Professional Documents
Culture Documents
1.2 Sejarah
Industri cat adalah salah satu industri tertua di dunia. Sekitar 20.000 tahun lalu,
manusia yang hidup di gua-gua menggunakan cat untuk kegiatan komunikasi, dekorasi dan
proteksi. Mereka menggunakan metrial-material yang tersedia di alam seperti arang
(karbon), darah, susu, dan sadapan dari tanaman-tanaman yang memiliki warna yang
menarik. Yang mengejutkan, cat-cat ini mempunyai keawetan yang baik, seperti yang
ditunjukkan pada lukisan gua di Altamira Spanyol, Lascaux Spanyol, cat batu orang
Aborigin di Arnhem Land Australia, dan lukisan-lukisan prasejarah lainnya yang
ditemukan. Orang-orang Mesir kuno mengembangkan cat menjadi lebih kaya warna,
mereka menemukan cat warna biru, merah, dan hitam dengan mengambilnya dari akar
tanaman tertentu. Kemudian orang-orang Mesir itu menemukan kasein sebagai perekatnya.
Seiring dengan waktu, manusia mulai menemukan minyak tanaman dan resin dari fosil
untuk mengganti darah dan susu sebagai perekat cat.
Saat ini walaupun telah ditemukan perekat/resin yang semakin baik dengan
berkembangnya teknologi kimia, resin-resin natural hingga kini masih banyak dipakai.
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan penemuan pada dunia cat.
Tabel 1.1 Perkembangan penemuan pada dunia cat.
Tahun Penemuan
1923 Nitrocellulose
Alkyd
1924 Titanium Dioksida
1928 Phenolic larut minyak
1930 Alkyd urea-formaldehyde
1933 Kopolimer Vinylchloride
1934 Emulsi basis minyak
1936 Akrilik Thermoset
1937 Polyurethane
1939 Alkyd melamine-formaldehyde
1944 Cat berbasis silikon
1947 Resin epoksi
1950 PVA dan cat akrilik
1955 Powder coating
1958 Cat akrilik untuk otomotif
Cat tembok lateks
1960 Cat water-borne
1962 Anodic electrocoating
1963 Cat UV dan EB curing
1971 Cationic eletrocoating
1974 Clear-over-colour topcoat
Kimiawan-kimiawan jaman dahulu mengandalkan bahan natural dan resin dari fosil untuk
produk-produk cat. Kemudian muncul usaha-usaha untuk memodifikasi resin natural
menjadi resin natural sintetis. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa material
cellulose dapat dimodifikasi dengan asam nitrat untuk membentuk ester nitrate. Pada 1923
ditemukanlah nitrocellulose sebagai bahan dasar lacquer.
Satu penemuan penting adalah ketika platik sintetis untuk pertama kalinya bisa
digunakan sebagai material cat, adalah Leo Bakeland yang menemukan resin phenolic, dan
masih digunakan sampai saat ini. Pada 1923 Roy Kienle menemukan resin alkyd, hal ini
diikuti dengan penemuan-penemuan penting seperti campuran urea-formaldehyde dan
melamine-formaldehyde dicampur dengan alkyd untuk cat-cat otomotif, peralatan, dan
industri.
Resin alkyd bertahan begitu lama sampai ditemukannya resin akrilik thermoset.
Akrilik mempunyai properti yang baik untuk cat otomotif, namun sifat termoplastiknya
membuatnya lemah terhadap solvent dan cuaca. Ini semua berubah ketika Strain
menemukan akrilik themoset.. Penemuan penting lainnya adalah ketika ditemukan pigmen
putih titanium dioxide untuk menggantikan pigmen putih lead yang beracun. Pada 1937
ditemukanlah urethane, 1944 resin silikon, 1947 resin epoksi, 1950 PVAc (Poly Vinyl
Acetate), dan seterusnya.
Keterangan : Tegangan terpasang sumber tegangan arus searah yang kecil cukup
mampu menghasilkan elektron. Sedemikian hingga benda (pipa)
menjadi katoda.
B. Posfating
Terutama digunakan sebagai coating dasar sebelum pengecatan atau digunakan
untuk pelumasan selama penggambaran dan menambah ketahanan korosi. Apabila
permukaan logam seperti besi diekspos dalam lingkungan yang korosif dalam keadaan
asam, permukaan logam terlarutkan dan terbentuk produk korosi yang taklarut. Produk
terakhir menjadi endapan dipermukaan logam. Asam fosfat mempunyai keunggulan dan
kelebihan sifat seperti itu. Besi fosfat yang terbentuk karena proses korosi terendapkan
permukaan besi dalam bentuk kristal besi fosfat mempunyai kecenderungan untuk
melindungi permukaan dari serangan lebih lanjut dan juga lebih menonjol sebagai
permukaan yang rekat untuk pengecatan atau pelapisan organik. Kenyataannya produk
fosfat dapat merupakan campuran garam seperti seng, mangan. Walaupun lapisan fosfat
lebih baik untuk alas cat tetapi kerugian konduktifnya harus dipertimbangkan. Lapisan
fosfat memperlambat laju korosi logam dibawahnya sehingga menjadi tanggul aliran arus
korosi.
Ada tiga jenis lapisan fosfat yaitu besi fosfat, seng fosfat dan mangan fosfat. Yang
paling sederhana adalah besi fosfat karena logam dasar sebagai pensuplai kation untuk
pembentukan selaput fosfat. Besi dan seng fosfat dipakai bersama dengan semprotan atau
pencelupan. Mangan fosfat penggunaannya hanya dengan pencelupan saja. Produk
lapisannya antara lain, Fe3 (PO4)2.8H2O dan Fe3O4, Sedang untuk seng dan mangan
produknya adalah : Zn2Fe (PO4)2.4H2O dan Zn3Fe (PO4)2.4H2O, Kondisi fosfat yang
terbaik pada pH.3,1 - 3,4
Kegunaan fosfating
- Posfat besi, Untuk melindungi filing kabinet, mebel, dan sebagai alas pengecatan.
- Posfat seng, Untuk persiapan auto mobil dan bodi truk dan penerapan sebelum
pengecatan.
- Posfat mangan, Untuk permukaan gesekan dan laker seperti pada ring piston, gear,
tidak untuk alas pengecatan.
C. Cat sebagai Lapisan pelindung terhadap korosi.
Coating steel with a firmly adhered material such as zinc which is more anodic than iron
prevents the corrosion process from occurring. While zinc inherently degrades less rapidly
than steel, painting retards the atmospheric attack on zinc so much that the durability of
painted galvanised steel exceeds the combined lifetimes of painted bare steel and unpainted
galvanising by a factor of 1.5 or more.
However, using this system to enhance the performance of a surface coating places the
coating itself under stress at thin points. Hydroxyl ions, moisture and hydrogen gas
accumulate at cathodic areas, creating both localised alkaline conditions and the potential
for blistering.
While coatings which operate by a pure barrier effect will retard corrosion, it has been
noted that, to establish the effectiveness of the coating as a barrier in general terms (ie,
assuming it is bonded effectively to the surface) one should measure not simply its
permeability to water and oxygen but also to ions in solution (whose presence can be
detected by a reduction in the impedance of the coating). In addition, tests for potential
leaching of components in the presence of moisture, water uptake by the coating and DC
current resistance through the thickness of the coating are relevant measures of
performance.
The use of accelerated corrosion testing is (as with accelerated weathering) essential but
not entirely satisfactory. Many pigments owe their protective effects to their ability to
undergo reactions in the presence of corrosive salts. Accelerated saltspray tests will give
favourable results from pigments which react rapidly (and may therefore have a short
working life) but may give unrealistically poor results from coatings containing pigments
such as zinc phosphate which respond relatively slowly and are 'overwhelmed' by the test
conditions but work effectively under normal exposure conditions.
A wide range of binders is used in anticorrosive paints, and indeed it may be assumed that
any binder which is relatively inert and durable has applications in this area. A number of
commonly used binders are listed in the table below purely as examples, but this is far
from being a 'complete' listing.
Waterborne,
Binder type Curing agents solventborne or 100%
solids
Acrylic
Often physical drying only WB, SB
copolymer
Water evaporation /reaction
Alkali silicate WB
with zinc
Alkyd Metal soaps Normally SB
Chlorinated
Physical drying SB
rubber
Epoxy ester As alkyds SB
Ethyl silicate Reaction with zinc SB
Moisture cured
Ambient moisture SB
PU
Polysiloxane Self-crosslinking SB
Polyurea Isocyanate SB or 100%
Isocyanate, polyamide,
Two-pack epoxy WB, SB, 100%
ketimine or polyamine cure
Two-pack
Isocyanate SB or 100%
polyurethane
Understanding the nature of the coating can be critical to achieving good performance. Too
high a film build may cause solvent blistering or cure problems (and 'too high' can vary
from 10-12 µm for PVB etch primers to 500 µm or more for high-build epoxies).
Additionally, while high humidity can retard drying or cause coating failures in waterborne
systems, systems such as single-pack urethanes and ketimine-cured epoxies positively
demand sufficient water in the air to achieve curing.
Zinc-rich coatings incorporating very high levels of metallic zinc can under favourable
circumstances provide a maintenance-free coating lifetime of up to 25 years, comparable to
or exceeding the performance of galvanising. Indeed, one pipeline in Australia still has its
original coating, applied more than 50 years ago, in good condition with only localised
repair work.
This kind of performance can only be achieved by using low levels of binder, yet
establishing maximum adhesion to the substrate. Inorganic paints using alkali-metal
silicates (waterborne) or ethyl silicate (solventborne) binders can perform extremely well
in marine atmospheres, and have no rivals where single-coat systems are required and
aesthetics are unimportant, but the initial drying conditions may be critical to achieving
good performance and the highly alkaline system is liable to cause problems when
overcoating.
During drying of these coatings, zinc silicate is formed, the silicate molecules precipitate
out of solution to form a hard coating and reactions with iron also occur, improving the
bonding of the coating to the substrate.
Organic zinc-rich coatings are preferred where the system is to be overcoated. Chlorinated
rubbers, polystyrene, moisture-curing urethanes and alkyds have all been used as binders,
but the most commonly used systems today are based on epoxy resins.
MIO is a highly effective anticorrosive pigment which has been used in coatings for more
than 100 years. In volume terms, MIO accounts for only 1% of the world's demand for iron
oxides - about 15 000 tonnes per year - but prices for the lamellar grades which give the
best performance are relatively high for a natural pigment, at around $300 per tonne. There
is currently a trend to blend this material with non-lamellar MIO which can be readily
obtained for a tenth of the price.
Although micronised grades have been introduced to allow the material to be used in
thinner coatings, demand is relatively static, due to competition from glass flake in high-
build coatings, the introduction of more effective lower-build coatings based on more
advanced binders, and a trend towards the construction of bridges in concrete rather than
steel.
Of the other common barrier pigments, mica is almost totally inert chemically and is
resistant to high temperatures. Aluminium flake is sensitive to moisture and alkaline
conditions. Stainless steel flake finds some applications, but is relatively expensive. Glass
flake is popular in high-build coatings for heavy-duty applications.
The bonding between pigment particles and resin is critical to achieving an effective
barrier. It will be affected by surface treatment and the choice of dispersing surfactant and
not necessarily in ways that might be expected. Improving the bond creates an
impermeable layer around the particles and so effectively enlarges the volume occupied by
the filler. While this reduces the permeability of the coating, it is also liable to increase
internal stresses and in that way reduce adhesion to the substrate, increasing the risk of
coating failure.
Various forms of lead and chromate pigments have traditionally been used to provide
effective corrosion protection, but current legislation greatly restricts their use. With their
departure, zinc phosphate has established a strong position as an active pigment in
anticorrosive primers. It is considered to have three protective mechanisms:
While zinc phosphate has proved effective in real-world situations, as already noted, it is
often found to perform poorly in accelerated humidity or saltspray tests. It appears that the
material is not able to leach and react rapidly enough to respond to such severe
environments, but under practical conditions its response to corrosive attack is perfectly
adequate. Thus, when suppliers of proprietary modified zinc phosphate pigments claim
superior performance for their products, one must ask whether the results obtained in
accelerated tests will be reflected in improved performance in practice!
Zinc phosphate modifications include, for example, aluminium zinc phosphate, zinc
molybdate phosphate and zinc silicophosphate hydrate.
Some of the difficulties that can occur in evaluating active pigments are illustrated by tests
on zinc polyphosphate. This was prepared by reaction between sodium tripolyphosphate
and zinc nitrate. The resulting pigment (which incorporated a small amount of residual
sodium) was found to perform effectively at low additions in alkyd paints, but less
effectively in epoxy paints. It is suggested that there may be, on the one hand, synergistic
reactions between the zinc and alkyd resins, and on the other, a degree of incompatibility
between the pigment and the epoxy resin system.
Again, zinc oxide can be added in small quantities along with other actives, but must be
used with care as it has the effect of increasing the crosslink density of alkyd and other
binders, increasing their hardness but also making the system more brittle. An additional
protective effect in topcoats results from its UV absorption properties.
Because of its low density and high active surface area, it is generally considered that the
amount required in a formulation corresponds to the volume, rather than the weight, of zinc
pigment replaced. It appears to combine well with other types of protective pigments, but it
should be noted that it is highly alkaline, and therefore problems may occur with acid-
bearing binder systems.
While most corrosion inhibitors are solids, a number of liquid materials may be combined
with them. Many are amine salts of some form, others are organic acids, and consideration
therefore has to be given to potential reactions with the binder system or pigments.
A number of elements and compounds may be considered to exert some protective effect
against corrosion, and this has led to the evolution of a wide range of pigments which turn
out, on examination, to feature the same relatively small range of protective materials in
different combinations. Some further examples (necessarily incomplete) may be briefly
mentioned:
• Molybdates are effective but expensive, and so usually found in the form of
compounds that incorporate other anticorrosive elements such as zinc molybdate,
calcium zinc molybdate and zinc molybdate phosphate.
• Aluminium tripolyphosphate (also available in forms modified with zinc ions or
silicate) - the tripolyphosphate ion is able to chelate iron ions, in addition to the
protective effect of the phosphate itself.
• Silicates may be found in the form of combinations such as calcium borosilicate,
calcium barium phosphosilicate, calcium strontium zinc phosphosilicate, strontium
phosphosilicate, barium phosphosilicate.
• An oxyaminophosphate salt of magnesium is offered commercially, though it is
recommended only for use in solvent-borne primers. With a relatively low specific
gravity of 2.2, it can be used at a lower weight addition than zinc-based pigments.3
Beauty is only skin deep, Much of the effort (and pigment) that is put into an
anticorrosive paint essentially has the function of trying to maximise protection of
damaged areas of the coating, and in that sense, much of it is not required. Then, too, in
any protective reaction between pigment and corrosive salts it is the surface of the pigment
rather than the entire particle which is involved. Core-shell materials with an inert core
have been shown to be an effective way of reducing the quantity of biocide needed to
provide protection in antifouling paints. Is it then possible to develop coatings which will
have an extended lifetime and make more efficient use of anticorrosive pigments which are
often expensive? A number of approaches are under investigation.
For example, one commercially available composite pigment comprises 80% ferric oxide
with a surface coating of zinc phosphate. It is recommended as a zinc phosphate
replacement for anticorrosive primers and fillers.
2.1 Pendahuluan
Beberapa banyak macam bahan baku terlibat dalam pembuatan cat, tetapi intinya
cat terdiri dari padatan (solids) dan cairan (liquids). Dengan bagian padatan tersebut
tertahan (tersuspensi) dalam porsi cairan atau carrier. Solids atau padatan adalah bahan
yang tertinggal di permukaan setelah bagian liquid menguap. Solids terdiri dari beberapa
material, setiapnya didesain untuk menghasilkan beberapa properti dari cat, namun yang
utama adalah pigmen (pewarna) dan binder (perekat).
Ketika cat diaplikasikan ke permukaan proses pengeringan dimulai. Bagian cair /
carrier mulai menguap dan meninggalkan lapisan film, lapisan film terdiri dari binder,
aditif dan pigmen.
Memahami bagaimana cat mengering adalah sangat penting. Cat mengering pada 2
cara, yaitu penguapan solvent pada cat basis minyak / solvent dan coalesce (persatuan)
pada basis latex atau basis air.
Pada basis minyak, partikel – partikel cat mulai bergabung dan membentuk partikel
yang lebih panjang, proses ini dikenal sebagai chemical bonding (ikatan kimia). Pada cat
basis air, pigment, binder dan additive tidak secara kimiawi saling mengikat ketika cat
mengering. Namun partikel – partikel bergerak merapat / mendekat / menyatu bersama -
sama untuk mengisi gap yang ditinggalkan oleh menguapnya partikel air, fenomena ini
dikenal sebagai coalescence / penyatuan.
2.2 Pelarut
Sebuah cat membutuhkan bagian cair agar partikel pigmen, binder dan material
padat lainnya dapat mengalir. Cairan pada suatu cat disusun oleh solvent dan atau diluent.
Solvent berasal dari kata dissolve dan diluent berasal dari kata dilute. Keduanya adalah
suatu cairan yang mempunyai kemampuan untuk melarutkan (dissolve) suatu material.
Keduanya juga dikenal sebagai thinner karena keduanya memiliki kemampuan untuk
mengencerkan cat ke kekentalan yang diinginkan. Air meskipun dapat melarutkan substans
tidak dianggap sebagai solvent untuk cat karena air tidak melarutkan resin. Air adalah
solvent untuk gula karena gula dapat larut oleh air, bukan solvent untuk resin. Air pada
latex adalah sebagai pengencer bukan pelarut resin.
Solvent yang paling banyak digunakan adalah solvent kimia organik (mengandung
karbon). Ini dinamakan solvent organik. Solvent biasanya mempunyai titik didih yang
rendah dan mudah menguap, atau mudah dihilangkan dengan distilasi, sehingga
meninggalkan substansi yang dilarutkan. Karenanya kemudian muncul istilah VOC
(volatile organik compound) yang artinya kimia organik yang memiliki tekanan uap yang
cukup pada kondisi normal untuk menguap dan memasuki atmosfer. Material berbasi
karbon seperti aldehid, ketone, dan hidrokarbon adalah VOC.
Solvent harus tidak bereaksi kimia dengan material yang dilarutkan. Solvent
biasanya adalah bening dan cairan tak-berwarna dan kebanyakan mempunyai bau yang
khas. Konsentrasi dari sebuah larutan adalah jumlah material yang dilarutkan dalam
volume tertentu suatu solvent. Solubility (tingkat kelarutan adalah) jumlah maksimal suatu
material yang larut pada volume tertentu suatu solvent pada temperatur tertentu.
2.3 Binder
Binder bertugas merekatkan partikel – partikel pigmen ke dalam lapisan film cat
dan membuat cat merekat pada permukaan. Tipe binder dan prosentase binder dalam suatu
formula cat menentukan banyak hal dari peforma cat seperti washability (ketahanan saat
dicuci dengan air), scrubbability (ketahanan saat digosok), color retention (kekuatan
warna) dan adhesi (daya rekat).
Binder dibuat dari material bernama resin yang bisa dari bahan alam bisa juga
sintetis. Semakin banyak binder atau resin dalam cat, semakin baik catnya, semakin
mengkilap, dan semakin tahan lama. Pada cat basis air, resin yang tak larut air diproses
secara kimia sehingga dapat larut dengan air, proses ini disebut emulsifikasi. Hasil
akhirnya sering disebut dengan latex.
Binder atau perekat pada cat dapat sebagai bahan alam / natural dan juga bahan
sintetik atau polymer. Polymer sendiri berasal dari kata Yunani poly (banyak) dan meros
(part), artinya banyak bagian. Bahan alam contohnya getah damar, gum arab, minyak
linseed, dll. Sebenarnya bahan alam juga termasuk polymer namun termasuk polymer
alami (natural polymer). Polymer sintetik dibuat dari bahan alam yang dimodifikasi secara
kimia (contohnya resin alkyd) dan juga dapat dibuat seluruhnya sintetik (contoh resin
phenolic). Resin alkyd dibuat dengan proses esterifikasi minyak linseed atau minyak kastor
sehingga hasil akhir binder lebih keras, kuat dan tahan lama.
2.4 Pewarna
Penyedia warna pada suatu cat dapat menggunakan pigment dan dapat pula
menggunakan dye. Pigment adalah campuran kimia yang menyediakan warna dan tidak
larut dalam air. Cat adalah sebuah dispersi dari pigment yang berukuran mikroskopis yang
tertahan dalam suatu carrier / media. Hal ini dapat digambarkan seperti sungai yang
menahan pasir, lumpur, dan material lainnya. Sebaliknya, dye larut sepenuhnya dalam air
dan menyatu langsung dengan material yang disentuhnya.
Pigmen dapat dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non organik. Pigmen non organik
dibuat dari beberapa logam (oksida logam) sementara pigmen organik dibuat dari bahan
minyak bumi (carbon based). Pigmen dapat lebih jauh lagi dibagi menjadi pigmen utama
dan pigmen ekstender. Kebanyakan cat mengandung kedua - duanya. Pigmen utama
memberikan cat dengan daya tutup dan warna. Pada warna - warna pastel / warna dasar
putih, pigmen utama yang paling sering digunakan adalah titanium dioxide yang
mempunyai hiding power dan daya pemutih yang kuat. Titanium dioxide tidak digunakan
dalam warna-warna gelap, warna merah gelap misalnya menggunakan pigmen iron oxide
merah sebagai pigmen utamanya, warna hitam gelap menggunakan pigmen carbon black.
2.5 Ekstender
Pigmen ekstender seperti talc, silica, carbonat - carbonat, kaolin clay dan sejenisnya
membantu memperkuat pigmen utama (contohnya titanium dioxide ). Namun ekstender
tidak berlaku sebagai hiding agent, ekstender membantu menambah volume dan berat cat
sehingga harga cat menjadi murah. Pada aplikasi cat kayu, ekstender berfungsi sebagai
pengisi (filler) pori-pori kayu.
2.6 Aditif
Sebagai tambahan selain liquid, pigment dan binder, suatu cat dapat mengandung
satu atau lebih aditif (zat tambahan). Hal ini mempengaruhi properti vital dari cat
tergantung dari penggunaan akhir cat. Bentuk beberapa aditif :
1. Dryer : berfungsi sebagai katalisator agar cat menjadi
kering
2. Plasticizer : berfungsi memperlunak lapisan film cat agar
tidak mudah retak
3. Anti-skinning agent: berfungsi mencegah terbentuknya lapisan kulit
dalam kaleng.
4. Suspending agent : berfungsi menjaga padatan dalam cat agar
tidak memisah/mengendap
5. Ultraviolet absorber: menjaga agar sinar matahari tidak merusak
lapisan film cat.
BAB III
PELARUT
3.1 Pendahuluan
Solvent didefinisikan sebagai suatu substansi yang mempunyai kekuatan untuk
melarutkan (dissolving) atau membentuk suatu larutan (solusi) dengan sesuatu. Sebuah
solusi didefinisaikan sebagai substansi yang dilarutkan, khususnya dari bentuk padat
(solid) atau gas ke bentuk cair (liquid). Pada cat, solvent melarutkan resin dan polimer.
Larutan ini memudahkan proses manufaktur dan aplikasi dari cat, dan sebagai hasil dari
evaporasi solvent setelah aplikasi cat, memfasilitasi pembentukan film dari cat. Esensinya,
solvent mengkonversi agregat dari molekul polimer dan resin ke dalam molekul tunggal
atau cluster kecil dari molekul dalam larutan. Dalam sebuah larutan, molekul dari terlarut
dan solvent terdispersi satu dengan lainnya. Membentuk larutan adalah proses yang mudah
untuk memisahkan molekul. Sejalan ketika solvent menguap setelah aplikasi dari cat,
molekul polimer/resin sekali lagi membentuk agregate dan menjadi padat. Film cat dapat
mungkin didepositkan sebagai bentuk akhirnya (pengecatan non konvertibel) atau dapat
dimodifikasi secara kimia setelah deposisi (pengecatan konvertibel). Oksidasi, pemanasan,
dan radiasi adalah contoh cara dimana suatu film dapat dikonversi/diubah secara kimia
setelah aplikasi.
Solvent adalah aset yang berharga sekaligus jahat pada dunia pengecatan. Berguna,
karena memudahkan fabrikasi dari cat, membantu pada saat aplikasi dengna segala macam
teknik, mengontrol dan memberi kontribusi pada properti film cat. Solvent menjadi jahat
karena hampir semua solvent menguap ke dalam atmosfer dan masuk ke dalam air sebagai
limbah beracun.
Alkohol isopropyl
alcohol
Glikol ethylene Butyl
eter glycol cellosolve
monobutyl
ether
Glikol propylene Dowanol
eter glycol PMA
acetate monomethyl
ether acetate
BOILING POINT
Properti penting lain dari solvent adalah titik didih. Ini juga menentukan laju
evaporasi. Sepercik solvent dengan titik didih yang rendah seperti diethyl ether,
dichloromethane, atau acetone akan mnguap dalam beberapa detik saja pada suhu kamar.
Solvent dengan titik didih tinggi seperti air atau dimethyl sulfoxide memerlukan
temperatur tinggi untuk menguap.
Non-Polar Solvents
CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-
Hexane 69 °C 2.0 0.655 g/ml
CH3
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-
1,4-Dioxane 101 °C 2.3 1.033 g/ml
O-\
Dimethylformamide
H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 0.944 g/ml
(DMF)
Dimethyl sulfoxide
CH3-S(=O)-CH3 189 °C 47 1.092 g/ml
(DMSO)
3.6 Alkohol
3.6.1 Ethyl Alkohol
Dikenal secara komersial sebagai alkohol industri ( methylated spirit ). Ethanol merupakan
salah satu bahan yangtitik didihnya rendah secara umum digunakan untuk nitroselulose
lacquer. Karena kekuatan pelarutannya yang sangat bagus dan laju penguapannya yang
cepat membuat ethanol menjadi bahan yang disukai untuk untuk melarutkan shellac.
Merupakan pelarut yang baik untuk resin alami dan sintetik.
3.6.2 IPA
Digunakan secara luas dalam lacquer NC dan thinner. IPA tersedia dalam tiga macam yaitu
anhidrous, 95%, dan 91%. Grade anhidrous lebih disukai untuk formulasi coating
permukaan dan produk yang sejenisnya. IPA digunakan sebagai pelarut untuk phenol dan
resin alami dalam vernis spirit. IPA dicampur dengan toluen atau xylene digunakan
sebagai pelarut selulose, resin alkyd dan vernis oleo resin.
3.6.3 Butyl alkohol. Dicirikan dengan bau yang menyengat digunakan sebagai pelarut
laten untuk lacquer NC. Merupakan pelarut yang baik untuk banyak jenis minyak dan
resin. Butyl alkohol digunakan sebagai pelarut untuk alkyd dan alkyd modifikasi amino
dan ditemukan dalam coating basis acrilik dan dalam vernis sebagai pelarut.
3.7 Ester
3.7.1 Ethyl asetat
Merupakan pelarut aktif titik didih rendah yang umum untuk nitro selulose. Dicirikan
dengan sifat laju penguapan yang cepat dan bau yang enak, karena bau yang agak enak
maka sering digunakan untuk mengganti ketone dalam lacquer nitroselulose.
3.7.3 Amyl asetat
Adalah solven aktif untuk nitroselulose, mempunyai bau manis seperti prambors.
Membantu meningkatkan resistansi blush, menambah kilap. Digunakan dalam lacquer
dimana laju evaporasi rendah yang diperlukan.
3.7.4 Butyl asetat
Mempunyai laju penguapan yang moderat dan berbau khas buah buahan. Sangat
mendukung good flow dan blush resistans untuk lacquer nitroselulose. Terutama
digunakan sebagai pelarut aktif titik didih moderat untuk lacquer nitro selulose dan resin
modifikasi.
3.7.5 Propil asetat
Juga seperti pelarut ester yang lebih dulu merupakan pelarut yang baik untuk nitroselulose,
juga untuk pelarut resin alami dan resin sintetis. Mempunyai titik didih yang rendah.
3.9 Terpine
3.9.1 Turpentine
Secara komersial tersedia dalam dua jenis gum terpentin dan wood terpentin. Saat ini
terpentin diganti oleh pelarut yang lain karena alasan harga, ketidaktersediaannya, sifat
dari tampilannya.
3.9.2 Dipentene
Digunakan sebagai agen anti skinning dan mempunyai daya larut yang sangat tinggi untuk
tujuan khusus seperti untuk penyetabil vernis over-cooked yang mana sangat dekat dengan
titik gel.
3.9.3 Pine oil.
Merupakan bahan yang laju penguapannya lebih lambat dan daya larutnya lebih tinggi
dibanding dipentene. Titik didihnya 210oC – 220oC dan berat jenisnya 0.935. Digunakan
dalam prosentasi kecil dalam coating permukaaan untuk meningkatkan daya alir, gloss dan
sifat yang lain.
BAB IV BINDER
4.1 Pendahuluan
Binder atau perekat pada cat dapat sebagai bahan alam / natural dan juga bahan
sintetik atau polymer. Polymer sendiri berasal dari kata Yunani poly (banyak) dan meros
(part), artinya banyak bagian. Bahan alam contohnya getah damar, gum arab, minyak
linseed, dll. Sebenarnya bahan alam juga termasuk polymer namun termasuk polymer
alami (natural polymer). Polymer sintetik dibuat dari bahan alam yang dimodifikasi secara
kimia (contohnya resin alkyd) dan juga dapat dibuat seluruhnya sintetik (contoh resin
acrylic). Resin alkyd dibuat dengan proses esterifikasi minyak linseed atau minyak kastor
sehingga hasil akhir binder lebih keras, kuat dan tahan lama.
4.1.1 Polymerisasi
Polymer paling tepat didefinisikan sebagai spesies yang mempunyai berat molekul
yang tinggi, yang memiliki unit pengulang atau unit kimia yang sama, terhubung oleh
ikatan kovalen primer. Reaksi polymerisasi paling simpel didefinisikan sebagai :
nM (-M-)n
dimana M melambangkan monomer dan -M- menandakan unit pengulang ikatan kimia.
Contohnya, jika M adalah vinyl acetate, maka dengan reaksi polymerisasi akan terbentuk
poly (vinyl acetate).
nCH2 = CH (– CH2 – CH – )n
O ― COCH3 O – COCH3
cellulose
Selulosa, semenjak berbentuk polyhydric, dapat membentuk ester dari asam organik atau
asam non-organik. Turunan selulose ini dapat diklasifikasikan menurut produk reaksi yaitu
(1) Ester dari asam non-organik
- Cellulose nitrate
(2) Ester dari asam organik
- Cellulose acetate
- Cellulose acetate butyrate
(3) Eter
- Methylcellulose
- Ethylcellulose
- Hydroxyethylcellulose
- Ethylhydroxyethylcellulose
4.2.2 Cellulose Nitrate (Nitrocellulose)
Meskipun nitrocellulose telah ditemukan oleh Schonbein pada 1845 melalui nitrasi
cellulose dengan campuran asam nitrat – sulfat, baru awal abad 20 nitrocelullose dianggap
efektif untuk mengecat pesawat terbang berbahan kayu. Perang Dunia I menstimulasi
produksi nitrocellulose, dan pada akhir perang, industri pemakaian nitrocelullose menyebar
luas ke beberapa industri terutama industri automotive dan furniture, dan saat ini pun
masih digunakan.
Cellulose mempunyai 3 grup hidroksil tiap unit molekular, dan dapat secara
potensial dinitrasi untuk memproduksi tiga ester asam nitrat, mononitrate, dinitrate, dan
trinitrate. Prakteknya, grade nitrocellulose sebenarnya adalah campuran dari semua 3 ester
(termasuk cellulose yang tak bereaksi). Sebenarnya, resin ini seharusnya disebut cellulose
nitrate, bagaimanapun mereka sudah umum disebut resin nitrocellulose, dan karena itu
istilah nitrocellulose (NC) akan dipakai terus pada bahasan selanjutnya.
Resin nitrocellulose dibuat melalui nitrasi serat cellulose yang berbentuk wood pulp
atau cotton linters. Pertama – tama serat cellulose dimurnikan melalui treatment dengan
alkali dan setelah dicuci lalu dinitrasi dengan campuran asam sulfat / asam nitrat (dengan
rasio 2.6 – 5.6 : 1). Perbandingan asam dengan cellulose bervariasi 10 : 1 untuk wood pulp
dan 40 : 1 untuk cotton linters. Bubur / slurry ini kemudian disentrifuge untuk
menghilangkan kelebihan asam dan cepat – cepat di masukan di air. Kekentalan dari
nitrocellulose kemudian diturunkan dengan memanaskannya pada 145oC – 160oC di bawah
tekanan. Proses ini akan memecah beberapa rantai molekul nitrocellulose ke molekul yang
lebih kecil. Air pada bubur yang ada kemudian dihilangkan dengan mensentrifuse dan
digantikan dengan alkohol seperti isopropyl alkohol, ethanol atau butanol. Nitrocellulose
yang dibasahi alkohol (kira – kira 35 % kandungan alkoholnya) kemudian dipacking dan
dikirim. Kandungan nitrogen dan grade nitrocellulose yang dipakai untuk surface coating
dapat dilihat pada tabel 4.1.
Atau dengan kata lain jika kandungan nitrogennya rendah maka larut alkohol dan jika
kandungan nitrogennya tinggi akan larut ester.
Cat nitrocellulose secara umum mengandung resin nitrocellulose, plasticizer, resin
pemodifikasi, solvent dan aditif. Resin nitrocellulose dipilih berdasarkan properti dasar
yang dibutuhkan untuk cat. Contohnya, resin viskositas tinggi memproduksi cat dengan
fleksibilitas yang tinggi, tensile strenght daripada grade yang viskositasnya rendah.
Fungsi dari plasticizer adalah untuk menambah elastisitas dan ketahanan impact karena
film nitrocellulose yang rapuh / brittle. Resin nitrocellulose kompatibel dengan banyak
macam plasticizer yang dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu:
1. Plasticizer solvent : paling banyak dipakai menyediakan kedua-
nya sebagai plasticizer dan sebagai solvent untuk resin
pemodifikasi.
2. Plasticizer non-solvent : dapat dilihat pada tabel 4.2
Resin pemodifikasi (non-oksidatif) sering ditambahkan ke cat nitrocellulose untuk
menambah properti seperti durabilitas, kilap dan adhesi. Resin – resin ini secara umum
juga menambah solid dari cat. Natural resin seperti dammar atau ester gum tidak dipakai
untuk menambah kilap dan peningkatan film dari cat nitrocellulose, bagaimanapun
modifikasi ini menjadi durabilitas eksteriornya dan ketahanannya turun.
Tabel 4.2. Plasticizer untuk Nitrocellulose
Plasticizer Plasticizer non-
solvent solvent
Dibutyl phtalate Raw castor oil
Dioctyl phtalate Blown castor oil
Butyl benzyl Linseed oil
phtalate (treated)
Diethyl phtalate Tung oil
Cat nitrocellulose dan cat lain secara umum dilarutkan pada solvent aktif, solvent
latent dan solvent diluent. Campuran solvent dipakai berdasarkan beberapa pertimbangan
seperti solvency, laju evaporasi, metode aplikasi dan biaya. Komposisi solvent yang dipilih
harus dipastikan bahwa keberadaan solvent aktif harus cukup untuk secara komplit
melarutkan resin nitrocellulose. Solvent aktif adalah solvent sebenarnya untuk
nitrocellulose seperti ester, ketone dan glycol ether. Latent solvent adalah bahan solvent
untuk nitrocellulose saja, namun menjadi solvent bagi resin lain yang ada dalam cat, ini
adalah alkohool yang baisanya dipakai untuk menurunkan harga. Diluent adalah non-
solvent yang dipakai untuk mengatur solvency dan harga dari formulasi, biasanya adalah
hidrokarbon dengan penguapan cepat. Cat nitrocellulose secara tipikal dipersiapkan dari
larutan resin nitrocellulose menggunakan pigmentasi konvensional dengan sedikit aditif
seperti larutan silikon.
Cepat keringnya cat nitrocellulose adalah mungkin satu-satunya fitur penting.
Namun cat nitrocellulose mempunyai durabilitas eksterior yang buruk, yellowing
(menguning), chalking dan ketahanan kimia yang buruk dibanding cat konvertibel lainnya.
Cellulose acetate
Cellulose acetate untuk coating tersedia dengan kandungan acetyl mulai 38%-
40.5%. Range tersebut memberikan sebuah selulosik dengan kelarutan dan properti
terbaik. Sama dengan nitrocellulose, ester dengan kekentalan yang berbeda-beda tersedia
dan kekentalan begantung dari panjang rantai polimer. Kelarutan ester ini meningkat
sejalan ketika kekentalan ester ini turun.
Prinsip-prinsip untuk memformulasi cat dengan bahan cellulose acetate sama
dengan prinsip nitrocellulose. Perbedaan yang mencolok adalah sedikitnya resin lain,
plasticizer, dan solvent yang kompatibel untuk formulasi dengna menggunakan cellulose
acetate. Karena titik lelehnya yang tinggi (255oC), cellulose acetate cocok untuk cat tahan
panas. Juga dipakai untk coating kabel, tekstil, kulit, dan coating kertas. Cellulose acetate
memiliki adhesi yang buruk terhadap logam, dan harus dimodifikasi untuk mencapai hasil
yang memuaskan. Penggunaan utama cellulose acetate adalah untuk produksi rayon.
CAB tersedia pada range mulai acetyl 31% dan butyryl 17% sampai acetyl 6% dan
butyryl 48%. Hal ini membagi polime dalam dua grup, yang satu kandungan acetyl tinggi
dan yang satu kandungan butyryl tinggi. Seperti selulosik lain, CAB juga bervariasi
kekentalannya tergantung kandungnan acetyl dan butyrylnya.
Karena beberapa modifikasi dalam pembuatannya, CAB membunyai banyak
variasi properti fisik dan kimianya. Saat ini CAB adalah polimer selulosik kedua terpenting
setelah nitrocellulose pada industri coating. Naiknya kandungan butyryl menambah
kelarutan, toleransi untuk diluent, kompatibilitas dengan resin lain dan plasticizer,
fleksibilitas, dan ketahanan terhadap kelembaban. Turunnya kandungna butyryl
menyebabkan mengurangi tensile strength, kekerasan (hardness), dan naiknya titik leleh.
Dua area yang banyak menggunakan resin CAB adalah : industri ototmotif dan
industri furniture. Kombinasi CAB dan resin akrilik memproduksi coating yang bening dan
non-yellowing. CAB juga dimodifikasi dengan resin alkyd semi-oksidatif dan alkyd
oksidatif.
4.2.5 Ethylcellulose
Pembuatan ethyl cellulose pertama-tama diawali dengan memasukkan kapas dalam
larutan sodium hydroxyde 12-25%, dan kemudian di treatment dengan ethyl chloride
sampai sodium hidroksida dinetralisasi.
ethyl cellulose
4.2.6 Methylcellulose
Dimethyl ether dari cellulose, atau methyl cellulose adalah produk reaksi yang
sama dengan ethyl cellulose, hanya ethyl chloride diganti dengan methyl chloride. Struktur
kimia dasarnya adalah :
methyl cellulose
Kandungan methoxy bervariasi mulai 27% sampai 32%, yang memberikan produk
dengan kelarutan maksimal terhadap air. Kekentalannya seperti selulosik lainnya, dikontrol
oleh panjang rantai selulose. Faktor ini membuat banyaknya variasi kekentalan.
Methyl cellulose tidak digunakan sebagai pembentuk film utama pada dunia
coating. Methyl cellulose dipakai sebagai thickener (pengental) pada sistem cat basisi air
karena sifat koloid hidrofilinya.
Bentuk solusi dari resin acrylic didapat dari reaksi polimerisasi solusi. Film
terbentuk dari monomer – monomer yang dalam bentuk natural / aslinya adalah berupa
thermoplastic.
Resin akrilik pertama kali dipelajari pada awal abad 20, bagaimanapun produksi
komersil pertama dan polimer akrilik tidak terjadi sampai 1927. Karena kesuksesan cat
nitrocellulose, cat akrilik tenggelam. Sampai 1960-an ketika industri otomotif
memperkenalkan “reflow lacquer” untuk produksi masal mobil. Penggunaan akrilik
kemudian menyebar ke area lainnya seperti refinish otomotif dan aplikasi industri ke
macam – macam permukaan seperti logam, plastik, kayu dan kertas.
Cat akrilik biasanya mengandung resin akrilik, plasticizer, resin pemodifikasi,
solvent, pigment dan sedikit aditif. Resin akrilik ini secara tipikal adalah kopolimer
terplastisasi internal dari methyl methacrylate dengan berat molekul rata – rata 60.000 –
120.000. Berat molekul yang lebih tinggi dihindari karena dapat membentuk serat jaring
dan low solid pada aplikasi cat. Monomer pemlastis seperti butyl acrylate dan butyl
methacrylate sering digunakan untuk mengoptimalkan glass transisien temperatur (Tg) dan
mendapat keseimbangan yang pas antara kekerasan dan fleksibilitas. Monomer fungsional
seperti acrylic acid, hidroxy propyl methacrylate dan glycidyl methacrylate dapat juga
dipakai untuk meningkatkan properti tertentu seperti adhesi film dan ketahanan kimia.
Meskipun resin akrilik dalam cat secara tipikal telah diplastisasi secara internal,
mereka juga umumnya diplastisasi secara eksternal antara lain untuk pelepasan solvent dan
adhesi substrat. Phtalate plasticizer seperti DOP dan butyl benzyl phtalate sering dipakai.
Bagaimanapun, plasticizer cenderung untuk bermigrasi dari film akrilik sehingga
menghasilkan film embuttlement dan menurunkan durabilitas eksterior dari cat. Hal itu
dapat diatasi dengan menggunakan plasticizer non volatile seperti short oil lenght coconut
alkyd dan polyester jenuh bebas minyak.
Cat akrilik dapat dimodifikasi dengan cellulose acetate butyrate (CAB) atau
nitrocellulose (NC) untuk mengontrol viscositas, flow, dan recoatability (daya lapis ulang)
dari cat. Tipikal komposisi (berdasar solid resinnya) untuk aplikasi otomotif mengandung
acrylic resin / CAB / plasticizer : 50 : 20 :30.
Sama dengan cat nitrocellulose, komposisi solvent dan cat akrilik harus
memastikan tercukupnya solvent aktif saat evaporasi untuk secara komplit melarutkan
resin akrilik. Komposisi solvent secara umum mengandung ketone seperti MEK, MIBK,
dan acetone dan aromatik seperti toluene dan xylene. Sedikit tambahan solvent lambat
menguap dapat meningkatkan properti aplikasi dan penampilan akhir.
Selain catnya yang lebih lambat kering dibanding nitrocellulose, cat akrilik
mempunyai stabilitas yang baik saat suhu kamar atau elevated. Fleksibilitas dan kekerasan
yang baik dan ketahanan eksterior yang sangat baik. Cat nitocellulose telah secar luas
digantikan oleh cat akrilik pada dunia industri otomotif karena faktor ketahanan
eksteriornya.
Pada formula diatas, R1, R2, dan R3 berdiri untuk rantai asam lemak. Jika R1, R2, dan R3
adalah sama, trigliserida sederhana muncul. Trigliserida yang terjadi di alam biasanya
adalah tipe ini. Reaksi ini adalah reaksi bolak-balik, sehingga jika minyak dihidrolisis akan
didapat gliserin dan asam lemak.
Asam Lemak
Keberadaan asam lemak dalam suatu minyak menjelaskan karakteristiknya. Asam
lemak terdiri dari grup karboksil tersambaung dalam rantai hidrokarbon. Asam lemak
jenuh (saturated) mempunyai rantai-rantai hidrokarbon yang tidak mengandung ikatan
ganda (double bond), tiap karbon mempunyai sedikitnya 2 atom hidrogen. Asam-asam
lemak dengan rantai yang mengandung ikatan ganda disebut asam lemak tak jenuh
(unsaturated). Asam-asam lemak tersebut dapat mempunyai satu, dua, tiga atau lebih
ikatan ganda, yang mana posisinya pada rantai bervariasi. Dua ikatan ganda dipisahkan
oleh ikatan tunggal disebut conjugated.
Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh adalah reaktif. Reaksi dari oksigen dengan
molekul minyak pada ikatan ganda menghasilkan keringnya minyak ; biasanya semakin
besar ke-takjenuhan-nya, semakin baik keringnya. Asam lemak jenuh adalah termasuk
non-drying. Asam lemak dengan tiga ikatan ganda mengering paling cepat. Bagaimanapun,
selain penambahan ikatan ganda, posisi dari ikatan ganda juga mempengaruhi. Ikatan
ganda terkonjugasi berpolimerisasi dan mengering lebih cepat daripada ikatan ganda
terisolasi.
Stearic acid
Oleic acid
Linoleic acid
Linoleic acid
Eleostearic acid
Licanic acid
4.6.2 Raw oil
Minyak, pada kondisi naturalnya, bervariasi pada komposisi. Area geografis dan
cuaca pada saat musim pertumbuhan mempengaruhi komposisi suatu minyak. Komposisi
juga dapat bervariasi.
Varietas-varietas minyak :
Minyak Linseed
Minyak linseed didapat dari biji dari tanaman rami, Linum usitatissimum, L. Biji
rami mengandung kadungan minyak rata-rata 35%. Minyak linseed secara historis adalah
minyak yang paling penting dalam dunia cat, meskipun saat ini telah berkurang karena
munculnya penemuan-penemuan baru, minyak ini masih tetap paling banyak dipakai pada
dunia industri. Minyak linseed memiliki laju kering yang sedang. Karena tingginya
kandungan asam linoleat, minyak linseed cenderung menjadi kuning (yelowwing) pada
lapisan film cat. Minyak ini digunakan untuk cat lukis, cat rumah untuk interior dan
sebagai bahan baku produksi resin alkyd.
Minyak Safflower
Biji safflower mengandung 30% minyak. Minyak ini bersifat non yelowwing
karena kandungan asam linoleatnya rendah. Fitur-fitur minyak ini diantara minyak linseed
dan minyak soya. Minyak ini digunakan untuk produksi resin alkyd.
Minyak Soya
Minyak soya didapat dari biji Soja max., kandungan minyaknya antara 18%.
Minyak ini tidak dapat digunakan sendiri pada cat karena bersifat semidrying. Namun
minyak ini dapat diproses menjadi alkyd untuk mendapat fitur tahan pudar, air-drying
(kering udara), dan bake-drying (kering dipanggang).
Asam lemak tall oil
Minyak tall adalah produk dari proses sulfate dari kertas Kraft. Minyak tall mentah
mengandung 6-13% dari bahan tak-tersaponifikasi, sisanya menjadi asam lemak dan asam
rosin. Minyak tall dapat difriksionasi dengan distilasi menjadi kandungan rosin sampai 1%.
Alkyd dari minyak tall mendekati alkyd dari soya dalam performanya.
Minyak Tung
Minyak tung atau minyak chinawood diambil dari biji ohon tung. Kandungan
minyaknya adalah sekitar 50%. Minyak tung mengandung kurang lebih 80% asam
eleostearic yang mana adalah minyak terkonjugasi. Minyak tung mengering dengan cepat
menjadi film yang keras yang mempunyai ketahanan terhadap air dan alkali dan tahan
lama.
Minyak Oiticica
Minyak oiticica didapat dari biji pohon Licania rigida, yang asli dari Brasil.
Minyak oiticica adalah unik karena mengandung grup keto-acid. Fitur-fiturnya mirirp
dengan minyak Tung, namun mengering lebih lama, dan filmnya lebih rapuh dan lebih
tidak tahan air.
Minyak Castor dehydrated
Minyak kastor didapat dari biji kastor (jarak riccinus). Adalah minyak nondrying
mengandung grup asam hidroksi. Dengan dehidrasi kimia, grup hidroksil dipindahkan
sehingga meninggalkan ikatan ganda. Minyak kastor terdehidrasi adalah minyak drying
reaktif dengan film yang tahan pudar.
Minyak ikan
Minyak ini disdapat dari sarden dan menhaden. Minyak ikna mengandung banyak
asam lemak tak jenuh ditambah asam nondrying dengan daya tahan warna yang baik,
namun masih sedikit lengket walaupun kering.
Minyak kelapa
Minyak kelapa didapat dari kopra, bungkil kelapa kering mengandung minyak hingga
65%. Minyak ini termasuk nondrying dengan fleksibilitas yang baik dan tahan pudar.
Minyak cottonseed
Minyak cottonseeed adalah produk dari kapas, minyak nondrying yang lebih
murah dari minyak kelapa namun kualitasnya lebih buruk.
Ektraksi minyak
Minyak didapat dari biji, bungkil atau material lain dengan ekastraksi press,
ekstraksi solvent atau kombinasi keduanya. Pada ekstraksi press, langkah utama adalah
pembersihan, penumbukan, pemasakan kukus dan di press pada plat press. Pada ekstraksi
solvent, langkah-langkahnya sama namun minyak-minyak ini diekstrak dengan solvent
seperti heksana. Minyak-minyak yang dihasilkan dari metode ini dinamakan minyak
mentah (raw oil)
Refining (pemurnian)
Minyak-minyak yang masih mentah tersebut dapat dihilangkan bahan-bahan
takmurninya melalui proses yang dinamakan refining. Ada beberapa metode refining
secara umum dibagi menjadi tiga yaitu : mekanis, asam dan basa.
Pada pemurnian mekanis, oil pertama-tama di treatment dengan air 2% pada suhu
0
180 F dan di-sentrifuse. Ini akan mengumpulkan dan menghilangkan kotoran. Hasilnya
adalah minyak non-break, artinya tidak terdapat pemisahan dari material padat ketika
dipanaskan samapai suhu 6000F. Untuk warna yang lebih pucat, minyak non-break tersebut
di treatment dengan peroksida organik atau penyerap warna seperti bentonite.
Pemurnian asam dikerjakan dengan asam sulfat. Ketika warna yang lebih terang
diinginkan, bleaching clay seperti bentonite dapat ditambahkan kemudian dilakukan
penyaringan.
Minyak dengan pemurnian sistem alkali paling banyak digunakan. Larutan sodium
hidroksida ditambahkan ke dalam minyak mentah untuk mengurangi nilai asam dibawah
0.3. Keasaman yang rendah memberikan warna yang baik pada vernish. Alkali juga
menyerap kotoran-kotoran, phosphatide dan warna.
Minyak yang di treatment dengan maleic dapat dibuat larut air dengan cara
mereaksikannya dengan amoniak atau amine. Untuk sistem solven, sejak minyak tersebut
bersifat asam, minyak tersebut direaksikan dan dinetralisir dengan suatu polyol. Maleic
anhydride juga bereaksi dengan asam tak terkonjugasi. Penambahan fungsional dari
minyak yang di treatment dengan maleic menjelaskan peningkatan-peningkatan fitur,
terutama laju pembentukan yang lebih cepat, kecepatan kering, dan ketahanan air dari
minyak tall dan soya yang din treatment.
Copolymer Oil
Minyak kopolimer dibuat dengan proses pemanasan sebuah minyak tak jenuh
dengan monomer reaktif seperti styrene atau vinyltoluene. Dengan minyak terkonjugasi
seperti minyak tung, kopolimer dibentuk Bagaimanapun, dengan minyak seperti minyak
linseed, polimer dalam jumlah besar dibentuk sehingga minyak adalah campuran besar
antara homopolymer dan minyak. Masalah utama pada styrenasi minyak adalah untuk
mendapat produk yang homogen dan mengering membentuk lapisan yang bening. Minyka
terstyrenasi adalah minyka cepat kering dan mempunyai ketahanan pudar dan ketahanan
terhadap air yang baik, namun mempunyai ketahanan terhadap solvent yang buruk.
Epoxidized Oil
Minyak terepoksidisasi dibuat dari reaksi minyak tak jenuh dengan asam perasetat.
Ikatan gandanya terkonversi menjadi grup-grup epoxy atau oxyrane. Material ini dipakai
sebagai plastisizer.
4.6.5 DRYING FENOMENA
Ketika film minyak drying diekspos ke udara, oksigen masuk ke dalam film yang
masih basah. Oksigen membentuk peroksida-peroksida dan hidroperoksida-hidroperoksida
pada ikatan ganda dan grup pendamping –CH2– yang cukup reaktif, sebagai ikatan
ganda untuk merka sendiri. Formasi peroksida akan memindah ikatan ganda yang dapat
dideteksi melalui pengurangan nilai iodine.
4.7.3 Definisi
Alkyd termasuk golongan resin sintetik dan paling cocok dideskripsikan sebagai
resin polyester dari modifikasi minyak. Alkyd adalah produk reaksi yang diturunkan dari
polyhidric alkohol, asam polybasic, dan asam lemak monobasic. Kata ”al” berasal dari
alcohol dan ”kyd” merepresentasikan suku kata terakhir dari acid (asam). Oleh karena itu,
alkyd adalah termasuk anggota dari material yang dkenal sebagai ester polimerik.
gambar 4.1A
Ketika reaksi ini dapat dibalik, adalah perlu untuk memindah air untuk mengatur agar
reaksi sempurna. Jika metil alkohol diganti dengan ethylene glycol, molekul yang lebih
besar, yaitu ethylene diacetate, dibuat [gambar 41.b].
gambar 4.1B
Melangkah lebih jauh lagi, dengan mengganti asam asetat dengan asam bifungsional
seperti asam suksinat, molekul kompleks terjasi. Pertama-tama ester primer terbentuk,
yang mengandung grup ujung hidroksil dan karboksil. Sejalan dengan reaksi berlangsung,
molekul kedua asam suksinat dapat mengesterifikasi grup hidroksil. Kemudian molekul
kedua dari ethylene glycol dapat mengesterifikasi grup karboksil. Seri reaksi ini dpat
berlanjut dengan alternatif glikol lain dan grup asam yang ditambahkan pada rantai sampai
terbentuk molekul yang linear dan rantai yang panjang. [gambar 4.1C]
gambar 4.1C
Jika fungsionalitas salah satu dari reaktan lebih dari 2, kondisi dari reaksi itu akan berubah
lebih jauh. Jika glycerin yang mempunyai fungsionalitas 3, direaksikan dengan asam
suksinat, reaksinya pada saat pertama adalah mirip dengan sebelumnya. Asam suksinat
pertama-tama akan bereaksi dengan grup-grup hidroksil primer dari glycerin untuk
membentuk rantai yang pendek dan linier. Sejalan dengan berlangsungnya reaksi, alkohol
sekunder bereaksi, membentuk struktur bercabang. [gambar 4.1 D].
gambar 4.1D
Pada akhirnya, branching (pencabangan) dan crosslinking (tautan silang) membuat suatu
tingkatan dimana molekul adalah tidak lagi soluble (larut) atau fusible (lebur) dan
mencapai gel state. Termasuk suatu asam lemak dimana didapat sebuah alkyd, seperti
ditunjukkan pada gambar 4.1 E
gambar 4.1B
Keterangan :
Polyol
Alkohol polihidric yang ditunjukkan pada gambar 4.1 mempunyai fungsionalitas
abtara 2 sampai 6. Glycerin pertama kali didapat dari proses produksi sabun dengan
memisahkan lemak dan minyak. Pada awal 1940, gliserin sintetik pertamakali diproduksi
dari minyak bumi. Glycerin mempunyai fungsionalitas 3 dan mengandung grup hiroksil
primer dan sekunder. Penggunaan utama gliserin adalah untuk produksi alkyd short oil dan
alkyd medium oil.
Pentaerythritol adalah polyol second only to glycerin, untuk aplikasi alkyd dan
diproduksi melalui proses kondensasi dari asetaldehida dengan formaldehida dalam media
alkali cair. Pentaerythritol mengandung 4 grup hidroksil primer dan sangat baik untuk
produksi alkyd long oil.
Polypentaerythritol, dipentaerythritol, dan tripentaerythritol adalah produk turunan
dari pembuatan pentaerythritol. Karena tingginya fungsionalitasnya (antara 6 sampai 8),
mereka digunakan pada alkyd long oil.
Ethylene glycol adalah glycol paling penting yang digunakan dalam resin alkyd.
Saat ini, glycol adalah polyol yang paling murah yang dapat dipakai. Namun volatilitas
(penguapan) glycol menjadi kekurangan pada produksi alkyd. Pada banyak kasus, glycol
dikombinasi dengan polyol yang fungsionalitasnya lebih tinggi seperti pentaerythritol.
Trimethylolethane dibuat dengan cara kondensasi dari formaldehida dengan
propionaldehida. Trimethylolethane mengandung tiga grup hidrosil primer.
Trimethylolpropane dibuat dengan cara kondensasi dari formaldehida dengan
butyraldehida.
Sorbitol dibuat dengan cara hidrogenasi katalitik dari glukosa. Sorbitol mengandung 6 grup
hidroksil, namun fungsionalitasnya dikalkulasi hanya 4, semenjak tidak semua hidroksil
akan beresterifikasi pada kondisi proses alkyd.
Asam
Material asam dapat dalam bentuk asam atau anhidrida. Anhidrida dibentuk dari
dua ekivalen dari asam tanpa sebuah mol air. Laju reaksi lebih cepat ketika anhidrida
dipakai, dan air yang muncul dari reaksi lebih sedikit. (tabel 4.2)
Phtalic anhydride (ortho) adalah asam dibasic utama yang dipakai pada alkyd.
Kecualui spesifik, phtalic mengacu ke bentuk ortho. Phtalic anhydride diproduksi dengan
cara oksidasi katalitik dari naphtalene atau orthoxylene.
Isophtalic acid (meta) dibuat dengan cara oksidasi katalitik dari xylene. Terephtalic
acid (para) sangat sulit untuk dipakai di alkyd karena tingginya titik lelehnya.
Tetahydrophtalic anhydride diproduksi dari raeksi Diels Alder dari maleic anhydride
dengan bahan minyakbumi tak jenuh.
Maleic anhydride dibuat dengan cara oksidasi katalitik dari naphtalena dan adlah
bentuk cis dari butendioic anhydride. Maleic adalah tak jenuh, dan akan, oleh karena itu
ber-crosslink dengan ikatan ganda asam lemak. Sejak maleic anhydride meningkatkan
fungsionalitas dari sistem, kadangkala ditambahkan ke alkyd untuk menambah kekentalan.
Asam adipat didapat dengan cara oksidasi dari cyclohexane. Pada alkyd, material
ini membuat lunak dan membuat resin menjadi fleksibel.
Asam Benzoic tidak dapat digunakan sebagai asam organik tunggal, semenjak
asam benzoic adalah monofungsional. Bagaimanapun, sedikit phtalic anhydride diganti
dengan asam benzoic berlaku sebagai penghenti rnatai dan alkyd dapat dimasak ke nilai
asam yang lebih rendah tanpa terjadinya gellation (membentuknya gel).
Asam lemak dan minyak
Minyak dan asam lemak memberikan fleksibilitas dan kering u alkyd. Solvent pertama-
tama menguap dan ikatan ganda takjenuh berpolimerisasi pada oksidasi atmosfer. Secar
umum, senmakin tinggi ketakjenuhan, sebagaimana dihitung melalui nilai iodine, semakin
tinggi daya keringnya dan semakin gelap resin alkydnya. Minyak asam adalah trigliserida
dari asam alifatik yang mempunyai 18 karbon pada rantainya. Jumlah ikatan ganda
takjenuh bervariasi mulai dari stearic acid yang jenuh komplet sehingga tidak mempunyai
ikatan ganda, sampai ke oleostearic yang mempunyai tiga ikatan ganda. Material ini
dibaahs pada bab oil and fats.(bab 3)
4.7.6 PREPARATION
Alkyd dapat disiapkan langsumg dari sebuah asam lemak, polyol dan asam, atau
dari minyak (trigliserida), polyol dan asam. Bagaimanapun, jika suatu usaha untuk
membuat alkyd dengan meraksikan minyak, glycerin, dan phtalic anhidride bersamaa-sama
pada bentuk glyceril phtalate, hal ini akan terjadi pengendapan, dan tak akkan dalam
minyak. Meski demikian, suatu alkyd dapat disiapkan dari bahan-bahan teresbut jika reaksi
yang dipakai berbeda. Minyaknya pertama-tama dikonversikan dahulu menjadi sebuah
monogliserida dengan memanaskannya dengan polyol dengan bantuan katalis.
Monogliserida kemudian bereaksi dengan phtalic anhydride dan kemudian membentuk
sebuah alkyd.
Variasi dari tipe dan jumlah minyak memberikan variasi pada lapisan film seperti
fleksibilitas dan kekerasan. Peersentasi minyak dalam sebuah alkyd mengklasifikasikan
alkyd pada penggunaan akhir sejak mempengaruhi kering, fleksibiliotas, durabilitas, dll.
4.7.7 STRUKTUR ALKYD
Gambar 4.3 menunjukkan komposisi dan struktur paling simpel dari lkyd short oil,
medium oil dan long oil. Sebenarnya, molekul-molekulnya adalah sangat kompleks,
sehingga tidak bisa ditunjukkan. Molekul-molekul itu aadlah tiga dimensi, dan gambar
tersebut hanya menunjukkan sedikit dari molekul tersebut. Branching (pencabangan) tidak
ditunjukkan. Ilustrasi tersebut menunjukkan sebuah alkyd glyceril phtalate dibuat dari
phtalic anhydride (bifungsional), glicerin (trifungsional) dan asam lemak
(monofungsional).
Tipe I adalah alkyd bebas minyak atau polyester dibuat dengan kelebihan grup
hidroksil. Resin ini larut terhadap alkohol pada tahap awal dari kondensasi.
Tipe II adalah alkyd short oil dimana rantai asam lemak bereaksi dengan sebuah
porsi dari grup hidroksil, mengurangi jumlah kelebihan hidroksil. Resin ini larut pada
solvent aromatik.
Tipe III adalah alkyd medium oil, dimana utamanya seluruh grup hodroksil
direaksikan dengan rantai asam lemak.Alkyd ini larut pada solvent aliphatic.
Tipe IV adalah alkyd long oil, dimana terdapat kelebihan minyak yang dibutuhka
untuk esterifikasi. Kelebihan minyak ini ada namun tidak bereaksi dengan alkyd atau diikat
oleh polimerisasi panas dengan asam lemak pada alkyd.
KALKULASI
Kalkulasi di bawah ini adalah contoh dari kalkulasi dari alkyd yang dimasak
dengan proses asam lemak dan alkoholisis.
Pemasakan asam lemak
Pemasakan alkoholisis
4.7.8 MANUFAKTUR
Resin alkyd dibuat dengan cara proses batch dua tahap. Tahap pertama adalah
reaksi esterifikasi dimana material-material direaksikan ke titik akhir spesifik. Kemudian
resin didinginkan secara parsial dan dimasukkan ke dlam solvent pada tangki pelarut. Dari
titik ini, alkyd dipompa ke dalam filter press untuk pembersihan dan dimasukkan ke dlam
tangki penyimpanan.
Reaksi esterifikasi dapat dilaksanakan dengan proses fusi atau proses solvent. Pada
metode fusi, reaktan dimasukkan ke dlam ketel dan dipanaskan pada kondisi atmosfer
rendah. Mendekati akhir pemaskan, gas ditiupkam ke dlam masssa resin untuk mengambil
air dan material yang tak bereaksi.
Proses solvent memakai sedikit solvent (3-10%) pada campuran reaksi berfungsi
sebaagai media pembalik. Air pada reaksi tersebut dibawa oeh solvent, dipisahkan, dan
solvent dikembalikan ke batch.
ALKYD SHORT OIL
Terdapat dua tipe, drying dan non-drying. Tipe non-drying adalah berfungsi
sebagai plasticizer dan tidak berfungsi sebagai pembentuk fil. Alkyd short oil mengandung
minyak soya atau minyak kastor terdehidrasi banyak dipakai bersama resin amino untuk
aplikasi cat peralatan. Short oil ynag mengandung minyka nondrying sepertio minyak
kelapa dipakai bersama resin nitroselullose untuk aplikasi cat mobil. Alkyd short oil dari
minyak linseed dapat digunakan beerdiri sendir untuk cat air-drying atau baking (bakar).
Formula dibawah ini adalah alkyd short ioil dari minyak kastro dehydrated dengan
prioses solvent: Kastor terdehidrasi dikonversikan ke monogliserida dengan metode
alkoholisis. Alkyd ini cocok untuk binder cat sistem bakar baik berdiri sendiri atau
dikombinasi dengan resin amino.
Panaskan kastor terdehidrasi, gliserin dan litharge sampai 4500F. Tahan untuk tes
methanol. Dinginkan sampai 2800F, tambahkan phtalic anhydride dan 4%xylene (18
pound), dan panaskan ke temperatur refluks. Masak kurang lbih 6 jam sampai karakteristik
dicapai. Encerkan dengan xylene dengan bagian berat yang sama.
ALKYD MEDIUM OIL
Adalah alkyd paling serbaguna dan digunakan untuk aplikasi airdry dan baking.
Minyak yang dipakai biasanya linseed, soya atau minyak tall. Berikut adalah formula
medium oil tall alkyd dengan pemasakan asam lemak disiapkan oleh metode fusi.
Panaskan asam lemak tall oil, petaerythritol dan phtalic anhydride ke temperatur
5500F dalam ketel yang dilengkapi dengan kondenser uap. Setelah satu jam pemanasan,
aliri dengan gaslemah sampai nilai sam 10 dicapai. Waktu total sekitar 6 jam. Encerkan
dengan mineral spirit dengan bagian berat yang sama.
Memerlukan penjelasan yang sangat panjang kalau pigment berperan dalam coating.
Kenyataannya lapisan film mengandung beberapa lapisan dan bahwa distribusi dari
pigment pada setiap lapisan dapat berbeda dari lapisan sebelumnya atau selanjutnya. Sifat-
sifat warna dari film misalnya elasticity, toughnees, kekuatan film tergantung dari
distribusi dari vehicle diantara partikel pigment.
Suatu pigment dapat organic atau anorganic yang awalnya didefinisikan sebagai bahan
padat, dalam bentuk partikel yang sangat kecil, yang digunakan dalam satu media tetapi
tetap tidak larut dalam media cat. Pigment mempunyai aturan khusus dalam Formulasi cat
dan sifat-sifat yang mendukung pigment adalah seperti berikut ini :
1. Mendukung warna
2. Opacity
3. Menaikan ketahanan film terhadap Ultra Violet
4. Menaikan ketahanan terhadap korosi
5. Memodifikasi sifat aliran.
6. Menaikan sifat ketahanan terhadap cuaca
Sesuai dengan pengaruh pigment mempunyai sifat mengembang pada film minyak, maka
pigment dapat dibagi dalam dua kategori :
1. Yang sangat mempengaruhi kekuatan mengembang film misalnya : Basic lead
carbonat, TiO2, Ba2SO4.
2. Yang secara definitive menaikkan kekuatan mengembang film misalnya : ZnO2,
Lithopine.
1. Klasifikasi Pigment
Natural Anorganik Pigment
1. White : tidak ada
2. Coloured : Iron Oxide
3. Ekstender : Barytes, Limiting, China Clay, Mica, Talc.
Syntetic Anorganik Pigment
1. White : TiO2, ZnO2, Antimony Oxide, White Lead, Lead Sulfat.
2. Coloured : Iron Oxide, Red Lead, Cadmium Red, Lead Silicocromat, Lead
Cromate, Zinc Cromate, CadmiumYellow,Calcium Plumbat,
Chromium Oxide, Prusian Blue, Ultra Marine Blue.
3. Metallic : Alumunium, Zinc, Lead.
4. Ektender : Banefixe, Paris White.
Syntetic Organik Pigment
1. White : None
2. Coloured : Tilinidine Red, Anylamide Red, Hansa Yellow, Bezidine
Yellow, Pigment Green, PtaloCyanine blue, Car Bin, etc.
2. White Pigment
Pigment putih mempunyai prosentase konstitusi terbesar dari pigmen yang sekarang
digunakan kurang lebih 90% dari keseluruhan.
1.Titanium Dioksida (TiO2)
Adalah pigmen putih yang secara luas digunakan dalam industri dekorasi, cat dan yang
lainnya. Pigment Titanium berkembang dan menjadi kebutuhan utama karena
kombinasi sifat-sifatnya yang unik. Dan saat ini digunakan hampir pada seluruh
coating permukaan dimana pigmen putih dibutuhkan.
Titanium Dioksida diproduksi dalam bentuk kristal, anatase dan rutile. Kristal rutile
lebih kompak daripada anatase yang pada akhirnya Titanium Dioksida rutile
mempunyai indeks refraksi yang lebih tinggi, densitas lebih tinggi dan stabilitas yang
lebih besar.
Grade rutile digunakan secara ekstensif disebabkan oleh daya tahan yang ekselen.
Titanium Dioksida dibuat dengan dua cara :
1. Chloride Proses
2. Sulphate Proses
Chloride proses lebih modern daripada sulphat proses.
Sifat-sifat :
Sifat yang sangat ekstrem dari Titanium Dioksida adalah kekuatan Hiding Power yang
sangat tiggi dan kekuatan tinting. Klas rutile lebih superior dibanding klas anastase
dalam kekuatan hiding, durability, dan tinting.
Perbandingan Anastase dan Rutile
Kecerahan yang sangat tinggi dari Titanium Dioksida memungkinkan untuk produksi
Coating permukaan yang sangat ekstrem. Sangat tidak reaktif terhadap kebanyakan
binder, tahan terhadap kimia, dan menyebar secara mudah untuk finishing high gloss.
Keuntungan yang lain adalah absorpsi minyakanya rendah aliran yang ekselen, retensi
warna yang baik.
Kekurangan yang paling menonjol adalah Chalking atau pengapuran. Anastase akan
segera menjadi berubah chalking apabila terekspose matahari secara langsung
dibanding rutile. Titanium Dioksida aman digunakan pada coating industri makanan,
mainan anak.
2. Zinc Oksida
Secara alami Zinc Oksida adalah basa, digunakan karena kombinasi sifatnya yang agak
tidak lumrah. Zinc Oksida cinderung menjadi Zinc siap khususnya dengan vehicle
yang bersifat asam tinggi. Reaksi tersebut umumnya menaikkan viskositas cairan
coating, yang mana diharapkan. Reaksi tersebut juga menaikkan pembasahan dan
penyebaran Zinc Oksida dalam media.
Zinc Oksida digunakan pada coating marine dan industri finishing karena dapat
menaikkan ketahanan air. Sebagai senyawa basa Zinc Oksida adalah penerima asam
yang mana menetralisasi produk dekomposisi asam dari drying oil. Kelebihan Zinc
Oksida yang lain adalah menghambat korosi dan selanjutnya digunakan apabila
kebutuhan penghambat korosi dibutuhkan.
3. Antimony Oksida (Sb2O3)
Antimony Oksida adalah pigmen putih anorganik sintetis secara luas digunakan
sebagai coating penghambat api.
Antimony Oksida digunakan dalam coating modern dalam hubungan resin coating
chlorine dalam coating retar dan api, karena bersentuhan langsung dengan api, gas
chlorine dibebaskan pada proses dekomposisi dari komponen resin dari film cat dan
bereaksi dengan Antimony Oksida menghasilkan uap Antimony Chloride yang akan
menjaga penyebaran api.
4. White Lead (2PbCO PbCOH2)
Merupakan pigment anorganik sitetis, White Lead adalah material basa yang bereaksi
dengan media dengan harga asam tinggi. White Lead bereaksi sebagai penghambat rust
(karat). White Lead mempunyai gravitasi yang tinggi dan harga bulking rendah, hiding
power, tinting strength dan absorpsi minyak rendah.
Mempunyai ketahanan pemakaian luar yang baik dan menghambat flaking dan
mengelupasnya cat pada saat digunakan. Waktu pengapuran dari film yang
mengandung White Lead tinggi dan aliran, gloss, dan stabilitas warna finisihing
tersebut adalah khas menyebabkan cocok untuk coating finishing.Kelemahan yang
paling menonjol dari pigment White Lead adalah toxicity (beracun) yang menyebabkan
tebatasnya pemakaian dalam coating modern.
5. Basic Lead Sulphat
Merupakan pigmen putih sintetis anorganik. Basic Lead Sulphat basa mempunyai sifat
aliran yang lebih bagus pada media cat daripada White Lead. Basic Lead Sulphat
sangat menghambat korosi dan oleh karena itu digunakan secara meluas untuk kerja
besi baja pada coating pantai.
Properties
Tiga pigmen tersebut membikin pasif anoda. Pada tahunterakhir ini penggunaannya
berkembang karena pertimbangan sifat fisis yang lebih disukai
Properties
Merupakan bubuk abu – abu kebiruan yang bereaksi dengan alkali menghasilkan zincate
dan dengan minyak menghasilkan sabun zinc. Ketahanan korosinya muncul melalui suatu
reaksi kimia sacrificial dari pigmen dari pada substrat bajanya. Zinc dust melindungi film
dalam coating eksterior dengan menyerap UV radiasi.
BAB VI PLASTICIZER
Zat pemlastis pada umumnya mempunyai berat molekul yang rendah, merupakan
cairan yang tidak mudah menguap yang mana secara ideal sangat kompatibel dengan
lapisan komponen polimer, menaikkan fleksibilitas dan melunakkan polimer. Fungsi
utama zat pemlastis untuk meningkatkan fleksibilitas film, secara khusus pada binder
yang mempunyai kecenderungan menjadi rapuh karena fleksibilitasnya rendah.
Zat pemlastis eksternal ditambahkan secara fisis kedalam polimer dan zat pemlastis
internal secara kimiawi ditambahkan ke dalam polimer yang akan berikatan dengan
molekulnya dengan mekanisme kopolimerisasi. Selanjutnya zat pemlastis yang
digunakan dalam dunia industri ada berbagai 2 macam;
Zat pemlastis primer, dapat dipandang sebagai pelarut dari polimer. Pemlastis primer
mengandung gugus kimia yang dapat berinteraksi dengan polimer sedemikian rupa
yang mana elastisetas dari pemlastis yang berat molekul rendah masuk diantara rantai
polimer dengan berat molekul tinggi yang akan membentuk struktur yang kurang rigid.
Pemlastis sekunder tidak reaktif terhadap polimer dan beraksi sebagai pelumas.
Pemlastis sekunder mempunyai pengaruh yang berakibat membalik kekuatan film.
Berbagai macam zat pemlastis yang digunakan dalam industi adalah sebagai berikut
ini;
1. Minyak kastor, merupakan minyak non drying, adalah gugus hidroksil yang akan
meningkat kompatibilitasnya dengan nitro selulose. Khususnya minyak kastor coklat
digunakan sebagai zat pemlasti pada lacquer. Minyak kastor asetilated dipakai
sebagai pemlastis pada lacquer nitroselulose dan dalam coating insulasi vinyl.
2. Minyak epoxidised, pemlastis epoksidized dibuat dari munyak drying dan semi
drying. Mempunyai sifat yang cukup dalam kompatibilitas, volatilitas yang rendah
dan fleksibilitas yang sangat ekselent pada temperatur rendah. Harganya lebih murah
yang menggeser stabilser metalik dalam senyawa vinyl mempunyai performans yang
lebih baik pada beaya yang lebih hemat.
3. Camphor, Secara alami ada dalam kayu comphore, digunakan sebagai zat pemlastis
pada varnish dan lacquer dan secara luas sebagai pemlastis celulose ester.
4. Dibutyl pthalat, digunakan sebagai zat pemlastis dengan ciri kompatibilitas yang
baik dalam banyak resin, kekurangannya adalah volatilitasnya yang tinggi.
Dibutyl pthalat telah lama digunakan dalam lacquer nitrocelulose. Menguap dari film
lacquer lebih cepat oleh karena itu pada lacquer grade tinggi penggunaannya diganti
agar tetap terjaga kekerasan dan fleksibilitasnya. Dapat digunakan secara bersama –
sama dengan polimer emulsi polivinil asetat dan sebagai perekat general purpose.
5. Di – ( Zethyl hexyl ) pthalat, disebut juga octyl pthalat ( DOP), DOP kurang
volatile dan mempunyai stabilitas baik dalam panas dan cahaya. Gambar struktur
kimianya adala seperti berikut;
DOP secara luas digunakan sebagai pemlastis dalam resin vinyl dan secara ekstesif
digunakan pada sistem finishing nitroselulose. Tersedia pada harga yang murah,
mempunyai kompatibilitas pada kebanyakan resin, efektifitas yang sangat tinggi,
stabilitas yang baik dan sangat mendukung fleksibilitas pada coating temperatur
rendah.
6. Butyl benzyl pthalate, merpakan pemlastis hasil perkembangan terakhir, saat ini
mengganti posisi di butyl pthalat dalam nitro celulose dan lacquer akrilik.
Komposisinya akan menghasilkan lacquer yang superior dalam kekerasan,
fleksibilitas yang lebih baik, kepadatan yang baik, permeabilitas air yang baik dan
ketahanan pemakaian luar yang hebat. Mempunyai volatilitas yang lebih rendah
dibanding dibutyl pthalat dan stabil terhadap panas dan cahaya serta ketahanan
yang cukup terhadap pelarut dan minyak.
7. Tricresyl phosfate, pemlastis yang tidak berwarna dan berbau serta mempunyai
volatilitas yang sangat rendah. Solubilitas dalam air dan minyak yang rendah dan
mendukung permeabilitas uap air yang baik pada lapisan coating. Merupakan
pelarut untuk nitroselulose dan dapat digunakan dalam jumlah yang banyak tanpa
kuatir akan terjadi sweating. TCP mendukung fleksibilitas yang hebatdan tidak
menurunkan tegangan tensile yang diharapkan. Karena mempunyai ketahanan
panas dan listrik yang baik maka banyak dimanfaatkan pada enamel kawat dan
varnish insulasi.
8. Triphenyl phospat, digunakan untuk sistem finishing nitro selulose yang mana
ada sebagian sifat dari plastisnya cenderung untuk mengurangi flammability dari
film coating. Kompatibel dengan selulose asetat, vinyl resin, dan karet sintetis dan
larut dalam semua pelarut serta minyak vegetable. Mempunyai volatilitas rendah
dan fleksibilitas baik, tahan api dan kekerasan. Karena mempunyai sifat yang
seperti itu maka banyak ditemukan dalam aplikasi industri.
9. Butyl stearat, merupakan pemlastis sekunder untuk nitroselulose dan lacquer.
Butyl stearat menjaga dan meningkatkan ketahanan gesek dan abrasi dari film.
Butyl stearat meningkatkan kekerasan film dan efekrif pada suhu rendah.
BAB VII
DRIER
Adalah bahan yang mendukung atau menambah kecepatan curing atau pengerasan lapisan film
yang mengandung komponen yang dapat teroksidasi atau drying oil. Air drying atau pengeringan
udara terbuka adalah pembentukan film padat pada suhu ruang oleh reaksi oksidasi dari cairan
coating yang digunakan. Berbagai macam dryer terebut adalah ;
1. Metallic carboxylates - Driers for oxidative coating:
Drier metals are traditionally divided into two groups: active (or primary) and auxiliary (or
secondary) though it is an arbitrary classification. Driers that promote oxygen absorption followed
by peroxide formation and decomposition are termed active; auxiliary driers, while exhibiting no
catalytic action on their own, appear to synergistically enhance the functioning of the active drier
metals. It has been postulated that secondary driers function by forming complexes with primary
drier metals.
Active (Primary) Driers: cobalt, zirconium, lead, cerium, iron etc.
Auxiliary (secondary) Driers: calcium, manganese, barium, zinc, lithium, etc.
2. Cobalt
Cobalt is "the drier" metal and is most extensively used. It is a powerful oxidation catalyst; and as a
result, in coatings containing cobalt alone, the surface dries preferentially causing surface wrinkling
and poor through dry in the extreme. It is therefore combined with other metals such as lead,
manganese, calcium, zirconium, etc. traditionally (i.e. in conventional solids coatings) or with
aluminum or lithium in modern high solids coatings. Cobalt has a red-violet purple color : however
the yellow color of oils and resins counter this and resultant coatings have increased whiteness.
Cobalt therefore is invariably preferred in white coatings.
The wrinkling effect produced by high cobalt levels is taken advantage of when producing alkyd
based wrinkling enamels.
3. Calcium
Calcium is an auxiliary drier. It is used both in combination with lead and as a partial replacement
for lead in vehicles that show poor tolerance for lead. Calcium prevents formation of basic lead
phthalates in alkyds systems. When used along with zirconium in lead free systems, calcium driers
find important application as pigment wetting agents and reduce loss of dry problems.
4. Zinc
Zinc has been found to give harder films in many coatings films and baking enamels keeping the
film 'open' and preventing surface wrinkling agent and reduce loss of dry when incorporated early
in the grind phase of manufacture.
5. Lead
Lead functions as a powerful drier by promotion polymerization of drying oils, causing the film to
dry in its entire thickness.; in other words the drying of the surface and inside the film is catalyzed
uniformly. Lead is, therefore called a "through" drier like cobalt is known as the top drier. Lead
also improves the flexibility, toughness, durability, water resistance and salt spray resistance of the
film. Lead is always used in conjunction with others such as cobalt and calcium. It is also used as a
deleafing additive for aluminum pastes. However, lead is seldom used these days due to
environmental hazards.
6. Iron
Iron is a specialty drier which is active only at bake temperatures above 120º C although it effects
little or no polymerization at ambient temperatures. Iron can be used only in darkly pigmented
coatings as it contributes a brownish red color. Iron is a good wetting agent for carbon black
pigments, thus yielding better grinds. It also helps to avoid loss of dry problems. Iron has also been
reported to reduce the tendency for orange peeling in black automotive bake finishing.
7. Zirconium
Zirconium is the most widely accepted substitute for lead drier. It functions mainly by its catalytic
activity on drier metals such as cobalt and manganese. The impetus for increased use of zirconium
is environmental regulations restricting use of lead. Zirconium is effective in both air dry and bake
coating systems. It improves gloss, hardness and through dry without any adverse effect on other
coating properties.
8. Manganese
Manganese promotes both 'surface dry' and 'through dry', although it is less efficient then cobalt
and lead in air drying finishes. In baking finishes manganese is superior to cobalt as it does not
cause imbrutement. Manganese also gives better result than cobalt in low temperature drying
performance and does not suffer from wrinkling under high humidity conditions. However,
manganese is rarely used along but added as a modifier, with cobalt being use as a primary drier.
Manganese generally imparts a pink/yellow color to white enamels and hence is best avoided in
such finishes. In some systems such as urethane oils, use of manganese in preference to cobalt
results in reduced 'skinning' problems.
9. Cerium
Cerium promotes polymerization and through drying, cerium, more active at higher temperatures,
does not stain the film although it imparts less hardness than iron. Cerium is a preferred drier in
long oil alkyd vehicles and alkyd/epoxy systems. Cerium also performs as an effective auxiliary
drier in coatings dried at low temperature and high humidity. Cerium is particularly recommended
for baking finishes for white or overprint varnishes where color retention is important.
10. Lithium
Lithium is generally used in conjunction with cobalt in high solids coatings as a substitute for lead.
These resins are necessarily of low molecular weight, so designed to comply with VOC
regulations. Lithium promotes through drying with improved hardness reducing the tendency of
high solids coatings to wrinkle. It is also used as an etherification catalyst for alkyds
-particularly with coconut oil alkyds.
STANDARD DRIERS
Cobalt 12 6
Manganese 12 6, 9, 10
Lead 36 24, 30, 32, 33
Calcium 10 4, 5, 6, 8
Cerium 12 6
Zirconium 24 6, 12,18
Zinc 18 6, 8, 16
Iron 12 4,6,10
*Vehicle solids (or "binder portion") refers to oil and resin portion of the coating formulation.
DRIER CALCULATIONS
Drier recommendations are based on percent metal on vehicle solids.
1. Vehicle solids
2. Percentage of metal available in the driers
3. Required percentage of metal on vehicle solids.
Drier required (in kg./lb.)= Vehicle solids (in kg./lb.) x % Metal Required
% Metal in Drier
BAB VIII
ADITIF
Metalik soap dari asam lemak digunakan dalam surface coating dan beberapa
diantaranya zinc napthenate dan octoate yang mempunyai aksi pembasahan lebih baik
dibanding yang lain. Zinc napthenate dan octoate merupakan garam dan digunakan
sebagai wetting agen dalam banyak aplikasi. Asam oleat digunakan sebagai wetting
agen juga.
A. Peralatan
A.1. Timbangan.
Untuk mengukur berat dari bahan yang padat atau cair seperti pigmen, solven,
releasing agent dan air. Perhatikan ketelitian timbangan, timbangan untuk mengukur
adonan yang jumlah total adonannya kurang lebih hanya satu kilogram, diperlukan
timbangan dengan ketelitian seperseribunya. Bila menggunakan timbangan dengan
ketelitian 10 gr akan sangat besar pengaruhnya pada produk yang total adonannya 1000
gr saja. Produk dapat terlalu basah jika hanya kelebihan releasing agen 10 gr saja, atau
produk malah tidak bisa dihapus jika releasing agen sedikit.
Penggunaan timbangan dengan kapasitas yang berbeda dan ketelitian yang berbeda
diperlukan agar selalu tercapai kwalitas produk yang diharapkan, untuk ketelitian
penimbangan pigmen gunakan timbangan dengan ketelitian yang paling bagus.
A.2. Literan.
Untuk pengukuran volume bahan yang cair maka lebih mudah digunakan literan, gelas
ukur dengan kapasitas yang berbeda dapat digunakan untuk mengukur volume bahan
yang berbeda. Pengukuran releasing agen yang prosentasenya sedikit dibanding pelarut
sebaiknya tidak menggunakan gelas ukur yang sama yang digunakan untuk mengukur
solven yang prosentasenya besar dalam produk. Berbagai macam gelas ukur dari
kapasitas 1ml, 5ml, 10ml, sampai kapasitas 2000 ml sebaiknya disediakan untuk
kebutuhan ketelitian pengukuran.
B. Grinding.
Penghalusan atau dengan kata lain pengecilan ukuran ditujukan untuk mengurangi
ukuran suatu padatan agar diperoleh luas permukaan yang lebih besar. Dengan luas
permukaan yang bertambah maka akan diperoleh keuntungan;
1. Mempercepat pelarutan.
2. mempercepat reaksi kimia.
3. mempertinggi kemampuan penyerapan.
4. menambah kekuatan warna.
Untuk mengecilkan ukuran padatan diperlukan gaya – gaya mekanis. Gaya – gaya
mekanis ini dapat memecahkan padatan secara berbeda beda, merupakan gaya tekan,
gaya gesek, dan gaya tumbuk. Ball mill adalah salah satu alat yang digunakan untuk
memperkecil ukuran padatan yang mana merupakan tabung yang berputar dengan bola
bola pejal didalamnya, bahan dikecilkan dengan penekanan, penggesekan dan
pemukulan.
Frekwensi putaran tabung, penempatan bola dan volume yang ditempatinya dan lama
penggilingan memainkan peranan yang penting dalam penentuan derajat pengecilan.
Apabila frekwensi putaran terlalu tinggi, bola – bola akan tertekan ke dinding karena
pengaruh gaya sentrifugal. Pada kecepatan yang rendah, bola – bola hanya bergoyang
kian kemari tanpa jatuh kebawah. Volume yang ditempati bola hanya boleh
ditingkatkan hingga suatu batas optimum, karena jika terlalu besar aakan mengganggu
jatuhnya bola. Dengan memasang benda penghalang didalam tabung selipnya bola
dapat dicegah dan bola dirangsang untuk jatuh kebawah.
Ukuran butir atau derajat pengecilan padatan tergantung daripada lama penggilingan.
Waktu tinggal bahan didalam ball mill dapat mencapai beberapa jam.
Kecepatan putaran yang sesuai tergantung dari panjang garis tengah tabung, jadi untuk
tabung besar dan tabung kecil kecepatannya tidak sama. Berikut ini adalah tabel 4.1
menggambarkan perbandingan garis tengah tabung dan kecepatan pitaran per menit.
Tabel 4.1. Panjang garis tengah versus kecepatan putaran per menit.
Ball mill diatas digunakan untuk kapasitas produksi yang besar, tempat untuk
memasukkan bahan dan untuk mengeluarkan bahan sudah dirancang sedemikian rupa
maka dapat digunakan untuk produksi dengan sistem kontinyu. Untuk kapasitas
produksi yang sedikit dapat digunakan ball mil rakitan sendiri seperti berikut ini.
Gambar 4.3 vibration ball mill
Ball mill yang sederhana dapat dirangkai sendiri dengan memanfatkan bahan bekas
pakai dari peralatan rumah tangga. Berikut ini merupakan ball mill yang bahannya
seperti; dinamo sebagai alat penggeraknya didapat dari bekas dinamo mesin cuci,
sedangkan tromol / tabing dari pipa pvc bekas.
C. Mixing
Mixing adalah opersi dasar untuk menyebarkan bahan – bahan dengan sifat fisik dan
kimia yang berbeda – beda secara merata dibawah pengaruh gaya mekanik. Suatu
penyebaran merata dari komponen campuran tercapai, bila dalam sistem campuran
tidak terdapat lagi perbedaan konsentrasi, besar butiran dan suhu. Prose
pencampuran adalah proses mekanik untuk penyatuan bahan – bahan. Jenis campuran
diarahkan kepada keadaan fisik bahan dimana terdapat komponen campuran.
Untuk mencampur bahan maka pengetahuan tentang konsistensi bahan adalah yang
paling penting seperti bahan yang sangat kental, semi kental dan encer. Mixer dibagi
berdasarkan dua cara;
1. Kecepatan.( kecepatan tinggi, Kecepatan sedang. Kecepatan rendah.).
2. Performance kerjanya.
Mixer dengan kecepatan berbeda didesain untuk penggunaan yang berbeda pula.
Sebagian digunakan dalam hanya lacquer yang lain dapat digunakan untuk cat dan
lacquer.
Pada sisi yang lain mixer tangan diklasifikasikan seperti berikut ini;
1. Mixer yang dapat mencampur secara sederhana pigmen dan vehicle menjadi
bahan pasta untuk proses selanjutnya.
2. Mixer yang dapat mencampur sebaik grinder.
3. Mixer yang mencampur bahn mentah sampai menjadi bahan jadi.
Berikut ini adalah berbagai macam mixer yang sering digunakan untuk industri coating
pemukaan.
Pencampur V, berupa sebuah bejana dengan sebelah atau kedua belah sisi berbentuk
huruf V berputar mengelilingi sumbu yang horisontal.
Koloid mill sangat berguna untuk milling, dispersing, homogenizing, dan untuk
memecah agglomerat dalam indusrei makanan pasta, emulsi, coating ( produk ),
ointment, cream, pulp, pelumas pasta dan lain – lain. Fungsi utama dari koloid mill
adalah untuk menjamin pecahnya agglomerat atau apabila dalam kasus emulsi untuk
memproduk droplet dengan ukuran yang sangat kecil sekitar 1 micron.
Bahan yang akan diproses dimasukkan ke hopper dengan bantuan gavitasi atau
dipompa sedemikian rupa masuk melalui elemen rotor dan stator yang mana bahan
tersebut menjadi sasaran gaya gesek gan gaya hidrolik. Bahan dikelurkan dan
dikembalikan lagi melalui hopper untuk proses yang kedua. Bahan dengan kandungan
padatan dan fiber yang lebih tinggi akan lebih baik menggunakan disk berujung
kerucut.
D. Set up equipmen untuk home industri
Secara garis besar, proses produksi cat tembok dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pembuatan pigmen pasta
2. Pencampuran pigmen pasta, latex dan additive
gambar Mixer
Untuk itu diperlukan 2 jenis mixer, pada pembuatan pigmen pasta diperlukan jenis
homogenizer dengan kecepatan tinggi, sedang pada pencampuran pigmen pasta dan latex
diperlukan jenis stirrer, berkecepatan rendah.
1. Type pengaduk stirer
- Speed : 1500 – 3500 RPM
- Bentuk blade : gambar V.2
a. Pigment b. Thickener
gambar Dispersion blade
Karateristik Solvent.
Boiling
Solvent Chemical Formula Dielectric constant Density
point
Non-Polar Solvents
CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-
Hexane 69 °C 2.0 0.655 g/ml
CH3
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-
1,4-Dioxane 101 °C 2.3 1.033 g/ml
O-\
Dimethylformamide
H-C(=O)N(CH3)2 153 °C 38 0.944 g/ml
(DMF)
Dimethyl sulfoxide
CH3-S(=O)-CH3 189 °C 47 1.092 g/ml
(DMSO)
2. Paint Dryer
PAINT DRIERS
At 102°C/1Hr %
Metal Content
Gravity At 30° C Point
Non Volatile
At 30° C F.C. No 4
Color
%
COBALT OCTOATE Bluish 12 54 1.034 24 < 2° C
Violet
6 32 0.87 16 < 2° C
3 12 0.83 12 < 0° C
6 37 0.89 25 < 3° C
36 75 1.35 27 < 5° C
18 33 0.95 12 < 0° C
4 20 0.86 13 < 0° C
Colorless
3 16 0.84 12 < 0° C
6 34 0.88 15 < 0° C
Green
3 16 0.83 13 < 0° C
CADMIUM OCTOATE
COMBINATION DRIERS