You are on page 1of 18

BAB I LATAR BELAKANG

A. PENDAHULUAN Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.1 Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis.2 Penegakan diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, yang ditunjang dengan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan pencitraan diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis fraktur dan mengevaluasi komplikasi yang terjadi dalam rangka menunjang pengambilan keputusan terapi pada pasien. B. TUJUAN PENULISAN Untuk mengetahui berbagai macam fraktur tulang panjang yang biasa terjadi dan gambaran radiologisnya. C. MANFAAT PENULISAN Penulisan refrat ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai trauma pada tulang terutama mengenai pencitraan radiologinya.
1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.3 Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer.3 Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.3 B. DEFINISI Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.2 Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah
2

tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.2 C. KLASIFIKASI Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka.4 Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berta ringannya patah tulang. Derajat I Laserasi <2 cm Luka Fraktur Sederhana, dislokasi fragmen minimal II III Laserasi >2 cm, kontusi otot disekitarnya Dislokasi fragmen jelas

Luka lebar, rusak hebat, atau hilangnya Kominutif, segmental, fragmen jaringan di sekitarnya tulang ada yang hilang Tabel 1. Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson (1976).2

Tipe I

Batasan Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot, luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya

II

Panjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat. Seperti grade I namun disertai memar kulit dan otot, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

III

Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan

fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.

Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):2

Tipe IIIA

Batasan Periosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

IIIB

Kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping atau terjadi bone expose

IIIC

Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat kerusakan jaringan lunak.

Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat, trauma yang ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri sudah terkena penyakit tertentu. Oleh karena itu dikenal juga berbagai jenis fraktur5 : 1. Fraktur disebabkan trauma yang berat 2. Fraktur patologik : Fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah mengalami proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma multipel, kista tulang, dan osteomielitis sehingga trauma ringan saja sudah dapat menimbulkan fraktur. 3. Fraktur stress : Fraktur ringan yang terus menerus, misalnya fraktur march pada metatarsal, fraktur tibia pada penari balet, dan fraktur fibula pada pelari jarak jauh.

Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplet atau inkomplet (termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi, simpel, kominutif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi (termasuk impresi dan inklavasi.

Gambar 1. Mekanisme Patah Tulang. (a) Spiral (berputar); (b) Oblik/serong (kompresi); (c) Triangular butterfly fragment/kupu-kupu (membengkok); (d) Transversal/lintang (mengencang)4

Gambar 2. Jenis Patah tulang. Fraktur komplet : (a) Transversal; (b) Segmental; (c) Spiral. Fraktur inkomplete : (d) Buckle/torus/melengkung; (e,f) greenstick.4
5

o Location Menjelaskan mengenai lokasi tulang dimana terjadinya fraktur o Displacement

Translation

Angulation

Shortenin
6

American Orthopedic classification

Type A fracture are extra-artucular 6 1 - Avulsion fracture 2 - Complete fracture 3 - Comminuted fracture

Type B fracture are intra-artucular single condyle fractures 6 1 - Simple


7

2 - Crush/depression 3 - Comminuted - split depression

Type C fractures are intra-artucular both condyle fractures 6 1 - Simple 2 - Crush/depression 3 - Comminuted - split depression

Fraktur diklasifikasikan menjadi : 4 1. Berdasarkan garis patah tulang a. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok. b. Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.

c. Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang. d. Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tula

2. Berdasarkan bentuk patah tulang a. Complet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser. b. Incomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang. c. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain. d. Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen. e. Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. f. Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh. g. Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah. h. Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang
9

normal. i. Fraktur Complikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.

Salter-Harris classification Berhubungan pada kasus fraktur pada anak-anak I. Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnya masih utuh.

II. Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis.

10

III. Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi

IV. fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis

V. Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.

Berdasarkan lokasinya, fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau), diaphyseal (shaft), maupun distal. Berdasarkan proses osifikasinya, tulang panjang terdiri dari bagian diafisis (corpus/shaft) yang berasal dari pusat penulangan sekunder. Epifisis ini terletak di kedua ujung tulang panjang. Bagian dari diaphysis yang terletak paling dekat dengan epifisis disebut metafisis, yaitu bagian dari korpus tulang yang melebar. Fraktur dapat terjadi di 3 bagian ini. 7
11

Berpindahnya fragmen tulang dari tempatnya semula disebut displacement. Displacement ini dibagi menjadi 4, yaitu : 4 1. Aposisi Aposisi merupakan suatu keadaan dimana fragmen tulang mengalami perubahan letak sehingga terjadi perubahan dalam kontak antara fragmen tulang proksimal dan distal. Pada pemeriksaan radiologik, aposisi dinyatakan dalam persentase kontak antara fragmen proksimal dan distal. Jadi, misalnya dari hasil pemeriksaan rontgen terlihat bahwa tidak ada kontak sama sekali antara permukaan fragmen proksimal dengan distal maka dinyatakan aposisi 0%, disebut juga aposisi komplet. Kalau kontak masih terjadi disebut aposisi parsial, misalnya aposisi 80%, berarti 80% permukaan fragmen proksimal masih kontak dengan fragmen distal. 2. Alignment Alignment merupakan suatu kondisi miringnya fragmen tulang panjang sehingga arah aksis longitudinalnya berubah. Apabila antara aksis longitudinal fragmen proksimal dan distal membentuk sudut maka disebut angulasi. Pada pemeriksaan radiologi, angulasi ini dinyatakan dalam derajat. 3. Rotasi Rotasi adalah berputarnya fragmen tulang pada aksis longitudinalnya, misalnya fragmen distal mengalami perputaran terhadap fragmen proksimal. 4. Length (panjang) Length dapat dibagi menjadi 2, yaitu overlapping (tumpang tindihnya tulang) yang menyebabkan pemendekan (shortening) tulang serta distraksi yang menyebabkan tulang memanjang.

12

Ada jenis fraktur yang patahnya tidak disebabkan oleh trauma, tetapi disebabkan oleh adanya proses patologis, misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang, dan disebut fraktur patologis. Ada juga fraktur, yang biasanya berbentuk fisura, yang disebabkan oleh beban lama atau trauma ringan yang terus menerus yang disebut fraktur kelelahan. Hal ini misalnya terjadi pada tungkai bawah di tibia atau tulang metatarsus pada tentara, penari, atau olahragawan yang sering berbaris atau berlari. Akan tetapi, fisura tulang lebih sering disebabkan cedera. Sehubungan dengan patofisiologi dan perjalanan penyakitnya, fraktur juga dibagi atas dasar usia pasien, yaitu fraktur pada anak-anak, fraktur pada orang dewasa, dan fraktur pada orang tua. Pola anatomis kejadian fraktur dan penanganannya pada ketiga golongan umur tersebut berbeda. Orang tua lebih sering menderita fraktur pada tulang yang osteoporotic, seperti vertebra atau kolum femur; orang dewasa lebih banyak menderita fraktur tulang panjang, sedangkan anak jarang menderita robekan ligament. Penanganan fraktur pada anak membutuhkan pertimbangan bahwa anak masih tumbuh. Selain itu, kemampuan penyembuhan anak lebih cepat dan karena itulah pemendekan serta perubahan bentuk akibat patah lebih
13

dapat ditoleransi pada anak. Pemendekan dapat ditoleransi karena pada anak terdapat percepatan pertumbuhan tulang panjang yang patah. Perubahan bentuk dapat ditoleransi karena anak mempunyai daya penyesuaian bentuk yang lebih besar. Satu bentuk fraktur yang khusus pada anak adalah fraktur yang mengenai cakram pertumbuhan. Fraktur yang mengenai cakram epifisis ini perlu mendapat perhatian khusus karena dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Fraktur cakram epifisis ini dibagi menjadi lima tipe. 8 Tipe 1 Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis, tetapi

periosteumnya masih utuh Tipe 2 Periosteum robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis Tipe 3 Tipe 4 Fraktur cakram epifisis yang melalui sendi Terdapat fragmen fraktur yang garis patahannya tegak lurus cakram epifisis Tipe 5 Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang

menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut

ETIOLOGI

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur9

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.

Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.
14

Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang.

Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.9

PATOFISIOLOGI FRAKTUR

Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah.10 Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan
15

untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.10

16

BAB III KESIMPULAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur diklasifikasikan Berdasarkan garis patah tulang yaitu greenstick, transversal, spiral, dan obliq. Berdasarkan bentuk patah tulang yaitu complet, incomplet, avulsi, comminuted, simple, dan complikata. Penyebab fraktur ini dapat berupa trauma langsung, tak langsung, maupun penyakit yang menyertai. 4, 8

17

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Richard, Buckley. (2012). General Principles of Fracture Care. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview 2. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone. 2007 4. Apley, A.Graham. (2010). Apleys System of Orthopaedics and Fractures Ed 9. UK : Hodder Arnold. 5. Ekayuda, Iwan. (2011). Trauma Skelet. Radiologi Diagnostik. Jakarta : FK UI. 31-61 6. American Orthopedic classification. (2010). Diakses dari

http://www.aona.com 7. Benvie. (2009). Fraktur. Diakses dari http://doctorology.net 8. Mansjoer A et al (editor) 2001., Kapita SelektaKedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta 9. Arif, Muttaqin, Skep. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC diakses dari
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/206301014/daftarpustaka.pdf

10. Brunner and Suddart. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Editor: Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Jakarta: EGC. 2001 diakses dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-sitifatima-5395-2-

07.bab-r.pdf

18

You might also like