You are on page 1of 12

Sejarah Perkembangan IPS (part.

1)
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sejarah kurikulum kita pada awalnya terpisahpisah dalam mata-mata pelajaran dengan nama Ilmu Bumi, Sejarah, dan kemudian muncul dengan nama Pendidikan Kemasyarakatan (Kurikulum 1968) yang terdiri dari Ilmu Bumi, Sejarah, dan kemudian berganti nama menjadi Pendidikan Kewargaan Negara Negara yang mencakup Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civics, lalu menjadi bidang studi (broad field of subject matters) dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Kurikulum 1975, yang menggabungkan aspek masa lampau, wilayah geografis, dan kegiatan hidup manusia. Dasar penggabungan dalam IPS ini adalah karena masalah yang dihadapi anak atau warga negara tidaklah terpisah-pisah secara tegas seperti yang yang dilakukan dalam sistem kurikulum mata pelajaran terpisah sebelumnya. Pada Kurikulum 1975, Pendidikan Kewargaan Negara atau Civics dipisahkan dari IPS dan menjadi bidang studi yang berdiri sendiri dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Ada 2 fungsi IPS dalam Kurikulum 1975, yaitu: (1) membina pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang bermanfaat bagi perkembangan dan kelanjutan pendidikan siswa, terutama kemampuan menelaah masalahmasalah kemasyarakatan secara ilmiah, dan (2) membina sikap-sikap yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Pada Kurikulum 1947 IPS mulai diajarkan sejak kelas III (Ilmu Bumi) sedangkan Sejarah sejak kelas IV. Pada Kurikulum 1964 terjadi perubahan penting karena IPS diajarkan dari kelas I s.d. kelas VI. Ini diteruskan pada Kurikulum 1968. Pada Kurikulum 1975 pelajaran IPS kembali diajarkan sejak kelas III. Pada Kurikulum 1984 walaupun IPS tetap diajarkan sejak kelas III namun terjadi perubahan penting karena Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) diajarkan sejak kelas I SD. Pada Kurikulum 1994, PSPB telah dihapuskan dan IPS sebagai bidang studi tetap diajarkan sejak kelas III. Pada KTSP atau Kurikulum 2006 IPS kembali diajarkan sejak kelas I walaupun di kelas I III IPS diajarkan bersama-sama dengan mata pelajaran lain dengan pendekatan tematik. Pendekatan pengembangan kurikulum IPS menunjukkan perkembangan. Kurikulum IPS 1947 s.d. 1975 dikembangkan dengan pendekatan materi. Namun, dalam Kurikulum 1984 mulai diterapkan pendekatan keterampilan proses (process skill approach) yang lebih menekankan pengembangan keterampilan-keterampilan IPS daripada materi pokok IPS dan sebagai konsekuensinya hanya dipilih materi pokok saja. Pada kurikulum ini gagasangagasan IPS yang baik hasil pengemgangan melalui proyek rintisan cara belajar siswa aktif dan supervisi guru yang dilakukan Pusat Kurikulum di Cianjur mewarnai isi kurikulum IPS. Dalam pengembangan KBK / Kurikulum 2004 pendekatan pengembangan kurikulum IPS mengikuti pendekatan pengembangan yang ditempuh Pusat Kurikulum, yaitu pendekatan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi. Pendekatan yang sama diteruskan dalam pengembangan KTSP / Kurikulum 2006. Dalam Kurikulum 2006 aspek kependudukan yang ada pada Kurikulum 2004 dihapuskan dalam mata pelajaran IPS.

Sejarah Perkembangan IPS secara Umum


Sejarah perkembangan IPS secara umum memang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan Social Studies yang berkembang di Amerika Serikat (USA), adanya Social Studies ini dilatarbelakangi oleh hancurnya tatanan sosial yang ada di masyarakat pada masa itu, penyebab kehancuran tersebut yaitu terjadinya Perang Dunia 1 pada tahun 1914-1918 yang menimbulkan dampak yang besar, seperti kelaparan, rusaknya fasilitas-fasilitas umum, dan lain-lain yang tentu saja mempengaruhi status dan peranan seseorang di masyarakat, norma-norma yang berlaku di masyarakat pada masa itu cenderung di abaikan. Karena hal inilah para ahli ilmu pengetahuan yang dinaungi NCSS ( National Council for the Social Studies ) melakukan pertemuan untuk pertama kalinya pada tanggal 20-30 November 1935 untuk membicarakan pemikiran tentang Social Studies. Teruuuus ? Pada tahun 1937, Edgar Bruce Wisley mengemukakan bahwa Social Studies adalah ilmuilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Dari pengertian ini terkandung halhal sebagai berikut : a). Social Studies merupakan turunan dari Ilmu-Ilmu Sosial b). Dikembangkannya Social Studies ini bertujuan untuk memenuhi tujuan pendidikan/pembelajaran di tingkat sekolah maupun di tingkat perguruan tinggi c).Aspek-aspek dari masing-masing disiplin ilmu sosial seperti contohnya aspek ilmu Sejarah perlu di seleksi dan di sesuaikan dengan tujuan pendidikan/pembelajaran tersebut. Antara tahun 1940-1950 NCSS mendapat serangan pertanyaan yaitu penting atau tidaknya Social Studies menanamkan nilai dan sikap demokratis kepada para pemuda. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam masyarakat yang demokratis. Pada tahun 1960-an, muncul suatu gerakan akademis yang secara khusus dapat dipandang sebagai suatu perubahan yang cukup mendasar di dalam Social Studies. Gerakan akademis tersebut dikenal sebagai gerakan The New Social Studies dan dipelopori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial. Tahun 1940-1960 terjadi tarik menarik antara dua visi Social Studies, yaitu adanya gerakan yang menginginkan rumpun-rumpun sosial di integrasikan atau di satukan, di pihak lain ada pula yang menginginkan rumpun-rumpun sosial ini dipisahkan, namun hal ini cenderung akan memperlemah konsepsi pelajaran dalam Social Studies. Tahun 1955 terjadi terobosan yang besar dari Maurice Hunt dan Lawrence Metcalf yang mencoba cara baru dalam menyatukan pengetahuan dan keterampilan ilmu sosial untuk tujuan Citizenship Education. Menurut mereka program Social Studies di sekolah seharusnya tidak di organisasikan menjadi rumpun-rumpun sosial secara terpisah, tetapi siswa diarahkan untuk melihat gejala-gejala sosial yang ada di masyarakat guna melatih para siswa untuk dapat mengambil keputusan mengenai masalah-masalah yang ada di masyarakat dan melatih keterampilan reflective thinking. Gerakan The New Social Studies menjadi pilar perkembangan Social Studies pada tahun 1960, titik tolaknya dari kesimpulan bahwa social studies sebelumnya dinilai sangat tidak efektif dalam mengajarkan substansi dan mempengaruhi perubahan sikap siswa. Maka dari itu para ahli sosial dan sejarawan bersatu dan merumuskan social studies ketaraf higher level of intellectual pursuit.

Pada akhir 1960-an tecatat adanya perubahan dari orientasi pada disiplin akademik yang terpisah-pisah ke satu upaya untuk mencari hubungan interdisipliner. Tahun 1970 terjadi perkembangan Social Studies dalam perkembangan kurikulum persekolahan. Yaitu perkembangan dari dua gerakan (Social Studies dan Citizenship education) yang bertolak belakang dari Basic Human Activities. Jika dilihat dari visi-misi Social Studies menurut Barr (1977:48) adalah, Social Studies dikembangkan kedalam 3 tradisi, yaitu: 1. Social Studies Taught as Citizenship Transmission. Ilmu Sosial yang terintegrasi sebagai ilmu Kewarganegaraan. 2. Social Studies Taught as Social Science. Ilmu Sosial sebagai disiplin ilmu yang terpisah. 3. Social Studies Taught as Revlective Inquiry. Ilmu Sosial sebagai ladang ilmu pengetahuan yang bersifat melatih kepekaan terhadap gejala sosial yang terjadi di sekitar. 1980 Perkembangan Social Studies ditandai oleh lahirnya dua pilar akademis: Social Studies democratic beliefs and values dan Social Studies as Skill in the Social Studies Curruculum. Tujuan dari Social Studies yaitu : Esensi dari Social Studies adalah pengembangan ilmu sosial bukan pada bidang lain, pengembangan Social Studies dari mulai pendidikan dasar sampai tingkat menengah atas ditandai oleh keterpaduan pengetahuan, kemampuan siswa dan sikap siswa terhadap gejala sosial yang terjadi disekitarnya. Hal ini memberikan dau arti yaitu, monodisipliner dan interdisipliner. Program Social Studies menitik beratkan pada upaya membantu siswa dalam construct a knowledge base and attitudes drawn from academic disciplines as specialized ways of viewing reality (Pembangun pengetahuan dan sikap yang aktif melalui cara pandang secara akademik terhadap realita). Social Studies harus mncerminkan hakikat pengetahuan yang utuh secara terpadu menuntun perlibatan berbagai disiplin ilmu dalam Social Studies.

MASALAH-MASALAH SOSIAL YANG ADA DALAM MASYARAKAT DAN CARA PENYELESAIANYA


06:43 kumpulan tugas No comments

Masalah sosial adalah suatu ketidak sesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi benterokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Pengertian masalah kesejahterahan sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan masalah sosial.Ernest Burgess, mengemukakan teori tentang massalah sosial dalam perkembangan sosiologi dapat dikelompokan menjadi lima : 1. Masalah sosial sebagai patologi organik individual. 2. Masalah sosial sebagai patologi sosial. 3. Masalah sosial sebagai disorganisasi personal dan sosial.

4. Masalah sosial sebagai koonflik-konflik nilai. 5. Masalah sosial sebagai proses. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya. Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 jenis faktor, yakni antara lain : 1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll. 2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll. 3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb. 4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb. Penjelasanya : 1. Faktor Ekonomi Faktor ini merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial. Apalagi setelah terjadinya krisis global PHK mulai terjadi di mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal karena orang sudah sulit mencari pekerjaan. 2. Faktor Budaya Kenakalan remaja menjadi masalah sosial yang sampai saat ini sulit dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang berdampak negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar suatu bangsa merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun sejak dahulu. 3. Faktor Biologis Penyakit menular bisa menimbulkan masalah sosial bila penyakit tersebut sudah menyebar disuatu wilayah atau menjadi pandemik. 4. Faktor Psikologis Aliran sesat sudah banyak terjadi di Indonesia dan meresahkan masyarakat walaupun sudah banyak yang ditangkap dan dibubarkan tapi aliran serupa masih banyak bermunculan di masyarakat sampai saat ini.

1.

Cara Penyelesaian Masalah Sosial


Pengangguran dapat menyebabkan kemiskinan, dan selanjutnya menimbulkan kejahatan dan permusuhan atau pertikaian dalam masyarakat. Hal ini merupakan masalah sosial yang harus kita atasi. Pemerintah selalu berusaha mengatasi berbagai persoalan sosial dengan peran serta tokoh masyarakat, pengusaha, pemuka agama, tetua adat, dan Iain-Iain. Berbagai cara yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak dalam membantu mengatasi masalah sosial antara lain : A. Menjadi orang tua asuh bagi anak sekolah yang kurang mampu. B.Tokoh agama memberikan penyuluhan tentang keimanan dan moral dalam menghadapi persoalan sosial. C. Para pengusaha dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lain ikut memberikan beasiswa. D. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) membantu dalam berbagai bidang dimulai dengan penyuluhan sampai bantuan berupa materi. E. Lembaga-lembaga dari PBB seperti UNESCO, UNICEF, dan WHO memberikan bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah sosial.

F. Para dermawan yang secara pribadi banyak memberi bantuan kepada masyarakat sekitarnya berupa materi. G. Organisasi pemuda seperti karang taruna yang mendidik dan mengarahkan para remaja putus sekolah dan pemuda untuk berkarya dan berusaha mengatasi pengangguran. H. Perguruan tinggi melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan memberikan berbagai penyuluhan. Selain cara-cara tersebut di atas, pemerintah juga menggalakkan berbagai program untuk mengatasi masalah sosial antara lain : 1. Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS). BOS diberikan kepada siswa-siswa sekolah mulai dari sekolah dasar sampai tingkat SLTA. Tujuannya untuk meringankan biaya pendidikan. 2. Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLT diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak berpenghasilan sebagai dana kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). 3. Pemberian Kartu Askes. Bagi keluarga miskin pemerintah memberikan kartu Askes untuk berobat ke puskesmas atau rumah sakit yang ditunjuk dengan biaya ringan atau gratis. 4. Pemberian Beras Untuk Masyarakat Miskin (Raskin). Pemberian bantuan pangan dari pemerintah berupa beras dengan harga yang sangat murah. 5. Pemberian Sembako.

Masalah-masalah Sosial
OPINI | 06 July 2009 | 15:45 Dibaca: 41581 Komentar: 2 Nihil

Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar. Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987). Contohnya adalah masalah kemiskinan yang dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku di masyarakat yang bersangkutan (Suparlan, 1984) Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu : (1) Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.

(2) Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan. (3) Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual. Salah satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni, 1976). Artinya jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Dan jika hal ini berlangsung lebih masif maka akan menyebabkan dampak yang sangat merusak seperti kerusuhan sosial. Hal ini juga didukung oleh pendapatnya Merton dan Nisbet (1971) bahwa masalah sosial sebagai sesuatu yang bukan kebetulan tetapi berakar pada satu atau lebih kebutuhan masyarakat yang terabaikan. Dengan menggunakan asumsi yang lebih universal maka tangga kebutuhan dari Maslow dapat digunakan yaitu pada dasarnya manusia membutuhkan kebutuhan fisiologis, sosiologis, afeksi serta aktualisasi diri, meskipun Etzioni (1976) menjelaskan bahwa masyarakat berbeda antara satu dengan yang lain terkait dengan cara memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena seorang individu pada dasarnya merupakan hasil bangunan budaya dimana individu itu tumbuh. Hadley Cantrill (dalam Etzioni, 1976) melakukan penelitian di 14 negara dengan menanyakan harapan, aspirasi dan pangkal kebahagian kepada masyarakat di 14 negara tersebut diantaranya Brazil, Mesir, India, Amerika Serikat dan Yugoslavia. Hasilnya adalah hampir semua responden menyatakan bahwa faktor ekonomilah yang menempati urutan teratas terkait dengan harapan, aspirasi dan kebahagian bila dibandingkan dengan unsurunsur lainnya. Sebab lain adalah karena patologi sosial, yang didefinisikan oleh Blackmar dan Gillin (1923) sebagai kegagalan individu menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian. Hal ini mencakup : cacat (defect), ketergantungan (dependent) dan kenakalan (delinquent). Para penganut perspektif patologi sosial pada awalnya juga beranggapan bahwa masalah sosial dapat dilakukan dengan cara penyembuhan secara parsial berdasarkan diagnosis atau masalah yang dirasakan. Tetapi akhirnya disadari bahwa penyembuhan parsial tidak mungkin dilakukan karena masyarakat merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan permasalahan bersifat menyeluruh. Jika ruang lingkup masalah patologi sosial lebih mikro dan individual, maka dari perspektif disorganisasi sosial menganggap penyebab masalah sosial terjadi akibat adanya perubahan yang cukup besar di dalam masyarakat seperti migrasi, urbanisasi, industrialisasi dan masalah ekologi Dengan memperhatikan perbedaan lokasi suatu daerah, Park (1967), menemukan bahwa angka disorganisasi sosial dan timbulnya masalah sosial yang tinggi ada pada wilayah yang dikategorikan kumuh akibat arus migrasi yang tinggi, dan hal ini diperkuat dengan pendapat Faris dan Dunham (1965), bahwa tingkat masalah sosial lebih tinggi di pusat kota secara intensitas dan frekuensi dibandingkan daerah pinggiran.

Disamping itu industrialisasi-pun (selain memberikan dampak yang positif) juga memberikan dampat yang negatif pada suatu masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Mogey (1956) menjelaskan bahwan pertumbuhan industri kendaraan bermotor di kota Oxford menjadikan biaya hidup di kota tersebut menjadi tinggi yang pada akhirnya akan mendorong buruh menuntut peningkatan upah kerja. Perlu ditambahkan juga disini, bahwa masalah sosial tidak hanya karena kesalahan struktur yang ada di dalam masyarakat atau kegagalan sistem sosial yang berlaku namun juga dari tindakan sosial yang menyimpang atau yang dikenal sebagai perilaku menyimpang yaitu menyimpang dari status sosialnya (Merton & Nisbet, 1961). Misalkan seseorang yang sudah tua bertingkah laku seperti anak-anak atau orang miskin bertingkah laku seperti orang kaya dan lainnya. Dengan demikian, seseorang itu disebut berperilaku menyimpang karena dia dianggap gagal dalam menjalankan kehidupannya sesuai harapan masyarakat. Namun demikian, Heraud (1970) membedakan lagi jenis perilaku menyimpang ini, apakah secara statistik, yaitu berlainan dengan kebanyakan perilaku masyarakat secara umum ataukah secara medik, yang lebih menekankan kepada faktor nuture atau genetis. Ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya Delinquent Boys : The Culture of the Gang (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami anomie di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam gangnya.

MASALAH-MASALAH SOSIAL DI INDONESIA


Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsurunsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya. Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain : 1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.

2. Faktor Budaya 3. Faktor Biologis 4. Faktor Psikologis

: Perceraian, kenakalan remaja, dll. : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb. : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.

Di Indonesia sendiri terjadi banyak masalah social yang tidak kunjung terselesaikan, salah satunya adalah masalah kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin. Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang. Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Hal ini lah yang menjadi penyebab lambannya pengetasan kemiskinan di Indonesia.

Masalah Sosial, Pengertian dan contoh di masyarakat


Masalah Sosial, Pengertian dan contoh di masyarakat. Indonesia adalah negara yang mempunyai penduduk sangat padat terutama di kota-kota besar. Dengan jumplah penduduk yang sangat padat, membuat Indonesia banyak mengalami masalah sosial. Masalah sosial itu sendiri adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Misalnya saja Kemiskinan, Pendidikan dan kejahatan. Tak hanya itu, Masalah lain yang paling banyak di indonesia juga ada seperti Banyaknya pengangguran dan kurangnya keadilan untuk masyarakat terutama masyarakat kecil. bukan menjadi rahasia lagi, Indonesia memiliki catatan hukum yang jelek. Kadang yang salah terlihat benar dan yang benar bisa terlihat salah. Kesenjangan kadang juga timbul antara si kaya dan si miskin. Dan berikut ini sedikit Contoh Masalah sosial yang ada di masyarakat Indonesia.

Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan di indonesia terjadi bukan hanya di daerah pelosok saja, tetapi juga terjadi di daerah perkotaan yang konon menjanjikan banyak kemewahan. Hal ini terjadi karena banyak faktor, dan diantaranya adalah masalah pendidikan yang belum bisa semua masyarakat indonesia rasakan. Akan tetapi menurut survai, Kemiskinan di indonesia semakin berkurang .

Pendidikan

Indonesia termasuk negara yang tingkat pendidikannya cukup rendah di dunia. Banyak sekali anak-anak yang harusnya sekolah, mereka sibuk membantu orang tuanya untuk bekerja mencari nafkah. Pastinya mereka (anak-anak indonesia) ingin merasakan sekolah seperti anak-anak yang lain. akan tetapi keadaan perekonomian orang tua yang kurang mampu membuat mereka mengubur keinginan tersebut. Meskipun pemerintah telah mengucurkan dana BOS, tetapi pada kenyataannya masih banyak anak-anak dijalanan ketika jam sekolah.

Kejahatan

Indonesia memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi, apalagi di daerah kota besar. Jenis kejahatan yang dilakukan juga beragam, dari segi motif dan caranya. Tapi paling banyak yang terjadi adalah kejahatan yang timbul karena faktor ekonomi. Ini terjadi bukan hanya pada orang yang kurang terpelajar, akan tetapi orang yang terpelajarpun juga kadang masuk dalam daftar orang yang melakukan tindakan kriminal. misalnya saja pemalakan, tawuran dsb. Ini bisa dilihat di acara televisi yang setiap hari pasti ada tayangan kriminal yang terjadi entah itu di ibu kota atau di daerah.

Pengangguran

Pengangguran adalah masalah serius yang dihadapi indonesia sejak beberapa tahun yang lalu. Jumplah penduduk yang semakin banyak tak diimbangi dengan jumplah lapangan kerja yang banyak pula, sehingga terjadi banyak pengangguran. Pengangguran juga bertambah seiring kebiasaan masyarakat yang datang dari daerah memadati ibu kota. Kadang mereka datang dengan modal nekat tanpa ketrampilan khusus sehingga di kota mereka tak punya kerjaan. Sebenarnya lapangan pekerjaan bisa kita ciptakan sendiri tanpa harus pergi ke ibukota.

Keadilan

Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" [1]. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" [2]. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan.

Definisi/Pengertian Masalah Sosial dan Jenis/Macam Masalah Sosial Dalam Masyarakat


Submitted by godam64

on Thu, 24/04/2008 - 00:53

Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya. Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain : 1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll. 2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll. 3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb. 4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.

You might also like