You are on page 1of 32

MEMBANGUN KETERPERCAYAAN

Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk meyakinkan bahwa data yang diperoleh di lapangan betul-betul akurat dan/atau dipercaya. Beberapa kriteria keterpercayaan hasil penelitian (data) dijabarkan dalam uraian berikut (Lincoln & Guba, 1981:301):

Kredibilitas
Ada lima teknik utama untuk mengecek kredibilitas data, yaitu: (1) kegiatankegiatan yang lebih memungkin temuan atau interpretasi yang dapat dipercaya akan dihasilkan (memperpanjang keterlibatan, pengamatan yang terusmenerus, dan triangulasi); (2) pengecekan eksternal pada proses inkuiri (wawancara teman sejawat peer debriefing); (3) suatu kegiatan yang mendekati perbaikan hipotesis kerja karena semakin banyak informasi yang tersedia (analisis kasus negatif); (4) suatu kegiatan yang memungkinkan untuk mengecek temuan dan interpretasi awal terhadap data mentah yang diarsipkan (kecukupan referensial); dan (5) suatu kegiatan yang memberikan pengujian temuan dan interpetasi langsung dengan sumber manusia sebagai asal dari temuan tersebut pembuat realita ganda yang dikaji (pengecekan anggota). 1. Kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kemungkinan temuan yang dapat dipercaya akan dihasilkan. Ada tiga kegiatan yang dapat dilakukan oleh peneliti kualitatif untuk meningkatkan temuan yang dapat dipercaya akan dihasilkan, yaitu: (a) memperpanjang keterlibatan, (b) pengamatan yang cermat, dan (c) triangulasi. Ketiga kegiatan tersebut akan dipaparkan dalam uraian berikut. Pertama, memperpanjang keterlibatan, bahwa peneliti tinggal di latar dan berinteraksi dengan orang-orang lebih lama lagi dari jadual semula. Hal ini adalah investasi waktu yang cukup untuk memperoleh tujuan tertentu: mempelajari budaya, menguji informasi yang salah yang diperkenalkan oleh distorsi baik dari dirinya sendiri ataupun dari para responden, dan menciptakan kepercayaan. Kita mungkin menyarankan, tidak mungkin untuk memahami semua fenomena tanpa mengacu pada muatan di mana hal itu berakar di sana. Memang Schwartz dan Ogilvy (1979) membantah bahwa objek dan perilaku tidak hanya mengambil maknanya tetapi eksistensi yang sebenarnya dari konteksnya. Oleh karena itu, kewajiban naturalis adalah banyak menghabiskan waktu dalam berorientasi pada situasi, terjun ke dalam budaya melalui liang reniknya, untuk merasa yakin bahwa konteks diapresiasi dan dipahami secara sempurna. Namun berapa lamakah itu? Jawaban dari pertanyaan tersebut sudah barang tentu relatif pada ruang lingkup konteks dan pengalaman, namun minimal seharusnya

adalah Cukup lama untuk dapat hidup terus tanpa tantangan selama ada di dalam budaya tersebut. Keterlibatan yang diperpanjang juga diperlukan untuk menditeksi dan memperhitungkan penyimpangan yang mungkin memasuki data tersebut. Yang pertama dan paling penting peneliti berkenaan dengan penyimpangan pribadi. Satu-satunya kenyataan untuk menjadi seseorang yang asing di negara asing menarik perhatian bagi peneliti, dengan reaksi yang terlalu berlebihan dari yang hadir. Agaknya ada kecenderungan bahwa kecuali peneliti mulai sebagai seorang anggota yang diterima dari kelompok atau agen yang dikaji, penyimpangan tidak akan pernah dapat diatasi. Juga terdapat penyimpangan yang diperkenalkan oleh responden. Banyak dari penyimpangan ini tidak disengaja; misalnya, Bimes (1975) menggambarkan suatu rangkain sumber-sumber tentang kesalahan informasi, termasuk penyimpangan perseptual dan persepsi selektif; penyimpangan retrospektif dan selektifitas; salah susunan tentang pertanyaan peneliti; dan motif-motif yang disituasikan, misalnya ingin menyenangkan peneliti, mengatakan benda-benda yang tepat secara normatif, atau hanya termotivasi untuk ditujukan pada urusan peneliti sepenuhnya. Tetapi sebagian penyimpangan dimaksudkan untuk menipu atau membingungkan; Douglas (1976) khususnya menyebutkan tentang kebohongan, sikap dingin, dan penipuan yang mungkin dilakukan oleh para informan. Memang, dia membantah bahwa kerjasama yang merupakan ciri-ciri pada sebagian besar inkuiri adalah merupakan suatu kepercayaan yang salah arah; bahwa setiap orang mempunyai sesuatu yang disembunyikan; dan bahwa para peneliti disarankan dengan sebaikbaiknya untuk menggunakan suatu postur investigatif. Apakah keinginan menjadi seorang yang sinis seperti yang diingatkan oleh Douglas masih tetap merupakan sebuah pertanyaan, tetapi memang benar-benar ada waktu-waktu dan tempattempat di mana teknik-teknik yang disarankannya adalah bermanfaat. Selama periode perpanjangan keterlibatan peneliti harus memutuskan apakah dia harus berada di atas prakonsepsinya sendiri, apakah misinformasi telah ada dan apakah misinformasi tersebut disengaja atau tidak disengaja, dan postur apa yang diambil untuk mengantisipasi persoalan tersebut. Akhirnya, periode perpanjangan keterlibatan dimaksudkan untuk memberikan suatu kesempatan kepada peneliti untuk membangun kepercayaan. Sekarang, membangun kepercayaan, seperti yang dinyatakan Johnson (1975), bukan merupakan masalah penggunaan teknik-teknik yang memberikan jaminan. Lebihlebih, kepercayaan adalah bukan masalah karakteristik pribadi dari peneliti: seorang teman yang baik kepada siapa para responden akan percaya secara instinktif mengenai rahasia-rahasia hati mereka. Akan tetapi, ini merupakan suatu proses perkembangan yang terjadi setiap hari: untuk menunjukkan kepada para responden bahwa kepercayaan mereka tidak akan digunakan untuk menyerang mereka; bahwa jaminan keanoniman akan dihargai; bahwa agenda-agenda yang tersebunyi, baik dari para peneliti ataupun ataupun figur-figur daerah lainnya kepada siapa peneliti harus berterima kasih, tidak mendapatkan layanan; bahwa

minat dari para responden akan dihargai seperti halnya minat yang ada pada peneliti; dan bahwa para responden akan mempunyai masukan dan sebenarnya juga mempunyai pengaruh terhadap proses inkuiri. Membangun kepercayaan merupakan proses yang memakan waktu; lebih-lebih, kepercayaan dapat dirusak pada waktu yang tepat dan kemudian bahkan memerlukan lebih banyak waktu untuk membangun kembali. Keterlibatan yang diperpanjang merupakan suatu keharusan jika kepercayaan yang cukup memadai harus muncul. Perlu disarankan di sini tentang bahaya dari apa yang kadang-kadang oleh antropolog diartikan sebagai menjadi penduduk asli (going native). Lincoln dan Guba (1981:4) menggambarkan fenomena ini sebagai berikut: Ketika seorang antropolog telah semakin menyenangi kelompok yang sedang dikajinya dia berhenti untuk mempertimbangkan dirinya sendiri sebagai bagian dari profesi atau berhenti untuk mempertimbangkan apakah sub kelompok budaya ataupun sub kelompok profesionalnya sebagai kelompok referensinya yang dominan dia berkontribusi terhadap penelitian tersebut dan memulai suatu peran yang memahami-kinerja di dalam kelompok yang dikaji (Kolaja, 1956:161). Gold (1969:36) mengemukakan bahwa menjadi penduduk asli hampir selalu merupakan hasil yang naif, dan terjadi sebagai suatu peristiwa yang tidak menguntungkan. Dalam proses berusaha untuk memperoleh Verstehen, dia menyatakan, di lapangan pekerja bisa mengidentifikasi secara berlabihan dengan informan dan mulai kehilangan perspektif penelitiannya dengan going native. Lebih lanjut Gold (1969:63-64) partisipasi langsung yang diperpanjang membawa serta resiko bahwa peneliti akan kehilangan rasa kekagumannya yang dipersiapkan dan gagal untuk memperoleh fenomena tertentu bahwa peneliti yang relatif tidak berpartisipasi akan menemukannya. Biasanya resiko yang dihadapi bahwa setiap kecenderungan untuk menjadi penduduk asli akan mendapat hasutan oleh keterlibatan yang diperpanjang. Semakin lama peneliti di lapangan, semakin diterima dia jadinya, semakin apresiatif budaya daerah, semakin besar kecenderungan bahwa keputusan profesional akan terpengaruh. Bagaimanapun juga, tidak ada teknik-teknik yang akan memberikan suatu jaminan terhadap pengaruh seperti itu baik secara disadari ataupun tidak disadari, namun kesadaranlah menjadi suatu langkah besar untuk preventif. Teknik pengamatan terus-menerus (persistent observation) menambah dimensidimensi yang menonjol pada yang kelihatan sedikit lebih dari suatu penyelaman yang tidak bersemangat. Jika tujuan keterlibatan yang diperpanjang ialah untuk memberikan keterbukaan kepada peneliti pada pengaruh ganda pembentukpembentuk timbal balik dan faktor-faktor kontekstual yang berkenaan dengan fenomena yang dikaji, tujuan pengamatan terus-menerus ialah untuk mengidentifikasi karakteristik tersebut dan unsur-unsur di dalam situasi yang paling relevan dengan persoalan atau isu tersebut dan memfokuskan pada hal-hal

tersebut secara terinci. Jika keterlibatan yang diperpanjang memberikan ruang lingkup, pengamatan yang terus-menerus akan memberikan kedalaman. Peneliti cepat atau lambat harus sampai pada istilah yang oleh Eisnmer (1975) diistilahkan dengan keterlibatan kualitas yang dapat menyerap (pervasive qualities) hal itu yang sebenarnya diperhitungkan. Bahwa pemfokusan juga menunjukkan menghilangkan ketidaksesuaian hal yang tidak diperhitungkan. Akan tetapi bukan mengambil pendapat bahwa tidak khas secara de facto juga tidak menarik secara intrinsik, naturalis harus dapat mengetahui ketika yang tidak khas mungkin mempunyai hal yang penting. Tujuan ini memerlukan keterlibatan naturalis secara kontinyu dalam melabel secara coba-coba tentang apa yang diambil sebagai faktor-faktor yang menonjol dan selanjutnya menyelidikinya secara terinci, pada poin di mana pengukuran awal terlihat salah, atau faktorfaktor dipahami dengan cara tidak dibuat-buat. Untuk memenuhi kriteria tentang keterpercayaan ini, naturalis harus dapat menggambarkan secara rinci tentang bagaimana proses identifikasi coba-coba dan penyelidikan terinci ini dilaksanakan. Pengamatan yang terus-menerus juga mempunyai celah-celah (perangkap), sejajar dengan menjadi penduduk asli berkenaan dengan perpanjangan keterlibatan. Dalam hal ini bahayanya ialah tentang pendekatan secara prematur. Karena tekanan dari tuntutan klien atau para penyandang dana, dan mungkin tergantung pada ketidaktoleransian dari kekaburan karakteristik dari spesies-spesies manusia, peneliti naturalistik bisa sampai pada suatu fokus terlalu cepat. Teknik triangulasi merupakan model ketiga untuk memperbaiki kemungkinan temuan dan interpretasi akan dapat dipercaya. Denzin (1978) menyatakan bahwa ada empat model yang berbeda dari triangulasi adalah: (1) triangulasi data penggunaan sumber data yang beragam dalam studi, (2) triangulasi investigator/peneliti penggunaan beberapa peneliti atau evaluator yang berbeda, (3) triangulasi teori penggunaan perspektif-perspektif ganda untuk menginterpretasi seperangkat data tunggal; dan (4) triangulasi metodologis penggunaan metode-metode ganda untuk menstudi masalah atau program tunggal. Selanjutnya Denzin dan Lincoln (1998:47) menambah tipe triangulasi yang kelima, yakni apa yang disebut dengan triangulasi inter-disiplin (interdisciplinary triangulation). Dengan menggunakan disiplin-disiplin yang lain, seperti seni, sosiologi, sejarah, dansa, arsitektur, dan anthropologi untuk menginformasikan proses penelitian kita, kita bisa memperluas pemahaman kita terhadap metode dan substansi (Denzin & Lincoln, 1998:47). Yang pertama, sumber, ialah apa yang sering dimaksud ketika orang membicarakan triangulasi. Kita seringkali menghadapi ungkapan-ungkapan seperti: Tidak ada laporan dipercaya kecuali jika itu dapat diverifikasikan oleh orang lain, atau Informasi yang akan datang pada wawancara tidak diabaikan kecuali jika dapat dicek pada dokumen yang yang tersedia. Ekspresi-ekspresi ini menggambarkan bahwa sumber ganda tersebut bisa menunjukkan salinan ganda dari satu jenis sumber (misalnya mewawancarai para responden) atau

sumber yang berbeda dari informasi yang sama (sebagai contoh, memverifikasikan ingatan (recollection) wawancara seorang responden tentang apa yang telah terjadi pada suatu pertemuan dewan dengan mengkonsultasikan waktu-waktu resmi tentang pertemuan tersebut [tetapi perlu dicatat bahwa jika menit-menit konsultasi tersebut tidak mendukung ingatan, semua orang dapat membuat kesimpulan bahwa salah satu sumber mungkin dalam keadaan salah]). Diesing (1972:147-148) tidak memberikan makna yang lain yang memungkinkan dengan memperhatikan pada sumber-sumber dalam pembahasan tentang validasi kontekstual ini: Validasi kontekstual mempunyai dua bentuk utama. Pertama, validitas dari sepenggal bukti dapat diukur dengan membandingkannya dengan jenis-jenis bukti lainnya pada poin yang sama. Masing-masing jenis .mempunyai ambiguitas karakteristiknya dan kekurangannya sendiri, yang tidak cenderung sesuai dengan jenis yang lainnya . Kedua, validasi kontekstual ialah mengevaluasi suatu sumber bukti dengan mengumpulkan jenis-jenis bukti lainnya tentang sumber tersebut untuk menempatkan pola penyimpangan di dalam sebuah sumber. Jenis validasi kontekstual pertama agaknya hampir sama dengan yang digunakan Denzin, yang kedua agaknya merupakan bentuk yang baru di mana sumber itu sendiri yang masih menjadi pertanyaan. Anggapannya adalah jika seseorang dapat membuat suatu pola penyimpangan khusus (rumusan yang salah atau bias/menyimpang, misalnya), maka dia berada pada suatu posisi untuk membetulkan informasi yang akan datang dari sumber tersebut, termasuk yang dapat diverifikasi di mana-mana. Penggunaan metode yang berbeda untuk triangulasi juga mempunyai sejarah yang berbeda. Webb et al. (1966:3) menyimpulkan bahwa sementara triangulasi dengan metode mungkin sulit, itu suatu pekerjaan yang sangat bagus, karena membuat data dapat dipercaya: Setelah suatu pernyataan telah dikonfirmasikan dengan dua proses pengukuran atau lebih, ketidakpastian dari interpretasinya dapat turun drastis. Bukti yang paling persuasif timbul melalui suatu triangulasi dari proses pengukuran. Jika suatu pernyataan dapat menyebabkan terus berlangsungnya serangan hebat dari serangkaian pengukuran yang tidak sempurna, dengan semua kesalahannya yang tidak relevan, kepercayaan harus ditujukan pada hal tersebut. Tentang triangulasi sumber dan metode di atas dapat dijelaskan lebih sederhana sebagai berikut. Triangulasi sumber, bahwa data yang diperoleh dicek kembali pada sumber yang sama dalam waktu yang berbeda, atau dicek dengan menggunakan sumber yang berbeda. Pada yang pertama, misalnya, apabila peneliti mengumpulkan data dengan melakukan wawancara dengan A, maka data tersebut nantinya dicek (ditanyakan kembali) pada A di saat yang berbeda,

misalnya, seminggu atau dua minggu lagi. Pada yang kedua, bahwa data yang diperoleh dari A nantinya dicek dengan melakukan wawancara dengan B atau C atau atau yang lainnya. Triangulasi metode, bahwa data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode tertentu nantinya dicek dengan menggunakan metode yang lain. Misalnya, data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode (atau teknik) wawancara nantinya dicek dengan menggunakan metode observasi atau analisis dokumen. Jika peneliti, misalnya, akan mengetahui tentang partisipasi siswa dalam interaksi pembelajaran di kelas, maka peneliti pertama kali dapat melakukan wawancara dengan guru kelas atau beberapa siswa. Kemudian data yang diperoleh dari guru kelas atau beberapa siswa tersebut dicek dengan melakukan observasi ke dalam kelas, di mana peneliti berada bersama dengan para siswa di dalam kelas dan mengamati bagaimana partisipasi siswa dalam interaksi pembelajaran. Adapun jika peneliti akan mengetahui keaktipan kehadiran siswa dalam mengikuti pelajaran tertentu, maka peneliti dapat mewawancarai guru kelas, kemudian jawaban guru tersebut dicek dengan melihat dokumen yang ada, yakni daftar hadir siswa. Untuk mempermudah pemahaman tentang triangulasi tersebut di atas, berikut akan diketengahkan contoh. Peneliti akan melakukan penelitian tentang Kelompok Belajar Usaha (KBU) yang warga belajarnya adalah umumnya orang dewasa dan miskin secara ekonomi. Peneliti ingin mengidentifikasi persepsi warga belajar tentang manfaat mengikuti pembelajaran pada kelompok belajar tersebut. Salah seorang warga belajar yang diwawancarai katakanlah bernama Johan. Peneliti: Pak Johan! Bapak sudah berapa lama menjadi warga belajar pada Kelompok Belajar Usaha ini? Johan : Sudah cukup lama, Pak. Sekitar satu tahunan. Peneliti: Menurut Bapak, manfaat apa yang Bapak peroleh dengan mengikutikegiatan pembelajaran di kelompok belajar ini? Johan: Waduh, ya banyak sekali Pak! Yang sangat saya terasa adalah saya memperoleh ilmu dan sekaligus saya bisa belajar menerapkan ilmu langsung untuk memperoleh uang. Ini tidak saya bayangkan sebelumnya. Beberapa hari kemudian data (pernyataan Johan) tersebut ditanyakan kembali (dicek) pada Johan. Misalnya, dengan pertanyaan sebagai berikut: Peneliti: Pak Johan! Waktu saya wawancara dengan Bapak seminggu yang lalu, Bapak mengatakan bahwa manfaat yang Bapak peroleh dengan mengikuti kegiatan belajar di Kelompok Belajar Usaha adalah Bapak memperoleh ilmu dan

sekaligus dapat menerapkan ilmu secara langsung untuk memperoleh uang. Apakah Bapak memang merasakan demikian sampai sekarang ini. Johan : Benar sekali, Pak! Saya sekarang sudah memiliki ketrampilan cara membuat sabun cuci. Dulu saya tidak tahu apa-apa. Sabun itu bisa saya jual dan sebagian bisa dipakai sekeluarga. Jadi saya memperoleh kedua manfaat itu secara bersamaan. Pernyataan Johan tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh adalah akurat. Dari pernyataan Johan tadi, pembaca dapat memahami bahwa materi pembelajaran di KBU adalah tentang cara membuat sabun cusi. Jawaban ini secara langsung menjawab pertanyaan tentang materi pelajaran, walaupun mungkin pertanyaan tentang materi pembelajaran belum diajukan. Begitulah situasi lapangan yang kadang-kadang mungkin dialami oleh peneliti kualitatif. Apabila peneliti ingin memperoleh keyakinan lebih tentang akurasi data, peneliti bisa bertanya (mengecek) pada warga belajar lain yang satu kelompok belajar dengan Johan, dengan pertanyaan yang sama sebagaimana ditanyakan pada Johan. Begitulah seterusnya hingga data yang diperoleh sampai pada titik jenuh ( yang menunjukkan bahwa penelitian bisa diakhiri). Penggunaan peneliti yang berbeda, suatu konsep yang sangat layak bagi konvensionalis, masuk ke dalam masalah-masalah yang ada di dalam konteks naturalis. Jika desain adalah muncul, dan pada akhirnya bentuknya tergantung pada pada interaksi khusus yang dimiliki peneliti dengan fenomena, maka kita tidak dapat berharap memperkuat satu peneliti dengan peneliti lainnya. Persoalan ini serupa dengan mengharapkan kelipatan untuk kepentingan membentuk reliabilitas. Namun demikian, naturalis melihatnya sebagai sangat memungkinkan untuk menggunakan peneliti ganda sebagai bagian dari sebuah tim, dengan pernyataan-pernyataan dibuat untuk komunikasi tim dalam (intrateam) yang cukup memadai agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama. Kenyataan bahwa semua anggota tim kurang lebih tetap mempertahankan kejujuran dengan anggota lain dari tim tersebut menambah kemungkinan temuan tersebut akan tetap dapat dipercaya. Terakhir, penggunaan teori ganda untuk kepentingan triangulasi merupakan suatu rumusan yang tidak dapat diterima oleh naturalis. Kita telah berulangkali mencatat kecenderungan bahwa fakta adalah ditentukan oleh teori; fakta tersebut tidak mempunyai eksistensi independen teori yang ada di dalam kerangka yang telah memperoleh keterkaitan. Jika suatu fakta yang ada dapat diperkuat di dalam dua teori, bahwa temuan mungkin lebih dari merupakan suatu fungsi tentang kesamaan dari teori-teori dibandingkan dengan kebermaknaan empiris dari fakta tersebut. Penggunaan teori-teori ganda sebagai suatu teknik triangulasi bagi kita rupa-rupanya secara epistemologis tidak baik dan secara empiris akan kosong. Secara ringkas bahwa kemungkinan temuan (dan interpretasi yang berdasarkan kepadanya) akan terasa lebih dapat dipercaya jika peneliti dapat menunjukkan

periode yang diperpanjang dalam keterlibatan tersebut (untuk mempelajari konteks, untuk meminimalkan penyimpangan, dan untuk membangun kepercayaan), untuk memberikan bukti, dengan menggunakan sumber-sumber yang berbeda tentang pengamatan yang terus-menerus (untuk kepentingan pengidentifikasian dan pengukuran faktor-faktor dan peristiwa-peristiwa tidak khas yang krusial), dan untuk membuat triangulasi, dengan menggunakan sumber dan metode yang berbeda, serta beberapa peneliti ganda, dalam pengumpulan data. Pada saat yang sama naturalis harus menjaga hubungan yang terlalu erat (masuk ke dalam native) dan mengakhiri terlalu dini, dan untuk menjaga bahwa modelmodel triangulasi yang tidak konsisten dengan aksioma-aksioma naturalis tidak dilaksanakan. 2. Wanwancara Teman Sejawat (Peer debriefing) Ini merupakan teknik kedua yang bermanfaat di dalam membentuk kepercayaan. Ini merupakan suatu proses menunjukkan diri sendiri kepada teman-teman yang tidak mempunyai rasa tertarik dalam suatu cara membuat paralel suatu pembahasan analitis dan untuk tujuan menyelidiki aspek-aspek dari inkuiri yang jika tidak demikian akan tetap implisit pada pikiran peneliti. Tujuan pelaksanaan debriefing adalah: (1) proses tersebut membantu menjaga peneliti untuk tetap jujur, (2) memberikan suatu permulaan dan mengusahakankesempatan untuk menguji hipotesis yang sedang berjalan yang mungkin muncul dalam pikiran peneliti yang agak masuk akal secara sempurna, (3) memberikan kesempatan untuk mengembangkan langkahlangkah selanjutnya dalam desain metodologis yang muncul, dan (4) memberikan kesempatan pada peneliti untuk merasakan secara mendalam, oleh karenanya menjernihkan pikiran atau emosi dan perasaan yang mungkin sedang mengaburkan pertimbangan yang baik atau mencegah langkah-langkah berikutnya yang dapat menimbulkan perasaan. Orang yang memberikan debriefing harus seseorang yang dalam beberapa hal adalah teman peneliti, seseorang yang banyak mengetahui tentang bidang substantif dari inkuri dan hal metodologis. Debriefer (orang yang memberikan debriefing) harus bukan orang yunior jangan sampai masukan daripadanya perlu diabaikan juga bukan orang senior jangan sampai sedikit masukannya dianggap sebagai kewenangan, atau jangan sampai peneliti menarik kembali untuk takut dinilai sebagai tidak kompeten. Debriefer seharusnya bukan orang yang ada dalam hubungan kewenangan atau otoritas bagi peneliti. Debriefer haruslah seseorang yang yang dipersiapkan untuk mengambil peranan secara serius. Baik peneliti ataupun debriefer harus mempertahankan rekaman atau catatan masing-masing sebagian untuk kepentingan jejak pemeriksaan, dan sebagian untuk referensi oleh peneliti ketika dia kemudian berusaha untuk menyusun mengapa inkuiri muncul seperti yang terjadi. 3. Analisis Kasus Negatif (Negative case analysis)

Sebuah pembahasan yang paling bermanfaat dari teknik ini telah diberikan barubaru ini oleh Kidder (1981), yang melihatnya sebagai analogus, untuk data kualitatif, untuk pengujian-pengujian statistik bagi data kuantitatif. Kidder mengambil sebuah postur konvensional yang diakuinya sendiri; bahwa kita bisa menganggap karyanya sebagai salah satu dari usaha-usaha tersebut pada suatu kompromi antara paradigma kualitatif dan kuantitatif. Namun demikian perlakuannya tidak instruktif. Analisis kasus negatif dapat dianggap sebagai suatu proses merevisi hipotesis dengan pandangan ke belakang. Objek dari permainan secara kontinyu ialah memperbaiki suatu hipotesis hingga ini menjawab semua kasus yang diketahui tanpa perkecualian. Hipotesis mengambil bentuk: Semua anggota dari Kelas X mempunyai karakteristik A,B, dan C. Jadi, misalnya, hipotesis mungkin bisa: Semua anak yang tidak bisa belajar akan menunjukkan kinerja yang buruk di sekolah, suatu profil merusak kompetensi intelektual (katakanlah, tinggi dalam membaca dan ilmu pengetahuan sosial, tetapi rendah dalam matematika dan sains), dan pertimbangan pribadi/sosial yang buruk. Atau Semua organisasi birokratis menunjukkan persetujuan subunit pada suatu tujuan keseluruhan secara umum, menunjukkan fungsi subunit (keluaran dari yang satu menjadi masukan dari berikutnya, dan seterusnya; biasanya disebut pasangan yang erat), dan sistemsistem imbalan yang terbagi sama. Kidder mengutip sebagai sebuah contoh kajian yang dilaporkan oleh Cressey (1953) tentang penggelapan. Lima versi yang berbeda dari sebuah hipotesis tentang karakteristik penggelapan dirumuskan pada berbagai tahap kajian, dengan setiap revisi dilakukan setetah temuan tertentu yang tidak konsisten dengan versiversi sebelumnya diperoleh. Kidder (198:241) mengamati: Cressey merumuskan dan merevisi hipotesisnya lima kali sebelum dia sampai pada kesimpulannya tentang kasus-kasus penggelapan. Setiap waktu dia merumuskan sebuah hipotesis baru, dia mengeceknya tidak hanya terhadap wawancara baru tetapi juga wawancara dan pengamatannya yang direkam sebelumnya. Prosedur ex post facto adalah suatu praktek yang perlu membentuk dasar untuk analisis induksi dan analisis kasus negatif. Analisis kasus negatif mengharuskan bahwa peneliti mencari data yang tidak memperkuat dalam pengamatan-pengamatan masa lalu dan masa mendatang. Suatu kasus negatif tunggal cukup untuk mengharuskan peneliti untuk merevisi suatu hipotesis dan mengatakan dengan percaya diri: Ini menyebabkan itu. Dengan demikian analisis kasus negatif menghapus semua lapisan luar dan semua perkecualian dengan revisi secara kontinyu hipotesis yang disampaikan hingga pas telah sempurna. Kidder (1981:244) mengatakan bahwa analisis kasus negatif untuk penelitian kualitatif, sedangkan analisis statistik ialah untuk kuantitatif. Keduanya dimaksudkan untuk menangani varian kesalahan (error variance). Penelitian

kualitatif menggunakan errors untuk merevisi hipotesis; analisis kuantitatif menggunakan varian error untuk menguji hipotesis, menunjukkan seberapa besar efek perlakuan dibandingkan dengan varian error. 4. Ketercukupan Referensial (Referential adequacy) Konsep ketercukupan referensial pertamakali diajukan oleh Eisner (1975), yang yang dimaksudkan untuk membentuk ketercukupan dari para kritikus tertulis untuk tujuan evaluasi dengan model keahlian khususnya dalam meneliti karyakarya seni (connoisseurship). Rekaman dengan videotape dan pembuatan pilem (cinematography), memberikan arti untuk menangkap dan menangani peristiwa tentang kehidupan di dalam kelas yang selanjutnya dapat diuji pada waktu luang dan dibandingkan dengan tinjauan-tinjauan yang telah dikembangkan dari semua data yang dikumpulkan. Bahan-bahan yang direkam memberikan satu jenis benchmark di mana analisis data selanjutnya dan interpetasi (tinjauan) dapat diuji untuk ketercukupannya. Akan tetapi tidak ada perlunya untuk membatasi pengujian referensial hanya pada segmen data rekaman elektronik. Memang, agaknya da kecenderungan bahwa banyak peneliti akan kekurangan sumber jika para ahli tidak menggunakan parangkat teknologi tinggi seperti itu seperti video recorder atau kamera filem. Lebih lanjut, koleksi atau kumpulan informasi dengan cara itu adalah sangat menonjolkan diri. Tetapi konsep tersebut masih dapat digunakan jika peneliti akan memberikan tanda sebagian dari data yang diarsipkan tidak memasukkan ke dalam analisis data apapun yang mungkin direncanakan dan selanjutnya diingat bila temuan coba-coba telah diperoleh. Terlepas dari nilai yang jelas dari bahan seperti itu untuk menunjukkan bahwa analisis yang berbeda dapat memperoleh kesimpulan yang serupa yang ada apapun kategori data yang telah muncul sebuah soal tentang reliabilitas ini juga dapat digunakan untuk menguji validitas dari kesimpulan tersebut. Skeptik tidak dihubungkan dengan inkuiri dapat menggunakan bahan-bahan seperti itu untuk memuaskan diri sendiri bahwa temuan dan interpretasi adalah bermanfaat dengan mengujinya secara langsung dan secara pribadi terhadap arsip dan data yang masih mentah. Demonstrasi yang lebih memaksakan sulit untuk dapat dibayangkan. Sudah barang tentu, ada hal yang kurang baik pada pendekatan ketercukupan referensial. Yang pertama dan terpenting, peneliti mengalahkan beberapa data mentah yang sulit diatasinya pada arsip, setuju untuk tidak menggunakan bahan tersebut untuk tujuan lebih jauh dari inkuiri itu saja tetapi menyimpannya secara ekslusif untuk pengujian ketercukupan ini. Peneliti mungkin enggan untuk menghentikan bagian dari data yang dapat dilihat yang bagi mereka mungkin dianggap merupakan suatu tujuan yang menyimpang. Lebih lanjut, agaknya ada kecenderungan bahwa para kritikus konvensional tidak akan menerima materi ini kecuali bahan tersebut dapat ditunjukkan sebagai bahan yang representatif dalam arti istilah adalah klasik. Karena para naturalis membuat sampel dengan representatif dalam pikiran, mungkin dianggap sulit untuk memenuhi kriteria

seperti itu, dan mungkin merasa (secara benar) bahwa itu bukan merupakan persyaratan yang tepat untuk digunakan. Para naturalis yang menggambarkan materi referensial cenderung untuk ingin mengupas pada lapisan yang berbeda, menunjukkan kurang adanya minat kepada temuan para analis asli dibandingkan dengan mengembangkan miliknya sendiri. Dengan semua alasan tersebut pendekatan ketercukupan referensial tidak memberikan rekomendasi sendiri pada pikiran yang lebih praktis atau kurangnya sumber. Namun demikian, jika sumber dan kecenderungan memungkinkan penyempurnaan, beberapa bagian data mentah di dalam arsip untuk penggunaan di waktu mendatang dan untuk perbandingan memberikan suatu kesempatan yang langka untuk menunjukkan kredibilitas data naturalistik. 5. Pengecekan Anggota (Member cheks) Pengecekan anggota di mana data, kategori analisis, interpretasi, dan kesimpulan diuji dengan para anggota dari mereka pemegang saham dari mana data asli dikumpulkan, merupakan teknik yang krusial untuk menciptakan kredibilitas. Jika peneliti dapat mengartikan hal tersebut penyusunannya dapat diketahui oleh para anggota audience sebagai penggambaran yang cukup memadai dari realita mereka sendiri, suatu hal yang penting ialah bahwa mereka diberikan kesempatan untuk mereaksinya Pengecekan anggota adalah informal dan formal, dan ini terjadi secara kontinyu. Banyak kesempatan bagi pengecekan anggota muncul secara harian dalam proses investigasi. Rangkuman dari wawancara dapat dimainkan kembali pada orangorang yang menyediakannya untuk memberikan reaksi; keluaran dari suatu wawancara dapat dimainkan untuk responden lainnya yang dapat diminta untuk memberikan komentar; wawasan yang dikumpulkan dari suatu kelompok dapat diuji dengan yang lainnya. Pengecekan langsung dan informal mempunyai sejumlah tujuan: 1. Memberikan kesempatan untuk mengukur dengan cermat apa yang dikehendaki responden dengan berbuat dengan cara tertentu atau memberikan informasi tertentu. 2. Memberikan kepada responden kesempatan segera untuk membetulkan kesalahan mengenai fakta dan tantangan yang dianggap sebagai interpretasi yang salah. 3. Menempatkan responden pada rekaman/catatan untuk menyatakan hal-hal tertentu dan telah menyetujui tentang kebenaran rekaman peneliti tentang mereka, denagn demikian membuatnya lebih sulit bagi responden untuk menyatakan kesalahpahaman atau kesalahan peneliti. 4. Memberikan kesempatan untuk merangkum langkah pertama selama analisis data. 5. Memberikan kesempatan kepada responden untuk memberikan pengukuran tentang ketercukupan keseluruhan sebagai tambahan untuk memperkuat poin-poin data individual.

Bagaimanapun juga, pengecekan yang lebih formal diperlukan jika suatu pernyataan pada kredibilitas harus memuaskan. Untuk tujuan ini peneliti mungkin ingin menyusun suatu pembahasan, bisa berakhir satu hari penuh atau bahkan beberapa hari, di mana diundang orang-orang yang dari masing-masing beberapa kelompok sumber yang merasa tertarik, sedangkan di dalam pembahasan itu sendiri, representatif dari kelompok-kelompok yang berbeda mungkin ingin mengutarakan ketidaksetujuan mereka dengan peneliti, atau antara satu sama lain. Jelas peneliti tidak akan memperhatikan semua kritikan yang diajukan, tetapi dia pasti mendengarkannya dan menimbang manfaatnya. Sudah barang tentu masalah muncul dengan sejumlah proses pemeriksaan atau pengecekan. Secara jelas, kelompok-kelompok diajak bersama-sama meninjau atau memeriksa kembali mungkin di dalam suatu posisi yang berlawanan. Isu tersebut berubah menjadi kurang dari satu ketercukupan dari rekonstruksi dibandingkan dengan kejujurannya. Pemeriksa mungkin bisa menyetujui bahwa rekonstruksi adalah jujur bahkan jika mereka tidak ada persetujuan secara keseluruhan dengan mereka. Kecermatan harus dilakukan bahwa di dalam suatu usaha untuk jujur peneliti tidak hanya merekonstruksi suatu posisi rata-rata atau posisi tipikal, yang tidak hanya bertentangan dengan posisi para naturalis tentang kemampuan menggeneralisasi tetapi yang ada pada lapisan bawah menggambarkan tidak ada realita seseorang.. Lebih lanjut, pengecekan anggota dapat salah arah jika semua anggota sama-sama menggunakan mitos atau penipuan, atau berkonspirasi untuk menyalaharahkan atau menutup-nutupinya. Kita telah mencatat bahwa peneliti penduduk asli diambil melalui persetujuan konspiratorial tentang apa yang harus dan tidak harus ditutupi. Haruskan dia dimasukkan, ini merupakan langkah selanjutnya yang mudah tentang apa yang telah diperoleh. Namun demikian, kecuali jika kita mempunyai alasan merasa ragu-ragu tentang integritas para informan, pengecekan anggota dilakukan dengan suatu cara yang cukup valid untuk menciptakan kemanfaatan dari temuan dan interpretasi. Peneliti yang telah menerima persetujuan dari kelompok responden tentang kredibilitas dari pekerjaannya telah menciptakan suatu garis batas terhadap penanaman kepercayaan diri kepada para pembaca dan kritikus tentang keotentikan karya tersebut. Pembaca seyogyanya harus hati-hati agar tidak bingung tentang konsep pengecekan anggota dengan apa maksud triangulasi. Secara dibuat-buat kedua teknik ini muncul secara indentik, tetapi ada suatu perbedaan yang krusial. Triangulasi adalah suatu proses yang dilaksanakan dengan memperhatikan data suatu data atau item informasi yang berasal dari satu sumber (atau dengan satu metode atau satu orang peneliti) harus diperiksa terhadap sumber-sumber lainnya (atau dengan metode atau peneliti lainnya). Pengecekan anggota adalah suatu proses yang dilaksanakan dengan memperhatikan konstruksi-konstruksi (constructions). Sudah barang tentu, konstruksi-konstruksi bisa dirasakan tidak kredibel karena didasarkan pada data yang salah, tetapi peneliti yang hati-hati akan mendahulukan bahwa kemungkinan didasarkan dari triangulasi sebelumnya

yang tekun. Pengecekan anggota diarahkan pada pertimbangan kredibilitas keseluruhan, sedangkan triangulasi diarahkan pada pertimbangan keakuratan item-item pada data khusus. Keteralihan (Transferability) Penciptaan keteralihan atau transferabilitas oleh para naturalis sangat berbeda dengan penciptaan validitas eksternal oleh orang konvensionalis. Memang, yang terdahulu adalah, dalam arti sempit, tidak mungkin. Karena sementara aspekaspek konvensionalis (dan diharapkan) untuk membuat pernyataan-pernyataan yang relatif tepat tentang validitas eksternal (misalnya, dinyatakan dalam bentuk batas-batas kepercayaan statistik), naturalis hanya dapat menentukan hipotesis yang sedang berjalan bersama-sama dengan deskripsi tentang waktu dan konteks yang ditemukan untuk dipakai sebagai pegangan. Apakah mereka menggunakan beberapa konteks lain, atau bahkan dalam konteks yang sama pada waktu yang lain. Apakah isu empiris, di mana resolusi tergantung pada tingkat kesamaan antara pengiriman dan penerimaan konteks (ataukah sebelumnya atau sesudahnya). Dengan demikian naturalis tidak dapat menspesifikasikan validitas eksternal dari suatu inkuiri; dia dapat hanya memberikan deskripsi tipis yang perlu untuk membuat seseorang merasa tertarik dalam membuat transfer dalam rangka mengajarkan kesimpulan tentang apakah transfer dapat direnungkan kemungkinannya. Pertanyan tentang apa yang merupakan deskripsi tebal yang patut (proper) adalah, pada tahap ini dalam perkembangan teori naturalis, masih belum terselesaikan secara lengkap. Jelas, bukan hanya data deskriptif yang berjalan, tetapi kriteria yang memisahkan antara deskripsi yang relevan dan tidak relevan sebagian besar belum ditentukan. Pembaca bisa menganggap bahwa pernyataan satu spesifikasi dari unsur-unsur minimal diperlukan. Inkuiri natural juga bertanggungjawab terhadap penyediaan kemungkinan yang paling luas tentang kisaran informasi untuk dimasukkan ke dalam deskipsi tipis ini; untuk alasan tersebut (antara lain) dia akan menginginkan terjun ke dalam purposive sampling. Jadi, bukan merupakan tugas naturalis untuk memberikan sebuah indeks tentang transferabilitas; yang merupakan tanggung jawabnya adalah memberikan pangkalan datanya yang membuat pertimbangan transferabilitas yang memungkinkan bagi pihak pelaksana yang berpotensi. Kebergantungan (Dependability) Guba (1981a) membuat sejumlah argumentasi yang bermanfaat dalam menunjang pernyataan-pernyataan tentang kebergantungan (dependability) sebagai berikut:

1. Karena mungkin tidak ada validitas tanpa adanya reliabilitas (dan dengan demikian tidak ada kredibilitas), suatu demonstrasi dari yang terdahulu adalah cukup untuk membuat yang berikutnya. Jika memungkinkan untuk menggunakan teknik-teknik yang telah dibuat garis besarnya berkenaan dengan kredibilitas untuk menunjukkan bahwa suatu kajian yang mempunyai kualitas tersebut, maka tidak harus menunjukkan dependability secara terpisah. Akan tetapi, selama argumentasi ini mempunyai keuntungan, ini juga sangat lemah. Ini bisa berperan untuk mengakibatkan kebergantungan dalam prakteknya, tetapi tidak berkenaan dengan hal tersebut secara prinsip. Sebuah solusi yang kuat harus berkenaan dengan kebergantungan secara langsung. 2. Suatu teknik yang lebih langsung bisa dikarakteristikkan sebagai metode tumpang tindih. Akibatnya, metode tumpang tindih menggambarkan jenis triangulasi yang didesak oleh Webb et al. (1966) dan diperiksa kembali dalam kaitannya dengan kredibilitas. Akan tetapi seperti yang dicatat oleh Guba, triangulasi secara tipikal dilakukan untuk menciptakan validitas, bukan reliabilitas, meskipun, dengan Argumentasi 1 di atas, demonstrasi yang terdahulu adalah sama dengan demonstrasi yang berikutnya. Metode tumpang tindih hanya satu cara untuk melaksanakan Argumentasi 1 dan bukan merupakan satu pendekatan yang terpisah. 3. Teknik ketiga yang disarankan oleh Guba ialah metode replikasi yang bijak, suatu proses yang terbentuk pada paham klasik tentang replikasi dalam literatur konvensional sebagai alat untuk membuat reliabilitas. Pendekatan tersebut agak analog dengan model menentukan reliabilitas pengujian split-half, memerlukan tim inkuiri yang sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang. Dan lebih baik lebih banyak lagi orangnya, yang dapat dibagi ke dalam dua tim inkuiri. Tim ini berkenaan dengan sumbersumber data secara terpisah, dan akibatnya, melaksanakan inkuri mereka secara independen. Tetapi terdapat pergeseran. Pendekatan seperti itu sangat memungkinkan di dalam paradigma konvensional, di mana sebuah desain penelitian secara mendetil yang harus diikuti oleh kedua tim tersebut secara independen tanpa adanya kesulitan yang telah dibahas di bagian sebelumnya. Tetapi desain naturalis muncul; tepatnya ini karena kedua tim tersebut, dapat, dengan alasan independen tentang ketidakstabilan masalah, terpencar menjadi dua garis yang sama sekali berbeda bahwa replikasi langkah yang baik adalah merupakan prosedur yang meragukan. Guba mengetahui masalah ini dan mengajukan proposal untuk menanganinya dengan membuat rumusan yang luar biasa untuk komunikasi; dengan dasar sehari-hari, pada titik dasar, dan manakala baik dari tim-tim mengetahui kebutuhan untuk menyimpangkan dari suatu bagian yang dipilih dari aslinya (yaitu, suatu kebutuhan untuk mengubah desain). Sementara pendekatan seperti itu mungkin patut (feasible) (meskipun tidak diragukan banyak para konvensionalis akan membantah bahwa pengaturan seperti itu merusak kondisi inkuiri independen), ini akan menyulitkan. Karena model-model lainnya ada untuk menciptakan dependability, agaknya sedikit pandangan dalam mengejar atau

mengusahakan alternatif yang persoalanatis seperti itu. Oleh karena itu tidak disarankan oleh kita pada saat ini. 4. Teknik keempat yang diusulkan oleh Guba ialah bahwa tentang inquiry audit, secara metaforistik pada audit fiskal. Pada dasarnya, seorang auditor dimasukkan untuk membuktikan keaslian akuntansi suatu bisnis atau usaha atau industri diharapkan melaksanakan dua tugas. Yang pertama, dia menguji proses di mana perhitungan disimpan, untuk memenuhi permintaan para pemegang saham yang tidak menghendaki dia menjadi korban-korban dari apa yang kadang-kadang disebut akuntansi kreatif. Urusannya di sini ialah bukan dengan kemungkinan dari kesalahan, tetapi dengan keterbukaan dari penggambaran (representasi) dari posisi keuangan perusahaan. Model-model akuntasi yang akan membuat perusahaan kelihatan lebih berhasil daripada yang sebenarnya, mialnya, mungkin dengan harapan untuk menarik investor tambahan, adalah cara yang terbuka atau jujur atau sah-sah saja bagi auditor, yang mengharapkan bunyi peluit apakah praktek semacam itu harus dideteksi. Tugas kedua bagi auditor ialah menguji hasil rekaman-rekaman dari sudut pandangan keakuratan mereka. Dua langkah dilakukan di sini. Yang pertama, auditor perlu memenuhi sendiri bahwa setiap cantuman (entry) dalam buku akuntansi (account leggers) dapat dinilai. Jadi, misalnya, auditor bisa mengirim surat ke berbagai pihak yang terkait meminta mereka untuk mengakui bahwa status dari akuntansi mereka demikian dan demikian, atau bahwa mereka membayar perusahaan begitu banyak jumlah dollar untuk layanan-layanan tertentu pada tanggal sekian. Sebagai tambahan, auditor bisa membuat sampel cantuman-cantuman dalam jurnal untuk memperkuat apakah mereka didukung dengan dokumen-dokumen penguat. Kedua tugas auditor inkuiri bisa diambil secara metaforis sangat serupa seperti tugas-tugas dari seorang auditor fiskal. Yang pertama diharapkan menguji proses inkuiri, dan dalam menentukan akseptabilitasnya auditor menyatakan dependability dari inkuiri. Auditor inkuiri juga menguji hasil data, temuan, interpretasi, dan rekomendasi dan membuat pernyataan bahwa itu didukung dengan data dan secara internal melekat sehingga garis bawah atau ambang batas dapat diterima. Proses berikutnya membentuk conformability dari inkuiri. Dengan demikian satu audit, dikelola dengan baik, dapat digunakan untuk menentukan dependability dan confirmability secara bersamaan. Ketegasan (Confirmability) Teknik utama untuk menciptakan ketegasan/kepastian atau konfirmabilitas ialah, seperti yang telah ditunjukkan di atas, pemeriksaan ketegasan (temuan). Dua teknik lainnya (triangulasi dan menjaga suatu jurnal refleksif) disarankan oleh Guba (1981) untuk confirmity akan terlihat berkaitan dengan proses pemeriksaan dan oleh karena itu tidak lagi dibahas secara panjang lebar secara independen.

Kepercayaan utama untuk operasionalisasi konsep pemeriksaan harus melihat pada Edward S. Halpen, yang pada tahun 1983 menyelesaikan disertasinya di Indiana University. Residu-residu (residues) yang bermanfaat terutama dari kajian tersebut ada dua hal: (1) suatu spesifikasi tentang item-item yang harus dimasukkan ke dalam jejak pemeriksaan jejak tentang materi yang disusun untuk kegunaan auditor, secara metafora analog dengan keakuntanan fiscal; dan (2) suatu algoritma (algorithm) untuk proses pemeriksaan itu sendiri. Kedua hal tersebut akan diuraikan di sini secara ringkas. 1. 1. Jejak Pemeriksaan Pemeriksaan suatu inkuiri tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya suatu residu tentang rekaman-rekaman yang berpokok pada inkuiri. Seperti halnya fiscal audit tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya suatu residu rekaman dari transaksi bisnis yang terkait. Halpern menggambarkan enam kelas dari rekaman-rekaman mentah seperti itu. Bisa dicatat dalam mengajukan hal itu peneliti yang menyimpan rekaman-rekaman seperti itu, dikode secara bagus sekali menurut sistem notasi Halpern, akan sangat mempermudah persoalan pelaporannya sendiri. Para peneliti yang melibatkan Halpern untuk memeriksa tugas-tugas mereka mempunyai keseragaman dalam melaporkan bahwa disiplin yang ditekankan kepada mereka oleh kebutuhan untuk memberikan suatu perlakuan pemeriksaan mempunyai banyak sekali hasil dalam membantu prioritas-prioritas yang sistematis, berkaitan dan referensi silang, dan menggabungkan prioritas-prioritas pada data yang mungkin masih belum dibedakan hingga tugas penulisan dilaksanakan. Dengan demikian ada pemanfaatan dalam mengumpulkan informasi sesuai dengan mengabaikan persyaratan pemeriksaan tentang apakah suatu audit dimaksud dan diabaikan di mana paradigma inkuiri diikuti. Enam kategori jejak pemeriksaan Halpern adalah sebagai berikut: 1. a. Data mentah, termasuk materi rekaman secara elektronik seperti rekaman videotape dan stenomask; catatan lapangan tertulis, pengukuran yang tidak mencolok seperti dokumen dan catatan serta lacakan fisik; dan hasil survei. 2. b. Pengurangan data dan hasil analisis, termasuk penulian catatan lapangan, rangkuman seperti catatan yang dimampatkan, informasi yang dipadukan (seperti pada kartu-kartu 3 x 5), dan rangkuman kuantitatif, dan catatan teoritis, termasuk hipotesis, konsep, dan penyimpangan yang berlaku. 3. c. Penyusunan kembali data dan hasil sintesis, termasuk struktur tentang kategori (thema, definisi, dan hubungan); temuan dan kesimpulan (interpretsi dan kesimpulan); dan laporan akhir, dengan kaitannya dengan literatur yang ada dan perpaduan konsep, hubungan, dan interpretasi. 4. d. Catatan proses, termasuk catatan metodologis (prosedur, desain, strategi, rasional); catatan keterpercayaan (berkenaan dengan kredibilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas); dan catatan jejak pemeriksaan.

5. e. Materi berkenaan dengan tujuan dan disposisi, termasuk proposal inkuiri; catatan pribadi (catatan reflektif dan motivasi); dan harapan (prediksi dan tujuan). 6. f. Informasi pengembangan instrumen, termasuk bentuk pilot dan jadwal permulaan; format pengamatan; dan survei Masing-masing kategori tersebut dibagi menjadi beberapa sub-devisi lebih lanjut dengan Halpern untuk memberikan ilustrasi atau gambaran jenis-jenis bukti yang mungkin bermanfaat untuk masing-masing kategori. Tabel Halpern ditujukan memasukkan semua bentuk inkuri dan kisaran (range) infomasi sepenuhnya yang tersedia. Dengan demikian tidak semua informasi akan ditempatkan sebelum auditor dalam satu situasi tertentu. Rupa-rupanya tidak ada kecenderungan, misalnya, bahwa kajian naturalistik akan menghasilkan banyak materi jejak pemeriksaan dalam Kategori 8 (informasi pengembangan instrumen). Mungkin tidak ada kajian akan menghasilkan arsip ekstensif tentang data dan catatan lapangan yang direkam secara elektronik; peneliti bertumpu pada catatan lapangan juga tidak ada kecenderungan pada audio atau video-record. Jadi tugas utama yang dihadapi auditor mungkin jauh lebih dapat ditangani dalam prakteknya dibandingkan dengan suatu inspeksi atau pemeriksaan yang disarankan. 1. 2. Proses Pemeriksaan Petunjuk Halpern dibagi ke dalam lima tahapan: pra-entri; penentuan auditabilitas; persetujuan formal; penentuan keterpercayaan (dependabilitas dan konfirmabilitas, dan pengecekan sekunder kredibilitas); dan penutup. Pembaca harus mencatat sebuah daftar tugas yang harus dilaksanakan oleh petugas yang diaudit dan auditor, mengarahkan pertanyaan untuk membantu auditor memperoleh kesimpulan, dan referensi silang untuk kategori-kategori jejak pemeriksaan harus dikonsultasikan pada setiap poin. Dua pertimbangan harus ada pada pikiran dalam membaca deskripsi proses pemeriksaan berikut. Pertama, petunjuk (algorithm) harus dipahami sebagai suatu logika yang disusun kembali (direkonstruksi), bukan suatu logika yang sedang digunakan (Kaplan, 1964). Sementara tahap-tahap dan sub-sub tahap digambarkan dalam suatu tatanan rasional, ini bukan merupakan sesuatu yang urutannya tidak dapat dilanggar; di dalam suatu situasi aktual beberapa langkah bisa saling dipertukarkan dan yang lainnya dapat dihilangkan seluruhnya. Lebih lanjut, mungkin ada pengulangan jika keadaan memungkinkan. Jadi yang penting bukan tatanannya akan tetapi ruang lingkup dari cakupan. Kedua, pembaca harus mencatat bahwa petunjuk didasarkan pada asumsi bahwa auditor didatangkan pada permulaan dari kajian dan dengan demikian dapat memberikan saran terhadap jejak pemeriksaan serta detil-detil lain yang sangat membantu. Akan tetapi karena para evaluator (peneliti) seringkali tidak dipanggil hingga program yang harus mereka evaluasi (teliti) selaras dengan dalam perkembangan dan implementasinya (komplain yang paling sering terjadi dari evaluator adalah, Jika saja mereka segera mendatangkan saya ), jadi auditor tidak akan diajak

konsultasi hingga kajian tersebut benar-benar lengkap. Benar, mungkin terdapat beberapa manfaat dalam menunggu hingga akhir waktu untuk menghindarkan kemungkinan bahwa auditor mungkin dapat dipilih. Dengan demikian pembaca akan memahami bahwa (kemungkinan utama) pertimbangan tersebut akan perlu dibuat dalam penjelasan tergantung pada kapan auditor pertama kali dihubungi. Jika auditor tidak didatangkan hingga setelah kajian dikerjakan, ini berarti bahwa banyak langkah harus dilaksanakan secara memandang ke belakang. Bahaya dari pemeriksaan secara retrospektif adalah bahwa kekurangan-kekurangan tidak dapat dipasangkan kembali; jika misalnya, orang yang diaudit telah mempertahankan suatu jejak pemeriksaan yang kurang cukup, tidak akan mungkin untuk melaksanakan suatu pemeriksaan sama sekali. Namun demikian, persoalan semacam itu harus jarang terjadi, khususnya ketika orang yang diaudit merasa lebih berpengalaman tentang persyaratan pemeriksaan. Sekarang kita beralih pada suatu deskripsi dari lima tahap Halpern (dalam Lincoln, 1985::321-324) sebagaimana dijabarkan dalam uraian berikut. a. Preentry Tahap ini ditandai dengan satu rangkaian interaksi antra auditor dan auditee yang dihasilkan di dalam suatu keputusan untuk melanjutkan, melanjutkan secara kondisional, atau menghentikan pemeriksaan yang diajukan. Setelah menentukan bahwa pemeriksaan bisa digambarkan dan bermanfaat, auditee memilih seoerang auditor yang potensial (sifat dari orang-orang yang cocok untuk menjadi auditor dibahas di bagian bawah). Suatu persetujuan dicapai untuk mengadakan percakapan lebih lanjut, dalam persiapan di mana auditee mempersiapkan sebuah outline yang menunjukkan materi-materi tentang jenis-jenis jejak pemeriksaan yang akan dapat dia kumpulkan dan format di mana mereka akan dapat mencukupinya. Dalam percakapan awal mereka, auditee menjelaskan sistem penyimpanan rekaman kepada auditor yang dituju; dan menggambarkan sifat dari kajian yang menonjol (serta dapat dilakukan dalam pospek). Akhirnya, auditor dan auditee mendiskusikan ketiga alternatif tersebut dan memutuskan untuk melanjutkan, melanjutkan secara kondisional, atau menghentikan hubungan mereka. Jika keputusannya harus melanjutkan secara kondisional, kondisi-kondisi tersebut diatasi atau dipecahkan untuk rekaman atau dokumen, dan jejak pemeriksaan yang diajukan direvisi manakala perlu. b. Ketentuan Keterperiksaan/Auditabilitas (Determination of audtaibility) Tahap ini dimulai pada poin apa yang disetujui oleh auditor dan auditee yang sebelumnya telah disetujui harus ada pada poin cantuman; ini mungkin setelah beberapa periode waktu khusus atau pada satu peristiwa ukuran (jika auditor harus melibatkan diri selama proses kajian), atau pada akhir inkuiri (jika auditor harus melaksanakan ex post facto). Tugas pertama dari auditor adalah harus sangat mengenal atau memahami kajian tersebut: persoalan (atau kebijakan atau pilihan yang dievaluasi) yang diinvestigasi (dan bagaimana itu bisa berubah

dengan waktu), pendekatan paradigmatis dan metodologis yang diambil, hakekat teori sunstantif yang mengarahkan (dan apakah itu grounded diberikan a priori), dan temuan serta kesimpulan-kesimpulan. Tugas dari auditee ialah mengatur materi-materi yang relevan dalam beberapa bentuk yang bagus dan sangat mudah diakses, dan masih tersedia untuk konsultasi jika diperlukan. Selanjutnya, auditor harus sangat mengetahui sendiri jejak pemeriksaan ketika itu benar-benar dimaterialisasikan. Kemungkinan penjejakan akan mengikuti struktur dan format yang sebelumnya telah disetujui. Auditor secara khusus harus mengetahui dengan baik sistem penghubung yang mengikat materi-materi jejak pemeriksaan pada peristiwa-peristiwa dan hasil-hasil yang sebenarnya. Jadi, misalnya, jika sebuah data dilaporkan di dalam sebuah studi kasus, auditor harus mengetahui bagaimana melacak bahwa data kembali pada sumber-sumber aslinya di dalam wawancara dan rekaman-rekaman pengamatan, dokumen-dokumen, videotape, atau apapun. Akhirnya, auditor harus membuat suatu ketentuan tentang auditabilitas kajian; pada hakekatnya, ketentuan ini memberikan tanda-tanda kelanjutan kontinuasi atau penghentian dari proses tersebut. Auditor harus merasa puas jika jejak pemeriksaannya lengkap; bahwa jejak atau lacakan dapat dipahami (yaitu, bahwa jejak dapat dipahami dan diikuti); bahwa itu bermanfaat (yaitu, diatur dengan cara-cara di mana bisa membuat referensi-silang, pengindeksan, organisasi, dan bukti yang sama); dan bahwa jejak dapat dihubungkan (yaitu, bahwa jejak pemeriksaan secara sistematis dihubungkan dengan pendekatan metodologis, baik pada awalnya ataupun pada bentuknya yang terbuka). Dengan mengikuti ketentuan ini auditor dan auditee terlibat ke dalam negosiasi lebih lanjut, yang akan menghasilkan, seperti pada tahap pra-entri, ke dalam suatu keputusan untuk melanjutkan, berlanjut secara kondisional, atau tidak melanjutkan proses. Sudah barang tentu, keputusan untuk melanjutkan secara kondisional menyatakan secara tidak langsung kemampuan auditee untuk memenuhi kondisi-kondisi. Suatu keputusan untuk melanjutkan jika revisi dibuat dalam jejak pemeriksaan tidak layak, misalnya, jika auditor belum berkonsultasi setelah penyelesaian kajian, di mana waktu mungkin sudah tidak memungkinan untuk menyusun kembali itemitem yang hilang/terlewatkan (perlu dicatat bahwa mungkin penyusunan kembali memungkinkan, penyusunan kembali tidak dapat sama bobotnya seperti komunikasi yang dibuat pada waktu dan tempatnya yang asli. 1. c. Persetujuan Formal (Formal agreement) Dengan berasumsi bahwa sebuah keputusan telah dibut dalam Tahap b di atas untuk melanjutkan dalam bentuk tertentu, maka sekarang tepatlah untuk memperoleh persetujuan formal tertulis tentang apa saja yang harus diselesaikan oleh pemeriksaan. Persetujuan tersebut mengunci auditor; di luar hal ini tidak dapat ditarik kembali (secara etika ataupun hukum). Kontrak yang telah dicapai harus melakukan hal berikut ini: membuat batasan waktu untuk pemeriksaan; menentukan tujuan pemeriksaan (dependentability, atau conformability atau

keduanya), dengan kemungkinan suatu pemeriksaan sekunder tentang kredibilitas, menspesifikasikan peran-peran yang dimainkan oleh auditor dan auditee (selaras dengan tugas-tugas yang telah dispesifikasikan dalam petunjuk); mengatur logistik dari pemeriksaan (waktu, tempat, fasilitas-fasilitas pendukung, dan sebagainya); menentukan format (suatu format yang memungkinkan untuk suatu laporan seorang auditor dibahas di bawah ini); dan mengidentifikasi kriteria negosiasi ulang (apa yang dilakukan di dalam peristiwa yang ditemukan auditee tentang kesalahan yang dilaporkan oleh auditor, atau jika salah satu pihak dipaksa untuk mengubah hal-hal tentang persetujuan formal dengan cara tertentu). d. Penentuan Keterpercayaan (Determination of truthworthiness) Tahap ini berkenaan dengan memperoleh pengukuran tentang konformabilitas, dipendabilitas dan sebagai suatu gambaran opsional, memberikan suatu pemeriksaan eksternal tentang langkah-langkah yamg diambil berkenaan dengan kredibilitas. Pembaca akan mencatat bahwa petunjuk memerlukan pemeriksaan konfirmabilitas untuk melakukan pemeriksaan dependabilitas, suatu tatanan membalik yang telah memberikan karakter pembahasan sejauh ini. Namun demikian, tatanan ini tidak kritis. Pengukuran tentang konfirmabilitas itu sendiri mencakup beberapa sub langkah. Urusan pertama auditor akan menentukan apakah temuan mendasar di dalam data, suatu hal dengan mudah ditentukan jika hubungan-hubungan jejak pemeriksaan yang tepat telah dibuat. Sampling dari temuan (disarankan bahwa temuan yang muncul pada permukaan, menjadi paling ganjil atau luar biasa di antara yang disamplingkan) dilacak kembali, melalui jejak pemeriksaan, pada data mentah catatan wawancara, cantuman dokumen, dan sejenisnya di mana hal itu didasarkan. Selanjutnya, auditor akan menginginkan untuk mendapatkan suatu keputusan tentang apakah kesimpulan didasarkan pada data adalah logis, melihat secara hati-hati pada teknik-teknik analitis yang digunakan, ketepatan label-label kategori, kualitas tentang berbagai interpretasi, dan kemungkinan tentang alternatif-alternatif daya tarik yang sama. Auditor selanjutnya harus mengalihkan perhatiannya pada pemanfaatan tentang stuktur kategori: kejelasannya, kekuatan penjelasnya, dan cocok dengan data. Auditor akan ingin membuat suatu pengukuran tentang tingkatan dan pengaruh dari penyimpangan (bias) peneliti (suatu keputusan yang jelas), memperhitungkan pengaruh yang lebih besar dari terminologi peneliti, terlalu mewajibkan konsep teoritis a priori (percaya adalah melihat), dan kehadiran atau tidak danya introspeksi-introspeksi. Akhirnya, auditor akan mengukur strategi akomodasi auditee: usaha-usaha yang dibuat oleh auditee selama inkuiri untuk meyakinkan konfirmabilitas (misalnya, triangulasi), ukuran di mana bukti negatif diperhitungkan, dan akomodasi tentang contoh-contoh negatif (yang seharusnya sebagian besar dieliminasi melalui analisis kasus negatif. Terhadap penyelesaian yang sukses dari langkah-langkah ini auditor akan dapat memperoleh suatu keputusan keseluruhan tentang konfirmabilitas kajian ukuran di mana data dan interpretasi dari kajian didasarkan dalam peristiwa-peristiwa bukan konstruksi-konstruksi pribadi peneliti.

Pengukuran dependabilitas juga meliputi sejumlah langkah. Yang pertama, auditor berkenaan dengan ketepatan keputusan inkuiri dan perubahan metodologis: Apakah ini diidentifikasi, diperjelas, dan didukung? Penyimpangan peneliti diperiksa kembali lagi untuk menentukan ukuran di mana peneliti menolak penutupan awal (penutupan awal menunjukkan terlalu banyak kebergantungan pada penyusunan a priori yang dimiliki peneliti), ukuran di mana semua data telah dijelaskan dan semua bidang yang masuk akal telah diselidiki, ukuran di mana keputusan tentang pelaksanaan inkuiri telah dipengaruhi oleh masalah praktis seperti deadline sponsor yang telah ditentukan atau minat klien, dan ukuran di mana peneliti berusaha untuk mendapatkan data negatif ataupun positif. Keputusan sampling dan proses triangulasi diperiksa kembali secara ringkas. Akhirnya, desain keseluruhan (ketika muncul), dievaluasi, dan gangguan ketidakstabilan yang mungkin terjadi dicatat. Beberapa langkah ini mengarahkan auditor pada suatu pengukuran dependabilitas akhir secara keseluruhan. Belum dipertimbangkannya dalam rumusan sebelumnya tentang proses pemeriksaan, Halpen merasakan bahwa auditor harus mempunyai banyak pengaruh (leverage) pada pertanyaan tentang kredibilitas yang telah ditangani secara tepat di dalam sebuah kajian. Dengan demikian petunjuknya berisi suatu bagian opsional di mana auditor dapat mengikuti pertanyaan tersebut. Secara esensial, langkah ini mengharuskan auditor untuk memeriksa kembali kajian tersebut dari sudut pandang teknik-teknik untuk kredibilitasnya yang telah dibahas terdahulu seperti triangulasi, wawancara teman sejawat, dan pemeriksaan anggota. Pada daftar Halpen kita juga akan menambah kumpulan bahan-bahan kecukupan referensial dan penerapan analisis kasus negatif. 1. e. Penutupan (Closure) Ketika auditor telah menyelesaikan semua tugas yang di-outline-kan dalam petunjuk Halpern. Masih ada dua langkah: feedback dan negosiasi ulang, dan penulisan laporan akhir, yang lebih tepatnya disebut sebuah surat pernyataan. Berkenaan dengan yang disebut lebih terdahulu, auditor diwajibkan untuk membuat pemeriksaan ulang temuannya dengan auditee, untuk beberapa tujuan. Auditee mempunyai hak untuk mengetahui bahwa semua langkah telah disimpulkan sesuai dengan persetujuan yang telah dinegosiasikan. Jika terdapat beberapa kesalahan tentang penghapusan itu dapat menimbulkan perhatian dari pihak auditor, yang harus bergerak untuk melaksanakannya. Lebih lanjut, auditee mempunyai hak untuk mendengarkan temuan dan mencatat persetujuan atau perkecualian-perkecualian. Jika perkecualian-perkecualian dicatat, mungkin akan ada negosiasi-negosiasi lanjut antara auditor dan auditee untuk memecahkan masalah tersebut, sebagai contoh, dengan melakukan pemeriksaan tambahan, meninjau kembali langkah-langkah proses kerja, dan sejenisnya. Pada analisis akhir, jika auditor dan auditee ada ketidaksetujuan, auditor mempunyai hak untuk menyajikan temuan ketika dia mengetahuinya, dan auditee mempunyai hak untuk menambahkan suatu laporan perkecualian untuk rekaman.

Teknik-teknik untuk membangun keterpercayaan sebagaimana diuraikan di atas dapat dirumuskan dalam tabel berikut: =============================================== =========== Kawasan Kriteria Teknik

Kredibilitas (1) kegiatan-kegiatan yang meningkatkan probabilitas kredibilitas yang tinggi: (a) keterlibatan yang diperpanjang. (b) observasi yang terus-menerus. (c) triangulasi (sumber, metode, dan peneliti. (2) wawancara teman sejawat. (3) analisa kasus negatif. (4) kecukupan referensial. (5) pengecekan anggota (dalam proses dan akhir) Transferabilitas (6) deskripsi yang tebal Dependapabilitas (7a) pemeriksaan dependabilitas, termasuk jejak pemeriksaan Konfirmabilitas (7b) pemeriksaan konfirmabilitas, termasuk jejak pemeriksaan. Semuanya di atas (8) jurnal reflektif Diadaptasi dari Lincoln & Guba, 1981:328 Semua kriteria di atas menjadi pedoman bagi peneliti kualitatif yang digunakan untuk mengecek keterpercayaan data atau hasil penelitian. Semakin terpenuhi kriteria tersebut menunjukkan semakin tingginya akurasi data yang diperoleh, sehingga teori yang dibangun berdasarkan data yang akurat (terpercaya) tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. PROPOSAL DAN LAPORAN PENELITIAN

PROPOSAL PENELITIAN Sebelum melakukan penelitian, peneliti seringkali diminta untuk membuat uraian resmi tentang yang akan mereka teliti, apa yang sebenarnya akan mereka lakukan, dan jastifikasi tentang manfaat penelitiannya. Ini yang disebut sebagai proposal (atau desain) penelitian. Bagi para peneliti, khususnya peneliti pemula yang memilih rancangan penelitian kualitatif kadang-kadang mempunyai kesulitan untuk mendeskripsikan apa yang akan mereka lakukan sebelum melakukan penelitian mereka (Locke et al., 1987; Dobbert, 1982; Krathwohl, 1988:135). Hal ini seringkali membuat masalah, khususnya bagi mereka yang ingin melihat proposal penelitiannya tidak kenal baik dengan sifat rancangan kualitatif yang selalu berkembang (Burgess, 1984:34-35). Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti disarankan agar pergi sebentar ke latar penelitian. Di sana dia membuka dokumen yang ada, mengamati situasi dan kondisi serta perilaku orang-orang di latar, serta melakukan wawancara sambil lalu. Dengan cara demikian peneliti memiliki gambaran awal dan sangat memberikan manfaat bagi peneliti untuk memulai menyusun rancangan penelitiannya. Sudah barang tentu peneliti tidak merasa pasti mengenai apa hasilnya nanti pada waktu peneliti masih melakukan pengamatan pendahuluan itu, demikian juga peneliti tidak tahu pasti bagaimana selanjutnya secara persis kelanjutan penelitian itu, tetapi posisi peneliti sekarang lebih baik untuk membuat dugaan yang ahli. Di samping itu pembahasan menjadi lebih konkret dan karena itu lebih besar kemungkinannya akan dapat memuaskan pembaca yang memeriksa usul penelitian itu (Boen, 1998:68). Tanpa pengamatan pendahuluan tidak mungkin bisa membuat proposal. Mungkin dia membaca hasil-hasil penelitian terdahulu yang mungkin pokok persoalannya berdekatan, tapi perubahan waktu dan perubahan faktor-faktor lain di latar akan membuat peneliti tidak bisa berbuat apa-apa dengan proposalnya, walaupun diakui laporan riset terdahulu tersebut tetap ada manfaatnya bagi pembuatan proposal penelitian. Anselm Strauss (1987:286) mengatakan bahwa tidak ada proposal yang mesti ditulis tanpa pengumpulan dan analisis data pendahuluan. Rancangan penelitian kualitatif bukanlah harga mati, yakni suatu rencana penelitian dipersiapkan secara resmi dan lengkap kemudian harus dilakukan tanpa ada perubahan dan perbaikan sesuai dengan rancangan awal. Hal yang demikian berlaku dalam penelitian konvensional (kuantitatif), yang rancangan dan proses pelaksanaannya berjalan secara kaku. Dalam penelitian kualitatif, peneliti menyerupai orang-orang yang bepergian dengan jadwal yang lebih longgar daripada orang-orang lain. Siasat yang dipergunakn peneliti kualitatif dalam pelaksanaan studi adalah berjalan seolaholah ia hanya tahu sedikit saja mengenai orang dan tempat yang akan dikunjunginya. Ia berusaha secara mental untuk membersihkan prakonsepsinya. Rencana itu berkembang pada waktu orang memperoleh pengertian tentang latarnya, subjeknya, dan sumber-sumber data lain melalui pemeriksanaan secara

langsung. Peneliti bisa saja mulai meneliti dengan pikiran tentang apa yang akan dilakukannya, tetapi prosedur rinci apa yang akan ditempuh tidak bisa ditetapkannya sebelum ia mengumpulkan data (Bogdan dan Biklen, 1998:49). Oleh karena itu disebut sebagai rancangan darurat (emergent design). Artinya bisa saja apa yang sejak awal anda maksudkan untuk diteliti nanti di tengah jalan ada perusabahan-perubahan. Bukannya rancangan penelitian kualitatif itu tidak ada; ada, tetapi sifatnya lentur. Peneliti kualitatif berangkat meneliti dengan mambawa alat mental untuk bekerja, dengan rencana yang rumusannya disertai perasaan, yang akan diubah-ubah dan dibentuk kembali sementara kerja penelitian berlangsung.

Karakteristik Desain Kualitatif


Ada beberapa karakteristik desain penelitian kualitatif yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penelitian kualitatif. Morse (dalam Denzin & Lincoln, 1998:41-42) mengetengahkan beberapa karakteristik desain kualitatif sebagai berikut: 1. Desain kualitatif bersifat holistik. Ini tampak gambar yang lebih besar, keseluruhan gambar, dan mulai dengan pencarian pemahaman keseluruhan itu. 2. Desain kualitatif tampak pada hubungan dalam suatu sistem atau kultur. 3. Desainkualitatif mengarah pada pesonal, tatap muka, dan segera. 4. Desain kualitatif difokuskan pada pemahaman suatu latar sosial tertentu, tidak perlu membuat prediksi-prediksi tentang situs itu. 5. Desain kualitatif meminta bahwa peneliti tinggal dalam situs dalam waktu lama. 6. Desain kualitatif meminta waktu dalam analisis sama dengan dalam lapangan. 7. Desain kualitatif meminta peneliti untuk mengembangkan suatu model apa yang terjadi dalam suatu situs sosial. 8. Desain kualitatif meminta peneliti untuk menjadi alat penelitian. Ini berarti bahwa peneliti harus mempunyai kemampuan untuk mengobservasi perilaku dan harus mempertajam ketrampilan yang diperlukan untuk observasi dan wawancara tatapmuka. 9. Desain kualitatif memasukkan ketentuan-ketentuan ijin yang diinformasikan dan responsif terhadap perhatian etika. 10. Desain kualitatif memasukkan ruang deskripsi tentang peran peneliti juga deskripsi bias-bias peneliti sendiri dan preferensi ideologi. 11. Desain kualitatif memerlukan analisis data secara terus-menerus.

Isi Proposal/Desain

Unsur-unsur dalam desain penelitian kualitatif menurut Lincoln dan Guba, 1985: 226) adalah sebagai berikut: ************* **************************************************** 1. Menentukan fokus penelitian. 2. Menentukan kesesuaian paradigma pada fokus. 3. Menentukan kesesuaian paradigma penelitian pada teori substantif yang dipilih untuk membimbing penelitian. 4. Menentukan dari mana dan dari siapa data itu akan dikumpulkan. 5. Menentukan tahapan-tahapan penelitian. 6. Menentukan instrumen penelitian. 7. Merencanakan model-model pengumpulan dan perekaman data. 8. Merencanakan prosedur analisa data. 9. Merencanakan logistik. 10. Merencanakan keterpercayaan. ********* ******************************************************** Unsur-unsur dalam desain penelitian sebagaimana dikemukakan oleh Lincoln dan Guba di atas sangatlah detil. Ahli lain, May (1994:63) mengemukakan unsurunsur dalam proposal (tidak menggunakan istilah desain) penelitian yang tampaknya lebih sederhana, namun dalam proposal itu terdapat desain penelitian. Maykut mengetengahkan unsur-unsur dalam proposal penelitian kualitatif sebagai berikut: ********** ******************************************************* 1. Pernyataan Masalah (Latar Belakang Masalah).

Nyatakan alasan anda mengambil topik ini. Tuangkan beberapa ilmu pengetahuan di sini dengan tinjauan ringkas dari literatur yang relevan. Masukkan deskripsi singkat tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan. Jelaskan mungkin topik penelitian anda belum ada penelitian kualitatif yang telah dilakukan. Mungkin bisa anda ajukan rencana penelitian anda diharapkan berkontribusi pada pertumbuhan badan penelitian kualitatif tentang topiktopik yang diminati. Sajikan pernyataan fokus penelitian dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan. Jelaskan apa yang dimaksud dengan desain kualitatif yang anda ajukan; termasuk jenis desain yang dipilih apakah studi kasus (case studies) atau studi multi situs (multi-site studies).

Spesifikkan apakah desain penelitian anda emergent atau nonemergent. Yang nonemergent kurang diinginkan daripada yang emergent. Masukkan syarat-syarat dan/atau langkah-langkah untuk meningkatkan keterpercayaan temuan. Sampel (purposive sampling dengan strategi sampling variasi maksimum). Metode pengumpulan data (wawancara mendalam, observasi partisipan, dan analisa dokumen). Prosedur analisa data. Kemukakan daftar lengkap dari referensi yang dikutip dalam proposal. Masukkan beberapa materi yang paling sesuai, seperti skedul wawancara. Salinan resume peneliti bisa disertakan.

1. Fokus Penelitian. 1. Desain Penelitian. 1. Metode-metode: 1. Laporan Hasil. 2. Referensi 1. Apendix *********** ****************************************************** Ahli lain, Morse (dalam n, 8:71) mengetengahkan komponen-komponen proposal penelitian kualitatif sebagai berikut: *********** ****************************************************** Halaman judul/tanda tangan Judul lengkap proposal dan kepala bagian berturut-turut. Daftar peneliti (dengan garis tanda tangan), afiliasi, nomor telpon dan fax. Anggaran total dan tanggal mulai dan penyelesaian proyek. Nama, garis tanda tangan, dan alamat personel administrasi penelitian institusional. Halaman abstrak Badan proposal Pengantar

Pernyataan tujuan Tinjauan literatur Pentingnya proyek Pertanyaan penelitian Metode-metode Deskripsi situs dan partisipan Pengumpulan data Prosedur pengumpulan data Analisis data Perlindungan subjek manusia Garis waktu (jadual rencana kerja) Referensi Apendiks Kurikulum vitae peneliti Ringkasan kurikulum vitae ketua peneliti dan personil kunci (terbatas dua halaman per orang) Format ijin Jadual wawancara Publikasi Publikasi sebelumnya oleh peneliti yang berhubungan proyek ini. ************* **************************************************** LAPORAN PENELITIAN Ada banyak model dalam membuat laporan penelitian baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif, tetapi dalam berbagai macam model itu tetap akan terdapat titik temu, yakni pada segi isi yang harus dimuat dalam proposal. Model penulisan

laporan yang akan diketengahkan dalam buku ini mengambil dari beberapa pedoman penelitian baik yang dijadikan pegangan dalam penulisan karya ilmiah pada suatu perguruan tinggi (universitas) tertentu, maupun yang dimuat dalam buku-buku literatur yang diterbitkan oleh penerbit resmi. Maykut (1994:152) menyarankan model laporan (mengkomunikasikan) hasil penelitian kualitatif sebagai berikut: *********************** ******************************************

Abstrak Pengantar Desain Penelitian

** Ketentuan keterpercayaan

Metode-metode

** Sampel ** Metode pengumpulan data ** Prosedur analisis data


Hasil Implikasi Referensi Apendiks

************* **************************************************** Abstrak Dalam abstrak ini dideskripsikan tentang fokus penelitian, desain penelitian, metode dan hasil penelitian. Terlepas apakah peneliti merencanakan untuk menyajikan pekerjaannya secara lisan ataupun tulisan, abstrak itu sangat membantu baik untuk pembaca dan seringkali diperlukan. Penulisan abstrak itu hendaknya informatif dan ringkas. Pendahuluan Dalam bagian ini disajikan tentang tujuan proyek penelitian, menyajikan konteks untuk memahami relevansinya dengan proyek. Penelitian terkait, khususnya penelitian kualitatif yang lain, adalah penting untuk didiskusikan di sini. Termasuk pernyataan fokus penelitian, yang disajikan baik dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan.

Desain Penelitian Dalam bagian ini disajikan tentang paradigma dan pendekatan penelitian kualitatif. Termasuk deskripsi singkat tentang pendekatan ini mengapa peneliti memilih menggunakan pendekatan tersebut. Deskripsikan dalam istilah-istilah yang lebih spesifik penggunaan desain darurat pendekatan studi kasus atau desain tidak darurat (nonemergent) pendekatan studi kasus. Perlu diingat bahwa banyak laporan penelitian kualitatif tidak memasukkan pernyataan yang tepat tentang desain penelitian dan membiarkannya hingga pembaca memutuskan sendiri apa yang telah dilakukan. Disarankan juga bahwa para peneliti memasukkan dalam bagian pada desain penelitian diskusi tentang ketentuan keterpercayaan (provisions of trustworthiness), yang telah didiskusikan di bagian sebelumnya. Informasikan kepada pembaca tentang cara-cara peneliti merencanakan untuk eksplorasi yang sangat kredibel untuk fokus penelitian. Metode Sajikan bagaimana peneliti sampai pada temuan-temuannya. Jelaskan metodemetode secara eksplisit dan istilah-istilah yang dapat dipahami. Kredibilitas kerja seseorang sebagian besar tergantung pada diskusi yang menyeluruh tentang metodologi penelitiannya. Peneliti membantu para pembaca untuk mengikuti jejak pemeriksaan (audit trail) yang telah dibangun pekerjaan yang hati-hati, arahkan mereka pada hasil yang telah peneliti peroleh dengan kesan bahwa, Tentu, saya dapat melihat bagaimana peneliti ini sampai pada temuan-temuan ini. Sampel Istilah sampel di sini tidak berarti menunjuk pada suatu populasi melainkan pada orang-orang yang merupakan unit analisis. Tapi istilah ini yang dipakai oleh Pamela Maykut & Richard Morehouse (1994). Dalam penelitian kualitatif biasanya menggunakan istilah informan, sehingga ada sebutan informan kunci (key informan). Dalam sampel ini deskripsikan kasus-kasus orang atau latar dalam uraian yang panjang. Deskripsi tentang sampel mencakup informasi yang detil tentang bagaimana peneliti membangun sampel: (1) kriteria pemilihan awal orang atau latar dan perubahan-perubahan berikutnya dalam kriteria ini jika sampel merupakan bagian dari desain penelitian darurat (misalnya, bagaimana partisipan atau latar sama atau homogen?); (2) prosedur untuk mencapai variasi maksimum dalam sampel (misalnya, bagaimana orang atau latar berbeda atau heterogen?); dan (3) bagaimana peneliti memperoleh akses pada orang atau latar ini, termasuk masalah-masalah yang mungkin peneliti hadapi dalam membangun sampel. Sajikan juga dalam bagian ini tentang orang dan latar yang berpartisipasi dalam penelitian.

Nama-nama palsu (pseudonyms) digunakan untuk orang-orang dan tempat-tempat, dan informasi lain yang dikenali diubah untuk meyakinkan kepercayaan partisipan penelitian. Informasi tentang orang dan latar itu adalah yang relevan dengan fokus penelitian. Dalam bagian ini diketengahkan alasan pemilihan prosedur pengumpulan data khusus jika peneliti menggunakan desain penelitian darurat; dan bagaimana peneliti melakukan pekerjaan (penelitian). Laporan yang dideskripsikan dengan baik tentang perjalanan peneliti melibatkan para pembaca dan mengundang mereka yang melakukan perjalanan dengan peneliti pada diskusi hasil penelitian. Prosedur Analisis Data Di sini terdapat ragam pendekatan untuk menganalisa data kualitatif. Glaser dan Strauss (1967) yang pada mulanya mendeskripsikan sebuah prosedur yang disebut metode komparatif konstan (constant comparative method), dan kemudian dikembangkan oleh oleh Lincoln dan Guba (1985). Peneliti harus menyajikan secara eksplisit dan tepat tentang prosedur yang digunakan. Peneliti harus jelas dalam mendiskusikan metode-metode, menyampaikan detil penting apa yang mereka lakukan dan mengapa, dalam rangka meningkatkan keterpercayaan kerja mereka dan pengetahuan orang-orang tentang penelitian kualitatif. Hasil Dalam bagian ini didiskusikan secara detil bagaimana peneliti menyajikan hasil penelitiannya. Termasuk dalam bagian ini sejak bagian terpisah dari laporan, yang mengkombinasikan apa yang secara tradisional disebut dengan hasil dan bagian diskusi. Memberikan nama kembali pada bagian laporan ini dapat membantu menyiagakan pembaca pada tipe diskusi yang berbeda, yang menyertakan tematema dan pola-pola daripada hasil statistik. Penelitian terkait seringkali diintegrasikan ke dalam diskusi ini. Implikasi Peneliti kualitatif memberikan kontribusi pada pengetahuan melalui akumulasi laporan penelitian studi kasus yang memperluas atau menantang pekerjaan sebelumnya. Ini merupakan tanggung jawab peneliti untuk berpartisipasi dalam diskusi ini dengan menghubungkan pekerjaannya pada penelitian sebelumnya, menyarankan arah-arah khusus untuk usaha penelitian di masa mendatang dan mendiskusikan implikasi-implikasi hasil untuk praktik, jika cocok. Contoh lain diambil dari buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (2000). Dalam buku pedoman ini ada dua model penyusunan laporan penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut: ******** *********************************************************

Model 1
BAB I 1. 2. 3. 4. 5. BAB II 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. PENDAHULUAN Konteks Penelitian atau Latar Belakang asalah. Tujuan Penelitian Landasan Teori Kegunaan Penelitian METODE PENELITIAN Pendekatan dan Jenis Penelitian Kehadiran Peneliti Lokasi Penelitian Sumber Data a Analisis Data Pengecekan Keabsahan Data Tahap-tahap Penelitian PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN PEMBAHASAN

BAB III BAB IV

BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan 2. Saran-saran DAFTAR KEPUSTAKAAN ********* ********************************************************

Model 2
BAB I 1. 2. 3. 4. BAB II PENDAHULUAN Konteks Penelitian atau Latar Belakang Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian KAJIAN PUSTAKA

BAB III 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

METODE PENELITIAN

PJenis Penelitian Kiti Sumber Data Prosedur Pengumpulan Data Analisis Data Pengecekan Keabsahan Data Tahap-tahap Penelitian PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

BAB IV

BAB V PEMBAHASAN BAB VI PENUTUP

1. Kesimpulan 2. Saran-saran DAFTAR KEPUSTAKAAN ******** ********************************************************* Dari beberapa model pembuatan proposal dan laporan hasil penelitian kualitatif sebagaimana dijelaskan di atas, pembaca bebas memilih format mana yang menjadi pilihannya untuk kepentingan penelitian mereka. Tentu masih ada modelmodel yang lainnya lagi yang dapat pembaca telusuri lebih jauh. Model pembuatan proposal dan laporan penelitian kualitatif cukup beragam. Sekarang peneliti bisa memilih sendiri model atau format mana yang mau dipilih untuk digunakan dalam rencana penelitiannya. Bagi mahasiswa yang sedang menulis skripsi, tesis, atau disertasi, pemilihan model biasanya ditentukan oleh universitasnya masing-masing atau oleh dosen pembimbingnya masing-masing. Namun, jika rencana penelitiannya ada kaitannya dengan lembaga-lembaga sumber dana, maka pemilihan model itu biasanya dikonsultasikan pada pimpinan lembaga penyandang dana tersebut. .

You might also like