You are on page 1of 6

Geologi Umum nama : Anggie Kurniawan kelas : Geo A npm : 11051211

Fisiografis Pulau Jawa


Pulau jawa memiliki sifat fisiografi yang khas,dan hal ini disebabkan karena beberapa keadaan. Satu diantaranya adalah iklim tropis, disamping itu ciri-ciri geografisnya disebabkan karena merupakan geosinklinal muda dan jalur orogenesa dengan banyak vulkanisme yang kuat. Karena kekuatan inilah mengakibatkan pulau jawa berbentuk memanjang sempit. Perubahannya dalam bagian-bagian tertentu sepanjang dan searah dengan panjangnya pulau, dari tepi satu ke tepi yang lainnya. Sifat relief yang disebabkan oleh iklim tropis sudah diketahui dan dipetakan di Indonesia. Curah hujan yang besar dan temperatur yang tinggi menyebabkan pelapukan yang cepat dan intensif, juga denudasi, gejala yang mengikuti adalah erosi vertikal. Perbedaan topografi yang disebabkan adanya perbedaan batu-batuannya nampak kurang jelas bila dibandingkan dengan daerah iklim lain, meskipun lembah kecil mempunyai tebing yang curam. Akibatnya banyak hujan berarti banyak air yang harus dibuang, sehingga banyak parit alam (guliy) yang begitu rapat. Karena banyaknya parit-parit yang rapat tersebut topografinya terkikis-kikis. Akibatnya sisa-sisa permukaan yang dulu pernah terangkat hilang dalam waktu yang singkat. Sebaliknya peneplain dan lain-lain yang permukaannya datar juga terbentuk dalam waktu yang singkat dari pada iklim yang lainnya. Dalam hal ini mungkin mengherankan mengapa topografi Pulau Jawa semuanya belum merupakan peneplain? Hal ini karena erosi dan denudasi dapat diimbangi orogenesa muda dan epirogenesa yang masih bergerak, yang mana gerak pelipatan masih terus berlangsung dalam sebuah periode dari era pleistosen, tapi di balik itu semua gunung berapi banyak mengeluarkan bahan-bahan material yang lebih banyak daripada apa yang dihasilkan oleh gejala erosi pada permukaan tanah.

PROSES PEMBENTUKAN PULAU JAWA


1. Pengaruh gerak lempeng Ketika kala kapur hingga oligosen tengah diperkirakan busur vulkanis terbentuk di laut jawa dan satu busur vulkanis terbentuk di daratan Pulau Jawa. Busur non vulkanis diperkirakan berumur eosen, tersusun oleh fragmen kerak bumi yang tertimbun pada jalur subduksi dan mengandung kwarsa. Antar busur vulkanis dan non vulkanis terdapat cekungan busur luar yang relatif dalam, terletak di sekitar pantai utara Jawa. Akhir miosen dan oligosen terjadi perubahan tegas yaitu jalur subduksi bergeser ke selatan. Busur vulkanis diperkirakan di pantai selatan Jawa sekarang. Gunung api muncul di dasar laut membentuk deretan gunung api. Aktifitas vulkanik ini merupakan tahap pertama pembentukan pulau Jawa. Satu busur gunung api dengan laut dangkal yang luas sampai Kalimantan (sampai pliosen tengah). Busur dalam bergerak ke utara hingga pantai utara jawa, laut dangkal mengalami pengangkatan membentuk daratan sehingga sedimen marin muncul ke atas permukaan laut. Akhir pliosen diperkirakan Pulau Jawa sering tenggelam yang muncul hanya perbukitan di bagian selatan Jawa.

2. Pengaruh Iklim Sebelumnya pada zaman tersier iklim wilayah Indonesia merupakan iklim tropis lembab dengan suhu rata-rata pertahun lebih tinggi dari sekarang. Pengaruh iklim tersebut berpengaruh pada proses pelapukan, erosi, abrasi, dan gerak masa batuan, yang sangat menentukan bentukan geomorfologis dan pembentukan tanah. Fisiografi Jawa pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga zona pokok memanjang sepanjang pulau, walaupun banyak yang tidak utuh. Ketiga zona ini sangat berbeda karakteristiknya baik di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Di bagian tengah dari pulau dan lingkungan bagian yang paling barat jalur dari zona-zona tersebut nampaknya kurang jelas, menunjukan adanya perubahan-perubahan.

ZONA FISIOGRAFI JAWA


1. Zona selatan, Kurang lebih berupa plato, berlereng (miring) ke arah selatan menuju Laut Hindia dan di sebelah utara berbentuk tebing patahan. Kadang zona ini begitu terkikis sehingga kehilangan bentuk platonya. Di Jawa tengah bagian dari zona ini telah ditempati oleh dataran aluvial. 2. Zona tengah, Di Jawa Timur dan sebagian dari Jawa Barat merupakan depresi. Ditempat-tempat tersebut muncul kelompok gunung berapi yang besar. Di Jawa Tengah sebagian dari zona tengah ditempati oleh rangkaian pegunungan serayu selatan, berbatasan disebelah utaranya dengan depresi yang lebih kecil, lembah serayu. Juga di bagian paling barat daerah Banten ditempati oleh bukit-bukit dan pegunungan. 3. Zona utara, Terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan dan diselingi oleh beberapa gunung-gunung api. Dan ini biasanya berbatasan dengan dataran aluvial. SIFAT KETIGA ZONA DARI SUDUT GEOLOGI 1. Zona Selatan Di zona selatan ini lapisan yang lebih tua terdiri dari endapan vulkanis yang tebal (breksi tua) dan bahan-bahan endapan (seperti tanah anulatus) yang terlipat pada waktu periode miosen tengah. Di bagian selatan zona ini mengalami lipatan sedikit saja, tetapi lipatan ini menjadi lebih kuat dekat batas sebelah utara. Daerah ini merupakan daerah peralihan ke zona tengah. Bagian ini ditutupi secara tidak selaras (unconform) oleh bahan-bahan yang tidak terlepas dari miosen atas. Di banyak tempat lapisan ini telah dipengaruhi gerakan miring (tilted). Dibeberapa tempat dasar (alas/bed) miosen atas ini terdiri dari batuan kapur yang mempunyai pengaruh yang sangat nyata pada topografi. Endapan yang lebih muda dari miosen muda mungkin pleistosen tua hampir tidak ada. 2. Zona Tengah Seperti di Jawa Timur zona ini ditempati oleh depresi yang diisi oleh endapan vulkanik muda. Sifat geologisnya hanya dapat dilihat dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Gerakan orogenesa miosen tengah dan miosen muda sangat kuat (terkuat) di zona ini dan sering menyebabkan lipatan menjungkir atau membentuk struktur yang menjorok menyebabkan batuan tertier juga lapangan pretertier tertutup. (Pegunungan Jiwo, daerah Lekulo di Jawa Tengah, Pegunungan Raja Mandala, Lembah Cimandiri dan Banten bagian selatan).

Fisiografi Jawa Barat


Cekungan Bogor merupakan penamaan bagi suatu mandala sedimentasi yang melampar dari utara ke selatan di daerah Jawa Barat, posisi tektonik dari Cekungan Bogor ini sendiri dari zaman Tersier hingga Kuarter terus mengalami perubahan (Martodjojo,1984). Batuan tertua pada Mandala Cekungan Bogor berumur Eosen Awal yaitu Formasi Ciletuh. Di bawah formasi ini diendapkan kompleks Mlange Ciletuh yang merupakan olisostrom. Formasi ini terdiri dari lempung, pasir dengan sisipan breksi, diendapkan dalam kondisi laut dalam, berupa endapan lereng palung bawah (Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009).

Gambar 1. Kolom stratigrafi selatan-utara Jawa Barat (Martodjojo, 1984 dalam Santana, 2007)

Pada Kala Oligo-Miosen diendapkan Formasi Bayah yang dicirikan dengan lingkungan berupa sungai teranyam dan kelok lemah. Formasi ini merupakan perselingan pasir konglomeratan dan lempung dengan sisipan batubara (Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009). Lalu di atasnya diendapkan secara tidak selaras Formasi Batu Asih dan Formasi Rajamandala yang merupakan endapan laut dangkal. Formasi Batuasih terdiri dari lempung laut dengan sisipan pasir gampingan sedangkan Formasi Rajamandala merupakan endapan khas tepi selatan Cekungan Bogor yang terdiri dari batugamping. Kedudukan Cekungan Bogor pada kala ini tidak dapat diidentifikasikan dengan jelas. Hadirnya komponen kuarsa yang dominan pada Formasi Bayah memberikan indikasi bahwa sumber sedimentasi pada kala tersebut berasal dari daerah yang bersifat granitis, kemungkinan besar berasal dari Daratan Sunda yang berada di utara. Pada Kala Miosen Awal berlangsung aktivitas gunung api dengan batuan bersifat basalt sampai andesit yang berasal dari selatan dan terendapkan dalam Cekungan Bogor yang pada kala ini merupakan cekungan belakang busur. Cepatnya penyebaran dan pengendapan rombakan deratan gunung api ini telah mematikan pertumbuhan terumbu Formasi Rajamandala sehingga endapan volkanik yang dikenal dengan nama Formasi Jampang dan Formasi Citarum mulai diendapkan pada lingkungan marin. Formasi Jampang yang berciri lebih kasar daripada Formasi Citarum diendapkan di bagin dalam dari sistem kipas laut sedangkan Formasi Citarum diendapkan di bagian luar dari sistem kipas laut. Pada Kala Miosen Tengah status Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang busur dengan diendapkannya Formasi Saguling pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi. Ciri umum dari formasi ini memiliki banyak sisipan breksi atau breksi konglomeratan. Formasi Cimandiri yang juga berumur Miosen Tengah menutupi Formasi Jampang. Formasi ini terdiri dari lempung gamping yang konglomeratan yang dikenal sebagai Nyalindung Beds, tetapi peneliti yang lainnya (Effendi et al, 1998 dalam Argapadmi, 2009) menamakan Formasi Cimandiri di beberapa daerah sebagai Formasi Nyalindung yang terdiri atas batupasir glaukonit gampingan hijau, batulempung, napal pasiran, konglomerat, breksi, dan batugamping. Formasi Bojonglopang yang memiliki hubungan menjemari dengan Formasi Cimandiri juga diendapkan pada Miosen Tengah. Peneliti yang lain (Duyfjes, 1939 dalam Martodjojo, 1984 dalam Argapadmi, 2009) menamakan formasi ini sebagai Anggota Bojonglopang Formasi Cimandiri. Karakteristik utama dari formasi ini adalah litologi batugampingnya. Pada kala akhir Miosen Tengah mulai diendapkan Formasi Bantargadung yang dicirikan oleh endapan turbidit halus aktivitas kipas laut dalam yang terdiri dari perselingan batupasir greywacke dan lempung. Cekungan Bogor pada kala ini sudah semakin sempit menjadi suatu cekungan memanjang yang mendekati bentuk fisiografi zona Bogor (van Bemmelen, 1949). Pada daerah ini penurunan merupakan gerak tektonik yang dominan. Pada Kala Miosen Akhir, Cekungan Bogor masih merupakan cekungan belakang busur dengan diendapkannya Formasi Cigadung dan Formasi Cantayan yang diendapkan pada lingkungan laut dalam dengan mekanisme arus gravitasi. Formasi Subang diendapkan di bagian utara menunjukan lingkungan pengendapan paparan (Kurniawan, 2008). Pada Kala Pliosen, Cekungan Bogor sebagian sudah merupakan daratan yang ditempati oleh puncak-puncak gunungapi yang merupakan jalur magmatis. Sebenarnya pendangkalan Cekungan Bogor ini dimulai dari selatan pada umur Miosen Tengah dan berakhir di sebelah utara pada umur Plistosen. Formasi Kaliwangu diendapkan di atas Formasi Subang pada Pliosen Awal dan menunjukan lingkungan pengendapan transisi. Daerah pegunungan selatan bagian selatan mengalami penurunan dan genang laut yang menghasilkan Formasi

Bentang sedangkan di bagian utara terjadi aktivitas gunung api yang menghasilkan Formasi Beser. Pada Kala Plistosen sampai Resen, geologi Pulau Jawa sama dengan sekarang. Aktivitas gunungapi yang besar terjadi pada permulaan Plistosen yang menghasilkan Formasi Tambakan dan Endapan Gunungapi Muda, sekaligus pusat gunung api dari selatan berpindah ke tengah Pulau Jawa yang merupakan gejala umum yang terjadi di seluruh gugusan gunung api sirkum pasifik (Karig dan Sharman, 1955 dalam Martodjojo, 2003 dalam Santana, 2007).

Sejarah Pembentukan Strukur Jawa Barat


Berdasarkan hasil studi pola struktur di Pulau Jawa, Pulonggono dan Martodjojo (1994) menyimpulkan bahwa selama Paleogen dan Neogen telah terjadi perubahan tatanan tektonik di Pulau Jawa. Pola Meratus dihasilkan oleh tektonik kompresi berumur 80-52 juta tahun yang lalulu yang diduga merupakan arah awal penunjaman lempeng Samudra Indo-Australia ke bawah Paparan Sunda. Arah ini berkembang di Jawa Barat dan memanjang hingga Jawa Timur pada rentang waktu Eosen-Oligosen Akhir. Di Jawa Barat, Pola Meratus diwakili oleh Sesar Cimandiri yang kemudian tampak dominan di lepas pantai utara Jawa Timur. Sesar ini juga berkembang di bagian selatan Jawa.

Gambar 3 Pola umum struktur Jawa Barat ( Martodjojo, 1994 dalam Sontana, 2007). Pola Sunda (utara-selatan) dihasilkan oleh tektonik regangan. Fasa regangan ini disebabkan oleh penurunan kecepatan yang diakibatkan oleh tumbukan Benua India dan Eurasia yang menimbulkan rollback berumur Eosen-Oligosen Akhir. Pola ini umumnya terdapat di bagian barat wilayah Jawa Barat dan lepas pantai utara Jawa Barat. Penunjaman di selatan Jawa yang menerus ke Sumatera menimbulkan tektonik kompresi yang menghasilkan Pola Jawa. Di Jawa Tengah hampir semua sesar di jalur Serayu Utara dan Selatan mempunyai arah yang sama, yaitu barat-timur. Pola Jawa ini menerus sampai ke Pulau Madura dan di utara Pulau Lombok. Pada Kala Miosen AwalPliosen, Cekungan Bogor yang Kala Eosen Tengah-Oligosen merupakan cekungan depan

busur magmatik, berubah statusnya menjadi cekungan belakang busur magmatik sehingga terbentuk sesar-sesar anjakan dan lipatan.

You might also like