You are on page 1of 25

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem Perkemihan

Disusun Oleh :

SUJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes ) CIREBON PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

CIREBON
2012

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Makalah dengan judul Asuhan Keperawatan Hemodialisa disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Perkemihan , Program Studi S1 Keperawatan STIKes Cirebon. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikanya tugas makalah ini tepat pada waktunya, Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi kita semua, terutama mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKes Cirebon, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Cirebon, Januari 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI.............................................................................................................ii BAB I BAB II PENDAHULUAN...................................................................................1 TINJAUAN TEORITIS.........................................................................2 2.1. Definisi Hemodialisa..................................................................... 2 2.2. Indikasi Hemodialisa ................................................................... 3 2.3. Kontra Indikasi Hemodialisa.......................................................4 2.4. Tujuan Hemodialisa......................................................................4 2.5. Proses Hemodialisa....................................................................... 4 2.6. Komplikasi Hemodialisa.............................................................. 8 2.7. Peritoneal Dialisa.......................................................................... 9 2.8. Teknik Hemodialisa...................................................................... 11 BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.............................................. 16

Pengkajian..................................................................................... 16 Diagnosa Keperawatan................................................................. 19 Focus Intervensi............................................................................ 19 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

Dewasa ini penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit yang telah ditemukan pengobatanya meskipun pada tahap terminal. Penurunan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh berbagai penyebab dan penurunan fungsi ginjal ini dapat bersifat sementara atau dikenal dengan gagal ginjal akut (GGA), maupun secara kronis yang sifatnya permanen atau dikenal dengan gagal ginjal kronis (GGK). Dalam mengatasi gagal ginjal baik gagal ginjal akut (GGA) atau gagal ginjal kronik (GGK), langkah pertama yang diberikan dengan terapi konservatif, dan bila langkah ini tidak berhasil selanjutnya dengan terapi ginjal pengganti (TGP) atau renal replacement therapy yaitu usaha untuk mengganti fungsi ginjal penderita yang telah menurun. Terapi ginjal pengganti bisa dilakukan secara alamiah yaitu cangkok ginjal (transplantasi) atau secara artificial (buatan) misalnya hemodialisa dan peritoneal dialisa, yang hanya mengambil alih fungsi eksokrin saja, sedangkan fungsi endokrin tidak dapat diambil alih. Hemodialisa adalah tindakan yang dilakukan untuk membentu beberapa fungsi ginjal yang terganggu atau saat ginjal tidak lagi mampu melaksanakan fungsinya atau rusak. Hemodialisa membantu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit pada tubuh, juga membantu mengekresikan zat-zat sisa atau buangan. Saat ini dengan teknologi medis yang semakin berkembang, pemenuhan kebutuhan dan pemahaman yang lebih baik tentang gagal ginjal dan proses dialisa, pasien dapat menjalani gaya hidup yang sehat. Pasien dalam keseharian dapat menjalani aktivitas secara normal dengan pengobatan hemodialisa secara rutin dan teratur.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1

Definisi Hemodialisa Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air

mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) kedalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat. (Tisher & Wilcox, 1997) Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk

membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan. (NKF, 2006)

2.2

Indikasi Hemodialisa Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan seharihari tidak dilakukan lagi. Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik. Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

2.3

Kontra Indikasi Hemodialisa Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut.

2.4

Tujuan Hemodialisa Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain : 1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme yang lain. 2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. 3. fungsi ginjal. 4. Menggantikan pengobatan yang lain. fungsi ginjal sambil menunggu program Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa

2.5

Proses Hemodialisa Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan

dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan. (Tisher & Wilcox, 1997) Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa. (NKF, 2006) Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler. (Price & Wilson, 1995) Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan

kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Kemudian menurut Price dan Wilson (1995) komposisi dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-, asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk

mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terusmenerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitormonitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter. (Price & Wilson, 1995) Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 45 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 1015 jam/minggu dengan QB 200300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 35 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 23 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa. Price dan Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien. Gambar 2.1 Skema Proses Hemodialisa

2.6

(National Kidney Foundation, 2001) Komplikasi Hemodialisa Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain : 1. Kram otot Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi 2. Hipotensi Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. 3. Aritmia Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. 4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemenkompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam

otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. 5. Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

6.

Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

7.

Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.

8. 9.

Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

2.7

Peritoneal Dialisa 2.7.1 Definisi Dialisis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu penenganan pasien GGA (gagal ginjal akut) maupun GGK (gagal ginjal kronik), menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermiabel. Melalui membran tersebut darah dapat difiltrasi. Keuntungan dialisis peritoneal (DP) bila dibandingkan dengan hemodialasis, secara teknik lebih sederhana, cukup aman serta cukup efisien dan tidak memerlukan fasilitas

khusus, sehingga dapat di lakukan di pati kedudukan cukup penting untuk menengani kasuskasus tertentu dalam rumah sakit besar dan modern. 2.7.2 Indikasi Dialisis peritoneal dapat digunakan pada pasien : 1. 2. 3. 4. 5. 2.7.3 Gagal ginjal akut (dialisat peritoneal akut ) Gangguan keseimbangan cairan , elektrolit atau asam basa Intoksikasi obat atau bahan lain . Gagal ginjal kronik (dialisat peritoneal kronik) Keadaan klinis lain di mana DP telah terbukti manfaatnya

Kontra Indikasi 1. 2. Kontra indikasi absolute : tidak ada Kontra indikasi relative : keadaan keadaan yang kemungkinan secara teknik akan mengalami kesulitan atau memudahkan terjadinya komplikasi seperti gemuk berlebihan, perlengketan peritoneum, perotinitis local, operasi atau trauma abdomen yang baru saja terjadi, kelainan intra abdomen yang belum di ketahui sebabnya, luka bakar dinding abdomen yang cukup luas terutama bila disertai infeksi atau perawatan yang tidak adekuat, salah satu cara yang sering digunakan untuk menilai efisiensi peritoneal dialisa adalah dengan menentukan peritoneal clearance dengan rumus : Cp = U Cp : peritoneal clearance U: konsentrasi zat tersebut dalam cairan dialisat yang keluar dari kavum peritoneal (mg%) P: konsentrasi zat tersebut dalam darah atau plasma (mg%) V: volume cairan dialisat tiap menit (mL)

Faktor yang mempengaruhi klirens peritoneal adalah besar kecilnya melekul, kecepatan cairan dialisat, equilibration-time(dwell time yaitu lamanya cairan dialisat berada dalam kavum peritoneum), suhu cairan dialisat, tekanan osmosis cairan dialisat, permeabilitas peritoneum, dan aliran darah dalam kapiler peritoneum. 2.7.4 Komplikasi

Komplikasi Mekanis o Perforasi organ abdomen

(usus, aorta, kandung kencing atau hati) o kadang menyumbat kateter o cairan dialisat) o o sakit dalam perut Komplikasi metabolik o cairan,elektrolik dan asam basa . o Gangguan metabolisme Gangguan keseimbangan Bocornya cairan dialisat Perasaan tidak enak dan Gangguan drainase (aliran Perdarahan yang kadang-

karbohidrat perlu diperhatikan terutama pada penyandang DM berupa hiperglikemia post dialisis. o terbuang lewat cairan dialisat o 2.8 Sindrom disequilibrium. Teknik Hemodialisa Persiapan Mesin dan Perangkat HD Kehilangan protein yang

1. 2. 3. 4.

Pipa pembuangan sudah masuk dalam saluran pembuangan Sambungkan kabel mesin dengan stop kontak Hidupkan mesin ke rinse selama 15-30 menit Pindahkan ke posisi dialyze lalu sambungkan slang dialisat ke jaringan tempat dialisat yang telah disiiapkan.

5. 6. 7.

Tunggu sampai lampu hijau Tes conductivity dan temperatur Gantungkan saline normal sebanyak 4 flatboth yang telah diberikan heparin sebanyak 25-30 unit dalam masing-masing flatboth

8. 9. 10. 11. 12.

Siapkan ginjal buatan sesuai dengan kebutuhan pasien Siapkan blood lines dan AV fiskula sebanyak banyaknya Ginjal buatan dan blood lines diisi saline normal (priming) Sambungkan dialisatelines pada ginjal buatan Sambil mempersiapkan pasien slang inlet dan outlet disambungkan lalu jalankan blood pump (sirkulasi tertutup) Persiapan Penderita

Indikasi hemodialisa : 1. Segera/indikasi mutlak : over hidrasi atau edema paru, hiperkalemi, oliguri berat atau anuria, asidosis, hipertensi maligna. 2. Dini/profilaksi : gejala uremia (mual muntah) perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan seks, perubahan kualitas hidup. Bila penderita baru yang datang di ruang HD, sebelum kita melakukan HD terlebih dahulu periksa kembali hasil-hasil

pemeriksaan yang penting (Hb, hematokrit, ureum, kreatinin, dan HbsAg), hal ini perlu untuk menentukan tindak lanjut suatu HD. Langkah-langkah HD : 1. Timbang dan catat berat badan

2.

Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk menginterpretasikan kelebihan cairan)

3. 4.

Tentukan akses darah yang akan ditusuk Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol 70% kemudian ditutup pakai duk steril

5.

Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil : spuit 2,5 cc sebanyak 1, spuit 1 cc 1 buah, mangkok kecil berisi saline 0,9% dan kasa steril

6. 7. 8. 9.

Sediakan obat-obatan yang perlu yaitu lidonest dan heparin Pakai masker dan sarung tangan steril Lakukan anestesi local didaerah akses darah yang akan ditusuk Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000 unit pada inlet sedangkan outlet sebanyak 1000 unit

10. 11.

Siap sambungkan ke sirkulasi tertutup yang telah disediakan Aliran darah permulaan sampai 7 menit 75 ml/menit kemudian dinaikkan perlahan sampai 200 ml/menit

12. 13.

Tentukan TMP sesuai dengan kenaikkan berat badan Segera ukur kembali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang digunakan dicatat dalam status yang telah tersedia.

Perawatan Pasien Hemodialisa Terbagi 3 yaitu : 1. Perawatan sebelum hemodialisa o o o Mempersiapkan perangkat HD Mempersiapkan mesin HD Mempersiapkan cara pemberian heparin

Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor

bio psiko sosial, agar penderita dapat bekerja sama dalam hal program HD o o Mempersiapkan akses darah Menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, nadi,

pernapasan o o 2. Menentukan berat badan kering Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu

Perawatan Selama Hemodialisa Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang diobservasi yaitu penderita dan mesin HD a. Observasi terhadap pasien HD o Tekanan darah, nadi diukur setiap 1 jam lalu dicatat dalam status o Dosis pemberian heparin dicatat setiap 1 jam dalam status o Cairan yang masuk perparenteral maupun peroral dicatat jumlahnya dalam status o Akses darah dihentikan b. Observasi terhadap mesin HD o Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd dicatat setiap 1 jam o Tekanan negatif, tekanan positif, dicatat setiap jam o Suhu dialisa, conductivity diperhatikan bila perlu diukur o Jumlah cairan dialisa, jumlah air diperhatikan setiap jam o Ginjal buatan, slang darah, slang dialisat dikontrol setiap 1 jam.

3.

Perawatan Sesudah Hemodialisa

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara menghentikan HD pada pasien dan mesin HD. a. Cara mengakhiri HD pada pasien o Ukur tekanan darah dan nadi sebelum slang inlet dicabut o Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium o Kecilkan aliran darah menjadi 75 ml/menit o Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai saline normal sebanyak 50-100 cc, lalu memakai udara hingga semua darah dalam sirkulasi ekstrakorporeal kembali ke sirkulasi sistemik o Tekan pada bekas tusukan inlet dan outlet selama 5-10 menit, hingga darah berhenti dari luka tusukan o Tekanan darah, nadi, pernapasan ukur kembali lalu catat o Timbang berat badan lalu dicatat o Kirimkan darah ke laboratorium b. Cara mengakhiri mesin HD o Kembalikan tekanan negative, tekanan positif, ke posisi nol o Sesudah darah kembali ke sirkulasi sistemik cabut selang dialisat lalu kembalikan ke Hansen connector o Kembalikan tubing dialisat pekat pada konektornya o Mesin ke posisi rinse, lalu berikan cairan desifektan (hipoclhoride pekat) sebanyak 250 cc, atau cairan formalin 3% sebanyak 250 cc o Bila formalin dibiarkan selama 1-2 x 24 jam, baru mesin dirinsekan kembali. Gambar 2.2 Proses Hemodialisa

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1

Pengkajian A. 1. Nama 2. Umur 3. Jenis Kelamin 4. Pekerjaan 5. Agama 6. Alamat 7. Pendidikan B. 1. Keluhan utama Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah dan edema akibat retensi natrium dan cairan. 2. Riwayat kesehatan yang lalu Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis, pielonefritis. Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan analgesik yang lama atau menerus. 3. Riwayat kesehatan keluarga Perlu ditanyakan apakah orang tua atau keluarga lain ada yang menderita GGK erat kaitannya dengan penyakit keturunannya seperti GGK akibat DM. : : Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun : : : : : Riwayat Kesehatan Biodata

C. 1. Makan & minum

Data Biologis

Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan keluhan mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah. 2. Eliminasi Biasanya terjadi gangguan pengeluaran urine seperti oliguri, anuria, disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal melakukan fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi. 3. Aktivitas Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan penurunan gerak sebagai akibat dari penimbunan ureum dan zat-zat toksik lainnya dalam jaringan. 4. Istrahat/tidur Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat keluhankeluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan zat-zat toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan sebagainya. D. Keadaan umum Pemeriksaan Fisik : lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat terjadinya uremia Vital sign : biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistim renin BB : Biasanya meningkat akibat oedema

1. Inspeksi o Tingkat kesadaran pasien biasanya menurun o Biasanya timbul pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik pada kulit o Oedema pada tungkai, acites, sebagai akibat retensi cairan dan natrium 2. Auskultasi

Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat penumpukan cairan dirongga pleura dan kemungkinan gangguan jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi gagal jantung kongestif. 3. Palpasi Untuk memastikan oedema pada tungkai dan acietas. 4. Perkusi Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar yang apabila terjadi oedema pulmonary maka akan terdengar redup pada perkusi. E. Data Psikologis Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image, perubahan peran baik dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien juga biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran dan ketergantungan pada orang lain. F. Data Sosial Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunan kondisi kesehatan dan larangan untuk melakukan aktivitas yang berat. G. Data Penunjang 1. Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil dan atropik 2. Laboratorium : o BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin dalam darah. o Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium dan penurunan kalium. 3.2 Diagnosa Keperawatan

1.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin, diet berlebihan dan retensi air.

2.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membram mukosa mulut.

3.

Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penangananya

3.3

Fokus Intervensi 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan

penurunan pengeluaran urin, diet berlebihan dan retensi air. Intervensi : a. o o o o nadi Rasionalisasi : Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi b. Batasi masukan cairan Kaji status pasien Timbang berat badan tiap hari Keseimbangan masukan dan keluaran Turgor kulit dan adanya oedema Tekanan darah, denyut nadi dan irama

Rasionalisasi :Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, keluaran urin dan respon terhadap terapi dan sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi c. Bantu pasien dalam menghadapi

ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan Rasionalisasi : Pemahaman meningkatkan kerja sama pasien dan

keluarga dalam pembatasan cairan.

2.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membram mukosa mulut. Intervensi : a. nutrisi o Anoreksia, mual, muntah o Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien o Depresi o Kurang memahami pembatasan diet o Stomatis Rasionalisasi : Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet. b. batas diet Rasionalisasi : c. Mendorong peningkatan masukan diet. Tingkatkan masukan protein yang mengandung Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam Kaji faktor berperan dalam merubah masukan

nilai biologis tinggi, telur, produk susu, daging. Rasionalisasi : Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan
3.

Kurang penangananya Intervensi :

pengetahuan

tentang

kondisi

dan

Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami

berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya. Rasionalisasi : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Price dan Wilson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta : EGC, 1991.

2.

UNPAD Bandung. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Perkemihan Bagi Dosen Dan Instruktur Klinik Keperawatan. Bandung : UNPAD Bandung, 2000.

You might also like