You are on page 1of 8

PERILAKU TERCELA

A. Israf Kata israf berasal dari bahasa Arab yang artinya melampaui batas. Orang yang berbuat Israf disebut musrif, bentuk jamaknya musrifin atau musrifun. Yang dimaksud israf adalah mempergunakan sesuatu yang melamapui batas-batas yang patut menurut ajaran Allah SWT. Allah SWT berfirman:


Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Berlebih-lebihan dalam beribadah termasuk akhlak yang tercela, karena akan menghalangi pelaksanaan kewajiban-kewajiban lain, misalnya kewajiban belajar, kewajiban berbakti kepada orang tua, kewajiban memberi rezeki yang halal, dan kewajiban memelihara kesehatan jasmani. B. Tabzir Kata tabzir berasal dari bahasa Arab yang artinya pemborosan. Orang yang melakukan pemborosan disebut mubazzirun atau mubazzirin. Pengertian tabzir menurut istilah para ulama. 1. Sahabat Nabi SAW yaitu Ibnu Masud dan Ibnu Abas radiyallahu anhuma berpendapat bahwa tabzir ialah infak (membelanjakan harta) yang tidak pada tempatnya. 2. Qatadah berpendapat bahwa tabzir ialah menginfakkan harta dalam maksiat kepada Allah, dalam jalan yang tidak benar dan untuk kerusakan. 3. Mustafa Al-Galayini dalam bukunya Menggapai Keluhuran Akhlak mengatakan boros artinya berlebih-lebihan dalam pengeluaran harta atau uang semata-mata untuk tujuan bersenang-senang dan berfoya-foya. 4. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengatakan bahwa tabzir ialah mengeluarkan harta pada hal-hal yang bukan pada tempatnya dan tidak mendatangkan kemaslahatan. C. Gibah

Kata gibah berasal dari bahasa Arab yang artinya mengumpat, sedangkan orang yang diumpatnya tidak ada di tempat (tidak mendengar lansung). Gibah adalah mengumpat atau menggunjing, yakni menyebut atau membicarakan hal-hal yang tidak disukai oleh orang yang digunjing kepada orang lain dengan maksud untuk mencenarkan nama baiknya. Kita dilarang ghibah (mengumpat). Seperti firman Allah: "Dan jangan sebagian kamu mengumpat sebagiannya." (Al-Hujurat 12) Rasulullah s.a.w. berkehendak akan mempertajam pengertian ayat tersebut kepada sahabat-sahabatnya yang dimulai dengan cara tanya-jawab, sebagaimana tersebut di bawah ini. "Bertanyalah Nabi kepada mereka: Tahukah kamu apakah yang disebut ghibah itu? Mereka menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih tahu. Maka jawab Nabi, yaitu: Kamu membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak disukainya. Kemudian Nabi ditanya: Bagaimana jika pada saudaraku itu terdapat apa yang saya katakan tadi? Rasulullah s.a.w. menjawab: Jika padanya terdapat apa yang kamu bicarakan itu, maka berarti kamu mengumpat dia, dan jika tidak seperti apa yang kamu bicarakan itu, maka berarti kamu telah menuduh dia." (Riwayat Muslim, Abu Daud, Tarmizi dan Nasa'i) Manusia tidak suka kalau bentuknya, perangainya, nasabnya dan ciri-cirinya itu dibicarakan. Seperti tersebut dalam hadis berikut ini. "Dari Aisyah ia berkata: saya pernah berkata kepada Nabi, kiranya engkau cukup (puas) dengan Shafiyah begini dan begini, yakni dia itu pendek, maka jawab Nabi: Sungguh engkau telah berkata suatu perkataan yang andaikata engkau campur dengan air laut niscaya akan bercampur." (Riwayat Abu Daud, Tarmizi dan Baihaqi) Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, suatu keinginan untuk menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain, sedang mereka itu tidak ada di hadapannya. Ini menunjukkan kelicikannya, sebab sama dengan menusuk dari belakang. Sikap semacam ini salah satu bentuk daripada penghancuran. Sebab pengumpatan ini berarti melawan orang yang tidak berdaya. Ghibah disebut juga suatu ajakan merusak, sebab sedikit sekali orang yang lidahnya dapat selamat dari cela dan cerca. Oleh karena itu tidak mengherankan, apabila al-Quran melukiskannya dalam bentuk tersendiri yang cukup dapat menggetarkan hati dan menumbuhkan perasaan. Firman Allah: "Dan jangan sebagian kamu mengumpat sebagiannya; apakah salah seorang di antara kamu suka makan daging bangkai saudaranya padahal mereka tidak menyukainya." (AlHujurat 12) Ibnu Mas'ud pernah berkata: "Kami pernah berada di tempat Nabi s.a.w., tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri meninggalkan majlis, kemudian ada seorang laki-laki lain mengumpatnya sesudah dia tidak ada, maka kata Nabi kepada laki-laki ini: Berselilitlah kamu! Orang tersebut bertanya: Mengapa saya harus berselilit sedangkan saya tidak makan daging? Maka kata Nabi: Sesungguhnya engkau telah makan daging saudaramu." (Riwayat Thabarani dan rawi-rawinya rawi-rawi Bukhari) Dan diriwayatkan pula oleh Jabir, ia berkata: "Kami pernah di tempat Nabi s.a.w. kemudian menghembuslah angin berbau busuk. Lalu bertanyalah Nabi: Tahukah kamu angin apa ini? Ini adalah angin (bau) nya orang-orang yang mengumpat arang-orang mu'min." (Riwayat Ahmad dan rawi-rawinya kepercayaan)

D. Fitnah Fitnah ialah kabar bohong tentang keburukan (aib) seseorang atau sekelompok orang, yang disampaikan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain atau masyarakat. Fitnah termasuk perilaku tercela, karena termasuk yang dilarang Allah SWT dan akan mendatangkan kerugian atau bencana. Abul Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Hudzaifah r.a. berkata bahwa saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak akan masuk syurga tukang fitnah." Diriwayatkan juga dari Abu Hurairah r.a. berkata Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apakah kamu tahu siapakah sejahat-jahat kamu?" Jawab sahabat: "Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. yang lebih tahu." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sejahat-jahat kamu ialah orang yang bermuka dua, yang menghadap kepada ini dengan wajah dan datang kesana dengan wajah yang lain." Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibn Abbas r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. berjalan melalui dua kubur yang baru ditanam, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya kedua kubur ini sedang disiksa dan tidak disiksa kerana dosa besar, adapun yang satu maka tidak bersih jika cebok dari kencingnya dan yang kedua biasa berjalan membangkitkan fitnah. Kemudian Rasulullah s.a.w. mengambil dahan pohon yang hijau lalu dibelah dan menancapkan diatas kubur masing-masing. Sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, mengapakah engkau berbuat itu?" Jawab Rasulullah s.a.w.: "Semoga Allah s.w.t. meringankan keduanya selama dahan ini belum kering." Maksudnya bukan dosa besar itu dalam pandangan kita padahal akibatnya besar sebab bila cepat dalm memcebok (mencuci) sesudah buang air kecil lalu masih menitis berarti tidak sah memakai pakaian yang najis, karena itu tidak memperhatikan bersuci itu besar akibatnya di sisi Allah s.w.t. kerana di akhirat itu tidak ada tempat selain surga atau neraka, maka bila dinyatakan tidak masuk surga maka bererti masuk neraka. Maka wajib atas orang yang adu dumba atau pemfitnah supaya segera bertaubat sebab adu domba itu suatu kehinaan didunia dan siksa didalam kubur dan neraka dihari kiamat tetapi bila ia bertaubat sebelum mati maka insyaallah akan diterima taubatnya oleh Allah s.w.t. Alhasan berkata Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sejahat-jahat manusia ialah yang bermuka dua, mendatangi dengan satu wajah dan yang satu wajah dan siapa yang mempunyai dua lidah didunia maka Allah s.w.t. akan memberikannya dua lidah api dari api neraka." Qatadah berkata: "Sejahat-jahat hamba Allah ialah tiap tukang menghina, tukang maki dan tukang mengadu (adu domba/fitnah). Siksa kubur karena tiga perkara yaitu: a. Sepertiga karena ghibah b. Sepertiga karena tidak membersihkan selepas buang air kecil c. Sepertiga karena adu domba/fitnah Hammad bin Salamah berkata: "Seorang menjual budak, lalu berkata kepada pembelinya: "Budak ini tidak ada cirinya kecuali suka adu domba." Maka dianggap ringan oleh pembeli dan tetap dibeli, dan setelah beberapa hari ditempat majikannya, tiba-tiba budak itu berkata kepada isteri majikannya: "Suamimu tidak cinta kepadamu dan ia akan berkahwin lagi, apakah kau ingin supaya ia tetap kasih kepadamu?" Jawab isteri itu: "Ya." "Lalu kalau begitu kau ambil pisau cukur dan mencukur janggut suamimu yang bahagian dalam (dileher) jika suamimu sedang tidur." Kata budak itu. Kemudian ia pergi kepada majikannya (suami) dan berkata kepadanya: "Isterimu bermain dengan lelaki lain dan ia merencanakan untuk membunuhmu, jika engkau ingin mengetahui buktinya maka cuba engkau berpura-pura tidur." Maka suami itu berpura-pura tidur dan tiba-tiba datang isterinya membawa pisau cukur untuk mencukur janngut suaminya, maka oleh suaminya disangka benar-benar akan membunuhnya sehingga ia bangun merebut pisau itu dari tangan isterinya lalu membunuh

isterinya. Oleh kerana kejadian itu maka datang para wali (keluarga) dari pihak isterinya dan langsung membunuh suami itu sehingga terjadi perang antara keluarga dan suku suami dengan keluarga dan suku dari isteri. Yahya bin Aktsam berkata: "Tukang fitnah itu lebih jahat dari tukang sihir sebab tukang fitnah dapat berbuat dalam sesaat apa yang tidak dilakukan oleh tukang sihir dalam satu bulan dan perbuatan tukang fitnah lebih bahaya dari perbuatan syaitan naknatullah sebab syaitan laknatullah hanya berbisik dan khayal bayangan tetapi tukang fitnah langsung berhadapan dan berbuat. Dan Allah s.w.t. telah berfirman (Yang berbunyi): "Hammalatal hathab. Ahli-ahli tafsir banyak yang mengertikan hathab itu fitnah/adu domba. Sebab fitnah itu bagaikan kayu untuk menyalakan api permusuhan dan peperangan. Aktsam bin Shaifi berkata: "Oranag yang rendah hina itu ada empat yaitu: tukang fitnah, pendusta, orang yang berhutang dan anak yatim. Utbah bin Abi Lubabah dari Abu Ubaidillah Alqurasyi berkata: "Seorang berjalan tujuh ratus kilometer kerana akan belajar tujuh kalimat dan ketika ia sampai ketujuannya. Ia berkata: "Saya datang kepadamu untuk mendapatkan ilmu yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepadamu. Beritakan kepadaku apa yang lebih berat dari langit? Dan apakah yang lebih luas dari bumi? Dan apakah yang lebih keras dari batu? Dan apakah yang lebih panas dari api? Dan apakah yang lebih dalam dari laut? Dan apakah yang lebih rendah (lemah) dari anak yatim? Dan apakah yang yang lebih jahat dari racun? Jawabnya ialah: Membuat tuduhan palsu terhadap orang yang tidak berbuat, maka itu lebih berat dari langit Hak kebenaran itu lebih luas dari bumi Hati yang qana'ah (beriman) lebih dalam dari laut Rakus itu lebih panas dari api Hajat kepada keluarga yang dekat jika tidak tercapai lebih sejuk dari zamharir Hati orang kafir lebih keras dari batu Fitnah dan adu domba jika kedapatan (diketahui) pada yang difitnah lebih hina dari anak yatim Dan fitnah itu lebih jahat dari racun yang membinasakan. Nafi' dari Ibn Umar r.a. berkata Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setelah Allah s.w.t. menjadikan surga lalu diperintah: "Bicaralah." Maka berkata surga: "Sungguh bahagia siapa yang masuk ke dalamku." Maka firman Allah s.w.t.: "Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku tidak boleh tinggal padamu lapan jenis orang iaitu: Orang yang selalu minum khamar (arak) Orang yang tetap menjadi pelacur Tukang fitnah/ adu domba Germo (orang lelaki yang membiarkan isterinya berzina) Polisi (siapa yang tahu maknanya diharap email kepada webmaster) Wadam (wanita Adam, lelaki yang berlagak wanita) Pemutus hubungan kekeluargaan Orang yang bersumpah dengan nama Allah akan berbuat kemudian tidak menepati sumpahnya. E. Hasad Hasad adalah sikap benci dan tidak senang terhadap apa yang dilihatnya berupa baiknya keadaan orang yang tidak disukainya. An-Nawawi rahimahullahu berkata: Hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat dari yang memperolehnya, baik itu nikmat dalam agama ataupun dalam perkara dunia. Pada dasarnya, jiwa manusia memiliki tabiat menyukai kedudukan yang terpandang, dan tidak ingin ada yang menyaingi atau lebih tinggi darinya. Jika ada yang lebih tinggi darinya, ia pun sempit dada dan tidak menyukainya, serta ingin agar nikmat itu hilang dari saudaranya. Hasad merupakan penyakit kebanyakan orang. Tidak terbebas darinya kecuali segelintir manusia. Oleh karena itu dahulu dikatakan: Tiada jasad yang bebas dari sifat hasad. Akan tetapi orang yang jelek akan menampakkan hasadnya, sedangkan orang yang baik akan menyembunyikannya. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu pernah ditanya: Apakah seorang mukmin itu (memiliki sifat) hasad? Beliau rahimahullahu menjawab: Begitu cepatnya engkau lupa (tentang kisah hasad) saudara-saudara Nabi Yusuf alaihissalam. Namun sembunyikanlah

hasad itu di dalam dadamu. Hal itu tidak akan membahayakanmu selagi tidak ditampakkan dengan tangan dan lisan. Sebab-sebab terjadinya hasad banyak sekali. Di antaranya permusuhan, takabur (sombong), bangga diri, ambisi kepemimpinan, jeleknya jiwa serta kebakhilannya. Hasad yang paling dahsyat adalah yang ditimbulkan oleh permusuhan dan kebencian. Karena orang yang disakiti orang lain dengan sebab apapun, akan menumbuhkan kebencian dalam hatinya, serta tertanamnya api kedengkian dalam dirinya. Kedengkian itu menuntut adanya pembalasan, sehingga ketika musuhnya tertimpa bala` ia pun senang dan menyangka bahwa itu adalah pembalasan dari Allah Subhanahu wa Taala untuknya. Sebaliknya, jika yang dimusuhinya memperoleh nikmat, ia tidak senang. Maka, hasad senantiasa diiringi dengan kebencian dan permusuhan. Adapun hasad yang ditimbulkan oleh kesombongan, seperti bila orang yang setingkat dengannya memperoleh harta atau kedudukan maka ia khawatir orang tadi akan lebih tinggi darinya. Ini mirip hasad orang-orang kafir terhadap Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana yang dikisahkan Allah Subhanahu wa Taala:


Kalian tidak lain kecuali manusia seperti kami. (Yasin 15). Yakni mereka heran dan benci bila ada orang yang seperti mereka memperoleh derajat kerasulan, sehingga mereka pun membencinya. Demikian pula hasad yang ditimbulkan oleh ambisi kepemimpinan dan kedudukan. Misalnya ada orang yang tak ingin tertandingi dalam bidang tertentu. Ia ingin dikatakan sebagai satu-satunya orang yang mumpuni di bidang tersebut. Jika mendengar di pojok dunia ada yang menyamainya, ia tidak senang. Ia justru mengharapkan kematian orang itu serta hilangnya nikmat itu darinya. Begitu pula halnya dengan orang yang terkenal karena ahli ibadah, keberanian, kekayaan, atau yang lainnya, tidak ingin tersaingi oleh orang lain. Hal itu karena semata-mata ingin menyendiri dalam kepemimpinan dan kedudukan. Dahulu, ulama Yahudi mengingkari apa yang mereka ketahui tentang Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam serta tidak mau beriman kepadanya, karena khawatir tergesernya kedudukan mereka. Adapun hasad yang ditimbulkan oleh jeleknya jiwa serta bakhilnya hati terhadap hamba Allah Subhanahu wa Taala, bisa jadi orang semacam ini tidak punya ambisi kepemimpinan ataupun takabur (kesombongan). Namun jika disebutkan di sisinya tentang orang yang diberi nikmat oleh Allah Subhanahu wa Taala, sempitlah hatinya. Jika disebutkan keadaan manusia yang goncang serta susah hidupnya, ia bersenang hati. Orang yang seperti ini selalu menginginkan kemunduran orang lain, bakhil dengan nikmat Allah Subhanahu wa Taala atas para hamba-Nya. Seolah-olah manusia mengambil nikmat itu dari kekuasaan dan perbendaharaannya. Demikianlah, kebanyakan hasad yang terjadi di tengah-tengah manusia disebabkan faktor-faktor tadi. Dan seringnya terjadi antara orang-orang yang hidup sejaman, selevel, atau antar saudara. Oleh karena itu, anda dapati ada orang alim yang hasad terhadap alim lainnya, dan tidak hasad terhadap ahli ibadah. Pedagang hasad terhadap pedagang yang lain. Sumber semua itu adalah ambisi duniawi, karena dunia ini terasa sempit bagi orang yang bersaing. Setiap orang yang lurus dan bijak akan mencela hasad dan berlindung diri kepada Allah Subhanahu wa Taala darinya. Lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa Taala telah menjauhkan Nabi-Nya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dari sikap jelek ini, dan Allah Subhanahu wa Taala mencela ahlul kitab yang hasad terhadap manusia dalam hal keutamaan yang Allah Subhanahu wa Taala berikan kepada mereka. Allah Subhanahu wa Taala juga mencerca kaum munafik yang Allah Subhanahu wa Taala katakan tentang mereka:


Artinya: Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya. Dan jika kamu ditimpa oleh suatu bencana, mereka berkata: Sesungguhnya kami sebelumnya telah memerhatikan urusan-urusan kami (tidak pergi berperang), dan mereka berpaling dengan rasa gembira. (At-Taubah: 50) Tidaklah setan dimurkai dan dikutuk oleh Allah Subhanahu wa Taala melainkan karena hasad dan sikap sombongnya terhadap Adam alaihissalam. Hasad adalah awal kemaksiatan yang Allah Subhanahu wa Taala dimaksiati dengannya di langit oleh Iblis dan di bumi oleh salah seorang anak Adam, ketika kurbannya tidak diterima. Ia lalu membunuh saudaranya yang diterima kurbannya. Orang yang hasad selalu dirundung kegalauan melihat nikmat yang Allah Subhanahu wa Taala berikan kepada orang lain, seolah-olah adzab yang menimpa dirinya. Rabbnya murka kepadanya, manusia pun menjauh darinya. Tidaklah anda melihatnya kecuali selalu bersedih hati menentang keputusan Allah Subhanahu wa Taala dan takdir-Nya. Seandainya ia mampu melakukan kebaikan niscaya ia tidak akan banyak beramal dan berpikir untuk menyusul orang yang dihasadi. Dan seandainya mampu melakukan kejelekan, pasti ia akan merampas nikmat saudaranya lalu menjadikan saudaranya itu fakir setelah tadinya kaya, bodoh setelah tadinya pintar, dan hina setelah tadinya mulia. Orang yang banyak memerhatikan sejarah dan mencermati kondisi umat-umat yang ada, akhlak dan muamalah mereka, benar-benar akan ia dapati bahwa umat yang paling jelek akhlaknya dan paling jahat pergaulannya adalah bangsa Yahudi. Mereka adalah umat yang dikutuk, umat (yang suka) berdusta, melampaui batas, berbuat kefasikan, kemaksiatan, kekufuran dan penyimpangan. Suatu umat yang dibenci oleh manusia karena kerasnya hati mereka, dan dahsyatnya kedengkian serta hasad mereka. Asy-Syaikh Muhammad bin Salim Al-Baihani rahimahullahu berkata: Tidaklah Al-Qur`an menyifati seseorang dengan sifat hasad, dari dahulu hingga sekarang, lebih dari bangsa Yahudi. Merekalah yang menyatakan tentang Thalut:


Artinya: Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripada dia, sedangkan dia pun tidak diberi kekayaan yang banyak? (Al-Baqarah: 247) Mereka menyatakan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bahwa Allah Subhanahu wa Taala tidaklah menurunkan sesuatu pun kepada manusia. Mereka juga mengetahui kebenaran, namun kemudian mengingkarinya. Mereka berusaha menghalangi manusia dari kebenaran karena keangkuhan mereka di muka bumi dan karena mereka lebih menyukai kebutaan daripada petunjuk, serta membenci apa yang Allah Subhanahu wa Taala turunkan kepada Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Namun Allah Subhanahu wa Taala mengandaskan harapan mereka dan meruntuhkan usaha mereka. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:


Artinya: Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. (Al-Baqarah: 109) F. Ghadhab Janganlah engkau marah sebisa mungkin, hiasi dirimu dengan ke Al Hilm. Ketahuilah bahwa marah adalah pintu segala kejelekan. Mungkin puncak darinya dapat membawa kematian mendadak. Diriwayatkan dari Rasulullah saw.:

.
Artinya: Marah merusak imam seperti cuka merusak madu. Dan cukup sebagai kecemanan atas marah ialah dengan engkau merenungkan tindakan seorang yang sedang marah. Al Ghadhab adalah kosidi responsif yang penting eksisitensinya. Ia akan muncul dari seorang sebagai reaksi dengan tujuan membela diri atau kehormatan. Sikap itu akan memperkuat potesi fisik dan memepersiapkannya untuk melakukan pembelaan dan atau menghilangkan rintangan yang menrintanginya. Adalah hal wajar apabila seorang marah. Dan sifat/potesi fitri itu sengaja dirakitkan bersama keberadaan manusia karena memang dibutuhkan untuk kelangsungannya. Hanya saja sasaran amarah itulah yang perlu diterhatikan sehingga tidak salah sasaran. Adalah hal terpuji seorang marah ketika norma-norma agama diinjak-injak, harga diri dan kehormatan sejatinya dihina dll. Tetapi tercelahlah amarah yang ditampakkan kepada orang-orang yang tidak berhak; para kekasih Allah SWT, dan atau karena hal-hal yang tidak sepatutunya dijadikan sasaran amarah Rasulullah saw. bersabda:


Artinya: Marah adalah bara api setan. (Bihar Al Nawar,73/265) Imam Jafar as. bersabda:

.
Artinya : Marah adalah kunci segala kejehatan. (Bihar Al Nawar,73/266)

Imam Ali as. bersabda:

.
Artinya: Hati-hatilah engkau dari marah, sebab permulaannya dalah kegilaan dan kesudahannya adalah penyesalan. (Ghurar Al Hikam)

.
Artinya: Amarah akan merusak pikiran dan menjaukan dari kebenaran. (Ghurar Al Hikam)

.
Artinya: Amarah akan menjerumuskan penyandangnya dan menampakkan iab-aibnya. (Ghurar Al Hikam)

.
Artinya: Sejelek-jelek teman/pendamping adalah amarah ialah menampakkan aib-aib, mendekatkan kejahatan dan menjauhkan kebaikan. (Ghurar Al Hikam)

You might also like