You are on page 1of 32

MAKALAH HUKUM ACARA PIDANA

Proses Beracara Pemeriksaan Perkara Biasa, Singkat dan Cepat

Disusun oleh: Wahyu Woliyono, 1006661954 Annida Addiniaty, 11006008870 Cempaka Pradnya Pramita Wijaya, 1106010982 Chrysanty Dillan, 1106019565 Fakhrani Ahliyah, 1106055974 Gabriele Griselda, 1106006820 Muthmainnah, 1106056011 Putri Sukma Mandiri, 1106022660 Reihan Putri, 1106008220 Rodliyathun Mardliyyah, 1106002886

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA 2012


1

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa , Allah SWT karena dengan nikmat dan anugerah-Nya kami dapat membuat makalah ini. Shalawat dan salam kami tujukan bagi junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Terima kasih kami ucapkan kepada dosen Mata Kuliah Hukum Acara Pidana, Ibu Febby Mutiara Nelson S.H., M.H. yang telah membimbing kami, memberi kami masukan dan pengajaran dalam membuat makalah ini. Terima kasih kami ucapkan pula kepada orangtua kami yang selalu mendukung kami. Kami ucapkan terima kasih kepada teman teman kami yang sudah memberikan semangat kepada kami. Juga kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis dan pembacanya.

Jakarta, Oktober 2012

Tim Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................... ii Daftar isi................................................................................................... ............. iii BAB I Pendahuluan................................................................................... 1 BAB II Isi 2.1 Acara Pemeriksaan Biasa 2.1.1 Prinsip Pemeriksaan Pengadilan.....................................4 2.1.1.1 Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum................... ................................. 4

2.1.1.2 Hadirnya Terdakwa dalam Persidangan .......... .................................5 2.1.1.3 Ketua Majelis Memimpin Persidangan ............. ................................. 5

2.1.1.4 Pemeriksaan Secara Langsung dengan Lisan . . .6 2.1.1.5 Wajib Menjaga Pemeriksaan secara Bebas .......6 2.1.1.6 Pemeriksaan Lebih Dulu Mendengarkan Keterangan Saksi ........................6 2.1.2 Terdakwa Tidak Hadir dalam Persidangan....................6 2.1.2.1 Surat Panggilan Belum Sah ..............................6 2.1.2.2 Menghadirkan Terdakwa Secara Paksa ............6

2.1.2.3 Terdakwa Terdiri dari Beberapa Orang, Namun Hanya


Beberapa yang Hadir................................................................................7 2.1.2.4 Pencatatan Laporan Panggilan dalam Berita Acara ............................................................................................. 7

2.1.3 Proses Pemeriksaan Sidang .........................................7 2.1.4 Penggantian Hakim, Penuntut Umum dan Penasehat Hukum 8 2.1.5 Tuntutan Pembelaan dan Musyawarah Hakim ............9 2.1.5.1 Tuntutan Pidana dan Pembelaan .....................9 2.1.5.2 Musyawarah Majelis Hakim .............................9 2.1.6 Berita Acara Sidang ...................................................... ................................................ .9

2.2 Acara Pemeriksaan Singkat 2.2.1 Pengertian .................................................................... 9 2.2.2 Perbedaan Antara Ketentuan dalam HIR dan KUHAP........... 11 2.2.3 Prosedur Acara Pemeriksaan Singkat............................. 14 2.2.4 . Putusan 14 2.2.5 Asas Free Trial Perkara Singkat

. 16 2.3 Acara Pemeriksaan Cepat

2.3.1 Pengertian .................................. 16 2.3.2 Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan .. 16

2.3.2.1 Tata Cara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan ... 17 2.3.3 Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
.. 21

BAB III 3.1 Kesimpulan............................................................................... 26 Daftar Pustaka.......................................................................................... 27

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Dalam hukum acara pidana di Indonesia terdapat beberapa macam proses beracara, hal ini ditentukan oleh perkaranya, terdapat perkara biasa, singkat, dan cepat. Dalam makalah ini akan dijabarkan mengenai masingmasing jenis proses beracara. Sehingga pembaca dan penulis diharapkan bias lebih memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam tiga proses beracara tersebut.

1.2

Rumusan Masalah 5

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: 1. Proses Beracara Biasa a. b. c. d. e. f. a. b. c. d. e. a. b. c. Prinsip Pemeriksaan Pengadilan Terdakwa Tidak Hadir dalam Persidangan Proses Pemeriksaan Sidang Penggantian Hakim, Penuntut Umum, dan Penasihat Hukum Tuntutan Pembelaan dan Musyawarah Hakim Berita Acara Sidang 2. Proses Beracara Singkat Pendahuluan Perbedaan Antara Ketentuan dalam HIR dan KUHAP Prosedur Acara Pemeriksaan Singkat Putusan Perkara Singkat Asas Fair Trial 3. Proses Beracara Cepat Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Tata Cara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana. Selain itu manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Agar pembaca dan penulis dapat lebih memahami tentang macammacam proes beracara pidana yang ada di Indonesia. 2. Agar pembaca dan penulis dapat membedakan macam-macam acara pemeriksaan, biasa, singkat, dan cepat.

1.4

Metode Penulisan

Penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan membaca buku-buku atau sumber-sumber pustaka lain yang berkaitan dengan isi pembahasan dari makalah ini.

BAB II PROSES BERACARA PEMERIKSAAN PERKARA BIASA, SINGKAT DAN CEPAT


Indonesia is a civil law country with five major codes. Its criminal procedure code, the Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ("KUHAP"), determines the procedures and rights of individuals at different stages of the trial process.1 Dalam hukum acara pidana di Indonesia terdapat beberapa macam proses beracara. Untuk dapat membedakan acara pemeriksaan perkara di sidang pengadilan dapat di lihat dari jenis tindak pidana yang akan di ajukan ke muka sidang pengadilan.

http://en.wikipedia.org/wiki/Indonesian_Criminal_Procedure

1. Perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan pembuktiannya sulit atau mudah. 2. Berat ringannya ancaman pidana atas perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan. 3. Jenis perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan. Atas perbedaan kategori dari tiap-tiap perkara yang akan di ajukan ke muka sidang pengadilan, menurut KUHAP ada tiga jenis acara pemeriksaan perkara pidana di sidang pengadilan: 1. Acara pemeriksaan biasa di atur dalam KUHAP bagian ketiga Bab XVI 2. Acara pemeriksaan singkat di atur dalam KUHAP bagian kelima Bab XVI 3. Acara pemeriksaan cepat diatur dalam KUHAP bagian keenam Bab XVI, yang terdiri dari: a). Acara pemeriksaan perkara tindak pidana ringan b). Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. 2.1. Acara Pemeriksaan Biasa

Acara pemeriksaan biasa disebut juga dengan perkara tolakkan vordering, yaitu perkara-perkara sulit dan besar yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan surat tolakan.2 Perkara jenis ini menurut istilah KUHAP disebut acara pelaksanaan biasa. Undang-undang tidak memberikan batasan tentang perkara-perkara yang mana yang termasuk pemeriksaan biasa. Hanya pada pemeriksaan singkat dan cepat saja diberikan batasan.3 Pada dasarnya, acara pemeriksaan biasa sebenarnya berlaku juga bagi pemeriksaan singkat dan cepat, kecuali dalam hal-hal tertentu yang secara tegas dinyatakan lain4. Namun ada kriteria tertentu mengenai acara pemeriksaan biasa, yaitu:5 Umumnya tindak pidana yang diancam hukuman 5 (lima) tahun ke atas Masalah pembuktiannya memerlukan ketelitian Ditinjau dari segi pengaturan dan kepentingan, acara pemeriksaan biasalah yang paling luas dan paling utama, karena dalam acara pemeriksaan biasa dilakukan pemeriksaan perkara-perkara tindak pidana kejahatan berat, sehingga fokus pengaturan acara pemeriksaan biasa pada umumnya terletak

2 3

Prof. A Karim Nasution, SH.H. 1981:58 Prof. Dr. jur. Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 238. 4 Ibid, hlm. 239 5 Archie Michael Hasudungan dan Petra M.E.J. Pattiwael, Diktat Hukum Acara Pidana (Depok: Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hlm. 52.

pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal acara pemeriksaan biasa. Biasa diatur dalam Bagian Ketiga, Bab XVI KUHAP

2.1.1.

Prinsip Pemeriksaan Pengadilan

Sebelum memasuki seluk beluk pemeriksaan sidang ada baiknya di pahami prinsip yang harus ditegakkan dan dipedomani. Prinsip-prinsip pemeriksaan persidangan, bukan hanya ditunjukan landasan bagi aparat tapi juga penting diketahui dan didasari terdakwa.6 2.1.1.1. Pemeriksaan Terbuka Untuk Umum semua persidangan terbuka untuk umum. Pada saat majelis hakim hendak membuka sidang, harus menyatakan sidang terbuka untuk umum setiap orang yang hendak mengikuti jalannya persidangan, harap hadir memasuki ruangan sidang pintu dan jendela ruangan sidang pun terbuka, sehingga dengan demikian makna prinsip persidangan terbuka untuk umum benar-benar tercapai. Tentu ada pengecualian, dalam pasal 153 ayat 3, tempat dimana tercantum prinsip ini, menyebut pengecualian, dalam pemeriksaan perkara kesusilaan atau perkara terdakwanya anak-anak, sidang di lakukan dengan pintu tertutup, sesuai dengan ketentuan pasal 153 ayat 40, pelangaran atas prinsip ini, negakibatkan. batalnya putusan demi hukum. a. Hadirin Harus Bersikap Hornat Mereka harus sopan dan tidak menimbulkan kegaduhan di ruang sidang. Barang siapa yang menunjukan sikap tidak hormat serta tidak tertib dalam ruangan sidang ketua sidang dapat memerintahkan orang yang bersangkutan di keluarkan dari ruangan sidang. Perintah mengeluarkan ini dapat dilakukan ketua sidang setelah yang bersangkutan diperingati lebih dulu, namun tetap tidak diindahkannya (pasal 218 ayat 2). Seandainya sifat pelangaran tata tertib yang dilakukan oleh salah seorang pengunjung merupakan tindak pidana, hal itu tidak mengurangi kemungkinan terhadapnya dilakukan penuntutan ( pasal 218 ayat 3 ). b. Larangan Membawa Senjata Api Dalam pasal 219 di tegaskan, guna menjamin keselamatan terhadap manusia yang berada dalam ruangan sidang, setiap pengunjung sidang dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak, atau alat maupun benda yang dapat membahayakan kemanan sidang. Larangan ini berlaku terhadap siapa pun

http://nafnaldi.blogspot.com/2011/06/acara-pemeriksaan-biasa.html

tanpa kecuali bagi mereka yang membawa alat atau benda-benda larangan wajib menitipkan di tempat yang kusus di sediakan untuk itu.

c. Harus Hadir Sebelum Hakim Memasuki Ruang Sidang Ketentuan ini bukan hanya berlaku bagi pengunjung sidang, tetapi berlaku bagi panitera, penuntut umum, penasehat hukum sebagai mana di jelaskan dalam pasal 232: Sebelum sidang di mulai, panitera, penunutut umum, penasehat hukum dan pengunjung yang sudah ada, duduk di tempatnya masing-masing dalam ruangan sidang. Pada saat hakim memasuki dan meninggalkan ruangan sidang, semua yang hadir berdiri untuk hormat. Selama sidang berlangsung , setiap orang yang keluar masuk ruangan sidang, diwajibkan memberi hormat. Hal ini yang perlu diingat sehubungan dengan prinsip persidangan yang terbuka untuk umum adalah yang yang berkenaan dengan pasal 153 ayat 5 beserta penjalasannya. 2.1.1.2. Hadirnya Terdakwa Dalam Persidangan Hukum tidak membenarkan proses peradilan in absentia dalam acara pemeriksaan biasa dan pemeriksaan acara singkat. Tanpa hadirnya terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan. Itu sebabnya pasal 154 mengatur , bagaimana cara menghadirkan terdakwa dalam persidangan. Tata cara tersebut memperlihatkan tanpa hadirnya terdakwa dalam persidangan, pemeriksaan perkara tidak dapat dilakukan. Tata cara tersebut dimulai dari: Ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa di panggil masuk kedalam ruangan sidang. Jika terdakwa dalam pada sidang yang telah ditetapkan tidak hadir, ketua sidang meneliti apakah terdakwa telah dipanggil secara sah. Dalam penelitian, ketidak hadiran terdakwa bias terjadi dua kemungkinan: a. Terdakwa Dipanggil Secara Tidak Sah Jika ternyata terdakwa dipanggil secara tidak sah, ketua menunda persidangan dan memerintahkan penunutut umum supaya memangil terdakwa sekali lagi untuk hadir hari sidang berikutnya. b. Terdakwa Sudah Di Panggil Secara Sah Dalam hal ini, sekalipun terdakwa telah dipanggil secara sah, namun ia tidak datang menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah, menurut ketentuan pasal 157 ayat 4 dan 6,.

10

Bagaimana jika dalam suatu perkara , terdakwanya terdiri dari beberapa orang pada hari sidang yang ditentukan , terdakwa tidak dapat semuanya hadir. Apakah sidang dilangsungan, dan bagaimana dengan halnya dengan terdakwa yang tidak hadir? Masalah ini di autur dalam pasal 154 ayat 5 yang memberi ketentuan. 2.1.1.3. Ketua Sidang Memimpin Pemeriksaan Ini diatur dalam pasal 217 yang mmenegaskan hakim ketua sidang brtindak memimpin jalannya pemeriksaan pesidangan dan memelihara tata tertib persidangan prinsip ini sesuai dengan system pembuktian yang dianut undangundang, yakni system pebuktian undang-undang secara negative. Mewajibkan hakim mencari kebenaran hakiki di dalam membuktikan kesalahan terdakwa berdsarkan batas minimum pembuktian menurut undang-undang dengan alat bukti yang sah. 2.1.1.4. Pemeriksaan Secara Langsung Dengan Lisan Pasal 153 ayat 2 huruf a.:7 Ayat 1 Pada hari yang ditentukan menurut pasal 152 pengadilan bersidang. Ayat 2 a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa atau saksi. Ayat 2 b. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas. Ayat 3 untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam memberikan jawaban secara tidak bebas. Ayat 4 tidak dipenuhi ketentuan dalam ayat 2 dan 3 mengakibatkan batalnya putusan demi hukum

2.1.1.5. Wajib Menjaga Pemeriksaan Secara Bebas Sesuai dengan pasal 153 ayat 2 huruf b, pemeriksaan terhadap terdakwa atau saksi dilakukan dengan tegas. Terhadap mereka tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas. Baik kepada terdakwa maupun kepada saksi tidak boleh dilakukan penekanan atau ancaman yang bias menimbulkan hilangnya kebebasan mereka memberikan keterangan. Bahkan pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik terhadap terdakwa maupun terhadap saksi, sebagai mana diatur dalam pasal 166 KUHAP

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Penjelasannya (Jakarta: Titik Terang, 1995), hlm. 73.

11

2.1.1.6. Pemeriksaan Lebih Dulu Mendengarkan Keterangan Saksi Dalam pasal 160 ayat 1 huruf b yang menegaskan pertama-tama di dengar keterangannya adalah korban yan menjadi saksi.8 Untuk menguatkan alasan mendahulukan pemeriksaan pendengaran keteranagan saksi dari terdakwa, pasal ini di hubungkan dengan pasal 184 ayat 1 yang menempatkan urutan alat bukti keterangan saksi pada urutan yang pertama. Sedangkan urutan alat bukti keterangan terdakwa di tempatkan pada urutan yang terakhir. 2.1.2. Terdakwa Tidak Hadir dalam Persidangan9 2.1.2.1. a. b. Surat Panggilan Belum Sah (Pasal 145 dan 146 KUHAP)

Persidangan ditunda pada tanggal dan hari berikutnya. Penundaan hari sidang tersebut dibarengi dengan perintah dari Majelis Hakim kepada

penuntut umum untuk memanggil terdakwa pada hari dan tanggal sidang berikutnya. 2.1.2.2. a. Menghadirkan Terdakwa Secara Paksa

Ketidakhadiran tanpa alasan yang sah 1. Sidang ditunda pada hari dan tanggal berikutnya. 2. Ketua Majelis memerintahkan untuk memanggil terdakwa sekali lagi. 3. Jika panggilan kedua, terdakwa tidak hadir lagi tanpa alasan yang sah : Ketua Majelis menunda hari dan tanggal sidang; dan Ketua Majelis memerintahkan menghadirkan terdakwa secara paksa. penuntut umum untuk

b.
8

Ketidakhadiran dengan alasan yang sah

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Penjelasannya (Jakarta: Titik Terang, 1995), hlm. 77. 9 Archie Michael Hasudungan dan Petra M.E.J. Pattiwael, Diktat Hukum Acara Pidana (Depok: Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hlm. 53.

12

1. Ketua Majelis menunda dan mengundurkan sidang; dan 2. Memerintahkan penuntut umum untuk memanggil terdakwa sekali lagi. 2.1.2.3. Terdakwa Terdiri dari Beberapa Orang, Namun Hanya Beberapa yang Hadir a. b. c. Menunda dan mengundurkan persidangan tanpa memeriksa terdakwa yang hadir; atau Memeriksa para terdakwa yang hadir. Terhadap terdakwa yang tidak hadir, hakim memerintahkan penuntut umum untuk memanggil terdakwa sekali lagi. d. Jika terdakwa yang tidak hadir tersebut setelah dipanggil untuk kedua kalinya tidak hadir, maka akan dihadirkan secara paksa oleh penuntut umum. e. Ketidakhadiran terdakwa pada sidang hari terakhir, hanya tinggal membaca putusan. Putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada saja (Pasal 196 ayat (2) KUHAP). f. Terdakwa telah pernah keterangannya di hadir, tapi belum diperiksa dan didengar

persidangan. Putusan diucapkan terhadap terdakwa yang hadir saja. Sementara terhadap terhadap terdakwa yang pernah hadir, tapi belum cukup diperiksa dan didengar keterangannya, tidak boleh dijatuhkan putusan terhadap mereka. 2.1.2.4. Pencatatan Laporan Panggilan dalam Berita Acara

Untuk melengkapi pembahasan ketidakhadiran terdakwa menghadap pada tanggal hari persidangan yang telah ditentukan, perlu diperhatikan ketentuan pasal 154 ayat 7 yang menyangkut tugas dan kewajiban panitera yang mendampingi

13

untuk mencatat dalam berita acara persidangan mengenai laporan penuntut umum tentang pelaksanaan perintah pemanggilan yaitu:10 Dalam hal pemanggilan belum sah, panitera harus mencatat dalam beriat acara perintah hakim pada penunutu umum untuk memanggil terdakwa pada sidang berikutnya. Demikian juga dalam ketidakhadiran terdakwa tanpa alasan yang sah, dan ketidak hadiran yang tidak itu sudah dua kali maka jika dalam peristiwa ini hakim mengeliarkan perintah kepada penuntut umum agar terdakwa dihadirkan dengan paksa, panitera mencatat perintah tersebut dalam berita acara. 2.1.3. Proses Pemeriksaan Sidang11

Proses persidangan ini di atur dalam BAB XVI KUHAP untuk melihat pemeriksaan di sidang pengadilan, mulai dari awal sampai kepada putusan. 1. Pemeriksaan identitas terdakwa 2. Memperingatkan terdakwa untuk memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya dalam persidangan 3. Pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum setelah diperintahkan oleh ketua sidang 4. Menanyakan isi surat dakwaan a. Hakim harus bertanya kepada memahami isi surat dakwaan terdakwa apakah benar-benar

b. Jika terdakwa belum mengerti, hakim memerintahkan penuntut umum untuk memberi penjelasan lebih lanjut tentang hal-hal yang didakwakan kepadanya 5. Hak mengajukan eksepsi Harus diajukan pada sidang pertama, yakni sesaat atau setelah penuntut umum membaca surat dakwaan (Pasal 156 ayat (1) KUHAP). 6. Kewajiban mengundurkan diri apabila terdapat hubungan darah 7. Pemeriksaan saksi a. Saksi dipanggil dan diperiksa seorang demi seorang
10 11

http://nafnaldi.blogspot.com/2011/06/acara-pemeriksaan-biasa.html Michael Hasudungan dan Petra M.E.J. Pattiwael, Diktat Hukum Acara Pidana (Depok: Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011), hlm. 54.

14

b. Memeriksa identitas saksi c. Saksi wajib mengucapkan sumpah : Memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya (Pasal 160 ayat (3) KUHAP). d. Terdakwa dapat membantah keterangan saksi e. Kesempatan mengajukan pertanyaan kepada saksi 8. Pemeriksaan terdakwa a. Identitas terdakwa b. Memperingatkan terdakwa agar memperhatikan segala sesuatu yang dilihat, didengar di persidangan c. Pembacaan surat dakwaan d. Berhak mengajukan bantahan e. Pemeriksaan terdakwa sesudah pemeriksaan saksi f. Anjuran untuk menjawab g. Larangan mengajukan pertanyaan yang menjerat h. Penuntut umum dan penasihat hukum dapat mengajukan pertanyaan kepada terdakwa i. Hakim dilarang menyatakan sikap keyakinan salah tidaknya terdakwa

9. Pemeriksaan ahli

2.1.4.

Penggantian Hakim, Penuntut Umum, dan Penasihat Hukum12

Hal ini dapat terjadi apabila : 1. Salah seorang hakim atau penuntut umum berhalangan; atau 2. Penasihat hukum berhalangan

12

Ibid, hlm. 55.

15

2.1.5.

Tuntutan Pembelaan dan Musyawarah Hakim13 2.1.5.1. Tuntutan Pidana dan Pembelaan

1. Diajukan atas permintaan hakim ketua siding. 2. Mendahulukan pengajuan tuntutan dari pembelaan. 3. Jawab-menjawab dengan syarat terdakwa mendapat giliran terakhir. 4. Tuntutan pembelaan dan jawaban dibuat secara tertulis (pengecualian bagi terdakwa yang tidak dapat menulis, maka dapat dilakukan secara lisan di persidangan lalu dicatat oleh panitera)

2.1.5.2. Majelis Hakim Musyawarah majelis hakim dilakukan untuk mendapatkan keputusan berupa putusan pengadilan. Musyawarah dilakukan dengan cara satu per satu hakim mengemukakan pendapatnya mengenai perkara yang telah diperiksa dan diadili,, mulai dari hakim yang termuda. Keputusan musyawarah majelis hakim berupa putusan

2.1.6.

Berita Acara Sidang14

Berita acara sidang jika ditinjau dari segi hukum merupakan akta resmi, sementara dari segi fungsi merupakan titik tolak dalam penyusunan pertimbangan putusan. Adapun berita acara sidang dibuat di dalam persidangan oleh panitera, kemudian ditandatangani hakim ketua sidang dan panitera. Minutering berita acara haruslah tepat waktu.

2.2.

Acara Pemeriksaan Singkat

2.2.1. Pendahuluan Acara pemeriksaan singkat adalah perkara-perkara yang sifatnya bersahaja, khususnya mengenai soal pembuktian dan pemakaian undang-undang, dan yang dijatuhkan hukuman pokoknya yang diperkirakan tidak lebih berat dari hukum
13 14

Ibid, hlm. 56. Ibid, hlm.56.

16

pernjara selama 1 tahun.15 Acara pemeriksaan singkat ini bila dibandingkan dengan system penyerahan perkara pada waktu sebelum berlakunya KUHAP terdapat persamaannya dengan ketentuan yang diatur dalam HIR bagian ke-empat Pasal 334, 335, 336, dan 337. Acara pemeriksaan singkat ini dahulunya disebut sebagai summiere procedure. Sedangkan setelah berlakunya KUHAP, maka acara pemeriksaan singkat ini diatur dalam pasal 203 dan 204 KUHAP yang ketentuannya adalah sebagai berikut: Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 205 KUHAP16 (acara pemeriksaan tindak pidana ringan) dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana dimana dalam perkara ini penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru bahasa, dan barang bukti yang diperlukan. Hal ini ditentukan dalam pasal 203 ayat (1)17 dan (2)18 KUHAP. Hakim ketua sidang kemudian menerangkan identitas terdakwa, seperti: nama lengkap, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan serta mengingatkan terdakwa untuk memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya dalam sidang pengadilan (Pasal 155 ayat (1) KUHAP).19 Namun perlu ditekankan kepada penjelasan bahwa sifat pembuktian serta penerapan hukum acara pidana dalam proses ini adalam mudah dan sederhana. Sebab kata mudah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak memerlukan banyak tenaga dan pikiran dalam mengerjakan sesuatu, tidak sukar, tidak berat, gampang. Dengan demikian, pembuktian dan penerapan hukum adalah gampang, tidak sukar, dan tidak perlu menggunakan banyak pikiran dalam mengerjakan segala sesuatunya.
15

Prof. A.Karim Nasution, S.H (1) Yang diperiksa mnenurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.
16

(2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan. (3) Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding.
17

(1) Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. 18 (2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru babasa dan barang bukti yang diperlukan. 19 A. Soetomo, S.H, Hukum Cara Pidana Indonesia dalam Praktek, Pustaka Kartini, hlm 64.

17

Sesudah terdakwa di sidang menjawab segala pertanyaan mengenai identitas selengkapnya, maka hakim ketua sidang mempersilahkan penuntut umum untuk memberitahukan secara lisan kepada terdakwa, dari catatannya, tentang tindak pidana apa yang didakwakan kepadanya, dengan menyebutkan: waktu, tempat, dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan. Pemberitahuan itu dicatat dalam berita acara sidang, dan merupakan pengganti surat dakwaan (acte van verwijzing).20 Apabila hakim memandang perlu dilakukan pemeriksaan tambahan, maka dalam waktu paling lama 14 hari, harus sudah menyelesaikan pemeriksaan tambahan tersebut, akan tetapi apabila dalam waktu tersebut ternyata tidak selesai, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa. Dengan demikian, penuntut umum wajib membuat surat dakwaan. Guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama 7 hari. Putusan atas perkara singkat tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang. Hakim memberikan surat yang membuat amar putusan tersebut. (Pasal 203 ayat (3) butir 2b KUHAP)21 Selanjutnya pasal 204 KUHAP menentukan: jika dari pemeriksaan sidang sesuatu perkara yang diperiksa dengan acara singkat ternyata sifatnya jelas dan ringan, yang seharusnya diperiksa dengan acara cepat, maka hakim dengan persetujuan terdakwa dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut. Isi surat itu mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa. Pemeriksaan atas suatu perkara, yang diperiksa dengan acara singkat, ternyata sifatnya jelas dan ringan, yang seharusnya diperiksa dengan acara cepat, maka atas persetujuan terdakwa, hakim dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut.22 Perbedaan dengan acara pemeriksaan biasa, maka dalam acara pemeriksaan singkat, penuntut umum atau jaksa tidak membuat surat dakwaan. Untuk menghindarkan menumpuknya sisa perkara di kejaksaan yang disebabkan oleh dikembalikannya berkas-berkas perkara dengan acara singkat oleh pengadilan ke kejaksaan, di dalam keputusannya tanggal 10 Desember 1983 Nomor M. 14-PW. 07. 03 Tahun 1983 Menteri Kehakiman telah memberikan petunjuknya sebagai berikut.

20 21

Darwan Prints, Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar, Jakarta: Djambatan, hlm 87. R. Atang Ranoemihardja, Hukum Acara Pidana: Studi Perbandingan antara Hukum Acara Pidana Lama dengan Hukum Acara Pidana Baru, Bandung: Tarsito, hlm. 129. 22 Darwan Prints, Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar, Jakarta: Djambatan, hlm 88.

18

a. Untuk perkara-perkara dengan acara pemeriksaan singkat yang sudah didaftarkandan memperoleh nomor register, berkas perkaranya tidak dapat dikembalikan ke kejaksaan. b. Untuk perkara-perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan singkat yang pada waktu akan disidangkan ternyata tidak lengkap (misalnya terdakwa atau saksi tidak hadir), perkara tersebut tanpa diregistrasikan dikembalikan ke kejaksaan. c. Dalm hal hakim yang akan menangani persidangan dengan acara pemeriksaan singkat, berhalangan hadir pada hari yang telah ditentukan, ketua pengadilan negeri menunjuk penggantinya agar sidang berjalan sebagaimana mestinya (sesuai dengan ketentuan Pasal 198 ayat (1) KUHAP). 2.2.2. Perbedaan Antara Ketentuan dalam HIR dan KUHAP Tetapi ternyata tidak semua ketentuan HIR mengenai summiere procedure diambil alih oleh KUHAP, yang terpenting adalah antara lain ketentuan mengenai ancaman pidana terhadap tindak pidana, yang dapat diperiksa oleh pengadilan dengan acara singkat. Untuk mengetahui secara lengkap mengenai hal tersebut, kiranya lebih baik apabila kita mengetahui lebih dahulu bunyi Pasal 335 HIR yang memuat ketentuan mengenai ancaman pidana seperti yang dimaksudkan di atas.23 Pasal 335 HIR dahulu berbunyi: De magistraat kan een verdachte zonder eenigen vorm van process op de zitting van den landraad brengen, wanneer hij, na kennisneming van de stukken hem door den hulpmagistraat toegezonden, cordeelt, dat de zaak van eenvoudigen aard is, bepaaldelijk ook ten aanzien van het bewijs en de toepassing van de wet, en daarin geen zwaardere hoofdstraf dan gevangenisstraf van ten hoogste een jaar dient te worden opgelegd. Artinya: Penuntut umum dapat mengajukan seorang terdakwa ke sidang pengadilan tanpa suatu acara pemeriksaan yang tertentu, jika setelah mempelajari berkas perkara yang diterimanya dari penyidik ia berpendapat, bahwa perkaranya adalah sederhana, khususnya jika dihubungkan dengan pembuktiannya dan dengan penerapan dari undang-undangnya, dan bagi pelakunya dianggap pantas untuk tidak dijatuhi pidana pokok yang lebih berat daripada pidana penjara selamalamanya satu tahun. Apabila ketentuan tersebut dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalan pasal 203 ayat (1) KUHAP, maka akan menjumpai beberapa perbedaan, masing-masing yaitu sebagai berikut:24
23

P.A.F Hukum 24 P.A.F Hukum

Lamintang dan Theo Lamintang Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 458. Lamintang dan Theo Lamintang Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 459

19

a. Pasal 335 HIR ternyata secara umum hanya berbicara mengenai suatu tindak pidana, sedang pasal 203 ayat (1) KUHAP secara tegas telah menyebutkan bahwa tindak pidana tersebut dapat berupa kejahatan dan dapat pula berupa pelanggaran. b. Pasal 335 HIR berbicara mengenai perkara yang sederhana, khususnya jika dihubungkan dengan pembuktiannya dan dengan penerapan undangundangnya, sedangkan Pasal 203 ayat (1) KUHAP ternyata telah berbicara mengenai kejahatan atau pelanggaran yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. c. Pasal 335 HIR telah mengaitkan tindak pidana yang dimaksud di dalamnya dengan anggapan dari penuntut umum, bahwa bagi pelaku dari tindak pidana tersebut adalah pantas untuk tidak dijatuhi pidana pokok yang lebih berat daripada pidana penjara selama-lamanya satu tahun, sedangkan Pasal 203 ayat (1) KUHAP tidak menyebutkan syarat tersebut. Pasal 203 ayat (1) KUHAP mensyaratkan bahwa yang dapat diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat adalah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 KUHAP. Dengan demikian kita mengetahui, bahwa lain halnya dengan yang ditentukan di dalam HIR dahulu, maka di dalam KUHAP pembentuk undang-undang telah tidak bermaksud untuk membatasi jenis tindak pidana yang dapat diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat itu hanya pada tindak pidana yang menurut pendapat penuntut umum, pelakunya pantas untuk tidak dijatuhi pidana pokok yang lebih berat daripada pidana penjara selama-lamanya satu tahun saja, melainkan juga semua tindak pidana, asalkan perkaranya itu:25 a. Menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana; b. Bukan merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah atau penghinaan ringan; c. Bukan merupakan pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundangundangan lalu lintas jalan. Perbedaan-perbedaan lainnya antara ketentuan-ketentuan mengenai summiere procedure yang diatur dalam HIR dengan ketentuan-ketentuan mengenai acara pemeriksaan singkat yang diatur dalam Pasal 203 ayat (3)26 KUHAP adalah:27
25

P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 460 26 (3) Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan di bawah ini:

20

a. Bahwa menurut Pasal 203 ayat (3) huruf a angka 1 KUHAP, yang harus memberitahukan dengan lisan kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya itu adalah penuntut umum, sedangkan menurut Pasal 337 huruf a angka 1 HIR pemberitahuan tersebut dilakukan oleh hakim ketua sidang. b. Bahwa untuk mengadakan pemeriksaan tambahan seperti yang dimaksud dalam Pasal 203 ayat (3) huruf b KUHAP undang-undang telah membatasi jangka waktu pelaksanaannya hingga paling lama empat belas hari, sedangkan jangka waktu tersebut tidak ditentukan dalam Pasal 337 huruf c HIR; c. Bahwa untuk kepentingan pembelaan seperti dimaksud dalam Pasal 203 ayat (3) huruf c KUHAP, undang-undang telah menentukan bahwa hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari, sedangkan jangka waktu tersebut telah tidak ditentukan dalam Pasal 337 huruf b HIR; dan d. Bahwa ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 203 ayat (3) huruf e dan huruf f KUHAP itu tidak terdapat dalam HIR. 2.2.3. Prosedur Acara Pemeriksaan Singkat 1. Penerimaan berkas perkara sama dengan pidana biasa, tetapi perkara tidak didaftarkan/diregister dulu, Registrasi pendaftaran dan pemberian nomor perkara
a. 1. penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan; 2.pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan; b. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa; c. guna kepentingan. pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari; d. putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang; e. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut; f. isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa.

27

P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 460-461.

21

baru dilakukan setelah hakim mulai pemeriksaan perkara (Perkara dinyatakan dapat diperiksa dengan acara singkat) biasanya setelah sidang pertama; 2. Ketua pengadilan Negeri menetapkan hari persidangan tertentu, yaitu salah satu hari dari 7 (tujuh) hari untuk persidangan dengan acara pemeriksaan singkat; 3. JPU menghadapkan Terdakwa beserta saksi, ahli, juru bahasa, dan barang bukti yang diperlukan (Pasal 203 Ayat (2) KUHAP); 4. JPU tidak membuat Surat Dakwaan, tetapi Dakwaan secara lisan dan dicatat dalam Berita Acara Sidang sebagai pengganti Surat Dakwaan, dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan (Pasal 203 Ayat (3) KUHAP); 5. Apabila pada saat hari sidang yang ditentukan (sidang pertama), terdakwa atau saksi-saksi utamanya tidak datang, maka berkas-berkas perkara diserahkan kembali kepada Jaksa PU secara langsung tanpa penetapan; 6. Apabila pada saat pemeriksaan dipersidangan, terdapat hal-hal yang menunjukkan bahwa perkara pidana itu tidak bersifat sederhana (harus diperiksa dengan acara biasa), Majelis Hakim mengembalikan berkas perkara kepada JPU dengan suatu surat Penetapan dengan nomor pendaftaran Pengadilan Negeri; 7. Jika dari pemeriksaan disidang, suatu perkara yang diperiksa dengan Acara Singkat, ternyata bersifat jelas dan ringan yang seharusnya diperiksa dengan Acara Cepat, maka Hakim dengan persetujuan Terdakwa dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut (Pasal 204 KUHAP); 8. Dalam hal Hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, maka dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari oleh JPU, dan bila waktu terlampaui, maka Hakim memerintahkan perkara diajukan dengan Acara Biasa (Pasal 203 ayat 3 poin b KUHAP); 9. Guna kepentingan pembelaan, atas permintaan Terdakwa, dan/atau Penasehat Hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama 7(tujuh) hari; 2.2.4. Putusan Perkara Singkat Putusan pemeriksaan singkat tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang, kemudian Hakim memberikan surat yeng memuat amar putusan tersebut yang mana surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa ((Pasal 203 Ayat (3) d KUHAP); Apabila melihat dari pengertian serta beberapa ketentuan yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut ini: 1. Berdasarkan pasal 203 KUHAP maka yang diartikan dengan perkara acara singkat adalah perkara pidana yang menurut Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. 2. Pengajuan perkara pidana dengan acara singkat oleh Penuntut Umum dapat dilakukan pada hari-hari persidangan tertentu yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

22

3. Pada hari yang telah ditetapkan tersebut penuntut umum langsung membawa dan melimpahkan perkara singkat kemuka Pengadilan. 4. Ketua Pengadilan Negeri sebelum menentukan hari persidangan dengan acara singkat, sebaiknya mengadakan koordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri setempat dan supaya berkas perkara dengan acara singkat diajukan tiga hari sebelum hari persidangan. 5. Penunjukan Majelis/ Hakim dan hari persidangan disesuaikan dengan keadaan di daerah masing-masing. 6. Pengembalian berkas perkara kepada kejaksaan atas alasan formal atau berkas perkara tidak lengkap. 7. Pengembalian berkas perkara dilakukan sebelum perkara diregister. 8. Cara pengembalian kepada kejaksaan dilakukan secara langsung pada saat sidang di pengadilan tanpa prosedur adminstrasi. 9. Dalam acara singkat, setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis serta menanyakan identitas terdakwa kemudian Penuntut Umum diperintahkan untuk menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara lisan, dan hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Sidang sebagai pengganti surat dakwaan (pasal 203 ayat 3 KUHAP). 10.Tentang pendaftaran perkara pidana dengan acara singkat, didaftar di Panitera Muda Pidana setelah Hakim memulai pemeriksaan perkara. 11.Apabila pada hari persidangan yang ditentukan terdakwa dan atau saksisaksi tidak hadir, maka berkas dikembalikan kepada Penuntut Umum secara langsung tanpa penetapan, sebaiknya dengan buku pengantar (ekspedisi). 12.Hakim dalam sidang dapat memerintahkan kepada penuntut umum mengadakan pemeriksaan tambahan untuk menyempurnakan pemeriksaan penyidikan jika hakim berpendapat pemeriksaan penyidikan masih kurang lengkap. 13.Perintah pemeriksaan tambahan dituangkan dalam surat penetapan. 14.Pemeriksaan tambahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari, sejak penyidik menerima surat penetapan pemeriksaan tambahan. 15.Jika hakim belum menerima hasil pemeriksaan tambahan dalam waktu tersebut, maka hakim segera mengeluarkan penetapan yang memerintahkan supaya perkara diajukan dengan acara biasa. 16.Pemeriksaan dialihkan ke pemeriksaan acara cepat dengan tata cara sesuai Pasal 203 ayat (3) huruf b KUHAP. 17.Untuk kepentingan persidangan Hakim menunda persidangan paling lama 7 hari. 18.Putusan perkara pidana singkat tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam Berita Acara Sidang. 19.BAP dibuat dengan rapi, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip ex jika terdapat kesalahan tulisan diperbaiki dengan renvoi. 20.Ketua Majelis Hakim/ Hakim yang ditunjuk bertanggung- jawab atas ketepatan batas waktu minutasi.

23

21.Paling lambat sebulan setelah pembacaan putusan, berkas perkara sudah diminutasi. 22.Hakim memberikan surat yang memuat amar putusan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya, dan penuntut umum. 2.2.5. Asas Fair Trial Berdasarkan KUHAP yang berlaku, acara pemeriksaan singkat di Indonesia sudah mencerminkan asas fair trial yaitu: a. Bahwa perkara sifatnya sederhana, artinya perkara dapat diputus dalam waktu singkat, mungkin dapat diselesaikan hanya memakan waktu dalam satu kali sidang saja. b. Pembuktiannya dan penerapan hukumnya mudah, artinya alat bukti saksi yang sah telah cukup, Barang bukti telah tersedia, terdakwa dalam pemeriksaan penyidik telah mengaku. c. Ancaman maupun pidananya tidak terlalu berat, apabila pidananya yang akan dijatuhkan kurang dari 3 tahun, perkara tersebut sifatnya sederhana dan perkaranya mudah dibuktikan. 2.3. Acara Pemeriksaan Cepat 2.3.1. Pengertian Pemeriksaan dengan acara cepat diatur dalam bagian keenam Bab XVI KUHAP. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan pengecualian tertentu, hal ini berdasarkan pasal 210 KUHAP yang menyatakan bahwa ketentuan dalam Bagian kesatu, Bagian kedua, dan Bagian ketiga ini ( bab 16) tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan paragraf ini . Pemeriksaan cepat terbagi dalam dua paragraf : 1. Acara pemeriksaan tindak pidana ringan, termasuk delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak banyaknya tujuh ribu lima ratus dan penghinaan ringan 2. Acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, termasuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang undangan lalu lintas1. 2.3.2. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Undang undang tidak menjelaskan mengenai tindak pidana yang termasuk dalam pemeriksaan secara ringan, melainkan hanya menentukan patokan dari segi ancamannya. Jadi, untuk menentukan suatu tindak pidana diperiksa dengan acara ringan bertitik tolak dari ancaman tindak pidana yang didakwakan. Adapun

24

ancaman pidana yang menjadi ukuran acara pemeriksaan tindak pidana ringan diatur dalam pasal 205 ayat (1) yakni : a. tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara atau kurungan, atau b. denda sebanyak banyaknya Rp. 7.500,00, dan c. penghinaan ringan yang dirumuskan dalam pasal 315 KUHP2 Ancaman hukuman penghinaan ringan yang dirumuskan dalam pasal 315 KUHP adalah paling lama 4 bulan, Namun, Penghinaan ringan tetap termasuk ke dalam kelompok perkara yang diperiksa dengan acara pidana ringan, hal ini merupakan pengecualian dari ketentuan dalam pasal 205 ayat (1). Hal ini dapat dilihat dalam Penjelasan pasal 205 ayat (1) yang menyebutkan ; Tindak Pidana ringan ikut digolongkan perkara yang diperiksa dengan acara pidana ringan karena sifatnya ringan sekalipun ancaman pidana paling empat bulan. Dalam pemeriksaan perkara dengan acara ringan, Pengadilan Negeri menetukan hari hari tertentu yang khusus untuk melayani pemeriksaan tindak pidana ringan. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 206 KUHAP yakni hari tertentu dalam tujuh hari, hari hari tersebut diberitahukan pengadilan kepada penyidik supaya mengetahui dan dapat mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan. Penetapan hari ini dimaksudkan agar pemeriksaan dan penyelesaian tidak mengalami hambatan. 2.3.3.1. Tata Cara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan Pada pemeriksaan tindak pidana ringan, Penyidik langsung menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke pengadilan atas kuasa penuntut umum. Pelimpahan yang demikian merupakan penyimpangan dari ketentuan umum yang mengharuskan penyidik melimpahkan hasil pemeriksaan penyidikan kepada penuntut umum, dan untuk seterusnya penuntut umum yang berwenang melimpahkan ke pengadilan dalam kedudukannya sebagai aparat penuntut. Dengan adanya pasal 205 ayat (2) KUHAP, prosedur ketentuan umum ini dikesampingkan dalam perkara pemeriksaan tindak pidana ringan. Dengan kata lain, Penyidik mengambil alih wewenang penuntut umum, atau wewenang penuntut sebagai aparat penuntut umum dilimpahkan undang undang kepada penyidik. Pelimpahan ini adalah Demi Hukum , yang ditegaskan dalam penjelasan pasal 205 ayat (2) alinea 1 ; yang dimaksud dengan atas kuasa dari penuntut umum kepada penyidik adalah demi hukum . Oleh karena itu pelimpahan ini berdasar ketentuan undang undang, dengan demikian penyidik dalam hal ini bertindak atas kuasa undang undang dan tidak memerlukan surat kuasa khusus lagi dari penuntut umum. Namun hal ini tidak mengurangi hak penuntut umum untuk menghadiri pemeriksaan sidang, berdasar penjelasan pasal 205 ayat 25

(2) alinea 2 ; dalam hal penuntut umum hadir, tidak mengurangi nilai atas kuasa tersebut . Dengan kata lain, tidak ada larangan oleh undang undang penuntut umum menghadiri proses pemeriksaan, namun kehadirannya tidak mempunyai arti apa apa, seperti pengunjung biasa tanpa wewenang apapun mencampuri jalannya pemeriksaan. Pasal 205 ayat (2)4 menegaskan dalam waktu tiga hari, terhitung sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat oleh penyidik, maka terdakwa, barang bukti, saksi ahli, dan juru bahasa dihadapkan ke pengadilan. Apakah tenggang waktu 3 hari ini merupakan batas minimum ?, undang undang tidak menegaskan hal ini. Namun, berdasarkan pasal 146 ayat (2)5 dan penjelasan pasal 152 ayat (2)6; menegaskan bahwa panggilan terhadap terdakwa dan saksi harus diterima dalam jangka waktu sekurang kurangnya 3 hari sebelum sidang dimulai. Dengan demikian tenggang waktu menghadapkan terdakwa dan saksi yang disebut dalam pasal 205 ayat (2) adalah batas minimum. Penyidik tidak dibenarkan menghadapkan terdakwa dan saksi dalam pemeriksaan dengan acara tindak pidana ringan kurang dari 3 hari sebelum sidang dimulai. Menghadapkan terdakwa dan saksi dalam waktu 1 atau 2 hari sebelum sidang dimulai, adalah bertentangan dengan jiwa yang terkandung dalam ketiga pasal diatas { pasal 205 ayat (2), jo pasal 146 ayat (2), jo penjelasan pasal 152 ayat (2). Dalam pasal 207 ayat (1) huruf b, ditegaskan bahwa semua perkara tindak pidana ringan yang diterima pengadilan hari itu, segera disidangkan pada hari itu juga. Ketentuan ini bersifat imperatif, karena dalam ketentuan ini terdapat kalimat harus segera disidangkan pada hari itu. Akan tetapi, dalam pasal ini tidak menyebut sanksi dan tidak mengatur tata cara penyelesaian tindak pidana ringan yang tidak disidangkan atau yang kebetulan tidak dapat disidangkan pada hari itu juga. Dalam hal kemungkinan tindak pidana ringan tidak dapat disidangkan pada hari itu juga, terdapat dua alternatif yang dapat ditempuh, yakni : 1. Perkara lengkap dan memenuhi syarat formal, maka hakim harus melaksanakan ketentuan pasal 207 ayat (1) huruf b, hakim harus menyidangkan pada hari itu juga, jika tidak maka kelalaian ini menjadi kesalahan dan tanggung jawab hakim. Dalam hal seperti ini hakim tidak dibenarkan mengembalikan berkas perkara kepada penyidik. Meskipun dengan alasan ketidakcukupan waktu. Hal yang dapat dilakukan oleh hakim adalah adalah mengundurkan atau menunda pemeriksaan secara resmi di sidang pengadilan, dan memerintahkan terdakwa dan saksi untuk menghadap pada hari sidang yang akan datang, walaupun cara ini sangat bertentangan dengan jiwa dan tujuan lembaga acara

26

pemeriksaan tindak pidana ringan, yang harus diperiksa dan diputus dengan acara cepat. 2. Perkaranya tidak lengkap dan tidak memenuhi syarat formal, misalnya terdakwa dan saksi saksi tidak lengkap atau panggilan tidak sah, maka ; (i) tanggungjawab berkas selama belum diregister masih tetap berada ditangan penyidik, (ii) untuk selanjutnya diajukan pada hari sidang yang akan datang. 3. Jika terdakwa tidak hadir tanpa alasan yang sah, putusan dijatuhkan secara verstek; berdasarkan pasal 214 ayat (2)7. Demikian penggarisan SEMA No. 9/1985 4. Jika saksi tidak hadir, tidak menghalangi pemeriksaan dan putusan dijatuhkan, keterangan saksi cukup dibacakan ( sejalan dengan jiwa pasal 2088 KUHAP ) Mengenai cara pemberitahuan sidang kepada terdakwa diatur dalam pasal 207 ayat (1) huruf a, yakni dilakukan : 1. Dengan pemberitahuan secara tertulis 2. Pemberitahuan tertulis itu memuat tentang: hari, tanggal, jam, dan tempat sidang pengadilan 3. Catatan pemberitahuan bersama berkas dikirim ke pengadilan. Hal ini berarti catatan pemberitahuan sidang dan berita acara pemeriksaan penyidik disatukan sebagai berkas yang dikirimkan ke pengadilan. Pemberitahuan dimaksudkan agar terdakwa dapat memenuhi kewajiban untuk datang ke sidang pengadilan pada hari, tanggal, jam, dan tempat yang ditentukan. Sedangkan mengenai cara pemanggilan saksi atau ahli yang tidak disebutkan dalam pasal ini, menurut Prof. Yahya Harahap berpedoman pada pasal 145 ayat (1), jo pasal 146 ayat (2) yang berarti pemanggilan saksi atau ahli berlaku aturan umum tentang tata cara pemanggilan menghadap ke sidang pengadilan sebagaimana yang diatur dalam bagian kesatu Bab XVI. Setelah pengadilan menerima perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan, hakim yang bertugas memeriksa perkara memerintahkan panitera mencatat dalam buku register. Berdasarkan penjelasan pasal 207 ayat (2) huruf a KUHAP ; oleh karena penyelesaiannya yang cepat maka perkara yang diadili menurut acara pemeriksaan cepat sekaligus dimuat dalam buku register dengan masing masing diberi nomor untuk dapat diselesaikan secara berurutan , maka untuk perkara perkara yang tidak dapat disidangkan pada hari itu juga karena alasan perkaranya belum memenuhi syarat formal atau perkaranya tidak lengkap, sebaiknya jangan di register agar dapat dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi. Akan tetapi, jika menganut pandangan yang memperbolehkan 27

pemeriksaan tindak pidana ringan dapat diputus dengan verstek ( pemeriksaan acara tindak pidana ringan dapat diputus di luar hadirnya terdakwa ), maka bisa langsung di register, karena hadir atau tidaknya terdakwa perkaranya dapat diputus. Sesuai dengan pasal 207 ayat (2) huruf b KUHAP, buku register perkara dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan memuat : nama lengkap, tempat lahir, umur ( tanggal lahir ), jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan terdakwa, tindak pidana yang didakwakan. Karenanya pengajuan dan pemeriksaan perkara dengan cara tindak pidana ringan tanpa surat dakwaan, dalam hal ini surat dakwaan dianggap tercakup dalam catatan buku register. Alasan pembuat undang undang mencukupkan register sebagai pengganti surat dakwaan, dapat dibaca dalam penjelasan pasal 207 ayat (2) huruf b yang berbunyi ; ketentuan ini memberikan kepastian di dalam mengadili menurut acara pemeriksaan cepat tersebut tidak diperlakukan surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum seperti untuk pemeriksaan dengan acara biasa, melainkan tindak pidana yang didakwakan cukup ditulis dalam buku register tersebut pada huruf a Untuk pemeriksaan dengan acara biasa Pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding { pasal 205 ayat (3) KUHAP }. Hal ini berarti jika tidak dijatuhkan pidana penjara atau kurungan, maka terpidana tidak dapat melakukan upaya hukum berikutnya yakni banding. Selain itu, saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu ( pasal 208 KUHAP ) Pasal 209 ayat (2) KUHAP menyebutkan ; Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik . Dengan demikian panitera tidak diwajibkan membuat berita acara sidang. Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan tanpa membuat berita acara sidang. Hal ini mungkin didasarkan pada tata cara pemeriksaan yang sifatnya adalah cepat atau expedited procedure, disamping perkaranya hanya tindak pidana ringan. Putusan dalam acara tindak pidana ringan tidak dibuat secara khusus dan tersendiri seperti putusan perkara dengan acara biasa. Putusan tersebut tidak dicatat dan disatukan dalam berita acara sidang seperti yang berlaku dalam perkara pemeriksaan dengan acara singkat. Putusannya cukup berupa bentuk catatan , yang sekaligus berisi amar putusan berbentuk catatan dalam daftar catatan perkara . Adapun tata cara membuat putusan, a.n : 1. Hakim mencatat putusan dalam daftar catatan putusan, ini berarti dalam berkas perkara yang dikirimkan penyidik, telah tersedia daftar catatan 28

perkara. Dalam daftar catatan itulah isi putusan dimuat, berupa catatan bunyi amar yang dijatuhkan 2. Panitera memuat catatan putusan dalam buku register, oleh panitera catatan putusan hakim yang dicatat dalam daftar catatan perkara, dicatat dalam buku register 3. Pencatatan putusan dalam buku register ditandatangani oleh hakim dan panitera, Menurut penjelasan pasal 209, pembuat undang undang sengaja mengatur pembuatan berita acara dan bentuk putusan sedemikian rupa dalam pemeriksaan perkara dengan acara tindak pidana ringan, dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian perkara. Penjelasan ini pula memperingatkan agar jangan sampai mengurangi ketelitian hakim memeriksa dan memutus perkara yang diperiksa dengan acara tindak pidana ringan. Sedangkan mengenai sifat putusan dalam acara ini, disebutkan dalam pasal 205 ayat (3), yang menegaskan antara lain: pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir , yang berarti : 1. Putusan pengadilan negeri bersifat putusan tingkat terakhir 2. Karena itu putusan tersebut tidak dapat diajukan permintaan banding. Oleh karena sifat putusan merupakan putusan tingkat pertama dan tingkat terakhir maka : 1. Upaya hukum banding dengan sendirinya tertutup 2. Upaya hukum yang dapat ditempuh terdakwamengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, sebagai instansi yang berwenang memeriksa perkara putusan pidana yang dijatuhkan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain Mahkamah Agung Namun sifat diatas tidak mencakup semua putusan, sesuai dengan ketentuan pasal 205 ayat (3): dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan , terdakwa dapat meminta banding, dengan demikian UU membedakan dua putusan dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan dalam dua kelompok ; 1. Putusan yang bersifat tingkat pertama dan terakhir yang tidak dapat diajukan permintaan banding; putusan yang bukan perampasan kemerdekaan, misalnya hanya berupa denda, maka tidak diperkenankan mengajukan banding, Upaya hukum yang dapat ditempuh adalah kasasi 2. Putusan yang tidak bersifat tingkat pertama dan terakhir dan dapat diminta banding; putusan yang berupa perampasan kemerdekaan.

29

BAB III PENUTUP


1.1. Kesimpulan

Dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia, membahas mengenai acara pemeriksaan. Dalam KUHAP dibedakan menjadi tiga macam pemeriksaan sidang pengadilan. Pertama pemeriksaan perkara biasa kedua pemeriksaan perkara singkat dan pemeriksaan perkara cepat. Untuk dapat membedakan ketiga macam pemeriksaan perkara di sidang pengadilan tersebut, dapat dilihat dari jenis tindak pidana yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan, yaitu: 1. Perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan pembuktiannya sulit atau mudah. 2. Berat ringannya ancaman pidana atas perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan. 3. Jenis perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan.

30

DAFTAR PUSTAKA

A Soetomo. "Hukum Acara Pidana Indonesia dalam Praktek". Jakarta: Pustaka Kartini. Hamzah, Andi. 2000. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika. Hamzah, Andi. 1986. KUHP & KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta. Harahap, M. Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika. Hasudungan, Archie Michael dan Petra M.E.J. Pattiwael. 2011. Diktat Hukum Acara Pidana . Depok: Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Lamintang, P.A.F dan Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi. Jakarta: Sinar Grafika. Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 28-29. Poernomo, Bambang. 1988. "Pola Dasar Teori dan Azas Umum Hukum Acara Pidana". Jogjakarta: Liberty. Poernomo, Bambang. 1982. Pandangan terhadap Azaz Azaz Umum Hukum Acara Pidana. Yogyakarta : Liberty Prints, Darwan. 1989. "Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar". Medan: Djambatan. Prodohamidjojo, Martiman. 1990. Komentar atas KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Ranoemihardja, R Atang. 1981. "Hukum Acara Pidana: Studi Perbandingan antara Hukum Acara Pidana Lama dengan Hukum Acara Pidana Baru". Bandung: Tarsito. Soerodibroto, Soenarto. 2003. KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Soesilo, R. 1982. Hukum Acara Pidana. Sukabumi: P.T. Karya Nusantara Bandung, hal.82-85.

31

"Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan" dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 138-140. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan. http://acarapidana.bphn.go.id/proses/acara-pemeriksaan-cepat/ 08.15, 7 Oktober 2012 diunduh pukul

http://pn-palembang.net/index.php/prosedur-berperkara/77-pemeriksaan-perkarapidana-dengan-acara-singkat- diunduh pukul 08.00, 7 Oktober 2012 http://nafnaldi.blogspot.com/2011/06/acara-pemeriksaan-biasa.html , diunduh pukul 18.45, 5 Oktober 2012 http://en.wikipedia.org/wiki/Indonesian_Criminal_Procedure, diunduh pukul 22.30, 9 Oktober 2012

32

You might also like