You are on page 1of 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Cardiac Arrest Pada Anak 1. Definisi Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010). Henti jantung adalah terhentinya denyut jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba pada seseorang yang tidak apa-apa,merupakan keadaan darurat yang paling gawat,yang lebih di kenal dengan istilah henti jantung (cardiac arrest). Keadaan ini biasanya diikuti pula dengan berhentinya fungsi pernafasan dan hilangnya kesadaran serta reflek. 2. Etiologi Etiologi henti jantung pada anak antara lain ialah: a. Terhentinya sistem pernapasan secara tiba-tiba yang dapat di sebabkan karena Penyumbatan jalan napas, yaitu: Aspirasi cairan getah lambung atau benda asing Sekresi air yang terdapat di jalan napas, seperti pada tenggelam, edema paru, lendir yang banyak Edema atau spasme saluran pernapasan sebelah atas dan atau sebelah bawah Kelainan anatomik, misalnya atresia choanal.

b. Depresi susunan saraf dan paralisis neuromuscular dapat di sebabkan karena: Obat - obatan Racun Rudapaksa Arus listrik tegangan tinggi Edema otak Hipoksia berat

Hiperkapnia Penyakit susunan saraf pusat seperti ensefalitis, poliomielitis, sindrom guilian barre.

c. Dehidrasi berat dan gangguan keseimbangan asam basa d. Trauma.

3. Manifestasi Klinis Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010) yaitu: a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak ataupun cubitan. b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak pernafasan dibuka. c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis). terdapat pernafasan normal ketika jalan

4. Patofisiologi Henti Jantung Pada Anak Henti jantung pada bayi muda dan anak-anak jarang disebabkan oleh penyakit jantung. Pada anak-anak sebagian besar henti jantung merupakan komplikasi hipoksia dimana penyebab terseringnya yaitu asfiksia jalan lahir, korpus alienum,

bronkiolitis,asma, dan pneumotoraks. Disamping itu, kebanyakan henti jantung juga merupakan komplikasi dari kegagalan sirkulasi (syok). Hal ini sering disebabkan kehilangan cairan tubuh dan darah, atau maldistribusi dari cairan dalam sistem peredaran darah. Kehilangan cairan tubuh mungkin karena gastroenteritis, luka bakar atau trauma, sedangkan maldistribusi cairan dalam peredaran darah sering disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis. Kegagalan sirkulasi mengakibatkan organ tubuh kehilangan nutrisi dan oksigen yang akhirnya mengakibatkan hipoksia jaringan dan asidosis. Henti nafas bisa merupakan komplikasi dari disfungsi neuroligis seperti pada kejang dan keracunan. Selain itu peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan cedera kepala atau ensepalopati akut yang akhirnya memicu henti nafas.

Apapun penyebabnya, pada saat henti jantung, anak telah memiliki periode kegagalan pernafasan yang akan menyebabkan asidosis respiratorik dan hipoksia. Kombinasi hipoksia dan asidosis menyebabkan kerusakan sel dan kematian sel (terutama di organ yang paling sensitif seperti otak, hati dan ginjal), kerusakan miokard yang terjadi cukup parah sehingga menyebabkan henti jantung. Pada kenyataannya kedua jalur tersebut dapat terjadi bersamaan. 5. Penilaian dan Penatalaksanan a. Setelah anak ditempatkan dalam posisi yang benar, dan pemeriksaan sederhana untuk menilai respon telah dilakukan, penilaian dan penatalaksanaan mengikuti pola A, B, C dengan pendekatan SAFE (Shout for help, Approach with care, Free from danger, Evaluate ABC). Penilaian awal kesadaran adalah dengan menanyakan pada anak apakah kamu baikbaik saja? sambil menggoyangkan bahu anak dengan lembut. Bayi dan anak kecil yang belum bisa bicara, dan anak yang sangat ketakutan, tidak akan memberi jawaban yang bermakna, tetapi mereka mungkin akan mengeluarkan sedikit suara atau membuka mata sebagai respon terhadap suara penolong. Pada kasus yang berhubungan dengan trauma leher dan spinal, korban harus diimobilisasi selama manuver ini. Ini dilakukan dengan menempatkan satu tangan dengan kuat pada dahi, sedangkan salah satu lengan anak digoyangkan dengan lembut. b. Sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung oksigen dengan melakukan : masase jantung. Anak ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras, kemudian dengan telapak tangan di tekan secara kuat dan keras sehingga jantung yang terdapat di antara sternum dan tulang belakang tertekan dan darah mengalir ke arteria pumonalis dan aorta. Masase jantung yang baik terlihat hasilnya dari terabanya kembali nadi arteri-atreri besar sedangkan pulihnya sirkulasi ke otak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal kembali. Pernapasan buatan. Mula-mula bersihkan saluran pernapasan kemudian ventilasi di perbaiki dengan pernapasan mulut ke mulut atau inflating bags atau secara endotrakheal. Ventilasi yang baik dapat di ketahui apabila tampak ekspansi

dinding thoraks pada setiap kali inflasi di lakukan dan kemudian warna kulit akan menjadi normal kembali. c. Memperbaiki irama jantung, dapat dilakukan dengan cara: Defibrilasi, yaitu bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel obat-obatan:infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau vasopresor dan epinefrin 3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara intra kardial (pada bayi di sela iga IV kiri dan pada anak di bagian yang lebih bawah) untuk meninggikan tonus jantung, sedangkan asidosis metabolik di atasi dngn pemberian sodium

bikarbonat. Bila di takutkan fibrilasi ventrikel kambuh,maka pemberian lignokain 1% dan kalium klorida dapat menekan miokard yang mudah terangsang. bila nadi menjadi lambat dan abnormal,maka perlu di berikan isoproterenol. B. Resusitasi Jantung Paru 1. Definisi Resusitasi jantung paru (RJP) adalah sekumpulan intervensi yang bertujuan untuk mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital organ pada korban henti jantung dan henti napas. Intervensi ini mencakup pemberian kompresi dada dan napas buatan. Tindakan ini memungkinkan penghantaran substrat untuk memenuhi kebutuhan metabolik terutama bagi organ vital seperti otak dan jantung. Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran, oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui kapan resusitasi dilakukan dan tidak dilakukan. a. Resusitasi dilakukan pada :

Infark jantung kecil yang mengakibatkan kematian listrik Serangan Adams-Stokes Hipoksia akut Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan Sengatan listrik Refleks vagal

Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.

b. Resusitasi tidak dilakukan pada :

Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.

Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah 30 menit 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

2. Resusitasi Jantung Paru Konvensional Langkah-langkah yang dilakukan diantaranya: a. Response Pastikan situasi dan keadaan pasien dengan memanggil nama/sebutan yang umum dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu dengan mantap. Prosedur ini disebut sebagai teknik touch and talk. Hal ini cukup untuk membangunkan orang tidur atau merangsang seseorang untuk bereaksi. Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien tidak sadar. Penilaian awal kesadaran pada klien anak adalah dengan menanyakan pada anak apakah kamu baik-baik saja? sambil menggoyangkan bahu anak dengan lembut. Bayi dan anak kecil yang belum bisa bicara, dan anak yang sangat ketakutan, tidak akan memberi jawaban yang bermakna, tetapi mereka mungkin akan mengeluarkan sedikit suara atau membuka mata sebagai respon terhadap suara penolong. Terdapat tiga level tingkat kesadaran, yaitu:

Sadar penuh: sadar, berorientasi baik terhadap diri, waktu dan tempat Setengah sadar: mengantuk atau bingung/linglung Tidak sadar: tidak berespon

Jika pasien berespon

Tinggalkan pada posisi pemulihan dimana ditemukan dan hindari kemungkinan resiko cedera lain yang bisa terjadi. Analisa kebutuhan tim gawat darurat.

Jika sendirian, tinggalkan pasien sementara, minta bantuan Observasi dan kaji ulang status pernafasan dan denyut nadi secara regular

Jika pasien tidak berespon


Berteriak minta tolong Atur posisi pasien. Sebaiknya pasien terlentang pada permukaan keras dan rata. Jika ditemukan tidak dalam posisi terlentang, terlentangkan pasien dengan teknik log roll, secara bersamaan kepala, leher dan punggung digulingkan.

Atur posisi penolong. Berlutut sejajar dengan bahu pasien agar secara efektif dapat memberikan resusitasi jantung paru (RJP).

Cek nadi karotis 1) AHA Guideline 2010 tidak menekankan pemeriksaan nadi karotis sebagai mekanisme untuk menilai henti jantung karena penolong sering mengalami kesulitan mendeteksi nadi. Jika dalam lebih dari 10 detik nadi karotis sulit dideteksi, kompresi dada harus dimulai. 2) Penolong awam tidak harus memeriksa denyut nadi karotis

b. Sirkulasi

Dilakukan kompresi, apabila tidak ada nadi : Mulai lakukan siklus 30 kompresi dan 2 ventilasi 1. Lutut berada di sisi bahu korban 2. Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan 3. Letakkan salah satu tumit telapak tangan dan telapak tangan lainnya di atas tangan pertama dengan jari saling bertaut pada 2 jari diatas prossesus xyphoideus pada dewasa atau pada sternum diantara 2 putting susu hanya menggunakan salah satu telapak tangan saja pada anak-anak atau dengan dua/tiga jari pada bayi ditengah dada

4. Tekan dada lurus ke bawah dengan kecepatan setidaknya 100x/menit (hampir 2 x/detik) AHA Guideline 2010 merekomendasikan : 1. Kompresi dada dilakukan cepat dan dalam (push and hard) 2. Kecepatan adekuat setidaknya 100 kali/menit 3. Kedalaman adekuat Dewasa : 2 inchi (5 cm), rasio 30 : 2 (1 atau 2 penolong) Anak : 1/3 AP ( 5 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2 penolong) Bayi : 1/3 AP ( 4 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2 penolong) 4. Memungkinkan terjadinya complete chest recoil atau pengembangan dada seperti semula setelah kompresi, sehingga chest compression time sama dengan waktu relaxation/recoil time.

c. Airway

Pastikan jalan napas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat bernapas. Hati-hatilah dalam memengang bayi sehingga Anda tidak

mendongakkan kepala bayi dengan berlebihan. Leher bayi masih terlalu lunak sehingga dongakan yang kuat justru bisa menutup saluran pernapasan. Bersihkan jalan napas

Amati suara napas dan pergerakan dinding dada Cek dan bersihkan dengan menyisir rongga mulut dengan jari, bisa dilapisi dengan kasa untuk menyerap cairan.

Membuka jalan napas

Secara perlahan angkat dahi dan dagu pasien (Head tilt & Chin lift) untuk buka jalan napas atau jaw trust

Ambil benda apa saja yang telihat Pada bayi, posisi kepala harus normal

Cek tanda kehidupan: respon dan suara napas Jangan mendongakkan dahi secara berlebihan, secukupnya untuk membuka jalan napas, karena bisa berakibat cedera leher.

AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk : Gunakan head tilt-chin lift untuk membuka jalan napas pada pasien tanpa ada trauma kepala dan leher. Sekitar 0,12-3,7% mengalami cedera spinal dan risiko cedera spinal meningkat jika pasien mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS <8 Gunakan jaw thrust jika suspek cedera servikal Pasien suspek cedera spinal lebih diutamakan dilakukan restriksi manual (menempatkan 1 tangan di ditiap sisi kepala pasien) daripada menggunakan spinal immobilization devices karena dapat mengganggu jalan napas tapi alat ini bermanfaat mempertahankan kesejajaran spinal selama transportasi.

d. Breathing Pada bayi yang tidak bernapas, jangan mencoba menjepit hidungnya. Tutupi mulut dan hidungnya dengan mulut Anda lalu hembuskan dengan perlahan (1 hingga 1,5 detik/napas) dengan menggunakan volume yang cukup untuk membuat dadanya mengembang. Pada anak kecil, jepit hidungnya, tutupi mulutnya, dan berikan hembusan seperti pada bayi. Jika pasien bernapas Gulingkan ke arah recovery position Observasi secara regular

Jika tidak bernapas Berikan 2 x napas buatan Mulut ke mulut/hidung Tutup hidung pasien

Tiup ke dalam mulut pasien sekitar 1 detik Lihat adanya pengembangan dada pada tiap tiupan Beri tiupan yang kedua Bila melalui hidung, mulut pasien harus ditutup

Pada orang dewasa, evaluasi dilakukan setelah RJP selesai 5 siklus dengan mengecek nadi karotis. Pada anak (1-8 tahun) dan bayi (<1 tahun) dilakukan evaluasi setelah 3 siklus RJP, yaitu dengan memeriksa denyut nadi. Pada bayi, untuk menentukan ada atau tidaknya denyut nadi adalah dengan meraba nadi brachialis. Pemeriksaan denyut pada anak kecil sama dengan orang dewasa yaitu memeriksa nadi karotis. RJP dihentikan apabila: pernapasan normal ada tanda kematian keadaan menjadi tidak aman bagi penolong Penolong lelah

3. Compression Only CPR Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa, melakukan suatu tindakan lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa sama sekali. Langkah-langkah yang dilakukan pada Compression Only CPR sama dengan saat memberikan RJP konvensional tetapi hanya dilakukan sapai tahap kompresi tanpa memberikan rescue breathing atau ventilasi. Langkah-langkahnya yaitu: a. Response Pastikan situasi dan keadaan pasien dengan memanggil nama/sebutan yang umum dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu dengan mantap. Prosedur ini disebut sebagai teknik touch and talk. Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien tidak sadar. b. Jika orang tersebut tidak merespon, hubungi nomor darurat lokal (911/118)

c. Periksa nadi karotis dan breathing pasien selama 10 detik. Apabila tidak ada nadi dan pernapasan lakukan kompresi. d. Berikan penekanan atau kompresi dada terus menerus sampai bantuan medis datang. Kompresi dilakukan dengan memberikan penekanan dada terus menerus untuk orang dewasa atau remaja (100x/menit). Compression Only CPR tidak dianjurkan untuk anak-anak atau bayi.

Anonym.

2010.

Compression

Only

CPR.

(online),

(http://www.redcrossadams.org/compression_only_cpr.htm, diakses 7 Desember 2012) Maranu, Charlie. 2012. Henti Jantung dan Henti Napas Pada bayi dan Anak, (online). (http://cmaranu.blogspot.com/2012/05/henti-jantung-henti-napas-pada-bayi.html, Desember 2012) Mabdythama. 2012. RJP Pada Anak, (online). (http://id.scribd.com/doc/80170531/RJP-padaanak, diakses 6 Desember 2012) Anonim. 2012. Resusitasi Jantung paru Pada bayi, Anak, dan Dewasa, (online). (http://thefuturisticlovers.wordpress.com/2012/03/18/kgd-i-resusitasi-jantung-paru-pada-bayianak-dan-dewasa/, diakses 6 Desember 2012) diakses 6

You might also like