You are on page 1of 60

PENGERTIAN Hemorrhoid adalah pembengkakan atau distensi vena di daerah anorektal.

Sering terjadi namun kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan nyeri dan perdarahan. Literatur lain menyebutkan bahwa hemorrhoid adalah varices vena eksternal dan / atau internal dari kanal anus yang disebabkan oleh adanya tekanan pada vena-vena anorektal. Hemorrhoid adalah pelebaran vena didalam pleksus hemoridalis yang tidak merupakan keadaan patologik Apabila menyebabkan keluhan atau penyulit perlu diberikan tindakan ETIOLOGI 1. 1. 2. 3. 4. Kehamilan Konstipasi (karena diit rendah serat atau rering menahan buang air besar) Mengangkat benda berat Berdiri atau duduk yang lama.

PATHOFISIOLOGI
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena vena-vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban, namun bila distensi terjadi terus menerus akan timbul gangguan. Salah satu faktor predisposisi yang dapat menimbulkan distensi vena adalah peningkatan tekanan intra abdominal. Kondisi ini menyebabkan peningkatan tekanan vena porta dan tekanan vena sistemik, yang kemudian akan ditransmisi ke daerah anorektal. Elevasi tekanan yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot disekitarnya sehingga vena mengalami prolaps. Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya elevasi yang berulang antara lain adalah obstipasi / konstipasi, kehamilan dan hipertensi portal. Hemorrhoid dapat menjadi prolaps, berkembang menjadi trombus atau terjadi perdarahan. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik Klasifikasi hemorrhoid: A. Hemorrhoid interna Tidak dapat dilihat melalui inspeksi perianal, terletak di atas spincter ani. adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa

Merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah Terdapat pada 3 posisi primer yaitu kanan depan, kanan belakang dan kiri lateral

Derajat hemorrhoid interna HEMOROID INTERNA Derajat Berdarah Menonjol I + II + + III + + IV + Tetap B. Hemorrhoid externa Terletak di bawah spincter ani, sehingga dengan jelas dapat dilihat melalui inspeksi pada anus. Merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus Hemorrhoid ekterna yang mengalami trombosis Merupakan trombosis vena hemorhoidalis eksterna Terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut akibat mengangkat barang berat, batuk, bersin, mengedan atau partus Ditandai dengan adanya benjolan di bawah kulit kanalis analis yang nyeri sekali, tegang, berwarna kebiru biruan, berukuran beberapa milimeter sampai 1 2 cm. dapat unilobular atau bebrapa benjolan. Ruptur dapat erjadi pada dinding vena Pada awal sangat nyeri kemudian berkurang dalam waktu 2 3 hari. Ruptur spontan dapat diikuti dengan perdarahan. Resolusi spontan dapat terjadi tanpa terapi setelah 2 4 hari Faktor predisposisi Mengedan saat defekasi Konstipasi menahun Kehamilan Obesitas

Reposisi Spontan Manual Tidak dapat

Beberapa faktor etiologi telah diajukan, termasuk konstipasi atau diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroma uteri, dan tumor rectum. TANDA DAN GEJALA Perdarahan; merupakan tanda pertama hemorrhoid interna akibat trauma oleh feces yang keras. Warna darah merah segar dan tak bercampur dengan feces, segaris atau menetes. Akibat perdarahan yang berulang dapat menyebabkan anemia. Penonjolan/prolaps akibat pembesaran hemorroid secara perlahan, pada awalnya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium lanjut prolaps perlu didorong agar kembali masuk ke anus. Pada tahap lanjut prolaps menetap dan tidak dapat didorong lagi ciri ciri prolaps menetap: keluar mukus dan terdapat feces pada bagian dalam terdapat iritasi kulit perianal yg menimbulkan gatal atau pruritus anus, disebabkan oleh karena kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus Nyeri timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udema dan radang PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Colok dubur Anuskopi/rectoscopy Proktosigmoidoscopi, untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau keganasan Pemeriksaan feces terhadap adanya darah samar DIAGNOSA BANDING Karsinoma kolorektum Divertikulum Polip usus Colitis ulcerative PENATALAKSANAAN Tujuannya untuk menghilangkan keluhan

Hemorhoid derajat I dan II dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang makan (sebaiknya makanan berserat tinggi) Suppositoria dan salep anus untuk efek anestetik dan astrigen Hemorrhoid interna yang mengalami prolaps dapat dimasukkan kembali secara perlahan dan disusul dengan istirahat baring dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan Rendam duduk dengan cairan hangat dapat meringankan nyeri Bila penyakit radang usus yang mendasari terapi medik harus diberikan Skleroterapi : penyuntikan diberikan submukosa di dalam jaringan alveolar yang longgar dengan tujuan menimbulkan peradangan sterilfibrotik & parut Ligasi dengan gelang karet untuk hemorrhoid besar atau prolaps Bedah beku/cryo surgery: hemorrhoid dibekukan dengan pendinginan suhu rendah Hemorodektomi: untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan hemoroid derajat III dan IV atau penderita dengan perdarahan berulang dan anemia atau hemorrhoid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat IV. PENGKAJIAN FOKUS A. Subyektif 1.Batasan karakteristik 1) Pola makan dan minum

a. Kebiasaan b. Keadaan saat ini 2) Riwayat kehamilan Kehamilan dengan frekwensi yang sering akan menyebabkan hemorrhoid berkembang cepat 3) Riwayat penyakit hati Pada hypertensi portal, potensi berkembangnya hemorrhoid lebih besar. 4) Gejala / keluhan yang berhubungan a. Perasaaan nyeri dan panas pada daerah anus b. Perdarahan dapat bersama feces atau perdarahan spontan (menetes)

c. Prolaps (tanyakan pasien sudah berapa lama keluhan ini, faktor-faktor yang menyebabkannya dan upaya yang dapat menguranginya serta upaya atau obat-obatan yang sudah digunakan) d. Gatal dan pengeluaran sekret melalui anus B.Obyektif 1. Batasan karakteristik 1) Pemeriksaaan daerah anus a. Tampak prolaps hemorrhoid, atau pada hemorrhoid eksterna dapat dilihat dengan jelas. Rasakan konsistensinya, amati warna dan apakah ada tanda trombus juga amati apakah ada lesi. b. Pemeriksaan rabaan rektum (rectal toucher) 2) Amati tanda-tanda kemungkinan anemia : 3) Warna kulit 4) Warna konjungtiva 5) Waktu pengisian kembali kapiler 6) Pemeriksaan Hb 1. DIAGNOSA KEPERAWATAN 2. Konstipasi berhubungan dengan menahan bab akibat nyeri selama eliminasi Berikan dan anjurkan minum kurang lebih 2 liter perhari Berikan dan anjurkan makanan tinggi serat Berikan laxative sesuai program dokter Anjurkan pasien untuk segera BAB bila timbul keinginan untuk BAB 1. Nyeri anal berhubungan dengan trombus vena hemoroidalis a. Tujuan: nyeri berkurang sampai dengan hilang dengan kriteria 1) Wajah pasien tampak tenang

2) Tanda-tanda vital normal 3) Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang 4) Pasien dapat istirahat tidur

b. Intervensi: 1) Berikan posisi yang nyaman

2) Berikan bantalan dibawah bokong saat duduk 3) Berikan kompres dingin 4) Observasi tanda-tanda vital 5) Ajarkan teknik untuk mengurangi rasa nyeri seperti membaca, menonton, menarik nafas panjang, menggosok punggung, dan lain-lain. 6) Pada nyeri awal berikan kompres dingin pada daerah anus 3 4 jam dilanjutkan dengan rendam duduk hangat 3 4 x/hari 7) Pertahankan rendam duduk (sit bath) dengan larutan hangat, dengan larutan PK 2 x/hari. Sit bath 3 sampai 4 kali sehari 8) Berikan diit tinggi serat dan hidrasi yang cukup 9) Libatkan keluarga dalam memberikan rasa nyaman bagi pasien

10) Jelaskan pada pasien tentang rasa nyeri yang dialaminya dan tentang tindakan dilakukan 11) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik, pelunak feces c. Evaluasi Nyeri berkurang sampai dengan hilang sesuai kriteria yang diharapkan. 1. Resiko tinggi terjadi anemia berhubungan dengan perdarahan vena hemorrhoidalis a. Tujuan : pasien akan terhindar dari anemia dengan kriteria: 1) 2) 3) Konjungtiva merah muda Hb dalam batas normal Kapilary refill < 3 detik

\b. Intervensi 1) 2) 3) 4) Monitor tingkat perdarahan pasien Observasi tanda-tanda vital Berikan diit tinggi kalori tinggi protein dan tinggi serat Ajarkan pasien teknik relaksasi pernafasan pada saat buang air besar

5) 6)

Monitor tanda-tanda anemia: tampak lelah, tidak bersemangat, kulit pucat Bila anemia berat kolaborasi pemberian cairan dan transfusi

c. Evaluasi Anemia tidak terjadi sesuai dengan kriteria yang diharapkan. 1. Cemas berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan tentang tindakan operasi a. Tujuan: cemas berkurang sampai dengan hilang dengan kriteria : 1) Pasien terlihat tenang

2) Pasien dapat mengulang kembali informasi yang diberikan b. Intervensi : 1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami pasien

2) Beri waktu buat pasien untuk mengungkapkan secara verbal kecemasannya 3) Jelaskan pada pasien tentang tujuan dari tindakan operasi yang dialami 4) Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan

5) Dampingi pasien untuk pasrah dan berdoa kepada Tuhan c. Evaluasi : Kecemasan pasien berkurang sampai dengan hilang sesuai dengan kriteria yang diharapkan. 1. Retensi urine berhubungan dengan reflek spasme post operasi dan keakutan akan nyeri Berikan metode agar pasien mau BAK seperti berikan banyak minum, mendengarkan air mengalir, mengalirkan air pada meatus urinarius Monitor urine output 1. Resiko ketidakefektifan managemen regimen terapeutik Monitor terhadap indikator sistemik dari perdarahan berlebih seperti tachycardia, hypotensi, kelelahan, rasa haus, atau adanya darah pada kassa Berikan tekanan pada area jika terjadi perdarahan dan laporkan segera pada dokter Hindarkan pemberian kompres lembab hangat (Keterangan: beberapa gambar diambil dari internet)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HEMOROID Definisi Kata Hemoroid berasal dari bahasa Yunani yaitu haem : darah, rhoos : mengalir. Jadi semua pendarahan yang ada di anus disebut hemoroid. Hemoroid adalah pelebaran rasa di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik. Hanya apabila hemoroid ini menyebabkan keluhan atau penyulit, diperlukan tindakan. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal dan dapat dibagi menjadi 2, yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media dan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid eksterna timbul di sebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul di sebelah dalam sfingter. Etiologi Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua : 1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelaian organik. Kelainan organik yang menyebabkan gangguan adalah : Hepar sirosis hepatis Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar sehingga terjadi hepartensi portal. Maka akan terbentuk kolateral antara lain ke esopagus dan pleksus hemoroidalis . Bendungan vena porta, misalnya karena thrombosis. Tomur intra abdomen, terutama didaerah velvis, yang menekan vena sehingga aliranya terganggu. Misalnya uterus grapida , uterus tomur ovarium, tumor rektal dan lain lain. 2. Idiopatik,tidak jelas adanya kelaianan organik, hanya ada faktor - faktor penyebab timbulnya hemoroid.Faktor faktor yang mungkin berperan : Keturunan atau heriditer Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding pembuluh darah, dan bukan hemoroidnya. Anatomi Vena di daerah masentrorium tudak mempunyai katup. Sehingga darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di pleksus hemoroidalis. Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat antara lain : - Orang yang pekerjaan nya banyak berdiri atau duduk dimana gaya grapitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid.Misalnya seorang ahli bedah. - Gangguan devekasi miksi. - Pekerjaan yang mengangkat benda - benda berat. - Tonus spingter ani yang kaku atau lemah. Pada seseorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya hemoroid yaitu : - Adanya tomur intra abdpomen. - Kelemahan pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh perubahan hormonal. - Mengedan sewaktu partus. Factor predisposisi terjadinya Hemoroid : a. Terlalu banyak mengedan saat buang air besar

b. Kebiasaan berjongkok atau duduk terlalu lama c. Mengangkat beban terlalu berat d. Wanita hamil yang mengedan saat melahirkan e. Diare kronik f. Usia lanjut g. Hubungan seks peranal h. Hereditas/ keturunan i. Sembelit j. Genetik predisposisi k. Kurang berolahraga atau imobilisasi l. Kurang makan-makanan berseerat Patofisiologi: Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis. a. Hemorrhoid interna: Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius. Selain itu Sistem vena portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik. b. Hemorrid eksterna: Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Gejala Klinik: Gejala utama berupa : a. Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri. Perdarahan merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses. b. Prolaps yang berasal dari tonjolan hemaroid sesuai gradasinya. Hemoroid yag membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan saat defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus. Gejala lain yang mengikuti : c. Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan edema yang meradang. d. Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. e. Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi

Jenis-jenis Hemoroid Hemoroid diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : 1. Hemoroid eksterna, yaitu hemoroid yang muncul di luar sfingter anal. 2. Hemoroid interna, yaitu hemoroid yang terjadi di atas sfingter anal. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1138) Hemoroid Eksterna diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : Akut : pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus (hematoma)nyeri dan gatal Kronik : satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis, yaitu: 1. Derajat I: perdarahan merah segar tanpa nyeri saat defekasi, bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop, 2. Derajat II: menonjol melalui kanalis analis pada saat mengejan ringan, tetapi dapat masuk kembali secara spontan, pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan. 3. Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari. Hemoroid menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali sesudah defekasi 4. Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen, rentan, dan cenderung untuk mengalami trombosis atau infark. Hemoroid menonjol keluar dan tidak dapat didorong masuk.
Derajat I II III IV Berdarah (+) (+) (+) (+) Menonjol (-) (+) (+) tetap Reposisi (-) Spontan Manual Tidak dapat

Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior vena porta sedangkan Pleksus hemoroid eksterna mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka.

Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Colok Dubur

Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. 2. Pemeriksaan Anoskopi Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan. 3. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

Terapi Konservativ Terapi Konservatif diberikan pada hemoroid derajat I dan II dimana bukan ditujuan untuk menghilangkan pleksus hemoroidalis tapi untuk menghilangkan keluhan. Terapi konservatif ini diberikan untuk pasien dengan gejala yang minor dan memiliki kebiasaan diet atau higiene yang tidak normal. a. Non-farmakologis

Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan memperbaiki cara defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola atau cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan

perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Makanan berserat akan menyebabkan gumpalan isi usus besar namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan.
Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari dengan larutan kalium permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter air). Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.

b. Farmakologi Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu: 1. Obat yang memperbaiki defekasi Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll). 2. Obat simptomatik Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. 3. Obat penghenti perdarahan Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah. 4. Obat penyembuh dan pencegah serangan

Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 32 tablet selama 4 hari, lalu 22 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

c. Invasif Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan tindakantindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif. Dilakukan jika pengobatan farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil. Prinsip dari tindakan invasif ada 2 yaitu fiksasi dan eksisi. Fiksasi dilakukan pada derajat I dan II. Dan selebihnya adalah eksisi (Felix, 2006). Fiksasi terdiri dari:

Skleroterapi. Dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Metode ini menggunakan zat sklerosan yang disuntikan para vasal. Setelah itu, sklerosan merangsang pembentukan jaringan parut sehingga menghambat aliran darah ke vena-vena hemoroidalis. Akibatnya, perdarahan berhenti. Sklerosan yang dipakai adalah 5% phenol in almond oil dan 1% polidocanol. Metode ini mudah dilaksanakan, aman dan memberikan hasil baik. Rubber band ligation. Kerja dari metode ini adalah akan mengabliterasi lokal vena hemoroidalis sampai terjadi ulserasi (7-10 hari) yang diikuti terjadinya jaringan parut (3-4 minggu). Prosedur ini dilakukan pada hemoroid derajat 1-3. Infrared thermocoagulation. Prinsipnya adalah mendenaturasi protein melalui efek panas dari infrared, yang selanjutnya mengakibatkan jaringan terkoagulasi. Untuk mencegah efek samping dari infrared berupa kerusakan jaringan sekitar yang sehat, maka jangka waktu paparan dan kedalamannya perlu diukur akurat. Metode ini diperuntukkan pada derajat 1-2. Laser haemorrhoidectomy. Metode ini mirip dengan infrared. Hanya saja mempunyai kelebihan dalam kemampuan memotong. Namun, biayanya mahal.

Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Metode ini menjadi pilihan utama saat terjadi perdarahan karena dapat mengetahui secara tepat lokasi arteri hemoroidalis yang hendak dijahit. Cryotherapy. Metode ini kurang direkomendasikan karena seringkali kurang akurat dalam menentukan area freezing. Sedangkan eksisi dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu St. Marks Milligan Morgan Technique, Submucosal Haemorrhoidectomy (Parks method), dan yang terbaru adalah Circular Stapler Anopexy (teknik Longo). Teknik Circular Stapler Anopexy atau dikenal dengan Procedure for Prolapse and Haemorrhoids (PPH) baru dikembangkan sekitar tahun 1993. Teknik ini bekerja dengan mendorong jaringan hemoroid yang merosot ke arah atas dan dijahitkan ke selaput lendir dinding anus. Kemudian sebuah gelang dari bahan titanium diselipkan di jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut.
Tindakan Operatif Indikasi tindakan operatif pada pasien hemoroid adalah penderita dengan keluhan menahun dan hemoroid derajat III dan IV, Perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan terapi lain yang lebih sederhana, Hemoroid derajat IV dengan thrombus dan nyeri hebat. Penderita hemoroid eksterna juga diberikan terapi bedah karena hemoroid eksterna sudah tidak bisa ditangani dengan tindakan konservatif. Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional ( menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat pemotong) dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler). Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu : a. Bedah konvensional 1. Teknik Milligan Morgan Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa

hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana. Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rectum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan 2. Teknik Whitehead Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali. 3. Teknik Langenbeck Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis. b. Bedah Laser Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut terpatri. Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut syaraf terbuka akibat serabut syaraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak

terbuka. Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 6 minggu, luka akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan. c. Bedah Stapler Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya. Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua. Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat , maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya. Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat. Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu : Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan kerusakan dinding rektum.

Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah dilaporkan. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.

HEMOROIDEKTOMI Suatu tindakan pembedahan dan cara pengangkata pleksus hemoroidalis dan mukosa atau tanpa mukosa yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebih. Buang air besar dengan perdarahan berupa darah segar dan tidak bercampur dengan feses,prolaps hemoroid disertai dengan anal discharge, pruritus ani dan dermatitis disekitar anus (proktitis). Indikasi operasi Penderita dengan keluhan menahun dan hemoroid derajat III dan IV. Perdarahan berulang dan anemia yang tidaksembuh dengan terapi lain yang lebih sederhana. Hemoroid derajat IV dengan thrombus dan nyeri hebat. Kontra indikasi operasi Hemoroid derajat I dan II Penyakit Chrons Karsinoma rectum yang inoperable Wanita hamil Hipertensi portal Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 3 metode: a. Metode Langen-beck(eksisi atau jahitan primer radier)

Dimana semua sayatan ditempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu memanjang dari rectum.
b. Metode White head (eksis atau jahitan primer longitudinal) Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol c. Metode Morgan-Milligan Semua primary piles diangkat Teknik operasi (Morgan Milligan):

1. Posisi pasien littotomi atau knee-chest (menungging) 2. Anestesia dapat dilakukan dengan general, regional atau lokal anestesia 3. Dilakukan praktoskopi untuk identofikasi hemorrhoid 4. Dibuat insisi triangular mulai dari kulit anal ke arah prosimal hingga pedikel hemorrhoid 5. Jaringan hemorrhoid di eksisi dengan gunting atau pisau, pedikel hemorrhoid diligasi dengan chromic catgut 3-0 6. Defek kulit dan mukosa dapat dirawat secara terbuka atau dijahit sebagian 7. Tindakan diulang pada bagian yang lain 8. Lubang anus dibiarkan terbuka atau ditampon dengan spongostan A. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN I. PERSIAPAN FISIK Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu : a) Persiapan di unit perawatan b) Persiapan di ruang operasi

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain: 1) Status kesehatan fisik secara umum Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal. 2) Status Nutrisi Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian. 3) Keseimbangan cairan dan elektrolit Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi

harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa. 4) Kebersihan lambung dan kolon Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube). 5) Pencukuran daerah operasi Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan. 6) Personal Hygine Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya

jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene. 7) Pengosongan kandung kemih Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan. 8) Latihan Pra Operasi Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain : Latihan Nafas Dalam Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan diatas perut Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi muluttertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali) Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif. Latihan Batuk Efektif Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar

pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara : Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali) Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi lagi sesuai kebutuhan. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk. Latihan Gerak Sendi Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun

kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri. Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh dan mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain : 1. Usia Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ. 2. Nutrisi Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes. 3. Penyakit Kronis Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang

mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi. 4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Penggunaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya. 5. Merokok Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya. 6. Alkohol dan obat-obatan Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT. II. PERSIAPAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang antara lain : a) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan), MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll. b) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.

c) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja. d) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial). III. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA. 1) Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri 2) Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah 3) Penyakit sistemik berat 4) Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan 5) Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir. IV. INFORM CONSENT Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi). Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien

maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga. Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara: 1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, halhal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll. 2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. 3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi. 4. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien. 5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi. OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.

Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien. V. PERSIAPAN PASIEN DI KAMAR OPERASI Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan bedah dilakukan. Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi dan kemudian prosedur drapping. Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhdap pasien yaitu berupa tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun (disebut : duk) steril dan hanya bagian yang akan di incisi saja yang dibiarkan terbuka dengan memberikan zat desinfektan seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%. Prinsip tindakan drapping adalah: Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur drapping. Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui dengan baik dan benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping. Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang digunakan steril dan tidak bocor. Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat bertindak sebagai omloop harus berdiri di belakang instrumentator untuk mencegah kontaminasi. Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah bergeser. Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi selesai dan harus di jaga kesterilannya. Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan kertas water prof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun steril. Teknik Drapping : - Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus kering - Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan memepertahankan prinsip steril

Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non steril Pegang drape sedikit mungkin Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun steril tanpa perlindungan gaun operasi. Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi daerah yang tidak steril.
Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang drape (hati-hati menyentuh lampu operasi)

Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat omloop bertugas menyingkirkan alat tenun tersebut. Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum tertutup. Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala meja operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu. Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap terkontaminasi.
B. Perawatan Pasca Bedah Bila terjadi rasa nyeri yang hebat, bisa diberikan analgetika yang berat seperti petidin Obat pencahar ringan diberikan selama 2-3 hari pertama pasca operasi, untuk melunakkan faeses Rendam duduk hangat dapat dilakukan setelah hari ke-2 (2 kali sehari), pemeriksaan colok dubur dilakukan pada hari ke-5 atau 6 pasca operasi. Diulang setiap minggu hingga minggu ke 3-4, untuk memastikan penyembuhan luka dan adanya spasme sfingter ani interna Lakukan sitbath setiap kali setelah BAB (1-2 minggu setelah operasi) Makan diet berserat dan yang adekuat, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan berolahraga ringan.

Komplikasi hemoroidektomi: 1. Komplikasi awal:

a. Rasa nyeri pasca operasi, berlangsung s/d 2-3 minggu. Hal ini terutama karena insisi dan ligasi pedikel hemoroid. b. Infeksi luka jarang terjadi; dapat timbul abses (1%), Infeksi nekrotikans berat jarang ditemukan c. Perdarahan pasca operasi. d. Pembengkakan jembatan-jembatan kulit. e. Inkontinesia berat jangka pendek 2. Komplikasi lanjut terdiri dari: a. Stenosis ani b. Terbentuknya skin tag c. Kekambuhan d. Fisura Ani. (retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan akibat lewatnya feses yang keras ataupun trauma) *fisiologi Sylvia 2006 e. Inkontinensia ringan f. Infark feses, akibat penggunaan narkotika pasca operasi sebagai anti nyeri.

g. Perdarahan akibat pernanahan / infeksi daerah pedikel. Biasanya sehingga ikatan/ jahitan terlepas. Hal in dapat terjadi pada pada hari ke 7-16 pasca operasi.Tidak ada tindakan sepesifik yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi ini. Biasanya penderita harus menjalani operasi ulangan untuk beberapa ligasi / jahitan hemostasis dengan di ruang operasi. Komplikasi Teknik Milligan Morgan : Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rectum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan ( Buku ajar Bedah, David C. Sabiston).

Komplikasi teknik stapler atau Procedur for Prolapse Hemorroids (PPH) atau Hemorroid circular stapler. Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :

1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan kerusakan dinding rektum. 2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang. 3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah dilaporkan.

4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler. 5. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri permanen (akibat teknik yang kurang adekuat,inkontinensia alvi sampai dengan fistula rekto vaginal atau rektouretral bila jaringan yang dieksisi terlalu dalam.mengenai sfingter.
Pencegahan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain: 1. Jalankan pola hidup sehat. 2. Olah raga secara teratur (ex.: berjalan). 3. Makan makanan berserat (buah, sayuran, sereal, suplemen serat, dll) sekitar 20-25 gram sehari. 4. Hindari terlalu banyak duduk. 5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll. 6. Hindari hubunga seks yang tidak wajar (seks anal). 7. Minum air yang cukup. 8. Jangan menahan kencing dan berak. 9. Jangan menggaruk dubur secara berlebihan. 10. Jangan mengejan berlebihan. 11. Duduk berendam pada air hangat. 12. Minum obat sesuai anjuran dokter. 13. Lakukan defekasi yang sehat.
Pendidikan kesehatan dan dischard planning .

1. Menjaga Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. 2. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus. 3. Beritahukan klien Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring. 4. Lakukan sitbath setiap kali setelah BAB paling kurang 1-2 minggu setelah operasi (untuk pasien pasca operasi) 5. Makan diet berserat yang adekuat, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan berolah raga ringan. 6. Pelembek feses mungkin dibutuhkan setiap hari atau setiap beberapa hari hingga penyembuhan sempurna. 7. Laporkan gejala-gejala : perdarahan rektal, nyeri terus menerus waktu defikasi, drainasse yang supuratif. 8. Dietetik dan kebiasaan defekasi yang sehat. a. Mengingat bahwa hemorroid terjadi karena kebanyakan mengedan secara kronik, maka upaya utama adalah mencegah konstipasi & diare. Hal ini dapat dicapai dengan memakan makanan yang berserat dan bercairan tinggi, kalau perlu dengan suplemen a.l. psyllium. Psyllium bekerja sama dengan air mengencerkan feses dan menurunkan konstipasi. Apabila masih diperlukan, dapat ditambahkan dengan pelunak feses. Bagi banyak orang, psyllium juga berfungsi mencegah diare. b. Banyak orang yang biasa berlama-lama defekasi sambil duduk membaca koran, merupakan kebiasaan yang buruk karena turut menjadi penyebab hemoroid. Motto: Anda tidak defekasi di perpustakaan karena itu jangan membaca di toilet

Diagnosa Keperawatan PRE OPERASI

1) 1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf nyeri oleh hematoma ditandai dengan klien

mengeluh nyeri, klien tampak meringis, klien tampak gelisah, klien tampak memposisikan diri untuk

menghindari nyeri. 2. PK: Perdarahan.

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai dengan klien tampak

pucat, turgor kulit klien menurun, kulit klien tampak kering

4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai dengan klien mengeluh panas,

suhu tubuh klien meningkat, klien tampak pucat, klien tampak menggigil.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf gatal oleh hematoma ditandai

dengan klien mengeluh gatal, klien tampak menggaruk-garuk pantatnya.


POST OPERASI

1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan hemoroidektomi ditandai dengan klien megeluh

nyeri pada luka post op, klien tampak meringis, klien tampak memposisikan diri untuk menghindari nyeri.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan pajanan patogen.

3. Ansietas berhubungan dengan krisis pasca pembedahan ditandai dengan klien tampak gelisah, klien selalu

bertanya-tanya tentang kesembuhannya.


Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC (Pre Operasi) :

1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada ujung-ujung saraf nyeri oleh hematoma ditandai dengan klien mengeluh nyeri, klien tampak meringis , klien tampak gelisah, klien tampak memposisikan diri untuk menghindari nyeri.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat berkurang dengan kriteria hasil :

Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan Mengenali gejala-gejala nyeri Mencatat pengalaman tentang nyeri sebelumnya Secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri Wajah klien tampak relaks
Intervensi :

1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama dan penyebarannya Rasional : Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian. 2. Berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas pada suara suara bising dan meningkatkan istirahat/relaksasi. 3. Berikan bantalan flotasi di bawah bokong pada saat duduk Rasional : Membantu menurunkan nyeri akibat penekanan saat duduk. 4. Berikan kompres hangat pada lokasi nyeri Rasional : Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri di lokasi yang paling dirasakan. 5. Berikan rendaman duduk tiga atau empat kali sehari Rasional : Menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme sfingter 6. Berikan posisi yang nyaman pada klien sesuai indikasi Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri. 7. Berikan analgetik, seperti asetaminofen Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat serta meningkatkan kenyamanan dan istirahat 2. PK : Perdarahan

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, perawat dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi dengan kriteria hasil: Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal Klien tidak mengalami episode perdarahan Tanda-tanda vital berada dalam batas normal TD: 100 120 mm Hg Nadi: 60-100x/menit RR: 14 25 x/mnt Suhu: 36 - 370C 0,50C
Intervensi :

1. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi Rasional : Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada klien sehingga

dapat menentukan intervensi selanjutnya 2. Monitor tanda vital Rasional : Untuk mengetahui keadaan vital pasien saat terjadi perdarahan. 3. Pantau hasil lab berhubungan dengan perdarahan Rasional : Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab dapat

membantu menentukan intervensi selanjutnya 4. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk terapi lain jika diperlukan Rasional : Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung terapi yang

diberikan pada klien sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal 5. Awasi jika terjadi anemia Rasional : Untuk menentukan intervensi selanjutnya

6. Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi, medikasi Rasional : mencegah terjadinya komplikasi dari perdarahan yang terjadi dan

untuk menghentikan perdarahan 3. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan konsentrasi plasma darah ditandai dengan klien tampak pucat, turgor kulit klien menurun, kulit klien tampak kering. Tujuan:
Setelah diberikan askep selama x 24 jam diharapkan defisit volume cairan dapat diatasi dengan kriteria hasil :

a. Fluid balance TD dalam batas normal (90/60 140/80) Nadi dalam batas normal Masukkan dan haluaran cairan harian seimbang BB klien stabil Turgor kulit elastis Hematokrit dalam batas normal Membran mukosa lembab b. Gastrointestinal function Warna feses normal Darah dalam feses tidak ada
Intervensi:

A. Fluid Management 1. Monitoring BB klien Rasional : kekurangan volume cairan menunjukkan tanda berupa penurunan berat badan. 2. Catat intake dan output cairan Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti dan keefektifan dari terapi yang diberikan 3. Monitoring status hidrasi (membrane mukosa, nadi, orthostatic dan penurunan hematokrit ) Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi 4. Berikan terapi cairan melalui IV sesuai indikasi Rasional : tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan 5. Tingkatkan intake cairan per oral Rasional : mempertahankan hidrasi / volume sirkulasi B. Gastrointestinal Function 1. Observasi adanya darah pada feses Rasional : perdarahan berlebih memicu kekurangan volume cairan semakin berat. 2. Dokumentasikan warna, jumlah, dan karakteristik feses Rasional : perubahan warna, jumlah dan karakteristik feses menunjukkan status cairan dalam saluran cerna.

3. Penggunaan koagulan sesuai indikasi Rasional : penggunaan koagulan yang efektif dapat menghentikan perdarahan.
Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC ( Post Operatif) :

1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan hemoroidektomi ditandai dengan klien megeluh nyeri pada luka post op, klien tampak meringis, klien tampak memposisikan diri untuk menghindari nyeri. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan pasien mengatakan nyeri berkurang, dan tidak terlihat respon nyeri secara verbal pada klien, dengan kriteria hasil: Klien tidak tampak meringis Pasien tidak terlihat kesakitan yang ditandai pasien dalam posisi yang nyaman Pasien mengatakan nyerinya berkurang menjadi 2 dengan skala nyeri 1 5
Intervensi: Manajemen Nyeri

1. Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu dengan memperhatikan lokasi,

intensitas, frekuensi, dan waktu. Rasional: Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi. 2. Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri dan kepercayaan tentang nyeri. Rasional: Memudahkan dalam melakukan intervensi, karena kultur atau budaya klien dapat mempengaruhi

persepsi tentang nyeri. 3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung.

Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri. 4. Kontrol dan kurangi kebisingan Rasional: Suasana yang tenang dapat mengurangi stimulus nyeri. 5. Ajarkan pasien teknik distraksi Rasional: Untuk memanajemen atau mengalihkan rasa nyeri pada klien. 6. Kaji riwayat adanya alergi obat Rasional: Mengetahui apakah ada alergi terhadap obat analgesik. 7. Pastikan pasien menerima analgesic. Rasional: Memastikan klien menerima obat pereda rasa nyeri 2. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (post hemoroidektomi) dan peningkatan pemajanan lingkungan terhadap pathogen. Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil :
Keadaan temperatur normal tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor,fungsiolaesa) Intervensi: 1. Pantau suhu dengan teliti dan tanda-tanda infeksi lainnya Rasional : Mendeteksi kemungkinan infeksi 2. Kaji keadaan luka dan lakukan perawatan luka Rasional : Mencegah terjadinya infeksi 3. Tempatkan pasien dalam ruangan khusus Rasional : Meminimalkan terpaparnya pasien dari sumber infeksi

4. Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik Rasional : meminimalkan pajanan pada organisme infektif 5. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive Rasional : Untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi 6. Kolaborasi dalam pemberian antibiotic. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

3. Ansietas berhubungan dengan krisis pasca pembedahan di tandai dengan pasien tampak gelisah, pasien

selalu bertanya-tanya tentang kesembuhannya. Tujuan:


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam,di harapkan klien tidak mengalami ansietas dengan criteria hasil:

Monitor insentitas kecemasan Menggunakan strategi koping efektif Melaporkan penurunan durasidari episode cemas Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan Mempertahankan penampilan peran Mempertahankan hubungan sosial Tidak ada manifestasi perilaku kecemasan
Intervensi:

1. Kaji tingkat kecemasan dan diskusikan penyebab bila mungkin. Rasional: Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis. 2. Dorong pasien untuk mengugkapkan perasaan ,ketakutan ,presepsi dan berikan umpan balik. Rasional: membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.

3. Memberikan informasi faktual mengenai diagnosis,tindakan prognosis Rasional: keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa control dan membantu menurunkan ansietas. 4. Intruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi Rasional: membantu untuk menurunkan kecemasan pada pasien. 5. Berikan lingkungan tenang dan istirahat Rasional: membantu menurunkan ansietas 6. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, prilaku perhatian. Rasional: tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stress berkurang. 7. Berikan obat sesuai indikasi Rasional: dapat digunakan untuk menurunkan ansietas.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Hemoroid. http://medlinux.blogspot.com/2009/02/hemoroid.html. (diakses : 7 April 2011). Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC http://ilmukedokteran.blog.ca/2010/12/07/askep-hemoroid-10134695/ http://www.gocb.co.cc/2011/03/askep-hemoroid.html Johnson, M., 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), second edition, Mosby, Philadelphia. McCloskey,J.C. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC), second edition, Mosby, Philadelphia. NANDA, 2009. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2007 2008, NANDA International, Philadelphia. Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOROID A. LATAR BELAKANG Hemoroid merupakan penyakit yang umum terjadi. Pada usia sekitar 50 tahun, 50 % individu mengalami berbagai tipe hemoroid. Pasien dengan gangguan hemoroid mencari pertolongan medis terutama akibat nyeri dan perdarahan rectal. Walaupun tidak mengancam jiwa, penyakit ini dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. B. TUJUAN Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Menjelaskan konsep hemoroid, klasifikasi, etiologi, dan patofisiologinya. 2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan hemoroid pre operasi, dan post operasi dengan pendekatan proses keperawatn yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Hemoroid adalah varikositis akibat dilatasi pleksus vena hemoroidalis interna ( Underwood, J.C.E; 1999 ). Hemoroid adalah vena yang berdilatasi dalam kanal anal ( Smeltzer Suzanne C; 2001 ). B. ETIOLOGI Beberapa faktor etiologi menurut Sylvia Anderson P. (1994) adalah sebagai berikut : 1. Konstipasi/diare 2. Sering mengejan 3. Kongesti pelvia pada kehamilan 4. Pembesaran prostat 5. Fibroama uteri 6. Tumor rectum 7. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal. C. PATOFISIOLOGI Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan balik dari vena hemoroidalis Hemoroid ada dua jenis yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna terjadi varises pada vena hemoroidalis superior media dan timbul disebelah dalam otot spingter ani. Hemoroid eksterna terjadi varises pada vena hemoroidalis inferior, dan timbul disebelah luar otot spingter ani. Hemoroid eksterna ada dua klasifikasi yaitu akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis akut. Bentuk terasa sangat nyeri gatal karena ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik (skin tag) berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah. Hemoroid interna diklasifikasikan sebagai derajat I, II, dan III. Hemoroid interna derajat I

tidak menonjol melalui anus dan dapat ditemukan dengan proktoskopi. Lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis superior, dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid interior derajat II dapat mengalami prolapsus melalui anus setelah defekasi, hemoroid ini dapat mengecil secara spontan atau dapat direduksi secara manual. Hemoroid interna derajat III mengalami prolapsus secara permanen. Gejala hemoroid interna yang paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri karena tidak ada serabut-serabut nyeri pada daerah ini. Kebanyakan kasus hemoroid adalah hemoroid campuran interna dan eksterna. Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdaraha, trombosis, dan stranggulasi. Hemoroid yang mengalami stranggulasi adalah hemoroid yang mengalami prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. Kebanyakan penderita hemoroid tidak memerlukan pembedahan. Pengobatan berupa kompres duduk atau bentuk pemanasan basah lain, dan penggunaan supositoria. Eksisi bedah dapat dilakukan bila perdarahan menetap, terjadi prolapsus, atau pruritus dan nyeri anus tidak dapat diatasi. D. PATHWAY KEPERAWATAN E. PENGKAJIAN 1. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya rasa gatal, rasa terbakar, dan nyeri beserta karakteristiknya. Apakah terjadi selama defekasi ?, Berapa lama nyeri tersebut ? adakah nyeri abdomen yang berhubungan dengan hal itu ?, Apakah terdapat perdarahan dari rectum ?, Seberapa banyak ?, Seberapa sering ?, Apakah warnanya ?, Adakah cairan lain seperti mucus atau pus ?, Pertanyaan lain berhubung dengan pola eliminasi dan penggunaan laksatif, riwayat diet, masukan serat, jumlah latihan, tingkat aktifitas, dan pekerjaan. 2. Pengkajian Objektif Pengkajian objektif mencakup menginspeksi feses akan adanya darah atau mucus, dan area perineal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus. F. DIAGNOSA KEPERAWATAN Berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan yang utama adalah sebagai berikut : 1. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi. 2. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan. 3. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit hemoroid dan spasme sfingter pada pasca operatif. 4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut nyeri pada pasca operatif. 5. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik. Masalah kolaboratif yang mungkin muncul adalah Potensial Komplikasi (PK) hemoragi. G. PERENCANAAN 1. Tujuan Tujuan utama adalah sebagai berikut : a. Menghilangkan konstipasi b. Menurunkan ansietas c. Menghilangan nyeri d. Meningkatkan eliminasi urinarius e. Klien patuh dengan program terapeutik f. Mencegah terjadinya komplikasi

2. Intervensi Keperawatan a. Menghilangkan Konstipasi 1) Masukan cairan sedikitnya 2 liter sehari untuk memberikan hidrasi yang adekuat. 2) Anjurkan makan tinggi serat untuk melancarkan defekasi. 3) Berikan laksatif sesuai resep. 4) Pasien dianjurkan untuk miring guna merangsang usus dan merangsang keinginan defekasi sebisa mungkin. 5) Menganjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum defekasi akan membantu merilekskan otot-otot perineal abdomenyang kemungkinan berkonstriksi atau mengalami spasme abdomen. b. Menurunkan Ansietas 1) Identifikasi kebutuhan psikologis khusus dan rencana asuhan yang bersifat individu. 2) Berikan privasi dengan membatasi pengunjung bila pasien menginginkannya. 3) Pertahankan privasi klien saat memberikan tindakan keperawatan. 4) Berikan pengharum ruangan bila balutan berbau menyengat. c. Menghilangkan Nyeri 1) Dorong klien untuk memilih posisi nyaman. 2) Berikan bantalan flotasi dibawah bokong pada saat duduk dapat membantu menurunkan nyeri. 3) Berikan salep analgesik sesuai resep untuk menurunkan nyeri. 4) Berikan kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi dan meringankan jaringan yang teriritasi. 5) Berikan rendaman duduk tiga atau empat kali sehari untuk menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme sfingter. 6) Berikan agen anaestetik topical sesuai resep untuk menghilangkan iritasi local dan rasa sakit. 7) Anjurkan klien melakukan posisi telungkup dengan interval tertentu untuk meningkatkan drainase dependen cairan edema. d. Meningkatkan Eliminasi Urinarius 1) Tingkatkan masukan cairan 2) Bantu klien untuk mendengarkan aliran air 3) Bantu klien meneteskan air diatas meatus urinarius 4) Lakukan pemasangan kateter 5) Pantau haluaran urin dengan cermat setelah pembedahan. e. Pemantauan dan Pelaksanaan Komplikasi 1) Periksa dengan sering daerah operasi terhadap munculnya perdarahan rectal. 2) Kaji indicator sistemik perdarahan berlebihan (takikardia, hipotensi, gelisah, haus). 3) Hindari pemberian panas basah karena dapat menyebabkan dilatasi dan perdarahan. f. Pendidikan pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah. 1) Instruksikan klien untuk mempertahankan kebersihan area perianal. 2) Dorong pasien untuk berespon dengan cepat ketika dorongan defekasi muncul, untuk mencegah konstipasi. 3) Instruksikan klien untuk diet tinggi cairan dan serat. 4) Pasien diinformasikan untuk diet yang ditentukan, laksatif yang dapat digunakan dengan aman, dan pentingnya latihan. 5) Dorong klien untuk ambulasi sesgera mungkin, anjurkan latihan tingkat sedang. 6) Ajarkan cara melakukan rendam duduk pada klien setiap setelah defgekasi selama 1 sampai 2 minggu setelah pembedahan.

H. EVALUASI Hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1. Mendapatkan pola eliminasi normal. a. Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau setelah tidur. b. Berespon terhadap dorongan untuk defekasi dan menyediakan waktu untuk duduk ditoilet dan mencoba untuk defekasi. c. Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan. d. Menambah makanan tinggi serat pada diet. e. Meningkatkan masukan cairan sampai 2 L/24 jam. f. Melaporkan penurunan ketidaknyamanan pada abdomen. 2. Mengalami sedikit ansietas. 3. Mengalami nyeri sedikit. a. Mengubah posisi tubuh dan aktifitas untuk meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan. Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau pada waktu tidur. b. Menepapkan kompres hangat/dingin pada area rectal / anal. c. Melakukan rendam duduk 3 atau 4 kali sehari. 4. Mentaati program terapeutik. a. Mempertahankan area perianal kering. b. Mengalami feses lunak dan berbentuk secara teratur. 5. Bebas dari masalah perdarahan a. Insisi bersih b. Menunjukkan tanda vital normal c. Menunjukkan tidak ada tanda hemoragi. BAB III PENUTUP Asuhan keperawatan klien dengan hemoroid dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Proses keperawatan tersebut dilakukan secara siklik ( kembali ke tahap awal selama masalah klien belum teratasi). Prinsip penatalaksanaan keperawatan klien dengan hemoroid adalah: Menghilangkan konstipasi; menurunkan ansietas; menghilangan nyeri; meningkatkan eliminasi urinarius; klien patuh dengan program terapeutik; mencegah terjadinya komplikasi. DAFTAR PUSTAKA Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G.; ( 2001 ); Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth; edisi 8; alih bahasa; Monica Ester, et al; Jakarta; EGC. Price Sylvia A., Wilson Lorraine M.;( 1994 );Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit; jilid 1; edisi 8; alih bahasa; Peter Anugerah, Jakarta, EGC. Carpenito Lynda Juall; ( 1997 ); Diagnosa Keperawatan Buku Saku; edisi 6; alih bahasa; Yasmin Asih; Jakarta; EGC. Robbins, Stanley L;(1995); Buku Ajar Patologi II (Basic Pathology); alih bahasa, staf pengajar laboratorium patologi anatomi FK UNAIR; Jakarta; EGC Underwood, J.C.E; (1999) Patologi Umum dan Sistematik; vol.2; ed.2; editor edisi bahasa Indonesia, Sarjadi dkk; Jakarta; EGC

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Secara sederhana definisi hemoroid adalah varises dari pleksus hemoroidalis yang menimbulkan keluhan keluhan dan gejala gejala. hemoroid merupakan gangguan kesehatan yang paling sering terjadi yang disebabkan karena konstipasi,mengejan saat BAB, atau pembesaran vena pada ranus. Pada sebagian besar kasus inflamasi hemoroid berkolerasi dengan keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya keluhan pasien dan gejala klinis passien berkolerasi dengan komplikasi hemoroid.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum Mahasiswa mampu melakukan manajemen asuhan keperawatan pasien dengan hemoroid 2. Tujuan Khusus a. Mampu mengetahui Penyakit hemoroid ( definisi, penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic, Komplikasi, Penatalaksanaan ) b. Mampu melakukan Pengkajian pada pasien hemoroid c. Mampu membuat analisa data pada pasien hemoroid d. Mampu merumuskan Diagnosa keperawatan pada pasien hemoroid e. Mampu menyusun Rencana Tindakan ( Intervensi ) pada pasien hemoroid f. Mampu Melakukan Tindakan ( Implementasi ) pada pasien hemoroid g. Mampu Mengevaluasi Tindakan pada pasien hemoroid

h. Mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatan hemoroid.

C. MANFAAT
1. Manfaat Teoritis Makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan asuhan keperawatan yang ada di Klinik, bahan rujukan mahasiswa ketika praktek di Rumah sakit.

2. Manfaat praktis Makalah ini dapat dijadikan penyusun untuk bekal ketika membuat pengkajian s. d dokumentasi askep pada pasien hemoroid.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini di susun meliputi

BAB I

:Terdiri atas Latar belakang,tujuan (tujuan umum dan tujuan khusus), manfaat(manfaat teoritis dan manfaat praktis), sistematika penulisan. :Terdiri atas Konsep Dasar Medis (definisi, klasifikasi, etiologi, manifistasi klinik, pathofisiologi, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalakssanaan) dan Konsep Dasar Keperawatan(pengkajian data dasar dan diagnosa dasar) BAB III :penutup (kesimpulan dan saran)

BAB II

BAB IV :daftar pustaka.

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Secara sederhana definisi hemoroid adalah varises dari pleksus hemoroidalis yang menimbulkan keluhan keluhan dan gejala gejala. hemoroid merupakan gangguan kesehatan yang paling sering terjadi yang disebabkan karena konstipasi,mengejan saat BAB, atau pembesaran vena pada anus. Pada sebagian besar kasus inflamasi hemoroid berkolerasi dengan keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya keluhan pasien dan gejala klinis passien berkolerasi dengan komplikasi hemoroid. Penyakit hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali dan memperberat adanya hemoroid. jadi dapat disimpulkan bahwa wanita resiko terkena hemoroid lebih tinggi dibanding laki-laki. Dilihat dari etiologinya salah satunya adalah kehamilan dan juga hereditasnya.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum Mahasiswa mampu melakukan manajemen asuhan keperawatan pasien hemoroid dengan baik dan benar

2. Tujuan Khusus a. Mampu mengetahui Penyakit hemoroid ( definisi, penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic, Komplikasi, Penatalaksanaan ) b. Mampu melakukan Pengkajian pada pasien hemoroid c. Mampu membuat analisa data pada pasien hemoroid d. Mampu merumuskan Diagnosa keperawatan pada pasien hemoroid e. Mampu menyusun Rencana Tindakan ( Intervensi ) pada pasien hemoroid f. Mampu Melakukan Tindakan ( Implementasi ) pada pasien hemoroid g. Mampu Mengevaluasi Tindakan pada pasien hemoroid h. Mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatan hemoroid

C. MANFAAT
1. Manfaat Teoritis Makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan asuhan keperawatan yang ada di Klinik, bahan rujukan mahasiswa ketika praktek di Rumah sakit.

2. Manfaat praktis Makalah ini dapat dijadikan penyusun untuk bekal ketika membuat pengkajian sampai dengan dokumentasi askep pada pasien hemoroid.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini di susun meliputi

BAB I

:Terdiri atas Latar belakang,tujuan (tujuan umum dan tujuan khusus), manfaat(manfaat teoritis dan manfaat praktis), sistematika penulisan.

BAB II

:Terdiri atas Konsep Dasar Medis (definisi, klasifikasi, etiologi, manifistasi klinik, pathofisiologi, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalakssanaan) dan Konsep Dasar Keperawatan(pengkajian data dasar dan diagnosa dasar) BAB III :penutup (kesimpulan dan saran) BAB IV :daftar pustaka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR HEMOROID 1. DEFINISI Hemoroid adalah pelebaran ( varices satu segmen atau lebih vena-vena hemoroiddalis ) (Mansjoer, 2000 : 321). Menurut (Smeltzer, 2000 : 1138 dalam buku keperawatan medikal bedah ) Hemoroid yaitu bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal, menurut (Price, 1995 : 120) Hemoroid yaitu bagian vena varikosa pada anus (Sjamsuhidayat, 1997 :910) Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik. Hemoroidectomi yaitu tindakan pembedahan yang diperlukan bagi pasien dengan keluhan kronis dan hemoroid derajat tiga atau empat (Mansjoer, 2000 : 323)

Hemoroidectomi adalah operasi untuk mengambil varices vena-vena hemoroidalis. (Warfield, 1996 : 166)

2. KLASIFIKASI Klasifikasi Hemoroid menurut (Smeltzer, 2002 : 1138) dalam buku ajar keperawatan medikal bedah yaitu a. Hemoroid interna adalah hemoroid yang terjadi di ataas sfingter anal. Hemoroid interna adalah vena yang berdilatasi pada pleksus rektalis superior dan media b. Hemoroid eksterna adalah hemoroid yang muncul di luar sfingter anal. Sedangkan menurut (Sabiston, 1995 : 56) dan hemoroid eksterna adalah vena rektalis inferior yang terletak di bawah dentura dan ditutupi oleh epitel gepeng. 3. ETIOLOGI Menurut Price, 1995, dalam buku patofisiologi penyebab Hemoroid adalah : a. Konstipasi atau diare b. Sering mengejan c. Kongesti pelvis pada kehamilan d. Pembesaran prostat ( benigna prostat hyperplasia / BPH ) e. Fibroma uteri f. Tumor rektum g. Penyakit hati kronik disertai hipertensi portal Menurut Mansjoer, 2000 : 322 penyebab hemoroid adalah : a. Herediter b. Makanan c. Pekerjaan d. Psikis e. Senilitas ( Ageing Process )

4. DERAJAT HEMOROID & MANIFESTASI KLINIK Tanda dan gejala menurut Smeltzer, 2002 : 1138 : a. Perdarahan ( blooding spoting ) b. Nyeri akibat inflamasi c. Edema akibat trombus Menurut Mansjoer, 2000 : 322 Hemoroid mempunyai tanda dan gejala yang berbeda pada tiap tingkat : 1. Hemoroid tingkat I :varices satu atau lebih V, hemoroidales interna dengan gejala pendarahan

berwarna segar pada saat buang air besar 2. Hemoroid tingkat II :varices dari satu atau lebih V. hemoroidales interna yang keluar dari dubur

pada saat defekasi tapi bisa masuk kembali dengan sendirinya. 3. Hemoroid tingkat III :seperti tingkat II tetapi tidak dapat masuk spontan, harus didorong kembali

( dengan bantuan manual ) 4. Hemoroid tingkat IV :telah terjadi inkaseraata

5. PATOFISIOLOGI Drainase daerah anorektal adalah melalui vena-vena hemoroidalis superior dan inferior. Vena hemoridalis superior mengembalikan daerah ke v. mesenterika inferior dan berjalan submukosa dimulai dari daerah anorektal dan berada dalam bagian yang disebut kolumna morgagni, berjalan memanjang secara radier sambil mengadakan anostomosis. Ini menjadi varices disebut hemoroid interna. Lokasi primer hemoroid interna (pasien berada dalam posisi litotomi) terdapat pada tiga tempat yaitu anterior kanan, posterior kanan dan lateral kiri. Hemoroid yang lebih kecil terjadi diantara tempat-tempat tersebut. V. hemoroidales inferior memulai venular dan pleksus pleksus kecil di daerah anus dan distal dari garis anorektal. Pleksus ini terbagi menjadi dua dan pleksus inilah yang menjadi varices dan disebut hemoroid eksterna (Mansjoer, 2000 : 321). Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Beberapa faktor etiologi telah diajukan termasuk konstipasi atau diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroma uteri, dan tumor rektum.

Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu, sistem portal tidak mempunyai katub, sehingga mudah terjadi aliran balik. (Price, 1995 : 420).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksan dalam rectal ( Rectal toucher ), secara digital dan dengan anoskopi, pada pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak ditemukan apa-apa bila masih stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak mengalami

penonjolan. (Mansjoer, 2000 : 322).

7. KOMPLIKASI Komplikasi yang timbul menurut Mansjoer, 2000 : 324 dan Price, 1995 : 421 : a. Pendarahan hebat b. Abses c. Fistula anal d. Inkaserasi e. Trombosis f. Strangulasi

8. PENATALAKSANAAN

Pasien dengan hemoroid ( derajat I dan II) dapat diobati dengan tindakan lokal dan anjuran diit. Hilangkan faktor penyebab, misal obstipasi dengan diet rendah sisa, banyak makan makanan berserat seperti buah dan sayur, banyak minum dan mengurangi daging. Bila ada infeksi berikan antibiiotik peroral. Bila nyeri terus menerus, berikan supositoria / salep rectal untuk anestesi dan pelembab kulit. Untuk melancarkan defekasi saja dapat diberikan cairan parafin atau larutan magnesium sulfat 10%. Penatalaksanaan pembedahan yaitu tehnik Seton Hemoroid dapat dibuat nekrosis dengan cara membekukan dengan CO2 dan N2O, teknik ini tidak begitu banyak dipakai karena sulit mengontrol mukosa yang terkelupas dan timbulnya bau yang tidak enak dari anus. Tindakan bedah diperlukan bagi pasien dengan keluhan kronis dan hemoroid derajat III/ IV. Prinsip utama hemoroidectomi adalah eksisi hanya pada jaringan yang menonjol dan eksisi konservartif kulit serta anoderm normal (Mansjoer, 2000 : 323)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data Dasar Pengkajian ini untuk pendekatan yang sistematis untuk mengetahui kebutuhan pasien dengan Hemoroid yang meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual. Pengkajian meliputi : a. Biodata yang terdiri dari identitas pasien dan penanggung jawab b. Riwayat kesehatan sekarang Keadaan pasien saat ini yang merupakan gejala dan tanda penyakit, riwayat kesehatan yang diambil untuk menentukan keadaan saat ini. Kaji perasaan pasien tentang kondisi seperti halnya : a) Apakah klien pernah mengalami pendarahan rektum ?

b) Fesesnya hitam atau seperti teh ? c) Nyeri rektal ? d) Konstipasi / diare ? e) Apakah ini terjadi selama defekasi ? f) Seberapa sering ?

c. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan pasien yang dahulu yang berhubungan dengan saat ini meliputi: a) Apakah ada riwayat kanker kolorektal, polip atau penyakit inflamasi usus besar ? b) Bagaimana kebiasaan diet terhadp pemasukan tinggi lemak atau kurang makanan berserat ?

d. Riwayat kesehatan keluarga Apakah keluarga ada yang mengalami kanker kolon, polip keluarga (risiko terjadi kanker kolorektal) ?

e. Pola fungsional yang digunakan yaitu pola fungisonal menurut Virginia Henderson karena teori keperawatan Virginia Henderson (Harmer and Handerson, 1995) mencakup seluruh kebutuhan dasar seorang manusia (Henderson, 1964) mendefinisikan keperawatan sebagai berikut : Membantu individu yang sakit dan yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang dimiliki, kontribusi terhadap kesehatan dan penyembuhannya dimana individu tersebut akan mampu mengerjakannya tanpa bantuan bila memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan yang dibutuhkan dan hal ini dilakukan dengan cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin kebutuhan kerangka kerja dalam melakukan asuhan keperawatan (Henderson, 1996). 14 kebutuhan dasar Henderson adalah :

a) Bernafas secara normal b) Makan dan minum cukup c) Eliminasi d) Bergerak dan mempertahankan posisi yang dikehendaki e) Istirahat dan tidur f) Memilih cara berpakaian dan melepas pakaian g) Mempertahankan temperatur h) Menjaga tubuh tetap bersih dan rapi i) j) Menghindari bahaya dan lingkungan Berkomunikasi dengan orang lain

k) Beribadah menurut keyakinan l) Bekerja dan menjanjikan prestasi

m) Beriman dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi n) Belajar menggali atau memuaskan rasa keinginan yang mengacu pada perkembangan dan kesehatan normal (Potter, 2005 : 274)

f. Pengkajian fisik pada anus secara umum tujuan pengkajian di sini adalah untuk mendapatkan data mengenai kondisi anus dan rektum dengan melakukan inspeksi pada anus untuk mengetahui ada atau tidaknya hemoroid, lesi atau kemerah-merahan. Normalnya kulit anus nampak utuh, tidak ada hemoroid, lesi atau kemerah-merahan. Lakukan palpasi pada dinding rektum dan rasakan ada tidaknya nodula, massa serta nyeri tekan. Bila ditemukan adanya massa, catat lokasinya secara jelas, misalnya teraba benjolan pada dinding anterior 2 cm proksimal terhadap spingter ani internal. (Priharjo, 1995 : 118)

g. Pengelolaan Kasus Penyakit hati kronis dan hipertensi pada vena hemoroidali superior Kehamilan 1. Clinical Pathways Obesitas Sering mengejan Vena berdilatasi Benjolan pada anus Interna Nyeri Adanya tonjolan saat mengejan Menyebabkan pendarahan saat defeksasi Adanya pelebaran dan penonjolan pada pleksus hemoroid inferior Trauma oleh feses yang keras Anemia berat Pendarahan berulang Perubahan perfusi jaringan Hemoroid Makanan rendah serat Menurunya asupan serat Terjadi trombosis Insisi bedah hemoroidectomi Terputusnya kontinuitas jaringan 3.Resti infeksi 1. Nyeri Takut untuk defekasi

Respon defekasi Eksterna 2. Resti Konstipasi 4. Kurang pengetahuan Kurangnya informasi Tidak tahu tentang penyebab Mengalirkan darah ke dalam sistem portal Sistem portal tidak mempunyai katub Terjadi aliran balik

2. Diagnosa Kperawatan dan Fokus Intervensi 1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah (Doenges, 2000) Ditandai dengan : - Keluhan nyeri / melaporkan rasa sakit - Perilaku melindungi/distraksi, fokus pada diri sendiri - Respon autonomik Intervensi 1. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 10) dan faktor pemberat dan penghilang. 2. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri saat mulai. 3. Pantau tanda-tanda vital. 4. Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur operasi. 5. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan. 6. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi fowler, miring 7. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam dan teknik distraksi dan lakukan rendam duduk

2.

Resiko terhadap konstipasi berhubungan dengan kegagalan berespon terhadap isyarat untuk defekasi karena takut nyeri

Intervensi 1. Kaji faktor penyebab seperti pembedahan yang menurunkan kemampuan untuk mengejan. 2. Kurangi nyeri rektal, jika mungkin dengan menginstruksikan tindakan korektif seperti peningkatan masukan cairan, peningkatan masukan makanan tinggi serat, lakukan rendam duduk. 3. Lindungi sekitar kulit dari kerusakan seperti evaluasi sekitar kulit. Bersihkan dengan agen non iritasi misalnya penggunaan gerakan lembut dan gunakan tissue lembut untuk membersihkan setelah defekasi, anjurkan rendam duduk setelah defekasi.

4.

Lakukan penyuluhan dengan mengajari metode mencegah tekanan rektum yang memperbesar hemoroid, cegah duduk lama, cegah mengejan ketika defekasi, dan ajari agar feses lunak, mislanya diet rencah sisa, tinggi masukan cairan.

3. Resiko terhadap Infeksi berhubungan dengan kontaminasi fekal (Carpenito, 2001).

Intervensi 1. Pantau suhu setiap 4 jam 2. Kaji status nutrisi untuk memberikan masukan protein dan kalori yang sesuai untuk penyembuhan. 3. Instruksikan klien dan keluarga melakukan tindakan aseptif yang sesuai. 4. Gunakan teknik aseptif selama mengganti balutan.

4.

Resiko terhadap penatalaksanaan aturan terapeutik tak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan luka, pencegahan kekambuhan, kebutuhan nutrisi (diet, cairan), program latihan dan tanda dan gejala komplikasi (Carpenito, 2001). Intervensi

1. Identifikasi faktor-faktor penyebab atau pendukung yang menghambat pengelolaan yang efektif. 2. Bangun rasa pecaya dan kekuatan (Zerwich, 1992) 3. Kurangi / hilangkan untuk proses belajar 4. Kurangi ansietas 5. Tingkatkan proses pembelajaran individu / keluarga.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Hemoroid adalah penyakit daerah anus yang cukup banyak ditemukan pada praktek dokter sehari-hari. Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidhalis. Biasanya masyrakat awam menyetnya dengan wasir atau ambeyen. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien hemoroid adalah nyeri berhubungan dengan insisi bedah, Resiko terhadap konstipasi berhubungan dengan kegagalan berespon terhadap isyarat untuk defekasi karena takut nyeri , Resiko terhadap Infeksi berhubungan dengan kontaminasi fekal, Resiko terhadap penatalaksanaan aturan terapeutik tak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan luka, pencegahan kekambuhan, kebutuhan nutrisi (diet, cairan), program latihan dan tanda dan gejala komplikasi.

B.

SARAN Yang paling baik dalam mencegah hemoroid yaitu dengan mempertahankan tinja tetap lunak

agar mudah keluar, dimana hal ini menurunkan tekanan dan pengedanan dan mengosongkan usus segera mungkin setelah perasaan mau ke belakang timbul. Latihan olahraga seperti berjalan, peningkatan konsumsi serat diet juga membantu mengurangi konstipasi dan mengedan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.1997.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Brunner & Sudart.1996.keperawatan medikal bedah.Jakarta:EGC

Smeltzer, 2002 : 1138.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Doenges Moorhouse Geissle, 1999.Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3.Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta

Smeltzer,Brenda C.2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Manuaba,I.B.G.2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Berencana.Jakarta: EGC

Ginekologi dan Keluarga

You might also like