You are on page 1of 4

Budaya Jepang mencakup interaksi antara budaya asli Jomon yang kokoh dengan pengaruh dari luar negeri

yang menyusul. Mula-mula China dan Korea banyak membawa pengaruh, bermula dengan perkembangan budaya Yayoi sekitar 300 SM. Gabungan tradisi budaya Yunani dan India, mempengaruhi seni dan keagamaan Jepang sejak abad ke-6 Masehi, dilengkapi dengan pengenalan agama Buddha sekte Mahayana. Sejak abad ke-16, pengaruh Eropa menonjol, disusul dengan pengaruh Amerika Serikat yang mendominasi Jepang setelah berakhirnya Perang Dunia II. Jepang turut mengembangkan budaya yang original dan unik, dalam seni (ikebana, origami), persembahan (boneka bunraku), dan tradisi (upacara minum teh). Ikbana Ikebana adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumputrumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya. Ikebana berasal dari Jepang tapi telah meluas ke seluruh dunia. Dalam bahasa Jepang, Ikebana juga dikenal dengan istilah kad (ka = bunga; do = jalan kehidupan) yang lebih menekankan pada aspek seni untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga. Di dalam Ikebana terdapat berbagai macam aliran yang masing-masing mempunyai cara tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga. Aliran tertentu mengharuskan orang melihat rangkaian bunga tepat dari bagian depan, sedangkan aliran lain mengharuskan orang melihat rangkaian bunga yang berbentuk tiga dimensi sebagai benda dua dimensi saja. Pada umumnya, bunga yang dirangkai dengan teknik merangkai dari Barat (flower arrangement) terlihat sama indahnya dari berbagai sudut pandang secara tiga dimensi dan tidak perlu harus dilihat dari bagian depan. Berbeda dengan seni merangkai bunga dari Barat yang bersifat dekoratif, Ikebana berusaha menciptakan harmoni dalam bentuk linier, ritme dan warna. Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tapi pada aspek pengaturannya menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam Ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili langit, bumi, dan manusia

Origami
Origami adalah sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah

kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan. Origami merupakan satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula semenjak kertas mula diperkenalkan pada abad pertama di Tiongkok pada tahun 105 oleh seorang Tiongkok dikasi yang bernama Ts'ai Lun.

Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas. Contoh-contoh awal origami yang berasal daripada Republik Rakyat Tiongkok adalah tongkang Tiongkok dan kotak. Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donch (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta. Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut Washi.

Bunraku Bunraku adalah sandiwara boneka tradisional Jepang yang merupakan salah satu jenis ningyo johruri (ningy jruri = boneka jruri). Istilah bunraku khususnya digunakan untuk ninyo johruri (sandiwara boneka dengan pengiring musik johruri) yang berkembang di Osaka. Jruri atau ditulis sebagai johruri adalah sebutan untuk naskah dalam bentuk nyanyian. Penyanyi johruri disebut tay, dan menyanyi dengan iringan musik shamisen. Kesenian ini bermula dari pementasan ningyo johruri oleh seniman Uemura Bunrakuken I di Osaka sehingga diberi nama "bunraku". Sebelumnya, kesenian ini juga disebut ayatsuri jruri shibai (sandiwara johruri ayatsuri), dan baru secara resmi dinamakan bunraku sejak akhir zaman Meiji (1868-1912). Sebuah boneka dimainkan oleh tiga orang dalang yang disebut ningy tsukai. Sewaktu memainkan boneka, dalang tidak menyembunyikan diri dari pandangan penonton. Gerakgerik boneka dibuat bagaikan hidup, dengan kedua tangan dan kaki yang bisa digerakgerakkan, serta wajah boneka yang bisa berubah ekspresi sesuai karakter yang dimainkan. Boneka memiliki mekanisme penggerak pada wajah (mata dan mulut), dan sendi-sendi kedua belah lengan, kaki, dan jari-jari tangan yang bisa digerak-gerakkan. Dalang hanya bertugas menggerakkan boneka, sedangkan semua dialog yang diucapkan boneka menjadi tugas 'tay' dengan iringan musik shamisen. Tingkatan dalang diatur hirarki yang ketat, berdasarkan tingkat keterampilan dan pengetahuan. Dalang paling berpengalaman menggerakkan bagian kepala dan lengan kanan. Dalang dengan pengalaman di bawahnya bertugas menggerakkan lengan kiri, sedangkan bagian kaki digerakkan dalang yang paling yunior. Dalang kepala

mengenakan geta berhak tinggi (20 cm hingga 50 cm) dari kayu untuk mengimbangi posisi dalang ketiga yang menggerakkan bagian kaki boneka. Kementerian Pendidikan Jepang menetapkan bunraku sebagai Warisan Agung Budaya Nonbendawi. UNESCO menetapkan bunraku sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dalam daftar yang diterbitkan tahun 2003.

Bunraku theater

Upacara minum teh Upacara minum the (sad, chad, jalan teh) adalah ritual tradisional Jepang dalam menyajikan teh untuk tamu. Pada zaman dulu disebut chat atau cha no yu. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate. Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut chashitsu. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi yang menyenangkan untuk tamu seperti memilih lukisan dinding (kakejiku), bunga (chabana), dan mangkuk keramik yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang. Teh bukan cuma dituang dengan air panas dan diminum, tapi sebagai seni dalam arti luas. Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara minum teh (chashitsu) dan berbagai pengetahuan seni secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut. Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama bertahun-tahun dengan penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang diundang secara formal untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata krama, kebiasaan, basa-basi, etiket meminum teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.

Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk matcha yang dibuat dari teh hijau yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut matchad, sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis sencha disebut senchad. Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh cukup disebut sebagai ocha (teh). Istilah ocha no keiko bisa berarti belajar mempraktekkan tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh

You might also like