You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Faktor edafik adalah sifat fisik, kimia, dan biologis, tanah atau substratum yang mempengaruhi asosiasi biota. Sifat fisik dan kimia yang cukup penting adalah: tekstur, kesuburan, nutrien, mineral, pH, tempat akar, air, aerasi, dan temperatur. Faktor edafik juga diartikan sebagai suatu konsep yang menganggap bahwa tanah sebagai tempat hidup bagi tumbuhan atau organisme di dalamnya. Tanah merupakan media utama khususnya bagi pertumbuhan jenis vegetasi. Kebutuhan-kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan vegetasi, seperti mineral (unsur hara), kebutuhan bahan organik (humus), air, dan udara keberadaannya disediakan oleh tanah. Oleh karena itu, faktor edafik sangat memengaruhi pertumbuhan jenis vegetasi dalam suatu wilayah. 1.2 Tujuan 1 2 3 Untuk mengetahui ciri indikator tanah yang sehat meliputi fisik,biologi,dan kimia Untuk mengetahui cara pengendalian OPT dengan faktor edafik Untuk mengetahui cara menggunakan corong berlese

BAB II TNJAUAN PUSTAKA 2.1 Ciri Indikator Tanah yang Sehat meliputi Fisik, Biologi dan Kimia Kesuburan Fisik Tanah Tanah dikatakan subur secara fisika jika tanah tersebut mampu menahan aliran air dan menyimpan air di dalam tanah untuk memperkuat pertumbuhan akar tanaman. Untuk memperkecil pori-pori tanah atau agregat pembentuknya maka diperlukan bahan organik agar partikel-partikel penyusunnya dapat saling bergandengan erat. Ketika tanah mengalami pengikisan maka terjadi penurunan jumlah bahan organik penyusunnya sehingga berefek pada rusaknya agregat, dan muncul keretakan di sana sini yang akan mempengaruhi pergerakan udara dan pertumbuhan akar. Metode yang paling bagus untuk mempertahankan kesuburan fisik tanah adalah dengan mengurangi pengikisan tanah dan menambah bahan organik pembentuknya. Kesuburan Biologi Tanah Kesuburan biologi tanah sangat dipengaruhi pada jumlah hewan atau tumbuhan yang hidup di dalamnya seperti cacing tanah, bakteri, jamur, dan lain-lain. Indikator tanah sehat secara biologi dapat dilihat dar banyaknya cacing tanah yang hdup di dalamnya. Aktvitas biologi dari tanaman atau tumbuhan yang hidup di dalam tanah sangat penting untuk mengubah residu menjadi humus. Cacing tanah dan serangga membantu tanaman memindahkan residu tanaman ke tanah, memperkecil pori tanah, dan membantu mengatasi masalah keretakan tanah. Pengikisan tanah dapat mengurangi aktivitas bilogi hewan-hewan atau tumbuhan yang hidup di dalam tanah, dan merusak habitat mereka. Cara untuk meningkatkan kesuburan biologi tanah adalah dengan menhindari terjadinya pengkisan tanah dan memperbanyak residu tanaman pada permukaan tanah. Kesuburan Kimia Tanah

Tanah dikatakan subur secara kimia jika tanah tersebut mampu menyedihkan semua nutrisi yang dibutuhkan tanaman, Keberadaan nutrisi ini bisa optimal jika tanah tidak kehilangan unsur hara (bahan) organik penyusunnya. Kesuburan kimiaw tanah bisa dipertahankan atau dicapai dengan menambah pupuk sperti kompos, dll. (Anonymous. 2011) 2.2 Pengendalian OPT melalui Faktor Edafik Pengolahan tanah Suatu usaha yang cukup praktis pada pengendalian gulma annual, biennial, perennial, ialah cara pengolahan tanah. Dalam pengendalian gulma annual cukup dibajak dangkal saja. Dengan cara ini gulma tersebut dirusakkan bagian atas tanah saja. Sedang untuk biennal bagian atas tanah dan mahkota, dab bagi perennial kedua bagian di bawah dan di atas tanah dirusakkan. Kebanyakan gulma annual dapat dikendalikan hanya dengan sekali pemberoan. Bila tanah banyak mengandung biji gulma yang viabel, maka perlu diikuti tahun kedua dengan pertanaman barisan dan pengolahan yang bersih untuk mencegah pembentukan biji. Sedangkan untuk gulma perennial, pemberoan semusim belum cukup. Sebaiknya perlakuan digaabung dengan pengunaan herbisida dan pengolahan yang bersih. Metoden ini cukup memadai dan beragam dengan spesies gulma, usia infestasi dan sifat tanah, kesuburan serta kedalaman air tanah. Gulma perennial yang berakar dangkal sekali pembajakan cukup dapat mereduser, dengan membawa akar ke atas dan dikeringkan. Pembajakan di atas akan menekan pemebentukan dan tunas baru. Untuk gulma perennial berakar dalam pembajakan berulangkali dan pada interval teratur akan menguarangi perkembangannya. Perlakuan ini akan menguras cadangan pangan dalam akar dengan berulangkali merusak bagian atas. Pada tanah ringan dan kurang subur perlakuan tersebut sangat berhasil. Dari pengolahan tanah dapat disimpukan bahwa penimbunan titik tumbuh gulma dan mengganggu sistem

perakaran dengan pemotongan akar dapat membuat gulma mati, karena potongan-potongan akar dapat mengering sebelum pulih kembali. (Hidayat,A. 2001)

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat : Corong Berlese Untuk Baskom Untuk tempat larutan sabun Cawan Petri Untuk tempat spesimen yang telah jatuh oada baskom Mikroskop Binokuler Untuk mengamati spesimen mikro Kamera Untuk dokumentasi Alat tulis Untuk mencata hasil praktikum Bahan : Tanah Untuk tempat organisme (spesimen) Detergen Untuk Membuat larutan sabu

3.2 Cara Kerja Diagram Alir


Siapkan Alat dan Bahan

Membuang tanah pada saringan (besihkan apabila masih ada)

Buat larutan sabun (jangan terlalu berbusa)

Letakkan larutan sabun pada baskom, dan taruh di bawah corong berlese

Letakkan tanah pada saringan yang terdapat pada corong berlese

Tutup corong berlese dan diamkan selama 24 jam

Amati !!

Spesimen kasat mata (makro) Ambil dan triskan

Spesimen tidak kasat mata (mikro) Ambil larutan sabun. Letakkan pada cawan petri

Letakkan pada cawan petri

Amati benda (mikroskop binokuler)

Dokumentas dan Identifikasi

Dokumentas dan Identifikasi

3.3 Analisa Perlakuan Setelah alat dan bahan siap, buat larutan sabun dari detergen. Larutan sabunnnya jangan terlalu berbusa. Larutan ini digunakan untuk menghilangkan tegangan pada air, sehingga apabila ada spesimen yang jatuh tidak akan bisa lari. Kemudian letakkan larutan tersebut di bawah corong berlese. Masukkan tanah yang telah disiapkan ke dalam saringan corong berlese. Tutup corong dan biarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, amati apa saja yang jatuh pada larutan sabun. Apabila spesimen kasat mata,(makro) langsung diambil dan diletakkan pada cawan petri. Apabila spesimen tidak kasat mata (mikro), diambil larutan dan letakkan pada cawan petri, amati menggunakan mikroskop binokuler. Kemuadian dokumentasi dan identifikasi keduanya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dokumentasi

Saringan yang ada didalam berlese dan sampel tanah

Tahap pembuatan larutan sabun

Memasukkan sampel tanah pada saringan

Memasukkan saringan pada berlese dan cairan sabun dibawah corong berlese

Tahap penutupan corong berlese dan menyalakan lampu

Tahap didiamkan selama 24jam

Hasil pengamatan makro (belum tercantum semua)

Spesimen Kasat Mata (Makro) Semut = 9 ekor Cacing Tanah = 1 ekor Spesimen Tidak Kasat Mata (mikro) Tidak ada karena tidak terlihat Bisa ada karena mikroskop yang digunakan kurang mendukung, sehingga tidak terlihat jelas 4.2 Hasil Identifikasi Spesimen Semut

(Anonymous. 2011) Klasifikasi ilmiah Kingdom : Animalia Pillum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hymenoptera Familia : Formicidae Genus : Formica Spesies : Formica yessensis

Cacing Tanah

(Anonymous. 2011) Klasifikasi ilmiah Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Annelida : Clitellata : Haplotaxida : Lumbricidae : Lumbricus : Lumbricus rubellus

4.3 Peranan Spesimen Ditemukan Dalam Ekosistem Semut Sebagian besar jenis semut adalah predator utama bagi serangga lain. Semut memakan telur, larva, pupa maupun serangga dewasa. Selain itu, peran semut yang menguntungkan bagi ekosistem, misalnya peranannya sebagai perantara proses perombakan oleh organisme yang lain. Aktivitas semut di dalam tanah (mereka bertindak sebagai pengolah tanah, misalnya pada saat pembuatan sarang) secara tidak langsung mempengaruhi tekstur tanah, yang pada gilirannya akan mempercepat proses penguraian. Semut Camponotus misalnya, membuat sarang di dalam tanah yang terbukti mampu memodifikasi kelimpahan organisme tanah sehingga proses dekomposisi dapat berjalan dengan baik . (Paris et al., 2008)

Cacing 1. Memperbaiki tata ruang tanah 2. Membentuk pori tanah : cacing beraktivitas didalam tanah baik secara vertical maupun horizontal, sehingga jumlah pori makro tanah bertambah. 3. Infiltrasi (jalannya air didalam tanah) : infiltrasi penting untuk mengendalikan limpasan permukaan dan pengangkutan partikel tanah (erosi). 4. Agen bioturbasi : pembalikan dari atas kebawah atau sebaliknya yang dilakukan cacing untuk mendistribusikan agar bahan organik merata didalam tanah. 5. Sebagai pengurai (Dekomposer) : cacing dapat mengubah bahan organik menjadi kompos. (Palungkun,1999) 4.4 Pembahasan (Kaitkan spesimen yang ditemukan dengan kondisi tanah yang dibawa) Pada tanah yang digunakan untuk praktikum ditemukan pesimen kasat mata yaitu, cacing tanah dan juga semut setelah msuk ke corong berlese. Ini dikarena kondisi tanah yang cocok untuk tempat hidup cacing tanah dan juga semut. Cacing tanah menyukai kondisi tanah yang lembab tidak terlalu keras atau basah, PH tanah 6,2-7,banyak mengandung bahan organik tanah, suhu yang cocok tidak terlalu tinggi, tekstur tanah yang tidak berpasir dan aerasi tanah yang baik. Sedangkan untuk spesimn tidak kasat mata, tidak ditemukan spesimen. Mungkin ada namun karena mikroskop yang digunakan kurang memenuhi sehigga tidak terlihat.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Faktor edafik merupakan sifat fisik, kimia, dan biologis, tanah atau substratum yang mempengaruhi asosiasi biota. Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada pengamatan mikro (pengamatan tidak kasat mata) menggunakan mikroskop binokuler didapati bahwa sama sekali tidak ditemukan spesimen karena pada saat diamati dibawah mikroskop spesimen tidak tampak. Sedangkan untuk pengamatan makro sendiri ditemukan beberapa spesies yaitu semut dan cacing tanah. Tanah yang digunakan erupakan tanah yang cocok digunakan untuk tempat tinggal mikroorganisme. Sehingga tanah tersebut dapat dikatakan sebagai tanah subur. 5.2 Saran Kak vivi, faktor edafiknya lumayan susaaah. Tapi berusa ngerjain dan moga-moga bener ya kaak. Hehehhe

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2011. http://www.anneahira.com/masalah-tanah.htm. 13 Desember 2011 Anonymous. 2011. http://google.co.id/images/ 13 Desember 2011 Hidayat,A. 2001. Metoda Pengendalian Hama. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. Palungkun, Rony.1999. Sukses beternak cacing tanah. Jakarta: Penebar Swadana. Paris, C.I., M.G. Polo, C. Garbagnoli, P. Martinez, G. S. de Ferre, & P.J. Folgarait. 2008. Litter decomposition and soil organisms within and outside of sown pasture in Northeastern Argentina. Camponotus punctulatus nests in Applied Soil Ecology 40: 271 282.

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN FAKTOR EDAFIK

Disusun Oleh : Nama NIM Kelas Asisten : Dian Prabawati : 115040201111068 : G : Vivi

Kelompok : Senin, 07.30 Tgl. Pengumpulan: Rabu, 8 Desember 2011

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2011 LAPORAN PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN FAKTOR EDAFIK

Disusun Oleh : Nama NIM Kelas Asisten : Sylvia Puspita Carere : 115040201111080 : G : Vivi

Kelompok : Senin, 07.30 Tgl. Pengumpulan: Rabu, 8 Desember 2011

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2011

You might also like