You are on page 1of 35

Presentasi Kasus

ANESTESI SPINAL PADA SECTIO CAESARIA TRANSPERITONEAL EMERGENCY ATAS INDIKASI DKP PANGGUL SEMPIT, PREEKLAMSIA BERAT PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM KALA I FASE LATEN

Disusun Oleh : Salamah Ary Widyasari G0002136

Pembimbing: dr. RTh. Supraptomo, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK LAB/UPF ANESTESIOLOGI FK UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus dengan judul ANESTESI SPINAL PADA SECTIO CAESARIA TRANSPERITONEAL EMERGENCY ATAS INDIKASI DKP PANGGUL SEMPIT, PREEKLAMSIA BERAT PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM KALA I FASE LATEN dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Unit Anestesi dan Reanimasi di FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Marthunus Judin, SpAn, selaku Kepala Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta, dr. R.T.H. Supraptomo, Sp.An selaku pembimbing presentasi kasus ini, dan seluruh staf ahli anestesi yang saya hormati. Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Oktober 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. Kata Pengantar .................................................................................................

i ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii Bab I. Pendahuluan .......................................................................................... Bab II. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 1 2

Bab III. Laporan Kasus .................................................................................... 16 Bab IV. Pembahasan ........................................................................................ 22 Bab V. Penutup ............................................................................................... 25 Daftar Pustaka .................................................................................................. 32

BAB I PENDAHULUAN

Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.1 Anestesi spinal merupakan salah satu macam anestesi regional. Pungsi lumbal pertama kali dilakukan oleh Qunke pada tahun 1891. Anestesi spinal subarachnoid dicoba oleh Corning, dengan menganestesi bagian bawah tubuh penderita dengan kokain secara injeksi columna spinal. Efek anestesi tercapai setelah 20 menit, mungkin akibat difusi pada ruang epidural. Indikasi penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah tindakan pada bedah obstetri dan ginekologi.2 Dalam persalinan membutuhkan tindakan anestesi karena nyeri sangat mungkin terjadi saat persalinan berlangsung. Nyeri karena persalinan terjadi karena kontraksi uterus, dilatasi servik, selain itu, tindakan dalam persalinan seperti ekstraksi cunam, vakum, versi dalam, versi luar, dan bedah caesar juga menimbulkan nyeri sehingga membutuhkan anestesi.2,3 Beberapa komplikasi akut preeklampsia, yaitu eklampsia, sindroma HELLP (hemolisis, elevasi enzim hati, penurunan platelet), ruptur hepar, edema pulmonal, gagal ginjal, koagulopati intravaskular diseminasi, kedaruratan hipertensi dan hipertensi ensefalopati serta kebutaan kortikal. Pada kasus ini akan dibahas tentang penatalaksanaan klinis dari pre eklampsia berat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PERSIAPAN PRA ANESTESI Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah: 1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal. 2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien. 3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology):1 a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali,

biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%. b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai

akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%. c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian

terbatas. Angka mortalitas 38%. d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak

selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%. e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak

ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%. Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .1

B. PREMEDIKASI ANESTESI Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :1 1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam. 2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam 3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam

4. Memberikan analgesia, misal pethidin 5. Mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid 6. Memperlancar induksi, misal : pethidin 7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin 8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin. 9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin

C. ANESTESI SPINAL Analgesi regional adalah suatu tindakan anestesi yang menggunakan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, sedang penderita tetap sadar. Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 / L3-L4 (obat lebih mudah menyebar ke kranial) atau L4-L5 (obat lebih cenderung berkumpul di kaudal). Indikasi : anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi ini memberi relaksasi yang baik, tetapi lama anestesi didapat dengan lidokain hanya sekitar 90 menit. Bila digunakan obat lain misalnya bupivakain, sinkokain, atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang sampai 23 jam. Kontra indikasi : pasien dengan hipovolemia, anemia berat, penyakit jantung, kelainan pembekuan darah, septikemia, tekanan intrakranial yang meninggi.4,5 1. Untuk tujuan klinik, pembagian tingkat anestesi spinal adalah sebagai berikut: a. Sadle back anestesi, yang terkena pengaruhnya adalah daerah lumbal bawah dan segmen sakrum. b. Spinal rendah, daerah yang mengalami anestesi adalah daerah umbilikus / Th X di sini termasuk daerah thoraks bawah, lumbal dan sakral. c. Spinal tengah, mulai dari perbatasan kosta (Th VI) di sini termasuk thoraks bawah, lumbal dan sakral.

d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk daerah thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral. e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih tinggi. 2. Teknik anestesi : a. Perlu mengingatkan penderita tentang hilangnya kekuatan motorik dan berkaitan keyakinan kalau paralisisnya hanya sementara. b. Pasang infus, minimal 500 ml cairan sudah masuk saat menginjeksi obat anestesi lokal. c. Posisi lateral dekubitus adalah posisi yang rutin untuk mengambil lumbal pungsi, tetapi bila kesulitan, posisi duduk akan lebih mudah untuk pungsi. Asisten harus membantu memfleksikan posisi penderita. d. Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan kiri akan memotong garis tengah punggung setinggi L4-L5. e. Palpasi : untuk mengenal ruangan antara 2 vertebra lumbalis. f. Pungsi lumbal hanya antara L2-L3, L3-L4, L4-L5, L5-S1. g. Setelah tindakan antiseptik daerah punggung pasien dan memakai sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan penyuntikan jarum lumbal no. 22 lebih halus no. 23, 25, 26 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horisontal ke arah kranial pada ruang antar vertebra lumbalis yang sudah dipilih. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa ligamen, yang terakhir ditembus adalah duramater subarachnoid. h. Setelah stilet dicabut, cairan LCS akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Cabut jarum, tutup luka dengan kasa steril. i. Monitor tekanan darah setiap 5 menit pada 20 menit pertama, jika terjadi hipotensi diberikan oksigen nasal dan ephedrin IV 5 mg, infus 500-1000 ml NaCl atau hemacel cukup untuk memperbaiki tekanan darah.4

3. Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah : a. Bupivakain Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali lebih kuat dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk anestesi daerah luas (larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan adrenalin 1:200.000, derajat relaksasinya terhadap otot tergantung terhadap kadarnya. Presentase pengikatannya sebesar 8296%. Melalui N-dealkilasi zat ini dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX). Ekskresinya melalui kemih 5% dalam keadaan utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan sisanya metabolit-metabolit lain. Plasma t1/2 1,5-5,5jam. Untuk kehamilan, sama dengan mepivakain dapat digunakan selama kehamilan dengan kadar 2,5-5 mg/ml. Dari semua anestetika lokal, bupivakain adalah yang paling sedikit melintasi plasenta. Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah 1,003-1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS disebut isobarik sedangkan yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik. Anestesi lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik yang diperoleh dengan mencampur anestesi lokal dengan dekstrosa.
Anestesi Lokal Bupivakain (decain) 0,5% dalam air 0,5% dalam dekstrosa 8,25% 1,005 1, 027 Isobarik Hiperbarik 5-20 mg (1-4 mL) 5-15 mg (1-3mL) Berat Jenis Sifat Dosis

b. Metoclopramide Obat ini bertindak di perifer sebagai Cholinomimetik (memfasilitasi transmisi asetilkolin pada reseptor muskarinik selektif) dan disentral sebagai agen prokinetik di saluran gastrointestinal atas, tidak bergantung pada persarafan vagal tetapi dapat dihapuskan oleh agen antikolinergik. Dengan meningkatkan efek stimulasi

asetilkolin pada otot polos usus, obat ini mampu meningkatkan pengosongan lambung, dan menurunkan volume cairan lambung. Obat ini tidak mempengaruhi sekresi asam lambung atau pH cairan lambung. Metroclopramid menghasilkan efek anti muntah dengan memblokir reseptor dopamine di zona pemicu chemoreseptor

pada sistem saraf pusat. Dosis dewasa 10-20 mg metroclopramid (0,25mg/kgBB) per oral, IM, atau IV.4,5,7 c. Fentanyl Merupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi analgesinya antara 75-125 kali lebih kuat disbanding morfin. Fentanil bekerja pada thalamus dan hypothalamus sistem retikuler dan neuron-neuronnya. Dengan demikian rangsang sakit tidak dapat mencapai daerah kortikal. Blokade terhadap rasa sakit, somatic, dan visceral berhubungan dengan blockade fentanil pada mesencepalon. Pada pemberian intravena onsetnya 30 detik dan mencapai puncak dalam 5 menit. 5 d. Efedrin Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma huang. Efedrin merupakan obat adrenergic yang bekerja pada reseptor ,1, dan 2. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan Norepinefrin endogen. Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek epinefrin, tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolic, serta tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah, aliran darah ginjal dan visceral berkurang , tetapi aliran darah ke koroner, otak, dan otot rangka meningkat. 5 4. Keuntungan dan kerugian anestesi spinal : a. Keuntungan 1) Respirasi spontan 2) Lebih murah 3) Ideal untuk pasien kondisi fit 4) Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada pasien dengan perut penuh 5) Tidak memerlukan intubasi 6) Pengaruh terhadap biokimiawi tubuh minimal 7) Fungsi usus cepat kembali

8) Tidak ada bahaya ledakan 9) Observasi dan perawatan post operatif lebih ringan b. Kerugian 1) Efeknya terhadap sistem kardiovaskuler lebih dari general sistem 2) Menyebabkan post operatif headache. 5. Komplikasi tindakan anestesi spinal a. Hipotensi berat Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum tindakan b. Bradikardi Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai T-2 c. Hipoventilasi Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas d. Trauma pembuluh darah e. Trauma saraf f. Mual-muntah g. Gangguan pendengaran h. Blok spinal tinggi atau spinal total

D. TERAPI CAIRAN Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk : 1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi. 2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan. Pemberian cairan operasi dibagi : 1. Pra operasi Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.

2. Selama operasi Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi : Ringan Sedang Berat = 4 ml / kgBB/jam = 6 ml / kgBB/jam = 8 ml / kgBB/jam

Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang. 3. Setelah operasi Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien. Kebutuhan cairan dan elektrolit pada dewasa:10 a. Air : 30 40 ml/kg BB/hari b. Na : 1 2 mEq/kgBB/hari c. K : 1 mEq/kgBB/hari. Kebutuhan kalori rata rata/ kgBB orang dewasa, dipengaruhi oleh faktor trauma atau stress :11

E. PEMULIHAN Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar menjadi batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya. Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang perawatan perlu dilakukan skoring tentang keadaan pasien setelah anestesi dan pembedahan. Untuk regional anestesi digunakan skor Bromage.

BROMAGE SCORING SYSTEM

Kriteria Gerakan penuh dari tungkai Tak mampu ekstensi tungkai Tak mampu fleksi lutut Tak mampu fleksi pergelangan kaki
Bromage skor< 2 boleh pindah ke ruang perawatan.

Skor 0 1 2 3

F. ANESTESI OBSTETRI Anestesi pada kebidanan berbeda dengan anestesi pada wanita biasa karena kehamilan menyebabkan perubahan fisiologi bagi ibu. A. Perubahan Fisiologi pada Ibu Hamil 1. Pernafasan Pada ibu hamil terjadi peningkatan volume nafas satu menit sampai 50% sehingga anestesi inhalasi berjalan lebih cepat, tetapi cadangan oksigen paru menurun sedikit padahal kebutuhan oksigen meningkat sehingga perlu tindakan pre oksigenasi sebelum anestesi. 2. Sirkulasi Terjadi kenaikan volume darah sampai 50 %., termasuk peningkatan volume plasma, eritrosit, dan leukosit. Peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya anemia fisiologis. Kardiak output juga meningkat sebesar 30-40% 3. Penurunan fungsi hati 4. Perubahan pada Ginjal GFR meningkat selama kehamilan karena peningkatan renal plasma flow. Renal plasma flow dan glomerular filtration rate (GFR) meningkat 150% pada trimester pertama kehamilan, tapi saat hamil aterm menurun lagi sampai 60% di atas wanita yang tidak hamil.

5. Penurunan aktivitas serum kolinesterase Plasma kolinesterase menurun yang kemungkinan disebabkan sintesanya menurun dan karena adanya hemodilusi 6. Kemungkinan timbul sindrom hipotensif supine; oleh karena penurunan venous return melalui pembuluh darah besar abdominal, yang disebabkan oleh penekanan uterus yang besar.4,5 B. Komplikasi Anestesi pada Ibu Hamil 1. Aspirasi paru Aspirasi isi lambung dapat disebabkan oleh regurgitasi atau muntah, dapat menimbulkan obstruksi dan pneumonitis kimia akut yang dikenal dengan sindroma Mendelson. Hal ini terjadi karena tonus sfingter lambung menurun, pengosongan lambung diperlambat, dan produksi cairan lambung lebih banyak dan lebih asam. Aspirasi lebih sering terjadi pada saat induksi dan intubasi, mendorong uterus guna mempercepat proses kelahiran bayi, dan ekstubasi. 2. Gangguan respirasi Gangguan respirasi terjadi karena trauma pada saluran nafas waktu intubasi endotrakea, kesukaran ekstubasi, hipoventilasi karena obat narkotika dan analgesia. 3. Gangguan kardiovaskular Salah satu gejala kardiovaskular yang tidak adekuat adalah hipotensi. Keadaan ini dijumpai pada perdarahan yang hebat tiba-tiba, obstruksi aortokava, blok simpatis karena analgesia subaraknoid atau epidural, dan depresi vasomotor karena anestesi yang dalam.4,6

C. Persiapan Anestesi pada Ibu Hamil : 1. Persiapan ibu : a. Untuk mencegah aspirasi dan mengurangi akibat aspirasi : 1) Pengosongan lambung 2) Netralisasi asam lambung 3) Mengurangi produksi asam lambung b. Untuk menghindari hipovolemi :

10

1) Pemasangan infuse, cairan RL atau NaCl 0,9% 500ml untuk cadangan seandainya terjadi perdarahan berlebihan selama pembedahan 2) Menyediakan darah 3) Untuk menghindari perdarahan setelah anak lahir disiapkan obat untuk merangsang kontraksi otot rahim. 2. Persiapan janin : a. Alat resusitasi bayi 1) Bayi lahir dengan operasi Caesar 5-10% depresi nafas berat. b. Tempat menghangatkan bayi 5,7

G. SCTP-EMERGENCY Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman daripada dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik operasi yang lebih sempurna dan anestesia yang lebih baik. Pembedahan yang dewasa ini paling banyak dilakukan ialah seksio sesaria

transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulan pembedahan ini adalah : perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak, bahaya peritonitis tidak besar, luka dapat sembuh lebih sempurna.8,9,10 Seksio sesar dipertimbangkan pada presentasi bokong, kelainan panggul (panggul sempit/patologis), janin besar diproporsi kepala panggul (nulipara berat badan janin lebih dari 3500g. multipara berat badan janin lebih dari 4000 g), riwayat obstetri jelek, cacat rahim, hipertensi dalam kehamilan (preeklamsia berat, eklamsia), ketuban pecah sebelum waktunya, kepala hiperekstensi, gawat janin, pertumbuhan janin terlambat berat, perematuritas, nulipara (primitua/infertil/ presentasi kaki), kemajuan persalinan terganggu (lihat Partograf WHO untuk presentasi bokong), nilai Zatuchi-Andros kurang atau sama dengan 3. Skor Zatuchi-Andros
Nilai Keterangan 0 1 2

11

Paritas Umur kehamilan

Nulipara -

Multipara 39 38 minggu 3629 3176 g Pernah 1 kali < 37 minggu

Tindakan : Skor< 3 : Seksio


<3175 g Pernah kali - 1 - 4 cm 2

minggu Taksiran berat janin Pernah presentasi bokong 3630 g Belum pernah Penurunan (station) Pembukaan -3 < 2 cm - 2 3 cm

sesar; Skor= 4 :

Reevaluasi, kalau tetap 4 lakukan seksio sesar; Skor>5 Pervaginam11,12

H. PRE EKLAMPSIA BERAT Pre-eklampsia umumnya didefinisikan sebagai hipertensi akut (tekanan darah 140/ 90 mm Hg) dan proteinuria ( 300 mg dalam 24 jam) pada atau setelah kehamilan 20 minggu. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut : kehamilan multifetal dan hidrops fetalis, penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus dan penyakit ginjal. Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi: 1. Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. 2. Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeclampsia. 3. Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua. 4. Kegemukan 5. Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar atau lebih. 6. Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi

12

hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik arthritis atau lupus. Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut penyakit teori; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.2 Penanganan pada preeklampsia berat adalah dengan pemberian obat antikejang

MgSO4 4gram (40% dalam 10cc) selama 15 menit secara IM agar menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serabut saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Pada transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps, sehingga pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, dan menyebankan aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium. Dan dilakukan terminasi kehamilan, karena pada kasus ini umur kehamilan pasien sudah 37 minggu

I. Disproposi Kepala Panggul


Definisi DKP adalah adanya ketidakseimbanngan antara luasnya panggul ibu dengan besarnya kepala janin.11

Etiologi Kemungkinan penyebab dari DKP meliputi 7 : a. Bayi besar (disproposi absolut)
o o o o

Faktor hereditas Postmaturitas Diabetes Multiparitas

b. Presentasi abnormal (disproposi relatif)

13

Janin normal lahir dalam posisi occipito anterior Jika kepala fleksi dengan baik kemudian kepala dalam posisi diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm ) dan akan mudah

melewati panggul. Pada presentsi diameter tang lain akan menghasilkan presentasi dengan diameter ang lebih besar (11.5 cm - 13.5 cm). c. Panggul kecil d. Kelainan bentuk panggul abnormal e. Kelainan traktus genital
o o o

Cervix : kekakuan kongenital, parut pasca operasi Vagina : septum kongenital Fibroid dapat menyebabkan obstruksi

Diagnosa a. Anamnesis 12 o Riwayat bedah cesar atas indikasi DK o Riwayat trauma atau penyakit panggul o Persalinan yang tidak maju. b. Pemeriksaan Fisik 12 o Hamil aterm, kepala belum masuk panggul. o Pemeriksaan panggul dalam panggul sempit. o Sudut Muller Kerr Monroe tumpul. Diagnosa dari DKP seringkali ketika perjalanan dari persalinan tidak adekuat dan terapi medis seperti oksitosin tidak berhasil dicoba. DKP sulit didiagnosa sebelum

persalinan dimulai jika bayi diperkirakan besar dan pangul ibu diketahui sempit. USG digunakan untuk memperkirakan ukuran janin, meskipun tidak 100 % akurat dalam menentukan berat badan janin. Pemeriksaan fisik khususnya pengukuran pelvis seringkali lebih akurat dalam menentukan diagnosa DKP.7 Untuk mengantisipasi adanya kecurigaan DKP bila terdapat : a) Tinggi badan kurang dari 145 cm b) Malnutrisi yang kronis c) Trauma yang menyebabkanfraktur pada panggul d) Gangguan neuromuskular e) Kyphoscoliosis

14

f) Riwayat obsterik jelek Penatalaksanaan 12 a. DKP berat yang mengakibatkan persalinan macet sectio cesaria b. DKP ringan dapat dicoba partus percobaan J. Kala I fase Laten Persalinan kala I adalah pembukaan yang berlansung antara prmbukaan nol sampai lengkap. Ditandai dengan : a) Penipisan pembukaan serviks b) Kontraksi uterus c) Keluar lendir bercampur darah Fase laten Suatu keadaan di mana pembukaan serviks berlangsung lambat, mulai dai pembukaan 0 sampai dengan pembukaan 3 yang berlangsung kira kira 8 jam

15

BAB III LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin No RM Diagnosis pre operatif : Ny. B.D. : 31 tahun : Perempuan : 01158105 :Preeklampsia berat ,DKP panggul sempit pada primigravida hamil aterm kala I fase laten. Pro SCTP-EM dengan RSAB, ASA I Macam Operasi Macam Anestesi Tanggal Masuk Tanggal Operasi : SCTP Emergency : Anestesi spinal : 29 Oktober 2012 jam 10.00 : 29 Oktober 2012 jam 16.45

B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI 1. Anamnesa a. Keluhan utama : Tensi Tinggi b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien adalah konsulan dari bagian Obsgyn dengan diagnosis preeklampsia berat DKP panggul sempit pada primigravida hamil aterm dalam persalinan kala I fase laten Datang seorang G1P0A0, usia 31 tahun, umur kehamilan 38+1 minggu kiriman dari bidan dengan keluhan tensi tinggi. Tensi tinggi sejak hamil tujuh bulan. Pasien tidak mengeluh sesak nafas, pandangan kabur, ataupun adanya kejang. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien merasa hamil 9 bulan, namun kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Lendir darah dan air kawah belum di rasakan keluar. Gerakan janin masih dirasakan. c. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat asma () Riwayat alergi ()

16

Riwayat hipertensi atau penyakit jantung () Riwayat DM () Riwayat gigi goyah () Riwayat gigi palsu (-) Riwayat operasi sebelumnya (-) d. Riwayat Kebiasaan : Riwayat merokok () Riwayat minum alkohol () Makan terakhir : jam 11.00, 29 Oktober 2012 Minum terakhir : jam 11.00, 29 Oktober 2012 Pemeriksaan Fisik: a. Keadaan umum : baik, CM, gizi kesan cukup, GCS E4V5M6 b. Vital sign : T N : : 170/100 mmHg 88 x/menit 20 x/menit 36,80C 75 kg 155 cm

Rr : t :

BB : TB :

c. Status Generalis : Mata Mulut : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor : malampati I

Jalan nafas : tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem (-), kekakuan sendi rahang (-), kaku leher (-) Thorax Cor Pulmo : retraksi (-) : BJ I II intensitas normal, reguler bising (-) : Suara dasar vesikuler : kanan/kiri = +/+ Suara tambahan whezing kanan/kiri = -/RBK kanan/kiri = -/RBH kanan/kiri = -/-

17

Abdomen : lihat status obstetri Ekstremitas : Oedem akral dingin

d. Status Obstetri Abdomen 1) Inspeksi :tampak membuncit, dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, striae alba (+), linea fuscha (+) 2) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal intra uterin, memanjang,

presentasi kepala, punggung kanan, kepala masuk panggul < 1/3 bagian, TFU : 38 cm ~ TBJ : 3800 gram, his (-) 3) Auskultasi: DJJ 12 13 12/12 12 112/12 13 12/reguler Genital VT : vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio

lunak, mendatar, kepala di Hodge I, kulit ketuban dan penunjuk sulit dinilai, air ketuban (-), STLD (-) 2. Pemeriksaan penunjang : a. Laboratorium Hemoglobin Hct Eritrosit Lekosit Trombosit Gol darah PT APTT b. USG : 1) Janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, DJJ ( + ) reguler 2) Fetal biometri : BPD 9,05; AC 34,8; FL 6,96; EFBW 3800 gr 3) Plasenta berinsersi di corpus kanan, grade II-III, air ketuban kesan cukup, tidak tampak jelas kelainan kelainan congenital mayor. Kesan janin saat ini dalam keadaan baik. 3. Kesimpulan : : 10,4 g/dl : 35 % : 4,71.106 ul : 8,6.103 ul : 415.10 ul : O : 13,3 detik : 31,9 detik
3

GDS Ureum Creatinin Albumin Natrium Kalium Clorida HbsAg

: 117 mg/dl : 14 mg/dl : 0,6 mg/dl : 3,5 g/dl : 140 mmol/L : 4,0 mmol/L : 107 mmol/L : Non reaktif

18

Kelainan sistemik Kegawatan Status fisik ASA C. RENCANA ANESTESI 1. Persiapan Operasi

:() :(+) : II E

a. Persetujuan operasi tertulis (+) b. Puasa > 6 jam c. Infus RL 20 tetes /menit 2. Jenis Anestesi 3. Teknik Anestesi 4. Premedikasi 5. Analgesi spinal 6. Maintenance 7. Monitoring : Regional Anestesi : Subaraknoid spinal anestesi : Ranitidine 50 mg, Piralen 10 mg : Bupivakain 12,5 mg, fentanyl 25 g : O2 3 lt/menit : tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman anestesi, cairan, perdarahan. 8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

D. TATALAKSANA ANESTESI 1. Di ruang persiapan a. b. c. d. e. f. g. Cek persetujuan operasi Periksa tanda vital dan keadaan umum Lama puasa > 6 jam. Cek obat-obat dan alat anestesi. Infus RL 40 tetes/menit. Posisi terlentang. Pakaian pasien diganti pakaian operasi.

2. Di ruang operasi a. Jam 16.00 : pasien ditidurkan di ruang operasi dengan posisi telentang, dilakukan pemasangan, manset, monitor. b. Jam 16.05 : mulai dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai berikut: 1. Pasien diminta duduk dengan punggung flexi maksimal.

19

2. Dilakukan tindakan antisepsis pada daerah kulit punggung bawah pasien dengan menggunakan larutan iodin 1% + Alkohol 70% 3. Menggunakan sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan

menyuntikkan jarum spinal no. 25 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horisontal ke arah kranial pada ruang antarvertebra lumbal 3-4. 4. Setelah jarum sampai di ruang subarachnoid yang ditandai dengan menetesnya cairan LCS, stilet dicabut dan disuntikkan Decain Spinal 0,5% 15 mg. 5. Lokasi penyuntikan ditutup dengan plester. 6. Pasien dikembalikan pada posisi terlentang dan kepala diekestensikan. Kanul oksigen dipasang pada hidung dengan maintenance O2 3 L/menit. c. Jam 16.10 : operasi dimulai, monitor tanda vital dan saturasi O2 tiap 5 menit selama operasi. d. Jam 16.15 : Infus diganti HES 500ml dipercepat e. Jam 16.25 : bayi dilahirkan perabdominal, jenis kelamin perempuan, berat badan 3800 gram, panjang badan 50 cm, APGAR 8-9-10, anus (+). Diberikan methergin 200 g IV, oxytosin 10 IU per drip. f. Jam 16.30 : plasenta dilahirkan per abdominal, kesan lengkap dengan insersio parasentral. g. Jam 16.45 : infus HES habis, diganti RL 500 cc tetesan dipercepat. h. Jam 17.00 : di injeksikan ketorolac 30mg IV Monitoring Selama Anestesi Jam 16.05 16.10 16.15 16.20 16.25 16.30 16.35 16.40 16.45 16.50 16.55 17.00 Tensi 155/85 140/75 140/85 143/86 128/70 145/82 130/70 125/75 127/70 118//65 120/70 120/70 Nadi 96 90 90 98 85 95 82 85 84 82 80 82 Sa02 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

20

3.

Di ruang pemulihan a. Jam 17.05 : pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar dalam keadaan sadar, posisi terlentang, diberikan O2 3 liter/menit, dan tanda-tanda vital dimonitoring tiap 5 menit. b. Jam 17.30 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Mawar 1. Monitoring Pasca Anestesi Jam 17.05 17.10 17.15 17.20 17.25 17.30 Tensi 120/70 120/70 120/70 120/80 120/80 120/80 Nadi 82 84 88 88 84 84 RR 20 20 20 20 20 20 Keterangan O2 3 L/menit, monitoring tanda vital

Bromage score < 2 Pasien dipindah ke Bangsal

4. Instruksi Pasca Anestesi a. Rawat pasien posisi setengah duduk, oksigen 3 L/mnt, kontrol tanda vital. Bila tensi turun dibawah 90/60mmHg, berikan loading kristaloid 250 cc / efedrin 5-10 mg. Bila muntah berikan injeksi Piralen 10 mg IV. Bila kesakitan berikan injeksi Ketorolac 30 mg IV. b. Lain-lain - Antibiotik sesuai bagian Obsgyn - Puasa sampai dengan flatus atau bising usus (+) - Post op cek Hb, bila <10 g/dl transfusi sampai dengan Hb> 10 g/dl. - Monitor tanda vital, kontrol balance cairan

21

BAB IV

PEMBAHASAN
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi pada wanita hamil yang akan melakukan persalinan. Karena dalam melakukan tindakan anestesi harus memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai demi menjaga keselamatan ibu, bayi, serta kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat melakukan tindakan anestesi pada wanita hamil, maka kita harus mengetahui perubahan-perubahan fisiologis wanita hamil serta efek masing-masing obat anestesi. Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki keuntungan yaitu: 1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan sadar. 2. Relaksasi otot yang lebih baik. 3. Analgesi yang cukup kuat.

A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK 1. Emergensi 2. Menyangkut dua nyawa yaitu nyawa ibu dan anak

B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH 1. Apabila tidak segera dilakukan pembedahan maka bisa mempersulit proses persalinan dan mengancam jiwa janin dan ibu. 2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi. 3. Resiko kerusakan organ yang diakibatkan pembedahan. 4. Obat-obat yang membantu kontraksi uterus harus dipersiapkan karena pengosongan uterus lebih cepat pada Sectio Caesaria dari pada pervaginam, untuk meminimalkan bahaya perdarahan pasca persalinan Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu dipersiapkan darah untuk mengatasi perdarahan.

22

C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI 1. Premedikasi Puasa pasien sudah mencapai 6 jam atau lebih. Pemberian ranitidine 50 mg dan metroclopamide 10 mg untuk mencegah mual muntah pasien selama dan sesudah operasi. 2. Analgesi spinal Pada kasus ini digunakan bupivakain 12,5 mg, karena mula kerjanya cepat, lebih kuat, lebih lama dibandingkan lidokain, dan aman untuk kehamilan karena paling minimal melintasi plasenta. Pada kasus ini ditambahkan fentanil 25 g (golongan opioid) yang dapat meningkatkan kualitas intraoperatif analgesia, memperpanjang durasi analgesik, tanpa mempengaruhi status klinis bayi baru lahir. Tidak ada aksi pada onset blok sensorik atau motor. 3. Maintenance Dipakai O2 3 liter/menit 4. Terapi Cairan a. Defisit cairan karena puasa 6 jam. 2 cc x 75 x 6 = 900 cc b. Kebutuhan cairan selama operasi besar 1 jam = kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang = (2 cc x 75 kg x 1 jam) + (6 cc x 75 kg x 1 jam) = 150 cc + 450 cc = 600 cc c. Pendarahan yang terjadi = 300 cc EBV = 70 x 75 kg = 5250 cc Jadi kehilangan darah = 300/5250 x 100% = 5,71 % Kehilangan darah < 10 % ,diganti dengan cairan koloid 500 cc Produksi urine jam I = 100 cc d. Kebutuhan cairan basal total Jam I = (1/2 x 900) +600 = 1148 cc Jam II = (1/4 x 900) + 600 = 902 cc Jam III = (1/4 x 900) + 600 = 902 cc Jam IV = 600 cc

23

e. Cairan yang sudah diberikan : Pra anestesi : 700 cc Saat anestesi : kristaloid 700 cc, koloid 500 cc Pada kasus ini, yang dilakukan anestesi spinal, saat operasi terjadi penurunan tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal biasanya sering terjadi. Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal. Hipotensi terjadi karena : 1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put. 2. Penurunan resistensi perifer. Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk menghindari cedera ginjal, jantung dan otak, di antaranya dengan memberikan oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus dan jika perlu diberikan vasokonstriktor seperti pada pasien ini diberikan efedrin 10 g yang telah diencerkan jika tekanan sistolik dibawah 100 mmHg. Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk mengatasi bradikardi yang terjadi dapat diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV. Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot pernafasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami kesulitan bernafas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang adekuat dan pengawasan terhadap depresi pernafasan yang mungkin terjadi.

24

BAB V PENUTUP

Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar tindakan anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi. Anastesi umum dalam persalinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan ibu dan bayi. Dalam hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar-benar diperhatikan agar tidak mendepresi janin, dimana hampir semuanya dapat mendepresi nafas janin. Pada laporan ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi regional dengan menggunakan teknik anestesi spinal pada preeklampsia berat pada primigravida kala I fase laten ASA I dengan menggunakan induksi Bupivakain 12,5 mg dan Fentanyl 25 g, maintenance O2 3 lt/menit. Pemeriksaan pre anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi, melalui pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga komplikasi anestesi dapat diantisipasi ataupun ditekan seminimal mungkin. Seperti pada kasus ini kemungkinan hipotensi yang dapat terjadi sudah diantisipasi. Walaupun terjadi hipotensi penanganan segera yang dibutuhkan sudah tersedia sehingga akibat dan komplikasi yang dapat ditimbulkannya ditekan seminimal mungkin. Penatalaksanaan operasi dan penatalaksanaan anestesi pada kasus ini terdapat komplikasi hipotensi tetapi secara umum berjalan lancar karena persiapan operasi baik pre operasi dan selama operasi sudah baik di bangsal.

25

Tabel 1. Aldrete Scoring System No. Kriteria 1 Aktivitas motorik 3 Sirkulasi 4 Kesadaran 5 Warna kulit Skor Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas 2 atas perintah atau secara sadar. Mampu menggerakkan 2 ekstremitas atas 1 perintah atau secara sadar. Tidak mampu menggerakkan ekstremitas 0 atas perintah atau secara sadar. 2 Respirasi Nafas adekuat dan dapat batuk Nafas kurang adekuat/distress/hipoventilasi Apneu/tidak bernafas Tekanan darah berbeda 20% dari semula 2 1 0 2

Tekanan darah berbeda 20-50% dari 1 semula Tekanan darah berbeda >50% dari semula Sadar penuh Bangun jika dipanggil Tidak ada respon atau belum sadar Kemerahan atau seperti semula Pucat Sianosis 2 1 0 2 1 0 0

Aldrete skor 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.

26

Tabel 2. Steward Scoring System No. Kriteria 1 Kesadaran 2 Jalan napas Bangun Respon terhadap stimuli Tak ada respon Batuk atas perintah atau menangis Mempertahankan jalan nafas dengan baik Skor 2 1 0 2 1

Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan 0 nafas

Gerakan

Menggerakkan anggota badan dengan tujuan Gerakan tanpa maksud Tidak bergerak

2 1 0

Mallampati Test

1. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan intubasi. Penilaiannya yaitu: i. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding posterior oropharynk, tonsilla palatina dan tonsilla pharingeal ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula, dinding posterior uvula iii. Mallampati III : palatum molle, dasar uvula iv. Mallampati IV : palatum durum saja

27

Robertson Test

1. Pernafasan Kemampuan untuk mempertahankan pernafasan, penilaiannya : 20-30 detik = normal 15-19 detik = baik 10-14 detik = cukup 1-9 detik = buruk 0 detik = tidak ada

2. Fonasi 3. Diadochokinesis Mampu untuk mengulangi oo-ee dengan cepat (N) Mampu untuk mengulangi pa-pa dengan cepat (N) Mampu untuk mengulangi la-la dengan cepat (N) Mampu untuk mengulangi ka-la dengan cepat (N) Mampu untuk mengulangi p-t-k dengan cepat (N)

Apache III Test

Test ini menggabungkan dan menilai beberapa variabel, yaitu beberapa diantaranya seperti : a. variasi variabel fisilologik (seperti mean arterial pressure, temperatur, tekanan parsial arteri oksigen, alveolar arterial O2 difference, frekuensi nadi dan pernapasan) b. nilai laboratorium (beberapa seperti hemoglobin, kreatinin, hitung sel darah putih) c. usia d. variabel penyakit kronik e. status neurologik /Glasgow Coma Scale (GCS)

28

29

30

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta. 2. Rustam M, (1998). Sinopsis Obstetri, jilid I edisi 2, cetakan I, EGC, Jakarta. 3. Cunningham F.G., et al. (1995). Obstetri Williams, edisi 18, editor Devi H.R., EGC, Jakarta. 4. Boulton T.H., Blogg C.E., (1994). Anesthesiology, cetakan I. EGC, Jakarta. 5. Morgan G.E., Mikhail M.S., (1992). Clinical Anesthesiology. 1st ed. A large medical Book 6. Kumpulan protokol, (2008), Penanganan kasus Obstetri & Ginekologi, Lab/SMF obsgyn FK UNS / RSUD dr Moewardi Surakarta. 7. Michael B D., (1994),Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 8. Ery L., (1998), Belajar Ilmu Anestesi. FK Univ. Diponegoro. Semarang. 9. Agus R., (2003), Buku Pelatihan Penaggulangan Penderita Gawat Darurat Bagi Dokter. FK Univ. Sebelas Maret. Surakarta. 10. Hanifah M., (2005), Buku Saku Internoid. FK Univ. Gajah Mada. Yogyakarta. 11. Sunita A., (2005), Penuntun Diet. Cetakan kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 12. Prawirohardjo, Sarwono, Ilmu Kebidanan, edisi ke 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2007.

32

You might also like