proses belajar-mengajar tertentu. Makin tinggi tingkat sekolah, makin tinggi pula tingkat kemampuan kognitif yang dituntut dari para siswanya.

KESIMPULAN

Tujuan pendidikan menduduki posisi yang penting diantara komponen-komponen pendidikan lainya yang memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas dan benar dan indah untuk kehidupan. Maka menjadi keharusan bagi pendidikan untuk memahaminya sehingga tidak terjadi kesalahan dalam suatu pendidikan (salah teoretis). Tanpa perumusan tujuan, guru tidak dapat merancang pelajaran, tidak bisa mengukur keberhasilan dari penyampaian pelajaran, dan sukar mengorganisir kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran itu. Tujuan pendidikan dan pengajaran dibedakan menjadi empat bagian, yaitu: tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan intruksional (baik intruksional umum maupun intruksional khusus.

SARAN Saran dari penulis, sebaiknya dari sejak dini para pendidik memberikan pengajaran tentang tujuan, apa itu tujuan, bagaimana mendapatkan tujuan, jalan apa asaja untuk mencapai tijuan. Hal seperti ini tidak muluk-muluk dengan pembekalan atau dengan teori, tapi bisa diberikan dengan memberikan permaina-permainan yang atraktif dan mendorong peserta didik untuk
meraih sesuatu sebagai tujuannya. Setelah memasuki usia yang sudah dinilai mengerti, peserta didik diharapkan sudah bisa merealisasikan apa yang menjadi tujuan-tujuannya, tujuan yang khusus pada saat itu. Tujuan selain bisa bisa memberikan gambaran apa yang akan dicapai, juga sebagai sarana meningkatkan kualitas bangsa an mencerdaskan anak-anak Indonesia. Sehingga sangat diperlukan untuk seorang manusia memperoleh tujuannya masing-masing. Untuk mengecek apakah tujuan berada jalan yang benar atau melenceng, adakan sebuah tes uuntuk mengetahui diamana seorang anak mencari tujuan pendidikannya, jadi dia bisa berpikir dan menganalisi bahwa dia tidak berada pada jalur yang tepat sehingga bisa memperbaikinya. Tidak seperti yang sekaarang ini, meskipun jalurnya sudah melenceng terlalu jauh, tapi karena tidak tahu diamana mkesalahannya maka tidak akan ada perbaikan. Terlebih lagi, jika memang dari awa, seorang peserta didik tidak memiliki tujuan mencapai tujuan pendidikan yang baik menurut keluarga, masyarakat, dan negaara.

DAFTAR PUSTAKA

http://anneahira.com/tujuan-pendidikan-nasional.htm. Diakses pada tanggal 30 September 2012. http://carakata.blogspot.com/2012/04/tujuan-pendidikan-nasional-indonesia.html. Diakses pada tanggal 30 September 2012.

http://firdaus-rahmatullah.blogspot.com/2010/07/tujuan-pendidikan.html. Diakses pada tanggal 30 September 2012.

http://guruidaman.blogspot.com/2011/11/dasar-dan-tujuan-pendidikan.html. Diakses pada tanggal 30 September 2012.

http://haryono10182.wordpress.com/tag/tujuan-pendidikan-sering-bersifat-sangat-umum/. Diakses pada tanggal 30 September 2012.

http://juleha.blog.fisip.uns.ac.id/2012/05/16/strategi-pembelajaran-dalam-pendidikan/. Diakses pada tanggal 30 September 2012.

http://staibntegal.wordpress.com/2010/02/15/hirarki-tujuan-pendidikan/. Diakses pada tanggal 30 September 2012.

http://vienctg.blogspot.com/2009/01/hierarki-tujuan-pendidikan-indonesia.html. Diakses pada tanggal 30 September 2012.

http://zkarnain.tripod.com/DIKNAS.HTM. Diakses pada tanggal 30 September 2012.

Purwanto, Ngalim. 2000. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

You might also like