You are on page 1of 7

pemeriksaan bayi

BAB I PENDAHULUAN Tiga metode dasar untuk menguji ketajaman resolusi pada bayi adalah sebagai berikut. Pertama, melihat mana yang lebih disukai tergantung kebiasaan melihat saat mengenali stimulus berpola. Kedua, bangkitan nistagmus optokinetik. Saat bayi melihat drum bergaris berputar dari kiri ke kanan, matanya mengikuti putaran drum bergaris tersebut secara lambat dari kiri ke kanan juga. Ketika garis menjadi objek fiksasinya yang tadi di kiri sekarang menjadi di kanan lalu hilang, matanya bergerak secara cepat kembali ke kiri untuk memfiksasi objek garis yang baru. Ketiga adalah dengan mengukur visual evoked potential (VEP) yang merupakan suatu sinyal listrik yang dibangkitkan oleh korteks visual Sebagai respon terhadap stimulasi retina baik dengan cahaya senter atau pola papan catur. Respon terhadap stimulus tersebut direkam. VEP terutama sebagai metode menilai fungsi makula karena korteks visual menggambarkan penglihatan area makula. VEP juga menggambarkan proses akhir penglihatan, sehingga bisa merefleksikan abnormalitas dimanapun pada retina sampai ke korteks. Penggunaan klinis VEP antara lain untuk konfirmasi diagnosis neuropati dan penyakit demyelinisasi, menilai kesalahan proyeksi serabut N II seperti pada albinisme, menilai ketajaman penglihatan pada bayi dan anak yang belum bisa membaca dengan memakai stimulus pola garis yang makin halus, mendeteksilokasi defek lapang pandang dengan membandingkan respon terhadap stimuli dengan lokasi yang berbeda, mengevaluasi potensial ketajaman penglihatan pada subjek dengan opasitas lensa, dan untuk mendeteksi kepurapuraan atau malingering

BAB II PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI Kelainan refraksi dapat dicurigai misalnya berdasarkan kebiasaan cara menonton TV, posisi duduk saat belajar di kelas, dan membaca terlalu dekat. Apabila disertai posisi agak miring, maka kemungkinan ada kelainan makula atau ada strabismus. Apabila anak sudah bisa diperiksa dengan kacamata maka pemeriksaan akan lebih mudah dengan menggunakan metode coba-coba, secara subjektif. Untuk mengetahui secara pasti refraksi pada anak sebaiknya dilakukan pemeriksaan dengan streak retinoscopy. Dalam pemeriksaan ini mata anak atau bayi sebelumnya ditetesi midriatika untuk melebarkan pupil dan melumpuhkan otot silier sehingga tidak dipengaruhi faktor akomodasi.

Visus bayi Pemeriksaan refraksi menjadi sangat penting apabila ternyata bayi atau anak mengalami strabismus, dengan demikian bayi akan sulit diperiksa. Untuk pemeriksaan seperti ini sebaiknya dilakukan anestesia umum, sehingga pemeriksaan fundus, retinoskopi, serta tonometri bisa sekaligus dilakukan. Metode kuantitatif untuk menguji ketajaman visual mencakup pengukuran ketajaman deteksi, ketajaman resolusi, dan ketajaman pengenalan. Semua pemeriksaan dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu. Ketajaman deteksi mendeteksi adanya stimulus terhadap latar belakang standar (uji Bock Candy Bead), sedangkan ketajaman resolusi mengukur kemampuan membedakan pola hitam dan putih secara tipikal. Tiga metode dasar untuk menguji ketajaman resolusi pada bayi adalah sebagai berikut. Pertama, melihat mana yang lebih disukai tergantung kebiasaan melihat saat mengenali stimulus berpola. Kedua, bangkitan nistagmus optokinetik. Saat bayi melihat drum bergaris berputar dari kiri ke kanan, matanya mengikuti putaran drum bergaris tersebut secara lambat dari kiri ke kanan juga. Ketika garis menjadi objek fiksasinya yang tadi di kiri sekarang menjadi di kanan lalu hilang, matanya bergerak secara cepat kembali ke kiri untuk memfiksasi objek garis yang baru. Ketiga adalah dengan mengukur visual evoked potential (VEP) yang merupakan suatu sinyal listrik yang dibangkitkan oleh korteks visual sebagai respon terhadap stimulasi retina baik dengan cahaya senter atau pola papan catur. Respon terhadap stimulus tersebut direkam. VEP terutama sebagai metode menilai fungsi

makula karena korteks visual menggambarkan penglihatan area makula. VEP juga menggambarkan proses akhir penglihatan, sehingga bisa merefleksikan abnormalitas dimanapun pada retina sampai ke korteks. Penggunaan klinis VEP antara lain untuk konfirmasi diagnosis neuropati dan penyakit demyelinisasi, menilai kesalahan proyeksi serabut N II seperti pada albinisme, menilai ketajaman penglihatan pada bayi dan anak yang belum bisa membaca dengan memakai stimulus pola garis yang makin halus, mendeteksilokasi defek lapang pandang dengan membandingkan respon terhadap stimuli dengan lokasi yang berbeda, mengevaluasi potensial ketajaman penglihatan pada subjek dengan opasitas lensa, dan untuk mendeteksi kepurapuraan atau malingering.

2.1 Cara Pemeriksaan 2.1.1 Bayi Baru Lahir Sampai Umur 2 Bulan Pemeriksaan pada usia ini biasa dilakukan dengan objek yang menarik misalnya lampu senter. Pada bayi baru lahir hanya bisa membedakan gelap dan terang. Kalau pada saat disinari lampu senter, bayi memejamkan matanya, berarti visusnya baik. Selain itu pemeriksaan bisa juga dilakukan dengan mainan dengan warna yang mencolok dan bersuara. Pada bayi umur 2 bulan matanya diarahkan pada mainan. Untuk memancing perhatiannya bisa disertai suara. Ketika matanya sudah terfokus pada mainan, hilangkan suaranya. Lalu mainan digerakkan pelanpelan. Jika mata bayi masih bisa mengikuti gerakan mainan, berarti visusnya baik. Selain itu bisa juga dengan uji tutup mata untuk gangguan mata unilateral. Apabila mata yang penglihatannya lebih buruk ditutup, bayi biasanya akan tenang saja. Namun apabila mata yang sehat yang ditutup, maka bayi akan rewel.

2.2 Penilaian Fungsi Visual Penilaian fungsi visual selain visus juga mencakup lapang pandangan, penglihatan warna, serta pengujian fungsi retina secara elektrofisiologik. Lapang pandangan digambarkan sebagai sebuah pulau penglihatan yang dikelilingi oleh suatu lautan kegelapan. Normalnya adalah 50 superior, 60 nasal, 70 inferior, 90 temporal. Ada suatu titik gelap 15 sebelah temporal fiksasi yang disebut bintik buta.

Ada 3 populasi sel konus retina dengan sensitivitas yang spesifik yaitu biru (tritan) 414424 nm, hijau (deutan) 522-539 nm, dan merah (protan) 549-570 nm. Penglihatan normal membutuhkan ketiga jenis sel ini untuk melihat suatu spektrum warna. Kalau ada defisiensi misalnya kekurangan sel konus merah, maka disebut protonomali; dan jika absen sama sekali disebut protonopsia. Tes penglihatan warna bisa dimulai pada usia 8-12 tahun. Uji penglihatan warna diantaranya uji Ishihara, terutama untuk penapisan defek protan dan deutran kongenital. Uji City university, dimana ada 10 plat, tiap plat ada 1 bulatan warna sentral dikelilingi 4 bulatan warna perifer. Subjek disuruh mencocokkan mana diantara 4 warna perifer yang paling menyerupai warna sentral. Uji-uji yang lain adalah uji Hardy-Rand-Ritler, sama seperti Ishihara, tapi bisa mendeteksi ketiga defek kongenital. Dengan alat elektroretinogram (ERG). Elektroretinogram menghasilkan suatu rekaman potensial aksi yang diproduksi retina ketika distimuli dengan cahaya dengan intensitas adekuat. 2.3 Penilaian Gerakan Penilaian gerakan bisa dilakukan dengan uji tutup (cover test). Intinya pemeriksaan ini masih merupakan penilaian deviasi yang paling akurat. Uji ini bisa membedakan tropia dengan foria, menilai derajat kontrol suatu deviasi, dan melihat kekuatan fiksasi pada tiap mata. Tes ini berdasarkan kemampuan pasien untuk memfiksasi, jadi syaratnya pasien harus kooperatif.Selain itu pemeriksaan juga bisa diarahkan pada posisi kardinal tatapan. Ada 6 posisi kardinal tatapan: (1) dextroversi, akibat aksi m.rektus lateral dextra dan m.rektus medial sinistra; (2) levoversi, akibat aksi m.rektus lateral sinistra dan m.rektus medial dextra; (3) dextroelevasi, akibat aksi m.rektus superior dextra dan m.oblik inferior sinistra; (4) levoelevasi, akibat aksi m.rektus superior sinistra dan m.oblik inferior dextra; (5) dextrodepresi akibat aksi m.rektus inferior dextra dan m.oblik superior sinistra; serta (6) levodepresi, akibat aksi m.rektus inferior sinistra dan m.oblik superior dextra. Pemeriksaan versi dan duksi juga bisa dilakukan untuk menilai gerakan. Duksi adalah rotasi monokular pada mata (adduksi, abduksi, elevasi, depresi, intorsi, dan extorsi). Versi adalah konjugasi gerakan mata binokular (kedua mata melirik bersamaan).

2.4 Pemeriksaan Segmen anterior Pemeriksaan segmen anterior meliputi pemeriksaan kelopak mata, bulu mata, kornea, bilik mata depan, iris dan pupil, dan lensa. Alat-alat yang bisa digunakan antara lain senter, kaca pembesar. Untuk mengetahui secara lebih rinci dapat menggunakan slit lamp. Slit lamp yang

dipakai bisa yang tegak apabila anak sudah kooperatif atau dengan flying baby (anak diangkat ibunya). Bisa juga dengan menggunakan hand slit lamp.

2.5 Pemeriksaan Refraksi Pada Bayi Kelainan refraksi dapat dicurigai dari kebiasaan cara melihat televisi (suka nonton dalam jarak dekat), saat belajar di sekolah (biasanya anak suka duduk di depan, karena tidak jelas kalau duduk di belakang), membaca terlalu dekat, dan posisi agak miring (kelainan makula atau strabismus). Anak yang mempunyai pusat fiksasi penglihatan di luar fovea sentralis akan selalu berusaha mensejajarkan posisi aksis visual atau menjatuhkan fokus sinar di bagian retina yang berfungsi sebagai fovea dengan cara memiringkan kepalanya. Fiksasi eksentrik timbul karena mata secara terus-menerus menggunakan area ekstrafovea untuk memfiksasi suatu objek. Fiksasi jenis ini dapat diperiksa dengan visuskop atau refleks pada kornea. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan metode lubang jarum (pinhole) cukup sederhana dan bermanfaat. Bila ditemukan perbaikan dengan pemeriksaan ini, berarti ada kelainan refraksi. Untuk mengetahui status refraksi secara pasti bisa dilakukan dengan pemeriksaan streak retinoscopy.

2.6 Pemeriksaan Refraksi Objektif Refraksionometer Refraksionometer merupakan alat pengukur anomali refraksi mata. Refraksionometer juga disebut sebagai refraktor automatik yang dikenal masyarakat sebagai alat komputer pemeriksaan kelainan refraksi. Alat yang diharapkan dapat mengukur dengan tepat dan cepat kelainan refraksi mata, namun alat ini kurang bermanfaat pada anak atau pada orang dewasa dengan penyakit segmen anterior yang cukup berat. Retinoskopi Pemeriksaan yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif untuk pemeriksaan refraksi biasa. Retinoskop merupakan alat untuk melakukan retinoskopi, guna menentukan kelainan refraksi seseorang secar obyektif.

Retinoskop sinarnya dimasukkan ke dalam mata atau pupil pasien. Pada keadaan ini terlihat pantulan sinar dari dalam mata. Dilakukan netralisasi seperti mata kucing ini dengan penambahan lensa di depan mata pasien. Dengan lensa S +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus, bila berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement) dikoreksi dengan lensa sferis negatif, sedangkan bila searah dengan gerakan retinoskop (with movement) dikoreksi dengan lensa sferis positif. Meridian yang netral lebih dulu adalah komponen sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan lensa silinder positif sampai tercapai netralisasi. Hasil akhirnya dilakukan transposisi. Dikenal 2 cara retinoskopi : a. Spot retinoscopy, retinoskopi dengan memakai berkas sinar yang dapat difokuskan. b. Streak retinoscopy, retinoskopi dengan memakai berkas sinar dengan bentuk celah atau slit. Terdapat teknik retinoscopy untuk mendapatkan hasil obyektif, seperti : Retinoskopi Dinamik (dynamic retinoscopy) Retinoskopi dilakukan sementara pasien berakomodasi dan berfiksasi pada benda dekat. Pemeriksaan ini terutama untuk nilai akomodasi dekat. Retinoskopi Statik (static retinoscopy) Retinoskopi yang dilakukan dengan melumpuhkan terlebih dahulu akomodasi.

BAB III PENUTUP Ada 3 populasi sel konus retina dengan sensitivitas yang spesifik yaitu biru (tritan) 414424 nm, hijau (deutan) 522-539 nm, dan merah (protan) 549-570 nm. Penglihatan normal membutuhkan ketiga jenis sel ini untuk melihat suatu spektrum warna. Kalau ada defisiensi misalnya kekurangan sel konus merah, maka disebut protonomali; dan jika absen sama sekali disebut protonopsia. Tes penglihatan warna bisa dimulai pada usia 8-12 tahun. Uji penglihatan warna diantaranya uji Ishihara, terutama untuk penapisan defek protan dan deutran kongenital. Uji City university, dimana ada 10 plat, tiap plat ada 1 bulatan warna sentral dikelilingi 4 bulatan warna perifer. Subjek disuruh mencocokkan mana diantara 4 warna perifer yang paling menyerupai warna sentral. Uji-uji yang lain adalah uji Hardy-Rand-Ritler, sama seperti Ishihara, tapi bisa mendeteksi ketiga defek kongenital. Meridian yang netral lebih dulu adalah komponen sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan lensa silinder positif sampai tercapai netralisasi. Hasil akhirnya dilakukan transposisi. Dikenal 2 cara retinoskopi : a. Spot retinoscopy, retinoskopi dengan memakai berkas sinar yang dapat difokuskan. b. Streak retinoscopy, retinoskopi dengan memakai berkas sinar dengan bentuk celah atau slit.

You might also like