You are on page 1of 13

PROPOSAL

Kerjasama penanaman jabon

cv.agro berkah lestari


: Ir. Sucahno 08164823644 , 081382627228
Contact Person

I. Pendahuluan

1.I Latar Belakang Penggagasan bisnis melalui pemberdayaam masyarakat yang peduli lingkungan dengan program penanaman jabon sebagai bahan baku industri kayu dilatarbelakangi oleh 2(dua) hal, yaitu pengentasan kemiskinan masyarakat dan juga krisis kayu sebagai bahan baku industri.

A. Krisis kayu sebagai bahan baku industri. Kementrian Kehutanan Republik Indonesia menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun dari tahun 1985-2005, total kerusakan hutan mencapai 59,6 juta hektar. Kurun waktu tersebut terbagi dalam 3 periode, yaitu periode 1985-1997 dimana laju kerusakan hutan mencapai 1,87 juta hektar per tahu., periode 1997-2000 dimana laju kerusakan hutan 2,83 juta hektar per tahun, dan periode 2000-2005 dimana kerusakan hutan mencapai 1,188 juta hektar per tahun. Pada tahun 2006, kementrian kehutanan telah menghijaukan 2 juta hektar hutan tanaman industri, disusul tahun 2007 seluas 4 juta hektar (sinar harapan, 4 mei 2007). Terkait usaha pemulihan kerusakan hutan Indonesia, Profesor Soekotjo dari Universitas Gadjah Mada menyatakan perlu 40 tahun untuk memulihkannya. Adanya krisis terhadap bahan baku kayu pada industri-industri berbahan dasar kayu menyebabkan dampak yang cukup besar. Kekurangan bahan baku ini menyebabkan terjadinya pengurangan produksi industri tersebut yang juga berdampak terhadap tingginya harga produk berbahan dasar kayu.

C. Pemberdayaan masyarakat Ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya manusia sangat menentukan keberhasilan penanaman tanaman jabon ini. Dalam penanaman jabon inidiperlukan teknologi yang tepat di wilayah pedesaan guna menyerap banyak tenaga kerja dari masyarakat sekitar. Pada konsep penanaman jabon ini melibatkan sejumlah masyarakat dalam proses penyiapan lahan penanaman, pemupukan, perawatan, dan pemanenan. Selain sumber daya manusia yang dilibatkan, sektor lain yang terkait dengan kegiatan ini adalah sektor transportasi, misalnya truk pengangkut bibit, pupuk, dan kayu hasil panen. Hal ini membuka peluang kerja baru bagi masyarakat dan hal ini diharapkan secara bertahap mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar area penanaman tanaman jabon.

1.2 Tujuan Penyusunan proposal ini bertujuan untuk :

1. Memberikan gambaran kemajuan kegiatan penanaman jabon yang telah ada saat ini 2. Memberikan informasi secara detail mengenai latar belakang kegiatan, manfaat kegiatan serta dampak kegiatan yang diharapkan dapat memberikan alternative pendapatan kepada masyarakat lokal. 3. Memperoleh dukungan dan jaminan pemasaran dari pihak industri berbahan baku kayu. Hal ini akan memberikan ketenangan kepada petani dalam hal pemasaran produk kayu jabon yang dihasilkan nanti. Sehingga diharapkan dalam proses pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan jabon dan selanjutnya akan terus dikembangkan paa wilayah lain secara bertahap. 4. Memperoleh dukungan modal dari investor untuk ekspansi dan pengembangan kegiatan. 5. Mendapatkan dukungan dari pemangku wilayah dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat. 6. Mendapatkan sertifikasi hasil tanaman berupa kayu jabon pada tahap pertama ini.

II. Peluang Bisnis

2.1 Mengapa memilih jabon Tanaman jabon menjadi salah satu jenis tanaman yang layak untuk dikembangkan ketika Indonesia mengalami krisis bahan baku industri. Beberapa alasan yang mendasari pemilihan jabon adalah produktivitasnya yang tinggi, pertumbuhan yang cepat, tingkat adaptasi yang baik terhadap berbagai factor lingkungan, nilai ekonomis yang tinggi serta daya serap pasar yang tinggi. Krisis bahan baku industri kayu menuntut penyediaan kayu dengan sesegera mungkin dengan tetap berorientasi pada bisnis. Cara yang ditempuh adalah dengan menanam tanaman

dengan tingkat pertumbuhan cepat melalui gerakan swadaya oleh masyarakat yang tinggal sekitar hutan. Jati dan beberapa tanaman lain dalam hal ini digunakan sebagai pembanding . Diketahui jati mempunyai daya adaptasi tinggi, kualitas kayu bagus, nilai ekonomis juga tinggi, tetapi di sisi lain jati memerlukan masa tanam yang lama. Disamping itu pasar jati dirasakan kurang baik mengingat jati hanya digunakan sebagai bahan baku mebel, sehingga penanaman jati secara masal dengan berorientasi pada bisnis merupakan pilihan yang kurang cepat dan tepat. Karena faktor waktu dan pasar. Demikian pula mahoni,mindi, akasia, dan sono, waktu dan pangsa pasar menjadi factor negative dalam pemilihan tanaman menjadi andalan bahan baku industri. Sengon laut merupakan tanaman dengan pertumbuhan yang cepat, daya serap pasar tinggi, nilai ekonomis tinggi, akan tetapi survival rate rendah dan tingkat adaptasi terhadap lahan kurang baik, penanaman awal harus rapat agar dihasilkan kayu berkualitas baik, serta jenis hama yang banyak. Pemilihan sengon dalam produksi/penanaman masal terganjal pada tingkat kesulitan dalam perawatannya Keunggulan jabon secara fisik sehingga dipilih dalam program penanaman jabon antara lain tinggi pohon yang mencapai 45 meter dengan tinggi bebas cabang 30 meter dan bertekstur halus. Diameter pohon sampai 160 cm, batang lurus berbentuk silindris, tajuk tinggi dengan cabang mendatar. Cabang-cabang jabon dapat mati dengan sendirinya sehingga memudahkan perawatan (tidak memerlukan penyiangan) serta tidak memerlukan proses penjarangan karena sifat batang yang lurus. Jabon termasuk jenis pionir yang dapat membentuk kelompok hutan yang bebas persaingan cahaya, pertumbuhan diameter dapat mencapai 10 cm per tahun dalam kondisi lingkungan yang optimal. Jabon dalam industri diolah menjadi korek api, pensil, sumpit, peti kemas, bahan baku kerajinan dan mainan, bahan baku pulp, dan kayu lapis.

2.2 Pola pemberdayaan masyarakat Program penanaman jabon melalui pemberdayaan masyarakat berorientasi pada bisnis, yaitu berorientasi pada keuntungan yang besar dalam waktu yang singkat. Dengan begitu tujuan pola pemberdayaan masyarakat berupa peningkatan penghasilan petani dan masyarakat di sekitar hutan dapat diwujudkan. Pola aliran dana dari masyarakat (investor) menuju kawasan pengembangan tanaman jabon (desa) diharapkan dapat menolong kegiatan perekonomian desa

dan sekaligus menjadi peluang usaha kepada masyarakat desa untuk lebih mengoptimalkan potensi wilayahnya dengan penanaman jabon. Dengan terbukanya lapangan kerja baru di desa diharapkan dapat merubah pola pikir masyarakat desa yang kebanyakan ingin berurbanisasi ke kota menjadi tetap ingin bertahan di desanya dan juga masyarakat desa yang kurang memperhatikan kelestarian hutan, sekarang ikut memelihara dan menjaga hutan. Pada program penanaman jabon dengan pola pemberdayaan masyarakat, pendapatan masyarakat diharapkan dapat meningkat. Disamping itu, masyarakat diberikan kesempatan sebagai berikut : 1. Petani pemilik lahan diajak bermitra oleh investor 2. Biaya penanaman dan perawatan (termasuk pemupukan) ditanggung oleh investor dengan besar biaya yang telah ditentukan. 3. Pihak pengelola bertanggung jawab menyediakan bibit , manyiapkan tenaga ahli, koordinasi keamanan, merawat hingga siap tebang, mencarikan pasar dan menjembatani pembelian kayu jabon hasil panen sebagai bahan baku industri dengan harga transparan. 4. Pengelola dan investor mempunyai hak mengawasi tanaman jabon. 5. Investor mengetahui lahan yang dikelola oleh mitranya .

III. Pengelola dan Pengembangan

3.2 Sistem Pengelolaan Sistem yang dikembangkan dalam pengelolaan penanaman jabon adalah dengan pola kemitraan. Pola ini memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk menikmati sumberdaya alam yang dimiliki. Pola ini juga memberikan kesempatan kepada masyarakat lain yang tidak memiliki lahan yang menjadi sumberdaya pendukung seperti dalam kegiatan penanaman, pemupukan, perawatan dan juga di akhir kegiatan yaitu pemanenan. Konsep ini diharapkan meminimalkan jurang pemisah antara investor dan masyarakat lokal dalam hal sharing sumberdaya alam. Contoh kasus di papua menjadikan sadar bahwa kekayaan alam Indonesia seharusnya tidak hanya dinikmati oleh segelintir manusia saja bahkan orang asing, namun masyarakat lokal menjadi tumpuan dalam utama dalam peningkatan sumber pendapatan dan penghasilan sehingga output berupa peningkatan pendapat keluarga, membuka

lapangan kerja, pemberdayaan lahan non produktif yang diharapkan akan memberikan outcome berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih luas. Secara rinci, pola kemitraan yang dikembangkan sebagai berikut. Ivestor yang bergabung dalam program penanaman jabon telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan beberapa poin penting antara lain : 1. Pihak pengelola menyediakan bibit pohon, Koordinasi keamanan dengan pihak pihak terkait, tenaga ahli tanaman jabon 2. Investor menyediakan biaya pemupukan dan biaya pemeliharaan sampai dengan tanaman siap dipanen. 3. Proporsi pembagian hasil panen Pemilik Lahan , Pengelola , investor 25: 35: 50 4. Harga jual panen sesuai harga pasar yang terbaik 5. Kerugian akibat force majeure menjadi tanggung jawab semua pihak. 6. Serah terima lahan setelah panen dilakukan dalam bentuk berita acara yang ditandatangani oleh kedua pihak. 7. Perjanjian dan segala akibat hukumnya telah disepakati kedua belah pihak untuk memilih tempat kediaman hukum yang tetap dan tidak berubah di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat

3.3 Sistem Pengembangan Pengembangan program dilakukan dengan melakukan evaluasi dan monitering secara periodic. Pada dasarnya kegiatan ini dikembangkan secara bertahap untuk menjaga kontinuitas dalam mensuplai bahan baku kayu pada sektor industri. Kontinuitas ini dipertahankan dan diupayakan tidak hanya dari segi ketepatan jumlah, ketepatan ukuran dan ketepatan kualitas juga akan kami pertahankan. Sistem penanaman berpindah diterapkan pada lahan yang telah jenuh dan pengembangan dilakukan pada wilayah yang belum jenuh. Pada kawasan yang telah ditanami jabon secara dua periode secara berturut-turut dilakukan perbaikan tanah dengan penanaman jenis tanaman semusim seperti palawija untuk menjaga daur nutrient kembali normal. Ekstensifikasi wilayah dilakukan dengan melakukan pembinaan dan dialog dengan pemangku wilayah (Camat, Bupati, dan Wali kota) terhadap lahan yang dianggap masih belum

diberdayakan dan menjadi lahan tidur untuk dimanfaatkan menjadi hutan tanaman rakyat berupa penanaman jabon. Dengan dukungan oleh sektor industri kayu untuk jaminan kepastian penyerapan hasil panen, program ini akan terus dikembangkan ke sejumlah wilayah potensial di seluruh Indonesia

IV. Kesimpulan
4.1 Kesimpulan Dari uraian yang telah kami uraikan di atas bahwa: 1. Jabon merupakan tanaman potensial yang memiliki nilai ekonomis penting yang dapat dijadikan dalam penggerak ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan lahon non produktif unuk menjadi lahan produktif penanaman jabon. 2. Pola kemitraan yang dikembangkan diharapkan menjadi jembatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan masyarakat marjinal (desa) yang bertumpu pada sumberdaya alam secara mutlak. 3. Kepastian jaminan pemasaran memberikan kepastian kepada masyarakat akan serapan pasar pada produk kayu jabon yang dihasilkan, sehingga dalam kegiatan ini ada kepastian dan optimisme dari pelaku yang terlibat. 4. Produk kayu jabon akan menjadi produk andalan era pasar bebas.

4.2 Saran

Pada kesempatan kali ini penulis menyarankan bahwa pengembangan program penanaman jabon akan berhasil dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, mulai dari petani dan pemangku wilayah serta investor dan pengelola. Dengan semakin solidnya koordinasi dari berbagai unsure tersebut, diharapkan kemajuan program penanaman jabon dapat terwujud. Terakhir, kita harus bertawakal kepada allah terhadap kesuksesan program ini, karena hanya Dialah yang menguasai segala hal di muka bumi ini.

V. Estimasi Keuntungan
Berikut ini kami sampaikan estimasi secara kasar mengenai perhitungan keuntungan dan bagi hasil yang didapat antara investor, pemilik lahan dan pengelola. Luasan lahan sample adalah 1 Ha dengan jumlah penanaman bibit jabon sebanyak 700 batang.

Lahan Bibit Masa panen Ukuran panen Tinggi pohon Volume kayu Estimasi harga kayu Biaya investasi

: 1 Ha : 780 batang : 5-6 tahun : Diameter pohon rata-rata 40 cm : Tinggi bebas cabang 12 meter : Rata-rata 1.3 m3 : Rp. 900.000,- / m3 : Rp. 40.000.000,- / Ha = Volume x Jumlah pohon x Harga kayu / m3 = 1.3 m3 x 780 batang x Rp900.000,-

Hasil panen / Ha

= Rp. 912.600.000,-

Biaya yang dikeluarkan pada panen antara lain : 1. 2. 3. Biaya tebang dan angkut/pohon Rp. 100.000,- x 780 batang = Rp. 78.000.000 Sumbangan kas desa 2.5% Zakat 2.5% Rp. 20.865.000,Rp. 20.865.000

Setelah dikurangi biaya tersebut diatas, maka masih tersisa Rp.792.870.000,-

Maka perhitungan keuntungan berdasarkan proporsi didapatkan : 1. 2. 3. Investor 50% Pengelola 25% Pemilik lahan 25% = Rp. 396.435.000,= Rp 198.217.500,= Rp. 198.217.500,-

Perincian biaya
1. Pembersihan lahan 2. Biaya Penanaman Dengan rincian : Bibit Upah tanam dan gali Pupuk kandang 30kg Pupuk anorganik Anti rayap Rp 2.500/pohon Rp 3.000/pohon Rp 10.500/pohon Rp 2.000/pohon Rp 1.000/pohon Rp 19.000/pohon 1ha = 780pohon = Rp 14.820.000 Rp.22.180.000/ha Rp 3.000.000/ha Rp 14.820.000/ha

3. Perawatan selama 5 tahun Dengan rincian : Pemupukan anorganik ke 2 Pemupukan Organik ke 2 Rp 1.400.000/ha Rp 7.480.000/ha

Penyemprotan pestisida (selama 3 tahun) Perawatan selama 5 th (penyiangan dan penjagaan lahan) Biaya tak terduga

Rp 3.000.000/ha Rp 8.000.000/ha

Rp.2.300.000/ha

Rp 22.180.000/ha

Rp 40.000.000/ha

PAKET HEMAT
Jenis Paket PAHE 1 PAHE 2 PAHE 3 PAKET PANAS PAKET SUPER Nilai Investasi 5.000.000 10.000.000 15.000.000 20.000.000 30.000.000 Jumlah Pohon 125 250 350 500 700 Laba Investasi 35.000.000 75.000.000 125.000.000 175.000.000 334.000.000

PAKET KOMPLIT

40.000.000

780

396.435.000

VI. Struktur Organisasi Pengelolaan

Gambar 1. Badan struktur organisasi pengelolaan penanaman jabon.

Gambar .1. Bibit jabon 2 minggu

Gambar.2. Bibit jabon 1 bulan

Gambar .3. Bibit jabon siap tanam

Gambar .4. Pohon Jabon umur 6 bulan

Gambar .5. Pohon Jabon umur 1 tahun

You might also like