You are on page 1of 54

Makalah Keperawatan Maternitas

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN HIV / AIDS

OL EH ANITA SUKARNO FADHILLAH (70300110014) (70300110035)

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2012

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa tercurahkan kepada Sang Agung , pemilik segala-Nya, pemilik yang sesungguh-Nya, tiada daya dan kekuatan kecuali datang dari Nya. Tiada kata yang patut kami ucapkan kecuali syukur Alhamdulillah atas segala curahan rahmat dan hidayah-Nya serta limpahan kesehatan yang diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya . Tidak lupa juga kami kirimkan shalawat kepada nabi junjungan kami yang telah memberikan suatu harta yang tak ternilai harganya bagi umat di dunia ini, semoga kebaikan senantiasa tercurahkan padanya. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan yang telah memberikan kontribusinya dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini merupakan suatu bentuk tugas kelompok. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN HIV/AIDS . Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk ciptaannya, namun bukan berarti dia sempurna di antara manusia yang lain. Setiap manusia adalah makhluk yang memiliki kekurangan . Oleh karena itu jika terdapat kesalahan dalam makalah ini , dengan rendah hati kami mohon kritik dan saran dari para pembaca, guna kesempurnaan tugas di masa yang akan datang.

Samata,24 November 2012

Penyusun

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ....... KATA PENGANTAR............................................................................ DAFTAR ISI............................................................................................ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................. B. Rumusan Masalah............................................................................ BAB II TINJAUAN TEORI A. Defenisi........................................................................................ B. Etiologi......................................................................................... C. Patofisiologi.................................................................................. D. Komplikasi ................................................................................... BAB III KONSEP PROSES KEPERAWATAN A. Pengkajian........................................................................................ B. Diagnosa keperawatan..................................................................... C. Rencana Keperawatan..................................................................... D. Implementasi .................................................................................. E. Evaluasi........................................................................................... BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan..................................................................................... B. Saran ............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 49 49 50 34 39 40 41 41 3 5 7 25 1 1 i ii iii

C. Tujuan Penulisan............................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang lakilaki dari Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi. Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV1 dan HIV2. HIV1 mendominasi seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbedabeda dari HIV1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan subjenis (clades). Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat sekurangkurangnya 10 subjenis yang dibedakan secara turun temurun. Ini adalah subjenis AJ. Subjenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan, Australia, Karibia dan Eropa. Subjenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India. HIV2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat banyak kemiripan diantara HIV1 dan HIV2, contohnya adalah bahwa keduanya menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksiinfeksi oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV2, ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV1, maka mereka yang terinfeksi dengan HIV2 ditulari lebih awal dalam proses penularannya. HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba membahas bagaiamana HIV AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana melakukan sebuah proses keperawatan pada ibu hamil dengan HIV AIDS. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi HIV/AIDS? 4

2. 3. 4. 5.

Bagaimana etiologi HIV? Bagaimana patofisiologi HIV? Bagaimana tanda dan gejala HIV? Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV?

C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS 2. Mengetahui etiologi HIV 3. Mengetahui patofisiologi HIV 4. Mengetahui tanda dan gejala HIV 5. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Definisi HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171). AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09). kekebalan tubuh (dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17). Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam kehamilan. HIV adalah retrovirus yang menginfeksi organ vital pada sistem imun tubuh manusia, seperti sel T CD4+, makrofag dan sel dendrit. Secara langsung dan tidak langsung menghancurkan sel T CD4+, yang sangat diperlukan dalam sistem imun tubuh. HIV menekan sel T CD4+ sampai mencapai jumlah < 200 sel T CD4+ / L darah. Hal ini menyebabkan imunitas sel hilang, berlanjut pada kondisi yang kita kenal sebagai AIDS.

Sedangkan AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari HIV. HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang artinya adalah virus yang menyerang daya tahan tubuh manusia, sehingga system kekebalan tubuh manusia dapat menurun tajam bahkan hingga tidak berfungsi sama sekali. AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome yang berarti sekumpulan gejala dan penyakit infeksi yang timbul karena menurunnya atau rusaknya system kekebalan tubuh seseorang. Rata-rata perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS adalah 2 10 tahun. Dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang bervariasi. Faktor yang mempengaruhinya adalah daya tahan tubuh untuk melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan. Acquired : Didapat, bukan penyakit keturunan Immune : Sistem kekebalan tubuh, Deficiency : Kekurangan, Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit. Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal. AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir ) AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G. Bare ).

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention ). Selama kehamilan, banyak perubahan peraturan dalam pengobatan penyakit HIV. Dalam populasi yang tidak diobati risiko absolut standar penularan ibu kepada anak (mother-to-child transmission, MTCT) tanpa menyusui sebanyak 25 persen. Sekitar 5 sampai 10 persen adalah intrapartum. Menyusui menambah risiko absolut penularan 5 sampai 15 persen. Penatalaksanaan biasanya seperti tertulis untuk menunda awitan terapi antiretrovirus pada orang dewasa sampai hitung CD4 menurun sampai 350 sel/mm3 atau kurang, terapi untuk pencegahan MTCT ditujukan untuk mempertahankan muatan virus yang tidak terdeteksi tanpa memperhatikan hitung CD4. Rasionalnya adalah tingkat virus secara langsung berkaitan dengan infeksi. Walaupun sebagian besar perinatal (66 sampai 75 persen) terjadi disekitar waktu melahirkan, porsi tetap telah terjadi saat antenatal. Banyak faktor yang memengaruhi risiko penularan selama kehamilan dan melahirkan. Muatan virus yang meningkat, perkembangan klinis penyakit, koinfeksi dengan PMS, hepatitis C dan penyakit lain, penyalahgunaan zat, merokok, banyak pasangan seksual dan hubungan seksual tanpa pelindung, kelahiran prematur, korioamnionitis, dan pemantauan atau uji janin invasif, adalah beberapa faktor yang meningkatkan risiko MTCT. Muatan virus juga bervariasi di antara kompartemen tubuh, sehingga tingkat darah HIV mungkin tidak secara langsung berkorelasi dengan sekresi serviks, walaupun keduanya muncul dengan perilaku sama. B. Etiologi Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi 8

retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. 2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. 4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. 5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist. Cara penularan HIV: 1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom adalah satusatunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah. 2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril. 3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi. 4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui. Penularan secara perinatal 1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya.

10

2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi. 3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau juga melalui ASI 4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI Kelompok resiko tinggi:

1. Lelaki homoseksual atau biseks. 2. Orang yang ketagian obat intravena 3. Partner seks dari penderita AIDS 4. Penerima darah atau produk darah (transfusi). 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi. HIV, yang dahulu disebut virus limfotropik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari family lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia. Genom HIV mengode Sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomic, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2 yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika Barat (warga Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Marlink, 1994).

10

11

C. Patofisiologi HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel Thelper dengan melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virusvirus HI. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virusvirus yang baru. Virusvirus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakitpenyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang. Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan selsel yang terinfeksi dan mengantikan selsel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya. Jumlah normal dari selsel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800 1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang selsel CD4+ Tnya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksiinfeksi oportunistik. Infeksiinfeksi oportunistik adalah infeksiinfeksi yang timbul ketika sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal. Patogenesis a. Penularan dan Masuknya Virus

11

12

HIV dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinalis, semen, air mata, sekresi vagian atau serviks, urin, ASI, dan air liur. Penularan terjadi paling efisien melalui darah dan semen . HIV juga dapat ditularkan melalui air susu dan sekresi vagian atau serviks. Tiga cara utama penularan adalah kontak ibu-bayi. Setelah virus ditularkan akan terjadi serangkaian proses yang kemudian menyebabkan infeksi. b. Perlekatan Virus Virion HIV matang memiliki bentuk hamper bulat. Selubung luarnya, atau kapsul viral, terdiri dari lemak lapis-ganda yang mengandung banyak tonjolan protein. Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein: gp120 dan gp41. Gp mengacu kepada glikoprotein dan angka mengacu kepada massa protein dalam ribuan Dalton. Gp120 adalah selubung permukaan eksternal duri, dan gp41 adalah bagian transmembran. Terdapat suatu protein matriks yang disebut p17 yang mengelilingi segmen bagian dalam membrane virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang disebut p24. Di dalam kapsid, p24 terdapat dua untai RNA identik dan molekul preformed reverse transcriptase, integrase, dan protease yang sudah terbentuk. HIV adalah suatu retrovirus sehingga materi genetic berada dalam bentuk RNA bukan DNA. Reverse transcriptase adalah enzim yang mentranskripsikan RNA virus menjadi DNA setelah virus masuk ke sel sasaran. Enzim-enzim lain yang menyertai RNA adalah integrase dan protease. HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul reseptor membrane CD4. Sejauh ini, sasaran yang disukai oleh HIV adalah limfosit T penolong positif-CD$ atau sel T4 (limfosit CD4+). Gp120 HIV berikatan dengan kuat dengan limfosit CD4+ sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membrane virus ke membrane sel. BAru-baru ini ditemukan bahwa dua koreseptor permukaan sel, CCR5 atau CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4+ (DOms, Peiper, 1997). Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konformasi

12

13

sehingga gp41 dapat masuk ke membrane sel sasaran. Individu yang mewarisi dua salinan defektif gen reseptor CCR5 (homozigot) resisten terhadap timbulnya AIDS, walaupun berlangkali terpajan HIV (sekitar 1% orang Amerika keturunan Caucasian). Individu yang heterozigot untuk gen defektif ini (18 sampai 20 %) tidak terkindung dari AIDS, tetapi awitan penyakit agak melambat. Belum pernah ditemukan homozigot pada populasi Asia atau Afrika, yang mungkin dapat membantu menerangkan mengapa mereka lebih rentan terhadap infeksi HIV (OBrien, Dean, 1997). Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup monosit dan makrofag. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politrofik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia (Levy, 1994), seperti sel natural killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel Langerhans, sel densritik (yang terdapat di permukaan mukosa tubuh), sel microglia, dan berbagai jaringan tubuh. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4+ maka berlangsung serangkaian proses kompleks yang , apabila berjalan lancer, menyebabkan terbentuknya partikel-partikel virus baru dari sel yang terinfeksi. Lomfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasilkan banyak virus. Infeksi pada limfosit CD4+ juga dapat menimbulkan sitopatogenisitas melalui beragam mekanisme, termasuk apoptosis (kematian sel terprogram), anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel). c. Replikasi Virus Setelah terjadi fusi sel-virus, RNA virus masuk ke bagian tengah sitoplasma limfosit CD4+. Setelah nukleokapsid dilepas, maka terjadi transkripsi terbalik (reverse transcription) dari satu untai-tunggal RNA menjadi DNA salinan (cDNA) untai-ganda virus. Integrase HIV membantu insersi cDNA virus

13

14

ke dalam inti sel pejamu. Apabila sudah terintegrasi ke dalam kromosom sel pejamu, maka dua untai DNA sekarang menjadi provirus (Greene, 1993). Provirus menghasilkan RNA messenger (mRNA) yang meninggalkan inti sel dan masuk ke dalam sitoplasma. Tahap akhir produksi virus membutuhkan suatu enzim virus yang disebut HIV protease, yang memotong dan menata protein virus menjadi segmen-segmen kecil yang mengelilingi RNA virus, membentuk partikel virus menular yang menonjol dari sel yang terinfeksi. Sewaktu menonjol dari sel pejamu, partikel-partikel virus tersebut akan terbungkus oleh sebagian dari membrane sel yang terinfeksi. HIV yang baru terbentuk sekarang dapat menyerang sel-sel rentan lainnya di seluruh tubuh. Replikasi HIV berlanjut sepanjang periode latensi klinis, bahkan saat hanya terjadi aktivitas virus yang minimal di dalam darah (Embretson et al., 1993; Panteleo et al., 1993). HIV ditemukan dalam jumlah besar di dalam limfosit CD4+ dan makrofag di seluruh system limfoid pada semua tahap infeksi. Partikel-partikel virus juga telah dihubungkan dengan sel-sel dendritik folikular, yang mungkin memindahkan infeksi ke sel-sel selama migrasi melalui folikelfolikel limfoid. Walaupun selama masa latensi klinis tingkat viremia dan replikasi virus di sel-sel mononukleus darah perifer rendah, namun pada infeksi ini tidak ada latensi yang sejati. HIV secara terus menerus terakumulasi dan bereplikasi di organ-organ limfoid. Sebagian data menunjukkan bahwa terjadi replikasi dalam jumlah sangat besar dan pertukaran sel yang sangat cepat, dengan waktu-paruh virus dan sel penghasil virus di dalam plasma sekitar 2 hari (Wei et al., 1995; Ho et al., 1995). Aktivitas ini menunjukkan bahwa terjadi pertempuran terus menerus antara virus dan system imun pasien. Periode Penularan HIV pada Ibu Hamil 1. Periode Prenatal Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff, 1987). Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan 14

15

pengharapan ini jika wanita dan bayinya menerima perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori beresiko tinggi terhadap infeksi HIV mencakup: a. b. c. d. e. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana HIV merupakan sesuatu yang umum. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang disuntikkan melalui pembuluh darah. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV. Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal pertama bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung. Misalnya, seorang wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil tes western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV, serum antibody membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV (Foster, 1987; Kaplan et al, 1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987). Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap dan menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis, Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus (CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita AIDS mengalami peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki bahaya yang serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV. Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan rubella ditentukan dan tes kulit tuberkulosa (Derivasi protein yang dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah dilakukan vaksinasi sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb 15

16

dicatat karena vaksin tersebut berisi produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan produk-produk darah). Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh. Proses persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak aktif. Vaksin ini dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor regular yang tidak dikenali. Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin menjalani tes darah yang dapat mendeteksi darah adanya HIV (Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987). Beberapa ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan, anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan gejalgejala infeksi HIV. Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi yang disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV yang semakin memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari 10% dari berat badab sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari 1bulan dan demam (kambuhan atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk mendukung system, wanita hamil harus mendapat nutrisi yang optimal, tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress. Jika infeksi HIV telah didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai konsekwensi yang mungkin terjadi pada bayi. 2. Periode Intrapartum Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan 16

17

sempel darah pada bayi dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.

3.

Periode Postpartum. Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun periode postpartum pertengahan tercatat signifikan (update, 1987), tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap frekwensi penyakit kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott, 1985; Minkoff et al, 1987). Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, seperti yang dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody yang melalui palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli, Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous system) Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan Lhympaclenophaty. Konseling Dan Uji Untuk Hiv CDC merekomendasikan uji HIV dalam sejumlah keadaan spesifik. Populasi yang digambarkan peningkatan risikonya baru-baru ini termasuk wanita yang mendatangi klinik PMS tinggi, program penyalahgunaan zat, penampugan tunawisma, program pertukaran jarum, dan klinik tuberculosis. 17

18

Konseling sebelum pelaksanaan uji HIV meliputi diskusi terfokus mengenai pengurangan risiko untuk individu termasuk mengumpulkan data untuk pengkajian risiko dengan menghargai usaha terkini, wanita kini akan mengurangi risikonya, dan khususnya mendiskusikan risikonya kini dan pemahamannya tentang HIV. Bagian ini jiga meliputi waktu ketika rencana pengurangan risiko lebih jauh dapat dibuat dan didukung dengan keahlian contoh-nya menegosiasikan penggunaan kondom. Konseling sebelum uji HIV, seperti konseling perawatan kesehatan lain, sebaiknya bersifat individu. Konseling sesudah uji bagi wanita yang hasilnya negatif member kesempatan untuk mendukung pesan positif tentang pencegahan infeksi dan meyakinkan bahwa ia mengerti keterbatasan pengujian. Bagi wanita yang hasilnya positif, mendengar hasil uji mungkin menghalangi semua komunikasi efektif lebih jauh. Mendengar dengan empati dan memberi dukungan emosi adalah bagian penting dari kunjungan ini. Dalam kasus ini, perlu direncanakan kontak berikutnya sebelum ia meninggalkan wanita, untuk dukungan berkelanjutan, pendidikan dan perawatan klinis. Kehamilan meningkatkan beberapa perhatian khusus. Laporan institute of medicine dalam reducing the odds yang dikeluarkan pada tahun 1999, meningkatkan perlunya uji HIV rutin selama kehamilan. Sebagian bukti menyarankan bahwa 6000 sampai 7000 wanita seropositif HIV melahirkan setiap tahun di amerika serikat. Keluhan yang diungkapkan banyak partisipan dan panelis ahli menggambaran ketegangan antara kesehatan masyarakat dan pengurangan resiko pada satu sisi, dan hak individu trhadap privasi dan persetujuan tindakan pada sisi yang lain. Pendekatan umum yang meningkat adalah menawarkan uji HIV sebagai bagian dari perawatan rutin dan pendekatan pada wanita yang menolak untuk diuji. Rekomendasi CDC tentang uji HIV selama kehamilan merupakan konseeling universal dan uji sukarela. Semua wanita hamil seharusnya secara ideal diuji untuk mengetahui HIV seawal mungkin saat kehamilan. Namun, tidak ada wanita 18

19

yang diuji tanpa persetujuannya. Wanita dengan faktor resiko yang teridentifikasi (seperti terpajan PMS, penggunaan obat IV, banyak pasangan seksual) atau siapa yang pada pengujian awalnya mengalami penurunan sebaiknya ditawarkan pengujian ulangan selama trisemester ketiga, setelah diskusi terbuka tentang semua keluhan. Bila wanita tidak pernah diuji selama kehamilan, dengan menawarkan uji HIV segera selama proses persalinannya dapat memberi kesempatan intervensi lain untuk mencegah penularan HIV perinatal. Paling tidak dua uji yang dipasarkan baru-baru ini dapat memberi hasil dalam satu sampai dua jam. Standar yang sama juga diterapkan untuk konseling dan persetujuan tindakan selama melahirkan seperti pada waktu yang lain. Studi pada wanita yang mengonsumsi antiretroka viral selama kehamilan, dibandingkan dengan wanita HIV positif yang tidak sedang dalam pengobatan, telah menunjukkan tidak ada peningkatan dalam kehilangan janin, kelahiran prematur atau berat badan lahir rendah. Namun kejadian berat bermakna telah terjadi yang dapat mempengaruhi hasil kehamilan individu, seperti insufisiensi mitokondria dan asidosis laktat. Dengan hanya mengetahui kategori FDA tidak cukup untuk menjamin penggunaan yang aman. Efavirens (Sustiva) diketahui menghasilkan pengaruh teratogenik pada primata dan karena tidak digunakan selama kehamilan walaupun kategorinya C. Pendaftaran kehamilan antiretroviral mempertahankan penyimpanan data hasil janin secara berkelanjutan. Saat persalinan, wanita yang telah menerima terapi antretroviral selama kehamilan sebaiknya menerima zidovudin intravena. Bergantung pada keadaan spesifik mereka juga diberikan dosis tunggal nevirapin oral. Wanita yang belum menerima antiretroviral selama kehamilan, apakah karena mereka tidak mendapatkan perawatan prenatal atau karena mereka baru terdiagnosis pada saat persalinan, sebaiknya menerima zidovudin dan nevirapin.

19

20

Rute melahirkan dan resiko penularan. Beberapa studi tlah menunjukkan penurunan resiko penularan ketika kelahiran dengan seksio sesaria, cukup bulan, sebelum awitan persalinan, dan bersentuhan dengan memran amnion. Penurunan ini dapat melebihi 50 persen. Dan faktor lain seperti muatan virus atau terapi antiretroviral. Bila wanita hanya mendapatkan program zidovudin dan telah menjalani pelahiran sesar secara profilaktik, angka penularan ditemukan serendah 2 persen, dibandingkan dnegan angka yang dicapai dengan HAARR, muatan virus yang tidak terdeksi dan kelahiran vaginal. Tidak sejelas seberapa tambahan penurunan dapat dicapai dengan kelahiran sesar pada wanita yang tidak terdeteksi muatan virusnya HAART, beberapa kasus penularan antepartum dapat terjadi seawal mungkin pada trimester pertama. Oleh karena itu, kelahiran vaginal merupakan pilihan yang masuk akal bagi wanita ini, juga diketahui bahwa semakin lama membran ruptur, semakin besar resiko penularan pada waktu melahitkan. Sistem pendukung bagi wanita yang terinfeksi Wanita yang hidup dengan HIV sering diisolasi dari sistem pendukungnya selama kehamilan, yang tidak sesuai kehnginan mereka untuk mendiskusikan diagnosis HIV dan ketakutan akan respons komunitas. Gangguan sosial dan ekonomi merupakan dua hal berpasangan yang sering ada pada kehidupan wanita ini, isolasi ini dapat engarah pada depresi, kurang perawatan diri dan masalah medis lain. Penyalahgunaan zat mungkin juga memainkan peranan. Untuk semua alasan ini, bidan yang merawat wanita hamil HIV positif butuh untuk mempertahankan jaringan sumber-sumber termasuk program pengobatan, bantuan perumahan, konseling, kerja sosial, nutrisi dan bahkan pelayanan doula (orang terlatih yang membantu pelahiran) Perawatan ginekologi wanita dengan HIV 20

21

Wanita dengan HIV membutuhkan perawatan ginekologi rutin dan penatalksanaan aktif untuk ketidaknormalan yang ditemukan selama perawatan. Untuk yang didiagnosis \, semua wanita harus melakukan kunjungan dengan interval 6 bulan dalam setahun. Sementara wanit yang imunnya kompeten, dengan hitung CD4 lebih besar dari 500, kunjungan tahunan akan mencukupi, selama Pap smear tetap normal.

21

22 PATHWAY
Virus HIV Merusak seluler

Menyerang T Limfosit, sel saraf, makrofag, monosit, limfosit B

Immunocompromise

HIV- positif ?
Reaksi psikologis

Invasi kuman patogen Organ target

Flora normal patogen

Manifestasi oral

Manifestasi saraf

Gastrointestinal

Respiratori

Dermatologi

Sensori

Lesi mulut

Kompleks demensia

Ensepalopati akut

Diare

Hepatitis

Disfungsi biliari

Penyakit anorektal

Infek si

Gatal, sepsis, nyeri

Gangguan penglihatan dan pendengaran

Nutrisi inadekuat

Cairan berkurang

Tidak efektfi bersihan jalan napas

Gangguan body imageapas

Gangguan rasa nyaman : nyeri

Gangguan rasa nyaman : nyeri

Tidak efektif pol napas

Gangguan mobilisasi

Gangguan pola BAB

Aktivitas intolerans

Cairan berkurang

Nutrisi inadekuat

hipertermi

22

Gangguan sensori

Sindrome HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV. Gejalanya meliputi demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan (nyeri saat menelan),

23

24

batuk, nyeri persendian, diare, pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak kemerahan pada kulit (makula / ruam). Lebih dari separuh orang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala infeksi primer. Gejala infeksi primer digambarkan terdapat pada semua populasi yang mempunyai resiko terkena infeksi laki-laki homoseksual, lak-laki dan wanita heteroseksual, resipien organ dari donor yang terinfeksi, pengguna narkotika melalui suntikan, resipien darah yang terkontaminasi dan kecelakaan kerja pada pekerja-pekerja bidang kesehatan. Sampai sekarang belum ada penelitian yang melaporkan perbedaan gambaran klinis berdasarkan faktro risiko di atas. Pada 95% kasus sekurang-kurangnya terdapat satu tanda klinis. Gejala klinis infeksi primer timbul setelah beberapa hari terinfeksi dan berlangsung 2-6 minggu dengan rata-rata 2 minggu setelah terinfeksi. Infeksi primer HIV dapat tidak bergejala maupun bergejala seperti penyakit flu sampai dengan manifestasi neurologis. Infeksi primer HIV dapat terjadi segera setelah terinfeksi HIV dan gejala klinik yang terjadi bervariasi baik lama berlangsungnya maupun intensitasnya. Gejala klinik infeksi primer dapat dibagi menjadi gejala umum, gejala mukokutan, gejala neurologis, gejala gastrointestinal, serta manifestasi pembesaran kelenjar getah bening. Gejala umum berupa demam, nyeri otot, nyeri sendi dan rasa lemah. Demam dengan rata-rata suhu tubuh 38,6C dan beberapa mempunyai suhu tubuh lebih dari 39C. Gejala nyeri otot dan nyeri sendi kadang-kadang berhubungan dengan demam. Gejala tersebut rata-rata berlangsung 16-23 hari. Menetapnya gejala-gejala tersebut lebih dari 14 hari tampaknya berhubungan dengan prognosis yang buruk. Gejala mukokutan dapat berupa ruam kulit pada lebih dari 60% kasus. Erupsi kulit dapat berupa erimatus, makulopapular, vesicular, tidak gatal dan biasanya simetris terdapat pada muka, badan dan kadang-kadang anggota gerak tetapi jarang muncul erupsi yang menyeluruh. Manifestasi gejala getah bening berupa pembengkakan kelenjar getah bening yang biasanya tidak nyeri, dapat bersifat menyeluruh maupun lokal. Gejala ini didapatkan pada 50% kasus. 24

25

Gejala gastrointestinal berupa anoreksia, nausea, diare, dan jamur di mulut serta esophagus. Gejala infeksi primer ini akan berlangsung selama 2-6 minggu dan akan membaik dengan atau tanpa pengobatan. Setelah itu perjalanan penyakit menuju stadium tanpa gejala -yang pada orang dewasa lamanya 5-10 tahun. Setelah masa tanpa gejala akan timbul gejala-gejala pendahuluan seperti demam, pembesaran kelenjar yang kemudian diikuti dengan infeksi oportunistik. Adanya infeksi oportunistik menunjukkan perjalanan infeksi telah memasuki stadium AIDS. Perjalanan HIV / AIDS di bagi dalam 2 fase : a. Fase infeksi awal Pada fase awal proses infeksi ( immunokompeten ) akan terjadi respon imun berupa peningkatan aktivitas imun, yaitu pada tingkat selular ( KLA-DR; sel T; IL-2R ); serum atau humoral ( beta-2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R ); dan antibodi upregulation (gp 120, anti p24;IgA ). Induksi sel T helper dan sel-sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun agar tetap berfungsi dengan baik. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya Thelper , sel-sel efektor sisitem imun seperti T8 sitotoksi, sel NK, monosit dan sel B tidak dapat berfungsi dengan baik. Daya tahan tubuh menurun sehingga pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut. b. Fase infeksi lanjut Fase ini disebut dengan imunodefesien, karena dalam serum pasien yang terinfeksi HIV ditemukan adanya faktor supresif berupa antibodi terhadap poliferase sel T. Adanya supresif pada poliferase sel T tersebut dapat menekan sintesis dan sekresi limfokin, sehingga sel T tidak mampu memberikan respons terhadap mitogen dan terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan kadar CD4+, sitokin, antibodi down regulation, TNF a, dan anti nef.

25

26

Tabel 1 Klasifikasi Klinis dan CD4 Pada Pasien Remaja dan Orang Dewasa MenurutCDC. CD4 Total 500/ml 200499 <200 % Kategori Klinis A Infeksi Akut ) 29 % 14-28 < 14% A1 A2 A3 B ) B1 B2 B3

(Asimtomtomatis ( Simtomatis

C ( AIDS ) C1 C2 C3

Pembagian Stadium : a. Stadium pertama : HIV Infeksi di mulai dengan masuknya HIV dan di ikuti dengan terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubag dari negatfi menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIVmenjadi positif di sebut dengan window period. Lama window period adalah antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan b. Stadium kedua : Asimptomatik ( tanpa gejala ) Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala apa pun. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata

26

27

selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV.AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. c. Stadium ketiga : Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata pesistent Generalized Lynphadenopaty ) Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih satu bulan. d. Stadium keempat : AIDS Keadaan ini di sertai dengan adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder. (

Gejala Klinis pada Stadium AIDS di bagi antara lain : Gejala utama / mayor : a. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus c. Penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam tiga bulan. Gejala minor : a. Batuk kronis selama satu bulan b. Infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida albicons c. Pembengkakan kelenjar getah bening yangmenetap di seluruh tubuh d. Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh. Tabel 2 4 Tahap Derajat Infeksi HIV

27

28

Fase 1 2 3 4

Derajat Infeksi HIV primer HIV dengan defesiensi imun dini (CD4+ > 500/ul ) Adanya HIV dengan defesiensi imun yang sedang (CD4+; 200-500/ul) Hiv dengan defesiensi imun yang berat (CD4+ < 200/ul) di sebut dengan AIDS . Sehingga muncul CDC Amerika (1993), pasien masuk alam kategori AIDS bila CD4+ < 200/ul

Tabel 3 Klasifikasi Klinis Infeksi HIV menurut WHO Stadium Gambaran Klinis I 1. Asimptomatis II 2. Limfadenopati generalisata 3. Berat badan menurun <10 % ringan seperti, dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oal yang rekuen, dan kheilitis angularis 5. Herpes zoster dalam 5 tahu terakhir 6. Infeksi saluran nafas bagian atas III seperti sinusitis bakterialis 7. Berat badan menurun < 10% lebih dari 1 bulan 9. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan 10. Kandidiasis orofaringeal 11. Oral hairy leukoplakia Pada umumya lemah, kurang dari 50% Skala Aktivitas Asimptomatis, aktivitas normal Simptomatis , aktivitas

4. Kelainan kulit dan mukosa yang normal

8. Diare kronis yangberlangsung aktivitas di tempat tidur

28

29

12. TB terakhir

paru

alam

satu yang

tahun berat umumya sangat di

13. Infeksi IV

bacterial

seperti pnemonia, piomiositis 14. HIV wasting syndrome seperti Pada yang didefinisikan oleh CDC 15. Pnemonia Pneumocystis carini 16. Toksoplasmosis otak 17. Diare kriptosporidiosis lebih dari satu bulan 18. Kriptokokosis Ekstrapulmonal 19. Retinitis virus sitomegalo 20. Herpes simplek mukokutan > 1 bulan 21. Leukoensefalopati progresif 22. Mikosis histoplasmosis 23. Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan paru 24. Mikobakteriosis diseminata 25. Septisemia nontifoid 26. Tuberkulosis di luar paru 27. Limfoma 28. Sarkoma kaposi 29. Ensealopati HIV salmonelosis atipikal diseminata seperti multifokal lemah, 50%

aktivitas

tempat tidur lebih dari

D. Komplikasi

29

30

Penyakit paru-paru utama Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV. Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negaranegara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negaranegara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang yang belum dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per L. Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini. Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per L), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat. Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit ekstrapulmoner.

30

31

Penyakit saluran pencernaan utama Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya langka. Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis). Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV. Penyakit syaraf dan kejiwaan utama Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paruparu.

31

32

Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan. Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis. Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi. Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%, namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV. Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India. Komplikasi saraf Kelainan sistem saraf terkait AIDS mungkin secara langsung disebabkan oleh HIV, oleh kanker dan infeksi oportunistik tertentu (penyakit yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus lain yang tidak akan berdampak pada orang dengan sistem kekebalan yang sehat), atau efek toksik obat yang dipakai untuk mengobati gejala. 32

33

Kelainan saraf lain terkait AIDS yang tidak diketahui penyebabnya mungkin dipengaruhi oleh virus tetapi tidak sebagi penyebab langsung. AIDS dementia complex (ADC), atau ensefalopati terkait HIV, muncul terutama pada orang dengan infeksi HIV lebih lanjut. Gejala termasuk ensefalitis (peradangan otak), perubahan perilaku, dan penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk kesulitan berkonsentrasi, ingatan dan perhatian. Orang dengan ADC juga menunjukkan pengembangan fungsi motor yang melambat dan kehilangan ketangkasan serta koordinasi. Apabila tidak diobati, ADC dapat mematikan. Limfoma sususnan saraf pusat (SSP) adalah tumor ganas yang mulai di otak atau akibat kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain. Limfoma SSP hampir selalu dikaitkan dengan virus Epstein-Barr (jenis virus herpes yang umum pada manusia). Gejala termasuk sakit kepala, kejang, masalah penglihatan, pusing, gangguan bicara, paralisis dan penurunan mental. Pasien AIDS dapat mengembangkan satu atau lebih limfoma SSP. Prognosis adalah kurang baik karena kekebalan yang semakin rusak. Meningitis kriptokokus terlihat pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati dan pada orang lain dengan sistem kekebalannya sangat tertekan oleh penyakit atau obat. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, yang umum ditemukan pada tanah dan tinja burung. Jamur ini pertamatama menyerang paru dan menyebar ke otak dan saraf tulang belakang, menyebabkan peradangan. Gejala termasuk kelelahan, demam, sakit kepala, mual, kehilangan ingatan, bingung, pusing dan muntah. Apabila tidak diobati, pasien meningitis kriptokokus dapat jatuh dalam koma dan meninggal. Infeksi cytomegalovirus (CMV) dapat muncul bersamaan dengan infeksi lain. Gejala ensepalitis CMV termasuk lemas pada lengan dan kaki, masalah pendengaran dan keseimbangan, tingkat mental yang berubah, demensia, neuropati perifer, koma dan penyakit retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Infeksi CMV pada urat saraf tulang belakang dan saraf dapat mengakibatkan lemahnya tungkai bagian bawah dan beberapa paralisis, nyeri bagian bawah yang berat dan 33

34

kehilangan fungsi kandung kemih. Infeksi ini juga dapat menyebabkan pneumonia dan penyakit lambung-usus. Infeksi virus herpes sering terlihat pada pasien AIDS. Virus herpes zoster yang menyebabkan cacar dan sinanaga, dapat menginfeksi otak dan mengakibatkan ensepalitis dan mielitis (peradangan saraf tulang belakang). Virus ini umumnya menghasilkan ruam, yang melepuh dan sangat nyeri di kulit akibat saraf yang terinfeksi. Pada orang yang terpajan dengan herpes zoster, virus dapat tidur di jaringan saraf selama bertahun-tahun hingga muncul kembali sebagai ruam. Reaktivasi ini umum pada orang yang AIDS karena sistem kekebalannya melemah. Tanda sinanaga termasuk bentol yang menyakitkan (serupa dengan cacar), gatal, kesemutan (menggelitik) dan nyeri pada saraf. Pasien AIDS mungkin menderita berbagai bentuk neuropati, atau nyeri saraf, masing-masing sangat terkait dengan penyakit kerusakan kekebalan stadium tertentu. Neuropati perifer menggambarkan kerusakan pada saraf perifer, jaringan komunikasi yang luas yang mengantar informasi dari otak dan saraf tulang belakang ke setiap bagian tubuh. Saraf perifer juga mengirim informasi sensorik kembali ke otak dan saraf tulang belakang. HIV merusak serat saraf yang membantu melakukan sinyal dan dapat menyebabkan beberapa bentuk neropati. Distal sensory polyneuropathy menyebabkan mati rasa atau perih yang ringan hingga sangat nyeri atau rasa kesemutan yang biasanya mulai di kaki dan telapak kaki. Sensasi ini terutama kuat pada malam hari dan dapat menjalar ke tangan. Orang yang terdampak memiliki kepekaan yang meningkat terhadap nyeri, sentuhan atau rangsangan lain. Pada awal biasanya muncul pada stadium infeksi HIV lebih lanjut dan dapat berdampak pada kebanyakan pasien stadium HIV lanjut. Neurosifilis, akibat infeksi sifilis yang tidak diobati secara tepat, tampak lebih sering dan lebih cepat berkembang pada orang terinfeksi HIV. Neurosifilis dapat menyebabkan degenerasi secara perlahan pada sel saraf dan serat saraf yang membawa informasi sensori ke otak. Gejala yang mungkin baru muncul setelah puluhan tahun setelah infeksi awal dan berbeda antar pasien, termasuk kelemahan, refleks yang menghilang, jalan yang tidak mantap, pengembangan degenerasi sendi, 34

35

hilangnya koordinasi, episode nyeri hebat dan gangguan sensasi, perubahan kepribadian, demensia, tuli, kerusakan penglihatan dan kerusakan tanggapan terhadap cahaya. Penyakit ini lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penyakit ini umum biasa mulai pada usia setengah baya. Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML) terutama berdampak pada orang dengan penekanan sistem kekebalan (termasuk hampir 5%pasien AIDS). PML disebabkan oleh virus JC, yang bergerak menuju otak, menulari berbagai tempat dan merusak sel yang membuat mielin lemak pelindung yang menutupi banyak sel saraf dan otak. Gejala termasuk berbagai tipe penurunan kejiwaan, kehilangan penglihatan, gangguan berbicara, ataksia (ketidakmampuan untuk mengatur gerakan), kelumpuhan, lesi otak dan terakhir koma. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan ingatan dan kognitif, dan mungkin muncul kejang. PML berkembang terus-menerus dan kematian biasanya terjadi dalam enam bulan setelah gejala awal. Kelainan psikologis dan neuropsikiatri dapat muncul dalam fase infeksi HIV dan AIDS yang berbeda, dan dapat berupa bentuk yang beragam dan rumit. Beberapa penyakit misalnya demensia kompleks terkait AIDS yang secara langsung disebabkan oleh infeksi HIV pada otak, sementara kondisi lain mungkin dipicu oleh obat yang dipakai untuk melawan infeksi. Pasien mungkin mengalami kegelisahan, depresi, keingingan bunuh diri yang kuat, paranoid, demensia, delirium, kerusakan kognitif, kebingungan, halusinasi, perilaku yang tidak normal, malaise, dan mania akut. Stroke yang disebabkan oleh penyakit pembuluh darah otak jarang dianggap sebagai komplikasi AIDS, walaupun hubungan antara AIDS dan stroke mungkin jauh lebih besar dari dugaan. Para peneliti di Universitas Maryland, AS melakukan penelitian pertama berbasis populasi untuk menghitung risiko stroke terkait AIDS dan menemukan bahwa AIDS meningkatkan kemungkinan menderita stroke hamper sepuluh kali lipat. Para peneliti mengingatkan bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan ini. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa infeksi HIV, infeksi lain atau reaksi system kekebalan terhadap 35

36

HIV, dapat menyebabkan kelainan pembuluh darah dan/atau membuatpembuluh darah kurang menanggapi perubahan dalam tekanan darah yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan stroke. Ensefalitis toksoplasma, juga disebut toksoplasmosis otak, muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana; tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit. Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak menanggapi pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi. Mielopati vakuolar menyebabkan lapisan mielin yang melindungi untuk melepaskan diri dari sel saraf di saraf tulang belakang, membentuk lubang kecil yang disebut vakuol dalam serat saraf. Gejala termasuk kaki lemas dan kaku serta tidak berjalan secara mantap. Berjalan menjadi sulit dan penyakit semakin parah dan lama-kelamaan pasien membutuhkan kursi roda. Beberapa pasien juga mengembangkan demensia terkait AIDS. Mielopati vakuolar dapat berdampak pada hampir 30% pasien AIDS dewasa yang tidak diobati dan kejadiannya tersebut mungkin lebih tinggi pada anak yang terinfeksi HIV. Kanker dan tumor ganas (malignan) Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV). Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah 36

37

satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru. Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi. Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia. Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-tumoryang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningka kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV. Infeksi oportunistik lainnya Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis 37

38

sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

KASUS Seorang wanita hamil aterm G7P5A1 berusia 38 tahun datang ke RSUD dr. TC Hillers atas rujukan dari RSUD Larantuka dengan HIV positif pada hari Sabtu, 8 Januari 2011. Penderita mengaku hari pertama haid terakhirnya pada 13 April 2010 sehingga taksiran persalinannya pada 20 Januari 2011. Ketika datang, penderita mengaku tidak ada keluhan. Hanya, pada riwayat persalinan terdahulu, anak ke-5 meninggal, 3 Januari 2011 pada usia 5,5 tahun akibat infeksi paru dan gizi buruk. Ternyata, setelah diperiksa, anak tersebut mengalami HIV positif, sedangkan anak ke-6 mengalami abortus pada umur kehamilan 8 minggu 10 hari. Selama ini, pederita mengaku mengalami diare terus menerus selama 2 minggu disertai perasaan mual dan muntah, dan nyeri pada perut sebelah kiri bawah.

38

39

Penderita pernah menikah 3 kali. Dari pernikahan pertama, dikaruniai 3 orang anak. Saat ini, baik suami maupun anak hidup dengan sehat. Setelah bercerai dengan suami pertama, penderita menikah lagi, dan dikaruniai 3 orang anak. Penderita merupakan istri ke-6 dari suami ke-2 ini. Penderita mengaku bahwa suami ke-2 ini sering berganti pasangan selain dengan para istri yang telah dinikahinya. Anak ke-1 dari suami ke-2 sekarang sedang menjalani pemeriksaan HIV. Suami ke-3 pergi ketika mengetahui penderita hamil. Ketiga suami penderita belum melakukan pemeriksaan HIV. Penderita bukanlah pengguna obat-obatan terlarang. Kondisi ibu hamil dengan HIV / AIDS takut akan penularan pada bayi yang dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis pasien Ketika datang, penderita belum inpartum, dengan umur kehamilan 37 minggu. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 100 X/menit, suhu 37,5C, his tidak didapatkan, pada palpasi ditemukan fundus uteri setinggi ? pusat ke processus xypoideus. Bagian terendah adalah kepala, punggung janin di kanan ibu, belum masuk pintu atas panggul. Denyut jantung janin 140 X/menit. Pemeriksaan dalam tidak dilakukan. Pada hasil USG didapatkan gravid tunggal, hidup, letak kepala, cairan amnion cukup, dan keruh (gambar 1). Hasil laboratorium: HIV positif, malaria tidak didapatkan, hemoglobin 9,3 gr%, Leukosit 6300/mm3, trombosit 267.000/mm3, % granulosit 75%, % limfosit 19%, % monosit 6%, clotting time 730, dan bleeding time 130. Penderita didiagnosis G7P5A1 37 minggu/janin hidup/ tunggal/letak kepala/intrauterin/HIV positif. A. PENGKAJIAN Data yang dapat dikumpulkan pada klien yaitu data sebelum dan selama kehamilan 1. Identitas Identitas Pasien a. Nama b. Umur : Ny. Y : 38 tahun

39

40

c. Agama d. Suku Bangsa e. Pendidikan terakhir f. Alamat g. Pekerjaan Identitas Penanggungjawab a. Nama b. c. d. e. f. g. h. Umur Agama Suku Bangsa Pendidikan Terakhir Pekerjaan Alamat Hub. Dengan Klien

:Islam : Sunda : SMP : Kp. Bonhkor 04 / 03 Ciumbuleuit bandung : IRT

: Tn.A : 20 Tahun : Islam : Sunda : SMP : Karyawan : Kp. Bonhkor 04 / 03 Ciumbuleuit bandung : Suami

2. Riwayat Obstetri G7 P5 A1 3. Riwayat Kesehatan a. Masa lalu : Pasien tidak menderita penyakit menular maupun kronis. b. Sekarang : 2 minggu terakhir pasien mengalami diare yang terus menerus, selalu ingin mual dan muntah, serta nyeri perut kiri bawah. c. Menstruasi : HPHT : 13 April 2010

40

41

TP

: 20 Januari 2011

4. Keluhan Utama a. Pasien mengeluh sering diare yang terus menerus b. Pasien mengatakan sering mual dan muntah c. biasanya pasien mengeluh nyeri pada bagian perut kiri bawah d. Pasien mengeluh cemas takut bayi akan tertular virus HIV

5. Data Psikologi Kondisi ibu hamil dengan HIV / AIDS takut akan penularan pada bayi yang dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis pasien. PEMERIKSAAN a. Pemeriksaan Umum: Tekanan Darah: 100/60 mmHg Nadi Pernafasan Suhu : 100 x/menit : 20 x/menit : 37,5 C

b. Pemeriksaan Khusus 1. Breath Jalan nafas bersih tanpa sekret, frekuesi dan pola pernafasan normal.

2. Blood

41

42

Hasil laboratorium: HIV positif, malaria tidak didapatkan, hemoglobin 9,3 gr%, Leukosit 6300/mm3, trombosit 267.000/mm3, % granulosit 75%, % limfosit 19%, % monosit 6%, clotting time 730, dan bleeding time 130.

3. Brain Kesadaran ibu masih utuh atau compos mentis

4. Bowel Frekuensi buang air besar 3-4 kali sehari dengan konsistensi encer, disertai mual muntah.

5. Bladder Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna urin, jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem perkemihan. Biasanya saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.

6. Bone Pasien tidak kesulitan dalam bergerak dalam aktivitas sehari-hari namun mudah lelah dan capek.

42

43

B.

ANALISA DATA Data fokus DS: biasanya pasien Buang besar selama berhari-hari, lemas, pusing. DO: wajah pucat, matanya cowong, kulit mukosa kering, tekanan turgor 2. menurun. DS: biasanya pasien mengeluh lemas, mual muntah dan diare yang berlebihan DO: pasien terlihat kurus Pengeluaran yang berle biha n Perubahan nutri si kura ng dari kebu tuha n tubu : dan air Etiologi Diare (infeksi virus HIV yang men yera ng usus ) Problem Kekurangan volu me caira n

1.

43

44

h 3. DS: biasanya pasien mengeluh nyeri DO : P: nyeri meningkat ketika beraktifitas Q: nyeri R: nyeri di daerah abdomen kuadran kiri bawah S: skala nyeri 8 T: nyeri hilang timbul Infeksi virus HIV 4. pada usus DS: Pasien mengeluh cemas takut bayi tertular virus HIV DO: Pasien menangis B. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Kekurangan volume cairan b.d diare akan Transmisi dan penu laran inter pers onal Ansietas pada bagian perut Infeksi Nyeri

44

45

b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan ( muntah dan diare berat ) c. Nyeri b.d infeksi d. Ansietas b.d transmisi dan penularan interpersonal ( pada bayi )

C. INTERVENSI a. Kekurangan volume cairan b.d diare 1. Tujuan 2. Intervensi : : Mempertahankan hidrasi

a) Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi, termasuk perubahan postural. b) Catat peningkatan suhu andurasi demam. Berikan kompres hangat sesuai indikasi. Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu normal. c) Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa haus. d) Ukur haluan urine dan berat jenis urine. Ukur/kaji jumlah kehilangan diare. Catat kehilangan kasat mata. e) Timbang berat badan sesuai indikasi. f) Pantau pemeriksaan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500ml/hari. g) Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh pasien dan yang mengandung elektrolit yang dibutuhkan, mis., Gatorade, air daging.

45

46

h) Hilangkan

yang

potensial

menyebabkan

diare,

yakni

yang

pedas/makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan/konsentrasi yang diberikan perselang, jika diperlukan. i) Indikator dari volume cairan

b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan ( muntah dan diare berat ) 1. Tujuan :

mempertahankan massa otot yang adekuat mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit

2. Intervensi a) Tentukan berat badan umum sebelum pasien didiagnosa HIV b) Buat ukuran antropometri terbaru. c) Diskusikan/catat efek-efek samping obat-obatan terhadap nutrisi. d) Sediakan informasi ,mengenai nutrisi dengan kandungan kalori, vitamin, protein, dan mineral tinggi. Bantu pasien merencanakan cara untuk mempertahankan/menentukan masukan. e) Tekankan pentingnya mempertahankan keseimbangan/pemasukan nutrisi adekuat. f) Penurunan berat badan dini bukan ketentuan pasti grafik berat badan dan tinggi badan normal. Karenanya penentuan berat badan terakhir dalam hubungannya berat badan dan pra-diagnosa lebih bermanfaat.

46

47

g) Membantu memantau penurunan dan menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan perubahan penyakit. h) Memiliki informasi ini dapat membantu pasien memahami pentingnya diet seimbang. Sebagaian pasien mungkin akan mencoba diet makrobiotik maupun diet jenis lain.

c. Nyeri b.d infeksi 1. Tujuan 2. Intervensi : : Pasien bisa mengontrol nyeri/rasa sakit

a) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi, dan waktu. Menandai gejala nonverbal misal gelisah, takikardia, meringitas. b) Dorong pengungkapan perasaan. c) Berikan aktivitas hiburan, mis., membaca, berkunjung, dan menonton televise. d) Lakukan tindakan paliatif, mis., pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit. e) Berikan kompres hangat/lembab pada sisi injeksi pentamidin/IV selama 20 menit setelah pemberian. f) Instruksikan dalam. g) Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasasakit. pasien/dorong untuk menggunakan

visualisasi/bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik napas

47

48

h) Memfokuskan kembali perhatian; mungkin dapat meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi. i) Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.

D. IMPLEMENTASI Dx I 1) Memantau tanda-tanda vital, termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi, termasuk perubahan postural. 2) Mencatat peningkatan suhu andurasi demam. Berikan kompres hangat sesuai indikasi. Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu normal. 3) Mengkaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa haus. 4) Mengukur haluan urine dan berat jenis urine. Ukur/kaji jumlah kehilangan diare. Catat kehilangan kasat mata. 5) Menimbang berat badan sesuai indikasi. 6) Memantau pemeriksaan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500ml/hari. 7) Membuat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh pasien dan yang mengandung elektrolit yang dibutuhkan, mis., Gatorade, air daging. 8) Menghilangkan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan/konsentrasi yang diberikan perselang, jika diperlukan. 9) Indikator dari volume cairan

48

49

Dx 2 1) Menentukan berat badan umum sebelum pasien didiagnosa HIV 2) Membuat ukuran antropometri terbaru. 3) Mendiskusikan/catat efek-efek samping obat-obatan terhadap nutrisi. 4) Menyediakan informasi ,mengenai nutrisi dengan kandungan kalori, vitamin, protein, dan mineral tinggi. Bantu pasien merencanakan cara untuk mempertahankan/menentukan masukan. 5) Menekankan pentingnya mempertahankan keseimbangan/pemasukan nutrisi adekuat. 6) Menurunan berat badan dini bukan ketentuan pasti grafik berat badan dan tinggi badan normal. Karenanya penentuan berat badan terakhir dalam hubungannya berat badan dan pra-diagnosa lebih bermanfaat. 7) Membantu memantau penurunan dan menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan perubahan penyakit. 8) Memiliki informasi ini dapat membantu pasien memahami pentingnya diet seimbang. Sebagaian pasien mungkin akan mencoba diet makrobiotik maupun diet jenis lain.

Dx 3 a) Mengkaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi, dan waktu. Menandai gejala nonverbal misal gelisah, takikardia, meringitas. b) Mendorong pengungkapan perasaan. c) Memberikan aktivitas hiburan, mis., membaca, berkunjung, dan menonton televise.

49

50

d) Melakukan tindakan paliatif, mis., pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit. e) Memberikan kompres hangat/lembab pada sisi injeksi pentamidin/IV selama 20 menit setelah pemberian. f) Menginstruksikan pasien/dorong untuk menggunakan visualisasi/bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik napas dalam. g) Mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasasakit. h) Memfokuskan kembali perhatian; mungkin dapat meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi. i)Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.

E. EVALUASI 1) Pasien mampu mempertahankan hidrasi 2) Pasien mampu mempertahankan berat badan 3) Pasien mampu beradaptasi dengan rasa nyeri

50

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi. Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex kronik progresif, limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus. B. Saran Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang

51

52

berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.

DAFTAR PUSTAKA Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan. http://www.mkb-online.org/. Last update 1 November 2012 Alimul Hidayat, Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta: Salemba Medika. Anderson Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Volume 1. Jakarta: EGC. Anonim. 2010. Aids. http://sepsis.wordpress.com/aids/ Last update 1 November 2012 Anonim. 2010. askep aids pada anak http://sepsis.wordpress.com/aids/001/007/349/7/1 Last update 1 November 2012 Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta: EGC Doengoes, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. edisi 3. Jakarta: EGC

52

53

Fitriani, Hannifah. 2011. Konsep Virus HIV. http://id.scribd.com/doc/63411887/7/Komplikasi-Penyakit-AIDS Last update 1 November 2012

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN_INDON ESIA_TAHUN_2011.pdf Last update 1 November 2012 Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. Last update 1 November 2012. Nursalam, K.K.. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak ( untuk Perawat dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika Varney, Helen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC. Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical Pathways. Edisi 3. Jakarta: EGC Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta:EGC. Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. Last update 1 November 20

53

54

You might also like