You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

Adapun pengertian Kaidah Fiqhiyah, dapat diurai dari kaidah dan Fiqih. Kaidah menurut Dr. Ahmad Muhammad Asy- Syafii dalam buku Ushul Fiqh Islami adalah: Hukum yang bersifat universal (kulli) yang diikuti oleh satuan satuan hukum juzi yang banyak. Sementara arti fiqih dari beberapa definisi yang dikemukankan fuqaha berkisar pada rumusan berikut:2) 1. Fiqh merupakan bagian dari Syariaah 2. Hukum yang dibahas mencakup hukum amali 3. Obyek hukum pada orang-orang mukallaf 4. Sumber hukum berdasarkan Al-Quran dan as-Sunnah atau dalil lain yang bersumber pada kedua sumber utama tersebut Dengan demikian pengertian Kaidah Fiqhiyah dapat diartikan diantaranya sebagai, Hukumhukum yang berkaitan dengan asas hukum yang dibangun oleh Syari serta tujuan-tujuan yang dimaksud dalam pensyariatannya (Ahmad Muhammad AsySyafii 1983:5), atau Sebagai suatu jalan untuk mendapatkan kemaslahatan dan menolak kerusakan (Imam Abu Muhammad Izzuddin ibnu Abbas Salam). Qawaidul Ushuliyah (kaidah-kaidah Ushul) adalah suatu kebutuhan bagi kita semua khususnya mahasiswa STAIN Pamekasan, calon mujtahid yang akan meneruskan perjuangan pendahulu-pendahulu kita dalam membela dan menegakkan islam dimanapun berada. Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu Qawaidul ushuliyah. Maka dari itu, kami selaku penyusun mencoba untuk menerangkan tentang kaidah-kaidah ushul, mulai dari pengertian, perkembangan, sumber-sumbernya, dan beberapa urgensi dari kaidah-kaidah ushul.

BAB II PEMBAHASAN KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM A. PENGERTIAN KAIDAH USHUL FIQH Sebagai studi ilmu agama pada umumnya, kajian ilmu tentang kaidah-kaidah ushul diawali dengan definisi. Defenisi ilmu tertentu diawali dengan pendekatan kebahasaan. Dalam studi ilmu kaidah ushul fiqh, kita akan mencoba menjelaskan beberapa permasalahan mulai dari defenisi kaidah secara bahasa dan istilah, defenisi ushul fiqh secara bahasa dan istilah, defenisi kaidah-kaidah ushuliyyah secara bersamaan. Didalam seluruh defenisi tadi terdapat perbedaan pendapat dalam kalangan ulama, penyusun akan mencoba menulis beberapa defenisi dari kalangan ulama atau hanya sekedar menulis defenisi yang menurut penyusun lebih rajih atau lebih kuat. Defenisi kaidah Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan. Dalam bahasa arab, kaidah memilik banyak arti diataranya: al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan dan kaidah dasar), al-Mabda (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara). Al Qidah (cara duduk, yang baik atau yang buruk), Qoid ar rojul (Istrinya), Dzul Qodah (nama salah satu bulan qomariyah yang mana orang arab tidak mengadakan perjalanan didalamnya) dan lain sebagainya. Dari seluruh arti tadi dapat kita simpulkan bahwa kaidah secara bahasa artinya tidak akan keluar dari dasar atau pondasi dan tempat sesuatu. Adapun secara istilah banyak sekali defenisi yang di buat oleh para ulama, tetapi yang paling lengkap dan paling baik menurut penyusun adalah: Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagianbagiannya.

Definisi Ushul Fiqh Dilihat dari segi kebahasaan, kata Ushul Al-Fiqh terdiri dari dua kata yang punya makna tersendiri, yaitu Ushul dan Al-Fiqh. Ushul adalah jamak dari kata al-ashlu bermakna dasar-dasar yang menjadi landasan bagi tumbuhnya sesuatu yang lainSedangkan fiqh adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum syara untuk berbagai perbuatan mukallaf, melalui kejian-kajian ijtihad dari dalil-dalilnya yang terinci. Dengan demikian ushul al-fiqh adalah sekumpulan dalil yang menjadi dasar tumbuh dan terbinanya fiqh, serta menghubungkannya pada dalil-dalil nash dan ijma sahabat B. DEFINISI KAIDAH-KAIDAH USHULIYAH Dr. Jailany mendefinisikan sebagai: hukum kulli (bersifat umum) yang berdiri diatasnya furu fiqhiyah yang di bentuk dengan bentuk umum dan akurat. Defenisi ini belum maani karena kaidah-kaidah fiqh masih masuk didalamnya. Prof. Dr. Muhammad Syabir mendefinisikan sebagai: Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang dengannya bisa sampai pada pengambilan kesimpulan hukum syariyyah al fariyyah dari dalil-dalilnya yang terperinci. Defenisi yang menurut penyusun lebih akurat adalah: Hukum kulli (umum) yang dibentuk dengan bentuk yang akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan fiqh dari dalil-dalil, dan cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil. C. DIFINISI KAIDAH-KAIDAH FIQHIYAH Menurut Bani Ahmad Salbani kaidah fiqhiyah adalah pedoman umum dan universal bagi pelaksanaan hukum islam yang mencakup seluruh bagiannya. Titik tolak pelaksanaan hukum islam diatur oleh kaidah-kaidah yang berifat universal yang merupakan stasiun keberangkatan suatu perbuatan. Sebagaimana ada kaidah yang menyatakan bahwa keyakinan tidak terkalahkan oleh keraguan,setiap perbuatan harus dilandasi dengan keyakinan, bukan oleh keraguan Sedangkan menurut ulama ushul fiqih adalah : (sesuatu yang bersifat umum yang mencakup bagian-bagian yang banyak).

D. MACAM-MACAM QAIDAH FIQHIYAH Macam-macam qaidah fiqhiyah ini ada lima dan disebut juga sebagai pancakaidah.[4] 1. ( Segala sesuatu bergantung pada tujuannya) 2. ( Kemudharatan harus dihilangkan) 3. ( Kebiasaan dapat menjadi hukum) 4. ( Keyakinan tidak dapat hilang karena adanya keraguan) 5. ( Kesukaran mendatangkan kemudahan)

E. FUNGSI DARI USHUL AL-FIQH Fungsi utama dari ilmu ushul al-fiqh adalah mengangkat ketentuan-ketentuan hukum islam yang terpapar dalam al-Quran dan al-Sunnah, sehingga setiap orang mukallaf dapat mengetahuinya dengan baik, dan menerimanya sebagai ketentuan syara baik secara yakin maupun dzan.[5] Para ulama menempuh langkah-langkah kreatif menurut norma-norma hukum itu terpapar secara acak dalm al-Quran dan al-Sunnah dalam bentuk kalam-kalam yang tertulis, dan mereka tidak berjumpa langsung dengan rasulullah sebagai orang yang menyampaikan kalam tersebut dan mampu menjelaskannya dengan baik. Dengan demikian, ushul fiqh haya merupakan metodelogi kajian hukum dari nash-nash al-Quran dan al-Sunnah yang berfungsi mengangkat ketentuan-ketentuan hukum islam, untuk kemudian menjadi pedoman bagi orang-orang mukallaf dalam menjalani kehidupan ini F. PERBEDAAN ANTARA KAIDAH-KAIDAH USHULIYYAH DENGAN KAIDAH-KAIDAH FIQHIYYAH Perbedaan antara keduanya adalah sebagi berikut:

[ [

1. Kaidah ushul pada hakikatnya adalah qaidah istidlaliyah yang menjadi wasilah para mujtahid dalam istinbath (pengambilan) sebuah hukum syariyah amaliah. Kaidah ini menjadi alat yang membantu para mujtahid dalam menentukan suatu hukum. Dengan kata lain, kita bisa memahami, bahwa kaidah ushul bukanlah suatu hukum, ia hanyalah sebuah alat atau wasilah kepada kesimpulan suatu hukum syari. Sedangkan, kaidah fiqih adalah suatu susunan lafadz yang mengandung makna hukum syariyyah aghlabiyyah yang mencakup di bawahnya banyak furu. Sehingga kita bisa memahami bahwa kaidah fiqih adalah hukum syari. Dan kaidah ini digunakan sebagai istihdhar (menghadirkan) hukum bukan istinbath (mengambil) hukum (layaknya kaidah ushul). Misalnya, kaidah ushul al-aslu fil amri lil wujub bahwa asal dalam perintah menunjukan wajib. Kaidah ini tidaklah mengandung suatu hukum syari. Tetapi dari kaidah ini kita bisa mengambil hukum, bahwa setiap dalil (baik Quran maupun Hadits) yang bermakna perintah menunjukan wajib. Berbeda dengan kaidah fiqih al-dharar yuzal bahwa kemudharatan mesti dihilangkan. Dalam kaidah ini mengandung hukum syari, bahwa kemudharatan wajib dihilangkan. 2. Kaidah ushul dalam teksnya tidak mengandung asrarus syari (rahasia-rahasia syari) tidak pula mengandung hikmah syari. Sedangkan kaidah fiqih dari teksnya terkandung kedua hal tersebut. 3. Kaidah ushul kaidah yang menyeluruh (kaidah kulliyah) dan mencakup seluruh furu di bawahnya. Sehingga istitsnaiyyah (pengecualian) hanya ada sedikit sekali atau bahkan tidak ada sama sekali. Berbeda dengan kaidah fiqih yang banyak terdapat istitsnaiyyah, karena itu kaidahnya kaidah aghlabiyyah (kaidah umum). 4. Perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqih pun bisa dilihat dari maudhunya (objek). Jika Kaidah ushul maudhunya dalil-dalil samiyyah. Sedangkan kaidah fiqih maudhunya perbuatan mukallaf, baik itu pekerjaan atau perkataan. Seperti sholat, zakat dan lain-lain 5. Kaidah-kaidah ushul jauh lebih sedikit dari kaidah-kaidah fiqh. 6. Kaidah-kaidah ushul lebih kuat dari kaidah-kaidah fiqh. Seluruh ulama sepakat bahwa kaidah-kaidah ushul adalah hujjah dan mayoritas dibangun diatas dalil

yang qoti. Adapun kaidah-kaidah fiqh ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bahwa kaidah-kaidah fiqh bukan hujjah secara mutlaq, sebagian mengatakan hujjah bagi mujtahid alim dan bukank hujjah bagi selainnya, sebagian yang lain mengatakan bahwa kaidah-kaidah tersebut hujjah secara mutlak. 7. Kaidah-kaidah ushul lebih umum dari kaidah-kaidah fiqh. Kaidah ushuliyah merupakan mediator untuk meng-istinbath-kan hukum syara amaliyah, sedangkan kaidah fiqhiyah adalah kumpulan hukum-hukum yang serupa diikat oleh kesamaan illat atau kaidah fiqhiyah yang mencakupnya dan tujuannya taqribu almasail alfiqhiyawa tashiliha G. CONTOH KAIDAH-KAIDAH USHUL FIQH SERTA DASAR-DASAR Untuk memperjelas maksud kami menyusun makalah ini kami akan menyertakan contoh dari kaidah-kaidah yang telah kami sebutkan. 1. ( Segala sesuatu bergantung pada tujuannya) Contoh: kalau kita sholat kita pasti bertemu dengan yang namanya niat, kalau kita tidak bertemu dengan yang namanya niat berarti kita tidak pernah sholat.begitu juga dengan yang lainnya, seperti puasa, zakat, haji dll. Kita pasti bertemu dengan yang namnya niat. Dasar kaidah ini para ulama mengambil dari ayat al-Quran yang berbunyi:[8]

PENGAMBILANNYA

.
Artinya: Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat.(QS. Ali-Imran: 145) 2. ( Kemudharatan harus dihilangkan)

Contoh: kalau misalkan ada pohon besar dengan buah yang banyak yang mana buah tersebut sering jatuh dan sering mengenai kepala orang yang lewat dibawahnya hingga ada yang harus dibawa ke rumah sakit, maka dengan beracuan pada kaidah ini pohon tersebut harus di tebang. Dasar kaidah ini beracuan pada nash Al-Quran surat Al-Araf ayat 56:[9]


Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orangorang yang berbuat baik. 3. ( Kebiasaan dapat menjadi hukum) Contoh: ketika di suatu tempat ada suatu kebiasaan, yang mana kebiasaan tersebut telah mendarah daging, maka dengan sendirinya kebiasaan tersebut akan menjadi hukum, misalkan kebiasaan petik laut, kalau ada masyarakat pesisir yang tidak melakukan petik laut tersebut, maka dia akan dikucilkan oleh masyarakat setempat. Kaidah tersebut didasarkan pada nash Al-Quran surat Al-Araf ayat 199:


Artinya: jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh Ada perbedaan antara al-adah dengan urf. Adat (al-adah) adalah perbuatan yang terus menerus dilakukan oleh manusia yang kebenarannya logis, tapi tidak semuanya menjadi hukum. Sedangkan urf, jika jika mengacu pada al-maruf, berarti kebiasaan yang normatif dan semuanya dapat dijadikan hokum, karena tidak ada yang bertentangan dengan al-quran atau hadits. 4. ( Keyakinan tidak dapat hilang karena adanya keraguan) Contoh: kalau misalkan kita mau melakukan sholat, tapi kita masih ragu apakah kita masih punya wudhu atau tidak, maka kita harus berwudhu kembali, akan tetapi kalau

kita yakin kita masih punya wudhu, kita langsung sholat saja itu sah, meski pada kenyataannya wudhu kita telah batal. 5. ( Kesukaran mendatangkan kemudahan) Contoh: apabila kita melakukan perjalanan yang mana perjalana tersebut sudah sampai pada batas diperbolehkannya mengqasar sholat, maka kita boleh mengqasar sholat tersebut, karena apa bila kita tidak mengqsar shoalat kemungkinan besar kita tidak akan punya waktu yang cukup untuk shalat pada waktunya. Karena seseorang yang melakukan perjalanan pastilah akan dikejar waktu untuk agar cepat sampai pada tujuan, dan itu termasuk pada pekerjaan yang sulit di lakukan apabila harus melakukan sholat pada waktu sholat tersebut. Qaidah ini berdasarkan pada ayat Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 185:


Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Surat An-Nisa ayat 28:


Artinya: Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan: 1. 2. 3. Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan. ushul al-fiqh adalah sekumpulan dalil yang menjadi dasar tumbuh dan terbinanya fiqh, serta menghubungkannya pada dalil-dalil nash dan ijma sahabat. Kaidah ushuliyah adalah Hukum kulli (umum) yang dibentuk dengan bentuk yang akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan fiqh dari dalil-dalil, dan cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil. 4. Kaidah fiqhiyah adalah pedoman umum dan universal bagi pelaksanaan hukum islam yang mencakup seluruh bagiannya. 5. Macam-macam qaidah fiqhiyah ada lima, seperti yang telah disebutkan di depan. B. Saran-saran Kami sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah, oleh karena itu kami sangat mengharap saran dan kritik yang membangun agar kami bisa menjadikan pedoman untuk yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

http://aminlrg.blogspot.com/2011/05/bab-i-pendahuluan.html http://kozam.wordpress.com/2009/11/10/kaidah-kaidah-ushul-fiqh/ Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, PT. Grafindo Persada, Jakarta 2007

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat yang berupa kesehatan serta kekuatan sehingga kita bisa menyelesaikan makalah ini sebagai tugas ushul fiqh. Shalawat serta salam kami haturkan kepada Nabi akhir zaman Rasulullah SAW. beserta keluarga sahabat dan para pengikut yang setia. Dalam penulisan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kami dalam mendapatkan referensi, untuk itu segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan dalam penulisan makalah yang selanjutnya.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A. Latar belakang....................................................................................... 1 B. Rumusan masalah .................................................................................. 1 C. Tujuan.................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 2 Amr, nahi dan penerapannya .................................................................. 2 Am, khas dan penerapannya ................................................................. 7 Mantuq, mafhum dan penerapannya ....................................................... 9 Mujmal, mubayyan dan penerapannya .................................................... 11 Takwil, nasakh dan perbedaan pendapat para ulama .............................. 13 BAB III PENUTUP .......................................................................................... 16 DAFTAR

PUSTAKA ....................................................................................... 17 iiKAIDAH-KAIDAH ISTINBATH (PENGAMBILAN) HUKUM DAN PENERAPANNYA

You might also like