You are on page 1of 14

0

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

PELAKSANAAN HAM DALAM ERA REFORMASI DI


INDONESIA

I MADE DWI TRESNAYASA

06/199483/DPA/2516

DIPLOMA III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2008
1

1. PENDAHULUAN
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dimiliki seseorang
sejak ia lahir dan merupakan pemberian dari Tuhan. Dasar-dasar HAM
tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of
Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia,
seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan
pasal 31 ayat 1.
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia
yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak
kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan
instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM
adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam
era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam
era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal
pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang
lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Gelombang reformasi yang melanda indonesia pada tahun 1998 telah
membawa banyak perubahan yang cukup signifikan terhadap permasalahan
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Setelah lebih dari 32 tahun hidup
dalam kekuasaan yang otoriter Indonesia memasuki babak baru kehidupan
bernegara, namun hal ini masih banyak menyisakan pekerjaan rumah bagi
pemerintah sekarang. Masa 32 tahun pemerintahan orde baru didinyalir telah
melakukan berbagai tindakan pelanggaran HAM. Selanjutnya pasca orde baru
terutama pada masa transisi antara tahun 1998 – 2000 banyak kasus
kekerasan yang terjadi di Indonesia menelan ratusan bahkan ribuan orang
apalagi kasus timor timus pasca jajak pendapat menambah rentetan panjang
pelanggaran HAM di Indonesia.
Berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi belum pernah
terselesaikan secara tuntas antara lain kasus Tanjung Priok, DOM Aceh,
Papua dan kasus pelanggaran HAM berat di Timor-timur selama pra dan
2

pasca jajak pendapat belum ada yang terselesaikan. Atas kondisi ini sorotan
dunia internasional terhadap Indonesia sehubungan dengan maraknya
pelanggaran HAM yang terjadi kian menguat terlebih sorotan atas
pertanggungjawaban pelanggaran HAM yang terjadi di Timor- timur selama
proses jajak pendapat.
Masyarakat nasional maupun internasional sangat prihatin dengan
situasi yang terjadi di Timor Timur bahkan Komisi Hak Asasi Manusia PBB
di Geneva pada tanggal, 23 – 27 September 1999 menyelenggarakan special
session mengenai situasi di Timor Timur. Special session tersebut adalah
yang keempat diadakan sejak komisi ini dibentuk 50 tahun yang lalu. Ini
menunjukkan betapa seriusnya penilaian dunia internasional terhadap
masalah pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur. Special Session
tersebut mengeluarkan Resolusi 1999/S-4/1 yang menuntut kepada
Pemerintah Indonesia agar antara lain: dalam kerjasama dengan Komnas
HAM menjamin bahwa orang-orang yang bertanggung jawab atas tindak
kekerasan dan pelanggaran sistematis terhadap hak asasi manusia akan
diadili. Resolusi tersebut juga meminta kepada Sekjen PBB untuk
membentuk komisi penyelidik internasional dengan komposisi anggota yang
terdiri dari ahli-ahli dari Asia, dan bekerjasama dengan Komnas HAM
Indonesia, serta mengirimkan pelapor khusus ke Timor Timur.
Selain itu resolusi juga merekomendasikan untuk membentuk
International tribunal atas kasus tersebut. Atas resolusi Komisi HAM PBB
tersebut Indonesia secara tegas menolak dan akan menyelesaikan kasus
pelanggaran HAM dengan menggunakan ketentuan nasional karena konstitusi
Indonesia memungkinkan untuk menyelenggarakan peradilan hak asasi
manusia. Atas penolakan tersebut, mempunyai konsekuensi bahwa Indonesia
harus melakukan proses peradilan atas terjadinya pelanggaran HAM di
Timor- Timur . Dorongan untuk adanya pembentukan peradilan internasional
ini juga didasarkan atas ketidakpercayaan dunia internasional pada sistem
peradilan Indonesia jika dilihat antara keterkaitan antara pelaku kejahatan
yang merupakan alat negara.
3

Kepentingan untuk mengadakan proses peradilan untuk kejahatan


yang termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan melalui mekanisme nasional
mengharuskan dipenuhinya instrumen hukum nasional yang memadai sesuai
dengan prinsipprinsip dalam hukum internasional. Meskipun
mekanisme/sistem hukum nasional yang akan dipilih untuk menegakkan
pertanggungjawaban pelanggaran HAM yang terjadi tetapi penting untuk
memenuhi syarat adanya pengadilan nasional yang efektif.
Dengan berbagai desakan yang muncul tersebut maka pada tanggal 23
September 1999 pemerintah mengeluarkan Undang-undang no. 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia yang di dalam pasal 104 mengamanatkan
pembentukan Pengadilan HAM untuk menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran HAM berat pada tanggal 8 Oktober 1999, Presiden Habibie
mengeluarkan Perpu No. 1 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Perpu
tersebut memberikan kewenangan hanya kepada Komnas HAM untuk
mengadakan penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia yang nantinya akan
diajukan ke pengadilan.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia ini merupakan peraturan perundang-undang yang bersifat
regulatif dan represif, sehingga di satu sisi dapat melindungi hak asasi
manusia baik perorangan maupun masyarakat dan di sisi lain dapat
memberikan penegakan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman baik
perorangan maupun masyarakat terhadap tindakan pelanggaran atas hak asasi
manusia. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia didasarkan pada pertimbangan sebagai
berikut :
1. Ada dugaan telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang berat di
berbagai tempat yang seringkali cenderung berupa tindakan yang bersifat
serperti pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang
atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing),
penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, atau yang dilakukan secara
sistematis (systematic discrimination), yang menimbulkan kerugian baik
4

materiil maupun imateriil serta mengakibatkan perasaan tidak aman baik


terhadap perorangan maupun masyarakat;
2. Kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mempunyai dampak sangat
luas baik nasional maupun internasional, antara lain mengakibatkan
menurunnya kepercayaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia akibat
banyaknya pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yang perlu segera
diatasi;
3. Tuntutan sebagian reformasi baik yang bersifat nasional maupun
internasional yang sangat mengganggu jalannya pemerintahan sehingga
harus segera diatasi dan diciptakan suasana kondusif berupa ketertiban,
ketentraman, dan keamanan harus memperhatikan prinsip-prinsip hak
asasi manusia yang diakui oleh bangsa yang beradab.

Perpu ini telah menjadi landasan yuridis untuk adanya penyelidikan


kasus pelanggaran HAM berat di Timor-timur oleh Komnas HAM. Karena
berbagai alasan Perpu No. 1 Tahun 1999 ini yang kemudian ditolak oleh DPR
untuk menjadi undang-undang. Alasan mengenai ditolaknya Perpu tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Secara konstitusional pembentukan perpu tentang pengadilan HAM


dengan mendasarkan pada Pasal 22 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945
yang berbunyi “dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa”, yang
dijadikan dasar untuk mengkualifikasikan adanya kegentingan yang
memaksa dianggap tidak tepat.
2. Subtansi yang diatur dalam Perpu tentang Pengadilan HAM masih
terdapat kekurangan atau kelemahan antara lain, sebagai berikut :
Kurang mencerminkan rasa keadilan karena ketentuan dalam perpu
tersebut tidak berlaku surut (retroaktif), sehingga pelanggaran HAM
yang berat yang dilakukan sebelum Perpu ini disahkan menjadi
undang-undang tidak tercakup pengaturannya.
5

Masih terdapat ketentuan yang dinilai menyimpang dari ketentuan


yang diatur dalam konvensi tentang pencegahan dan penghukuman
kejahatan genosida tahun 1948 dan tidak sesuai dengan asas-asas
hukum yang berlaku.
Masih menggunakan standar konvensional, yakni dengan mendasarkan
pada KUHP yang hanya membatasi tuntutan pada personal sehingga
tidak mampu menjangkau tuntutan secara lembaga.
Masih terdapat subtansi yang kontradiktif dan berpotensi untuk
berbenturan atau overlapping dengan hukum positif.

Setelah adanya penolakan Perpu tersebut diatas oleh DPR maka


pemerintah mengajukan rancangan undang-undang tentang Pengadilan HAM.
Dalam penjelasannya, pengajuan RUU tentang Pengadilan HAM adalah :
Pertama, merupakan perwujudan tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai
salah satu anggota PBB. Dengan demikian merupakan salah satu misi yang
mengembangkan tanggung jawab moral dan hukum dalam menjunjung tinggi
dan melaksanakan deklarasi HAM yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsabangsa, serta yang terdapat dalam berbagai instrumen hukum lainnya
yang mengatur mengenai HAM yang telah dan atau diterima oleh negara
Indonesia. Kedua, dalam rangka melaksanakan Tap MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM dan sebagai tindak lanjut dari Pasal 104 ayat
1 Undangundang No. 39 Tahun 1999. Ketiga, untuk mengatasi keadaan yang
tidak menentu di bidang keamanan dan ketertiban umum, termasuk
perekonomian nasional. Keberadaan pengadilan HAM ini sekaligus
diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat dan dunia
internasional terhadap penegakan hukum dan jaminan kepastian hukum
mengenai penegakan HAM di Indonesia.
6

2. KONDISI SAAT INI


Pada akhir-akhir ini, kelihatan secara jelas kecenderungan aparat
keamanan mengabaikan kaidah-kaidah HAM dalam menjalankan tugasnya
sebagai pejabat penegak hukum. Secara khusus, penulis menyimpulkan
bahwa kemampuan dalam mengendalikan penggunaan senjata api atau alat-
alat kekerasan lainnya tampak sangat rendah. Hal itu kelihatan pada
kecenderungan peningkatan penggunaan senjata api atau alat-alat kekerasan
lainnya dalam mengatasi aksi massa (damai) maupun kerusuhan. Ada tiga
belas (13) warga negara telah menjadi korban dari penggunaan senjata api
oleh pejabat penegak hukum. Empat (4) warga negara telah mati seketika
akibat langsung tembakan senjata api yang dilepaskan oleh aparat keamanan.
Sisanya menderita luka-luka dan ada yang luka parah. Hingga kini, belum
diketahui bagaimana kabar selanjutnya dari korban senjata api tersebut.
Apakah ada yang kemudian mati ataukah bisa disembuhkan?

2.1 Kebijakan Yang Anti Rakyat Miskin


Dalam pelaksanaan instrumen hak asasi manusia, khususnya hak
ekosob, kinerja pemerintah sangat lemah. Pemahaman aparat pemerintah
terhadap hak asasi, baik di lembaga eksekutif – termasuk aparat penegak
hukum maupun di lembaga legislatif menjadi hambatan utama bagi
pelaksanaan instrumen-instrumen HAM internasional yang sudah diratifikasi.
Pemahaman yang lemah terhadap hak asasi pada umumnya, dan lemahnya
komitmen untuk menjalankan kewajiban menghormati, melindungi, dan
memenuhi hak telah berdampak pada meluasnya pelanggaran hak, khususnya
terhadap warga yang lemah secara ekonomi, sosial dan politik. Ini diperparah
dengan kebijakan/strategi ekonomi pasar yang pro modal kuat yang telah
membawa dua dampak di bidang aturan hukum/perundangan. Pertama, aturan
hukum telah diskriminatif terhadap kaum miskin dan secara sistematis
menghilangkan hak-hak dasar kaum miskin; Kedua, diabaikannya/tidak
dijalankannya hukum dan peraturan yang secara substansial berpihak pada
kelompok miskin.
7

Di antara regulasi yang disusun sepanjang tahun 2000 hingga 2006,


paling tidak ada tiga perundang-undangan yang selama tahun 2007 selalu
mewarnai seluruh dinamika perburuhan. Perundang-undangan itu adalah UU
No 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh, UU No 13 tahun 2003, dan UU No
2 tahun 2004 yang mengatur tentang PPHI. Ketiga Undang-undang itu
kemudian menjadi roh sistem perburuhan di Indonesia.14 Melalui UU No 13
tahun 2003, pemerintah mengundang para investor untuk membuka lapangan
kerja dengan mengurangi “perlindungan” terhadap buruh. Tingkat upah yang
tinggi di Indonesia sering dipandang membebani kaum pengusaha sehingga
mereka menuntut agar biaya tersebut ditekan.

Alih-alih mengurangi jumlah pengangguran, justru PHK massal


ilegalkan. Akibat PHK tersebut, ribuan buruh ikut menambah jumlah
pengangguran. Berdasarkan survey yang dilakukan BPS, pada bulan Oktober
2005 tingkat pengangguran terbuka diperkirakan mencapai 11,6 juta oarang
atau 10,84% dari angkatan kerja yang ada yaitu 106,9 juta orang. Angka ini
jauh lebih tinggi 700.000 dibandingkan awal tahun 2005. Kemudian pada
Februari 2006 angka pengangguran mencapai 11,10 juta orang (10,40%).
Sementara itu, pada bulan Februari 2007, jumlah pengangguran terbukti tetap
masih tinggi yaitu sekitar 10,55 juta dengan tingkat pengangguran terbuka
mencapai 9,75%.

Hingga pertengahan tahun 2007, masih ada 60.000 kasus pemutusan


hubungan kerja (PHK) yang belum terselesaikan. Nilai pesangon dari seluruh
kasus tersebut mencapai sekitar 500 milyar rupiah.16 Salah satu di antaranya
adalah kasus PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI). Selama kasus belum
terselesaikan, agar tetap hidup, puluhan ribu buruh tersebut kemudian bekerja
lagi dengan sistem kerja baru yang mencekik. Pada tahun 2007 buruh kembali
diresahkan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menurutnya
akan mengatasi berbagai klausul kontroversial dalam undang-undang
ketenagakerjaan tersebut. Paket rancangan tersebut berisi dua judul RPP.
Pertama, RPP tentang Perubahan Perhitungan Uang Pesangon, Uang
8

Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak. Kedua, RPP tentang
Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (RPP Jaminan PHK).
Singkatnya, paket-paket RPP tersebut mengandung arti melestarikan sistem
kontrak dan outsorcing dan mempertegas pelegalan PHK. Dengan demikian
perjuangan kaum buruh menuntut hak-hak normatifnya akan semakin jauh
dari realitas.

2.2 Terabaikannya hak-hak dasar rakyat


Rubrik Fokus dalam Harian Kompas membuat deskripsi secara detail
mengenai fenomena kemiskinan paling kontemporer di negeri ini. Ulasan
Fokus ini antara lain menyebutkan bahwa pemerintah sudah semestinya
merasa malu! Sudah membangun selama 60 tahun, dibekali wilayah yang
sangat luas dan kaya sumber daya alam, iklim cuaca yang kondusif, tanah
yang subur, dan selama puluhan tahun rajin berutang miliaran dollar AS ke
berbagai negara dan lembaga internasional, kok bisa sampai rakyatnya
mengalami busung lapar atau mati kelaparan. Dibandingkan dengan negara-
negara tetangga di Asia seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan China,
jumlah anak kurang gizi, angka kematian bayi, angka kematian ibu, anak
putus sekolah, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, tingkat pendapatan,
dan berbagai indikator kesejahteraan lainnya, lebih buruk. Bahkan
dibandingkan Vietnam pun Indonesia kalah.

Merebaknya kasus busung lapar dan sejumlah penyakit lain yang


diakibatkan oleh kemiskinan, juga menunjukkan kegagalan pemerintah
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan kesehatan sebagai hak paling
dasar minimum rakyat. Meskipun tidak semua kasus malnutrisi adalah akibat
faktor ekonomi, kasus busung lapar yang mengancam sekitar 1,67 juta atau
delapan persen dari total anak balita di Indonesiadiakui terkait erat dengan
rendahnya daya beli dan akses masyarakat miskin ke pangan. Masih tingginya
tingkat kelaparan di masyarakat menunjukkan ada yang tidak beres dengan
kebijakan pembangunan. Secara normatif orientasi kebijakan pembangunan
9

memang telah berubah. Pemenuhan hak dasar rakyat merupakan salah satu
komitmen yang tertuang dalam Strategi Pembangunan Nasional 2004-2005.
Namun pada kenyataanya, implementasi kebijakan itu hingga sekarang
sepertinya belum berubah dimana pembangunan masih menekankan pada
pertumbuhan ekonomi, dengan mengabaikan pemerataan dan keadilan.

Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM

Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih


pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun
2003.

Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada
suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan
kepada setiap mahasiswa.

Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM


terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki
berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.

Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan


pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para
pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan
lancar.

Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu
jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap
anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai
dengan minat dan bakatnya.
10

3. PEMBAHASAN
Jika melihat hakikat HAM yang sebenarnya, tentu akan sangatlah
indah dibayangkan apabila HAM yang terjadi di Indonesia benar-benar
seperti itu. Akan tetapi realitas yang ada tidak seperti itu, bahkan bertolak
belakang. HAM yang katanya sangat dilindungi dan dihormati di injak-injak
begitu saja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pelanggaran
HAM sering terjadi pada semua aspek kehidupan, sebut saja salah satu contoh
kekerasan terhadap perempuan. Hal ini bukanlah satu hal yang asing
dikalangan rakyat Indonesia.

Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr. Meutia Hatta


Swasono, seperti yang dikutip dari http// : www.kapan lagi. com, mengatakan
bahwa kekerasa terhadap perempuan masih terus berlangsung dalam bentuk
yang bervariasi bahkan menimbulkan dampak yang cukup kompleks. “Yang
merasakan kekerasan itu bukan hanya isteri atau perempuan yang terluka,
tetapi juga anak-anak yang hidup dan menyaksikan kekerasan
dilingkungannya”. Ia juga menambahkan, anak dimungkinkan meniru
terhadap apa yang mereka lihat, sehingga menganggapnya bahkan
menyesuaikan perbedaan. Karena itu, kekerasan terhadap perempuan baik
yang bersifat publik maupun domestik harus secepatnya dicegah.

Selain pelenggaran HAM yang berupa kekerasan terhadap perempuan


ada juga pelanggaran HAM yang berkaitan dengan persoalan-persoalan
politik di Indonesia dan beberapa sebab yang lain yang sebenarnya sudah
sangat melampui batas. Berikut ini akan ditampilkan beberapa contoh
pelanggaran HAM di Indonesia selama Orde Baru sepanjang tahun 1990-
1998, seperti yang dikutip dari http//:www.sekitarkita.com, adalah sebagai
berikut :

1991 : Pembantaian dipemakaman santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI


terhadap pemuda. Pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman
rekannya 200 orang meninggal.
11

1992 : 1. Keluar Kepres tentang Monopoli perdagangan oleh perusahaan


Tommy Suharto
2. Penangkapan Xanana Gusmao
1993 : 1. Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah.
Tanggal 8 Mei 1993.
1996 : 1. Kerusuhan anti Kristen di Tasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan
kerusuhan Tasikmalaya. (26 Desember 1996)
Kerusuhan Sambas Sangvaledo. (30 Desember 1996)

1997 : 1. Kasus tanah Kemayoran


2. Kasus pembantaian mereka yang di duga pelaku dukun santet di Ja-
Tim
1998 :1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus. Aparat keamanan bersikap
pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan
di perkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13-15 Mei 1998
2. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di Jakarta, dua
hari sebelum kerusuhan Mei
3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demontrasi
menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13-14
November 1998 dan dikenal dengan Tragedi Semanggi, dan lain-
lain.
Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil pelanggaran HAM yang ada di
Indonesia, masih banyak contoh-contoh lain yang tidak dapat semuanya
ditulis disini.

Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion),


perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.

Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM


tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga
negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab
12

terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu,


pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada
rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan
pelanggaran HAM secara horizontal.

4. KESIMPULAN
Melihat seluruh kenyataan yang ada penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa HAM di Indonesia sangat memprihatinkan dan masih
sangat minim penegakannya. Banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi, hal
itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
Telah terjadi krisis moral di Indonesia
Aparat hukum yang berlaku sewenang-wenang
Kurang adanya penegakan hukum yang benar.
Dan masih banyak sebab-sebab yang lain. Maka untuk dapat
menegakkan HAM di Indonesia perlu :
1. Kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi
2. Aparat hukum yang bersih, dan tidak sewenang-wenang
3. Sanksi yangtegas bagi para pelanggara HAM
4. Penanaman nilai-ilai keagamaan pada masyarakat

5. SARAN
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-
injak oleh orang lain.
Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan
mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.
13

6. DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia

http//:www.sekitarkita.com

http://makalah-ibnu.blogspot.com

http://www.komnasham.go.id/portal/

http://www.elsam.or.id

You might also like