You are on page 1of 32

PEMERIKSAAN KADAR BILIRUBIN

1. Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat : Melakukan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.

2. Teori Dasar 2.1 Hati Hati adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya 1 kg. Letaknya dibagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terbagi atas dua lapisan utama : a. Permukaan atas terbentuk cembung, terletak di bawah diafragma. b. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus. Permukaanya diliputi oleh peritoneum viserial, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula glisson, yang meliputi permukaan interior membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika dan saluran empedu. Selain merupakan organ yang mempunyai ukuran terbesar, hati juga mempunyai fungsi yang banyak dan paling komplek. Hati merupakan pertahanan hidup dan berperan pada hampir setiap fungsi metabolisme tubuh. Hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar dan fungsi jaringan untuk mempertahankan tubuh, hati juga mempunyai kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Kerusakan hati sebagian pada kebanyakan kasus sel yang mati atau sakit, maka akan diganti dengan jaringan hati yang baru. (jtptunimus-gdlmutiahgoc2-5673-2-babii.pdf) 2.1.1 Fungsi hati antara lain: a. Mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan Disuatu tempat dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaian dalam jaringan. b. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk disekresi dalam empedu dan urin, membersihkan darah sebelum zat-zat toksin tersebut mencapai organ tubuh yang peka misalnya otak fungsi, hal ini disebut detoksikasi.
1

c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen, karbohidrat yang diabsorbsi sebagai glukosa disimpan dalam hati sebagai glikogen. glukosa dilepaskan sesuai dengan kebutuhan. d. e. Sekresi empedu. Pembentukan ureum, golongan asam amino diubah menjadi ureum yang diekskresi melalui ginjal, rantai karbon yang yang tersisa mengalami oksidase menjadiCO2 dan air. Sebagian asam amino akan masuk sirkulasi sistemik dalam jumlah kecil, kadar asam amino yang tinggi dalam peredaran darah dapat menjadi racun yang merusak fungsi otak. Asam amino yang berjumlah 22 macam dipergunakan dalam tubuh sebagai bahanbahan dasar pembangunan protein. Beberapa asam amino ini tidak dapat dibuat dalam tubuh sehingga harus diperoleh dari makanan dan disebut sebagai asam amino esensial. Asam amino lainnya dapat diubah dari satu bentuk lain dengan bantuan enzimenzim khusus dalam sel-sel tubuh, terutama dalam sel hati. f. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air, zat lemak yang dipadukan dengan lesitin akan membentuk fosfolipid, kolesterol dibuat dihati dari asam asetat, sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dengan asam lemak. Lipoprotein plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat dihati. (jtptunimus-gdl-mutiahgoc2-5673-2-babii.pdf)

Hati mempunyai peranan penting yang vital dalam proses metabolism dan detoksifikasi dan eliminasi senyawa toksis. Meskipun adanya kerusakan pada hati tidak dapat dilihat langsung efeknya, namun mengingat pentingnya peranan hati maka utnuk mendeteksi kerusakan hati perlu dilakukan pengujian dilabolatorium. Salah satu pengujian fungsi hati yang sederhana adalah dengan pemeriksaan kadar bilirubin.

2.2 Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20% bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang disekresikan dalam darah harus diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati. Di dalam hati, hepatosit melepaskan ikatan dan
2

mengkonjugasinya dengan asam glukoronat sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi melibatkan enzim

glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin terkonjugasi dikeluarkan melalui proses energi kedalam sistem bilier. ( hpttp//lab kesehatan. blog spot. com /2009/ bilirubin-serum. html). 2.2.1 Macam dan sifat bilirubin a. Bilirubin terkonjugasi /direct Bilirubin terkonjugasi /direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin. Peningkatan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi dapat disebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin intrahepatik antara lain Sindroma Dubin Johson dan Rotor, Recurrent (benign) intrahepatic cholestasis, Nekrosis hepatoseluler, Obstruks saluran empedu. Diagnosis tersebut diperkuat dengan pemeriksaan urobilin dalam tinja dan urin dengan hasil negatif. b. Bilirubin tak terkonjugasi/ indirect Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk memudahkan bereaksi dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirect. Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis penyakit bilirubinemia karena payah jantung akibat gangguan dari delivery bilirubin ke dalam peredaran darah. Pada keadaan ini disertai dengan tanda-tanda payah jantung, setelah payah jantung diatasi maka kadar bilirubin akan normal kembali dan harus dibedakan dengan chardiac chirrhosis yang tidak selalu disertai bilirubinemia. Peningkatan yang lain terjadi pada bilirubinemia akibat hemolisis atau eritropoesis yang tidak sempurna, biasanya ditandai dari anemi hemolitik yaitu gambaran apusan darah tepi yang abnormal,umur

eritrosit yang pendek. ( http// lab kesehatan .blog spot yahoo. com /2009/ bilirubin-serum. html).

Tabel 1. Pebedaan Bilirubin Bilirubin I indirect - terikat albumin - non-polar - dibawa ke hepar - Hiperbilirubinemia; > retensi > bisa masuk ke SSP > tidak ada dlm urine Bilirubin II direct - terikat glukuronat - polar - disekresikan dari hepar - Hiperbilirubinemia; > regurgitasi > tidak bisa ke SSP > bisa masuk ke urine

2.2.2 Metabolisme Bilirubin

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah produk dari eritrosit yang rusak. Kerusakan eritrosin akan menyebabkan keluarnya bilirubin. Bilirubin ini adalah bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut dalam air. Bilirubin tak terkonjugasi ini diikat oleh albumin dan protein lain, kemudian beredar melalui peredaran darah. Setibanya di dalam hepar, bilirubin tak terkonjugasi dilepas oleh hepar dari albumin, kemudian digabung dengan glukoronid sehingga dapat melarut dalam air dan disebut bilirubin terkonjugasi. Melalui kanakuli, bilirubin terkonjugasi ikut dengan empedu dan masuk ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum, bilirubin terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini dikeluarkan melalui feses dalam bentuk sterkobilin, yang memberi warna pada feses, dan sebagian diabsorbsi. Setelah itu, direabsorbsi, setibanya di dalam hepar, hepar melepaskannya ke dalam darah untuk diambil kembali, yang lain dikeluarkan melalui urine (Baradero et. al., 2008). 2.2.3 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Bilirubin Total Dalam suatu pemeriksaan bilirubin total, sampel akan selalu berbubungan langsung dengan faktor luar. Hal ini erat sekali terhadap kestabilan kadar sampel yang akan diperiksa, sehingga dalam pemeriksaan tersebut harus memperhatikan faktor-faktor yang

mempengaruhi stabilitas kadar bilirubin total dalam serum diantaranya yaitu a. Sinar Stabilitas bilirubin dalam serum pada suhu kamar tidak stabil dan mudah terjadi kerusakan terutama oleh sinar, baik sinar lampu ataupun sinar matahari. Serum atau plasma heparin boleh digunakan, hindari sampel yang hemolisis dan sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung dapat menyebabkan penurunan kadar bilirubin serum sampai 50% dalam satu jam, dan pengukuran bilirubin total hendaknya dikerjakan dalam waktu dua hingga tiga jam setelah pengumpulan darah. Bila dilakukan penyimpanan serum hendaknya disimpan di tempat yang gelap, dan tabung atau botol yang berisi serum di bungkus dengan kertas hitam atau aluminium foil untuk menjaga stabilitas serum dan disimpan pada suhu yang rendah atau lemari pendingin. b. Suhu Penyimpanan Suhu merupakan faktor luar yang selalu berhubungan langsung terhadap sampel, baik saat penyimpanan maupun saat pemeriksaan. Pemeriksaan kadar bilirubin total sebaiknya diperiksa segera, tapi dalam keaadaan tertentu pemeriksaan kadar bilirubin total bisa dilakukan penyimpanan. Dengan penyimpanan yang benar stabilitas serum masih stabil
5

dalam waktu satu hari bila disimpan pada suhu 15 C-25C, empat hari pada suhu 2C-8C, dan tiga bulan pada penyimpanan -20C . Lamanya sampel kontak dengan faktor-faktor di atas berpengaruh terhadap kadar bilirubin didalam sampel sehingga perlu upaya mengurangi pengaruh tersebut serta mengoptimalkan kadar bilirubin total di dalam serum agar dapat bereaksi dengan zat pereaksi secara sempurna, sedangkan reagen bilirubin total akan tetap stabil berada pada suhu 2-8C dalam keadaan tertutup, terhindar dari kontaminan dan sinar. Dalam hal ini dapat dimungkinkan bahwa penurunan kadar bilirubin dipengaruhi oleh kenaikan suhu dan pengaruh sinar yang berintensitas tinggi . 2.2.4 Manifestasi Klinik Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin serum total yang lebih dari 5mg/dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuannya untuk mengekskresinya. Dari definisinya, tidak ada ketidaknormalan lain atau proses patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada kulit dan membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak terkonjugasi. Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua atau sel darah merah yang mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah merah mengalami pergantian yang lebih tingi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi bilirubin lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan faktor yang membatasi ekskresi bilirubin (Betz & Sowden, 2009).

Hiperbilirubinemia terkonjugasi yang berkepanjangan, seperti pada ikterus obstruktif, menyebabkan terjadinya penggabungan kovalen bilirubin terkonjugasi dengan albumin. Jenis bilirubin ini adalah bilirubin delta, yang bermigrasi lebih cepat daripada albumin normal sehingga memperlebar pita albumin ke arah anoda. Bilirubin delta memilki waktu paruh plasma lebih lama dari pada bilirubin terkonjugasi lain karena beriaktan kovalen dengan albumin sehingga tertahan lebih lama dalam sirkulasi (Sacher dan McPherson, 2004). Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

a. Ikterus pre-hepatik Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia

sp., dan Anaplasma sp. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. b. Ikterus hepatik Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator. c. Ikterus Post-Hepatik Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
(http://www. umy.ac.id/topik/files/2011/12/Skenario-4-Ikterus.docx)

2.4 Metode Analisis Bilirubin Bilirubin memiliki warna kuning yang dapat diukur langsung dengan nmenggunakan spektroskopi yang sebelumnya telah diencerkan dengan larutan fisiologis hingga warnanya sebanding denganlarutan kalium dikromat 0,01% yang disebut icterus index. Namun karena kandungan serum selain bilirubin seperti karoten, xantofil, dan hemoglobin juga memberikan kontribusi pada icterus index, maka metode inihanya dapat digunakan pada bayi yang baru lahir sebelum berusia satu bulan. Untuk usia diatas satu bulan diperlukan prosedur lain yaitu dengan dikople dengan menggunakan zat warna dan diukur secara kolorimetri. Bilirubin terkonjugasi yang larut air langsung direaksikan dengan asam sulfanilat (direct bilirubin), dan bilirubin yang tak terkonjugasi dilarutkan dalam alcohol kemudian dikople dengan reagen
7

diazo (indirect bilirubin). Selanjutnya kadar bilirubin terkonjugasi dan kadar bilirubin total akan dilaporkan. Prosedur manual untuk pengukuran bilirubin yang banyak digunakan adalah metode :

a. Metode Evelyn Malloy Metode ini digunakan reagen Ehlirch diazo, dimana reagen ini bila direaksikan dengan bilirubin direct dalam larutan berair akan membentuk kompleks senyawa berwarna merah muda sampai ungu dalam waktu 1 menit, sedangkan dalam larutan metil alcohol 50%, reagen Ehlirch diazo akan bereaksi dengan bilirubin total membentuk warna merah muda sampai ungu pada waktu penangguhan 30 menit. (http://smart-fresh.blogspot.com/2012/06/uji-kadarbilirubin-total-direk-metode.html)

b. Metode Jendrasik- Grof Prinsip dari metode Jendrassik- Grof yaitu Bilirubin bereaksi dengan DSA ( diazotized sulphanilic acid) dan membentuk senyawa azo yang berwarna merah. Daya serap warna dari senyawa ini dapat langsung dilakukan terhadap sampel bilirubin pada panjang gelombang 546 nm. Bilirubin glukuronida yang larut dalam air dapat langsung bereaksi dengan DSA, namun bilirubin yang terdapat di albumin yaitu bilirubin terkonjugasi hanya dapat bereaksi jika ada akselerator. Total bilirubin = bilirubin direk + bilirubin indirek. c. Metode Pelarman & Lie Pada metode ini menggunakan akselelatornya surfaktan, surfaktan ini berfungsi untuk memisahkan bilirubin dengan albumin dan nantinya akan menjadi bilirubin bebas.

Prinsip Reaksi
Bilirubin-Albumin +Surfaktan Bilirubin bebas+ albumin

Asam Sulfanilat +Natrium nitrit

p-diazobenzensulfonat

p-diazobenzensulfonat +bilirubin

azobilirubin

Gambar 2. Reaksi Penetapan Kadar Bilirubin dengan Kolorimetri 2.5 Spektrofotometri Uv-Vis Spektrofotometer adalah alat untuk menukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optik dan elektronika serta sifat-sifat kimia fisiknya. Dimana detector dapat mengukur intensitas cahaya yang dipancarkan secara tidak langsung cahaya yang diabsorbsi. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa atau warna yang terbentuk. (http://annapermanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf) Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Larutan yang dianalisis diukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampaknya. Konsentrasi larutan yang dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terapat dalam larutan tersebut. Prinsip kerja Spektrofotometri uv-vis mengacu pada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan.

Gambar 3. Diagram Spektrofotometer UV-Vis (http://annapermanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf)

2.5 Persyaratan Suatu pengujian Secara Kualitatif dan Kuantitatif Terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam suatu pengujian baik secara kualitatif ataupun kuantitatif. Syarat tersebut terdiri dari spesifisitas, sensitivitas, presisi dan akurasi. Akurasi adalah kemampuan metode untuk mengukur dan mendeteksi nilai aktual atau nilai sebenarnya dari dalam sampel, akurasi merupakan ukuran ketepatan atau kedekatan hasil pengujian dengan hasil yang sebenarnya. Presisi adalah tingkat kesesuaian antara hasil pengujian individual dengan hasil rata-rata pengujian berulang pada sampel yang homogen dengan kondisi pengujian yang sama. Sensitivitas atau kepekaan adalah kemampuan metode untuk mendeteksi atau mengukur sampel dalam jumlah sekecil mungkin. Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk meendeteksi atau mengukur sampel tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya bahan atau matriks lain.

10

Alat dan Bahan 3.1 Alat Mikropipet 10- 100 l, 100-1000 l Tabung reaksi Gelas Kimia Botol semprot Spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm Kuvet

3.2 Bahan Serum Surfaktan Aquadest Asam sulfanilat Natrium nitrit Kontrol

Prosedur Percobaan Pengukuran kadar bilirubin total blangko


Sampel Dipipet sebanyak 100 l Dimasukan kedalam tabung Dipipet kembali surfaktan sebanyak 500 l

11

Dimasukan kedalam tabung yang sama Dipipet kembali asam sulfanilat sebanyak 500 l

Dimasukan kedalam tabung yang sama dan dicampurkan sampai homogen didiamkan dalam suhu kamar selama 10 menit Setelah 10 menit blangko disimpan untuk membaca absorbansi sampel uji

Uji
Natrium nitrit dipipet sebanyak 20 l menggunakan mikro pipet Dimasukan kedalam tabung Sampel di pipet sebanyak 100 l Dimasukkan kedalam tabung yang sama

12

Asam sulfanilat dipipet sebanyak 500 l

Dimasukkan kedalam tabung yang sama Kemudian surfaktan dipipet sebanyak 500 l

Dimasukkan kedalam tabung yang sama Dicampurkan hingga homogen Didiamkan didalam suhu kamar selama 10 menit

Setelah 10 menit dibaca absorbansinya terhadap blangko pada panjang gelombang 546 nm

13

Pengukuran kadar bilirubin terkonjugasi blangko


Sampel Dipipet sebanyak 100 l Dimasukan kedalam tabung Dipipet kembali asam sulfanilat sebanyak 1000 l

Dimasukan kedalam tabung yang sama

Dimasukan kedalam tabung yang sama dan dicampurkan sampai homogen

didiamkan dalam suhu kamar selama 5 menit Setelah 5 menit blangko disimpan untuk membaca absorbansi sampel uji

14

Uji
Natrium nitrit dipipet sebanyak 10 l menggunakan mikro pipet Dimasukan kedalam tabung Asam sulfanilat dipipet sebanyak 1000 l Dimasukkan kedalam tabung yang sama

Sampel di pipet sebanyak 100 l Dimasukkan kedalam tabung yang sama

Dicampurkan hingga homogen

Didiamkan didalam suhu kamar selama 5 menit

Setelah 5 menit dibaca absorbansinya terhadap blangko pada panjang gelombang 546 nm

15

Hasil Pengamatan

Kadar bilirubin total

absorbansi bilirubin total blangko

absorbansi bilirubin total uji

0,081 ( reaksi selama 10 menit ) 0,072 ( reaksi selama 10 menit ) 0,061 (reaksi selama 10 menit )

Kadar bilirubin terkonjugasi

absorbansi bilirubin terkonjugasi blangko

absorbansi bilirubin terkonjugasi uji

0,009 ( reaksi selama 5 menit ) 0,079 ( reaksi selama 5 menit ) 0,009 (reaksi selama 5 menit )

16

Perhitungan Diketahui : Bilirubin total uji 1 = 0,081 Bilirubin total uji 2 = 0,061 Bilirubin total blanko = 0,072 Bilirubin terkonjugasi uji 1 = 0,009 Bilirubin terkonjugasi uji 2 = 0,009 Bilirubin terkonjugasi blanko = 0,079 Ditanyakan : Kadar bilirubin total dan kadar bilirubin terkonjugasi? Kadar bilirubin total uji 1 = absorbansi uji 1 x faktor kalibrator = 0,081 x 45 mg/dL = 3,645 mg/dL Kadar bilirubin total uji 2 = absorbansi uji 2 x factor = 0,061 x 45 mg/dL = 2,745 mg/dL Kadar bilirubin terkonjugasi uji 1 = absorbansi uji 1 x kadar kalibrator = 0,009 x 5 mg/dL = 0,045 mg/dl Kadar bilirubin terkonjugasi uji 2 = absorbansi uji 2 x kadar kalibrator = 0,008 x 5 mg/dL = 0,04 mg/dL

17

18

= (0,0425 0,0035) mg/dL - (0,0425+ 0,0035) mg/dL = 0, 039 mg/dL 0,046 mg/dL

Pembahasan Hati merupakan organ yang mempunyai peranan vital dalam proses

metabolisme dan detoksifikasi. Kerusakan pada hati dapat berakibat fatal bagi tubuh, sehingga perlu dideteksi adanya kerusaan hati dimana salah satu pengujiannya dapat dilakukan secara sederhana dengan pemeriksaan kadar bilirubin. Billirubin sebagian besar berasal dari heme pada hemoglobin yang dilepaskan pada saat terjadi kerusakan pada sel darah merah yang sudah tua yaitu sekitar 120 hari. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini (Israr, 2010). Bilirubin yang terbentuk dari penguraian heme ini adalah bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut dalam air. Bilirubin tak terkonjugasi ini diikat oleh albumin dan protein lain, kemudian beredar melalui peredaran darah. Setibanya di dalam hepar, bilirubin tak terkonjugasi dilepas oleh hepar dari albumin, kemudian digabung dengan glukoronid sehingga dapat melarut dalam air dan disebut bilirubin terkonjugasi. Melalui kanakuli, bilirubin terkonjugasi ikut dengan empedu dan masuk ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum, bilirubin terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini dikeluarkan melalui feses dalam

19

bentuk sterkobilin, yang memberi warna pada feses, dan sebagian diabsorbsi. Setelah itu, direabsorbsi, setibanya di dalam hepar, hepar melepaskannya ke dalam darah untuk diambil kembali, yang lain dikeluarkan melalui urine (Baradero et. al., 2008). Pada percobaan kali ini dilakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin. Bilirubin dapat digunakan sebagai salah satu parameter pemeriksaan fungsi hati karena bilirubin merupakan hasil pemecahan heme dari sel darah merah akan mengalami konjugasi di hati dengan asam glukoronat dengan batuan enzim uridyl diphosphate glucoronyl transferase (UDGPT) sehingga menjadi bilirubin-glukoronat yang lebih larut air (bilirubin direk) dan akan disekresikan ke empedu untuk mengemulsikan lemak di usus. Apabila ada gangguan fungsi hati, jumlah bilirubin indirek (hasil pemecahan heme) akan banyak terdapat di darah, sedangkan jumlah bilirubin direk sedikit terbentuk akibatnya billirubin yang tidak larut air akan berikatan dengan protein jaringan pada kulit, mata, dan jaringan lain yang menimbulkan warna kuning pada jaringan tersebut. Billirubin merupakan senyawa dengan pigmen warna kuning yang sebenarnya dapat langsung terdeteksi dengan spektrofotometri dimana sebelumnya billirubin tersebut sebelumnya telah diencerkan dengan larutan fisiologis sehingga warnanya sebanding dengan larutan kalium dikromat 0,01% atau disebut dengan icterus index. Akan tetapi pada orang dewasa, banyak terdapat zat lain yang memiliki pigmen warna seperti karoten, xantofil dan hemoglobin yang juga memberikan kontribusi pada nilai icterus index, sehingga metode ini hanya bisa digunakan pada bayi sebelum usia 1 bulan dimana belum terdapat karoten, xantofil dan hemoglobinnya belum terurai. Sedangkan pada usia di atas 1 bulan, maka perlu adanya prosedur lain, dimana harus dikople dengan zat warna diazo dan kemudian intensitas warnanya dapat diukur secara kolorimetri. Pada praktikum ini dilakukan pengukuran kadar billirubin total serta billirubin terkonjugasi dengan metode peralman lee dimana dipakai surfaktan sebagai akselerator. Pengujian kadar billirubin ini dilakukan secara duplo. Fungsi dilakukan secara duplo yaitu untuk mempersempit kesalahan data dengan cara membandingkan
20

hasil pengulangan, dimana pengulangan yang satu dan yang lain hasil yang diperoleh tidak boleh berbeda signifikan. Absorban yang diukur yaitu absorbansi spesimen, dan blanko sampel. Pengujian spesimen dilakukan oleh 4 kelompok yang terdiri dari 2 kelompok untuk pengujian kadar billirubin total dan 2 kelompok untuk pengujian kadar billirubin terkonjugasi, sedangkan pengujian blanko sampel dibuat oleh 2 kelompok dimana 1 kelompok melakukan pengujian untuk balnko sampel billirubin total, dan 1 kelompok melakukan pengujian untuk blanko billirubin terkonjugasi. Spesimen diperoleh dari darah relawan yang diambil pukul 07.30 WIB pagi, sedangkan bahan lain yang digunakan adalah surfaktan, asam sulfanilat, natrium nitrit, sampel dan kalibrator. Pada pengujian kadar billirubin total, pertama-tama dilakukan pembuatan larutan blanko sampel. Blanko sampel dibuat dengan mencampurkan surfaktan sebanyak 500 L, asam sulfanilat 500 L, aquadest 20 L, dan sampel sebanyak 100 L. Penambahan aquadest bertujuan untuk menyamakan volume dengan larutan uji dan larutan standar karena pada saat pengujian perlakuan yang diberikan harus sama. Pembuatan larutan blanko bertujuan untuk kalibrasi atau sebagai larutan pembanding dalam analisis fotometri. Biasanya larutan blanko tidak berisi larutan yang dianalisis hanya saja berisi pelarut dan reagen yang dilakukan untuk mengkalibrasi spektrofotometri, akan tetapi pada praktikum ini blanko yang digunakan ditambahkan sampel dengan jumlah yang sama seperti larutan uji yaitu 100 L, hal tersebut dilakukan agar pengujian yang dilakukan lebih spesifik karena billirubin merupakan zat dengan pigmen warna kuning yang menyebabkan kemungkinan adanya gangguan senyawa lain yang mempunyai intensitas warna yang sama yang kemudian jadi pengotor ketika pengujian dengan spektrofotometri. sedangkan larutan uji terdiri surfaktan sebanyak 500 L, asam sulfanilat 500 L, Natrium nitrit 20 L, dan sampel sebanyak 100 L. Kemudian campuran ini dibiarkan pada suhu kamar selama 10 menit. Pada pengujian kadar billirubin total, tahap pertama dilakukan pencampuran sampel dengan surfaktan. Billirubin yang terdapat dalam sampel terdiri dari billirubin
21

terkonjugasi yang larut air dan billirubin tak terkonjugasi yang tidak larut air. dalam sistem sirkulasi, billirubin tak terkonjugasi akan berikatan dengan protein yaitu albumin agar dapat larut dalam darah. Sehingga dalam sampel terdapat billirubin terkonjugasi dan billirubin tak terkonjugasi yang berikatan dengan albumin. Penambahan surfaktan berfungsi untuk memecah ikatan antara billirubin dengan albumin sehingga dapat diukur kadar billirubin terkonjugasi dan billirubin tak terkonjugasi bebas yang tidak terikat pada albumin, dimana prinsip reaksinya dapat digambarkan pada reaksi di bawah ini: Billirubin albumin + surfaktan

Billirubin bebas

Setelah penambahan surfaktan, maka kedalam campuran ditambahkan asam sulfanilat dan natrium nitrit. Untuk pengujian kadar billirubin pada usia diatas 1 bulan, diperlukan zat warna diazo dimana pada praktikum ini zat warna diazo diperoleh dengan cara mereaksikan asam sulfanilat dengan natrium nitrit yang akan membentuk -diazobenzensulfonat yang dapat digambarkan pada reaksi dibawah ini: Asam sulfanilat + natrium Nitrit -diazobenzensulfonat

Setelah terbentuk -diazobenzensulfonat, maka -diazobenzensulfonat akan bereaksi dengan billirubin yang terdapat pada sampel sehingga terbentuk azobilirubin yang berwarna biru yang kemudian intensitas warnanya dapat diukur dengan spektrofotometri. adapun reaksinya dapat digambarkan pada reaksi dibawah ini: -diazobenzensulfonat + Billirubin

Azobilirubin

Sedangkan pada pengujian kadar billirubin terkonjugasi, hal yang pertama dilakukan adalah pembuatan blanko sampel yaitu dengan mencampurkan asam sulfanilat sebanyak 1000 L, aquadest sebanyak 10 L , dan sampel sebanyak 100
22

L. Sedangkan untuk larutan uji langsung dilakukan penambahan asam sulfanilat sebanyak 1000 L dan natrium nitrit sebanyak 10 L pada sampel sebanyak 100 L, karena pada pengukuran ini hanya ingin mengukur kadar billirubin terkonjugasi saja sehingga tidak ada penambahan surfaktan untuk memecah billirubin tidak terkonjugasi menjadi billirubin bebas, karena memang kadar billirubin tidak terkonjugasi tidak diharapkan terhitung dalam pengujian ini. Adapun reaksinya dapat digambarkan dibwah ini: Asam sulfanilat + natrium Nitrit -diazobenzensulfonat

-diazobenzensulfonat + Billirubin terkonjugasi

Azobilirubin

Pengambilan sampel pada praktikum ini menggunakan mikropipet dengan kapasitas 10-100 L dan mikropipet kapasitas 100 1000 L. Sampel sampel pada praktikum kimia klinik ini menggunakan sampel yang sangat sedikit dengan ukuran mikro sehingga sangat kuantifikasi dalam pengerjaannya agar diperoleh data yang akurat. Teknik pengambilan campuran ini harus dilakukan dengan teliti untuk menghindari kesalahan data atau variasi analitik. Cairan yang dimasukan kedalam tabung harus melalui dinding tabung dan sedekat mungkin dengan dasar tabung untuk menghindari cipratan yang dapat menyebabkan berkurangnya volume cairan yang sudah ditentukan dengan begitu hal ini dapat mencegah volume yang hilang. Suhu dan waktu inkubasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesetimbangan reaksi oleh karena itu campuran harus dikocok dan di tunggu 10 menit pada suhu kamar (20-250C), pengocokan (pengocokan yang dilakukan menggunakan pengocokan manual) berguna untuk menghomogenitas campuran larutan sehingga reaksi yang terjadi dapat berjalan merata hingga diperoleh kesetimbangan reaksinya dan 10 menit merupakan waktu inkubasi agar tercapainya kesetimbangan reaksi. Warna campuran yang diperoleh berwarna pink muda (bening), warna merupakan salah satu indikasi dari suatu reaksi, semakin pekat maka semakin banyak konsentrasi
23

zat yang bereaksi, selama warna larutan masih berubah berarti dapat dikatakan reaksi masih berjalan untuk mencapai keseimbangan. Kemudian setelah 10 menit di ukur absorbansinya, semakin tinggi absorbansi maka semakin banyak billirubin yang terkandung dalam darah. Pada pengujian kadar billirubin total memerlukan waktu inkubasi yang lebih lama yaitu 10 menit dibandingkan pada pengujian kadar billirubin terkonjugasi. Hal tersebut terjadi karena pada pengujian kadar bilirubin total diperlukan waktu untuk mengubah bilirubin yang terikat dengan albumin menjadi bilirubin bebas sehingga waktu inkubasinya lebih lama dibandingkan dengan pengujian kadar bilirubin terkonjugasi yang tidak ada reaksi pemecahan bilirubin dengan bantuan surfaktan. Setelah didiamkan selama 10 menit dalam suhu ruangan pada pengujian kadar bilirubin total dan 5 menit pada pengujian kadar bilirubin terkonjuugasi, maka larutan uji dan blanko sampel dimasukkan kedalam spektrofotometri. Ketika larutan uji dimasukkan dalam spektrofotometri, maka terjadi penyerapan gelombang

elektromagnetik pada daerah visible (380-780 nm) yaitu pada panjang gelombang 546 nm oleh senyawa yang memiliki gugus kromofor yang terdapat dalam larutan uji (Azobilirubin). Karena cahaya yang ditembakkan mengandung energi (E= h. c/) menyebabkan terjadinya eksitasi elektron molekul tersebut dari keadaan dasar (ground state) ke tingkat energi yang lebih tinggi. Ketika elektron-elektron tersebut tereksitasi, maka spektrofotometer menghasilkan nilai absorbansi, dimana absorbansi ini setara dengan jumlah energi yang dioabsorpsi oleh molekul untuk mengeksitasi elektron dari keadaan dasar ke tingkat energi yang kebih tinggi, dimana perpindahan tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini:

24

Gambar 3 Proses eksitasi elektron dari ground state ke tingkat energi yang lebih tinggi

Terdapat berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam suatu pengujian baik secara kualitatif ataupun kuantitatif. Syarat tersebut terdiri dari spesifisitas, sensitivitas, presisi dan akurasi. Akurasi adalah kemampuan metode untuk mengukur dan mendeteksi nilai aktual atau nilai sebenarnya dari dalam sampel, akurasi merupakan ukuran ketepatan atau kedekatan hasil pengujian dengan hasil yang sebenarnya. Presisi adalah tingkat kesesuaian antara hasil pengujian individual dengan hasil rata-rata pengujian berulang pada sampel yang homogen dengan kondisi pengujian yang sama. Sensitifitas atau kepekaan adalah kemampuan metode untuk mendeteksi atau mengukur sampel dalam jumlah sekecil mungkin. Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk meendeteksi atau mengukur sampel tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya bahan atau matriks lain. (Ibrahim, 2010). Keempat persyaratan tersebut diusahakan dapat dipenuhi dalam percobaan ini walaupun tidak dapat dilakukan dengan sempurna. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan alat, personal, kondisi ruangan, dan lain-lain. Alat yang digunakan yaitu spektrofotometri yang mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang tinggi, untuk

25

memenuhi akurasi dan presi, pengujian juga diulang sebanyak dua kali walupun orang yang mengerjakannya tidak sama. Setelah diukur dengan spektrofotometri didapat absorbansi blanko bilirubin total sebanyak 0,072, blanko bilirubin terkonjugasi adalah 0,079, absorbansi bilirubin total kelompok 3 adalah 0, 081, absorbansi bilirubin total kelompok 4 adalah 0,061, absorbansi bilirubin terkonjugasi kelompok 5 adalah 0,009 dan absorbansi bilirubin terkonjugasi kelompok 6 adalah 0,008. Dilihat dari nilai absorbansi yang diperoleh, nilainya sangat kecil dimana tidak berada pada rentang absorbansi yang baik yaitu 0,2-0,8. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kerusakan pada instrumen yang digunakan serta kesalahan personal pada pengerjaan prosedur pengujian. Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi ratarata dari bilirubin terkonjugasi dengan faktor yaitu 5 diperoleh kadar bilirubin terkonjugasi rata-rata sebesar 0,0425 mg/dL dengan standar deviasi 0, 0035 dan range hasil percobaan sebesar 0,039 mg/dL sampai 0,046 mg/dL. Standar deviasi merupakan salah satu teknik statistik yg digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok. Standar Deviasi merupakan variasi sebaran data, semakin kecil nilai standar deviasi maka semakin homogen data yang didapatkan dan semakin besar nilai standar deviasi, maka data yang dihasilkan kurang homogen atau bervariasi. Dari hasil perhitungan, standar deviasi yang didapat cukup kecil yaitu 0, 0035 yang menunjukkan data yang didapat cukup homogen. Dilihat dari kadar bilirubin terkonjugasi rata-rata dari kedua kelompok, diperoleh kadar bilirubin terkonjugasi yang normal yaitu 0,0425 mg/dL dimana kadar bilirubin terkonjugasi yang normal adalah < 0, 2 mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin direk atau terkonjugasi menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor) karena bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar bilirubin direk juga dapat disebabkan oleh:
26

1.

Penyakit ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson

Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek juga dapat disebabkan oleh: 2. Penyakit eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis

terdekompensasi, hepatitis 3. Obat-obatan seperti aspirin, rifampin, fenotiazin. (Israr, 2010).

Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi ratarata dari bilirubin total dengan faktor yaitu 45 diperoleh kadar bilirubin total rata-rata sebesar 3, 195 dengan standar deviasi 0, 6364 dan range hasil percobaan sebesar 2,5586 mg/dL sampai 3, 8314 mg/dL. Standar deviasi merupakan salah satu teknik statistik yg digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok. Standar Deviasi merupakan variasi sebaran data, semakin kecil nilai standar deviasi maka semakin homogen data yang didapatkan dan semakin besar nilai standar deviasi, maka data yang dihasilkan kurang homogen atau bervariasi. Dari hasil perhitungan, standar deviasi yang didapat cukup kecil yaitu 0,6364 yang menunjukkan data yang didapat cukup homogen. Dilihat dari kadar bilirubin total rata-rata dari kedua kelompok, diperoleh kadar bilirubin total yang tidak normal yaitu 3,195 mg/dL dimana kadar bilirubin total yang normal adalah 0,1 1,2 mg/dL. Peningkatan kadar bilirubin total

menunjukkan bahwa kadar bilirubin indireknya juga tinggi. Bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi
27

eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek juga dapat disebabkan oleh: 1. Penyakit eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis

terdekompensasi, hepatitis. 2. Obat-obatan seperti aspirin, rifampin, fenotiazin (Israr, 2010).

Secara teoritis kadar yang diperoleh menunjukkan bahwa pasien mengalami hiperbilirubin, akan tetapi hal tersebut belum dapat dipastikan karena banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pengujian kadar bilirubin ini. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kadar yang diperoleh, salah satu faktor yang diperkirakan mempengaruhi yaitu ketidaktelitian pengerjaan

prosedur; variasi pengocokan antar kelompok, waktu inkubasi, suhu, dan instrumen yang digunakan. Faktor pertama yang mempengaruhi adalah variasi pengocokan. Pengocokan dengan cara manual antara praktikan yang satu dengan yang lain berbeda sehingga hasil warna campuran yang diperoleh antara kelompok yang satu dengan yang lain, kepekatan warna pink mudanya berbeda pula sedangkan pengocokan seharusnya dilakukan seoptimal mungkin agar reaksi yang terjadi berjalan dengan baik. Untuk memperoleh pengocokan yang optimal seharusnya tidak dengan cara manual, paling tidak salah satu caranya dapat menggunakan sentrifugal, karena pengerjaan duplo tidak dilakukan pada orang yang sama, sehingga cara pengocokan manual antara praktikan yang satu dengan yang lain sangat besar kemungkinan berbedanya sehingga mengakibatkan campuran didalam tabung kurang bercampur dengan baik dan juga berdampak pada lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan reaksi. Kesetimbangan reaksi sangat penting karena kesetimbangan reaksi menandakan reaksi yang sempurna, sehingga nilai absorbansi yang diperoleh akan dapat menunjukan semua kadar bilirubin yang ada pada sampel, sedangkan apabila
28

sampel diukur absorbansinya sebelum tercapainya kesetimbangan reaksi maka nilai absorban tidak menunjukan kadar bilirubin yang tepat karena bilirubin dalam larutan belum bereaksi seluruhnya. Jadi variasi pengocokan merupakan salah satu faktor penyebab kemungkinan ketidak-valid-an nilai bilirubin total yang diperoleh praktikan. Faktor kedua yang mempengaruhi hasil percobaan adalah waktu inkubasi. Waktu inkubasi bertujuan untuk memperoleh kesetimbangan reaksi. Waktu inkubasi dalam prosedur 10 menit tetapi saat pengujian tidak tepat 10 menit karena spektrofotometer visibel yang digunakan hanya satu dan dilakukan bergantian. Waktu inkubasi juga dipengaruhi pengocokan sampel, seperti yang sudah diulas diatas apabila pengocokan kurang optimal maka waktu inkubasi akan bertambah lama. Waktu inkubasi dipengaruhi pula oleh suhu. Jadi waktu inkubasi menjadi salah satu satu faktor penyebab kemungkinan ketidak-valid-an nilai kadar bilirubin total yang diperoleh praktikan. Faktor ketiga yang mempengaruhi hasil percobaan adalah suhu. Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat berlangsung, tetapi suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan protein didalam darah terdenaturasi sehingga suhu disesuaikan dengan suhu optimal sampel yaitu disuhu tubuh 370C namun, suhu inkubasi yang digunakan praktikan berada disuhu ruangan antara 20-250C sehingga waktu inkubasi menjadi 10 menit. Akan tetapi, prosedur pengerjaan pada faktor suhu sudah benar dimana praktikan tidak menyentuh tabung dibagian bawah yang berisi larutan, sehingga suhu tubuh praktikan tidak mempengaruhi suhu inkubasi sampel. Jadi faktor suhu bukan menjadi salah satu satu faktor penyebab kemungkinan ketidak-valid-an nilai kadar bilirubin total yang diperoleh praktikan. Selain faktor teknis pada pengerjaan, kadar bilirubin juga dipengaruhi oleh aktivitas relawan. Pada pemeriksaan bilirubin, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengujian, antara lain: 1. Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi kadar bilirubin.
29

2. Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin. 3. Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. 4. Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya akan menurun. 5. Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin (Israr, 2010).

8. Kesimpulan Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-rata dari bilirubin total dengan faktor yaitu 45 diperoleh kadar bilirubin total rata-rata sebesar 3, 195 dengan standar deviasi 0, 6364 dan range hasil percobaan sebesar 2,5586 mg/dL sampai 3, 8314 mg/dL. Setelah dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan nilai absorbansi rata-rata dari bilirubin terkonjugasi dengan faktor yaitu 5 diperoleh kadar bilirubin terkonjugasi rata-rata sebesar 0,0425 mg/dL dengan standar deviasi 0, 0035 dan range hasil percobaan sebesar 0,039 mg/dL sampai 0,046 mg/dL.

30

9.

Daftar Pustaka 2011. Spektrofotometer Uv Visible. Diakses

Anna.

http://annapermanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf. tangal 7 Oktober 2012

Anonim.2009.( hpttp//lab kesehatan. blog spot. com /2009/ bilirubin-serum. html). 5673-2-babii.pdf). Diakses tangal 30 Oktober 2012
Anonim.2011. (http://www. umy.ac.id/topik/files/2011/12/Skenario-4-Ikterus.docx).

Diakses tangal 30 Oktober 2012 Baradero, M, M.W Ddayrit dan Y Siswadi. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Betz,C.L dan L.A Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatric. Edisi V. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Mutiah.2008. Tinjauan Pustaka Hati dan Bilirubin. jtptunimus-gdl-mutiahgoc25673-2-babii.pdf). Diakses tangal 30 Oktober 2012 Israr, Y. A. 2010. Sedikit mengenai : Metabolisme Bilirubin.

http://yayanakhyar.wordpress.com/2010/04/06/sedikit-mengenai bilirubin/.Diakses pada tanggal 30 Oktober 2012

metabolisme-

Sacher, R. A, dan R.A McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan, Laboratorium. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

31

32

You might also like