You are on page 1of 55

MAKALAH SISTEM PESYARAFAN 2

HIDROSEFALUS

Oleh: KELOMPOK 1

ADEK DIAN S. FADLILLAH HERI IMAM ISMAIL RIADOTUS SHILATIN N

(111420110048) (111420110056) (111420110060) (111420110061) (111420110062) (111420110079)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES NGUDIA HUSADA MADURA BANGKALAN 2012

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa : Kami mempunyai salinan dari makalah ini yang bisa kami serahkan ulang jika makalah yang di kumpulkan hilang atau rusak.

Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri (kelompok 1) dan bukan karya orang lain kecuali yang telah kami tuliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang membuatkan makalah ini untuk kami.

Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami bersedia mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Bangkalan, Penulis,

Kelompok 1

LEMBAR PENILAIAN MAKALAH DAN PRESENTASI KELOMPOK FORMAT PENIALAIAN MAKALAH (50 %) No Aspek yang dinilai 1. Pendahuluan a. Menjelaskan topik, Kriteria Penilaian Nilai max 0-5

tujuan dan deskripsi singkat makalah b. Spesifik 2. Isi dan Laporan lengkap 0-20

kesimpulan 3. Daftar pustaka a. Menggunakan aturan penulisan daftar

pustaka yang baik dan benar b. Jumlah minimal

referensi: buku (3), internet (5) dan jurnal (1) 4. Penulisan makalah a. Jumlah halaman min. 10 (bab 1-penutup) b. Penulisan bahasa

Indonesia yang baik dan benar termasuk tanda baca c. Logo (5x5 cm) d. Penggunaan Theme

font times new roman font 12 spasi 1,5 e. Kertas A4 minimal 70 gram f. Teknik mengutip dari

referensi g. Kelengkapan form

penilaian (wajib ada) 5. Proses Konsultasi a. Keaktifan konsultasi b. Kemampuan diskusi (responsive analisis) NILAI TOTAL (max 50) dan 0-10

KOMENTAR FASILITATOR .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .............................................................................................................................

PRESENTASI KELOMPOK (maksimal 50) NO ASPEK YANG DINILAI 1. Kemampuan mengemukakan intisari makalah 2. Kemampuan menggunakan media dan IT 3. Kemampuan berdiskusi (responsif, analisis) NILAI TOTAL Nb: Untuk nilai presentasi kelompok, jika tidak hadir maka otomatis 0. Jika ingin menambah nilai, ada penugasan dari pengempu dengan nilai maksimal 20 (menghadap wajib h+1) Soft Skill yang dinilai selama diskusi : teamwork, komunikasi Komentar fasilitator: .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................... 0-30 0-10 0-10 Nilai

Penilaian mahasiswa lain/audien (maksimal 100) POINT PENILAIAN Selama proses diskusi 65-100) (nilai ASPEK DINILAI Aktif bertanya Aktif memberikan YANG

pendapat Inovatif dan kreatif dalam memberikan pendapat Kamampuan analitik mangajukan pertanyaan dan dalam

memberikan solusi

Mahasiswa yang tidak hadir: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kriteria penilaian a. Mahasiswa yang bertanya/memberikan pendapat/menyimpulkan penilaian sama seperti di atas b. Mahasiswa hadir tapi tidak bertanya/memberikan pendapat/menyimpulkan, penilaian 60 c. Mahasiswa tidak hadir (nilai otomatis 0), kalau menginginkan nilai tambahan menghadap pengempu, h+1, nilai maksimal 56

DAFTAR ISI Halaman judul ................................................................................................ i Lembar Pernyatan ......................................................................................... 2 Lembar Penilaian ........................................................................................... 3-6 Daftar Isi ......................................................................................................... 7 Bab I Bab II Pendahuluan ...................................................................................... 8-9 Pembahasan ....................................................................................... 11

Bab III Asuhan keperawatan ....................................................................... 32 Bab VI Kesimpulan dan saran....................................................................... 52 Daftar Pustaka ................................................................................................ 55

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu

hydrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus. Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001). Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi pada orang dewasa, hanya saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang- tulang tengkorak. Sedang pada orang dewasa tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar. Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui sejak lahir, dan 50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero 2:2000 bayi, dan kirakira 12% dari semua kelainan konginetal. Hidrosefalus sering menyebabkan distosia persalinan. Apabila hidrosefalus berlanjut setelah lahir dan tetap hidup akan menjadi masalah pediatri sosial. Pasien hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar karena pada anak yang mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan resiko terjadi dekubitus.
8

Mahasiswa

keperawatan

perlu

mempelajari

cara

mencegah

dan

menanggulangi masalah hidrosefalus dengan student center learning berupa pembuatan makalah dan diskusi antar teman di kelas.

1.2 Rumusan masalah 1.1.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi kepala? 1.1.2 Apa pengertian dari hidrosefalus? 1.1.3 Apa etiologi dari hidrosefalus ? 1.1.4 Sebutkan klasifikasi dari hidrosefalus ? 1.1.5 Bagaimana patofisiologi dari hidrosefalus ? 1.1.6 Apa saja manifestasi klinis pasien yang mengalami hidrosefalus ? 1.1.7 Bagaimana evaluasi diagnostik pada pasien hidrosefalus ? 1.1.8 Bagaimana penatalaksanaan pada hidrosefalus ? 1.1.9 Bagaimana komplikasi yang timbul pada pasien hidrosefalus? 1.1.10 Bagaimana prognosis pada hidrosefalus? 1.1.11 Bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier yang harus dilakukan pada pasien hidrosefalus ? 1.1.12 Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang mengalami hidrosefalus ?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Menjelaskan tentang apa itu hidrosefalus dan bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukannya

1.3.2 Tujuan khusus 1.3.3 Menjelaskan anatomi dan fisiologi kepala 1.3.4 Menjelaskan tentang hidrosefalus 1.3.5 Menjelaskan etiologi dari hidrosefalus 1.3.6 Menjelaskan klasifikasi dari hidrosefalus 1.3.7 Menjelaskan patofisiologi dari hidrosefalus

1.3.8 Menjelaskan manifestasi klinis pada pasien yang mengalami hidrosefalus 1.3.9 Menjelaskan evaluasi diagnostik pada hidrosefalus 1.3.10 Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien hidrosefalus 1.3.11 Menjelaskan komplikasi yang timbul pada pasien hidrosefalus 1.3.12 Menjelaskan prognosis pada pasien hidrosefalus 1.3.13 Menjelaskan pencegahan primer, sekunder, dan tersier yang dilakukan pada pasien hidrosefalus 1.3.14 Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien hidrosefalus

1.4 Manfaat a. Mengetahui dan menjelaskan apa itu hidrosefalus, cara menanganinya dan bagaimana asuhan keperawatannya.

10

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kepala (Menurut Maulana, 2010) A. Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium. B. Tulang tengkorak Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang

tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal

adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

C. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu : 1. Dura mater (luar)

Dura mater secara konvensional terdiri (ruang subdura) yang terletak endosteal dan lapisan me potensial atas dua lapisan yaitu lapisan antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan

11

menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri-arteri meningeal terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

2. Selaput Arakhnoid (tengah) Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala. a) Ruang subaraknoid memisahkan lapisan arakhnoid dari pia mater dan

mengandung cairan serebrospinalis, pembuluh darah, serta jaringan penghubung seperti selaput yang memepertahankan posisi arakhnoid piamater di bawahnya. b) Berkas kecil jaringan arakhnoid. Vili arakhnoid, menonjol ke dalam sinus vena (dural) dura mater.

3. Pia mater (dalam) Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.

D. Otak Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang

12

dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

E. Cairan serebrospinalis Cairan serebrospinal (CSS)

dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. Pleksus koroid adalah jaring-jaring yang

kapiler berbentuk

bungan kol

menonjol dari piamater ke dalam dua ventrikel otak. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari. Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari system ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang

13

meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Hubungan antara system ventrikel dan ruang subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV. Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler (Ngastiyah, 1997). CSS yang berada di ruang subarakhnoid, merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna. Merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml.

F. Tentorium Tentorium serebeli membagi rongga

tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

G. Inervasi Otak Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

H. Tekanan Intra Kranial (TIK) Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan

14

waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang otak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian. I. Ventrikel otak Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV. Ventrikel lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masingmasing ventrikel terdiri dari 5 bagian yaitu kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium. Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii. Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata.

Fisiologi Kepala Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.

15

Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie. Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat direkomendasikan untuk meningkatkan ADO.

2.2 Pengertian Hidrosefalus Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. Hidrosefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Harus di bedakan dengan pengumpulan cairan lokal tanpa tekanan intrakranial yang meninggi seperti pada kista porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan sesudah terjadinya atrofi otak ( Ngastiyah, 1997).

16

Hidrosefalus

merupakan

penumpukan

cairan

serebrospinalis

secara

berlebihan di dalam rongga ventrikulus otak, paling sering terjadi pada neonatus. Keadaan ini juga dapat ditemukan pada dewasa sebagai akibat cedera atau penyakit. Pasda bayi, hidrosefalus membuat kepala membesar dan pada bayi maupun dewasa, kompresi yang ditimbulkan dapat merusak jaringan otak (Mayer, 2003). Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubunubun (DeVito EE et al, 2007:328). Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang dapat

mengakibatkan gangguan dari cairan serebrospinal yang berubah menjadi banyak, disebabkan oleh karena obstruksi aliran cairan serebrospinal, gangguan produksi dan atau produksi cairan serebrospinal yang berlebihan (Aziz, 2006) Hidrosefalus adalah penimbunan cairan diruang yang secara normal terdapat dalam otak, hidrosefalus terjadi apabila produksi cairan otak tidak seimbang dengan penyerapannya sehingga cairan otak terbendung, sistem ventrikel akan melebar, dan tekanan dalam rongga kepala akan meningkat (Arif, 2000)

2.3 Etiologi Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutrisi (Cristine Brooker : The Nurses Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat

17

dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32) Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah 1) Kelainan Bawaan (Kongenital) 1.Stenosis akuaduktus Sylvii Merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran. 2.Spina bifida dan kranium bifida Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. 3.Sindrom Dandy-Walker Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV,

18

yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior.

4. Kista araknoid Dapat terjadi kongenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.

5. Anomali Pembuluh Darah Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni sinus transverses dengan akibat obstruksi akuaduktus.

2) Infeksi Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi/buntu ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan

19

daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar. 3) Neoplasma (tumor) Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma. 4) Perdarahan Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

2.4 Klasifikasi (Menurut Zulkarnain, 2011) Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan : 1. Gambaran klinis Dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus). Hidrosefalus yang tampak jelas dengan tanda-tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifest. Sementara itu, hidrosefalus dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang tersembuni. 2. Waktu pembentukan Dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus yang terjadi pada neonates atau yang berkembang selama intra uterin disebut hidrosefalus congenital. Hidroseflaus yang terajdi karena cedera kpala selama proses kelahiran disebut hidrosefalus infantile. Hidrosefalus akuisita adalah hidrosefalus yang terjadi setelah masa neonates atau disebabkan oleh factor-faktor lain setelah masa neonates (Harsono, 1996).

20

3. Proses terbentuknya Dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. Hidrosefalus akut adalah hidrosefalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan absorpsi CSS (berlangsung dalam beberapa hari). Disebut hidrosefalus kronik apabila perkembangan hidrosefalus terjadi setelah aliran CSS mengalami obstruksi beberapa minggu (bulan-tahun). Dan diantar waktu tersebut disebut hidrosefalus subakut. 4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans. 5. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktorfaktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)

Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua: 1. Kongenital Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga : Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

21

2. Didapat Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu : 1. Hydrocephalus komunikan Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala gejala peningkatan ICP)

2. Hydrocephalus non komunikan Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.

22

Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anakanak dibawah usia 1218 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tandatanda dan gejalagejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.

3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus ) Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala gejala dan tanda tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

2.5

Patofisiologi Banyak yang menjadi penyebab hidrosefalus antara lain kelainan

bawaan/kongenital, infeksi, neuplasma, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebri melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengerut dan menyobek garis ependimal. Substansia alba di bawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada substansia grisea terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran, substansia grisea tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba-tiba(akut) dan dapat juga selektif bergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus kegawatan. Pada bayi dan anak kecil, sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan

23

massa cranial. Jika Fontanela anterior tidak tertutup, maka fontanel ini tidak akan berkembang dan terasa tegang pada perabaan. Stenosis aquaduktus menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas, yaitu dahi tampak menonjol secara dominan (dominan frontal blow). Sindrom dandy-Walker terjadi jika karena adanya obstruksi pada foraminal di luar pada ventrikel IV. Ventrikel IV melebar dan fosa pascaerior menonjol memenuhi sebagian besar ruang di bawah tentorium. Klien dengan tipe hydrochepalus di atas akan mengalamai pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, akibatnya gejala peningkatan tekanan intracranial terjadi sebelum terjadi ventrikel serebri menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorpsi dan sirkulasi CSS adalah hydrocephalus tidak komplet. CSS melebihi kapasitas normal system ventrikel setiap 6-8 jam dan tidak adanya absorpsi total akan menyebabkan kematian. Ventrikular yang melebar menyebabkan sobeknya garis ependimal normal, khusunya pada dinding rongga sehingga mengakibatkan peningkatan absorpsi. Jika rute kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventricular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi. Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar 50-200 mm, praktis sama dengan 50-200 mmH20. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis merupakan suatu kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan medulla spinalis sehingga volume otak total (kranio spinal) ditambah dengan volume darah dan likuor merupakan angka tetap (hukum Monroe Kellie). Bila terdapat peningkatan volume likuor akan menyebabkan peningkatan TIK. Keadaan ini terdapat pada perubahan volume likuor, pelebaran dura, perubahan volume pembuluh darah terutama volume vena, perubahan jaringan otak (bagian putih otak berkurang pada hidrosefalus obstruktif). Pada umumnya volume otak serta tekanan likuor berubah oleh berbagai pengaruh sehingga volume darah selalu akan menyesuaikan diri (Harsono, 1996). Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari 3 mekanisme yaitu: 1. Produksi likuor yang berlebihan 2. Peningkatan resistensi aliran likuor

24

3. Peningkatan tekanan sinus venosa Sebagai konsekuesi dari 3 mekanisme di atas adalah peningakatan tekanan intrakranial sebagia upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami secara terperinci, namun hal ini bukannlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda setiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari: 1. Kompresi sistem serebro vaskuler 2. Redistribusi dari likuor serebro spinalis atau cairan ekstraseluler atau keduanya di dalam sistem susunan saraf pusat. 3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak) 4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan) 5. Hilangnya jaringan otak 6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan abnormal pada sutura kranial. Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karena tumor pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan menyebabkan TIK meningkat dalam mempertahankan

keseimbangan antara sekresi dan resorbsi likuor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar. Ada pula beberapa laporan mengenai produksi likuor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, disamping juga akibat hipervitaminosis A. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus

hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resobrsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai 2 konsikuensi yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.

25

Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari kompliens tengkorak. Bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi dengan peningkatan volume vaskuler, dalam hal ini peningkatan tekanan vena akan diterjemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor serebri. Sebaliknya, bila tengkorak masih dapat menghadaptasi, kepala akan membesar dan volume cairan akan bertambah. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan likour dan kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis.

26

WOC Hidrosefalus
Kelainan kongenital Infeksi Radang jaringan otak Neoplasma Hydrocephalus komunikans Perdarahan

1. Obstruksi salah satu tempat pembentukan (ventr.III/IV). 2. Obstruksi pada duktus rongga tengkorak. 3. Gangguan absorpsi LCS (Foramen Mondroe, Luscha, dan Magendie).

1. Obstruksi tempat pembentukan/penyerapan LCS. 2. Rangsangan produksi LCS.

Fibrosis leptomeningens pada daerah basal otak

Obstruksi oleh perdarahan

Hydrocephalus nonkomunikans

Peningkatan jumlah cairan serebrospinal

Jumlah cairan dalam ruang sub araknoid meningkat

Pembesaran relatif kepala

Peningkatan TIK

Tingkatan pembedahan Terpasang shunt

Kesulitan bergerak Herniasi falks serebri dan ke Penekanan total Gangguan integritas kulit Kerusakan mobilitas fisik foramen magnum Kompresi batang otak Depresi saraf kardiovaskular dan pernapasan Koma Penekanan pada saraf cranial II

Papil edema

Adanya Port de Entre dan benda asing masuk ke otak Risiko infeksi

Disfungsi persepsi visual-spasial dan kehilangan sensorik

Respons inflamasi

Gangguan persepsi sensori visual

Hipertermi

27

Kematian

Koma

Penurunan kesadaran

Koping keluarga tidak efektif

Otak semakin tertekan ke bagian bawah pada batang otak

Kerusakan fungsi motorik

Defisit perawatan diri

Hipotalamus semakin tertekan

Pembuluh darah tertekan

Kejang

Mual, muntah Penurunan BB

Saraf saraf pusat akan semakin tertekan

Resiko cedera Aliran darah ke otak Perfusi jaringan serebral tidak efektif

Kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

Kesadaran menurun PK : Penurunan kesadaran

Sakit kepala Nyeri akut

28

2.6 Manifestasi klinis (Menurut Mayer, 2003) Pada bayi terdapat tanda dan gejala yang biasanya ditemukan mencakup : 1. Pembesaran kepala yang tidak proporsional dengan pertumbuhan bayi (tanda khas yang paling sering ditemukan ) akibat peningkatan volume cairan serebrospinalis. 2. Distensi vena-vena kulit kepala akibat peningkatan tekanan cairan

serebrospinalis. 3. Kulit kepala yang tampak tipis, mengkilat dan rapuh akibat peningkatan tekanan cairan serebrospinalis. 4. Otot-otot leher yang tidak berkembang akibat peningkatan berat badan. 5. Depresi atap orbita (atap orbita tertekan) disertai pergeseran bola mata ke bawah dan sklera yang menonjol sebagai akibat peningkatan tekanan. 6. Tangisan yang melengking dan bernada tinggi, iritabilitas (rewel), serta tonus otot yang abnormal sebagai akibat kompresi saraf. 7. Muntah proyektil (muntah menyembur) akibat peningkatan tekanan

intrakranial. 8. Pelebaran tengkorak untuk mengakomodasi peningkatan tekanan.

Pada dewasa dan anak yang sudah besar, tanda- tanda yang menunjukkan hidrosefalus meliputi : 1. Penurunan tingkat kesadaran akibat peningkatan tekanan intrakranial. 2. Ataksia akibat kompresi pada daerah-daerah motorik. 3. Inkontinensia (ketidakmampuan spinter untuk menahan urine) 4. Gangguan intelektual.

(Menurut Endang, 2011) Bayi: Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala : 1. 2. 3. 4. Kepala makin membesar Veba-vena kepala prominen Ubun-ubun melebar dan tegang Sutura melebar

29

5.

Cracked-pot sign, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah semangka pada perkusi kepala 6. Perkembangan motorik terlambat 7. Perkembangan mental terlambat 8. Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles) 9. Cerebral cry, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar 10. Nistagmus horisontal 11. Sunset phenomena, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam. Anak: Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial Muntah proyektil Nyeri kepala Kejang Kesadaran menurun Papiledema Pada dewasa gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu gangguan visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadi pada 1/3 kasus hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologik pada umumnya tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan/atau adanya paralisis n.abdusens.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

2.7 Evaluasi diagnostik (Menurut Mayer, 2003) 1. Foto rontgen kranium memperlihatkan penipisan tulang tengkorak disertai pemisahan sutura dan pelebaran fontanel. 2. Angiografi memperlihatkan kelainan pembuluh darah yang disebabkan oleh peregangan. 3. Pemeriksaan CT scan dan MRI menunjukkan variasi densitas jaringan dan cairan di dalam sistem ventrikulus. 4. Pungsi lumbal mengungkapkan peningkatan tekanan cairan serebrospinalis pada hidrosefalus komunikantes. 5. Ventrikulografi memperlihatkan dilatasi ventrikulus otak dengan cairan serebrospinalis yang berlebihan.

30

(Menurut Zulkarnain, 2011) Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu : 1) Rontgen foto kepala Dengan prosedur ini dapat diketahui: 1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior. 2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial. 2) Transimulasi Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm. 3) Lingkaran kepala Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh. 4) Ventrikulografi Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan

31

mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan. 5) Ultrasonografi Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan. 6) CT Scan kepala Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan. 7) MRI (Magnetic Resonance Imaging) Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

32

2.8 Penatalaksanaan Menurut Mayer, 2003 : Satu-satunya penanganan pada hidrosefalus adalah dengan koreksi melalui pembedahan melalui pemasangan : 1. Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) Untuk mengangkut cairan serebrospinal yang berlebihan dari ventrikel lateralis ke dalam kavum peritoneal. 2. Venriculoatrial shunt (pemasangan alat ini lebih jarang dilakukan ) Untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari dari ventrikulus lateralis otak ke dalam atrium kanan jantung agar cairan tersebut dapat mengalir sendiri ke dalam peredaran darah vena. Perawatan supportif juga harus dilakukan pada kasus ini. Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori live saving and live sustaining yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni: 1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal. 2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid 3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: a. Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972) b. Drainase Lombo-Peritoneal c. Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954) d. Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951) e. Drainase ke dalam anterium mastoid 4. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.

28

5. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar. 6. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978) mengembangkan fiberoptik yang dilengkapi perawatan bedah mikro dengan sinar laser sehingga pembedahan dapat dipantau melalui televisi. 7. Penanganan Sementara Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.

Terapi Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu : a) Mengurangi produksi CSS b)Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial. Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi : 1) Penanganan sementara Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya. 2) Penanganan alternatif ( selain shunting ) Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu

34

malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. 3) Operasi pemasangan pintas ( shunting ) Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang ada hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid lumbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan. kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian

2.9 Komplikasi Komplikasi hidrosefalus menurut Mayer, 2003 : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Retardasi mental Gangguan fungsi motorik Kehilangan penglihatan Herniasi otak Kematian akibat peningkatan tekanan intrakranial Infeksi Malnutrisi Infeksi pada shunt (sesudah pembedahan) Septikemia (sesudah pemasangan shunt)

10. Ileus paralitik, adhesi, peritonitis, dan perforasi usus (sesudah pemasangan shunt)

Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004) 1. Peningkatan TIK 2. Pembesaran kepala 3. Kerusakan otak 4. Retardasi mental
35

5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen 6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun 7. Kerusakan jaringan saraf 8. Proses aliran darah terganggu

2.10 Prognosis Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk. Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)

36

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian a. Anamnesis : Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat Keluhan utama: Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan kontriksi penglihatan perifer. Riwayat penyakit sekarang: Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran menurun (GCS <15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak kecil cecara disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik umum, akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari hidung. A danya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi. Riwaya penyakit dahulu: Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelainan bawaan pada otak dan riwayat infeksi. 1. Antrenatal : Perdarahan ketika hamil 2. Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir 3. Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma Riwayat perkembangan : Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal yang sangat berhubungan dengan penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks.

37

Pengkajian psikososiospritual : Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam keluarga maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan individu.

b. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital. B1(breathing) Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatka halhal sebagai berikut: Ispeksi umum: apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada. Palpasi: taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru.

38

Auskultasi: bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada klien dengan adanya peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien hidrosefalus dengan penurunan tingkat kessadaran.

B2 (Blood) Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok. Pada keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan antideuretik hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektroloit sehingga menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.

B3 (Brain) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap disbanding pengkajian pada system yang lain. Hidrosefalus menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat adanya peningkatan CSF dalam sirkulasi ventrikel. Kepala terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito bregmatikus disbanding dengan lingkar dada dan angka normal pada usia yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal. Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar atau kulit kepala tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala. Satura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi kepala.

39

Bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang subraorbita. Sclera tanpak diatas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam atau sunset sign.

Pengkajian tingkat kesadaran Tingkat keterrjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.

Pengkajian fungi serebral, meliputi: Status mental. Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan statuss mental tidak dilakukan. Fungsi intelektual. Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pada pengkajian anak, yaitu sering didapatkan penurunan dalam perkembangan intelektual anak dibandingkan dengan perkembangan anak normal sesuai tingkat usia. Lobus frontal. Kerusakkan fungsi kognitif dan efek psikologik didapatkan jika jumlah CSS yang tinggi mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal kapasitas, memori atau kerusakan fungsi intelektual kortikal yamg lebih tinggi. Disfungsi ini dapat ditunjukka pada lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabka klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.pada klien bayi dan anakanak penilaian disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.

40

Pengkajin saraf cranial, meliputi: 1. Saraf I (Olfaktori). Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/ anosmia lateral atau bilateral. 2. Saraf II (Optikus): pada anak yang agak besar mungkin terdapat edema pupil saraf otak II pada pemeriksaan funduskopi. 3. Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens): tanda dini herniasi tertonium addalah midriasis yang tidak bereaksi pada penyinaran . paralisis otot-otot ocular akan menyusul pada tahap berikutnya. Konvergensi sedangkan alis mata atau bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas,. Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di dapatkan pada nanak dengan hidrosefalus. 4. 5. Saraf V (Trigeminius): karena terjadinya paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan

kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau menetek. 6. 7. Saraf VII(facialis): persepsi pengecapan mengalami perubahan Saraf VIII (Akustikus): biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi pendengaran. 8. Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus): kemampuan menelan kurang baik, kesulitan membuka mulut 9. Saraf XI (Aksesorius): mobilitas kurang baik karena besarnya kepala menghambat mobilitas leher klien 10. Saraf XII (Hipoglosus): Indra pengecapan mengalaami perubahan.

Pengkajian system motorik. Pada infeksi umum, didapatkan kelemahan umum karena kerusakan pusat pengatur motorik. Tonus otot. Didapatkan menurun sampai hilang Kekuatan otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot didapatkan penurunan kekuatan otot-otot ekstermitas. Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam berjalan.

41

Pengkajian refleks Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respon normal. Pada tahap lanjut, hidrosefalus yang mengganggu pusat refleks, maka akan didapatkan perubahan dari derajat refleks. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.

Pengkajian system sensorik. Kehilangan sensori karena hidrosefalus dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

B4 (Bledder) Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya perfungsi pada ginjal. Pada hidrosefalus tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontensia urin karena konfusi, ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang-kadang control sfingter urinarius eksternal hilang atau steril. Inkontensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

B5 (Bowel) Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, serta mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya kontensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakann neurologis luas.

42

Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan peniaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk untuk menilai keberadaan dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelanya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nastrakeal.

B6 (Bone) Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas fisik secara umum. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgon kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruaan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku,

ekstermitas,telingga, hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membrane mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobinatau syok. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanyadamam atau infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Pemeriksaan diagnostic CT scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak. MRI: digunakan sama denga CT scan dengan atau tanpa kontras radioaktif Rongen kepala: mendeteksi perubahan struktur garis sutura. Pemeriksaan CSS dan Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachoid. CSS dengan atau tanpa kuman dengan kultur yaitu protein LCS normal atau menurun, leukosit meningkat/ tetap, dan glukosa menurun atau tetap

43

Pengkajian Penatalaksanaan medis 1. Tirah baring total, bertujuan untuk mencegah resiko/gejala peningkatan TIK, untuk mencegah resiko cedera dan mencegah gangguan neurologis 2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran) 3. Pemberian obat-obatan 1) Deksametason sebagai pengobatan antiedema serebral, dosis sesuai berat ringannya truma. 2) Pengobatan anti edema, larutan hipetonis, yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10%. 3) Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole. 4) Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. 5) Beberapa teknik pengobatan yang telah dikembangkan meliputi penurunan produksi LCS dengan merusak sebagian fleksus (koroidalis).

Diagnosa keperawatan 1. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal. 2. 3. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial. Hipertermi berhubungan dengan adanya respon inflamasi karena masuknya bakteri ditandai dengan suhu tubuh pasien 390 C. 4. 5. 6. Resiko tinggi infeksi b.d portd entere organism sekunder akibat trauma. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi perifer. 7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas. 8. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak ditandai dengan vena-vena di area cerebral melebar, sutura melebar.

44

9.

Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan perubahan sensori persepsi (penekanan cranial 2) ditandai dengan sunset phenomenon.

10. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan menginterpretasi informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi, situasional ketegangan akibat krisis

Intervensi 1. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial b.d peningkatan jumlah cairan serebrospinal. Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam klien tidak mengalami peningkatan TIK. Kriteria hasil : Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4,5,6 tidak terdapat papil edema, TTV dalam batas normal. INTERVENSI 1. Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK 2. Tentukan skala coma 3. Hindari pemasangan infus dikepala 4. Hindari sedasi 5. Jangan sekali-kali memijat atau memopa shunt untuk memeriksa fungsinya 6. Ajari keluarga mengenai tandatanda peningkatan TIK RASIONAL 1. Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK 2. Penurunan keasadaran menandakan adanya peningkatan TIK 3. Mencegah terjadi infeksi sistemik 4. Karena tingkat kesadaran merupakan indikator peningkatan TIK 5. Dapat mengakibatan sumbatan sehingga terjdi nyeri kepala karena peningkatan CSS atau obtruksi pada ujung kateter diperitonial 6. Keluarga dapat berpatisipasi dalam perawatan anak dengan hidrosefalus

45

2. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial. Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan nyeri kepala klien hilang. Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal. INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji pengalaman nyeri pada 1. Membantu dalam mengevaluasi anak, minta anak menunjukkan rasa nyeri. yang diberikan akan

area yang sakit dan menentukan 2. Pujian peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali) 2. Bantu anak mengatasi nyeri seperti pujian dengan kepada memberikan anak

meningkatkan kepercayaan diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas berusaha anak untuk terus

menangani

nyerinya

dengan baik. TTV dapat

untuk 3. Perubahan

ketahanan dan memperlihatkan

menunjukkan trauma batang otak.

bahwa nyeri telah ditangani 4. Pemahaman orang tua mengenai dengan baik. 3. Pantau dan catat TTV 4. Jelaskan kepada orang tua pentingnya kehadiran, kapan anak harus didampingi atau tidak, dalam

berperan

penting

bahwa anak dapat menangis

menngkatkan kepercayaan anak. ini akan membantu

lebih keras bila mereka ada, 5. Teknik tetapi penting kehadiran untuk mereka itu

mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.

meningkatkan

kepercayaan. 5. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang

dongeng menggunakan boneka, nafas dalam, dll.

46

3. Hipertermi berhubungan dengan adanya respon inflamsi karena masuknya bakteri ditandai dengan suhu tubuh pasien 390 C. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan hipertermi teratasi Kriteria hasil : Suhu klien dalam batas normal (36,0-37,50) INTERVENSI 1. Mandikan klien RASIONAL dengan 1. Meningkatkan kenyamanan klien 2. Lingkungan yang nyaman akan yang mampu meningkatkan perbaikan status kesehatan klien.

menggunakan air hangat 2. Ciptakan lingkungan

nyaman bayi klien

3. Sesuaikan temperatur ruangan 3. Menjaga suhu yang sesuai dalam dengan kebutuhan klien 4. Berikan kompres hangat meningkatkan perbaikan status kesehatan klien. 4. Menurunkan suhu tubuh klien sehingga dapat batas normal berada dalam

4. Resiko tinggi infeksi b.d portd entere organism sekunder akibat trauma, pemasangan drain/shunt Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam tidak terdapat tandatanda infeksi Kriteria hasil : TD dalam batas normal, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat kemerahan INTERVENSI 1. Pantau tanda-tanda RASIONAL infeksi( 1. Mengetahui penyebab terjadinya infeksi

letargi, nafsu makan menurun, ketidakstabilan, warna kulit) 2. Lakukan rawat luka 3. Pantau asupan nutrisi 4. Kolaborasi dalam pemberian

perubahan 2. Mencegah timbulnya infeksi 3. Asupan nutrisi dapat membantu menyembuhkan luka 4. Antibiotik dapat mencegah

47

antibiotik

timbulnya infeksi

5. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam Tidak terjadi peningkatan TIK Kriteria hasil :Tanda vital normal, pola nafas efektif, reflek cahaya positif, tidak tejadi gangguan kesadaran, tidak muntah dan tidak kejang.

INTERVENSI 1. Observasi ketat

RASIONAL

tanda-tanda 1. Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK 2. Penurunan infus menandakakan peningkatan TIK 3. Mencegah terjadi infeksi sistemik tingkat kesadaran keasadaran adanya

peningkatan TIK 2. Tentukan skala coma 3. Hindari dikepala 4. Hindari sedasi pemasangan

5. Jangan sekali-kali memijat atau 4. Karena memopa shunt untuk memeriksa fungsinya

merupakan indikator peningkatan TIK mengakibatan terjadi sumbatan kepala

6. Ajari keluarga mengenai tanda- 5. Dapat tanda peningkatan TIK

sehingga

nyeri

karena peningkatan CSS atau obtruksi pada ujung kateter

diperitonial 6. Keluarga dapat berpatisipasi

dalam perawatan anak dengan hidrosefalus

6. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi perifer. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan klien mampu mempertahankan keutuhan kulit Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
48

INTERVENSI 1. Ubah posisi setiap 2 jam 2. Observasi kepucatan, terhadap eritema,

RASIONAL 1. Menghindari tekanan dan

meningkatkan aliran darah

dan palpasi

area 2. Hangat dan pelunakan adalah tanda perusakan jaringan

sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan

tiap 3. Mempertahankan keutuhan kulit 4. Mencegah nosokomial resiko infeksi resiko infeksi

mengubah posisi 3. Jaga kebersihan kulit seminimal mungkin hindari

trauma 5. Mencegah nosokomial

terhadap panas terhadap kulit 4. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan meninggalkan ruangan klien 5. Cuci sesudah tangan sebelum dan

setelah

melakukan

perawatan kepada klien

7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas. Tujuan : Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan baik Kriteria hasil : tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya mual-muntah INTERVENSI RASIONAL

1. Pertahankan kebersihan mulut 1. Mulut yang tidak bersih dapat dengan baik sebelum dan mempengaruhi rasa makanan dan meninbulkan mual

sesudah mengunyah makana

2. Tawarkan makanan porsi kecil 2. Makan dalam porsi kecil tetapi tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung sering dapat mengurangi beban saluran pencernaan. Saluran

49

3. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang

pencernaan ini dapat mengalami gangguan akibat hidrocefalus

disajikan pada saat individu 3. Agar asupan nutrisi dan kalori ingin makan klien adeakuat

4. Timbang berat badan pasien saat 4. Menimbang berat badan saat baru ia bangun dari tidur dan setelah berkemih pertama. 5. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai harian adekuat. kebutuhan yang realistis kalori bangun dan setelah berkemih untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan nutrient

dan 5. Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indikasi dan kebutuhan kalorinya.

8. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d penurunan aliran darah ke otak ditandai dengan vena-vena di area cerebral melebar, sutura melebar. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan perfusi jaringan serebral kembali efektif Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial INTERVENSI RASIONAL

1. Observasi pupil atau perubahan 1. Memberikan deteksi awal dan tanda-tanda tingkat vital, penurunan dan/atau intervensi untuk meminimalkan penekanan intrakranial 2. Perubahan intrakranial menyebabkan herniasi otak. vital, 3. Mengetahui keadaaan umum klien berperan dalam pada akan risiko tekanan dapat terjadinya

kesadaran

fungsi motor 2. Baringkan klien (tirah baring) total dengan posisi tidur

terlentang tanpa bantal. 3. Monitor seperti tanda-tanda suhu, dan

frekuensi 4. Hemoglobin

pernapasan. 4. Monitor kadar hemoglobin

pengangkutan oksigen ke jaringan otak

dalam darah (nilai normal : 9,014,0 g/dL)

50

9. Gangguan sensori persepsi visual b.d perubahan sensori persepsi (penekanan cranial 2) ditandai dengan sunset phenomenon. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan gangguan sensori persepsi visual klien berkurang Kriteria hasil : Kemampuan penglihatan klien meningkat, Sunset phenomenon berkurang. INTERVENSI RASIONAL kemampuan

1. Gunakan siaran TV sebagai 1. Meningkatkan bagian dari rencana program stimulasi sensorik 2. Monitor adanya tanda sensorik klien 2. Kemerahan

pada

mata

menunjukkan iritasi ringan 3. Menyentuh mata bagian dalam

kemerahan pada mata klien 3. Bantu klien untuk tidak

dapat meningkatkan resiko infeksi dan iritasi

menyentuh mata bagian dalam

10. Kurang pengetahuan orang tua b.d penyakit yang di derita oleh anaknya Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita anaknya Kriteria hasil : Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat berkurang , orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan

51

INTERVENSI

RASIONAL

1. Beri kesempatan orang tua untuk 1. Keluarga dapat mengemukakan mengekspresikan kesedihannya 2. Beri kesempatan orang tua untuk bertanya anaknya 3. Jelaskan tentang kondisi mengenai perasaannya sehinnga perasaan orang tua dapat lebih lega

kondisi 2. Pengetahuan orang tua bertambah mengenai penyakit yang di derita oleh anaknya sehinnga kecemasan orang tua dapat berkurang 3. Pengetahuan kelurga bertambah dan dapat mempersiapkan

penderita, prosedur, terapi dan prognosanya. 4. Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila

keluarga dalam merawat klien post operasi 4. Keluarga dapat menerima seluruh informasi agar tidak menimbulkan salah persepsi.

keluarga belum mengerti

52

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Hidrosefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS 2. Penyebab hidrosefalus adalah karena kongenital, infeksi, neuplasma/tumor, dan perdarahan 3. Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan

dengannya, berdasarkan : Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus). Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans. 4. Gejala dari hidrosefalus antara lain, pembesaran kepala, gangguan intelektual, penurunan kesadaran, kulit kepala tipis, muntah proyektil, Cracked-pot sign, sunset phenomena,dan Cerebral cry. 5. Penanganan hidrosefalus adalah dengan Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) dan Venriculoatrial shunt 6. Komplikasi yang bisa ditimbulkan dari hidrosefalus adalah : Retardasi mental; Gangguan fungsi motorik; Kehilangan penglihatan; Herniasi otak; Kematian akibat peningkatan tekanan intrakranial; Infeksi; Malnutrisi; Infeksi pada shunt (sesudah pembedahan); Septikemia (sesudah pemasangan shunt); Ileus paralitik, adhesi, peritonitis, dan perforasi usus (sesudah pemasangan shunt)

53

4.2 Saran 1. Kepada orang tua khususnya harus lebih waspada dalam memerhatikan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak 2. Kami selaku penulis menyarankan kepada para pembaca baik individu, keluarga maupun masyarakat serta teman-teman, agar kiranya dapat memerhatikan adanya pembesaran kepala atau hidrosefalus karena bila hak tersebut dibiarkan bisa berakibat fatal

54

DAFTAR PUSTAKA

Ethel, Sloane. 1994. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC Ngastiyah, 1997. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC Mayer, Brena. 2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC Zulkarnain. 2011. Asuhan keperawatan hidrosefalus. http://nuzulul-

fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35563-Kep%20NeurobehaviourAskep%20Hidrosefalus.html . Diakses pada tanggal 15 Oktober 2012 pada pukul 15:16 Rizki. 2012. Asuhan keperawatan hidrosefalus.

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/09/asuhankeperawatan-hidrosefalus.html . Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012 pada pukul 8:13 Yudi. 2012. Asuhan keperawatan hidrosefalus.
http://yuudi.blogspot.com/2012/06/askep-hidrosefalus.html. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012 pada pukul 8:13

Endang. 2012. Hidrosefalus (um). .http://bedahmataram.org/index.php?option=com_content&view=article&i d=140:hidrosefalus-um-heading&catid=36:laporan-kasus-bedahumum&Itemid=76. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 pada pukul 20:27 WIB

55

You might also like