Professional Documents
Culture Documents
2. Pengaruh Iklim Sebelumnya pada zaman tersier iklim wilayah Indonesia merupakan iklim tropis lembab dengan suhu rata-rata pertahun lebih tinggi dari sekarang. Pengaruh iklim tersebut berpengaruh pada proses pelapukan, erosi, abrasi, dan gerak masa batuan, yang sangat menentukan bentukan geomorfologis dan pembentukan tanah. Fisiografi Jawa pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga zona pokok memanjang sepanjang pulau, walaupun banyak yang tidak utuh. Ketiga zona ini sangat berbeda karakteristiknya baik di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Di bagian tengah dari pulau dan lingkungan bagian yang paling barat jalur dari zona-zona tersebut nampaknya kurang jelas, menunjukan adanya perubahan-perubahan.
Gambar 1. Kolom stratigrafi selatan-utara Jawa Barat (Martodjojo, 1984 dalam Santana, 2007)
Pada Kala Oligo-Miosen diendapkan Formasi Bayah yang dicirikan dengan lingkungan berupa sungai teranyam dan kelok lemah. Formasi ini merupakan perselingan pasir konglomeratan dan lempung dengan sisipan batubara (Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009). Lalu di atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Batu Asih dan Formasi Rajamandala yang merupakan endapan laut dangkal. Formasi Batuasih terdiri dari lempung laut dengan sisipan pasir gampingan sedangkan Formasi Rajamandala merupakan endapan khas tepi selatan Cekungan Bogor yang terdiri dari batugamping. Kedudukan Cekungan Bogor pada kala ini tidak dapat diidentifikasikan dengan jelas. Hadirnya komponen kuarsa yang dominan pada Formasi Bayah memberikan indikasi bahwa sumber sedimentasi pada kala tersebut berasal dari daerah yang bersifat granitis, kemungkinan besar berasal dari Daratan Sunda yang berada di utara. Pada Kala Miosen Awal berlangsung aktivitas gunung api dengan batuan bersifat basalt sampai andesit yang berasal dari selatan dan terendapkan dalam Cekungan Bogor yang pada kala ini merupakan cekungan belakang busur. Cepatnya penyebaran dan pengendapan rombakan deratan gunung api ini telah mematikan pertumbuhan terumbu Formasi Rajamandala sehingga endapan volkanik yang dikenal dengan nama Formasi Jampang dan Formasi Citarum mulai diendapkan pada lingkungan marin. Formasi Jampang yang berciri lebih kasar daripada Formasi Citarum diendapkan di bagin dalam dari sistem kipas laut sedangkan Formasi Citarum diendapkan di bagian luar dari sistem kipas laut. Pada Kala Miosen Tengah status Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang busur dengan diendapkannya Formasi Saguling pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi. Ciri umum dari formasi ini memiliki banyak sisipan breksi atau breksi konglomeratan. Formasi Cimandiri yang juga berumur Miosen Tengah menutupi Formasi Jampang. Formasi ini terdiri dari lempung gamping yang konglomeratan yang dikenal sebagai Nyalindung Beds, tetapi peneliti yang lainnya (Effendi et al, 1998 dalam Argapadmi, 2009) menamakan Formasi Cimandiri di beberapa daerah sebagai Formasi Nyalindung yang terdiri atas batupasir glaukonit gampingan hijau, batulempung, napal pasiran, konglomerat, breksi, dan batugamping. Formasi Bojonglopang yang memiliki hubungan menjemari dengan Formasi Cimandiri juga diendapkan pada Miosen Tengah. Peneliti yang lain (Duyfjes, 1939 dalam Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009) menamakan formasi ini sebagai Anggota Bojonglopang Formasi Cimandiri. Karakteristik utama dari formasi ini adalah litologi batugampingnya. Pada kala akhir Miosen Tengah mulai diendapkan Formasi Bantargadung yang dicirikan oleh endapan turbidit halus aktivitas kipas laut dalam yang terdiri dari perselingan batupasir greywacke dan lempung. Cekungan Bogor pada kala ini sudah semakin sempit menjadi suatu cekungan memanjang yang mendekati bentuk fisiografi zona Bogor (van Bemmelen, 1949). Pada daerah ini penurunan merupakan gerak tektonik yang dominan. Pada Kala Miosen Akhir, Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang busur dengan diendapkannya Formasi Cigadung dan Formasi Cantayan yang diendapkan pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi. Formasi Subang diendapkan di bagian utara menunjukan lingkungan pengendapan paparan (Kurniawan, 2008). Pada Kala Pliosen, Cekungan Bogor sebagian sudah merupakan daratan yang ditempati oleh puncak-puncak gunungapi yang merupakan jalur magmatis. Sebenarnya pendangkalan Cekungan Bogor ini dimulai dari selatan pada umur Miosen Tengah dan berakhir di sebelah utara pada umur Plistosen. Formasi Kaliwangu diendapkan di atas Formasi Subang pada Pliosen Awal dan menunjukan lingkungan pengendapan transisi. Daerah pegunungan selatan bagian selatan mengalami penurunan dan genang laut yang menghasilkan Formasi
Bentang sedangkan di bagian utara terjadi aktivitas gunung api yang menghasilkan Formasi Beser. Pada Kala Plistosen sampai Resen, geologi Pulau Jawa sama dengan sekarang. Aktivitas gunungapi yang besar terjadi pada permulaan Plistosen yang menghasilkan Formasi Tambakan dan Endapan Gunungapi Muda, sekaligus pusat gunung api dari selatan berpindah ke tengah Pulau Jawa yang merupakan gejala umum yang terjadi di seluruh gugusan gunung api sirkum pasifik (Karig dan Sharman, 1955 dalam Martodjojo, 2003 dalam Santana, 2007).
Gambar 3 Pola umum struktur Jawa Barat ( Martodjojo, 1994 dalam Sontana, 2007). Pola Sunda (utara-selatan) dihasilkan oleh tektonik regangan. Fasa regangan ini disebabkan oleh penurunan kecepatan yang diakibatkan oleh tumbukan Benua India dan Eurasia yang menimbulkan rollback berumur Eosen-Oligosen Akhir. Pola ini umumnya terdapat di bagian barat wilayah Jawa Barat dan lepas pantai utara Jawa Barat. Penunjaman di selatan Jawa yang menerus ke Sumatera menimbulkan tektonik kompresi yang menghasilkan Pola Jawa. Di Jawa Tengah hampir semua sesar di jalur Serayu Utara dan Selatan mempunyai arah yang sama, yaitu barat-timur. Pola Jawa ini menerus sampai ke Pulau Madura dan di utara Pulau Lombok. Pada Kala Miosen AwalPliosen, Cekungan Bogor yang Kala Eosen Tengah-Oligosen merupakan cekungan depan
busur magmatik, berubah statusnya menjadi cekungan belakang busur magmatik sehingga terbentuk sesar-sesar anjakan dan lipatan.