You are on page 1of 22

BAB I PENDAHAULUAN

1.1 Latar Belakang Epidemiologi gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) kini sudah berada dalam fase transisi karena terjadinya kemajuan yang cukup besar selama tahun 1990-an di dalam peperangan melawan GAKI,terutama dalam bentuk program iodinisasi garam secara nasional. Pada tahun 1999, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengestimasikan bahwa dari 191 negara anggotanya, 130 negara menghadapi permasalahan GAKI yang signifikan dengan jumlah total penduduk yang terkena penyakit gondok sebanyak 740 juta jiwa atau 13% dari total populasi penduduk dunia. Pada tahun 1999, dari 130 negara dengan permasalahan GAKI terdapat 98 negara (75%)yang sudah memilki peraturan tentang iodinisasi garam setempat dan 12 negara berikutnya yang kini tengah menyusun draft peraturan tersebut. Sesudah dikeluarkannya peraturan tentang garam dan dengan adanya tanggapan industri garam terhadap paeraturan tersebut, terjadilah peningkatan yang luar biasa dalam pemakaian garam beriodium.keadaan ini menyebabkan penurunan angka prevalensi penyakit gondok. Data terakhir yang ada tentang besaran permasalahan GAKI ditunjukkan oleh angka penyakit gondok pada berbagai kawasan: 20% di Afrika,5% di Amerika,12% di asia tenggara,32%pada daerah Mediteranian bagian timur,15% di Eropa,dan 8% di daerah Pasifik bagian barat.pada tahun 1999, jumlah orang yang berisiko untuk mengalami defisiensi iodium telah berkurang hingga angka lebih-kurang 500 juta.

1.2 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui definisi defisiensi iodium. 2. Untuk mengetahui gambaran klinis defisiensi iodium. 3. Mengetahui metabolisme iodium. 4. Mengetahui referensi asupan untuk iodium. 5. Mengetahui aspek defisiensi iodium pada kesehatan masyarakat. 6. Mengetahui manajemen defisiensi iodium. 7. Mengetahui pengkajian dan pemberantasan gangguan akibat kekurangan iodium.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Defisiensi Iodium Diagnosis defisiensi iodium harus lebih dilihat sebagai diagnosis kelompok, komunitas, atau populasi ketimbang sebagai hasil penelitian di tingkat perorangan. Meskipun pengukuran yang relevan dilakukan pada sejumlah orang, namun data yang digunakan untuk menginterpretasikan status GAKI adalah data yang dirangkum dari kelompok. Pada forum konsultasi yang diselenggarakan oleh WHO, UNICEF (the United Nations Childrens fund) dan ICCIDD (the International for Council for Control of Iodine Deficiency Dissorder) pada bulan Mei 1999 di Jenewa, indikator outcome berikut ini direkomendasikan bagi penilaian GAKI dan cara pemberantasannya. Definisi status iodium pada suatu populasi yang berdasarkan kadar tengah iodium dalam urine Status Iodium Kadar median (median concentration) iodium dalam urine Defisiensi Iodium yang berat < 20 Defisiensi Iodium yang sedang 20 - 49 Defisiensi Iodium yang ringan 50 - 99 Asupan iodium yang ideal 100 - 200 Lebih dari asupan iodium yang 201 299 Adekuat: dapat meningkatkan Risiko hipertiroidisme karena Iodium (IIH; iodine-induced Hyperthyroidism) Asupan iodium yang berlebihan >300 2.1.1 Ekskresi Iodium Dalam Urine Ekskresi iodium dalam urine merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan asupan iodium yang paling akhir dari makanan. Sampel urine sehari-hari atau spot urine sample (sampel urine yang diambil saat penelitian) harus diambil dengan menggunakan wadah bebas iodium yang kemudian disegel rapat dan disimpan sebelum dilakukan pemeriksaan analisis. Kita harus berhati-hati agar tidak terjadi kontaminasi selama pengumpulan seluruh sampel dan pelaksanaan pemeriksaan analisis. Kebanyakan laboratorium menggunakan reaksi Sandell-Kolthoff dalam pemeriksaan analisis iodium urine, dan bagi laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan dianjurkan untuk turut mengikuti program penjaminana mutu agar akurasi hasil pemeriksaannya dapat

terjamin. Kadar iodium dalam urine tidak selalu berkaitan dengan ekskresi kreatinin. Nilai cut off untuk mendefinisikan status iodium pada suatu populasi menurut kadar median (median consentration) iodium urine ditunjuk dalam tabel berikut. Karena nilai ioduim urine dari berbagai populasi biasanya tidak terdistribusi secara normal, diperlukan distribusi frekuensi untuk mendapatkan hasil intrepretasi data yang benar, dan nilai yang digunakan bukan nilai mean melainkan nilai tengah (median value) Untuk memeberantas defisiensi iodium, kadar median iodium dalam darah harus 100 g/l atau lebih dan tidak lebih dari 20% sampel yang kadar iodium urinenya di bawah 50 g/l.

2.1.2 Ukuran Kelenjar Tiroid Ukuran kelenjar tiroid akan mengalami perubahan secara terbalik sebagai respons terhadap perubahan pada asupan iodium, dengan interval antarperiode yang bervariasi dalam beberapa bulan hingga beberapa tahun, bergantung pada faktor-faktor seperti keparahan serta durasi defisiensi iodium, efektifitas intervensi iodium , dan mungkin pula faktor-faktor goitrogenik. Selama berpuluh tahun, ukuran kelenjar tiroid hanya ditentukan melalui inspeksi dan palpasi (rabaan). Metode ini tampak menarik karena pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan pada sejumlah besar orang dalam waktu yang singkat tanpa menggunakan peralatan yang mahal. Namun demikian, dengan metode ini terdapat kekhawatiran akan keakuratan diagnosis yang ditegakkan. Pemeriksaan ultrasonografi merupakan metode yang lebih akurat dan objektif untuk menentukan ukuran kelenjar tiroid, kendati diperlukan peralatan mahal, pelatihan ang baik, dan pemeriksaan tersebut juga memerlukan waktu yang lebih lama. Kelompok sasaran yang dipilih harus tepat untuk penentuan ukuran kelenjar tiroid pada neonatus dan anak prasekolah berukuran kecil, pemeriksaan penyakit gondok pada kelompok ini tidak mungkin atau tidak praktis untuk dilaksanakan sekalipun dengan alat ultrasonografi. 2.1.2.1 Menentukan ukuran tiroid melalui palpasi (cobaan) Menentukan ukuran tiroid melalui palpasi memerlukan pelatihan yang seksama dan kolaborasi inisial dengan pemeriksa yang berpengalaman pada pemeriksaan pertama. Sesudah dilakukan inspeksi secara visual,kelenjar tiroid dipalpasi dengan memakai jari tangan untuk menelusuri secara hati-hati daerah di sepanjang tepi trakea (pipa suara) di antara kartilago krikoideus (kartilago terbawah laring) dan puncak sternum (tulang dada). Kedua sisi trakea juga harus dipalpasi.ukuran dan konsistensi kelenjar tersebut dicatat dengan cermat.

Jika perlu,pemeriksaan palpasi dapat sedikit di permudah dengan menyuruh orang yang diperiksa itu untuk menelan sehingga menjadi gerakan tiroid ke atas. Kelenjar tiroid dengan kedua lobus lateral yang masing-masing berukuran lebih besar dari falang proksimal ibu jari tangan orang yang diperiksa dapat dianggap sebagai suatu tanda yang menunjukkan penyakit gondok. Ukuran kelenjar tiroid dapat dipilihkan menjadi salah satu dari beberapa kelenjar berikut ini. a) Derajat 0 : kelenjar tiroid tidak teraba atau tidak terlihat b) Derajat 1 : ada massa pada bagian leher yang konsistan dengan kelenjar tiroid yang membesar,massa tersebut dapat dipalpasi kendati tidak dapat dilihat ketika leher berada dalam posisi normal serta bergerak ketika orang yang diperiksa melakukan gerakan menelan;perubahan noduler dapat terjadi sekalipu kelenjar tiroid tidakl terlihat membesar c) Derajat 2 : pembesaran pada bagian leher yang terlihat ketika leher berada dalam posisi normal dan konsisten dengan kelenjar tiroid yang membesar ketika leher dipalpasi. Sistem klasifikasi yang berdasarkan pada derajat (grade) ini menggantikan system klasifikasi yang berdasarkan stadium.pada system tersebut,derajat 1 dibagi lagi menjadi stadium 1a (yang hanya dapat terdektesi dengan palpasi)dan stadium 1b (yang terlihat ketika leher didongakkan secara penuh ; massa yang terlihat dapat meliputi kelenjar-kelenjar noduler sekalipun bukan penyakit gondok); sementara itu, derajat 2 dibagi menjadi stadium 11 (yang terlihat ketika leher berada dalam posisis normal) dan stadium III (gondok yang sangat besar dan sudah dapat dilihat pada gerak yang cukup jauh). Angka total penyakit gondok dihitung berdasarkan penjumlahan derajat I dan 2. Jika angka ini melampaui 5% pada anak sekolah berusia 6-12 tahun, dikatakan bahwa populasi penduduk tersebut memiliki permasalahan kesehatan masyarakat, kecuali jika hal ini terjadi dalam singkat sesudah pelaksanaan program iodinisasi. Biasanya keadaan defisiensi iodium dapat dikoreksi dengan tepat melalui program ionisasi yang efektif, kendati angka gondok sendiri memerlukan waktu yang lama sebelum kembali kepada tingkat yang diterima. 2.1.2.2 Menentukan ukuran tiroid melalui ultrasonografi Ultrasonografi merupakan teknik pemeriksaan yang aman tidak invansif, dan bersifat khusus. Pemeriksaan ini adalah cara yang lebih akurat untuk mengukur volume kelenjar tiroid jika dibandingkan metode palpasi. Peningkatan akurasi pada pemeriksaan ultrasonografi terutama berguna untuk membedakan penyakit gondok derajat 0 dengan derajat 1 pada situasi ketika prevalensi gondok yang terlihat cukup kecil dan pada

pemantauan program pengendalian iodium sata volume kelenjar tiroid diharapkan akan mengecil setelah beberapa waktu. Peralatan ultrasonografi portabel sudah tersedia dipasaran dan harus digunakan dengan tranducer 7,5 Mhz oleh operator yang terlatih dengan ketrampilan yang sudah terstandarisasi.tidak ada nilai normatif universal untuk menentukan volume tiroid pada anak yang mengalami replete iodium kecuali volume kelenjar tiroid pada anak sekolah diEropa yang berusia 6-15 tahun dapat menggambarkan usia, gender, dan luas permukaan tubuh. Nilai normatif bagi populasi yang sedang diteliti harus ditetapkan dahulu. 2.1.3 Tyroid- stimulating hormone dan thyroglobulin TSH (Tyroid- stimulating hormone) dan thyroglobulin dapat digunakan sebagai indicator untuk menilai GAKY, atau sebagai indicator surveilens, dalam kondisi tertentu. Bercak bercak darah pada kertas saring atau sampel serum dapat dipakai untuk mengukur TSH dengan menggunakan pemeriksaan analisis yang sangat peka. Kadar PSH akan meningkat pada keadaan defisiensi iodium sebagai bagian dari system umpan balik (feedback system) yang melibatkan hormon-hormon yang terkait dengan kelenjar tiroid. Namun demikian, peningkatan tersebut tidak begitu besar kecuali jika terjadi defisiensi yang sedang atau berat. Oleh karena itu, kadar TSH pada anak usia sekolah dan orang dewasa buka indicator yang baik untuk defisiensi iodium, dan pemakaian dalam survei berbasis sekolah tidak direkomendasikan. Pemeriksaan TSH darah bercak darah pada neonatus merupakan

indicator yang berharga untuk menentukan keadaaan defisiensi iodium karena kelenjar tiroid neonatus memiliki simpanan iodium yang terbatas sehingga defisiensi yang ringan sekalipun sudah dapat meningkatkan sekresi TSH. Sampel darah dapat diambil dari tali pusat pada saat bayi dilahirkan atau dengan menusuk tumit sesudah bayi itu lahir (biasanya setelah 72 jam). Biasanya pemeriksaan skrining TSH pada neonatus memilki tujuan primer untuk mendeteksi hipotiroidisme kongenital, kendati pemeriksaan ini dapat juga digunakan sebagai indikator nutrisi iodium dalam masyarakat. Karena alasan inilah pemeriksaaan skrining tersebut harus bersifat universal dan tidak boleh melupakan anak-anak yang lahir didaerah terpencil atau didaerah dengan keadaan sosioekonomi yang rendah. Ketika terjadi pembesaran kelenjar tiroid pada keadaan defisiensi iodium, thyroglobulin akan dilepas dengan jumlah besar sehingga terjadi peningkatan kadar thyroglobulin didalam sirkulasi darah. Teknik laboratorium untuk memeriksanya sama seperti pada pemeriksaan TSH dan pemeriksaan immunoassay yang lain. Teknik tersebut memberikan hasil yang baik ketika diaplikasikan pada bercak darah, kendati belum dikembangkan secara komersial.

2.1.4 Indikator lain defisiensi iodium Ketrinisme mengindikasikan besarnya permasalahan GAKY hanya jika kretinisme tersebut cukup besar. Keadaan tersebut relatif jarang dijumpai dan sulit didiagnosis (khusus pada kasus yang gejalanya tidak jelas), kasus sering tersembunyi dank arena usia harapan hidup enderita kretinisme sangat bervariasi maka data insidens mungkin lebih cepat dari data prevalensi. Menentukan kadar hormone tiroksin tiroid (T4) dan triiodotironim (T3) dalam serum berbagai indikator defisiensi iodium biasanya jarang direkomendasikan karena tes ini sulit dilaksankan, memerlukan biaya yang lebih besar serta tidak begitu sensitive jika dibandingkan dengan indicator lainnya. Kadar T4 serum pada defisiensi iodium secara khas lebih rendah, dan kadar T3 serum lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi penduduk yang normal; namun, tumpang tindih keduanya mengurangi kegunaan hormon-hormon ini dalam menilai GAKY. 2.2 Gambaran Klinis Pasokan iodium yang suboptimal dari makanan mengakibatkan infusiensi sintesis hormon tiroid dan pada hipotiroidisme, keadaan ini menyebabkan berbagai macam kelainan yang secara kolektif dikenal dengan sebutan GAKI. Kelenjar tiroid, atau gondok yang membesar (penyakit gondok, goiter) merupakan manifestasi defisiensi iodium yang paling nyata dan berfungsi sebagai penanda biologis yang berpotensi untuk menunjukan keberadaan GAKI yang lain. Seseorang dianggap menderita penyakit gondok jika kelenjar tiroidnya membesar hingga ukuran lobus lateral kelenjar tersebut melebihi ukuran falang terminalis ibu jari tangan orang yang diperiksa itu, kelenjar tiroid dengan ukuran tersebut masih belum terlihat tetapi dapat dipalpasi. Ketika ukurannya menjadi lebih besar lagi, kelenjar tiroid tersebut akan terlihat. Pada tahun 1990 diestimasikan terdapat lebih dari 200 juta orang terutama tinggal di negara berkembang, memiliki penyakit gondok yang dapat dilihat. Prevalensi serta keparahan penyakit gondok bertambah bersamaan dengan keparahan defisiensi iodium, dan menjadi permasalahan yang hampir universal pada populasi dengan asupan iodium dengan kurang dari 10 g/hari. Pada umumnya, penyakit gondok bukanlah gangguan yang serius. Jika terjadi pembesaran kelenjar tiroid, keadaan ini mungkin membuat penampilan orang yang mengalaminya itu tidak menarik, dengan konsekuensi sulit mencari suami atau istri.

2.3 Metabolisme Iodium Satusatunya fungsi iodium yang diketahui dalam tubuh adalah untuk sintesis hormon tiroid yang berlangsung didalam kelenjar tiroid. Hormone ini memainkan peranan yag penting dalam pengaturan metabolism. Iodium diabsorbsi dengan cepat dari dalam usus dan kemudian diedarkan melalui sirkulasi darah dalam bentuk senyawa iodide anorganik plasma (PII; plasma inorganic iodide). Dari sirkulasi ini sel sel kelenjar tiroid mengambil senyawa iodide tersebut melalui pompa iodium (sodium/iodine symporter) di bawah pengendalian TSH yang dilepas oleh kelenjar hipofisis. Mekanisme ini merupakan mekanisme transportasi aktif yang mempertahankan gradient 100:1 atara sel sel kelenjar tiroid dan cairan ekstrasel. Gradien ini dapat menigkat menjadi 400:1 pada keadaan dafisiensi iodium. Dari 15-20 mg iodium didalam tubuh, 70-80% ditemukan dalam kelenjar tiroid. Setelah diambil oleh sel sel kelenjar tiroid, iodium dilepaskan kedalam koloid kelenjar tiroid dan ditempat ini, iodium dioksidasi oleh hydrogen peroksida yang berasal dari system peroksidase tiroid. Kemudian senyawa iodida disatukan kedalam molekul tirosin dari tiroglobulin untuk membentuk monoidotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT) (Gambar 12.2). jika sebuah molekul DIT terangkai dengan molekul DIT yang lain, terbentuklah tetraiodotironin atau tiroksin (T4), dan jika yang dirangkaikan itu adalah MIT denga DIT, terbentuklah triiodotironin (T3). Tiroglobulin kemudian diambil oleh sel sel kelenjar tiroid melalui sebuah proses yang dikenal sebagai pinositosis. Dalam sel sel kelenjar tiroid, hormo T3 dan T4 dilepas dari kelenjar tiroid tersaebut melalui proses proteolisis. Sekresi T3 dan T4 dari kelenjar tiroid berlangsung dibawah pengaruh TSH, yang sekresinya distimulasi oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Ada suatu mekanisme umpan balik (feedback mechanism) ketika kadar T4 yang meningkat akan menghambat secara langsung sekresi TSH dan melawan kerja TRH (Gambar 12.3). Jadi, ketika kadar T4 dalam darah menurun, sekresi TSH akan meningkat dan begitu pula sebaliknya. Pada defisiensi iodium yang berat, hormon T4 tetap rendah dan TSH meninggi; gambaran T4 yang rendah dan TSH yang tinggi mengindikasikan hipotiroidisme. Kenaikan TSH dapat disebabkan oleh defisiensi iodium atau terjadi karena kecacatan congenital paa sintesis tiroksin dan insidensnya adalah 1:4000 kelahiran. Peningkatan kadar TSH pada keadaan defisiensi iodium menstimulasi aktivitas sel sel kelenjar tiroid sehingga terjadi hipertrofi dan hiperplasia sel-sel tiroid dan menghasilkan pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid ini dinamakan goiter atau penyakit gondok. Jika pasokan iodium ke dalam kelenjar tiroid sangat terbatas, kelenjar tersebut akan memproduksi lebih banyak T3 (yang bekerja lebih aktif dari pada T4) sementara produksi T4

menjadi lebih sedikit. Jika kadar T4 rendah, jaringan sasaran (target tissue) juga mengubah T4 menjadi T3. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa otak hanya dapat mengambil T4 dan bukan T3 sehingga fungsi otak akan berpengaruh jika kadar T4 rendah sekalipun kadar T3 mungkin cukup untuk melaksanakan fungsi hormon tiroid pada organ serta jaringan tubuh yang lain. Jika pasokan iodium pada kelenjar tiroid sangat terbatas, maka kelenjar tersebut akan melepaskan tiroglobulin kedalam sirkulasi darah yang sebagian diantaranya tidak mengandung hormon tiroid (T3 atau T4). Denga demikina kenaikan kadar tiroglobulin akan menjadi calon indicator untuk menunjukan defisiensi iodium yang sudah berlangsung selama berbulan bulan atau bertahun tahun. Sesudah usia kehamilan 12 minggu, terbentuk kelenjar tiroid dan hipofisis yang masing-masing bertanggung jawab atas produksi T4 dan TSH. Hipotamalus yang bertanggung jawab atas produksi TRH terbentuk pada usia kehamilan antara minggu ke-10 dan ke-30. Jadi, hingga usia kehamilan sekitar 20 minggu, janin akan bergantung pada ibu untuk mendapat pasokan T4 . sesudah masa ini, janin akan memproduksi TSH-nya sendiri yang dapat menstimulasi produksi T4 dalam tubuh janin. Kadar bentuk T3 yang normal masih rendah karena keberadaan enzim 5-deiodinase (tipe III atau ID-III) mengakibatkan pembentukan reserve T3. (reserve T3 kurang mengandung atom iodium pada cincin bagian dalam molekul tersebut sehingga berbeda dengan bentuk T3 normal yang kekurangan atom iodium pada cincin bagian luarnya; lihat Gambar 12.2 Reserve T3 merupakan hormon inaktif sementara T3 yang normal bekerja lebih aktif daripada T4). Sesaat sebelum bayi lahir terjadi perubahan system enzim yaitu dari ID-III menjadi 5-deiodinase (deiodinase tipe I atau ID-I) yang memproduksi bentuk T3 yang normal. Selenium merupakan komponen enzim 5-deiodinase (ID-I serta ID-II) dan 5deiodinase (ID-III). Dari penelitian yang dilakukan di Republik Demokratik Kongo (dahulu bernama Zaire) terdapat bukti bahwa defisiensi selenium dapat memicu GAKI di daerah yang kekurangan iodium dan selenium. Referensi Asupan Untuk Iodium 1..Kebutuhan iodium dan sumbernya Asupan iodium yang dianjurkan dari makanan (atau AKG iodium) untuk berbagai umur dan bagi ibu hamil serta menyusui terdapat dalam tabel 12.2. Asupan iodium dari makanan yang direkomendasikan oleh WHO/UNICEF/ICCIDD (2001)

kategori Bayi,0-59 bulan Anak sekolah, 6-12 tahun

Asupan (g/hari) 90 120

Anak-anak > 12 tahun dan orang 150 dewasa Ibu hamil dan menyusui
Direproduksi dengan izin dari WHO

200

Laut merupakan sumber utama iodium, dengan demikian makanan laut seperti ikan, kerang-kerangan serta rumput laut yang dapat dimakan merupakan sumber pangan yang kaya akan iodium. Siklus ekologis iodium di alam dimulai dalam bentuk uap air laut (yang mengandung iodium) yang dibawa oleh angin dan awan ke wilayah daratan. Uap air laut ini akan jatuh sebagai air hujan yang sebagian akan menggantikan iodium yang hilang pada lapisan permukaan tanah kendati salju, hujan, banjir, dan sungai melarutkan kembali iodium dan membawanya ke laut. Sebagian iodium yang diperoleh dari tanah akan masuk kedalam air minum serta sejumlah kecil iodium masuk ke dalam tanaman, hewan, dan produk yang dihasilkan seperti sereal, kacang-kacangan, buah, sayuran, daging, susu, serta telur. Oleh karena itu, didaerah tempat makanan laut tidak biasa dikonsumsi dan tidak terdapat garam beriodium, asupan iodium didaerah tersebut terutama bergantung pada kandungan iodium dalam lahan yang menjadi tempat tinggal penduduk. Defisiensi iodium merupakan keadaan yang prevalen di daerah pegunungan dan wilayah lain tempat terjadinya penapisan tanah (leaching of the soil) dan tempat dengan kandungan iodium yang rendah di dalam tanah serta air yang biasa dipakai untuk minum dan irigasi tanaman pangan. 2.4.2 Sumber iodium dari makanan Pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid dan pelepasan hormon tiroid dari kelenjar tersebut dapat dihambat oleh tiga macam goitrogen. Goitrogen yang menghasilkan substansi yang bersaing dengan kelenjar tiroid dalam mengambil iodium meliputi senyawa-senyawa glikosida sianogenik yang terdapat dalam ketela(kasava, singkong), jagung, rebung, ubi jalar, lima beans, dan millet. Glikosida siagonik melepas sianida yang membentuk tiosianat dan senyawa tiosianat ini bersaing dengan kelenjar tiroid didalam mengambil iodium. Substansi yang berasal dari bakteri kaliformis juga bersaing dengan kelenjar tiroid di dalam pengambilan iodium dan penyatuaan iodium kedalam hormon-hormon tiroid.

Goitrogen penghasil substansi yang mencegah (secara non kompetitif) pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid adalah goitrin (5-vinil-2-tiooksazolidindion). Goitrogen tersebut bukan hanya menghalangi penyatuan iodium kedalam hormon tiroid tetapi juga menghambat proses perangkaian untuk menghasilkan hormon T. Karena bersifat nonkompetitif, proses penghambat tersebut tidak dapat diatasi dengan meningkatkan asupan iodium dari makanan. Goitrin dihasilkan oleh tanaman genus Brasicca (kubis, bit, mustard) dari famili Crucifarae, tanaman ini juga memproduksi tiosianat yang memiliki efek serupa dengan efek sianida seperti yang disebutkan diatas. Goitrogen penghasil substansi yang mencegah proteolisis hormon tiroid dari trioglobulin meliputi iodida yang berlebihan dan substansi dari beberapa jenis rumput laut. Jika ketersediaan hayati iodium sangat rendah karena adanya zat-zat goitrogenik dalam makanan, asupan iodium sehari-hari harus ditingkatkan sebanyak 50-100 g. Aspek Defisiensi Iodium Pada Kesehatan Masyarakat 1.Implikasi defisiensi iodium pada kesehatan masyarakat Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, manifestasi defisiensi iodium pada segala usia dianggap sebagai permasalahan yang sanga penting karena keadaan ini dapat dicegah. Periode defisiensi iodium yang paling kritis terjadi selam usia janin dan awal usia kanakkanak ketika otak yang sedang berkembang sangat rentan, terutam terhadap kekurangn iodium dan konsekuensinya sebagai produksi hormon tiroid menjadi tidak cukup. Spekrtum Gangguan Akibat Kekurang Iodium (GAKI) Pada Berbagai Tahap Kehidupan Tahap kehidupan Janin Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) Abortus, lahir mati, kelainan congenital peningkatan mortalitas perinatal danbayi kretinisme neurologi (defisiensi mental, mustime tuli, diplegia spastic, juling) Kreatinisme miksedema (dwarfisme, defisiensi mental)defek psikomotor Penyakit gondok neonates Hipotiroidisme neonates Peningkat kerentanan terhadap radiasi nuklir Penyakit gondok Hipotiroidisme juvenilis Gangguan fungsi mental Retardasi perkembangan fisik Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir Penyakit gondok dengan komplikasi seperti gangguan bernapas dan menelan

Neonates

Anak dan remaja

Orang dewasa

Hipotiroidisme Gangguan fungsi mental Hipertiroidisme karena iodium (IIH; iodine-induced hyperthyroidism) Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir

Dampak semua kelainan ini pada kelompok masyarakat dapat disaksikan melalui produktivitas kerja yang lebih rendah dan kebutuhan yang lebih tinggi akan pelayanan sosial. Meskipun perhatian terhadap defisiensi iodium dalam tahun-tahun sebelumnya berfokus pada penyakit gondok endemik, namun perhatian tersebut kini sudah beralih kepada efek yang ditimbulkan oleh hipotiroksinemia terhadap perkembangan otak dan sistem saraf pusat dalam periode waktu dari usia kehamilan 15 minggu hingga usia bayi 3 tahun. Perubahan ini bersifat permanen dan dapat menimbulkan cacat neurologis yang permanen, serta penurunan kemampuan belajar. Akibat efek neurologis pada anak-anak di daerah kekurangan iodium dapat juga dilihat melalui intelegence quotient (IQ) yang rendah, yaitu IQ antara 10-15 poin, pada nilai sekolah yang buruk. Lebih lanjut, beberapa penelitian melaporkan perbaikan nilai tes IQ yang dilakukan diantara anak-anak yang mendapat suplemen iodium. IIH (iodine-inducedhypertthyroidism, hipertiroidisme yang timbul karena iodium) merupakan efek samping yang penting dan terjadi pada beberapa individu yang rentan sebagi akibat dari peningkatan asupan iodium yang cepat. Dengan demikian, IIH dianggap sebagai salah satu bentuk GAKI. Setelah palaksanaan iodinisasi pada garam atau roti, atau pemakaian minyak beriodium dalam tahun 1920-an, IIH telah terjadi pada banyak negara, meliputi AS, Belanda, Austria. Brazil, Australia (Tasmania), Ekuador, dan paling akhir Zimbabwe serta Republik Demokratik Kongo. Penambahan iodium pada asupan dasar atau asupan normal, bahkan dengan konsentrasi fisiologi yang normal, membawa resiko terjadinya IIH pada orang rentan. Iodium dari segala sumber, baik yang berasal dari garam beriodium, air minum, obat-obatan, minyak beriodium, larutan Lugol , makanan yang mengandung iodium, maupun dari semua bentuk bahan kimia yang mengandung iodium, akan membawa resiko terjadinya hipertiroidisme. IIH endemik tampaknya merupakan fenomena temporeryang berhubungan dengan program garam beriodium yang dimulai terlalu cepat pada GAKI berat. Karena manfaat program iodinisasi garam bagi populasi secara keseluruhan jauh melebihi resiko timbulnya IIH pada beberapa orang maka tindakan pendekatan yang yang terakhir adalah dengan melanjutkan

program iodinisasi dan diberitahu tentang diagnosis dan penanganan IIH. Berbeda dengan keadaan kebalikannya pada hipotiroidisme terjadi ketika dalam sirkulasi darah terdapat hormon T3 dan T4. Area fokal atau yang lebih sering nodul tunggal atau banyak, pada kelenjar tiroid menjadi otonom dan menghasilkan hormon dalam jumlah yang berlebihan. Oleh karena itu, peristiwa yang kritis dalam proses terjadinya IIH adalah otonomi fungsi kelenjar tiroid. Otonomi dapat diartikan sebagai keadaan bekerjanya sel-sel folikuler dalam kelenjar tiroid tanpa adanya efek stimulasi fisiologis yang normal. Kendati efek inhibisi yang ditimbulkan oleh kenaikan hormon tiroid pada kelenjar hipofisis menyebabkan penekana sekresi TSH, namu sekresi hormon tiroid yang tidak terkontrol terus terjadi selama iodida tersedia dalam jumlah yang cukup. IIH paling banyak terjadi, sekalipun demikian, pada manula, khususnya wanita usia lanjut, dengan penyakit gondok multinoduler (toxic nodular goiter) yang sudah ada sebelumnya, pada orang-orang yang menderita penyakit Grave dan tinggal di daerah dengan defisiensi iodium berat ditangani melalui program fortifikasi atau suplementasi iodium. Orang-orang yang menderita eutiroid dengan fokus fungsional tiroid yang otonom dapat juga mengalami hipertiroidisme jika tersedia iodium dalam jumlah yang cukup. Tirotoksitosis mengacu kepada efek klinis yang terjadi karena kelebihan hormon tiroid tanpa memeperhitungkan penyebabnya. Efek ini dapat meliputi kegelisahan, ansietas, penurunan berat badan, kelemahan otot, mudah lelah, berkeringat, dan alergi terhadap panas. Manifestasi IIHyang paling berat terlihat pada jantung ketika palpitasi menjadi gejala simptom kardiak yang paling sering ditemukan. Akibat IIH yang lain, meliputi takikardiak, hipertensi sistolik, fibrilasi atrium, gagal jantung, dan kardiomiopati. Diagnosis klinis IIH sering tidak jelas karena kesamaan keluhan karena dan gejala yang tedapat antara IIH dengan beberpa penyakit infeksi lainnya atau dengan proses penuaan serta penyakit kronis. Jika efek klinis tirotoksikosis terlihat pada penyakit gondok atau pada orang yang asupan iodiumnya baru saja ditingkatkan, kita harus melanjutkan penemuan ini dengan tes biokimia, seperti pengukuran kadar TSH yang sangat sensitif dan pemeriksaan keseluruhan T3dan T4 free T3 danT4 bebas. Pemeriksaan biokimia lainnya adalah tes pengambilan resin T3,pemeriksaan kadar trioglobulin dan antibodi tiroid.Jika dapat dilakukan,pembuatan gambar kelenjar tiroid (thyroid imaging) yang terdiri atas pemeriksaan USG dengan tranduscer 5 MHz (atau frekuensi yang lebih tinggi) dan pengamatan dengan radioaktif (scintigraphy) sangat berguna untuk membedakan tipe penyakit tiroid yang mendasari dan melihat struktur serta fungsi kelenjar tiroid tersebut.

Setelah diagnosis positif ditegakkan,biasanya pasien IHH ditangani dengan obatobatan antitiroid,terapi iodium radioktif pembedahan dengan tindakan berkelanjutan jangka panjang. Manajemen Defisiensi Iodium Salah satu atau kombinasi dari sejumlah strategi dapat diputuskan untuk memberantas defisiensi iodium pada sebuah negara tertentu.strategi yang diputuskan bergantung pada : Keparahan GAKI Aksesibilitasi target populasi Sumber-sumber yang tersedia Program dapat meliputi satu atau kedua strategiberikut ini,yaitu: Pendekatan berbasis pangan Penggunaan bahan pangan alami Mengingat defisiensi iodium biasanya terjadi karena kekurangan iodium dalam air minum,dalam tanah dan air yang menjadi tempat tumbuhnya tanaman pangan bagi konsumsi manusia serta hewan ternak maka pemilihan bahan pangan yang alami untuk meningkatkan asupan iodium atau untuk mengurangi konsumsi goitrogen umumnya tidak dianggap sebagai cara mengatasi defisiensi iodium biasanya jauh lebih efektif. Penggunaan garam beriodium Selama bertahun-tahun, penggunaan garam beriodium sudah dianggap sebagai cara yang paling efektif untuk memeberantas GAKI di sejumlah besar negara. Kebjakan bersama yang dibuat WHO, UNICEF, dan ICCIDD merekomendasikan bahwa untuk memberikan lebih kurang 120-140 g iodium/hari, kadar iodium dalam garam pada saat diproduksi harus berkisar 20-40 mg iodium per kilogram garam. Rekomendasi ini mengasumsikan bahwa 20% iodium akan hilang dalam perjalanan dari tempat produksi hingga rumah tangga, sementara 20% lainnya hilang pada saat memasak, dan asupan garam rata-rata adalah 10 gram per orang per hari. Kalim iodat atau iodida dapat dipakai untuk fortifikasi, tetapi garam iodat lebih cocok pada iklim panas seta lembap karena stabilitas garam ini lebih besar. Kehilangan dan kebutuhan iodium sesuai dengan kondisi suatu daerah harus ditentukan, dan para pejabat kesehatan harus memastikan dahulu pemantauan penggunaan garam beriodium yang benar sudah dilaksanakan secara rutin. Garam yang dipilih bagi tujuan tertetntu dapat ditargetkan untuk program iodinisasi.

Iodinisasi air minum Pendekatan dengan menggunakan bebagai jenis alat iodinator ini terbukti memberikan hasil memuaskan di sebagian daerah dengan syarat bahwa kadar iodiumnya tidak boleh terlalu tinggi. Pada suatu daerah yang mengalami kekurangan iodium di Cina, program iodinisasi air irigasi telah meningkatkan status iodium pada wanita dan menurunkan angka mortalitas nonatus serta bayi Fortifikasi susu formula bayi Dari sudut informasi tentang fungsi kelenjar tiroid dan fisiologi bayi prematur, kandungan iodium pada banyak susu formula bayi tampaknya kurang memadai. Karena bayibayi prematur di banyak negara mengalami kekurangan iodium maka ICCIDD mengeluarkan rekomendasi pada tahun 1992 bahwa tingkat fortifikasi pada susu formula untuk bayi pematur dan formula pemula, dalam kaitannya dengan konsentrasi akhir di dalm formula yang telah disiapkan, masing-masing harus sebesar 200 g/l dan 100 g/l. Fortifikasi produk pangan lainnya Pada sejumlah negara seperti misalnya Inggris (UK), pemberantasan defisiensi iodium dilaksanakan bukan melalui perencanaan (jadi, dilaksanakan secara kebetulan) melalui pemakaian bahan iodohores (bahan deterjen yang mengandung iodium) untuk membersihkan mesin pengolahan susu dan melalui suplementasi pada iodium pada pakan ternak sapi perah. Ketika penggunaan iodophores dibatasi keadaan defisiensi iodium dilaporkan telah muncul kembali di Inggris. Bahan pangan lainnya juga sudah diselidiki untuk dijadikan sebagai pembawa iodium seperti misalnya terasi (fish paste) di Thailand dan gula pasir di Sudan. Fortifikasi pakan ternak GAKI pada hewan sedang mendapat banyak perhatian karena peningkatan status iodium pada hewan ternak ternyata memperbaiki kesehatan hewan tersebut dan produktivitas ekonominya. Memperbaiki status iodium pada hewan juga akan meningkatkan status iodium pada manusia yang mengkonsumsi produk hewan seperti daging, berbagai produk susu dan telur. Jadi, program pengendalian defisiensi iodium bagi manusia juga harus mengatasi persoalan kekurangan iodium pada hewan ternak. Kita harus berhati-hati untuk memastikan apakah jumlah iodium yang digunakan, biasanya dengan ditambahkan pada garam, sudah cukup untuk mengatasi keadaan defisiensi tanta menimbulkan pemberian yang berlebihan. Pendekatan nutraseutikal (produk pangan dengan zat gizi tambahan) 1 .Penggunaan minyak beriodium Pada sebagian negara berkembang dengan kondisi GAKI yang sedang atau berat tidak selalu tersedia garam beriodium, atau garam itu tersedia, keberadaannya tidak menjangkau daerah-

daerah terpencil. Pada keadaan ketika strategi suplementasi iodium yang lain, gagal atau bukan merupakan tindakan yang praktis, maka penanganan defisiensi iodium dengan minyak beriodium menjadi sangat efektif. Iodium dengan takaran tinggi dapat disuntikkan secara intramuskuler atau diberikan per oral dalam bentuk minyak beriodium dengan penyerapan yang lambat. Efektifitas pengguanaan minyak beriodium yang diberikan per oral tampaknya lebih bertambah ketika digunakan minyak tak jenuh tunggal, seperti minyak rapeseed dan minyak kacang jika dibandingkan dengan minyak poppyseed seperti yang lazim dipakai. Parasit intestinal ditemukan menghambat penyerapan minyak beriodium. Jadi, jika kita akan menggunakan minyak beriodium untuk mengendalikan keadaan defisiensi iodium, pemberian obat cacing harus dilakukan sebelum program tersebut, akan meningkatkan durasi efektifitas minyak beriodium ini. Penggunaan larutan kalium iodida Larutan kalium iodida 10 % mudah dibuat, dapat segera tersedia, dan merupakan car pendekatan alternatif yang sederhana serta murah ketika metode utama (pemberian garam dan minyak beriodium) yang dipakai untuk mencegah dan mengendalikan defisiensi iodium tidak dapat tersedia dengan segera. Iodida dengan takaran lebih kurang 30 mg yang diberikan sebulan sekali atau dengan takaran 8 mg setiap 2 minggu sekali dapat diberikan dengan mudah sebagai larutan biasa di dalam botol berpipet. Pengakajian dan Pemberantasan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium Indikator yang dipakai untuk menilai GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) dan pemberantasannya dapat dibagi lagi menjadi indikator proses dan indicator outcome. Dalam rangkaian temporal kejadian, indikator proses mengukur faktor faktor yang memainkan peranan kausal dalam timbulnya respons indicator outcome. Idealnya, baik indikator proses maupun outcome. Idealnya, baik indicator proses maupun outcome harus diikutsertakan sebagai variable dalam mengkaji situasi GAKI pada sebuah komunitas atau negara. Indikator Proses Beberapa strategi kesehatan masyarakat telah diimplementasikan secara global untuk memberantas GAKI pada suatu komunitas atau basis populasi. Strategi yang paling universal adalah iodinisasi garam dan karena itu, bagian ini akan berfokus pada indikator proses yang menilai program iodinisasi garam nasional. Garam iodinisasi melalui penambahan kalium iodide atau kalium iodat dengan jumlah yang tetap dalam bentuk preparat padat kering atau larutan cair pada saat produksi. Ketersediaan iodium yang sebenarnya dari garam beriodium tersebut ditingkat konsumen

dapat bervariasi dalam kisaran yang luas sebagai akibat dari beberapa factor. Faktor faktor ini meliputi jumlah iodium yang ditambahkan selama proses iodinisasi, distribusi iodium yang tidak merata dalam garam iodium pada masing masing batch atau kantong (akibat pencampuran yang tidak efisien), jumlah iodium yang hilang akibat garam yang terkontaminasi, kondisi pengemasan dan lingkungan selama penyimpanan dan distribusi, serta kehilangan iodium selama pemrosesan pangan dan pemasakan di rumah tangga. Kehilangan iodium karena garam beriodium yang disimpan dalam kemasan berpori dapat berkisar dari 30% hingga 80% untuk periode waktu 6 bulan dibawah kondisi iklim yang panas dan lembab. Dengan demikian, didalam pengkajian situasi GAKI, kita harus mengukur kandungan iodium dalam garam beriodium. Pengukuran kandungan iodium tersebut dapat dilaksanakan pada satu atau lebih dari 3 tingkat ini, yaitu pada tempat produksi (atau pada tempat masuk jika garam diimpor dari luar), pada tingkat pengencer dan pada tingkat rumah tangga. Faktorfaktor seperti tujuan pengkajian, logistic dan aksesibilitas akan menentukan ditingkat manakah pengkajian harus dilakukan. Biasanya informasi yang paling berguna akan diperoleh di tempat produksi dan di tingkat rumah tangga. Hasilhasil yang paling akurat didapat melalui iritasi, kendati untuk tujuan pemantauan di tingkat rumah tangga dapat digunakan pula perangkat tes cepat (rapid test kid) untuk menunjukan secara kualitatif apakah garam yang digunakan dalam rumah tangga sudah beriodium atau belum. Perangkat tes yang digunakan baru baru ini tidak memberikan ukuran kuantitatif yang akurat untuk kadar iodium dalam garam. Selain mengukur kadar iodium dalam garam, diperlukan pula cakupan garam beriodium di tingkat rumah tangga sebagai sampel representatif suatu komunitas atau populasi. Cakupan (coverage) mengacu kepada proporsi rumah tangga yang menggunakan garam beriodium secara adekuat atau dengan kata lain, garam yang dipakai dalam rumah tangga itu mengandung denga kadar lebih dari 15mg/kg garam. Idealnya, proporsi ini harus melampaui 90%. Indicator proses memberikan ukuran seberapa jauh program iodinisasi garam telah dilaksanakan dengan hasil yang memuaskan dan menunjukan apakah akan terdapat hasl pengamatan pada indicator outcome yang sesuai harapan atau tidak. Hasil observasi terhadap kadar iodium dalam garam dan proporsi rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium secara adekuat akan diinterpretasikan lebih akurat jika jumlah garam yang dikonsumsi setiap orang diketahui. Secara umum, diasumsikan bahwa konsumsi garam per hari berkisar antara 5 dan 10 ggram per orang pada sebagian besar populasi. Namun asumsi ini mungkin tidak valid pada sebagian populasi yang mengonsumsi

garam dengan jumlah cukup banyak karena kebiasaan nutrisi kultural mereka, atau pada sebagian populasi lainnya, yang karena tingkat sosioekonomi yang rendah, mengonsumsi lebih sedikit garam. Meskipun sulit untuk menetapkan konsumsi garam per hari dalam sebuah populasi, informasi ini bukan hanya membantu menginterpretasikan indicator proses, tetapi juga berguna untuk menentukan tingkat iodinisasi secara tepat. Indikator outcome Sebelum memulai suatu program kesehatan masyarakat untuk mengatasi GAKI pada sebuah negara, angka prevalensi dan distribusi GAKI harus sudah diketahui terlebih dahulu. Survei nasional merupakan cara yang lazim dikerjakan untuk mendefinisikan besarnya permasalahan GAKI pada sebuah negara. Jika tidak terdapat data survei nasional tentang GAKI, dapat digunakan informasi berupa data yang menggambarkan keadaan keseluruhan seperti data nasional tentang GAKI atau data dari beberapa daerah geografik yang menunjukkan keberadaan GAKI. Indikator hasil akhir yang direkomendasikan melalui konsultasi WHO/UNICEF/ICCIDD bagi pengkajian dan pemberantasan GAKI diuraikan secara rinci dalam subbab 12.2. Indikator ini, meliputi: Sekresi iodium dalam urine Ukuran kelenjar tiroid, kadar TSH dan tiroglobulin Kretinisme Kadar T dan T Sumber data lainnya, seperti pengetahuan tentang bayi dengan kretinisme, informasi yang didapat melalui sistem skrining nasional untuk TSH, data historis adanya GAKI pada daerah tertentu, dan informasi tentang GAKI pada negara tetangga, dapat juga menunjukkan keberadaan GAKI.

BAB III PENUTUP KESIMPULAN Berbeda dengan situasi pada penyakit infeksi yang dapat diobati dan dapat diberantas secara permanen, peperangan melawan GAKI harus terus berlangsung tanpa batas waktu yang pasti. Begitu diagnosis difisiensi iodium ditegakkan disuatu daerah, program intervensi iodium jelas akan dibutuhkan. Beberapa contoh kasus memperlihatkan timbulnya kembali persoalan GAKI dalam periode antar tindakan profilaktik iodium.

SARAN Sustainabilitas program pemberantasn GAKI jelas sangat menentukan dan memerlukan dukungan politik yang terus-menerus, dukungan administrasi, serta pembaruan data ilmiah untuk mempertahankan peperangan melawan GAKI.

DAFTAR PUSTAKA

Gibney, Michael dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Buku Kedokteran EGC : Jakarta

http://GAKI.com/2010/05/ gangguan akibat kekurangan iodium=feed%3A http:// kesehatan.kompasiana.com/ makanan/2011/11/09/GAKI. http://health.detik.com/read/2010/06/12/083608/193865/faktor-fakter GAKI.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara. Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta. www.liputan6.com www.antara.co.id www.groups.yahoo.com www.emedicine.com www.dinkes-dki.go.id www.depkes.go.id www.kompas.com www.mercksource.com http://www.suarapembaruan.com www.sinarharapan.co.id http://www.republika.co.id www.kabblitar.go.id Gizi.net Sulung Prasetyo sinarharapan.co.id

MAKALAH DASAR- DASAR ILMU GIZI

GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)

Oleh:

HARINI INDAH PRAWATI ROSMENA 1110331022

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ANDALAS 2012-2013

Kata Pengantar

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik. Adapun masalah yang kami bahas dalam makalah ini mengenai Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) pada anak. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok dasar-dasar ilmu gizi. Selain itu, kami berharap makalah ini juga dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) .
Terima kasih kami ucapkan pada dosen pembimbing, teman-teman dan pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan makalah ini. Dengan Kerendahan hati segala saran dan kritikan kami harapkan demi kesempurnaan penulisan pada makalah selanjutnya.

Padang, November 2012

Penulis

Daftar isi
Bab 1 pendahuluan 1.1 Latar belakang.. 1.2 tujuan penulisan .

Bab 2 pembahasan 2.1 Definisi Defisiensi Iodium 1.2 Ukuran Kelenjar Tiroid . 2.1.1 Ekskresi Iodium Dalam Urine 1.2.1 Menentukan ukuran tiroid melalui palpasi (cobaan).. 2.1.3 Tyroid- stimulating hormone dan thyroglobulin.... 2.1.4 Indikator lain defisiensi iodium .. 2.1.2.2 Menentukan ukuran tiroid melalui ultrasonografi 2.2 Gambaran Klinis 2.3 Metabolisme Iodium. 2.4. Sumber iodium dari makanan..

Bab 3 penutup 3.1 kesimpulan 3.2 saran. 3.3 daftar pustaka

You might also like