You are on page 1of 11

Nim :

1209404053

Mata kuliah: Retorika Jurusan: PMI B

Berbagai pengertian retorika

Retorika (dari bahasa Yunani

, rhtr, orator, teacher) adalah sebuah

teknikpembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melaluikarakterpembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskandalamsebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos'atau PlatomenulisdalamGorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknikpers uasipolitikyangbersifattransaksional dengan menggunakan lambang untuk

mengidentifikasipembicaradenganpendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasisalingbekerjasamadalammerumuskan nilai, keprcayaan dan

pengharapanmerekaIniyangdikatakanKennethBurke(1969)sebagaikonsubstansiaas denganpenggunaanmediaoralatautertulis,bagaimanapun, definisi dari retorika

telahberkembangjauhsejakretorikanaiksebagai bahan studi di universitas. Dengan ini,adaperbedaanantararetorikaklasik(dengandefinisi diatas) dan praktek kontemporer yang dari sudah disebutkan yang

retorika

termasuk analisa atas teks tertulis dan visual. Dalam doktrin retorika Aristoteles[1] terdapat tiga teknis alat persuasi politik yaitu deliberatif, forensikdan demonstratif. Retorika deliberatif

memfokuskan diri pada apayang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang.Retorika forensik lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran. Retorika demonstartif memfokuskan padaepideiktik, wacana memuji atau penistaan dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.

Retorika! Retorika adalah sebuah teknik/seni dalam membujuk secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen, dan keterampilan teknis. Retorika sering juga disebut sebagai pidato, karena retorika dapat meningkatkan kualitas eksistensi ditengah-tengah orang lain. Bukan hanya sekedar berbicara, seperti yang dikatakan oleh filsuf dari negeri bambu China,orang yang menembak banyak, belum tentu seorang penembak yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai bicara.. Tetapi retorika adalah berbicara yang menarik, informatif, terkadang menghibur dan berpengaruh. Retorika adalah seni berbicara. Seni komunikasi yang membuat buaanyak individu di dunia ini yang menjadi luar biasa ketika mereka angkat bicara. Retorika juga lazim digunakan untuk mematahkan argumen lawan berbicara. Contoh para tokoh-tokoh retorika adalah Coraz,Tisias, dan Gorgias di awal-awal, lalu dilanjutkan oleh Plato, Aristoteles yang membuat retorika menjadi lebih ilmiah dan sistematis, yang kemudian hari di lanjutkan oleh Cicero dan Quintilian saat zaman romawi.

Aristoteles, seorang filsuf klasik kenamaan Yunani berpikir lebih positif terhadap retorika dibandingkan dengan pendahulunya, Socrates dan Plato. Socrates menunding bahwa retorika sebagai seni menipu yang hanya membuahkan keadilan semu. Dan Plato yang sebenarnya menapik teknik-teknik retorika. Yang menurut Plato, persuasi (retorika) bertentangan dengan usaha untuk memperoleh pengetahuan. Karena mereka bukanlah seorang ahli tapi hanyalah seseorang yang membuat keyakinan (manipulatif) kepada orang-orang yang mendengarkannya dan dapat membuat mereka menjadi tersesat jikalau mengatakanyangbenaradalahsesat!.

Sedangkan Aristoteles menyebutkan bahwa terdapat tiga alat teknis persuasi politik, yaitu retorika delibratif, forensik, dan demonstratif. Retorika delibratif berarti menfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemuan hari

apabila sesuatu diterapkan pada saat sekarang. Retorika delibratif ini berarti memprediksi tentang masa depan dengan mempelajari kebijakan-kebijakan yang diterapkan hari ini. Retorika delibratif ini cocok untuk keperluan politik dan perundangan, dikarenakan retorika ini lebih tenang dan penuh dengan pertimbangan, sehingga setiap kata yang terkandung didalamnya mengarah pada halyangbaikdanbijaksana. Alat persuasif politik selanjutnya adalah retorika forensik yang memfokuskan diri pada apa yang terjadi di masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidaknya sesuatu, atau sebuah pertanggungjawaban/ganjaran. Retorika forensik mempelajari tentang pengalaman-pengalaman di masa lalu, seperti kekeliruan tindakan, penyebabnya, dan motif-motifnya hingga dapat

mempertimbangkan kebijakan-kebijakan di masa mendatang dan bersifat yuridis. Alat teknis persuasi terakhir adalah retorika demonstratif yang berfokus untuk memuji ataupun penistaan dengan tujuan memperkuat sifat buruk/baik sesorang, gagasan ataupun komunitas. Oratori epideiktik ini mencerminkan kebaikan dan kejahatan.

Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) adalah salah satu contoh retoris ternama! Dengan kemampuan retorikanya yang penuh dengan argumentasiargumentasi logis, juga dengan semangat keadilan yang bersifat pro rakyat, membuat dirinya mampu mencapai kekuasaan di Repulik Roma, walaupun bukan seseorang yang berdarah biru, tetapi beliau dapat mendaki kesuksesan menjadi seorangconsuldiRepublikRoma.

Yaa itulah retorika, sebuah seni berbicara yang dapat menghanyutkan para pendengarnya untuk tidak berkedip sedikit pun ketika sang orator mulai beraksi. Yaa! Retorika adalah salah satu senapan yang harus dimiliki oleh para po litikus untuk menyampaikan maksud, tujuan, dan kebenaran-kebenaran lainnya untuk kesejahteraan banyak orang. Tapi ingatlah kawan-kawan, ketika kita sedang beretoris, janganlah sampai menjadi burung beo yang indah suaranya, tapi jadilah

juga orang yang berintegritas! Menyampaikan kebenaran dan melakukan kebenaran! tp://adhamaskipangeran.blogspot.com/2010/04/retorika.html KOMUNIKASI DAN RETORIKA

Retorika Sebagai Cikal Bakal Ilmu Komunikasi Pada mulanya retorika merupakan cara pengungkapan pikiran dan perasaan manusia terhadap sesamanya telah ada seiring munculnya manusia di bumi ini. Retorika menjadi bahan kajian proses pernyataan antarmanusia sebagai fenomena sosial mulai Abad V SM. Di Yunani dan Romawi. Di Yunani dipelopori oleh Georgias (480-370 SM). Seiring dengan mulai dikembangkannya sistem pemerintahan demokrasi, maka retorika yang diajarkan Georgias adalah bagaimana mengembangkan kemampuan seni berpidato demi tercapainya tujuan pencapaian kekuasaan dalam pemerintahan (dibenarkan dengan pemutarbalikan fakta untuk menerik perhatian khalayak). Jadi retorika berperan penting bagi persiapan seseorang untuk menjadi pemimpin.

Menurut Protagoras (500-432 SM) menyatakan bahwa retorika sebagai kemahiran berbicara bukan demi kemenangan melainkan demi keindahan bahasa. Socrates (469-399 SM) menyatakan bahwa retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya, karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya. Plato yang merupakan murid utama Socrates, menyatakan bahwa pentingnya retorika adalah sebagai metoda pendidikan dalam rangka mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan dalam rangka upaya mempengaruhi rakyat. Aristoteles (384-322) sebagai pemuka berbagai disiplin ilmu memandang retorika sebagai bagian dari filsafat, pendapatnya dikutip oleh Onong Uchjana Effendi dalam buku Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi menyatakan bahwa :

Anda dalam retorika terutama menggelorakan emosi, itu memang baik, tetapi ucapan-ucapan anda tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Tujuan retorika yang

sebenarnya dalah membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan pembuktiannya. Ini terdapat pada logika. Retorika hanya menimbulkan perasaan seketika, meski lebih efektif daripada silogisme. Pernyataan pokok bagi logika dan bagi retorika akan benar apabila telah diuji oleh dasar-dasar logika.(1993 : 4)

Selanjutnya bagi Aristoteles retorika adalah seni persuasi, suatu uraian yang harus singkat, jelas, dan meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive), mendorong (suggestive), dan mempertahankan (defensive).

Di Romawi retorika dikembangkan oleh Marcus Tulius Cicero (106-43 SM) yang terkenal karena bukunya yang berjudul de Oratore. Ia mengembangkan kecakapan retorika menjadi ilmu. Menurut Cicero sitematika retorika mencakup dua tujuan pokok yang bersifat suasio (anjuran) dan dissuasio (penolakan). Pada masa itu tujuan pidato dihadapan pengadilan adalah untuk menyadarkan publik tentang halhal yang menyangkut kepentingan rakyat, perundang-undangan negara, dalam keputusan-keputusan yang akan diambil. Hal ini, menurut Cicero hanya dapat dicapai dengan menggunakan teknik dissuasio, apabila terdapat kekeliruan atau pelanggaran dalam hubungannnya dengan undang-undang, atau suasio jika akan mengajak masyarakat untuk mematuhi undang-undang dan keadilan.

Sebagai orator termasyur, retorika gaya Cicero meliputi tahap-tahap sebagaiberikut: Investio, mencari bahan dan tema yang akan dibahas. Bahan yang telah diperoleh disertai bukti-bukti pada tahap ini dibahas secara singkat dengan menjurus kepada upaya-upaya: mendidik membangkitkankepercayaan menggerakkanperasaan Ordo collocatio, penyusunan pidato dengan mengolah kata-kata menjadi aspek-aspek tertentu berdasarkan pilihan yang paling penting, kurang penting, dan tidak penting.

Susunanpidatosistematikanyaterbagidalam: exordium(pendahuluan) narratio(pemaparan) conformatio(peneguhan) reputatio(pertimbangan) peroratio(penutup)

Perkembangan selanjutnya penggunaan retorika bukan hanya pidatopidato, khotbah, ceramah tetapi lebih banyak dipakai untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan negara, dengan masyarakat negara, bahkan hukum negara. Sehingga hal ini di Eropa Continental, terutama di Jerman, perkembangan retorika ini dinamakan Publisistik, sedang untuk Anglo Saxon, terutama Inggris dan Amerika Serikat, digunakan istilah Communication.

Dari Retorika Ke Publisistik Publisistik secara etimologis berasal dari Bahasa Latin kata sifat publicus dan kata benda populus berarti : pertama; ditujukan kepada rakyat; milik negara ataupun atas ongkos negara. Juga kata bantu publice dari kata kerja publicare berarti demi kepentingan negara ataupun atas perintah negara. Akhirnya kata publicaremendapat arti : terbuka untuk umum ataupun mengumumkan. Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Dimensi-dimensi Komunikasi bahwa : Penyelidikan dan ajaran yang secara khusus memperhatikan masalah umum mengenai pengarahan, penghimpunan, dan pemberian pengaruh secara rokhaniah, merupakan sebuah ilmu yang disebut Publisistik. (1981 : 3 4). Walter Hagemann mendefinisikan publisistik secara singkat, yaitu : die Lehre von der offentlichen Aussage aktueller (ajaran tentang pernyataan umum mengenai isi kesadaran yang aktual). Adinegoro dalam buku Publisistik Dan Jurnalistik menyatakan bahwa : Publisistik ialah ilmu pernyataan antar manusia yang secara umum lagi aktuil, dan bertugas menyelidiki secara ilmiah pengaruh pernyaan itu dari mulanya

ditimbulkan orang sampai tersiar dalam pers, radio, dan sebagainya serta akibatnya kepada si penerima pernyataan-pernyataan itu.

Definisi Adinegoro tersebut dijelaskan sebagai berikut : Ke-1 (genus) : Pernyataan antar manusia Ke-2 (species) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil Ke-3 (differentia specifia) : Pernyataan yang bersifat umum lagi aktuil dalam pers, dalam radio, pidato, dsb. Ke-4 (accidensproprium) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil yang bersifat pemberitahuan, penerangan, propaganda, agitasi, reklame, dan penghibur. Ke-5 (accidens simpliciter) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil yang terpimpin.

Publisistik secara tradisional berkembang dari akar yang kuat, dari retorika. Setelah ditemukannya alat cetak menyebabkan timbulnya surat kabar, timbullah ilmu yang mempelajari persuratkabaran (diJermandisebutZeitungswissenschaft sedang di Inggris Journalism). Perkembangan dari Zeitungswissenschaft / Journalism ke publisistik tersebut disebabkan : Pertama : Khalayak membutuhkan ilmu pernyataan umum semakin mendesak, ketika munculnya radio dan film sebagai alat pernyataan publisistik baru. Kedua : objek penyelidikan Zeitungswissenschaft / Journalism gejala surat kabar belum mencapai inti dari segala pernyataan umum yakni fungsi sosial, bahwa alat-alat komunikasi mendukung dan menyatakan segala kesadaran yang disampaikan kepada orang-orang lain dengan tujuan agar orang lain tersebut menjadi sama arah dengan yang menyatakannya. Publisistik dapat digolongkan menjadi suatu ilmu, karena telah memenuhi syarat sebagai suatu ilmu, telah disusun secara sistematis, mempunyai objek

tertentu, mempunyai metoda tertentu dan berlaku universal, serta telah dipraktek semenjak masa Socrates, Plato, Aristoteles, Demonsthenes, Cicero, dan lain-lain. http://kampuskomunikasi.blogspot.com/2008/06/komunikasi-dan-retorika.html PEPATAH klasik mengingatkan bahwa berbicaralah, supaya saya dapat melihat dan mengenal anda. Pepatah tersebut dipertegas oleh Martin Luther bahwa siapa yang pandai bicara maka dialah manusia. Sebab berbicara adalah kebijaksanaan dan kebijaksanaan adalah berbicara. Bicara menunjukkan bangsa, bicara juga mengungkapkan apakah anda orang terpelajar atau kurang ajar. Quintillianus mengatakan bahwa tidak ada anugerah yang lebih indah, yang diberikanolehparadewaselainkeluhuranberbicara.

Ilmu bicara dikenal sebagai retorika. Retorika berarti seni untuk berbicara baik (Kunst, gut zu reden atau Art bene dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik dan dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya dituntut berbicara lancer, namun lebih pada kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, padat, jelas dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan dayapembuktiansertapenilaianyangtepat.

Retorika modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara. Itu berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan efektif. Jelas supaya mudah dimengerti, singkat untuk menghemat waktu dan efektif karena apa gunanya berbicara kalau tidak membawa efek. Dalam konteks ini sebuah pepatah mengungkapkan bahwa Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai bicara seperti halnya orang yang menebak banyak belum tentu penebak yang baik dan benar.

Dalam pemaknaannya, retorika diambil dari bahasa Inggris rhetoric

bersumber dari perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. Sedangkan Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya Modern Rhetoric mendefenisikan retorika sebagai the art of using language effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif. Hampir senada dengan hal tersebut Aristoteles mengartikanretorikasebagaiTheartofpersuasion.

Perspektif retorika tentang komunikasi antarpersonal menyatakan bahwa konsep dan prinsip tradisonal retorika untuk mempengaruhi masyarakat, sama baiknya diterapkan pada komunikasi yang akrab dan antarpersonal. Substansi retorika bertujuan fungsional. Menurut Harold Barrett (1996) bahwa pemakai retorika berusaha agar efektif, untuk mendapatkan jawaban, menjadi orang, dikenali, didengarkan, dishahihkan, dimengerti dan diterima. Tujuan interaksi retoris merupakan dasar bersama tempat menjalin hubungan secara sukses. Orangorang dalam komunikasi antarpersonal, (masih menurut Barret) harus berusaha keras supaya efektif dan etis, setiap saat menunjukkan penghargaan terhadap keberadaan orang lain, penghargaan terhadap nilai intrinsic mereka sebagai manusia.

Secara

substansial

terdapat

beberapa

faktor

situasional

yang

mempengaruhi proses komunikasi dan persepsi seseorang dalam interaksi antarpersonalnya yaitu pertama, deskripsi verbal adalah penggambaran secara langsung tentang seseorang. Ketika seseorang menceritakan bahwa wanita itu tinggi, putih, cerdas, rajin, lincah dan kritis maka sudah terbayang bahwa wanita itu cantik, bahagia, humoris dan pandai bergaul (pada saat membayangkan maka deskripsiverbaltelahberlangsung).

Kedua, Proksemik yaitu studi tentang penggunaan jarak dalam penyampaian pesan. Ketika Saudara menghadap seorang pejabat lalu Ia mempersilakan saudara duduk pada kursi yang tersedia sementara Ia duduk jauh dari saudara bahkan dihalangi oleh meja lebar maka saudara mempersepsikan bahwa pejabat tersebut sebagai orang yang tidak begitu terbuka sehingga saudara

lebih berhati-hati berbicara dengannnya. Ketiga, Kinesik adalah ekspresi sikap dan gerak tubuh seseorang. Untuk memperjelas tentang kinesik, maka silakan pembaca jawab pertanyaan, bagaimana pendapat dan penilaian saudara ketika seseorang berbicara terpatah-patah, kedua telapak tangannya saling meremas dan diletakkan di atas kedua paha yang dirapatkan? (Jaw aban pembaca merupakan persepsiyangdidasarkanataskinesik).

Keempat, Paralinguistik yaitu cara bagaimana seseorang mengucapkan lambang-lambang verbal, meliputi tinggi rendahnya suara, tempo bicara dan proses bagaimana menyampaikan pesan. Tempo bicara yang lambat, ragu -ragu, dan tersendat-sendat akan dipahami sebagai ungkapan rendah diri atau kebodohan. Kelima, artifaktual yaitu meliputi segala macam penampilan mulai dari potongan rambut, kosmetik yang dipakai, baju, tas, kendaraan dan atributatribut lainnya. Persepsi bahwa seseorang kaya karena Ia mengendari mobil mewah, potongan rambut yang rapi, menggunakan jas dan berbagai atribut parlente lainnya (padahal tahukah saudara bahwa ia hanya seorang supir!).

Semua orang merindukan bisa menjelaskan sesuatu dengan baik, namun tidak semua bisa melakukannya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu yang dipelajari, keterbatasan kesungguhan untuk melatih diri, dan keterbatasan dari kegigihan serta semangat. Itulah hal yang terkadang membuat kualitas dalam penyampaiansesuatutidakmeningkat.

Kemampuan menyampaikan ide hampir sama pentingnya dengan ide itu sendiri. Artinya sebuah ide yang baik, menarik dan penting ternyata akan kurang bermakna jika disampaikan oleh seseorang yang kemampuan komunikasinya terbatas. Sebaliknya, ide yang sederhana bahkan kurang penting akan terkesan luar biasa jika disampaikan dengan teknik komunikasi yang baik.

Peningkatan

penyajian

informasi

dalam

dialektika

retoris-etis

antarpersonal dapat dilakukan melalui pemaparan fakta yaitu pernyataan yang

menunjukkan bahwa sesuatu itu benar. Ada tiga kriteria yang dijadikan tolak ukur yaitu pertama relevancy adalah fakta yang diungkapkan bermanfat atau relevan dengan kepentingan pembicara dan pendengar. Kedua, Sufficiency yaitu fakta dapat mendukung gagasan utama dalam pembicaraan. Ketiga atau yang terakhir adalah Plausibility yaitu sumber-sumber fakta harus dapat dipercaya nilai kebenarannya.

Sebagai refleksi akhir dalam tulisan ini mengingat kembali tentang seorang kopral kecil, veteran Perang Dunia II berhasil naik menjadi kaisar Jerman. Dalam bukunya Main Kampf dengan tegas Hitler mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya berbicara. Ich Konnte reden, ungkapnya. Lebih lanjut Ia mengungkapkan bahwa Jede Grosse Bewegung Auf Dieser Erde Verdankt ihr Wachsen den grosseren rednern und nicht den grossen schreibern (setiap gerakan besar di dunia ini dikembangkan oleh ahli-ahli pidato danbukanolehjago-jagotulisan).

* Muhammad Khairil, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Untad dan Saat ini Sedang Menempuh Program Pascasarjana (Doktoral/S3) Ilmu Komunikasi di Universitas Padjdjaran Bandung. http://hi-in.facebook.com/topic.php?uid=62133318886&topic=9816

You might also like