You are on page 1of 8

SAMPAH DAN LIMBAH RUMAH SAKIT

secara umum sampah dan limbah rumah sakit di bagi menjadi dua kelompok besar yaitu; (1) Sampah klinis, Yang di sebut sampah / klinis adalah sampah yang dihasilkan rumah sakit dari kegiatan pelayanan medik termasuk laboraturium dan farmasi.(contoh)>Sisa benda tajam, cairan infeksius,jaringan tubuh, buangan farmasi, buangan laboraturium,buangan radio aktif. (2) Sampah / limbah non klonis, yang trmasuk sampah / limbah non klinis adalah sampah yang umumnya berasal dari kegiatan kantor, dapur, cuci, mesin, dan buangan kamar mandi.. jika di tinjau dari wujud sampah/limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat berupa bahan padat,cair dan gas. 1. Sampah / limbah padat dapat berasal dari sejenis sampah/limbah klinis seperti sisa benda tajam,sisa jaringan tubuh,dan lainlain.serta dapat juga berasal dari sampah / limbah non klinis seperti dari kegiatan kantor,dapur dan lain sebagainya. 2. sampah / limbah cair dapat berasal dari sejenis sampah / limbah klinis seperti cairan infeksius,cairan jaringan tubuh,cairan buangan farmasi,buangan laboraturium dan lainnya serata dapat juga bersal dari kegiatan pencucian dapur dan lainnya.3.Sampah / limbah gas, merupakan ha sil buangan dari peralatan medis,pembakaran dan lainnya baik dari kegiatan klinis maupun kegiatan non klinis, Rumah sakit sebagai wahana Proses pelayanan Kesehatan akan memberikan keluaran berupa kesembuhanpasien sebagai produk utama dan limbah sebagai produk sampigan,limbah yang di produk oleh rumah sakit relativ bervariasi sesuai dengan keragaman pelayanan yang dilakukan. jika di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis samoah dan limbah rumah sakit adalah yang terkomplit,tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat ketika sakit ini mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah, Hak ini terkait dengan kegiatan rumah sakit yang melayani masyarakat mulai dari mndiagnosa dan mengobati penyakit,merawat dan merehabilitasi untuk sehat kembali,bahkan juga menangani pasien yang meninggal dunia,selain itu kegiatan administrasi dan kegiatan penunjang juga akan menambah jumlah sampah dan limbah yang akan dihasilkan. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan

BAHAYA LIMBAH RUMAH SAKIT TERHADAP KESEHATAN


SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yangdihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjanglainnya.Secaraumum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah

atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif. Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan. Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lain-lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset Universitas Indonesia Tahun 2007 pengolahan limbah rumah sakit di Indonesia menunjukan hanya 53,4% rumah sakit yang melaksanakan pengelolaan limbah cair dan dari rumah sakit yang mengelola limbah tersebut 51,1% melakukan dengan instalasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) dan septic tanc tank (tangki septik). Pemeriksaan kualitas limbah hanya dilakukan oleh 57,5% rumah sakit dan dari rumah sakit

yang melakukan pemeriksaan tersebut sebagian besar telah melakukan pemeriksaan tersebut sebagian besar telah memenuhi syarat baku mutu 63%. Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung / pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit. Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan itu sendiri adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar. Keterlibatan pemerintah yang memiliki badan yang menangani dampak lingkungan, pihak manajemen puncak rumah sakit dan lembaga kemasyarakatan merupakan kunci keberhasilan untuk melindungi masyarakat dari dampak buangan berbagai jenis sampah/limabah yang dihasilkan oleh rumah sakit sangat berpotensi untuk menyebabkan gangguan dalam kehidupan dan kesehatan manusia serta lingkungannya,dan dampak negatif yang dapat terjadi bila sampah rumah sakit tidak di tangani secara baik dan benar dapat mengakibatkan berbagai macam gangguangangguan antara lain;infeksi silang ( Nosokomial ) dapat terjadi pada pengguna rumah sakit yaitu pasien,pengunjung,dan karyawan gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,terutama bagi karyawan rumah sakit bila tidak di lengkapi dengan sistem proteksi yang tepat gangguan estetika dan kenyamanan berupa bau,serat kesan kotor yang dapat memberikan efek psikologis bagi pengguna rumah sakit pencemaran lingkungan,melalui sampah/limbah yang di buang baik internal maupun external kerusakan bangunan dapat disebab oleh kimia yang terlarut

gangguan kerusakan tanaman dan binatang hidup di sebabkan oleh buangan bahan kimia dan bahan infeksius gangguan terhadap kesehatan manusia disebabkan oleh virus/bakteri bahan kimia dan gas gangguan terhadap genetik dan reproduksi manusia dapat disebabkan oleh bahan kimia, senyawa radio aktif dan lainnya dapat terjadi kerusakan ekosistem yang lebih luas dan berskala besa. 37 persen. (N-4)

Limbah rumah sakit belumdikelola dengan baik


Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Kepala Pusat Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia Dr Setyo Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar. Limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium. Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuang-an seperti itu. Septic tank yang benar, ujar Setyo, terdiri atas dua bidang. Pertama, sebagai penampung, dan kedua sebagai tempat penguraian limbah. Setelah limbah terurai, disalurkan melalui pipa ke tanah yang di dalamnya berisi pasir dan kerikil. Tujuannya agar aman terhadap lingkungan. Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. IHal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Setyo menyebutkan, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.

Bercampur Berdasarkan peraturan itu, limbah nonmedis dibungkus dengan plastik berwarna hitam, sementara limbah medis dibungkus dengan plastik berwarna seperti kuning, merah. Tetapi, karena harga plastik pun mahal, sudah tidak ada lagi pembedaan kemasan limbah rumah sakit, sehingga limbah medis pun bercampur dengan limbah nonmedis. Limbah nonmedis diperlakukan sama dengan limbah padat lainnya. Artinya, dikelola Dinas Kesehatan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah seperti di Bantar Gebang Bekasi. "Percampuran limbah itu membuat sering ditemukan limbah medis di TPA, seperti botol infus, jarum suntik. Bagi pemulung plastik limbah medis, itu dianggap bisa didaur ulang, sehingga mereka mengumpulkan alat suntik itu. Sedangkan hewan di sekitar itu, misalnya kucing memakan limbah medis yang mengandung berbagai kuman yang akan berisiko pada manusia bila kucing tersebut menggigit. Itu membuat masalah limbah medis semakin besar," katanya. Ia menjelaskan, untuk limbah medis yang infeksius, berupa cairan, seharusnya dibakar dengan insinerator yang benar. Artinya, insinerator menggunakan suhu lebih dari 1.200 derajat Celsius, dan dilengkapi dengan pengisap pencemar/gas berbahaya yang muncul dari hasil pembakaran. Abu dari hasil pembakaran distabilkan agar unsur logam dalam bentuk partikel yang terdapat pada abu tidak menjadi bahan toksik/karsinogen. Dengan perkataan lain, limbah infeksius diberlakukan sebagai limbah bahahan berbahaya (B3). Ia mencontohkan, tumor yang sudah diangkat dari pasien hendaknya dibakar dengan insinerator. "Bukan dibakar dengan pembakaran biasa," ia menegaskan. Tetapi, pengelolaan abu dari pembakaran insinerator baru dapat dilakukan satu perusahaan swasta yang berlokasi di Cileungsi. Kondisi itu membuat permasalahan pengelolaan limbah medis infeksius di daerah. Untuk limbah radiologi, ujarnya, dilakukan oleh Badan Tenaga Atom Nasional (Batan). Setyo juga menjelaskan, dari sekitar 107 rumah sakit di Jakarta, baru sekitar 10 rumah sakit yang mempunyai insinerator, dan itu pun tidak semuanya insinerator yang benar. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama Departemen Kesehatan pada 1997 pernah melakukan survei pengelolaan limbah di 88 rumah sakit di luar Kota Jakarta. Berdasarkan kriteria WHO, pengelolaan limbah rumah sakit yang baik bila persentase limbah medis 15 persen. Tetapi, di Indonesia mencapai 23,3 persen. Survei juga menemukan rumah sakit yang memisahkan limbah 80,7 persen, melakukan pewadahan 20,5 persen, pengangkutan 72,7 persenLIMBAH RUMAH SAKIT

Limbah domestik biasanya berupa kertas, karton, plastik, gelas, metal, dan sampah dapur. Hanya 19% limbah domestik yang telah diolah dan dimanfaatkan

kembali, sisanya limbah domestik dari rumah sakit masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia. Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Pebruari 2008 dilakukan pertemuan pertama (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestic di masing masing negara. Pada saat ini masih banyak rumah sakit yang kurang memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan limbahnya. Pengelolaan limbah masih ? terpinggirkan? dari pihak manajemen RS. Hal ini terlihat dalam struktur organisasi RS, divisi lingkungan masih terselubung di bawah bag. Umum. Pemahaman ataupun pengetahuan pihak pengelola lingkungan tentang peraturan dan peryaratan dalam pengelolaan limbah medis masih dirasa minim. Masih banyak yang belum mengetahui tatacara dan kewajiban pengelolaan limbah medis baik dalam hal penyimpanan limbah, incinerasi limbah maupun pemahaman tentang limbah B3 sendiri masih terbatas. . Sedangkan pengelolaan limbah dengan insinerator untuk limbah infeksius 62 persen, limbah toksik 51,1 persen, limbah radioaktif di Batan SAMPAH & LIMBAH RUMAH SAKIT

produk Kreatif Dari Limbah Rumah Sakit Buat Anak-Anak Tetapi Mengandung Maut

Belum lama ini, sebuah televisi swasta melaporkan adanya mainan anak-anak terbuat dari limbah medis rumah sakit. Mainan itu berasal dari jarum suntik, alat infus, pipet, dan alat cuci darah. Bahan limbah medis RS ini dibuang begitu saja, lalu dipungut pemulung, dicuci, dibungkus, dan dijual di sebuah sekolah dasar. Anak-anak pun banyak yang membeli dan menggunakannya untuk bermain, tanpa memahami bahaya mengancam dirinya. Atas kejadian itu, terlihat betapa sembrononya sebuah RSUD di daerah Jawa Barat yang membuang limbahnya tanpa diproses atau dihancurkan. Dapat dipastikan, dengan tidak diprosesnya limbah medis itu, kuman atau bibit penyakit yang menempel dan bersarang akan tetap hidup, yang selanjutnya menularkan kepada anak. Apabila anak-anak ini terkontaminasi lalu terjangkit penyakit HIV atau hepatitis melalui limbah medis, dalam puluhan tahun diasumsikan kualitas SDM remaja Indonesia menurun, belum lagi pengobatannya yang mahal Bibit penyakit berupa kuman, virus HIV, dan virus hepatitis bila strain ganas bukan lagi menyebabkan kualitas SDM menurun, bahkan menyebabkan maut.

Limbah medis
Limbah merupakan sisa usaha atau kegiatan. Ada beberapa konsep dalam mengelola limbah, yaitu mereduksi limbah, meminimalisasi limbah melalui reduksi sumbernya, produksi bersih, dan teknologi bersih. Kegiatan pelayanan RS selain meningkatkan derajat kesehatan, juga menghasilkan limbah medis. Limbah medis ini mengandung kuman patogen, virus, zat kimia beracun, dan zat radioaktif yang membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan. Limbah medis dapat berupa benda tajam, seperti jarum suntik atau perlengkapan infus. Ada juga limbah infeksius yang berkaitan dengan penyakit menular dan limbah laboratorium yang terkait pemeriksaan mikrobiologi. Limbah jaringan tubuh meliputi organ anggota badan, darah, dan cairan tubuh yang dihasilkan saat pembedahan. Limbah ini dikategorikan berbahaya dan mengakibatkan risiko tinggi infeksi. Keberagaman limbah memerlukan penanganan yang baik sebelum limbah dibuang. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS masih di bawah standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Padahal, limbah medis seharusnya dibakar menjadi abu di insinerator bersuhu minimal 1.2001.600 derajat celsius.

Minimalisasi limbah

Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan pengantar orang sakit. Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa sanitary fill, secured landfill, dan open dumping. Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah medis. Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya pembangunan. Konsep lama yang lebih menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) membawa konsekuensi ekonomi biaya tinggi. Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan limbah dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem itu, tak hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga meminimalisasi limbah. Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No 986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit. Intinya penyelamatan anak harus di nomorsatukan, kontaminasi agen harus dicegah, limbah yang dibuang harus tak berbahaya, tak infeksius, dan merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali Rumah sakit sebagai bagian lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru bagi kesehatan di Indonesia.

You might also like