Objek POROS BAWAH HYDROTILLER Oleh KELOMPOK 16 (Enam Belas)
Anggota: 1. Erik Selamat Yuraahito 1010913036 2. Janggi Kelana 1010912021 3. Maigi Saputra 1010911011 4. Mezi Satria 1010912048 5. Muhammad Alfabri P 1010912024
Asisten : TRIAS BASTENOV MONDA
LABORATORIUM INTI TEKNOLOGI PRODUKSI JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011
Abstrak Pada mata kuliah Teknik manufaktur 1 yang mempelajari tentang proses pemesinan. Yang mana dengan pelajaran ini diharapkan Mahasisiswa dapat ; mengetahui cara-cara mengoperasikan mesin perkakas, mengetahui karakteristik mesin perkakas yang dipakaiserta mampu mempergunakan alat ukur dan menganalisa sedemikian sehingga dapat merencanakan urutan proses pemesinan dalam pembuatan suatu komponen serta menetukan kondisi pemotongan yang sesuai untuk spesifikasi geometri yang diminta. Produk yang kamibuat adalah Poros Bawah Hydrotiller. Adapun proses- proses yang dilakukan dalam pembuatanya adalah proses bubut, dan sekrap. Proses bubut untuk mengurangi diameter pada benda berja, berupa poros. Proses sekrap hampir sama dengan proses bubut tapi gerak potongnya translasi yang dilakukan oleh pahat. Dalam praktikum proses produksi ini praktikan dapat melatih keterampilan dan mendapatkan pengalaman kerja dalam mengoperasikan mesin-mesin perkakas, serta mampu membuat suatu produk sesuai dengan toleransi yang diizinkan.
Kata Kunci : Proses Produksi, Bubut, Gurdi, Sekrap
Abstract
On a course that studies the production process of the machining process. Which with this lesson students are expected to know the ways to operate machine tools, know the characteristics of using machine tools capable of measuring and analyzing the appropriate use can be planned such that the sequence of machining processes in the manufacture of a component and determine the appropriate cutting conditions for the requested geometry specification The products we make are Hydrotiller Bottom Axis. As for the processes performed in the making is the process of lathe, and shapimg. Lathe process to reduce the diameter of the object walked, in the form of the shaft. Shaping process is similar to the process of cutoff lathe but translational motion which carried by this production process practicum tools.in our experiment can train their skills and gain work experience in operating themachinery tools, and able to make a product in accordance with the allowed tolerances.
Keywords: Production Process, Lathe, Shapimg
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TEKNIK MANUFAKTUR I PROSES PEMBUATAN PAROS BAWAH HYDROTILLER Diajukan sebagai salah satu syarat kerurusan mafa kuliah Teknik Manufaktur I Semester III tahun ajaran Zlnngii Oleh: Kelompok 16 Anggota: Erik Selamat yuraahito I01091i036 Janggi Kelana nfignllt Maigi Sapurra t0t09il0tl Mezi Satria 101091204g Muhammad Alfabri p fi10gt2024 Disetujui oleh Asisten Kelompok 16 Mengetahui t. ) 3. 4. 5. BASTENOV MONDA MOHAN{MAD FAHMADIHAN ii KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir PraktikumTeknik Manufaktur I di Laboratorium Inti Teknologi Produksi (LITP). Laporan ini ditulis untuk memenuhi persyaratan dalam meyelesaikan kuliah Teknik Manufaktur I. Pelaksanaan dan penyusunan laporan ini tidak mungkin terlaksana tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Adam Malik, M. Eng dan Bapak Dr. Ing. Agus Sutanto yang telah memberikan pengetahuan dasar proses pemesinan pada mata kuliah Teknik Manufaktur I. 2. Bapak Ir. Adam Malik, M. Eng. sebagai Kepala Laboratorium Inti Teknologi Produksi. 3. Trias Bastenov Monda selaku asisten yang telah memberikan bimbingan selama praktikum dan penyusunan laporan akhir ini. 4. Seluruh asisten Laboratorium Inti Teknologi Produksi (LITP). 5. Rekan-rekan kelompok 16 jurusan Teknik Mesin Angkatan 2010 yang telah memberikan saran dan bantuannya, serta semua pihak yang membantu kami baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga dengan laporan akhir ini dapat diterima dan memberikan manfaat bagi yang membaca, dan sangat kami harapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan laporan akhir. Padang , Desember 2011
Penulis iii
DAFTAR ISI Hal ABSTRAK ABSTRACT LEMBAR PENGESAHAN ... i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI .. iii DAFTAR GAMBAR . vi DAFTAR TABEL ...... x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan .... 2 1.3 Manfaat .. 2 BAB II TUJUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Manufaktur ... 3 2.2 Gambar Teknik ................................................................................. 4 2.2.1 Fungsi Gambar ........................................................................ 5 2.2.2 Garis......................................................................................... 5 2.2.3 Proyeksi Gambar .................................................................... 8 2.2.4 Toleransi...... 13 2.3 Klasifikasi Proses Produksi .... 29 2.3.1 Proses Pengecoran ( casting ) ....... 30 2.3.2 Proses Pembentukan ( forming ) ... 31 2.3.3 Proses Penyambungan ( joining ) .. 33 2.3.4 Proses Metalurgi Serbuk ( powder metallurgy ) 35 2.3.5 Proses Perakitan ( Assembly ) .................... 37 iv
2.3.6 Proses Perubahan Sifat Mekanik .. 38 2.3.7 Proses Polymer ... 39 2.3.8 Proses Pemesinan ( machining )..... 41 2.4 Elemen Dasar Proses Pemesinan...... 51 2.4.1 Proses Bubut ( turning ) 52 2.4.2 Proses Freis ( Milling ) 55 2.4.3 Proses Gurdi ( Drilling ) . 60 2.4.4 Proses Sekrap ( Shaping ) 67 2.4.5 Penggergajian ( Sawing ) 70 2.5 Mekanisme Terbentuknya Geram..................................................... 72 2.5.1 Teori Lama Pembentukan Geram............................................ 72 2.5.2 Teori Baru Terbentuknya Geram............................................. 72 2.6 Pahat .. 75 2.6.1 Bidang Pahat . 76 2.6.2 Mata Potong Pahat 77 2.6.3 Material Pahat ... 77 2.6.4 Umur Pahat 83 2.7 Fluida Pendingin ( coolant ) .. 86 2.7.1 Fungsi Coolant . 86 2.7.2 Jenis-jenis Coolant ... 86 2.7.3 Pemakaian Coolant .. 88 2.8 Snei dan Tapping ... 90 2.8.1 Snei 90 2.8.2 Tapping . 91 BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Praktikum ................................................................... 93 v
3.2 Peralatan Praktikum ........... 95 3.2.1 Mesin Yang Digunakan ...................................... 95 3.2.2 Alat Ukur . 97 3.2.3 Alat Bantu 98 3.3 Proses Pembuatan .. 99 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan .... 103 4.1.1 Proses Bubut . 103 4.1.1.1 Proses Facing ..... 103 4.1.1.2 Proses Facing bagian II ............... 104 4.1.2 Proses Gurdi. . . 106 4.1.3 Proses Turning ....... 107 4.1.4 Proses Sekrap .......................................................................... 115 4.1.5 Proses Gurdi Bagian II ............................................................ 117 4.1.6 Proses Pembuatan Ulir ............................................................ 119 4.2 Analisa............................................................................................. 120 4.2.1 Analisa Proses ......................................................................... 120 4.2.1.1 Proses Bubut ................................................................ 120 4.2.1.2 Proses Drilling ............................................................. 121 4.2.1.3 Proses Sekrap ............................................................... 122 4.2.1.4 Proses Pembuatan Ulir ................................................ 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 125 5.2 Saran .. 126
vi
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A Lembar Analisa Proses LAMPIRAN B Gambar Produk LAMPIRAN C Lembar Asistensi vi
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1 Garis nyata ................................................................................... 6 Gambar 2.2 Garis gores .................................................................................... 6 Gambar 2.3 Garis bergores ............................................................................... 6 Gambar 2.4 Garis bergores ganda ..................................................................... 6 Gambar 2.5 Poros Engkol.7 Gambar 2.6 Proyeksi Sudut Pertama atau Proyeksi Eropa ............................. 10 Gambar 2.7 Proyeksi Eropa .............................................................................. 11 Gambar 2.8 Simbol Proyeksi Eropa .................................................................. 11 Gambar 2.9 Sudut Ketiga atau Proyeksi Amerika ............................................... 12 Gambar 2.10 Proyeksi Sudut Ketiga atau Proyeksi Amerika ......................... 13 Gambar 2.11 Simbol Proyeksi Amerika ......................................................... 13 Gambar 2.12 Kedudukan Daerah Toleransi Poros dan Lubang..14 Gambar 2.13 Batasan Ukuran dan Toleransi Poros dan Lubang.14 Gambar 2.14 Penulisan Toleransi ................................................................... 17 Gambar 2.15 Suaian Longgar ......................................................................... 18 Gambar 2.16 Suaian Pas ................................................................................. 18 Gambar 2.17 Suaian Paksa ............................................................................. 18 Gambar2.18 Penulisan Toleransi .................................................................... 20 Gambar2.19 Suaian Longgar .......................................................................... 21 Gambar2.20 Suaian Pas .................................................................................. 21 Gambar2.21 Suaian Paksa .............................................................................. 21 Gambar2.22 Sistem Satuan Lubang ............................................................... 22 Gambar2.23 Sistem Satuan Poros .................................................................. 23 Gambar2.24 Suaian untuk Basis Lubang dan Kedudukan Daerah Toleransi..23 Gambar2.25 Penunjukan DaerahToleransi dan Penunjukan Daerah .............. 28 Gambar2.26 Kotak Toleransi ......................................................................... 28 Gambar2.27 Keterangan Isi Kotak Toleransi ................................................. 28 Gambar2.28 Proses Produksi ............................................................................ 29 Gambar2.29 Skema Proses Pengecoran Cetakan Pasir ........................................ 31 vii
Gambar2.30 Produk Hasil Pengecoran .............................................................. 31 Gambar2.31 Skema Proses Pembentukan .......................................................... 32 Gambar2.32 Produk Pembentukan .................................................................... 33 Gambar2.33 Penyambungan Tetap (Pengelasan) ................................................ 33 Gambar2.34 Paku Keling untuk Penyambungan Semipermanen ................... 34 Gambar2.35 Penyambungan Tidak Tetap .......................................................... 34 Gambar2.36 Proses Penyambungan .................................................................. 34 Gambar2.37 Proses Metalurgi Serbuk ............................................................... 36 Gambar2.38 Hasil Produk Metalurgi Serbuk ..................................................... 36 Gambar2.39 Contoh Sub-Assy Pada Toyota ....................................................... 37 Gambar2.40 Proses Perakitan Mobil.37 Gambar2.41 Proses Heat Treatment .................................................................. 38 Gambar2.42 Contoh Produk Hasil Heat Treatment ............................................ 38 Gambar2.43 Proses Surface Treatment .............................................................. 39 Gambar2.44 Contoh Produk Hasil Surface Treatment ........................................ 39 Gambar2.45 Proses Polymer ............................................................................ 40 Gambar2.46 Contoh Hasil Proses Polymer ........................................................ 40 Gambar2.47 Proses Pemesinan ......................................................................... 41 Gambar2.48 Contoh Hasil Proses Pemesinan..................................................... 41 Gambar2.49 Proses Ultrasonic ......................................................................... 42 Gambar2.50 Proses Kimia ................................................................................ 43 Gambar2.51 Proses Kimia Listrik ..................................................................... 43 Gambar2.52 Proses EDM ................................................................................. 44 Gambar2.53 Hasil Produk EDM ....................................................................... 44 Gambar2.54 Proses LBM ................................................................................. 44 Gambar2.55 Hasil Produk LBM ....................................................................... 45 Gambar2.56 Water Jet Machining .................................................................... 45 Gambar2.57 Gerinda Selindrik (a) internal (b) eksternal .................................... 46 Gambar2.58 Gerinda Datar .............................................................................. 46 Gambar2.59 Gerinda Halus .............................................................................. 47 Gambar2.60 Gerak Potong ............................................................................... 47 Gambar2.61 Gerak Makan ............................................................................... 48 viii
Gambar2.62 Pahat Bermata Potong Tunggal ..................................................... 48 Gambar2.63 Pahat Bermata Potong Jamak...............................................................48 Gambar2.64 Pahat Bermata Potong Tak Hingga....49 Gambar2.65 Permukaan Berbentuk Silindrik ................................................. 50 Gambar2.66 Permukaan Berbentuk Perismatik.............................................. 50 Gambar2.67 Mesin Bubut ................................................................................ 52 Gambar2.68 Kondisi Pemotongan .................................................................... 53 Gambar2.69 Proses Bubut ................................................................................ 55 Gambar2.70 Mesin Freis .................................................................................. 55 Gambar2.71 Jenis Mesin Freis ......................................................................... 56 Gambar2.72 Jenis Pahat (a) Up Milling (b) Down Milling .................................. 57 Gambar2.73 Proses yang Dapat Dilakukan Pada Mesin Freis ............................. 58 Gambar2.74 Kondisi Pemotongan .................................................................... 59 Gambar2.75 Mesin Gurdi dan Bagian-bagiannya ............................................... 61 Gambar2.76 Drilling ....................................................................................... 61 Gambar2.77 Counter Boring ............................................................................ 62 Gambar2.78 Counter Sinking ........................................................................... 62 Gambar2.79 Reaming ...................................................................................... 63 Gambar2.80 Gun Drilling ................................................................................ 64 Gambar2.81 Penggurdi Puntir .......................................................................... 64 Gambar2.82 Penggurdi Pistol Bergalur lurus. A. Penggurdi Trepan, B. Penggurdi Pistol Pemotongan...65 Gambar2.83 Pemotong untuk Lubang Pada Logam Tipis. A. Pemotong Gergaji. B.Fris Kecil (Fly Cutting)..65 Gambar2.84 Pahat Gurdi..........................................................................................66 Gambar2.85 Keausan Tepi dan Kawah Pada Pahat ............................................ .66 Gambar2.86 Mesin Sekrap (Shapping) dan Bagian-bagiannya ............................ .68 Gambar2.87 Jenis Mesin Sekrap dan Bagian-bagiannya ..................................... .69 Gambar2.88 Kondisi Pemotongan..69 Gambar2.89 Hand Saws (Gergaji Tangan)..71 Gambar2.90 Hack Saw .................................................................................... 71 Gambar2.91 Teori Lama Pembentukan Geram .................................................. 72 ix
Gambar2.92 Teori Baru Pembentukan Geram.................................................... 73 Gambar2.93 Proses Terbentuknya Geram Menurut Teori Analogi Kartu...............73 Gambar2.94 Proses Terbentuknya Geram Menurut Teori Analogi Kartu...............75 Gambar2.95 Proses Terbentuknya Geram Menurut Teori Analogi Kartu...............75 Gambar2.96 Contoh Pahat Baja Karbon..78 Gambar2.97 Contoh Pahat HSS...79 Gambar2.98 Pahat Cor Non Ferro...79 Gambar2.99 Contoh Pahat Karbida.79 Gambar2.100 Pahat Keramik...................................................................................80 Gambar2.101 Pahat CBN.........................................................................................80 Gambar2.102 Pahat Intan.........................................................................................81 Gambar2.103 Grafik Perkembangan Pahat..83 Gambar2.104 Keausan Ujung dan Kawah Pada Pahat.84 Gambar2.105 Keausan Tepi dan Kawah Pada Pahat..84 Gambar2.106 Pemberian Coolant Manual...88 Gambar2.107 Pemberian Cairan Pada Proses Freis.89 Gambar2.108 Pahat Gurdi (Jenis End Mill )....89 Gambar2.109 Pressure Feed Aspirator, Alat Pengabut Cairan Pendingin..90 Gambar2.110 Snei..91 Gambar2.111 Proses Tapping...92 Gambar2.112 Pahat Tap....92 Gambar3.1 Flowchart Metodologi Penelitian Pembuatan Poros bawah Hydrotiler....94 Gambar3.2 Mesin Gergaji (Sawing Machine)......95 Gambar3.3 Mesin Bubut (lathe) ........................................................................ ..96 Gambar3.4 Mesin Sekrap (Shaping Machine) .................................................... ..96 Gambar3.5 Mistar ............................................................................................ ..97 Gambar3.6 Jangka Sorong ................................................................................ ..97 Gambar3.7 Stopwatch ...................................................................................... ..97 Gambar3.8 Ragum ........................................................................................... ..98 Gambar3.9 Kuas .............................................................................................. ..98 Gambar3.10 Kunci L ....................................................................................... ..98 x
Gambar3.11 Benda Kerja Sesudah di Sawing (gergaji) ................................. .99 Gambar3.12 Benda Kerja Sebelum di Facing (Bubut muka) ........................ .99 Gambar3.13 Benda Kerja Sesudah di Facing (bubut muka) .......................... .100 Gambar3.14 Benda Kerja Sebelum di Turning dan Drilling ................................ .100 Gambar3.15 Benda Kerja Sesudah di Turning dan Drilling ................................ .100 Gambar3.16 Kerja Sebelum di Turning dan Drilling .......................................... .101 Gambar3.17 Benda Kerja Sebelum di Turning dan Drilling ................................ .101 Gambar3.18 Benda Kerja Sebelum di Shaping, Taping dan Threading ................ .102 Gambar3.19 Benda Kerja Sebelum di Shaping, Taping dan Threading ........ .102
x
DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Bahasa dan Gambar ....................................................................... .4 Tabel 2.2 Macam-Macam Garis dan Penggunaannya ................................... .8 Tabel 2.3 Tingkat Diameter Nominal..15 Tabel 2.4 Nilai Toleransi Standar Untuk Kualitas 5 sampai 16 ...16 Tabel 2.5 Nilai Toleransi Standar Untuk Kwalitas 0,1 dan 1 ........................ .16 Tabel 2.6 Nilai Numerik Untuk Toleransi Standar ( Metrik )...................16 Tabel 2.7 Nilai Numerik Untuk Toleransi Standar ( Metrik)....................19 Tabel 2.8 Suaian Basis Lubang...25 Tabel 2.9 Suaian Basis Poros..26 Tabel 2.10 Daftar Untuk Setiap Macam Tingkatan Suaian...........................27 Tabel 2.11Penunjukan Toleransi Bentuk dan Posisi yang Disajikan Secara Kelempok...............29 Tabel 2.12 Perbedaan Proses Pemesinan dengan Proses Pembentukan.........32 Tabel 2.13 Perbandingan Serbuk Paduan dan Serbuk Berlapis.....................36 Tabel 2.14 Klasifikasi Proses Pemesinan Menurut Jenis Gerak Relatif Pahat terhadap benda kerja.........................................................49 Tabel 2.15 Klasifikasi Proses Pemesinan Berdasarkan Mesin Perkakas Yang Digunakan..51 Table 2.16 Perbedaan Up Milling Dengan Down Milling...57 Tabel 2.17 Perbedaan Antara Pahat HSS dan Karbida..................................81 Tabel 2.18 Jenis Pahat dan Mulai Digunakan.............82 Tabel 4.1 Perhitungan Waktu Proses facing 1.............................................84 Tabel 4.2 Perhitungan Waktu Proses facing 2.............................................85 Tabel 4.3 Perhitungan Waktu Proses turning 1............................................89 Tabel 4.4 Perhitungan Waktu Proses turning 2............................................92 Tabel 4.5 Perhitungan Waktu Proses sekrap................................................95 xi
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi dan ilmu pengetahuan akan selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Dengan selalu berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut, kita harus bisa menyesuaikan dan mempersiapkan diri sebagai generasi penerus yang nantinya akan menemui berbagai kemajuan dibidang teknologi dan ilmu pengetahuan tesebut. Agar kita mendapatkan keterampilan, kemampuan, dan keahlian, hal ini tidak melalui perkuliahan saja yang hanya berupa teoritis, namun akan lebih mantap jika kita melakukan praktek dari teori-teori yang kita dapat dalam perkuliahan. Seorang engineer selalu dituntut untuk mengetahui suatu permasalahan secara teori dan kemudian harus bisa mengaplikasikan ilmunya tersebut dalam praktek agar memiliki keterampilan serta kemampuan yang berkualitas dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam sebuah pelaksanaan praktikum mahasiswa dituntut agar dapat mengetahui mempraktekkan apa yang telah didapat selama waktu pekuliahan, semua teori-teori yang didapat dari perkuliahan akan diaplikasikan pada praktikum mata kuliah tersebut. Dalam mata kuliah Teknik Manufaktur I ini, praktikan dituntut agar bisa mengerti dan memahami cara kerja dan mengoperasikan mesin-mesin perkakas. Sehingga setelah praktikum, mahasiswa akan memiliki ketrampilan, kemampuan, dan keahlian. Oleh karena itu, inilah salah satu program dari mata kuliah Teknik Manufaktur I yang harus dijalani oleh mahasiswa Teknik Mesin untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilannya. 1.2 Tujuan 1. Mampu membaca dan menganalisa gambar teknik sedemikian sehingga dapat menentukan mesin perkakas yang digunakan, merencanakan urutan proses pemesinan dalam pembuatan suatu komponen, serta menentukan kondisi pemotongan yang sesuai untuk spesifikasi geometri yang diminta.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
2 2. Mampu mengoperasikan mesin-mesin perkakas dan mengetahui karakteristik mesin perkakas yang dipakai. 3. Mampu mempergunakan alat ukur untuk memeriksa kualitas komponen yang dibuat. 1.3 Manfaat Manfaat dari praktikum Proses Produksi ini antara lain adalah mampu membaca dan memahami gambar teknik dengan baik sehingga dapat mengetahui urutan proses pemesinan dan mengetahui mesin perkakas yang digunakan untuk membuat suatu produk, mampu mengoperasikan mesin-mesin perkakas yang digunakan pada proses produksi, dan dapat menunjang dan menambah pengetahuan teoritis yang didapat dari perkuliahan.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN MANUFAKTUR Kata manufaktur berasal dari bahasa Latin Manus Factus yang berarti dibuat dengan tangan. Kata manufacture muncul pertama kali tahun 1576, dan kata manufacturing muncul tahun 1683. Manufaktur, dalam arti yang paling luas, adalah proses merubah bahan baku menjadi produk. Proses ini meliputi ; - Pemilihan material - Perancangan produk - Tahap-tahap proses pembuatan produk Dalam istilah yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk dari bahan baku atau bahan mentah melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang berdasarkan prosedur kerja yang benar untuk setiap aktifitas yang diperlukan. Mengikuti definisi ini, manufaktur pada umumnya adalah suatu aktifitas yang kompleks yang melibatkan berbagai variasi sumberdaya dan aktifitas. Sesuai dengan definisi manufaktur, keilmuan teknik manufaktur mempelajari perancangan produk manufaktur dan perancangan proses pembuatannya serta pengelolaan sistem produksinya (sistem manufaktur). Keilmuan teknik manufaktur selalu berbasis kepada aktifitas pembuatan produk manufaktur yang melibatkan berbagai aktifitas dan sumberdaya. Pada dasarnya ilmu manufaktur ini akan lebih terlihat dalam bidang kerekayasaan (engineering). Sebagaimana kebutuhan yang ada dipasaran, bidang teknik manufaktur lah yang akan menjawab dan menyelesaikan persoalan produk atau alat yang dibutuhkan dalam bidang kerekayasaan.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
4
2.2 GAMBAR TEKNIK Gambar merupakan sebuah wadah atau media yang digunakan untuk menyampaikan ide dari seseorang sarjana teknik. Oleh karena itu gambar sering juga disebut sebagai bahasa teknik atau bahasa untuk sarjana teknik. Perbandingan antara bahasa dan gambar diperlihatkan pada Tabel 2.1. Seperti tampak pada tabel, standar gambar merupakan tata bahasa dari suatu bahasa. Penerusan informasi adalah fungsi yang penting untuk bahasa maupun gambar. Gambar bagaimanapun juga adalah bahasa teknik, oleh karena itu diharapkan bahwa gambar harus meneruskan keterangan-keterangan secara tepat atau objektif. Dalam hal bahasa, kalimat pendek dan ringkas harus mencakup keterangan keterangan dan pikiranpikiran yang berlimpah. Hal ini hanya dapat dicapai oleh kemampuan, karir dan watak penulis. Di lain pihak keterangan dan pikiran demikian hanya dapat dimengerti oleh pembaca yang terdidik. Keterangan-keterangan dalam gambar, yang tidak dapat dinyatakan dalam bahasa, harus diberikan secukupnya sebagai lambang-lambang. Oleh karena itu, berapa banyak dan berapa tinggi mutu keterangan yang dapat diberikan dalam gambar, tergantung dari bakat perancang gambar (design drafer). Sebagai juru gambar sangat penting untk memberikan gambar yang tepat dengan mempertimbangkan pembacanya. Untuk pembaca, penting juga berapa banyak keterangan yang dapat dibacanya dengan teliti dari gambar.
Tabel 2.1 Bahasa dan Gambar Lisan Kalimat Gambar Indra Akustik Visual Visual Ekspresi Suara Kalimat Gambar Aturan Tata bahasa Standar gambar
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
5
2.2.1 Fungsi Gambar Adapun fungsi gambar adalah sebagai berikut: a. Penyampaian informasi Gambar mempunyai fungsi meneruskan maksud dari perancang dengan tepat kepada orang-orang yang bersangkutan, kepada perancangan proses, pembuatan, pemeriksaan, perakitan, dsb. Orang yang bersangkutan bukan saja orang yang berada dalam pabrik sendiri, tetapi juga orang dalam pabrik subkontrak ataupun orang asing dengan bahasa lain. b. Pengawetan, penyimpanan, dan dokumentasi Gambar merupakan data teknis yang sangat ampuh, dimana teknologi dari suatu perusahaan dipadatkan dan dikumpulkan. Oleh karena itu gambar bukan saja diawetkan untuk mensuplai bagian-bagian produk untuk diperbaiki, tetapi gambar juga diperlukan juga untuk disimpan dan dipergunakan sebagai bahan informasi untuk rencana-rencana baru di kemudian hari. Untuk itu diperlukan cara- cara penyimpanan, kodifikasi nomor urut gambar dan sebagainya. c. Cara-cara pemikiran dalam penyampaian informasi Dalam perencanaan, konsep abstrak yang melintas dalam pikiran diwujudkan dalam bentuk gambar melalui proses. Masalahnya pertama- tama dianalisa dan disintesa dengan gambar. Kemudian gambarnya diteliti dan dievaluasi. Proses ini diulang-ulang, sehingga dapat dihasilkan gambar yang sempurna. Sarjana teknik tanpa kemampuan menggambar akan sulit dalam penyampaian keinginan, maupun dalam menerangkan hal yang sangat penting. 2.2.2 Garis Dalam gambar setiap garis yang memiliki arti dan penggunaannya sendiri. Oleh karena itu penggunaannya harus sesuai dengan maksud dan tujuannya. Ada 4 jenis garis sebagai berikut: a. Garis nyata ( garis kontinue )
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
6 Garis nyata digunakan untuk mengambarkan bagian yang tampak dari sebuah gambar. ada dua macam ketebalan yangbiasa digunakan. Yang pertama 0,2 - 0,3 mm atau 0,4 - 0,8 mm. Fungsinya : > melukis bagian-bagian bends yang terlihat > untuk garis tepi kertas gambar
Gambar 2.1 Garis nyata b. Garis gores Ketebalannya 0,1 - 0,15 mm, kira-kira 1 / 2 tebal garis gambar. Berfungsi untuk melukis bagian-bagian yang tidak terlihat, di belakang irisan ataupun apabila penglihatan terhalang.
Gambar 2.2 Garis gores c. Garis bergores Garis bergores biasanya digunakan untuk menerangkan bahwa gambar tersebut berbentuk silindrik atau titik sumbu dari suatu bidang. Kira-kira ketebalannya 1/2 tebal garis gambar. Merupakan garis irisan atau potongan. Fungsinya: garis-garis sumbu membatasi lukisan bila sebagian bends yang dilukis dibuang bagian-bagian yang terletak di bagian muka irisan
Gambar 2.3 Garis bergores
d. Garis bergores ganda Garis bergores ganda biasanya digunakan untuk bagian yang berdampingan.
Gambar 2.4 Garis bergores ganda
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
7
Gambar 2.5 Poros Engkol
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
8 Jenis garis Keterangan Penggunaan A1. Garis-garis nyata (gambar) A2. Garis-garis tepi B1. Garis-garis berpotongan khayal B2. garis-garis ukur B3. Garis-garis proyeksi/bantu B4. Garis-garis penunjuk B5. Garis-garis arsir B6. Garis-garis nyata dari penampang yang diputar ditempat B7. Garis sumbu pendek C. Tipis kontinu bebas C1. Garis-garis batas dari potongan sebagian atau bagian yang dipotong, bila batasnya bukan garis bergores tipis D. Tipis Kontinu dengan sig-sig D1. sama dengan C1 E1. Garis nyata terhalang E2. Garis tepi terhalang F1. Garis nyata terhalang F2. Garis tepi terhalang G.1 Garis sumbu G.2 Garis Simetri G.3 Lintasan Garis bergores tipis yang dipertebal pada ujung- ujungnya dan pada perobahan arah H1. Garis potong Garis Bergores Tebal J1. Penunjukan permukaan yang harus mendapat penanganan khusus K1. bagian yang berdampingan K2. Batas-batas kedudukan benda yang bergerak K3. Garis sistem (pada baja profil) K4. Bentuk semula sebelum dibentuk K5. Bagian benda yang berada didepan bidang potong G. Garis Bergores Tipis Garis Bergores ganda tipis F. Garis Gores tipis E. Garis gores tebal B. Tipis Kontinu A. Tebal Kontinu
2.2.3 Proyeksi Gambar Untuk menampilkan gambar-gambar tiga dimensi pada sebuah bidang dua dimensi, dapat dilakukan dengan beberapa macam cara proyeksi sesuai dengan aturan menggambar. Beberapa macam cara proyeksi antara lain : 1. Proyeksi Aksonometri Jika sebuah benda disajikan dalam bentuk proyeksi ortogonal, maka yang akan terlihat hanya sebuah bidang saja. Seandainya benda
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
9 tersebut dimiringkan terhadap bidang proyeksi maka tiga muka dari benda tersebut akan terlihat secara bersamaan. Cara tersebut dinamakan cara aksonometri. Tiga bentuk peoyeksi aksonometeri adalah isometeri, dimetri, dan trimetri. a. Proyeksi isometri Sebagai contoh diambil sebuah kubus. Kemudian kubus ini dimiringkan sehingga diagonal bendanya berdiri tegak lurus pada bidang vertikal. b. Proyeksi Dimetri Proyeksi dimetri di mana skala perpendekan dari dua sisi dan dua sudut dengan garis horizontal sama c. Proyeksi trimetri Proyeksi trimetri di mana skala perpendekan dari tiga sisi dan tiga sudut tidak sama 2. Proyeksi Miring Proyeksi miring adalah semacam proyeksi sejajar, tetapi dengan garis- garis proyeksinya miring terhadap bidang proyeksi. Gambar yang dihasilkan oleh cara ini disebut gambar proyeksi miring 3. Proyeksi Perspekstif Jika antara benda dan titik penglihatan tetap diletakan sebuah bidang vertikal atau bidang gambar, maka pada bidang gambar ini akan terbentuk bayangan dari benda tadi. 4. Proyeksi Orthogonal Proyeksi Ortogonal merupakan proyeksi yang digunakan untuk memproyeksikan pandangan dari sebuah gambar tiga dimensi terhadap bidang dua dimensi. a. Proyeksi Eropa Proyeksi Eropa disebut juga proyeksi sudut pertama, juga ada yang menyebutkan proyeksi kuadran I, perbedaan sebutan ini tergantung dari masing pengarang buku yang menjadi referensi. Dapat dikatakan bahwa Proyeksi Eropa ini merupakan proyeksi yang letak bidangnya terbalik dengan arah pandangannya.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
10 (b) - Cara Proyeksi sudut pertama : Benda yang tampak diatas berikut yaitu gambar bangun ruang, kemudian di letakkan di depan bidang-bidang proyeksi. Ia diproyeksikan pada bidang belakang menurut garis penglihatan atau pandangan depan, dan gambarnya adalah gambar pandangan depan. Tiap garis atautepi benda tergambar sebagai titik atau garis pada bidang proyeksi. Pada benda bangun ruang diatas tampak juga proyeksi bidang bawah menurut bidang atas, menurut arah bidang kiri pada bidang proyeksi sebelah kanan, menurut arah bidang kanan pada bidang proyeksi sebelah kiri, menurut arah bidang bawah pada bidang proyeksi sebelah atas, dan menurut arah belakang pada proyeksi depan.
Gambar 2.6 Proyeksi Sudut Pertama atau Proyeksi Eropa Dalam gambar, garis-garis tepi, yaitu garis-garis batas antara bidang-bidang proyeksi dan garis-garis proyeksi tidak digambar. D
C E F B A (a)
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
11 Setelah semua di ketahui, maka lebih berguna jika hasilnya disatukan dalam bidang datar dua dimensi, seperti gambar dibawah ini :
(P. bawah)
(P. kanan) (P. depan) (P. Kiri) (P. Belakang)
(P. atas) Gambar 2.7 Proyeksi Eropa
- Simbol Proyeksi Eropa
Gambar 2.8 Simbol Proyeksi Eropa
b. Proyeksi Amerika Proyeksi Amerika dikatakan juga proyeksi sudut ketiga dan juga ada yang menyebutkan proyeksi kuadran III. Proyeksi Amerika merupakan proyeksi yang letak bidangnya sama dengan arah pandangannya. - Cara Proyeksi Sudut Ketiga : Benda yang akan digambar diletakkan dalam peti dengan sisi-sisi tembus pandang sebagai bidang proyeksi seperti pada gambar diatas.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
12 Pada tiap-tiap bidang proyeksi akan tampak gambar pandangan dari benda menurut arah penglihatan, yang ditentukan oleh anak panah. Pandangan yang searah dengan bidang depan dipilih sebagai proyeksi bidang depan. Dan proyeksi bidang lainnya di proyeksikan dari arah yang lainnya. Seperti arah bidang atas sebagai proyeksi bidang atas, arah bidang bawah sebagai proyeksi bidang bawah, arah bidang kiri sebagai proyeksi bidang kiri, arah bidang kanan sebagai proyeksi bidang kanan, dan arah belakang sebagai proyeksi belakang.
Gambar 2.9 Proyeksi Sudut ketiga atau Proyeksi Amerika Setelah semua di ketahui, maka lebih berguna jika hasilnya disatukan dalam bidang datar dua dimensi, seperti gambar dibawah ini :
D
C E F B A (a) (b) (c)
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
13
(P. atas)
(P. kiri) (P. depan) (P. kanan) (P. Belakang)
(P. bawah) Gambar 2.10 Proyeksi Amerika - Simbol Proyeksi Amerika
Gambar 2.11 Simbol Proyeksi Amerika
2. 1.4 Toleransi Toleransi adalah suatu penyimpangan ukuran yang diperbolehkan atau diizinkan. Kadang-kadang seorang pekerja hanya mengerjakan bagian mesin yang tertentu saja, sedangkan pekerja yang lain mengerjakan bagian lainnya. Tetapi antara satu bagian dengan bagian lain dari bagian yang dikerjakan itu harus bisa dipasang dengan mudah. Oleh karena itu, harus ada standar ketepatan ukuran yang harus dipatuhi dan dipakai sebagai pedoman dalam mengerjakan sesuatu benda agar bagian bagian mesin itu dapat dipasang, bahkan ditukar dengan bagian lain yang sejenis. ISO merupakan suatu badan internasional yang menentukan masalah standardisasi, telah mengembangkan dan menentukan suatu standar toleransi yang diikuti oleh negara-negara industri di seluruh dunia.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
14
GAMBAR 2.12 Kedudukan Daerah Toleransi Poros dan Lubang
Gambar 2.13 Batasan Ukuran dan Toleransi Poros dan Lubang
A. Standar Toleransi Internasional IT Untuk menghindari keraguan dan untuk keseragaman nilai toleransi standar telah ditentukan oleh ISO/R286. Toleransi standar disebut Toleransi Internasional atau IT. 1. Tingkat diameter nominal Untuk mudahnya, rumaus yang diberikan untuk menghitung toleransi standard an penyimpangan pokok disesuaikan dengan tingkat diameter
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
15 pada tabel, hasilnya telah dihitung atas dasar harga rata-rata geometrik diameter dalam tingkat tersebut.Untuk seluruh tingkat samppai dengan 3 mm, diameter rata-rata diambil sebagai rata-rata geometric dari 1 dan 3 mm. Tabel 2.3 Tingakat diameter Nominal
2. Kualitas Toleransi Telah ditentukan 18 kwalitas toleransi, yang disebut toleransi satandar yaitu IT 01, IT 0, IT 1 sampai dengan IT 16. Nilai toleransi meningkat dari IT 01 sampai dengan IT 16. IT 01 sampai dengan IT 4 diperuntukan pekerjaan yang sangat teliti, seperti alat ukur, instrument-instrumen optic, dsb.Tingkat IT 5 sampai IT11 dipakai dalam bidang pemesinan umum, untuk bagian-bagian mampu ditukar, yang dapat digolongka pula pada pekerjaan yang sangat teliti dan pekerjaan biasa.Tingkat IT 12 sampai IT 16 dpakai untuk pekerjaan kasar.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
16 Tabel 2.4 Nilai toleransi satndar untuk kwalitas 5 s/d 16
Tabel 2.5 Nilai toleransi standar untuk kwlitas 0, 1, 0 dan 1.
3. Nilai Toleransi Standar IT Nilai-nilai numeric dari toleransi standar telah ditetukan dengan cara sesuai tabel, telah ditabletkan nilai-nilai numerik dalam satuan metrik untuk tiap tingkatan diameter nominal untuk tingkat 01, 0, 1 sampai dengan 16. Tabel 2.6 Nilai numerik untuk toleransi standar (Metrik)
Jenis-jenis toleransi : 1. Toleransi linier dan sudut Toleransi linier dan sudut ialah batas penyimpangan yang diizinkan dari dua buah garis dan membentuk sudut.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
17 2. Toleransi Geometrik Batas penyim pangan yang diizinkan, dari dua buah garis yang sejajar, atau dua buah bidang yang sejajar bila bidang itu tidak berbentuk sudut. Toleransi geometrik mencakup tolensi bentuk, posisi, tempat dan penyimpangan putar. Toleransi ini ditinjau dari bentuk dasar gambar. Angka pada toleransi menunjukkan kualitas toleransi yaitu dari angka 1 sampai dengan 16. Besarnya toleransi tergantung dari kualitas dan ukuran nominalnya. Huruf toleransi menunjukkan kedudukan daerah-daerah toleransi terhadap garis dasar. Untuk toleransi lubang digunakan huruf besar, sedangkan untuk poros digunakan huruf kecil. Untuk menghindari kekeliruan dalam membaca antara huruf dan angka maka ada beberapa huruf yang dihilangkan, yaitu huruf I, L, O, Q, dan W. Contoh-contoh penulisan toleransi adalah sebagai berikut.
Gambar 2.14 Penulisan Toleransi
Dengan adanya toleransi akan terjadi perbedaan-perbedaan ukuran dari bagian yang selesai dikerjakan dan akan dipasang. Tetapi perbedaan- perbedaan ini masingmasing dijamin untuk bisa dipasang dengan bagian yang menjadi pasangannya. Bila bagian itu dipasang atau digabungkan maka akan terjadi satu keadaan tertentu yang merupakan hasil dari gabungan atau pasangan itu. Keadaan hasil pasangan tersebut dinamakan suaian (fits). a. Jenis jenis Suaian Suaian yang terjadi ada beberapa macam, tergantungdaerah toleransi dari poros, maupun lubang yang dipakai sebagai basis pemberian
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
18 toleransi. Kemungkinan- kemungkinan jenis toleransi adalah sebagai berikut. 1) Suaian longgar (Clearance fits), yaitu bila bagian yang berpasangan pada waktu dipasang mempunyai kelonggaran yang pasti.
Gambar 2.15 Suaian Longgar 2) Suaian transisi (Transition fits)ini akan terjadi dua kemungkinan, yaitu bisa terjadi kesesakan kecil maupun kelonggaran kecil.
Gambar 2.16 Suaian Pas
3)Suaian sesak (Interfereance fits)pada pemasangan ini selalu dalam keadaan sesak.
Gambar 2.17 Suaian Paksa
b. Cara Menentukan Besarnya Toleransi Ada dua cara dalam menentukan besarnya toleransi yangdikehendaki, yaitu dengan sistem basis lubang dan sistem basis poros. Kedua cara ini bisa dipakai dalam menentukan toleransi ukuran. Pada sistem basis lubang, semua lubang diseragamkan pembuatannya dengan toleransi H sebagai dasar, sedangkan ukuran poros berubah-ubah menurut macam
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
19 suaian. Pada sistem basis poros, ukuran poros sebagai dasar dengan toleransi "h" dan ukuran lubang berubah-ubah. Nilai-nilai numeric dari toleransi standar telah ditetukan dengan cara sesuai tabel, telah ditabletkan nilai-nilai numerik dalam satuan metrik untuk tiap tingkatan diameter nominal untuk tingkat 01, 0, 1 sampai dengan 16. Tabel 2.7 Nilai numerik untuk toleransi standar (Metrik)
Jenis-jenis toleransi : 3. Toleransi linier dan sudut Toleransi linier dan sudut ialah batas penyimpangan yang diizinkan dari dua buah garis dan membentuk sudut. 4. Toleransi Geometrik Batas penyim pangan yang diizinkan, dari dua buah garis yang sejajar, atau dua buah bidang yang sejajar bila bidang itu tidak berbentuk sudut. Toleransi geometrik mencakup tolensi bentuk, posisi, tempat dan penyimpangan putar. Toleransi ini ditinjau dari bentuk dasar gambar. Angka pada toleransi menunjukkan kualitas toleransi yaitu dari angka 1 sampai dengan 16. Besarnya toleransi tergantung dari kualitas dan ukuran nominalnya.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
20 Huruf toleransi menunjukkan kedudukan daerah-daerah toleransi terhadap garis dasar. Untuk toleransi lubang digunakan huruf besar, sedangkan untuk poros digunakan huruf kecil. Untuk menghindari kekeliruan dalam membaca antara huruf dan angka maka ada beberapa huruf yang dihilangkan, yaitu huruf I, L, O, Q, dan W. Contoh-contoh penulisan toleransi adalah sebagai berikut.
Gambar 2.18 Penulisan Toleransi
Dengan adanya toleransi akan terjadi perbedaan-perbedaan ukuran dari bagian yang selesai dikerjakan dan akan dipasang. Tetapi perbedaan- perbedaan ini masingmasing dijamin untuk bisa dipasang dengan bagian yang menjadi pasangannya. Bila bagian itu dipasang atau digabungkan maka akan terjadi satu keadaan tertentu yang merupakan hasil dari gabungan atau pasangan itu. Keadaan hasil pasangan tersebut dinamakan suaian (fits). b. Jenis jenis Suaian Suaian yang terjadi ada beberapa macam, tergantungdaerah toleransi dari poros, maupun lubang yang dipakai sebagai basis pemberian toleransi. Kemungkinan- kemungkinan jenis toleransi adalah sebagai berikut. 3) Suaian longgar (Clearance fits), yaitu bila bagian yang berpasangan pada waktu dipasang mempunyai kelonggaran yang pasti.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
21
Gambar 2.19 Suaian Longgar 4) Suaian transisi (Transition fits)ini akan terjadi dua kemungkinan, yaitu bisa terjadi kesesakan kecil maupun kelonggaran kecil.
Gambar 2.20 Suaian Pas
3)Suaian sesak (Interfereance fits)pada pemasangan ini selalu dalam keadaan sesak.
Gambar 2.21 Suaian Paksa
b. Cara Menentukan Besarnya Toleransi Ada dua cara dalam menentukan besarnya toleransi yangdikehendaki, yaitu dengan sistem basis lubang dan sistem basis poros. Kedua cara ini bisa dipakai dalam menentukan toleransi ukuran. Pada sistem basis lubang, semua lubang diseragamkan pembuatannya dengan toleransi H sebagai dasar, sedangkan ukuran poros berubah-ubah menurut macam suaian. Pada sistem basis poros, ukuran poros sebagai dasar dengan toleransi "h" dan ukuran lubang berubah-ubah. 1)Sistem Basis Lubang Suaian dengan sistem basis lubang ini banyakdipakai. Suaian yang
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
22 dikehendaki dapat dibuat dengan jalan mengubah-ubah ukuran poros, dalam hal ini ukuran batas terkecil dari lubang tetap sama dengan ukuran nominal. Dalam basis lubang ini akan didapatkan keadaan suaiansuaian sebagai berikut. a) Suaian longgar: dengan pasangan daerah toleransi untuklubang adalah H dan daerah toleransi poros dari a sampai h. b) Suaian transisi dengan pasangan daerah toleransi lubang H dan daerah-daerah toleransi poros dari j sampai n. c) Suaian sesak: dengan pasangan daerah toleransi lubang H dan daerah toleransi poros dari p sampai z. Sistem basis lubang ini biasanya dipakai dalam pembuatan bagian-bagian dari suatu mesin perkakas, motor, kereta api, pesawat terbang, dan sebagainya.
Gambar 2.22 Sistem Satuan Lubang 2) Sistem Basis Poros Dalam suaian dengan basis poros maka poros selaludinyatakan dengan "h". Ukuran batas terbesar dari poros selalu sama dengan ukuran nominal. Pemilihan suaian yang dikehendaki dapat dilakukan dengan mengubah ukuran lubang. Sistem basis poros kurang disukai orang karena merubah ukuran lubang lebih sulit daripada merubah ukuran poros. Dalam sistem basis poros juga akan didapatkan keadaan suaian yang sama dengan suaian dalam sistem basis lubang dengan demikian dikenal juga: a) suaian longgar: dengan pasangan daerah toleransi h dan daerah toleransi lubang A sampai H b) suaian transisi: dengan pasangan daerah toleransi h untuk poros dan daerah toleransi lubang J sampai H. c) suaian sesak: dengan pasangan daerah toleransi h untuk poros dan
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
23 daerah untuk lubang P sampai Z. Sistem basis poros banyak digunakan dalam pembuatan bagian alat-alat pemindah, motor-motor listrik, pesawat angkat, dan sebagainya.
Gambar 2.23 Sistem Satuan Poros
Gambar 2.24 Suaian untuk Basis Lubang dan Kedudukan Daerah Toleransi
a. Tingkatan Suaian Dalam penggunaannya, suaian-suaian longgar, transisi,maupun sesak masih harus dibagi dalam tingkatan-tingkatan yang lebih terperinci. Dengan demikian dapat diten tukan jenis suaian yang tepat untuk suatu komponen menurut penggunaan dari kom ponen yang akan dibuat.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
24 1. Suaian Longgar a. Suaian Sangat Longgar Merupakan hasil pasangan dari H11-c11; H9d10; dan H9-e9. Tingkatan suaian ini digunakan untuk bagian-bagian yang mudah berputar, mudah dipasang dan dibongkar tanpa paksa, misalnya dipakai pada poros roda gigi, poros hubungan, dan bantalan dengan kelonggaran yang pasti. b. Suaian luas Suaian H8-f7 dan H7-g6. Suaian ini biasanya dipakaipada peralatan yang berputar terus-menerus, misalnya dipakai pada bantalan yang mempunyai kelonggaran biasa, yaitu bantalan jurnal. c. Suaian geser Suaian H7h6. Suaian ini banyak dipakai pada peralatanyang tidak berputar, misalnya senter kepala lepas, sarung senter, dan poros spindel. 2. Suaian Transisi Suaian ini merupakan hasil gabungan antara lubang danporos yang akan menghasilkan suatu keadaan kemungkinan longgar dan sesak, hal ini tergantung dari daerah toleransi yang dipakai yang termasuk dalam suaian transisi adalah sebagai berikut. a. Suaian puntir Suaian H7-k6. Suaian ini digunakan apabila pasangannyamemerlukan kesesakan dan dengan jalan dipuntir waktu melepas maupun memasang, misalnya sebuah metal dengan tempat duduknya. b. Suaian paksa Suaian H7-n6. Pada suaian ini akan terjadi kesesakanpermukaan yang dipasang agak panjang. Contoh pemakaiannya pada plat pembawa dalam mesin bubut, kopling, dan sebagainya. 3. Suaian sesak a. Suaian kempa ringanSuaian H7-p6. Pasangan dalam suaian ini harus ditekan atau dipukui dengan menggunakan palu plastik atau palu kulit. Pengunaan suaian ini misalnya pada bus-bus bantalan dan pelak roda gigi. b. Suaian kempa berat Suaian H7-p6. Pemasangan suaian ini harus ditekandengan gaya yang agak berat dan suatu ketika harus menggunakan mesin penekan. Suaian ini digunakan pada kopling atau pada gelang tekan.
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
25 Untuk basis poros: 1. Suaian Longgar a. Suaian sangat luas Suaian h11-C11; h9-D10; dan h9-E9. Penggunaannya adalah pada bantalan-bantalan yang mudah dipasang dan dilepas dengan poros.
b. Suaian luas Suaian h7-F8 dan h6-G7. Contoh penggunaannya pada bantalan jurnal dan peralatan yang tidak berputar. c. Suaian geser Suaian h6-H7. Penggunaan pada peralatan yang tidak berputar.
2. Suaian Transisi a Suaian puntirSuaian h6-K7. Suaian ini dipakai pada peralatan yang pemasangannya harus mengalami penekanan dan dipuntir. a. Suaian paksa Suaian h6-N7. Pada sistem ini juga terjadi kesesakan yang pasti.
3. Suaian Sesak a. Suaian kempa ringanSuaian h6-P7. Pemasangan komponen dalam suaian ini harus ditekan. b. Suaian kempa berat Suaian h6-S7. Pemasangan komponen ini harus ditekan dengan gaya yang lebih berat.
Tabel 2.8 Suaian Basis Lubang
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
26
Tabel 2.9 Suaian Basis Poros b. Menentukan Harga toleransi Komponen-komponen yang termasuk dalam golongan lubang adalah dudukan-dudukan dari pasak poros, bantalan-bantalan, lubang poros roda gigi, lubang poros bubungan, dan sebagainya. Komponen-komponen yang termasuk golongan poros adalah poros- poros, pasak-pasak, baut-baut, sekrup-sekrup, senter, ring torak, pena torak, dan sebagainya. Dalam hal ini, pemberian dimensi dari toleransi merupakan tanggung jawab moral perencana. Bila akan mencari harga toleransi dari ukuran nominal lubang dengan ukuran 30 mm maka lajur yang dipakai adalah lajur untuk diameter 18-30 mm bukan lajur 30-40 mm. Misalnya untuk lubang 0 30 H9 maka harga toleransinya dicari pada lajur mendatar +0,52 +0,52 dari 0 18-30 mm, yaitu 0 Nm dan ditulis 0 30 H9 (0).
Laporan Akhir Praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16 Laboratorium Inti Teknologi Produksi 27
Tabel 2.10 Daftar untuk Setiap Macam Tingkatan Suaian
Keterangan : Satuan toleransi, dalam micronmeter (mikron)Biasanya ditulis dalam simbol m. 1 m = 0,001 mm a. Daerah Toleransi Daerah toleransi adalah selisih antara ukuran maksimum dan minimum yang diizinkan dari suatu lubang maupun poros dalam harga mutlak.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
28
Gambar 2.25 Penunjukan DaerahToleransi dan Penunjukan Daerah Penyimpangan ukuran +0,5 mm adalah penyimpangan membesar atau disebut penyimpangan atas, pada umumnya ditulis simbol ES yang merupakan singkatan dari kata Ecart Superieur(bahasa Prancis). Penyimpangan -0,5 mm adalah penyimpangan mengecil, disebut juga penyimpangan bawah, biasanya diberi simbol El yang merupakan singkatan dari Ecart Inferieur. Simbol toleransi dan persyaratannya dituliskan dalam sebuah kotak toleransi yang dibagi menjadi dua atau lebih bagian.
Gambar 2.26 Kotak Toleransi
Gambar 2.27 Keterangan Isi Kotak Toleransi
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
29 Tabel 2.11 Penunjukan Toleransi Bentuk dan Posisi yang Disajikan Secara Kelompok
2.3 KLASIFIKASI PROSES PRODUKSI Proses produksi adalah suatu proses mengubah bahan baku atau bahan mentah menjadi suatu produk jadi atau setengah jadi untuk meningkatkan nilai guna yang sesuai dengan keinginan. Diagram proses produksi :
Modal
Bahan Baku Produk
Man Material Mesin Gambar 2.28 Proses produksi
Proses Produksi Energi + Teknologi Informasi
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
30 Keterangan : 1. Man : Suatu proses produksi memerlukan kemampuan manusia sebagai operator dan pengontrol. 2. Material : Bahan baku untuk di jadikan sebuah produk pada suatu proses produksi. 3. Mesin : Alat yang digunakan dalam proses produksi suatu material. 4. Bahan baku : Merupakan Input dari proses produksi tersebut. 5. Produk : Merupakan Output atau hasil dari proses produksi. 6. Energi + teknologi informasi : Suatu proses produksi memerlukan Energi dan Teknologi Informasi untuk menunjang hasil yang baik dari produk yang di produksi. 7. Modal : Biaya yang dibutuhkan selama melakukan proses produksi suatu produk. Proses produksi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu : 2.3.1 Proses Pengecoran (casting) - Pengertian Proses pengecoran adalah salah suatu proses produksi dengan cara memanaskan logam sampai titik leleh (melting point) kemudian dituangkan ke dalam cetakan, kemudian dikeluarkan dari cetakannya sehingga tercipta suatu produk baru. - Klasifikasi Proses pengecoran secara garis besar dapat dibedakan dalam proses pengecoran dan proses percetakan. Pada proses pengeceron tidak digunakan tekanan sewaktu mengisi rongga cetakan, sedang pada proses pencetakan logam cair ditekan agar mengisi rongga cetakan. Karena pengisian logam berbeda, cetakan pun berbeda, sehingga pada proses percetakan cetakan umumnya dibuat dari loga. Pada proses pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir meskipun ada kalanya digunakan pula plaster, lempung, keramik atau bahan tahan api
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
31 lainnya. Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua macam, yaitu traditional casting (tradisional) dannon-traditional (nontradisional). - Skema Pengecoran
Gambar 2.29 Skema proses pengecoran cetakan pasir
- Contoh Produk Contoh produk dapat dibuat dengan proses ini adalah blok mesin kendaraan, permukaan karburator, dan lain-lain.
Gambar 2.30 Produk hasil Pengecoran 2.3.2 Proses Pembentukan (forming) - Pengertian Proses pembentukan adalah salah satu proses produksi dengan pemberian gaya beban terhadap material hingga terjadi deformasi plastis, dapat di proses dengan ataupun tanpa pengaruh dari temperatur dan dengan menggunakan
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
32 ataupun tidak menggunakan cetakan sehingga menjadi produk sesuai dengan yang diinginkan. Tabel 2.12 Perbedaan Proses Pemesinan dengan Proses Pembentukan No Proses Pemesinan Proses Pembentukan 1 Memiliki ketelitian tinggi Ketelitian kurang 2 Terbentuk geram Tidak terbentuk geram 3 Permukaan produk yang dihasilkan baik Permukaan produk yang dihasilkan kurang baik 4 Memakai mesin perkakas Memakai cetakan 5 Volume benda kerja berubah Volume benda kerja tetap 6 Serat material putus Serat tidak terputus
- Klasifikasi Proses pembentukan logam dengan mempergunakan gaya tekan untuk mengubah bentuk dan atau ukuran dari logam yang dikerjakan.Secara umum dapat dibagi 4 kelompok besar : 1. Forging 2. Extrusion 3. Rolling 4. Drawing - Skema Pembentukan
Gambar 2.31 Skema Proses Pembentukan - Contoh Produk Contohnya adalah : pengerollan(rolling) dan penempaan.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
33 deep drawing tempa blanking
Gambar 2.32 Produk Pembentukan 2.3.3 Proses Penyambungan (joining) - Pengertian Proses penyambungan adalah salah satu proses produksi yang menggabungkan satu komponen dengan komponen lainnya sehingga terbentuk satu komponen yang diinginkan. Penyambungan dapat dilakukan melalui pengelasan, mematri, soldering, pengelingan, perekatan dengan lem, penyambungan dengan baut dan lain-lain. - Klasifikasi Proses penyambungan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : a. Penyambungan Tetap Penyambungan tetap adalah penyambungan yang tidak dapat dipisahkan lagi, apabila dipisahkan akan dapat merusak salah satu dari komponennya, baik itu terhadap benda kerja atau pun objek penyambungnya. Contoh: penyambungan pada pengelasan, patri, solder, paku keling dan lain-lain.
Gambar 2.33 Penyambungan Tetap (Pengelasan)
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
34
Gambar 2.34 Paku keling untuk penyambungan semipermanen
b. Penyambungan Tidak Tetap Penyambungan tidak tetap adalah penyambungan yang dapat dipisahkan dan tidak merusak salah satu dari komponennya. Contoh: penyambungan dengan menggunakan baut.
Gambar 2.35 Penyambungan Tidak Tetap
- Skema
Gambar 2.36 Proses Penyambungan
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
35 2.3.4 Metalurgi Serbuk (powder metallurgy) - Pengertian Proses ini dilakukan dengan cara pemberian beban pada serbuk-serbuk logam sesuai dengan bentuk cetakan yang akan dibuat lalu dilakukan proses pemanasan (sintering) agar partikel serbuk menyatu (bonding) menjadi massa yang kaku (rigid), sesuai dengan geometri yang diinginkan. Biasanya metalurgi serbuk untuk membuat suatu komponen yang sangat kecil. Contoh produk yang dibuat dengan cara metalurgi serbuk ini adalah roda gigi pada jam tangan. Klasifikasi 1. Serbuk paduan Serbuk yang dihasilkan melalui pencampuran logam murni tidak akan mempunyai sifat yang sama dengan serbuk paduan. Serbuk campuran lebih disukai dikarenakan lebih mudah membuatnya dan hanya dengan tekanan yang lebih rendah serbuk paduan yang dipadu selam proses pencairan menghasilkan sifat produk yang hampir sama dengan paduan padatnya. Hal ini memungkinkan untuk dihasilkannya paduan seperti baja tahan karat dan komposisi paduan tinggi lainnya, yang sebelumnya tidak mungklin dibentuk melalui pencampuran. Serbuk logam pra-paduan mempunyai sifat-sifat seperti tahan korosi, kekuatan tinggi atau daya tahan terhadap suhu tinggi. 2. Serbuk berlapis Serbuk logam dapat dilapisi dengna unsur tertentu, malalui caramengalirkan gas pembawa. Setiap partikel tersalut (solute) dengan merata, sehingga akan menghasilkan suatu produk yang bila disinter akan mengikuti karakteristik tertentu dari sifat bahan pelapisnya. Hal ini memungkinkan penggunaan serbuk murah dengan pengikat bahan aktif pada bagian luarnya. Produk yang dibuat dari serbuk berlapis yang telah disinter, jauh lebih homogen daripada produk yang dihasilkan dengan cara pencampuran.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Lebih mudah buatnya (ekonomis) Tekanan lebih rendah Hasilkan sifat yang hampir sama dgn paduannya Komposisi paduannya tinggi Hasilkan karakteristik yang diinginkan
Dapat dilapis unsur tertentu dengan mengalirkan gas pembawa Setiap partikel tersalut dengan rata Mengadopsi karakteristik tertentu dari bahan pelapisnya Lapisan serbuknya jauh lebih homogen
- Skema Proses produksi dengan menggunakan bahan dasar berupa serbuk logam
Gambar 2.37 Proses metalurgi serbuk - Contoh : Pembuatan roda gigi pada jam tangan dan komponen-komponen yang berukuran kecil lainnya.
Gambar 2.38 Hasil Produk Metalurgi Serbuk
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
37 2.3.5 Proses Perakitan (Assembly) - Pengertian Proses perakitan adalah salah satu proses produksi yang menggabungkan beberapa part atau komponen menjadi suatu produk yang utuh. Proses perakitan juga merupakan proses produksi yang menggabungkan dua buah komponen atau lebih sehingga komponen-komponen tersebut dapat berfungsi. - Skema Pada dunia Indutri perakitan mobil :
Gambar 2.39 Contoh Sub-Assy Pada Toyota - Contoh : Perakitan sebuah sepeda motor, mobil, televisi, proses perakitan mobil,dll.
Gambar 2.40 Proses Perakitan Mobil
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
38 2.3.6 Proses Perubahan Sifat Mekanik - Pengertian Perbaikan sifat fisik adalah suatu proses untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat mekanik yang ada pada suatu material seperti, kekuatan, keuletan, kekerasan, modulus elastisitas, ketahanan lelah, ketahanan impak, ketahanan mulur, ketahanan aus dan ketangguhan. Salah satu cara untuk memperbaiki sifat tersebut alah dengan perlakuan panas (heat treatment). - Klasifikasi 1. Heat treatment Merupakan suatu proses perlakuan thermal terhadap logam bertujuan untuk mendapatkan sifat mekanik yang diinginkan, sehingga mencapai temperatur austenit, kemudian didinginkansampai suhu merata.
Gambar 2.41 Proses Heat Treatment
Gambar 2.42 Contoh Produk Hasil Heat Treatment
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
39 2. Surface treatment Merupakan suatu proses perlakuan panas pada permukaan benda kerja, tanpa mengubah sifat mekaniknya secara keseluruhan, karena perubahan yang dilakukan hanya pada bagian permukaan.
Gambar 2.43 Proses Surface Treatment
Gambar 2.44 Contoh Produk Hasil Surface Treatment - Contoh : Membuat fasa martensit pada sebuah roda gigi. 2.3.7 Proses Polymer Proses polymer merupakan proses produksi dengan menggunakan bahan dasar berupa polimer. Polimer merupakan gabungan monomer- monomer yang membentuk rantai hidrokarbon (C-H) yang panjang yang terdiri dari :
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
40 1) Termoplastik Termoplastik merupakan polimer dengan rantai karbon lurus, tidak tahan temperatur tinggi, dan berkekuatan rendah. Contoh : plastik. 2) Termosetting Termosetting merupakan polimer dengan rantai hidrokarbon bercabang, tahan terhadap temperatur tinggi, dan mempunyai stabilitas yang tinggi. Contoh : PVC (Poly Vinyl Chloride) dan melamin. 3) Elastomer Elastomer merupakan polimer yang mempunyai tingkat elastisitas yang tinggi dan rantai karbon berbentuk jala. Contoh : Karet alam.
Gambar 2.45 Proses Polymer - Contoh Produk Contoh : Pembuatan fiber untuk body kendaraan roda dua, pipa PVC, dll
Gambar 2.46 Contoh Hasil Proses Polymer
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
41 2.3.8. Proses Pemesinan (machining) - Pengertian Proses pemesinan adalah suatu proses produksi yang menggunakan mesin perkakas, yang memanfaatkan gerak relatif antara pahat dengan benda kerja sehingga menghasilkan suatu produk sesuai dengan spesifikasi geometri yang diinginkan, dan menghasilkan material sisaberupa geram.
Gambar 2.47 Proses Pemesinan
Gambar 2.48 Contoh Hasil Proses Pemesinan - Klasifikasi Adapun klasifikasi proses pemesinan, yaitu : 1. Berdasarkan Bentuk Pahat a. Proses Konvensional Proses konvensional merupakan proses untuk mengubah suatu produk dengan menggunakan pahat potong dalam proses pemotongan logam. Seperti: bubut, freis, gurdi, dll.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
42 b. Proses Non Konvensional Proses non konvensional merupakan suatu proses pemesinan yang tidak menggunakan mata pahat sebagai mata potong tapi menggunakan dengan memanfaatkan energi listrik, kimia, tekanan air untuk pemotongan logam. Contoh dari proses non konvensional: - Ultrasonic Machining (USM) - Chemical Machining - Electrochemical Machining (ECM) - Electrical-Discharge Machining (EDM) - Laser Beam Machining (LBM)
1. Ultrasonic Machining (USM) Ultrasonic Machining merupakan proses pemesinan yang menggunakan gelombang ultrasonic untuk memotong logam. Frekuensi yang digunakan adalah 20 khz.
Gambar 2.49 Proses ultrasonic
2. Chemical Machining Chemical Machining merupakan suatu proses produksi yang menggunakan reaksi kimia untuk pemotongan logam.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
43
Gambar 2.50 Proses kimia
3. Electrochemical Machining (ECM) Electrochemical Machining merupakan suatu proses pemesinan yang memanfaatkan perbedaan potensial untuk memotong logam.
Gambar 2.51 Proses kimia listrik
4. Electrical-Discharge Machining (EDM) Electrical-Discharge Machining merupakan suatu proses pemesinan yang memanfaatkan beda potensial dan larutan elektrolik untuk memotong logam.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
44
Gambar 2.52 Proses EDM
Gambar 2.53 Hasil produk EDM 5. Laser Beam Machining (LBM) Laser Beam Machining merupakan suatu proses pemesinan yang menggunakan energi laser untuk pemotongan logam.
Gambar 2.54 Proses LBM
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
45
Gambar 2.55 Hasil produk LBM 6. Water Jet Machining (WJM) Water Jet Machining adalah proses pemesinan yang menggunakan kekuatan air, air yang bertekanan tinggi disemprotkan kearah benda kerja, sehingga akan membuat benda kerja terpotong.
Gambar 2.56 Water Jet Machining c. Proses Abrasif Proses abrasif adalah suatu proses yang menggunakan material abrasif untuk menghasilkan kualitas permukaan yang baik. Contoh: gerinda selindrik, gerinda datar, lapping, dll. a. Gerinda Proses gerinda adalah suatu proses pemesinan yang menggunakan mesin gerinda dengan pahat yang berupa batu gerinda berbentuk piringan yang dibuat dari campuran serbuk abrasif dan bahan pengikat dengan komposisi dan struktur tertentu. Proses gerinda diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
46 - Proses Gerinda Selindrik - Proses Gerinda Datar - Gerinda selindrik Gerinda selindrik merupakan salah satu mesin perkakas yang digunakan untuk membuang atau menghaluskan permukaan benda kera yang berbentuk selindrik.
Gambar 2.57 Gerinda selindrik (a) internal (b) eksternal
- Gerinda datar Proses gerinda datar adalah suatu proses pemesinan bagi pengerindaan permukaan rata atau datar.
Gambar 2.58 Gerinda datar
b. Mengasah halus (lapping) Proses mengasah halus merupakan suatu proses pemesinan dengan menggunakan material abrasif tanpa pengikat yang diletakan diantara benda kerja dan alat pemutarnya.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
47
Gambar 2.59 Gerinda Halus
2. Berdasarkan Gerak Relatif Pahat Gerak relatif merupakan gerak terhadap suatu titik acuan, gerak relatif pahat terhadap benda kerja akan menghasilkan geram dan permukaan baru pada benda kerja secara bertahap akan terbentuk menjadi komponen yang dikehendaki. Berdasarkan gerak relatif pahat terhadap benda kerja dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :
- Gerak potong (cutting movement) Gerak potong merupakan gerak relatif antara pahat dan benda kerja sehingga menghasilkan permukaan baru pada benda kerja.
Gambar 2.60 Gerak Potong
- Gerak makan (feeding movement) Gerak makan merupakan gerak relatif antara pahat dan benda kerja sehingga menyelesaikan permukaan baru.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
48
Gambar 2.61 Gerak Makan
3. Berdasarkan Jumlah Mata Pahat yang digunakan Pada proses pemesinan setiap mesin pekakas yang kita gunakan memiliki jumlah mata pahat yang berbeda-beda. Jenis pahat yang digunakan sesuaikan dengan bentuk permukaan akhir dari produk. Adapun klasifikasi jumlah mata pahat dapat dikelompokan menjadi dua jenis mata pahat, yaitu; - Pahat mata potong tunggal (single point cutting tools) Mesin yang menggunakan pahat potong tunggal adalah mesin bubut dan sekrap.
Gambar 2.62 Pahat bermata potong tunggal - Pahat mata potong jamak (multiple point cuttings tools) Mesin yang menggunakan pahat potong jamak adalah mesin freis dan gurdi.
Gambar 2.63 Pahat bermata potong jamak
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
49 - Pahat bermata potong tak terhingga Mesin yang menggunakan pahat potong tak hingga adalah mesin Gerinda.
Gambar 2.64 Pahat bermata potong tak hingga
Tabel 2.14 Klasifikasi proses pemesinan menurut jenis gerak relatif pahat terhadap benda kerja Jenis Proses Gerak Potong Gerak Makan Bubut
diputar
Benda kerja m/min
lurus Pahat mm/min Gurdi Pahat m/min Pahat mm/min Freis Pahat m/min Benda kerja mm/min Gerinda rata Pahat m/s Benda kerja Gerinda silindrik Pahat m/s Benda kerja 1 & 2 Skrap meja
Lurus
Benda kerja Pahat m/min
Pahat Benda kerja
Skrap
Gergaji
Pahat m/min
4. Berdasarkan Orientasi Permukaan Dilihat dari segi orientasi permukaan, proses pemesinan dapat diklasifikasikan menjadi dua proses yaitu:
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
50 - Permukaan berbentuk silindrik atau konis.
Gambar 2.65 Permukaan berbentuk silindrik - Permukaan berbentuk rata/lurus dengan atau tanpa putaran benda kerja.
Gambar 2.66 Permukaan berbentuk perismatik
5. Berdasarkan Mesin yang Digunakan Dalam proses pemesinan jika kita ingin melakukan suatu pekerjaan, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu dengan mesin apa kita gunakan sehingga produk yang kita buat sesuai dengan yang diinginkan. Dalam satu jenis mesin perkakas kita dapat melakukan beberapa proses pemesinan, Misalnya; pada mesin bubut selain membubut dapat pula digunakan untuk menggurdi, memotong, dan melebarkan lubang (boring) dengan cara mengganti pahat dengan yang sesuai
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
51 No Jenis Proses Mesin Perkakas Yang Digunakan 1 Membubut (turning) Mesin Bubut (Lathe) 2 Menggurdi (drilling) Mesin Gurdi (Drilling Machine) 3 Menyekrap (shaping/planing) Mesin Sekrap (Shapping Machine) 4 Mengefreis (milling) Mesin Freis (Milling Machine) 5 Menggergaji (sawing) Mesin Gergaji (Sawing Machine) 6 Melebarkan lubang (boring) Mesin Koter (Boring Machine) 7 Memarut (broching) Mesin Parut (Broc Machine) 8 Menggerinda (grinding) Mesin Gerinda (Grinding Machine) 9 Mengasah (honing) Honing Machine 10 Mengasah halus (lapping) Lapping Machine 11 Mengasah super halus (super finishing) Super Finishing 12 Mengkilapkan (polishing) Polisher & Buffer Tabel 2.15 Klasifikasi Proses Pemesinan Berdasarkan Mesin Perkakas Yang Digunakan
2.4 ELEMEN DASAR PROSES PEMESINAN Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar proses permesinan, yaitu : 1. Kecepatan potong (cutting speed) : Vc (m/min) 2. Kecepatan makan (feeding speed) : Vf (mm/min) 3. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm) 4. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min), dan 5. Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) : Z (cm 3 /min) Elemen proses pemesinan (Vc, Vf, a, tc dan Z) dihitung berdasarkan dimensi benda kerja dan pahat, serta besaran dari mesin perkakas. Besaran mesin perkakas tergantung pada jenis mesin perkakas. Oleh sebab itu, rumus yang dipakai untuk menghitung setiap elemen proses pemesinan dapat berlainan.
Macam-macam proses pemesinan, berdasarkan jenis mesin yang digunakan :
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
52 2.4.1 Proses Bubut (turning) Mesin bubut adalah suatu proses permesinan yang dapat digunakan untuk memproduksi material berbentuk konis atau silindrik. Jenis mesin bubut yang paling umum digunakan adalah mesin bubut (lathe) yang melepas bahan dengan memutar benda kerja terhadap pemotong mata tunggal. - Gambar dan Bagian dari mesin bubut (lathe)
Gambar 2.67 Mesin Bubut
Keterangan gambar : Spindel merupakan lubang tempat pemasangan pencekam/chuck. Kepala tetap merupakan tempat diletakkannya spindel dan gear box. Tool Post adalah tempat untuk memasang pahat. Feed change gear box merupakan pengatur untuk gerak makan dan kecepatan potong
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
53 Lead screw berguna untuk menggerakkan kereta saat melakukan proses bubut untuk pembuatan ulir. Apron sebagai pembawa pahat yang melakukan gerak translasi untuk melakukan gerak makan. Rumah roda gigi adalah tempat lengan pengatur. Kendali spindel merupakan tempat mengatur spindel. Center merupakan tempat penahan ujung penampang benda kerja atau tempat pembuatan lubang pertama. Kondisi pemotongan proses bubut ditentukan sebagai berikut : Benda kerja : - Diameter awal (d0) ; mm - Diameter akhir (d m ) ; mm - Panjang pemesinan (l t ) ; mm Pahat : - Sudut potong utama (k r ) - Sudut geram ( o ) Mesin bubut : - Kedalaman potong (a) ; mm - Gerak makan (f) ; mm/rev - Putaran spindel (n) ; r/mm
Gambar 2.68 Kondisi Pemotongan
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
54 - Elemen Dasar Proses Bubut 1. Kecepatan potong (Cutting speed ) V c = 1000 . . n d t ; m/min Dimana, d = diameter rata-rata ,yaitu d = (do + dm)/2 ; mm 2. Kecepatan makan (feeding speed) V f = f.n ; mm/min 3. Waktu pemotongan (depth of cut) t c = l t / V f ; min 4. Kedalaman potong (cutting time) a = ( d m d o ) / 2 ; mm 5. Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) Z = A .V ; A = f . a ; mm 2
Z = f . a . V c ; cm 3 /min
- Jenis- jenis dari proses bubut Berdasarkan posisi benda kerja yang akan dibuat pada mesin bubut, ada beberapa proses bubut yaitu : 1. Bubut silindris (turning) 2. Bubut Bentuk (forming) 3. Membuat lubang (drilling) 4. Pengerjaan tepi / bubut muka (facing) 5. Meluaskan lubang (boring) 6. Pemotongan (cut-off) 7. Bubut konis (taper turning) 8. Bubut Alur (grooving) 9. Bubut Ulir (threading)
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
55
Gambar 2.69 proses bubut
2.4.2 Proses Freis (milling)
Gambar 2.70 Mesin Freis
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
56 Keterangan : 1. Spindle : merupakan lubang tempat memasangkan chuck 2. Spindle lever : handle pengatur putaran spindle 3. Movement Wheels : handle penggerak meja
Proses freis adalah suatu proses permesinan yang digunakan untuk membuat produk dengan bentuk prismatik, spie dan roda gigi. Mesin freis merupakan mesin yang paling mampu melakukan banyak kerja dari semua mesin perkakas. Pahat freis mempunyai jumlah mata potong banyak (jamak) sama dengan jumlah gigi freis . Pada mesin freis pahat bergerak rotasi dan benda kerja bergerak translasi. - Pengelompokan Mesin Freis Secara umum mesin freis dapat dikelompokkan, pengelompokan ini berdasarkan posisi dari spindel mesin tersebut, antara lain : a. Freis tegak (face milling) Pada freis tegak antara sumbu pahat dan benda kerja tegak lurus. b. Freis datar (slab milling) Pada freis datar antara sumbu pahat dan benda kerja sejajar.
Face milling cutter Slab milling cutter
Gambar 2.71 Jenis Mesin Freis
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
57 - Freis datar dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Mengefreis turun (down milling) Pada down milling gerak rotasi pahat searah dengan gerak translasi benda kerja. Pahat bekerja turun sehingga menyebabkan benda kerja lebih tertekan ke meja dan meja terdorong oleh pahat, gaya dorongnya akan melebihi gaya dorong ulir atau roda gigi penggerak meja. Mengefreis turun tidak dianjurkan untuk permukaan yang terlalu keras.
2. Mengefreis naik (up milling/coventional milling) Pada up milling gerak rotasi pahat berlawanan arah dengan gerak translasi benda kerja. Mengefreis naik dipilih karena alasan kelemahan mengefreis turun. Mengefreis naik mempercepat keausan pahat karena mata potong lebih banyak menggesek benda kerja saat mulai pemotongan, selain itu permukaan benda kerja lebih kasar.
Gambar 2.72 Jenis Pahat (a) up milling (b) down Milling Cara membedakan proses freis up milling dengan down milling adalah : a. Dengan melihat arah buangan geramnya. b. Dengan melihat arah putaran dari pahat tersebut. Dari kedua model freis datar di atas, down Milling adalah lebih bagus karna menghasilkan permukaan yang lebih halus dengan gaya kerja yang besar. Table 2.16 Perbedaan Up Milling Dengan Down Milling No. Up milling Down milling 1 Gerak pahat berlawanan dengan gerak benda kerja Gerak pahat searah dengan benda kerja
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
58 2 Kehalusan permukaan kurang baik Kehalusan permukaan lebih baik 3 Keausan lebih cepat Keausan lambat 4 Gaya yang diberikan lebih besar Gaya yang diberikan kecil 5 Getaran yang dihasilkan kecil Getaran yang dihasilkan besar - Jenis-jenis proses freis
Freis Selubung Freis Ujung
Freis Muka Freis Sisi Freis Alur
Pemotongan Freis Bentuk Freis Inti
Freis Ulir
Gambar 2.73 Proses yang dapat dilakukan pada mesin freis
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
59 Beberapa parameter yang dapat diatur pada mesin freis adalah putaran spindel (n), kecepatan makan (Vf), kedalaman potong (a). Elemen dasar dari proses freis dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dapat diturunkan dari kondisi pemotongan, sebagai berikut; Benda kerja : w = lebar pemotongan lw = panjang pemotongan a = kedalaman potong
Pahat freis : d = diameter luar z = jumlah gigi (mata potong)
r k = sudut potong utama = 90 untuk pahat freis selubung
Mesin freis : n = putaran poros utama V f = kecepatan makan
Gambar 2.74 Kondisi Pemotongan
- Elemen dasar pada mesin freis dapat dihitung dengan rumus berikut : 1. Kecepatan potong v = 1000 . . n d t ; m/min
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
60 2. Gerak makan pergigi fz = V f / (z n) ; mm/(gigi)
3. Waktu pemotongan tc = lt / V f ; min
dimana : lt = lv + lw + ln ; mm, lv ) ( a d a = ; untuk mengefreis datar lv > 0 ; untuk mengefreis tegak ln > 0 ; untuk mengefreis datar ln = d / 2 ; untuk mengefreis tegak dimana : lw = panjang pemotongan ; mm lv = panjang mula-mula ; mm lt = panjang proses pemesinan ; mm
4. Kecepatan menghasilkan geram Z = 1000 . . w a V f ; cm 3 /min
2.4.3 Proses Gurdi (drilling) Proses gurdi adalah suatu proses permesinan yang digunakan untuk pembuatan lubang atau memperbesar lubang pada sebuah objek dengan diameter tertentu. Pahat gurdi mempunyai dua mata potong dan melakukan gerak potong berupa rotasi dan translasi, sedangkan benda kerja dalam keadaan diam. Mesin gurdi terdiri dari beberapa jenis diantaranya mesin gurdi drill press dan mesin gurdi radial.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
61
Gambar 2.75 Mesin Gurdi dan bagian-bagiannya - Beberapa proses yang dapat dilakukan pada mesin gurdi yaitu : 1. Gurdi (drilling) Penggurdian adalah operasi pemesinan yang digunakan untuk membuat lubang bulat pada bendakerja. Penggurdian pada umumnya menggunakan perkakas berbentuk silinder yang memiliki dua tepi potong pada ujungnya. Hantaran perkakas dilakukan dengan menekan gurdi yang berputar ke dalam bendakerja yang diam sehingga diperoleh lubang dengan diameter yang sesuai dengan diameter gurdi.
Gambar 2.76 Drilling 2. Perluasan ujung lubang (counter boring) Penggurdian adalah operasi pemesinan yang digunakan untuk membuat lubang bulat pada bendakerja. Penggurdian pada umumnya menggunakan perkakas berbentuk silinder yang memiliki dua tepi potong pada ujungnya. Hantaran perkakas dilakukan dengan menekan gurdi yang berputar ke dalam
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
62 bendakerja yang diam sehingga diperoleh lubang dengan diameter yang sesuai dengan diameter gurdi
Gambar 2.77 Counter Boring 3. Penyerongan ujung lubang (counter sinking) Hampir sama dengan counterboring tetapi pembesaran dilakukan menyerong sehingga diperoleh ujung lubang berbentuk konis (kerucut); digunakan untuk peletakan sekrup dan baut kepala rata.
Gambar 2.78 Counter Sinking
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
63 4. Perluasan atau penghalusan lubang (reaming) yaitu operasi pembesaran lubang sedikit lebih besar dibandingkan dengan diameter lubang sebelumnya agar diperoleh toleransi yang lebih baik, dan juga untuk memperbaiki permukaan akhir lubang. Perkakas yang digunakan disebut reamer yang biasanya memiliki alur lurus. Gambar 2.79 Reaming
5. Gurdi lubang dalam (gun drilling) Beberapa masalah yang tidak dijumpai dalam operasi penggurdian biasa, dapat muncul dalam penggurdian lubang yang panjang/dalam misalnya pada saat menggurdi laras senapan, spindel panjang, batang engkol, dan lain-lain. Dengan bertambahnya panjang lubang, akan makin sulit untuk menyangga benda kerja dan penggurdi secara baik. Pengeluaran serpihan dengan cepat dari operasi penggurdian diperlukan untuk memastikan operasi yang baik dan ketepatan dari penggurdian. Kecepatan putar dan hantaran juga harus ditentukan dengan teliti, karena kemungkinan terjadi lenturan lebih besar dibanding penggurdi yang lebih pendek. Untuk mengatasi hal ini, telah dikembangkan mesin gurdi lubang dalam. Disain mesin ini dikembangkan dari jenis horizontal maupun vertikal, bisa konstruksi spindel tunggal maupun spindel jamak, dan mungkin bervariasi dalam hal apakah benda kerja atau penggurdi yang harus berputar. Mesin yang banyak dipakai pada umumnya konstruksinya
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
64 horizontal, menggunakan sebuah penggurdi pistol pemotongan pusat yang mempunyai mata potong tunggal dengan alur lurus sepanjang gurdi. Minyak bertekanan tinggi diberikan kepada mata potong melalui sebuah lubang dalam penggurdi. Pada penggurdi pistol, hantaran harus ringan untuk mencegah pelenturan dari penggurdi.
Gambar 2.80 Gun Drilling - Ada tiga jenis pahat dari mesin gurdi, yaitu : 1. Penggurdi Puntir (twist drill)
Penggurdi puntir merupakan penggurdi dengan dua galur dan dua tepi potong.
Gambar 2.81 Penggurdi puntir
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
65 2. Penggurdi Pistol (gun drill) Ada dua jenis penggurdi pistol yaitu : a. Bergalur lurus yang digunakan untuk penggurdian lubang yang dalam, yaitu penggurdi trepan yang tidak memiliki pusat mati dan meninggalkan inti pejal dari logam. b. Penggurdi pistol pemotong pusat yang fungsinya hampir sama dengan penggurdi trepan. Penggurdi pistol ini mempunyai kecepatan potong yang lebih tinggi dari penggurdi puntir konvensional.
Gambar 2.82 Penggurdi pistol bergalur lurus. A. Penggurdi trepan, B. Penggurdi pistol pemotongan 3. Penggurdi Khusus Penggurdi khusus digunakan untuk menggurdi lubang yang lebih besar yang tidak dapat dilakukan oleh penggurdi puntir.
Gambar 2.83 Pemotong untuk lubang pada logam tipis. A. Pemotong gergaji. B.Fris kecil (fly cutting).
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
66
Gambar 2.84 Pahat Gurdi
Gambar 2.85 Kondisi Pemotongan Elemen dasar dari proses gurdi dapat diketahui atau dihitung dengan menggunakan rumus yang dapat diturunkan dari kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut; Benda kerja : l w = panjang pemotongan benda kerja ; mm Pahat gurdi : d = diameter gurdi ; mm K r = sudut potong utama
= sudut ujung (point angle) Mesin gurdi : n = putaran poros utama ; rev/min V f = kecepatan makan ; mm/min
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
67 Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus berikut ; 1. Kecepatan potong : v = 1000 . . n d t ; m/min 2. Gerak makan permata potong: f z = n z V f . ; mm/rev 3. Kedalaman potong: a = d/2 ; mm 4. Waktu pemotongan: t c = l t / V f ; min dimana: l t = l v + l w + l n ; mm l n = (d/2) tan K r ; mm 5. Kecepatan penghasilan geram: Z = 1000 . 4 . . 2 f V d t ; cm 3 /m
2.4.4 Proses Sekrap (shaping / planing) Proses sekrap hampir sama dengan proses membubut, tapi gerak potongnya tidak merupakan gerak rotasi melainkan gerak translasi yang dilakukan oleh pahat (pada mesin sekrap) atau oleh benda kerja (pada mesin sekrap meja) dengan arah gerak tegak lurus. Benda kerja dipasang pada meja dan pahat (mirip dengan pahat bubut) dipasangkan pada pemegangnya. - Mesin sekrap pada umumnya digunakan untuk : a. perataan permukaan b. memotong alur pasak luar dan dalam c. alur spiral d. batang gigi e. tanggem (catok)
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
68 f. celah T, dan lain-lain.
Gambar 2.86 Mesin Sekrap (Shapping) dan bagian-bagiannya Keterangan gambar: - Tool post merupakan pemegang pahat - Deep feeding handle merupakan pengatur kedalaman makan - Movement wheel merupakan pengatur gerak meja - Vise sebagai pengapit benda kerja - Base dasar mesin - Meja kerja sebagai tempat meletakkan benda kerja - Ram - Pengelompokkan Mesin Sekrap Mesin sekrap dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Pemotong dorong- horizontal a) Biasa (pekerjaan produksi) b) Universal (pekerjaan ruang perkakas) 2. Pemotong tarik- horizontal 3. Vertikal a) Pembuat celah (slotter) b) Pembuat dudukan pasak (key skater)
- Mesin sekrap terbagi dua macam, yaitu: a. Mesin Sekrap Meja (planner)
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
69 Pada sekrap meja, meja bergerak bolak-balik sedangkan pahat diam. b. Mesin Sekrap (shaping) Pada mesin sekrap biasa pahat bergerak bolak-balik, sedangkan bnda kerja diam
a. Mesin Sekrap Planner b. Mesin Sekrap Shaper Gambar 2.87 Jenis Mesin Sekrap dan bagian-bagiannya
Beberapa parameter yang dapat diatur pada mesin sekrap adalah gerak makan (f), kedalaman potong (a), jumlah langkah per menit (np), perbandingan kecepatan (Rs).
Gambar 2.88 Kondisi Pemotongan
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
70 Perhitungan elemen dasar dalam proses menyekrap adalah : 1. Kecepatan potong rata-rata :
; m / min 2. Kecepatan makan V f = f . np ; mm / min
3. Kecepatan menghasilkan geram : Z = A .V ; cm 3 /min
dengan A = f . a = h . b 4. Waktu pemotongan : tc = w / Vf ; min
2.4.5 Penggergajian (sawing) Penggergajian merupakan suatu proses pemesinan yang digunakan untuk pemotongan sebuah benda kerja. Adapun metoda pemotongan yang paling lama, dapat ditunjukan dengan menggunakan gergaji tangan, gergaji pita, atau gergaji dengan daya osilasi. Gergaji tangan atau gergaji pita secara umum tidak menghasilkan panas gesekan yang cukup untuk merubah struktur mikro spesimen. Jenis-jenis gergaji :
- Hand saw Hand Saw (gergaji tangan) pada umumnya masih tergolong proses pemotongan manual karena masih menggunakan usaha atau daya dari pemakainya.
1000 . 2 ) 1 ( . s t p R l n + = v
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
71
Gambar 2.89 Hand Saws (gergaji tangan) - Hack Saw Hack Saw machine ini dapat melakukan pemotongan dalam arah vertical dan horpzontal, tetapi alat yang diatas hanya dapat melakukan pemotongan dalam arah horizontal. Pada saat pemotongan akan dihasilkan panas yang tidak terlalu besar sehingga tidak akan merubah struktur mikro dari material yang akan diteliti.
Gambar 2.90 Hack Saw
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
72 2.5 MEKANISME TERBENTUKNYA GERAM Ciri utama pada proses pemesinan adalah adanya geram atau sisa pemotongan. Mekanisme penghasilan geram ini terbagi atas dua teori yaitu teori lama dan teori baru.
2.5.1 Teori Lama Pembentukan Geram Pada mulanya geram terbentuk karena terjadinya retak mikro (micro crack) yang timbul pada benda kerja tepat di ujung pahat pada saat pemotongan dimulai. Dengan bertambahnya tekanan pahat, retak tersebut menjalar ke depan sehingga terjadilah geram.
Gambar 2.91 Teori Lama Pembentukan Geram
2.5.2 Teori Baru Pembentukan Geram Seiring perkembangan teori lama di atas telah ditinggalkan berdasarkan hasil berbagai penelitian mengenai mekanisme pembentukan geram. Logam pada umumnya bersifat ulet (ductile) apabila mendapat tekanan akan timbul tegangan (stress) di daerah sekitar konsentrasi gaya penekanan mata potong pahat. Tegangan pada logam (benda kerja) tersebut mempunyai orientasi yang kompleks dan pada salah satu arah akan terjadi tegangan geser (shearing stress) yang maksimum.Apabila tegangan geser ini melebihi kekuatan logam yang bersangkutan maka akan terjadi deformasi plastis (perubahan bentuk) yang menggeser dan memutuskan benda kerja di ujung pahat pada suatu bidang geser (shear plane). Bidang geser mempunyai lokasi tertentu yang membuat sudut terhadap vektor kecepatan potong dan dinamakan sudut geser (shear angle).
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
73
Gambar 2.92 Teori Baru Pembentukan Geram
Proses terbentuknya geram tersebut dapat diterangkan melalui analogi tumpukan kartu, bila setumpuk kartu dijajarkan dan diatur sedikit miring (sesuai dengan sudut geser, ) kemudian didorong dengan penggaris yang membuat sudut terhadap garis vertikal (sesuai dengan sudut geram, o) maka kartu bergeser ke atas relatif terhadap kartu di belakangnya. Pergeseran tersebut berlangsung secara berurutan, dan kartu terdorong melewati bidang batas papan.
Gambar 2.93 Proses Terbentuknya Geram Menurut Teori Analogi Kartu
Analogi kartu teresebut menerangkan keadaan sesungguhnya dari kristal logam (struktur butir metalografis) yang terdeformasi sehingga merupakan lapisan tipis yang tergeser pada bidang geser. Arah perpanjangan kristal (cristal elongation) membuat sudut sedikit lebih besar daripada sudut geser. Suatu analisis mekanisme pembentukan geram yang dikemukakan oleh Merchant mendasarkan teorinya pada model pemotongan sistem tegak (orthogonal system). Sistem pemotongan tegak merupakan
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
74 penyederhanaan dari sistem pemotongan miring (obligue system) dimana gaya diuraikan menjadi komponennya pada suatu bidang. Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis model tersebut antara lain : a. Mata potong pahat sangat tajam sehingga tidak menggosok atau menggaruk benda kerja b. Deformasi terjadi hanya dalam dua dimensi c. Distribusi tegangan yang merata pada bidang geser d. Gaya aksi dan reaksi pahat terhadap bidang geram adalah sama besar dan segaris (tidak menimbulkan momen koppel) Berdasarkan cara penguraiannya maka gaya pembentukan geram pada proses pemesinan terdiri atas : 1. Gaya total (F), ditinjau dari proses deformasi material, dapat diuraikan menjadi dua komponen, yaitu : F S : gaya geser yang mendeformasikan material pada bidang geser, sehingga melampaui batas elastik F sn : gaya normal pada bidang geser yang menyebabkan pahat tetap menempel pada benda kerja 2. Gaya total (F) dapat diketahui arah dan besarnya dengan cara membuat dinamometer (alat ukur gaya dimana pahat dipasang padanya dan alat tersebut dipasang pada mesin perkakas) yang mengukur dua komponen gaya yaitu : F v : gaya potong, searah dengan kecepatan potong F f : gaya makan, searah kecepatan makan c. Gaya total (F) yang bereaksi pada bidang geram (A, face bidang pada pahat di mana geram mengalir) diuraikan menjadi dua komponen untuk menentukan koefisien gesek geram terhadap pahat, yaitu : F : gaya gesek pada bidang geram Fn : gaya normal pada bidang geram Karena berasal dari satu gaya yang sama mereka dapat dilukiskan pada suatu lingkaran dengan diameter yang sama dengan gaya total (F).
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
75 Lingkaran tersebut digambarkan persis di ujung pahat sedemikian rupa sehingga semua komponen menempati lokasi seperti yang dimaksud.
Gambar 2.94 Proses Terbentuknya Geram Menurut Teori Analogi Kartu
2.6 PAHAT Pahat berfungsi untuk membantu proses pemesinan. Selain itu pahat berfungsi sebagai pembentuk dari geometri benda kerja yang diinginkan, pahat dibedakan atas tiga pokok yaitu : elemen, bidang aktif, dan mata potong pahat.
Bagian - Bagian Pahat :
Gambar 2.95 Proses Terbentuknya Geram Menurut Teori Analogi Kartu
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
76 Keterangan : 1. Badan (body) Bagian pahat yang dibentuk menjadi mata potong atau tempat untuk sisipan pahat (dari karbida atau keramik). 2. Pemegang/gagang (shank) Bagian pahat untuk dipasangkan pada mesin perkakas. Bila bagian ini tidak ada, maka fungsinya digantikan oleh lubang pahat. 3. Lubang Pahat (tool bore) Lubang pada pahat melalui mana pahat dipasang pada poros utama (spindel) atau poros pemegang dari mesin perkakas. Umumnya dipunyai oleh pahat freis. 4. Sumbu Pahat (tool axis) Garis maya yang digunakan untuk mendefinisikan geometri pahat. 5. Dasar (base) Bidang rata pada pemegang untuk meletakkan pahat sehingga mempermudah proses pembuatan, pengukuran maupun pengasahan pahat. 2.6.1 Bidang Pahat Bidang pahat dapat dibagi tiga yaitu sebagai berikut : 1. Bidang Geram (A , Face) Merupakan bidang diatas dimana geram mengalir. 2. Bidang Utama (A o , Principal/Major Flank) Yaitu bidang yang menghadap ke permukaan transien dari benda kerja. Permukaan transien benda kerja akan terpotong akibat gerakan pahat relatif terhadap benda kerja. Karena adanya gaya pemotongan sebagian bidang utama akan terdeformasi sehingga bergesekan dengan permukaan transien benda kerja. 3. Bidang Bantu/Minor (A o Auxiliary/Minor Flank) Adalah bidang yang menghadap permukaan terpotong dari benda kerja. Karena adanya gaya pemotongan, sebagian kecil bidang bantu akan terdeformasi dan menggesek permukaan benda kerja yang telah terpotong /dikerjakan. Untuk pahat freis selubung tidak diperlukan bidang bantu.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
77 2.6.2 Mata Potong Pahat Mata potong pahat merupakan tepi dari bidang geram yang aktif memotong. Ada dua jenis mata potong, yaitu : 1. Mata Potong Utama / Mayor (S, principal / mayor cutting edge) Mata potong utama adalah garis perpotongan antar bidang geram (A ) dengan bidang utama (Ao). 2. Mata Potong Bantu / Minor (S, auxiliary / minor cutting edge) Mata potong bantu adalah garis perpotongan antara bidang geram (A) dengan bidang bantu (Ao).
2.6.3 Material Pahat Setiap pemesinan tentunya memerlukan pahat dari material yang cocok agar terciptanya produk dengan kualitas baik, karena pahat merupakan salah satu komponen utama yang memegang peranan penting dalam proses pemesinan. Untuk itu adapun kriteria sifat material pahat yang perlu di perhatikan antara lain : 1. Kekerasan; yang cukup tinggi melebihi kekerasan benda kerja tidak saja pada temperatur ruang, melainkan juga pada temperatur tinggi atau memiliki hot hardness yang tinggi pada saat proses pembentukan geram berlangsung. 2. Keuletan; yang cukup besar untuk menahan beben kejut yang terjadi sewaktu pemesinan dengan interupsi maupun sewaktu memotong benda kerja yang mengandung partikel/bagian yang keras (hard spot). 3. Ketahanan beban kejut termal; diperlukan bila terjadi perubahan temperatur yang cukup besar secara berkala / periodik. 4. Sifat adhesi yang rendah; untuk mengurangi afinitas benda kerja terhadap pahat , mengurangi laju keausan ,serta penurunan gaya pemotong. 5. Daya larut elemen/komponen material pahat yang rendah; dibutuhkan demi untuk memperkecil laju keausan akibat mekanisme difusi.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
78 - Jenis-jenis material pahat : 1. Baja karbon Mempunyai kandungan karbon yang relatif tinggi yaitu 0,7% - 1,4% dan persentase unsur lain yang rendah (Mn, W, Cr) serta memiliki kekerasan permukaan yang sangat tinggi. Baja karbon ini bisa digunakan untuk kecepatan potong rendah (sekitar VC = 10 m/min) karena sifat martensit yang melunak pada suhu sekitar 250 0 C. Pahat jenis ini hanya dapat memotong logam yang lunak ataupun kayu. Karena harganya yang relatif murah maka sering digunakan untuk tap (untuk membuat ulir). Keuntungannya : 1. Digunakan untuk kecepatan potong yang rendah 2. Dapat memotong material benda kerja yang lunak 3. Harganya murah
Gambar 2.96 Contoh pahat Baja Karbon
2. HSS (High Speed Steels ; Tools Steels) Merupakan baja paduan tinggi dengan unsur paduan krom dan tungsten. Melalui proses penuangan (molten metalurgy) kemudian diikuti pengerolan ataupun penempaan baja dibentuk menjadi batang atau silindris. Pahat HSS dapat digunakan pada kecepatan potong yang tinggi (sampai dengan tiga kali kecepatan potong untuk pahat CTS), sehingga dinamakan dengan Baja Kecepatan Tinggi; HSS, High Speed Steel. Apabila telah aus maka HSS dapat diasah sehingga mata potongnya tajam kembali.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
79
Gambar 2.97 Contoh Pahat HSS
3. Paduan Cor Nonferro (Cast Non ferrous Alloys) Sifatnya diantara HSS dan karbida, yang digunakan dalam hal khusus diantara pilihan dimana karbida terlalu rapuh dan HSS mempunyai Hardness dan Wear Resistance yang terlalu rendah.
Gambar 2.98 Pahat Cor Non Ferro
4. Karbida Karbida biasanya digunakan sebagai pahat sisipan, adalah pahat yang dibuat dengan cara menyinter serbuk karbida (Nitrida & Oksida) dengan bahan pengikat yang umum yaitu Cobalt. Dan pahat karbida biasanya digunakan sebagai pahat sisipan. Pahat ini memiliki tingkat kegetasan yang tinggi sehingga jika telah aus, maka tidak dapat digunakan kembali, karena tidak dapat diasah lagi.
Gambar 2.99 Contoh pahat Karbida
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
80 5. Keramik Keramik adalah material paduan metalik dan non metalik. Proses pembuatannya melalui powder processing Keramik secara luas mencakup karbida, nitrida, borida, oksida, silikon, dan karbon . Keramik mempunyai sifat yang relatif rapuh.
Gambar 2.100 Pahat Keramik
6. CBN (Cubic Boron Nitrides) Dibuat dengan penekanan panas sehingga serbuk grafit putih Nitrida Boron dengan struktur atom heksagonal berubah manjadi material kubik. CBN memeliki kekerasan yang sangat tinggi dibandingkan pahat sebelumnya. Pahat ini bisa digunakan untuk pemesinan berbagai jenis baja pada keadaan dikeraskan, besi tuang, HSS atau karbida.
Gambar 2.101 Pahat CBN
7. Intan Merupakan pahat potong yang sangat keras yang merupakan hasil proses sintering serbuk intan tiruan dengan bahan pengikat Co (5%- 10%). Hot hardeness yang sangat tinggi dan tahan terhadap deformasi plastis. Sifat ini ditentukan oleh besar butir intan serta persentase dan komposisi material pengikat.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
81 Karena intan pada temperratur tinggi mudah berubah menjadi grafit dan mudah terdifusi dengan atom besi, maka pahat intan tidak bisa digunakan untuk memotong bahan yang mengandung besi.
Gambar 2.102 Pahat Intan
Dalam proses pemesinan umumnya kita menggunakan jenis pahat HSS untuk mesin gurdi dan karbida untuk mesin freis dan bubut (dan dapat juga sebagai sisipan pada jenis pahat lainnya). No Perbedaan HSS Karbida 1 Konstruksi Batangan Sisipan 2 Ketahanan terhadap suhu tinggi Tidak baik Baik 3 Jenis coolant Cairan Udara / air blow 4 Sifat material Ulet, cepat aus Getas, tidak mudah aus 5 Kecepatan potong Vc = 10-20 m/min Vc = 80 - 120 mm/min 6 Harga Murah Mahal 7 Konversi energy Sulit melepaskan panas Mudah melepaskan panas Tabel 2.17 Perbedaan Antara pahat HSS dan Karbida
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
82 NO Tools Material Year of Initial Use Allowable Cutting Speed (m/min) Non Steel Steel 1 Plain Carbon Tool Steel 1800s Below 10 Below 5 2 HSS 1900 25-65 17-33 3 Cast cobalt alloys 1915 50-200 33-100 4 Cemented carbides (WC) 1930 330-650 100-300 5 Cermets (TiC) 1950s 165-400 6 Ceramics (Al2O3) 1955 330-650 7 Synthetic diamonds 1954, 1973 390-1300 8 Cubic boron nitride 1969 500-800 9 Coated carbides 1970 165-400 Tabel 2.18 Jenis Pahat dan Mulai Digunakan Perkembangan material pahat sebanding dengan peningkatan kecepatan potong dan perkembangan otomasi mesin perkakas.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
83
Gambar 2.103 Grafik Perkembangan Pahat 2.6.4 Umur Pahat Dalam proses pemesinan, yang sangat perlu di perhatikan adalah umur pahat. Karena umur pahat berhubungan dengan keausan pada pahat . Adapun yang mempengaruhi umur pahat adalah geometri pahat, jenis material benda kerja, material pahat, kondisi pemotongan dan cairan pendingin. Umur pahat berdasarkan rumus taylor, V c T n = C tvb f -p a -q Dimana, V c = kecepatan potong;m/min. C tvb = konstanta keausan. f = gerak makan; r/min a = kedalaman potong; mm p = pangkat untuk tebal geram q = pangkat dari lebar pemotongan n = tergantung dari jenis pahat
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
84 Berdasarkan rumus Taylor yang mempengaruhi umur pahat adalah: Terutama oleh kecepatan potong.Sehingga u tuk setiap kombinasi pahat dan benda kerja ada suatu kecepatan potong moderat sehingga umur pahat jadi lebih lama.(misal:pahat HSS dengan material baja,kec potong moderat sekitar 20 m/min). Material yang dipakai (factor n). Gerak makan (f) dan kedalaman makan (a). Keausan atau kegagalan pada pahat sering kali terjadi karena adanya keausan secara bertahap membesar pada bidang aktif pahat. Berikut macam- macam keausan pahat berdasarkan tempat terjadinya : Keausan kawah (crater wear) - Terjadi pada bidang geram. Keausan tepi (flank wear) - Terjadi pada mata potong utama Keausan ujung - Disebabkan karena kedalaman makan yang berlebihan.
Gambar 2.104 Keausan ujung dan kawah pada pahat
Gambar 2.105 Keausan tepi dan kawah pada pahat
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
85 Berikut Penyebab kausan pada pahat secara Umum : a. Proses Abrasif - Adanya partikel yang keras pada benda kerja yang menggesek bersama aliran material benda kerja pada bidang geram dan bidang utama pahat. - Penyebab keausan pahat dan tepi - Pada pahat HSS, proses abrasif dominan pada kecepatan potong rendah (10-20 m/min) - Pada pahat karbida, proses abrasif tidak dominan karena pahat karbida yang sangat keras b. Proses Kimia - Benda kerja yang baru saja terpotong sangat kimiawi aktif sehingga memudahkan reaksi yang mengakibatkan derajat penyatuan (afinitas) berkurang pada bidang geram pahat. - Hal diatas menjadi penyebab terjadinya keausan kawah pada bidang geram. c. Proses Adhesi - Pada tekanan dan temperatur yang cukup tinggi, terjadi penempelan material benda kerja pada bidang geram dikenal dengan BUE. BUE adalah timbulnya mata potong yang baru. - BUE sangat dinamis, sangat tergantung pada kecepatan potong. - Proses pertumbuhan dan pengelupasan BUE secara periodik memperpendek umur pahat. - BUE yang stabil akan memperpanjang umur pahat. d. Proses Difusi - Perpindahan atom metal dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah karena material pengikat melamah pada temperatur yang tinggi. - Pada HSS , atom Fe dan C terdifusi sehingga Fe3C terkelupas. - Pada pahat carbide Co sebagai pengikat karbida terdifusi. - Penyebab keausahan kawah.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
86 e. Proses Oksidasi - Karena temperatur tinggi maka karbida akan teroksidasi (bereaksi dengan oksigen) sehingga struktur pahat melemah dan tidak tahan akibat deformasi akibat gaya potong. - Cairan pendingin dapat menghindari proses oksidasi tersebut.
2.7 FLUIDA PENDINGIN (coolant) Fluida pendingin (Coolant) mempunyai kegunaan yang khusus dalam proses pemesinan. Cairan pendingin perlu dipilih dengan seksama sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dengan mesin perkakas. Penggunaan cairan pendingin ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti disemprotkan, dikucurkan, dikabutkan, dll. Efektivitas dari cairan pendingin ini hanya dapat diketahui dengan melakukan percobaan pemesinan.
2.7.1 Fungsi Coolant Di dalam Proses Pemesinan, kita harus mengenal coolant sebagai suatu cara untuk menambah/memperpanjang umur pahat. Fungsi dari coolant secara umum adalah sebagai berikut : - Menurunkan temperatur pahat pada saat pemotongan - Menurunkan gaya potong. - Memperpanjang umur pahat - Melumasi elemen pembimbing (ways) - Memperhalus atau memperbaiki kualitas permukaan benda kerja. - Membersihkan geram dari bidang geram pada saat proses pemotongan. - Proteksi korosi pada permukaan benda kerja yang baru terbentuk.
2.7.2 Jenis-Jenis Coolant Secara umum coolant yang biasa dipakai dapat dikategorikan dalam dua jenis coolant, yaitu :
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
87 1. Air Blow Merupakan Coolant berupa tiupan udara yang dialirkan dari selang khusus. Coolant jenis ini digunakan untuk material yang cepat menangkap dan melepaskan panas. 2. Water Blow Merupakan coolant yang berbentuk cair. Coolant ini biasanya digunakan pada material yang laju perpindahan panasnya lambat. Fluida pendingin (coolant) yang biasa dipakai dalam proses pemesinan dapat dikategorikan dalam empat jenis utama, yaitu sebagai berikut: 1. Cairan sintetik (synthetic fluids, chemical fluids) Cairan yang jernih atau diwarnai merupakan larutan murni (true solutions) atau larutan permukaan aktif (surface active). Pada larutan murni unsur yang dilarutkan tersebar antara molekul dan tegangan permukaan (surface tension) hampir tidak berubah. Larutan murni tidak bersifat melumasi tetapi hanya dipakai untuk sifat penyerapan panas yang tinggi dan melindungi dari korosi. Dengan menambah unsur lain yang mampu membentuk kumpulan molekul akan mengurangi tegangan permukaan menjadi cairan permukaan aktif sehingga mudah membasahi dan daya lumasnya naik. 2. Cairan emulsi (emulsions, water miscible fluids, water soluble oil, emulsifiable cutting fluids). Yaitu air yang mengandung partikel minyak (520 m) unsur pengemulsi ditambahkan dalam minyak yang kemudian dilarutkan dalam air. Bila ditambahkan unsur lain seperti EP (Extreme Pressure Additives) daya lumasnya akan meningkat. 3. Cairan semi sintetik (semi synthetic fluids) Merupakan perpaduan antara jenis sintetik dan emulsi. Kandungan minyaknya lebih sedikit daripada cairan emulsi. Sedangkan kandungan pengemulsinya (molekul penurun tegangan permukaan ). Partikel lebih banyak daripada cairan sintetik. Partikel minyaknya lebih kecil dan tersebar. Dapat berupa jenis dengan minyak yang sangat jenuh (super-fatted) atau jenis EP,(Exterme Pressure).
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
88 4. Minyak (cutting oils) Merupakan kombinasi dari minyak bumi (naphthenic,paraffinic), minyak binatang, minyak ikan atau minyak nabati. Viskositasnya bermacam-macam dari yang encer sampai dengan yang kental tergantung pemakaianya. Pencampuran antara minyak bumi dengan minyak hewani atau nabati menaikkan daya pembasahan (wetting action) sehingga memperbaiki daya lumas. 2.7.3 Pemakaian Coolant Adapun cara pemberian cairan pendingin (coolant) antara lain : 1. Manual Bila mesin perkakas tak dilengkapi dengan sistem cairan pendigin, misalnya mesin gurdi atau freis jenis bangku (bench drilling/milling machine) maka cairan pendingin hanya dipakai secara terbatas. Pada umumnya operator memakai kuas untuk memerciki pahat gurdi, tap, atau freis dengan minyak pendingin. Penggunaan alat sederhana penetes oli yang berupa botol dengan selang beridameter kecil akan lebih baik karena menjamin keteraturan penetesan minyak.
Gambar 2.106 Pemberian Coolant manual 2. Dikucurkan / dibanjirkan (flooding) Sistem pendingin yang terdiri atas pompa, saluran, nozel dan tangki, dimiliki oleh hampir semua mesin perkakas. Satu atau beberapa nozel dengan selang fleksibel diatur sehingga cairan pendingin disemprotkan pada bidang aktif pemotongan. Keseragaman pendinginan harus diusahakan dan bila perlu dapat dibuat nozel khusus.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
89
Gambar 2.107 Pemberian cairan pada proses freis 3. Ditekan lewat saluran pada pahat Cairan pendingin dialirkan dengan tekanan tinggi melewati saluran pada pahat. Untuk penggurdian lubang yang dalam (deep Hole driulling; gun drilling) atau pengefreisan dengan posisi yng sulit dicapai dengan penyemprotan biasa. Spindel mesin perkakas dirancang khusus karena harus menyalurkan cairan pendingin ke lubang pada pahat.
Gambar 2.108 Pahat Gurdi (Jenis End Mill ) 4. Dikabutkan (mist) Cairan pendingin disemprotkan berupa kabut. Partikel cairan sintetik, semi sintetik atau emulsi disemprotkan melalui aspirator yang bekerja dengan prinsip seperti semprotan nyamuk. Cairan dalam tabung akan naik melalui pipa berdiameter kecil karena daya vakum akibat aliran udara diujung atas pipa dan menjadi kabut yang menyemprot keluar.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
90
Gambar 2.109 Pressure Feed Aspirator, Alat Pengabut Cairan Pendingin
2.8 SNEI dan TAPPING 2.8.1 Snei Pengerjaan proses ini digunakan untuk menyempurnakan ulir luar yang telah dihasilkan oleh proses bubut ulir. Ulir yang dibuat pada mesin bubut hasilnya belum begitu bersih, oleh karena itu diperlukan proses snei untuk mendapatkan ulir luar yang bersih. Adapun prosedur pelaksanaan snei: 1. Sebelum melakuan snei harus sudah ada ulir luar yang telah dibuat oleh mesin bubut. 2. Snei harus berada dalam sudut 90 0 terhadap bidang kerja. Kelebihan gaya akan menyebabkan ulir menjadi rusak atau tidak teratur. 3. Tempatkan snei tegak lurus terhadap bidang kerja, putar secara perlahan dengan mendesak snei dengan menggunakan telapak tangan. 4. Mensnei dilakukan dengan menekan sambil memutar setengah putaran searah jarum jam dan diikuti dengan pembalikan putaran putaran untuk memutuskan geram dari proses snei. 5. Teruskan proses snei sampai panjang ulir yang diinginkan.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
91
Gambar 2.110 Snei 2.8.2 Tapping Pada prinsipnya tap digunakan untuk memproduksi dengan tangan pada ulir sebelah dalam. Perkakas tap itu sendiri adalah benda yang dikeraskan dari baja karbon atau baja paduan yang mirip baut dengan pemotongan galur sepanjang sisinya untuk memberikan mata potong. Beberapa jenis tap adalah : a. Tap konis, diserong sampai 8 atau 10 ulir. Digunakan untuk mengetap mula pertama mengetap lubang. b. Tap antara, mempunyai dua sampai tiga ulir serong. Tap ini dipakai setelah mengetap dengan konis. c. Tap rata, mempunyai ulir dengan ukuran penuh. Tap ini dipakai untuk menyelesaikan akhir. Prosedur Mengetap : 1. Sebelum mengetap harus dibuat lubang dengan mesin gurdi pada diameter tap. 2. Tap harus berada pada sudut 90 0 terhadap bidang kerja,kelebihan gaya yang tidak diingini akan mengakibatkan tap patah. 3. Tempatkan tap konis kedalam lubang tegak lurus pada bidang kerja. Mulailah memutar pelan-pelan dengan mendesak tap menggunakan telapak tangan.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi
92 4. Mengetap dilakukan dengan menekan sambil memutar setengah putaran searah jarum jam dan diikuti dengan pembalikan putaran seperempat putaran untuk memutuskan geram-geram hasil pengetapan, setelah itu tukar pahat tap dengan jenis tap berikutnya.
Gambar 2.111 Proses Tapping
Gambar 2.112 Pahat Tap
77
BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Praktikum Praktikum Proses Produksi yang dilakukan adalah proses pembuatan komponen poros bawah Hydrotiler. Komponen yang akan dihasilkan memiliki panjang 170 mm yang dipotong dengan menggunakan mesingergaji (sawing machine) dari komponen awal yang memiliki panjang 174 mm. Proses pembuatan komponen ini terdiri dari proses bubut, gurdi dan sekrap. Proses bubut dilakukan dengan menggunakan mesin bubut (lathe), dalam proses bubut ini terdiri dari 3 tahap yaitu tahap facing (bubut muka), tahap roughing dan tahap finishing. Setelah proses bubut, dilanjutkan dengan proses gurdi dengan menggunakan mesin bubut (lathe) yang dilakukan untuk memberi lubang pada benda kerja, selanjutnya dilakukan proses sekrap menggunakan mesin sekrap (shaping machine) dan yang terakhir dilakukan proses Tapinguntuk membuat ulir dalam bagian sisi kanan pada benda uji. Dan pembuatan ulir luar menggunakan mesin bubut (lathe).
Laporan Akhir Praktikum Teknik manufaktur 1 Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 91
Berikut adalah diagram alir dari proses pembuatan komponen Poros bawah Hydrotiler.
Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian Pembuatan Poros bawah Hydrotiler.
Gambar Teknik Perencanaan Proses pemotongan benda kerja Mesin Gergaji (Sawing Machine)) Dilakukan untuk memperoleh material Memiliki ukuran panjang yang mendekati Spesifikasi yang diberikan
Proses Bubut Mesin Bubut (Lathe) Terdiri atas : 1. Proses Facing, yaitu proses mengurangi panjang permukaan benda kerja. 2. Proses Turning, yaitu untuk mengurangi diameter benda kerja. 3. Proses Drilling, yaitu proses pembuatan lubang pada benda kerja. 4. Proses threading,yaitu proses pembuatan ulir luar pada benda kerja.
Proses Sekrap Mesin Sekrap (Shaping Machine) Dilakukan untuk membuat alur spie pada benda Kerja dengan kedalaman 2.5 mm dan panjang pemesinan 27,5 mm.
Mulai
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Teknik manufaktur 1 Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 91
3.2 Peralatan Praktikum Peralatan praktikum yang digunakan dalam pembuatan poros bawah Hydrotilerseperti mesin-mesin perkakas dan alat ukur yang digunakan untuk semua proses pemesinan. 3.2.1 Mesin yang Digunakan Mesin-mesin yang digunkan untuk pembuatan Poros bawah Hydrotileradalah sebagai berikut : 1. Mesin Gergaji (Sawing Machine) Digunakan untuk memeotong komponen yang akan digunakan agar sesuai dengan geometri yang diinginkan. Spesifikasi Mesin: Merek : AJAX Model : AJSD.6 Type : 33300
Gambar 3.2Mesin Gergaji (Sawing Machine) 2. Mesin Bubut (lathe) Digunakan untuk proses bubut dan proses gurdi pada komponen Poros bawah Hydrotiler. Spesifikasi Mesin: Model : Kennedy International Tipe : M300 Seri : 301567 Tahun Pembuatan : 1991
Laporan Akhir Praktikum Teknik manufaktur 1 Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 91
Gambar 3.3Mesin Bubut (lathe) 3. Mesin Sekrap (Shaping Machine) Digunakan untuk proses sekrap biasa pada komponen Poros bawah hydrotiler. Spesifikasi Mesin : Model : CM2L450 No. Fabrikasi : 1.335 Daya : 1.5 kW
Gambar 3.4 Mesin Sekrap (Shaping Machine)
Laporan Akhir Praktikum Teknik manufaktur 1 Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 91
3.2.2 Alat Ukur Alat ukur yang digunakan untuk pembuatan Poros bawah Hydrotileradalah sebagai berikut : 1. Mistar Digunakan untuk mengukur panjang suatu material. Satuan yang terdapat pada mistar adalah centimeter (cm) dan millimeter (mm).
Gambar 3.5 Mistar
2. Jangka Sorong Digunakan untuk mengukur kedalaman, ketebalan, dan diameter suatu material. Pada jangka sorong terdapat dua skala yaitu skala utama dan skala nonius. Jangka sorong yang digunakan mempunyai ketelitian 0.02 mm.
Gambar 3.6Jangka Sorong 3. Stopwatch Digunakan untuk menghitung waktu yang dibutuhkan pada saat proses pemesinan berlangsung.
Gambar 3.7Stopwatch
Laporan Akhir Praktikum Teknik manufaktur 1 Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 91
3.2.3 Alat Bantu Alat bantu adalah alat yang digunakan untuk membantu pembuatan benda kerja pada proses pemesinan. Alat bantu yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Ragum Digunakan untuk mencekam benda kerja agar posisinya tidak berubah pada saat proses pemesinan berlangsung.
Gambar 3.8Ragum
2. Kuas Digunakan untuk mengoleskan coolant pada mata pahat, mesin perkakas dan untuk membersihkan benda kerja dari geram.
Gambar 3.9Kuas 3. Kunci L Digunakan untuk mengatur jarak pemotongan benda kerja pada mesin
Gambar 3.10Kunci L
Laporan Akhir Praktikum Teknik manufaktur 1 Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 91
3.3 Proses Pembuatan Dalam pembuatan poros bawah hydrotiler pada terdiri dari beberapa proses antara lain : 1. Proses I Proses Sawing(Gergaji) dilakukan pada awal proses pembuatan benda uji sebelum diproses menjadi poros bawah hydrotiler.
Gambar 3.11 Benda Kerja Sesudah diSawing (gergaji) 2. Proses II Proses Bubut (Turning)merupakan proses lebih lanjut setelah dilakukannya proses Sawing. Pada proses bubut ada proses lanjut yang dilakukanyaitu : a. Proses Facing (Bubut muka) Proses bubut muka dilakukan untuk meratakan permukaan sekaligus mengurangi panjang benda kerja sehingga sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan pahat yang digunakan adalah pahat HSS. Dengan putaran poros utama (n) 260 rpm, gerak makan (f) 0,1 mm/rev, kedalaman potong (a) 0,2 mm. Dengan kedalaman potong keseluruhan 2 mm. Panjang dari benda kerja sebelum dilakukan proses bubut adalah 174 mm. Proses ini dilakukan untuk memotong bagian kanan benda kerja yang tidak digunakan. Panjang benda kerja setelah dilakukan proses bubut muka adalah 172 mm.
Gambar3.12 Benda Kerja Sebelum di Facing (Bubut muka)
Laporan Akhir Praktikum Teknik manufaktur 1 Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 91
Gambar 3.13 Benda Kerja Sesudah di Facing(bubut muka) 3. Proses III Proses ke 3 dilakukan proses Turning (pengecilan diameter) dan proses Drilling (pembuatan lubang) pada bagian kanan benda kerja. a. Proses Turning (pengecilan diameter) Proses Turning dilakukan pada bagian sisi kanan benda kerja yang bertujuan untuk memperkecil diameter benda kerja. Dengan putaran poros utama (n) 260 rpm, gerak makan (f) 0.25 mm/rev dan (a) 0.3 mm. Dengan panjang pemesinan (lt) 60 mm dan kedalaman potong keseluruhan 5 mm. b. Proses Drilling (pembuatan lubang) Proses Drilling dilakukan pada bagian kanan benda kerja dengan putaran poros utama (n) 180 mm, gerak makan (f) 0,25 mm/rev. dengan sudut potong utama (kr) 60, panjang pemesinan (lt) 30 mm dan diameter 10 mm.
Gambar 3.14 Benda Kerja Sebelum di Turning dan Drilling
Gambar 3.15 Benda Kerja Sesudah di Turning dan Drilling
Laporan Akhir Praktikum Teknik manufaktur 1 Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 91
4. Proses IV Proses ke 4 dilakukan proses Turning (pengecilan diameter) dan proses Drilling (pembuatan lubang) pada bagian kiri benda kerja. a. Proses Turning (pengecilan diameter) Proses Turning dilakukan pada bagian sisi kiri benda kerja yang bertujuan untuk memperkecil diameter benda kerja. Dangan putaran poros utama (n) 260 rpm, gerak makan (f) 0,1 mm/rev, kedalaman potong (a) 0,2 mm. Dengan panjang pemesinan (lt) 110 mm dan ketebalan pemotongan total 2,5 mm. b. Proses Drilling (pembuatan lubang) Proses Drilling dilakukan pada bagian kanan benda kerja dengan putaran poros utama (n) 180 rpm, gerak makan (f) 0,25 mm/rev dengan sudut potong (kr) 60 , panjang pemesinan (lt)30 mm dan diameter 8.5 mm.
Gambar 3.16Benda Kerja Sebelum di Turning dan Drilling
Gambar 3.17 Benda Kerja Sebelum di Turning dan Drilling 5. Proses VI Proses ke 6 dilakukan proses Shaping (Sekrap) dan proses pembuatan Ulir dalam (Taping) dan Ulir luar (Threading) pada benda uji yang merupakan proses akhir dari pembuatan benda kerja. a. Proses Shaping (Sekrap) Proses Shaping digunakan untuk memotong bagian dari benda kerja yangberbentuk prismatik. Sekrap terbagi menjadi 2 sekrap vertikal dan sekrap horizontal. Pada pratikum yang dilaksanakan menggunakan
Laporan Akhir Praktikum Teknik manufaktur 1 Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 91
sekrap horizontal. Sebelum melakukan proses sekrap, benda kerja harus datar dan diapit oleh ragum yang ada pada mesin sekrap. Proses sekrap dilakukan pada bagian benda kerja yang kedalaman pemotongannya adalah 2,5 mm. Dengan jumlah langkah per menit (np) 45 langkah/menit, gerak makan (f) 0,2 mm/langkah, kedalaman potong (a) 0,3 mm, perbandingan kecepatan (Rs) 0,5 dan panjang pemesinan (lt) 27,5 mm. b. Proses Taping Proses Taping dilakukan untuk membuat ulir dalam pada bagian kanan benda kerja. Dengan panjang pemesinan (lt)30 mm dan kedalaman ulir 1,5 mm. Deangan bentuk dan ukuran ulir M25 x 1.5 mm. c. Proses Threading Proses threadingdilakukan untuk membuat ulir luar pada bagian kanan benda kerja dengan panjang pemesinan (lt) 60 mm dan kedalaman ulir 2.5 mm.Dengan bentuk dan ukuran ulir M25 x 1.5 mm.
Gambar 3.18Benda Kerja Sebelum di Shaping, Tapingdan Threading
Gambar 3.19Benda Kerja Sebelum di Shaping,Tapingdan Threading
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan 4.1.1 Proses Bubut 4.1.1.1 Proses Facing a. Proses Facing bagian I n = 260 rpm f = 0,1 mm/rev a = 0,4mm lt = d mm = 15 mm d = 30 mm
Kecepatan Potong (V c ) Vc = 1000 n d
= 3,14 x 30 x 260 1000 = 24.49 m/min
Kecepatan makan (Vf) Vf = f x n = 0,1 mm/rev x 260 rpm = 26 mm/min
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 104
Waktu teoritis pemotongan (tc) Tc = = = 0.58 min = 40,8 detik x 7 = 285,6 detik Kecepatan meghasilkan geram (Z) Z = f x a x Vc = 0,1 mm/rev x 0,4 mm x2449 mm/min = 97,96 mm 3 /min
= 0,09796 /min
Tabel 4.1 Perhitungan waktu proses facing 1 Facing 1 Proses Jumlah proses Tc total teori (s) T praktikum (s) rouging 6 40,8 x 6 = 244,8
69 68 66 67 68 66
4.1.2 Proses Facing bagian II n = 260 rpm f = 0,1 mm/rev a = 0,4 mm lt = d mm = 15 mm d = 30 mm
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 105
Kecepatan Potong (V c ) Vc = 1000 n d
= 3,14 x 30 x 260 1000 = 24.49 m/min
Kecepatan makan (Vf) Vf = f x n = 0,1 mm/rev x 260 rpm = 26 mm/min Waktu teoritis pemotongan (tc) Tc = = = 0,576 min = 0,576 x 4 = 2,304 min Kecepatan meghasilkan geram (Z) Z = f x a x Vc = 0,1 mm/rev x 0,4 mm x 2449 mm/min = 97,96 mm 3 /min = 0,09796 cm 3 /min
Tabel 4.2 Perhitungan waktu proses facing 2 Facing 2 Proses Jumlah proses Tc total teori (s) T praktikum (s) rouging 4 34,56x 4 = 138,24 = 82,8
18 18 18 18
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 106
4.1.2Proses Gurdi Diketahui : d = 8,5mm n = 260 rpm f = 0,1 mm/rev lw= 30 mm kr= 30 0
Kecepatan Potong (Vc) Vc= 1000 n d m/min = 1000 260 5 , 8 14 , 3 m/min = 6,934 m/min \ Gerak Makan (f) Vf = f . 2n = 0,1 x 2 x260 = 52 mm/r Waktu Makan (tc) tc = Vf lt
lt= lv + lw + ln
ln= (d/2)/ tan kr = (8.5/2)/ tan 30 0
= 2,45 mm
lt= 0 + 30 +2,45 = 32,45 mm
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 107
tc= 52 45 , 32
= 0,36 min
Kecepatan Peghasilan Geram (Z) Z = 4 14 , 3 2 d 1000 vf
= 4 ) 25 , 72 ( 14 , 3 1000 52
= 56,71(0,052) = 2,948 mm 3 /min = 0,00294 cm 3 /min 4.1.3 Proses Turning Roughing 1 n = 260 rpm f = 0,1 mm/rv lt = 60 mm do = 30 mm dm = 26,7 mm d = = = 28,35 mm a 1 = = a 7 = 0,4 mm
Kecepatan potong (vc) vc = = = 23,14 m/min
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 108
Kecepatan makan (vf) vf = f x n = 0,1 mm/rev x 260 rpm = 26 mm/min
Waktu teoritis pemotongan (tc) tc = = = 2,307 min = 2,307 x 7 = 16,149 min
Kecepatan menghasilkan geram (Z) Z = f a v c
= 0,1 mm/rev x 0,4 mm x23,14 mm/min = 0,9256 mm 3 /min = 0,0009256cm 3 /min
Finishing I n = 540 rpm f = 0,03 mm/rv lt = 60 mm do = 30 mm dm = 26,7 mm d = = = 28,35 mm a 1 = 0,3 m a 2 = 0,2 m
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 109
Kecepatan potong (vc) vc = = = 48,07 m/min Kecepatan makan (vf) vf = f x n = 0,03 mm/rev x540 rpm = 16,2 mm/min
Waktu teoritis pemotongan (tc) tc = = = 3,703 min = 222,18 detik x 2 = 444,36 detik
Tc tot = Tc ro + Tc fns
= 16,149 + 444,36 = 460,509
Kecepatan menghasilkan geram (Z) ke 1 Z = f a v c
= 0,03 mm/rev x 0,3 mm x48,07 mm/min = 0,4326mm 3 /min = 0,0004326cm 3 /min Kecepatan menghasilkan geram (Z) ke 2 Z = f a v c
= 0,03 mm/rev x 0,2 mm x48,07 mm/min = 0,2884 mm 3 /min = 0,0002884 cm 3 /min
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 110
Tabel 4.3 Perhitungan waktu proses turning 1 Turning 1 Proses Jumlah proses Tc total teori (s) T praktikum (s) rouging 7
Kecepatan makan (vf) vf = f x n = 0,03 mm/rev x 540 rpm = 16,2 mm/min
Waktu teoritis pemotongan (tc) tc = = 6,79 min = 407,4 x 2 = 814,8 detik
Tc tot = Tc ro + Tc fns
= 243,1 + 814,8 = 1237,9 detik
Kecepatan menghasilkan geram (Z) Z = f a v c
= 0,03 mm/rev x 0,3 mm x48740 mm/min = 440 mm 3 /min = 0,44 cm 3 /min
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 113
Kecepatan menghasilkan geram (Z) *finishing 2* Z = f a v c
= 0,03 mm/rev x 0,2 mm x48740 mm/min = 292,44 mm 3 /mm = 0,29244 cm 3 /min
Tabel 4.4 Perhitungan waktu proses turning 2 Turning 2 Proses Jumlah Proses Tc total teori T praktikum Rouging 5 107 x 5 = 856 264 240 240 236 242
Finishing 2 162,16 x 2=324,32
381 381
Proses gurdi 2 Diketahui : d = 8,5mm n = 260 rpm f = 0,1 mm/rev lw= 30 mm kr= 30 0
Kecepatan Potong (Vc) Vc= 1000 n d m/min = 1000 260 5 , 8 14 , 3 m/min = 6,934 m/min
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 114
Waktu praktikum: 381,6 detik Gerak Makan (f) Vf = f . 2n = 0,1 x 2 x260 = 52 mm/r Waktu Makan (tc) tc = Vf lt
lt= lv + lw + ln
ln= (d/2)/ tan kr = (8.5/2)/ tan 30 0
= 2,45 mm
lt= 0 + 30 +2,45 = 32,45 mm
tc= 52 45 , 32
= 0,36 min
Kecepatan Peghasilan Geram (Z) Z = 4 14 , 3 2 d 1000 vf
= 4 ) 25 , 72 ( 14 , 3 1000 52
= 56,71(0,052) = 2,948 mm 3 /min = 0,00294 cm 3 /min
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 115
4.1.4 Proses Sekrap Diketahui : n p = 45 langkah/menit f = 0,2 mm/langkah a = 0,3 mm Rs = 0,5 W= 60 mm
Kecepatan potong rata-rata (v): v = 2000 ) 1 ( . Rs lt np
= 2000 ) 5 , 0 1 )( 5 , 27 ( 45
= 2000 75 , 1856
= 0,92 mm/min
Kecepatan makan (vf) vf = f x n p
= 0,2 mm/rev x 45 = 9 mm/min Waktu teoritis pemotongan (tc) tc = = = 6,6 min = 400 x 36 = 14400 Kecepatan penghasilan geram Z = Av = 0,06 . 0,92 = 0,052
A = f.a = 0,2 . 0,3 = 0,06
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 116
Tabel 4.5 Perhitungan waktu proses sekrap Sekrap Proses Jumlah Proses Tc total T praktikum Sisi 1 9 330 330 330 390 335 335 366 366 366 Sisi 2 9 330 330 390 390 360 360 360 366 376
Sisi 3
9 360 330 360 360 360 366 372 360 366
Sisi 4 9 366 366 330 366 366 367 366 330 366
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 117
4.1.5 Proses Gurdi bagian 2 Diketahui : d = 10 mm n = 180 rpm f = 0,25 mm/rev lw = 30 mm kr = 60 0
Kecepatan Potong (Vc) Vc= 1000 n d m/min = 1000 180 10 14 , 3 m/min = 5,625 m/min
Gerak Makan (f) Vf = f . 2n = 0,25 x 2 x 180 = 90 mm/r
Waktu Makan (tc) tc = Vf lt
lt = lv + lw + ln
ln = (d/2)/ tan kr = (10/2)/ tan 60 0
= 2,89 mm
lt = 0 + 30 +2,89 = 32,89 mm
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 118
tc = 90 89 , 32
= 0,36 min = 21,6x 12 = 259,2
Waktu praktikum: 210 detik
Kecepatan Peghasilan Geram (Z) Z = 4 14 , 3 2 d 1000 vf
= 4 ) 100 ( 14 , 3 1000 90
= 78,5(0.09) = 7,065 mm 3 /min = 0,00706 cm 3 /min
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 119
4.1.6 Proses Pembuatan Ulir
x = 1,25 tan 60 = 2,1
a 1 =
= 0,47
a 2
= a 1 2 = 0.66 a 3
= a 1 3 = 0.81 a 4
= a 1 4 = 0.94 a 5
= a 1 5 = 1.05 a 6
= a 1 6 = 1.15 a 7
= a 1 7 = 1.24 a 8
= a 1 8 = 1.33 a 9
= a 1 9 = 1.41 a 10
= a 1 10 = 1.49 a 11
= a 1 11 = 1.56 a 12
= a 1 12 = 1.63 a 13
= a 1 13 = 1.69 a 14
= a 1 14 = 1.76 a 15
= a 1 15 = 1.82 a 16
= a 1 16 = 1.88 a 17
= a 1 17 = 1.94 a 18
= a 1 18 = 1.99 a 19
= a 1 19 = 2.05 a 20
= a 1 20 = 2.10
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 120
4.2 Analisa Dalam pembuatan poros bawah hidrotiller yang telah dilakukan, dapat dilakukan beberapa analisis sebagai berikut
4.2.1 AnalisaProses Dalam pembuatan poros bawah hidrotiller, dilakukan beberapa proses. Berikut adalah analisa dari setiap proses yang dilakukan dalam pembuatan poros bawah hidrotiller.
4.2.1.1 Proses Bubut Pada proses bubut, dalam pembuatan poros bawah hidrotiller, dilakukan dua jenis proses; yaitu:
a. Proses Facing Proses facing dilakukan untuk mengurangi panjang dari benda kerja. Dalam proses ini, kedalaman gerak makan pahat adalah ke searah dengan benda kerja, sehingga panjang benda kerja akan berkurang.
Dapat dilihat pada proses rouging, kecepatan putaran spindel lebih kecil dibanding dengan kecepatan spindel pada proses finishing, sedangkan, pada proses finshing, gerak makan lebih kecil dibanding dengan proses rouging. Pada proses rouging, dulakukan pengesetan demikian agar benda lebih cepat terpotong, dan sehingga pengerjaan yang dilakukan dapat lebih efisien. Sedangkan kecepatan yang lebih tinggi, dan gerak makan yang lebih kecil pada finishing bertujuan untuk memberikan permukan yang lebih halus.kami menggunakan kecepatan putaran spindel yang lebih kecil pada proses rouging karena gerak makan yang besar dan kecepatan tinggi dapat membuat pahat menjadi patah.Selain itu, settingan kecepatan spindel juga harus di sesuaikan dengan besar diameter benda kerja.Yaitu, semakin besar diameter benda kerja, maka semakin kecil kecpatan spindel dan kedalaman potong yang dapat digunakan.Terutama apabila pahat yang digunakan adalah pahat
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 121
HSS.Kecepatan spindel yang tinggi dan kedalaman potong yang besar akan membuat pembebanan yang diterima oleh pahat menjadi semakin besar. Sehingga pahat menjadi patah.
Dalam proses ini, waktu yang telah didapatkan pada teori, lebih kecil dibandingkan dengan waktu yang didapatkan dari praktikum. Hal ini terjadi akibat adanya kekeliruan dalam melakukan settingan pada mesin bubut, sehingga terjadinya kesalahan dalam penghitungan waktu dan juga ada kesalahan pada pengukuran waktu. Kemungkinan adanya kesalahan dari internal mesin juga tidak menutupi kemungkinan.
b. Turning Dalam proses turning, yang berkurang adalah nilai dari diameter benda kerja. hal ini karena gerak makan pahat kini terjadi kearah sisi lain dari poros. Sama halnya dengan proses facing, kecepatan spindel pada saat rouging lebih kecil dibandingkan dengan pada saat proses finshing. Sedangkan kecepatan makan pada saat proses rouging lebih besar dari pada saat finishing. Hal ini dilakukan untuk menghaluskan permukaan pada saat finishing, dan juga untuk menjaga agar pahat tidak patah saat melakukan proses turning.
Pada proses ini, waktu yang digunakan pada saat praktikum lebih kecil dari waktu yang ada pada teori. Kemungkinan yang sama juga menjadi penyebab dari ketidaksesuaian ini.
4.2.1.2Analisa Proses Drilling Proses drilling pada pembuatan poros bawah hidrotiller ini dilakukan dengan menggunakan lathe. Proses ini dilakukan dengan menggunakan pahat drill, namun mesin yang digunakan adalah lathe. Pada proses ini, juga dilakukan pada bagian kanan dan bagian kiri dari benda kerja.
Laporan akhir praktikum Teknik Manufaktur I Kelompok 16
Laboratorium Inti Teknologi Produksi 122
Waktu yang digunakan dalam proses drilling ini memiliki perbedaan dengan waktu yang tercatat pada saat praktikum. Namun selisih waktu yang terjadi tidak lah terlalu besar. 4.2.1.3 Analisis Proses Sekrap Proses sekrap dilakukan untuk membuat permukaan prismatik pada benda kerja. Dalam proses ini, kecepatan gerak pahat yang dipakai adalah 45 langkah/menit. Sedangkan untuk kedalaman, kedalaman potonng yang dipakai adalah 0,3& 0,2 beberapa kali untuk proses rouging. Kedalaman potong terbesar yang dapat digunakan 0,3 karena mata pahat yang kami gunakan adalah mata pahat HSS, sehingga tidak dapat menggunakan kedalaman potong yang terlalu besar, untuk menjaga agar pahat tidak patah. Dalam melakukan proses ini kami melakukan beberapa kesalahan, yaitu lupa menekan tombol otomatis gerak makan, sehingga benda kerja kami menjadi cacat Pada proses ini, waktu yang digunakan bervariasi. Ada tahap yang waktunya sama dengan waktu teoritis dan ada waktunya yang berbeda tipis dengan waktu teoritis. Penyebab ini mungkin sama dengan penyebab proses bubut. Cacat pada material yang mungkin menjadi penyebab material utama pada ketidak sesuaian waktu ini. 4.2.1.4 Analisis Proses Pembuatan Ulir Dalam pembuatan ulir pada praktikum ini, kami membuat ulir dalam dan ulir luar. Pada pembuatan ulir dalam, proses yang diguanakan adalah proses tapping. Sedangkan, proses yang digunakan untuk membuat ulir luar adalah proses turning, dengan memanfaatkan kecepetan makan yang tinggi dan putaran spindel yang relatif rendah, sehingga permukaan yang dipotong menjadi berulir. Terdapatnya dua puncak ulir. Hal ini terjadi akibat adanya keslahan sewaktu menjalankan pahat pada saat proses pembuatan ulir luar. Ketidak tepatan timing penjalanan gerak makan pahat dengan putaran spindel menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pemotongan, dan membuat puncak ulir menjadi dua buah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari prktikum yang yelah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan, yaitu: 1. Gambar teknik merupakan parameter yang digunakan dalam menentukan bentuk benda kerja yang akan dibuat, dan menjadi penentu kualitas untuk produk yang sudah dibuat. 2. Keefektifan waktu dalam pembuatan produk dipengaruhi oleh perencanaan urutan proses manufaktur yang dilakukan. 3. Dalam pembuatan poros hidrotiller dapat digunakan mesin bubut dan mesin sekrap. 4. Produk yang dihasilkan oleh mesin bubut berbentuk silindrik, sedangkan prosuk yang dihasilkan oleh mesin sekrap berbentuk prismatik. 5. Kecepatan pemotongan dan pemakanan pada saat proses menentukan ke- efisienan waktu pengerjaan produk. 6. Jenis pahat menentukan ke-efisienan waktu pengerjaan. 7. Kecepatan makan dan kecepatan spindel pada mesin bubut mempengaruhi kekasaran pada produk. 8. Waktu pengerjaan yang dilakukan belum cukup efektif (t teori >t praktikum ).
LaporanakhirpraktikumTeknikManufaktur I Kelompok I6 Laboratorium Inti Teknologi Produksi 126
5.2 Saran Untuk kelancaran praktikum selanjutnya, maka dapat disarankan pada praktikan agar: 1. Melakukan pengukuran yang lebih teliti dan secara seksama untuk mendapatkan produk dengan kualitas yang lebih baik 2. Telah menguasai materi dan prosedur praktikum sebelum memasuki laboratorium. 3. Sebelum praktikum dimulai semua kondisi mesin perkakas harus diperiksa apakah telah berada dalam kondisi yang baik. 4. Lebih mengenal dan mengusai karakteristik mesin-mesin perkakas. 5. Lebih teliti dalam mengoperasikan mesin perkakas, dan dalam menggunakan alat ukur agar diperoleh geometri produk sesuai dengan yang direncanakan. 6. Mesin-mesin produksi yang akan digunakan dalam praktikum di set up terlebih dahulu, agar produk yang dihasilkan lebih baik kualitasnya dan waktu kerja lebih efisien karena tidak adalagi waktu tunggu yang disebabkan oleh perbaikan mesin pada saat praktikum. 7. Lebih teliti dan lebih hati hati dalam membaca gambar agar tidak terjadi kesalahan dalam pembuatan produk. 8. Mengikuti urutan pengerjaan yang sesuai dengan ketentuan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. 9. Segera bertanya pada asisten bila ada hal hal yang kurang dimengerti.
DAFTAR PUSTAKA Giesecke, Frederick E, dkk. 2000. Gambar Teknik edisi 11. Erlangga: Jakarta
Rochim, Taufiq. 1993, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan.Institut Teknologi Bandung: Bandung Sato, G.Takeshi dan Hartanto, N.Sugiarto.1992.Menggambar Mesin Menurut Stadar ISO. PT Pradaya Paramita : Jakarta Sutanto, Agus . Buku Petunjuk Praktikum Proses Produksi I. 1997.Universitas Andalas: Padang
LAMPIRAN A LEMBAR ANALISA PROSES
Lembar Analisa Proses Nama Komponen : Poros Bawah Hidrotilller Kelompok : 16 Nomor Komponen : 1 No. Gambar : 1 Ukuran Bahan : 30 mm No Uraian
Lembar Analisa Proses Nama Komponen : Poros Bawah Hidrotilller Kelompok : 16 Nomor Komponen : 1 No. Gambar : 1 Ukuran Bahan : 30 mm No Uraian
Kondisi Pemotongan
Resource Waktu Pemotongan (detik) (m/min) n (rpm) a (mm) f (mm/r) Banyak Pemotongan Mesin Pahat Alat Bantu Aktual Teoritis 2 Proses Facing 2 Rouging 24,49 260 0,4 0,1 1 Bubut HSS Chuck 18 34,56 24,49 260 0,4 0,1 1 Bubut HSS Chuck 18 34,56 24,49 260 0,4 0,1 1 Bubut HSS Chuck 18 34,56 24,49 260 0,4 0,1 1 Bubut HSS Chuck 18 34,56 Dibuat oleh : Kelompok 16 Diperiksa : Trias Bastenov Monda Tanggal : Desember 2011 Lembar 2 dari 5 lembar
c v
Lembar Analisa Proses Nama Komponen : Poros Bawah Hidrotilller Kelompok : 16 Nomor Komponen : 1 No. Gambar : 1 Ukuran Bahan : 30 mm No Uraian Kondisi Pemotongan Resource Waktu Pemotongan (detik) (m/min)
n (rpm) a (mm) f (mm/r) Banyak Mesin Pahat Alat Bantu Pemotongan Aktual Teoritis 3 Proses Turning 1 Rouging 23,14 260 0,3 0,1 1 Bubut HSS Chuck 128,4 46,2 23,14 260 0,3 0,1 1 Bubut HSS Chuck 126,6 46,2 23,14 260 0,3 0,1 1 Bubut HSS Chuck 126,6 46,2 23,14 260 0,3 0,1 1 Bubut HSS Chuck 127,2 46,2 23,14 260 0,3 0,1 1 Bubut HSS Chuck 127,2 46,2 23,14 260 0,3 0,1 1 Bubut HSS Chuck 126,6 46,2 23,14 260 0,3 0,1 1 Bubut HSS Chuck 126,6 46,2 Finishing 48,07 540 0,2 0,03 1 Bubut HSS Chuck 210 444,36 48,07 540 0,2 0,03 1 Bubut HSS Chuck 215 444,36 Dibuat oleh : Kelompok 16 Diperiksa : Trias Bastenov Monda Tanggal : Desember 2011 Lembar 3 dari 5 lembar
c v
Lembar Analisa Proses Nama Komponen : Poros Bawah Hidrotilller Kelompok : 16 Nomor Komponen : 1 No. Gambar : 1 Ukuran Bahan : 30 mm No Uraian Kondisi Pemotongan Resource Waktu Pemotongan (detik) (m/min)
n (rpm) a (mm) f (mm/r) Banyak Mesin Pahat Alat Bantu Pemotongan Aktual Teoritis 4 Proses Turning 2 Rouging 23,47 260 0,4 0,3 1 Bubut HSS Chuck 264 107 23,47 260 0,4 0,3 1 Bubut HSS Chuck 240 107 23,47 260 0,4 0,3 1 Bubut HSS Chuck 240 107 23,47 260 0,4 0,3 1 Bubut HSS Chuck 236 107 23,47 260 0,4 0,3 1 Bubut HSS Chuck 242 107 Finishing 48,74 540 0,3 0,03 1 Bubut HSS Chuck 381 162,16 48,74 540 0,2 0,03 1 Bubut HSS Chuck 381 162,16 Dibuat oleh : Kelompok 16 Diperiksa : Trias Bastenov Monda Tanggal : Desember 2011 Lembar 4 dari 5 lembar
c v
LAMPIRAN B GAMBAR PRODUK
ql F] \4 I (n z *l H t( 2, t( td a z (,/) tf =rrl -l n H .'l p tEr @ D ; l.J l'.) (, o a '( p tc FUI ol Ftl ol al wl sDl {l Fe s + o :1. G \ p ,.1 N F o o ? !t p z o tp 0e s d F ^ o 3 Oi t- !D fd o B s) P P ,f iJ r_t '! o oq e ffi' il @l tr -1 <t TI I c' z > z I D,I a !O 6 A F I Nt , t\r o tn o o f a 3 (, F o s t o 3 u a 0 z o ! / & 1 o tf F (s -l 9' t .o r+ 6' r' (D ? z I F o 7< o v la o l q s a ! ,o 1 ; \o o 0 e a tr -l t 'T' 1 I G z z v t, 0 3 m 1 F d a o a D : ,\t Fr I 6 I l.s I \7 t A |l? -1 1 o rrl .tr Z E tf E D 3 3 3 z 9 is r ! T o\ (.'! 7t o - 6' J j r-) 6', .o 1 q ^9 a o a s ,.o 7 o 5 j -o- 1 6 t. F a |\, JO i. 3 \D D ft D 3
LAMPIRAN C LEMBAR ASISTENSI
"."-, :=.. LAB'RAT'RIUM INrr TEKN'L'GI *R'DUKST ( LI TP.IJURUSAN TEKNIK MESIN --' i '= FAKuLTAS TEKr{rK ur"{I}lERSrrAS ANDALAS r r rrr -Y ^ Kampus Limau Manih Padang ANDALAS LEhTBARA|'{ A SISTENSI LAPORAN AKI{IR PRAKTIKUM TEKI\IK MAI{TIFAKTUR I KELOMPOK : 16 tEnam belas) NO Tanssal Catatan Paraf Asisten I L. t h J l-lt-rat t LL-:L - Ld\ . 23-t2 -Zort 2.3 'Q, -lotl f4fl?Al. [.Datqi]{. ,b 1,4* ?d!, pegdrl, I*tutg,6 q4 A,[*'fr, W+ !-J.i*h. t++ ( 'J lec -r t F\^f+^- t/ ^l^A:-^- A ^l^+^-^i I )ill Lirt r\trt raul l ar 1 .n \rsrgllsl Nama Anggota Paraf Asisten 1 2 J 4 5 6 I l. Maigi Saputra (101091101 1) ( v 2. Ianggi Kelana { 101091 202 I ) 3. Muhammad Alfabri P (101A912A24) v 4. Mezi Satria (1010912048) v v 5. Erik Selamat Yuraahito{1010913036 ) J Mengetahui Asisten Padang, Desember 201I