You are on page 1of 43

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


IDENTITAS Nama Lengkap Tanggal lahir Agama Pendidikan Alamat Kunjungan RS tanggal Nama : Tn. M Umur : 50 tahun : Tn. M

NO.RM : --

Ruang Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Status Jam : 11.00 wib

: Poli Klinik : Laki-laki : 50 tahun : karyawan : Kawin

: Sleman, 05-07-1962 : Islam : SMA : 01-11-2012

: Sidoarum, Godean, Sleman, DIY

ANAMNESIS Pasien laki-laki usia 50 tahun datang ke poliklinik saraf karena obat habis dan pasien ingin kontrol. Pasien mengaku menderita kejang pertama kali tahun 2002. Kejang muncul lagi pada tahun 2009 dan 2012. Kejang yang dirasakan berupa kekakuan otot tangan sebelah kiri, tidak ada keluhan di anggota tubuh lain. Pasien merasa sadar saat terjadinya kejang dan pasien sempat berteriak minta bantuan. Kejang muncul tiba-tiba ketika beliau sedang duduk di depan komputer. Pasien sadar penuh sebelum, sedang berlangsung dan setelah berlangsungnya kejang. Pasien rutin minum obat-obatan anti kejang dari dokter. Menurut pengakuan pasien, keluhan kambuh disaat beliau bekerja. Pada saat ini pasien tidak mengeluhkan rasa pusing/nyeri kepala, lemas, kesemutan/kelemahan tungkai disangkal. Pasien riwayat stoke iskemik thn 2001 dan stroke hemoragik thn 2009, riwayat CKR thn 2004 (GCS 15). Pasien tidak mempunyai keluhan serupa dimasa kecil ataupun remaja. Pasien riwayat kadar asam urat tinggi dan menyangkal adanya riwayat hipertensi dan DM. Pasien menyangkal adanya riwayat keluarga yang mempunyai keluhan serupa, riwayat hipertensi dan DM disangkal. Riwayat personal sosial, pasien bekerja sebagai karyawan swasta di bagian teknologi komputer. Pasien adalah tipe orang pekerja keras, beliau suka bekerja hingga larut malam, bahkan pekerjaan kantor sering dibawa pulang ke rumah. Hal tersebut menyebabkan beliau kurang istirahat/tidur.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Suhu : sedang : compos mentis : 110/ 70 mmHg : 84 kali permenit : 36.5

PEMERIKSAAN REGIONAL Kepala : dalam batas normal Mata Hidung Mulut Telinga : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Torax Jantung Paru-paru Abdomen

: dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Eksteremitas : kekuatan otot normal

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS 1. Tanda-tanda perangsangan meningens Kaku kuduk (-) Brudzinski 1/II (-)

2. Nervus cranialis n. I tidak di temukan kelainan n. II : - visus : tidak di periksa - lihat warna : tidak diperiksa - funduskopi : tidak diperiksa n. III , IV, dan VI - sikap bola mata : tidak diperiksa 2

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


- ptosis (-) - strabismus (-) - Eksoptalmus (-) - Endopthalmus (-) - Diplopia (-) - pergerakan bola mata : kesegala arah baik -pupil : bulat , isokor - reflek cahaya : +/+ n. V buka tutup mata gerakan rahang reflek kornea reflek maseter n.VII - normal n. VIII - nystagmus -/n. IX, X, XI,XII tidak di periksa 3. Motorik Normal dengan kekuatan motorik 5 4. Fisiologis : normal : normal : tidak diperiksa : tidak diperiksa

NO.RM : --

Bisep / triseps/ patella Achilles : +/+ normal 5. Refleks patologis Hoffman, Tromner -/Babinski -/-

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT-SCAN 30 Maret 2001-post ICH Tampak lesi hiperdens HU 6 di daerah lobus parietal kanan ukuran 72,6 x 30,8 mm (slice 7-9), dengan perifokal edema. Tampak lesi hiperdens di dalam ventrikel kanan dan kiri. Kesan : haemorhagia parietal kanan dengan fokal edema dan haemorhagia intraventrikuler.

EEG 12 Januari 2002-obs konvulsi post stroke Tampak regular, simetris, voltase sedang, irama dasar alfa. Pada rekaman tidak tampak adanya gelombang patologis. Kesimpulan : rekaman EEG normal

CT-SCAN 1 Maret 2003 Lesi: hiperdens pada ventrikel (-), lesi hiperdens pada lobus parietal kanan (-). Di daerah tersebut tampak gambaran hipodens HU 29 (slice 7-10), falk cerebri tidak bergeser. Kesan : chronic hematom lobus parietal kanan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

EEG 11 September 2003 Rekaman EEG kualitatif : irama dasar alfa, simetris, regular, dijumpai gelombang sharp yang difus di hampir semua tempat. Voltase rendah-sedang.

Brain mapping: voltase elektrik otak : 0,2-7,6 v. Power absolute : di dominasi oleh gelombang alfa. Tampak gambaran asimetris hemisferium. Kesimpulan : abnormal dengan adanya gelombang iritatif yang difus

CT-SCAN 5 mei 2004 post KLL Tampak lesi hipodens HU 29 peri ventrikuler lateralis kanan pada lobus parietal kanan (slice 8-10), sistema dalam batas normal, system ventrikel simetri, relatif melebar, falk cerebri tidak bergeser. Kesan : infark lobus parietal kanan bagian anterior/periventrikuler

CT-SCAN 5 Juli 2012 Tanpa kontras, potongan aksial SE//OML Tampak lesi hypodens di lobus frontoparietalis dextra ( pericornu anterior ventrikel lateralis dextra ) ( HU: 20,5 : Slice 7-10). Gyri sulci tak prominent. Sistema ventrikel tak menyempit atau melebar, struktur mediana di tengah. Kesan : infark cerebri di pericornu anterior lobus frontoparietalis dextra.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

DIAGNOSIS 1. Diagnosis klinis : Kejang pada tangan kiri tanpa penurunan kesadaran

2. Diagnosis topis Infark cerebri di pericornu anterior lobus frontoparietalis dextra

3. Diagnosis etiologi Parsial Epilepsy et causa stroke non hemorhagic

4. Diagnosis banding Parsial epilepsy et causa cidera kepala berat

PENATALAKSANAAN

Phenytoin capsul 2x100 mg Farmasal tablet 1x1

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh bermacam etiologi. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut. ETIOLOGI Etiologi epilepsi dapat dibagi menjadi : 1. 2. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik. Kriptogenik : dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum diketahui. 3. Simptomatik : disebabkan oleh kelainan atau lesi susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, gangguan peredaran darah otak, toksik, metabolik, kelainan neuro-degeneratif. PATOFISIOLOGI Kejang epilepsi (serangan epilepsi, epileptic fit) dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan, spontan, dan sinkron sehingga menyebabkan aktivasi fungsi motorik (kejang), sensorik (kesan sensorik), otonom (salivasi), atau fungsi kognitif (kognitif, emosional) secara lokal atau umum. Kejang epilepsi dapat bersifat lokal misal di gyrus precentralis kiri dengan neuron di daerah tersebut yang mengatur kaki kanan (kejang parsial). Kejang dapat menyebar dari tempat tersebut ke seluruh gyrus precentralis (epilepsi Jacksonian). Seperti contoh ini, kram klonik dapat menyebar dari kaki kanan ke seluruh tubuh bagian kanan (gerakan motorik Jacksonian) tanpa pasien kehilangan kesadaran. Namun, jika kejang menyebar ke sisi tubuh lainnya, pasien akan kehilangan kesadaran (kejang parsial dengan generalisasi sekunder). Kejang umum primer selalu disertai hilangnya kesadaran. Kejang tertentu (absens) dapat juga hanya menyebabkan kehilangan kesadaran yang terisolasi. 1

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

Fenomena pemicunya adalah depolarisasi paroksismal pada neuron tunggal (pergeseran depolarisasi paroksismal). Hal ini disebabkan oleh pengaktifan kanal Ca2+. Ca2+ yang masuk mula-mula akan membuka kanal kation yang tidak spesifik sehingga menyebabkan depolarisasi yang berlebihan, yang akan terhenti oleh pembukaan kanal K+ dan Cl- yang diaktivasi oleh Ca2+. Kejang epilepsi terjadi jika jumlah neuron yang terangsang terdapat dalam jumlah yang cukup. Penyebab atau faktor yang memudahkan terjadinya epilepsi adalah kelainan genetik, malformasi otak, trauma otak (jaringan parut di sel glia), tumor, perdarahan, atau abses. Kejang juga dapat dipicu oleh keracunan (alkohol), inflamasi, demam, pembengkakan sel atau pengerutan sel, hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, kurang tidur, iskemia atau hipoksia, dan perangsangan berulang. Perangsangan neuron atau penyebaran rangsangan ke neuron sekitarnya ditingkatkan oleh sejumlah mekanisme selular. Dendrit sel piramidal mengandung kanal Ca2+ yang akan membuka pada saat depolarisasi sehingga meningkatkan depolarisasi. Pada lesi neuron, akan lebih banyak kanal Ca2+ yang diekspresikan. Kanal Ca2+ dihambat oleh Mg2+, sedangkan hipomagnesemia akan meningkatkan aktivitas kanal ini. Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan mengurangi refluks K+ melalui kanal K+. Hal ini berarti K+ memounyai efek depolarisasi, dan karena itu pada saat yang bersamaan meningkatkan pengaktifan kanal Ca2+. Dendrit sel piramidal juga didepolarisasi oleh glutamat dari sinaps eksitatorik. Glutamat bekerja pada kanal kation yang tidak permeabel terhadap Ca2+ (kanal AMPA) dan kanal yang permeabel terhadap Ca2+ (kanal NMDA). Kanal NMDA normalnya dihambat oleh Mg2+. Akan tetapi, depolarisasi yang dipicu oleh pengaktifan kanal AMPA akan menghilangkan penghambatan Mg2+ (kerja sama dari kedua kanal). Jadi defisiensi Mg2+ dan depolarisasi memudahkan pengaktifan kanal NMDA. Potensial membran neuron normalnya dipertahankan oleh kanal K+. Syarat untuk hal ini adalah gradien K+ yang melewati membran sel harus adekuat. Gradien ini dihasilkan oleh Na+/K+ ATPase. Kekurangan energi (kurang O2 atau hipoglikemia) akan menghambat Na+/K+ ATPase sehingga memudahkan depolarisasi sel. Depolarisasi normalnya dikurangi oleh neuron inhibitorik yang mengaktifkan kanal K+ dan atau Cl- diantaranya memlalui GABA. GABA dihasilkan oleh glutamat dekarboksilase, yakni enzim yang membutuhkan piridoksin (vitamin B6) sebagai kofaktor. Defisiensi vitamin B6 (kelainan genetik) memudahkan terjadinya epilepsi. Hiperpolarisasi neuron talamus dapat

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


absens. KLASIFIKASI

NO.RM : --

meningkatkan kesiapan kanal Ca2+ tipe-T untuk diaktifkan sehingga memudahkan serangan

Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi. Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi 1. Bangkitan parsial a. Bangkitan parsial sederhana i. ii. iii. iv. b. Motorik Sensorik Otonom Psikis Bangkitan parsial kompleks i. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran ii. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan c. i. ii. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik iii. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik 2. Bangkitan Umum a. Lena (absens) b. Mioklonik c. Klonik 3

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


d. Tonik e. Tonik-klonik f. Atonik 3. Tak tergolongkan

NO.RM : --

Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi 1. Berkaitan dengan lokasi kelainan (localized realted) a. Idiopatik (primer) i. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal ii. iii. Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal di daerah oksipital Epilepsi membaca primer

b. Simtomatik (sekunder) i. Epilepsi parsial kontinua yang kronik pada anak-anak ii. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan (kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, obat-obatan, epilepsi refleks, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca) iii. iv. v. vi. Epilepsi lobus temporal Epilepsi lobus frontal Epilepsi lobus parietal Epilepsi lobus oksipital

c. Kriptogenik 2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan usia a. Idiopatik (primer) i. Kejang neonatus familial benigna 4

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


ii. iii. iv. v. vi. vii. viii. ix. Kejang neonatus benigna

NO.RM : --

Kejang epilepsi mioklonik pada bayi Epilepsi lena pada anak Epilepsi lena pada remaja Epilepsi mioklonik pada remaja Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga Epilepsi umum idioptaik lain yang tidak termasuk salah satu di atas Epilepsi tonik-klonik yang dipresispitasi dengan aktivasi tertentu

b. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia i. ii. iii. iv. Sindrom West Sindrom lennox-gastaut Epilepsi mioklonik astatik Epilepsi lena mioklonik

c. Simtomatik i. Etiologi non spesifik 1. Ensefalopati mioklonik dini 2. Ensefalopati pada infantil dini dengan burst supression 3. Ensefalopati simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas ii. Sindrom spesifik Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain 3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum a. Bangkitan umum dan fokal i. Bangkitan nenonatal 5

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


ii. iii. iv. v. Epilepsi mioklonik berat pada bayi

NO.RM : --

Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam Epilepsi afasia yang didapat (sindrom Landau-Kleffner) Epilepsi yang tidak terklasifikasikan selain yang di atas

b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum 4. Sindrom khusus: bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu a. Kejang demam b. Bangkitan kejang/ status epileptikus yang timbul hanya sekali c. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut. Atau toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemia non ketotik d. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik) DIAGNOSIS Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut. 1. Anamnesis a. Pola/bentuk bangkitan b. Lama bangkitan c. Gejala sebelum, selama dan pascabangkitan d. Frekuensi bangkitan e. Faktor pencetus f. Ada/tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang g. Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama 6

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

h. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/ anak i. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga 2. Pemeriksaan Fisik umum dan neurologik Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang dan kanker. 3. Pemeriksaan Penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi a. Pemeriksaan EEG i. Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur, dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks) ii. Kelainan epileptiform EEG interiktal (di luar bangkitan) pada orang dewasa dapar ditemukan sebesar 29-38%; pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77% iii. Bila EEG pertama normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya kurangi tidur, atau dengan menghentikan obat anti epilepsi (OAE) iv. Indikasi pemeriksaan EEG 1. Membantu menegakkan diagnosis epilepsi 2. Menentukan prognosis pada kasus tertentu 3. Pertimbangan dalam penghentian OAE 4. Membantu dalam menentukan letak fokus 5. Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan sebelumnya

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

b. Pemeriksaan pencitraan otak, dengan indikasi : i. ii. iii. iv. v. vi. c. i. Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural Adanya perubahan bentuk bangkitan Terdapat defisit neurologik fokal Epilepsi dengan bangkitan parsial Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun Untuk persiapan tindakan pembedahan epilepsi Magnetic Resonance Imaging Merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan ii. Dapat mendeteksi sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa iii. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan d. Pemeriksaan laboratorium 1. Darah : hemoglobin, hematokrit, trombosit, apus darah tepi, elektrolit, kadar gula darah, fungsi hati, ureum, kreatinin, dan lainnya sesuai indikasi 2. Cairan serebrospinal : bila curiga ada infeksi SSP 3. Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi misalnya kelainan metabolik bawaan. DIAGNOSIS BANDING 1. Sinkope Sinkope adalah keadaan kehilangan kesadaran sepintas akibat kekurangan aliran darah ke dalam otak dan anoksia. Sebabnya adalah tensi darah yang menurun mendadak biasanya saat penderita sedang berdiri. Pada fase permulaan, penderita 8

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

menjadi gelisah, tampak pucat, berkeringat, merasa pusing, pandangan mengelam. Kesadaran menurun secara berangsur, nadi melamah, tekanan darah rendah. Dengan dibaringkan horizontal penderita segera membaik. 2. Gangguan jantung Gangguan fungsi dan irama jantung dapat timbul dalam serangan-serangan yang mungkin timbul dalam serangan-serangan yang mungkin pula mengakibatkan pingsan. Keadaan ini biasanya terjadi pada penderita-penderita jantung 3. Gangguan sepintas peredaran darah otak Gangguan sepintas peredaran darah dalam batang otak dengan macam-macam sebab dapat mengakibatkan timbulnya serangan pingsan. Pada keadaan ini dijumpai kelainan-kelainan neurologis seperti diplopia, disartria, ataksia dan lain-lain. 4. Hipoglikemia Hipoglikemia didahului rasa lapar, berkeringat, palpitasi, tremor, mulut kering. Kesadaran dapat menurun perlahan. 5. Histeria Kejang fungsional atau psikologis sering terdapat pada wanita 7-15 tahun. Serangan biasanya terjadi di hadapan orang-orang yang hadir karena ingin menarik perhatian. Jarang terjadi luka-luka akibat jatuh, mengompol, atau perubahan pasca serangan seperti terdapat pada epilepsi. Gerakan-gerakan yang terjadi menyerupai kejang tonik klonik, tetaapi bisa menyerupai sindroma hiperventilasi. Timbulnya serangan sering berhubungan dengan stress. 6. Paralisis tidur Biasanya terjadi kejang menjelang tidur atau bangun dan sering didahului halusinasi visual dan auditoris. Serangan ini sering merekrutkan penderita karena ia dapat bernafas, menggerakkan mata, namun tidak dapat bergerak. Sentuhan ringan atau rangsangan auditoris dapat mengakhiri paralisis tersebut yang biasanya berlangsung hanya beberapa detik.

TERAPI Prinsip terapi farmakologi : 9

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


OAE mulai diberikan bila : o Diagnosis epilepsi sudah dipastikan

NO.RM : --

o Terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun o Setelah pasien dan/atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan o Pasien dan/atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif Bila dengan pemberian dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, di tambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila : o o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi

dengan bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis. o o o Herpes Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya Kerusakan otak

10

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


o o o

NO.RM : --

Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orangtua) Riwayat bangkitan simtomatik Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko tinggi seperti JME (Juvenile

Myoclonic Epilepsy) o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke,

infeksi SSP o Bangkitan pertama berupa status epileptikus

Efek samping OAE perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi farmakokinetik antar OAE

Obat-obatan OAE Obat generasi pertama Phenytoin Phenytoin adalah salah satu obat yang biasa digunakan untuk terapi anti kejang. Phenitoin sering dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang tonik klonik (grand mal) dan status epileptikus. Phenitoin bekerja dengan menekan aktivitas listrik pada sel saraf otak. Obat ini saat pertama kali digunakan dapat secara oral atau intravena. Bentuk oral obat ini memiliki manfaat yang baik untuk terapi dosis tunggal per hari. Tingkat penggunaan phenitoin harus diawasi dengan pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah lengkap. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 10-20 mg/L. Efek samping dari penggunaan phenitoin adalah: Anemia Pertumbuhan rambut yang berlebihan Letargi Hyperplasia gusi

11

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

Neuropati jika digunakan dalam jangka waktu lama

Carbamazepin Obat ini biasa diresepkan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik klonik 9grand mal). Obat ini bekerja dengan mekanisme yang kurang dapat dimengerti. Dalam bentuk oral, carbamazepin dapat diminum 2 sampai 3 kali. Tingkat penggunaan karbamazepin harus diawasi. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 8-12mg/L. pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan secara rutin. Efek samping dari karbamazepin dapat menyebabkan rasa mengantuk, mual, anemia, neutropenia. Phenorbital Obat ini digunakan untuk terapi kedua jenis kejang yaitu kejang umum dan kejang parsial.obat ini juga digunakan pada protocol setelah penggunaan phenitoin pada status epileptikus pada bayi yang menderita epilepsy. Obat ini dapat digunakan dalam bentuk oral atau intravena. Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 15-40 mg/L. pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan secara rutin. Efek samping dari phenorbital adalah mengantuk, kerusakan kognitif dan menyebabkan mudah marah. Valproat Obat ini digunakan untuk terapi kejang parsial, kejang tonik klonik (grand mal), kejang absence (petit mal) dan kejang myoklonik. Obat ini juga diakui dapat mencegah sakit kepala migren. Mekanisme aksi dari obat ini berhubungan dengan substansi otak yang disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Obat ini dapat digunakan dalam bentuk oral dan harus diminum 2 sampai 3 kali sehari untuk mendapatkan dosis yang adekuat. Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi, seperti pada pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah. Efek samping dari obat ini adalah kerusakan hati (hepatotoksik) mual, penambahan berat badan, alopesia dan tremor. Ethosuximide 12

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

Obat ini digunakan untuk terapi kejang absence (petit mal). Obat ini bekerja dengan menekan aktivitas sel otak yang berhubungna dengan hilangnya kesadaran. Obat ini diberikan secara oral, dapat berbentuk tablet atau syrup. Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi untuk memastikan dosis terapi yang digunakan adalah 40-100 mcg/mL. pemeriksaan darah lengkap, urinalisis dan pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan secara rutin untuk mengawasi kemungkinan efek samping yang tidak diharapkan. Efek samping yang dapat ditimbulkan ethosuximide yaitu: Gastrointestinal (mual, muntah, nyeri perut, diare, berkurangnya berat badan) Genitourinary ( perdarahan vagina dan hematuria) Hematologi (penekanan pada sumsumtulang) Integument (pertumbuhan rambut yang berlebihan, rash kulit, sistemik lupus eritematous) Neurologi (sakit kepala, berkunang-kunang, sulit tidur, agresif, bingung, kesulitan berkonsentrasi)

Primidone Obat ini adalah barbiturate yang mengandung phenorbital. Obat ini digunakan untuk terapi kejang umum tonik klonik (grand mal) dan kejang parsial. Obat ini digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 8 tahun. Dosis efektif pada tubuh adalah 5-12 mcg/mL. obat ini tersedia dalam tablet 250 mg yang dapat diminum 3 sampai 4 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan tetapi tidak melebihi 500 mg yang diminum 4 kali sehari. Efek samping dari primidone adalah: Pandangan kabur Bingung 13

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


Mual dan muntah Impotensi Vertigo Hilangnya berat badan

NO.RM : --

Penderita epilepsy yang alergi terhadap phenorbital sebaiknya tidak menggunakan primidone. Obat ini muncul dalam asi dan berhubungan perdarahan neonatal dan gangguan koagulasi karena kekurangan vitamin K.

Obat generasi kedua Topiramate Obat ini digunakan dengan obat anti kejang lain pada terapi kejang parsial dan kejang umum tonik klonik pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia 2 sampai 16 tahun. Obat ini juga diakui sebagai pencegah sakit kepala migraine. Obat ini tersedia dalam bentuk orang yang dapat diminum dua kali sehari. Pada maret 2011, U.S. Food and Drug Administration mengumumkan informasi yang mengindikasikan bahwa topiramate meningkatkan risiko kelainan pada bayi seperti labiokisis dan palatokisis ketika obat ini digunakan pada trisemester pertama kehamilan. Efek samping dari obat ini adalah rasa mengantuk, mual, berkunang-kunang, gangguan koordinasi dan keseimbangan, afasia, hilangnya berat badan, dan batu ginjal. Pada anak-anak mungkin akan menyebabkan gangguan konsentrasi dan mungkin menjadi agresif. Glaukoma akut dan abnormalitas visual adalah komplikasi yang Sirius dan telah dilaporkan pada beberapa kasus. Gabapentin Obat ini di indikasikan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial dengan atau tanpa kejang umum sekunder. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan diminum tiga kali sehari.

14

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

Tidak ada pemeriksaan laboraturium seperti pemeriksaan fungsi hati dan darah yang diperlukan. Efek samping dari gabapentin adalah bingung, berkunang-kunang dan gangguan keseimbangan. Lamotrigine Obat ini di indikasikan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial dan untuk terapi dosis tunggal pada penderita epilepsy dewasa dengan kejang parsial. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan diminum dua kali sehari. Tidak ada pemeriksaan laboraturium yang diperlukan. Efek samping dari lamortrigine adalah sakit kepala, mual, berkunang-kunang dan rash kulit. Lacosamide Lacosamide digunakan sebagai obat tambahan pada terapi kejang parsial pada penderita yang berusia lebih dari 17 tahun. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan injeksi dan biasanya diminum dua kali sehari. Efek samping dari lacosamide adalah: Vertigo Diplopia Somnolen Bingung Sakit kepala Mual dan muntah

Tiagabine Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial. Mekanisme aksi dari obat ini mungkin berhubungan dengan efek substansi GABA pada otak. Obat ini tersedia dalam bentu oral dan harus diberikan pada dosis yang sudah dibagi sebanyak 2 sampai 4 kali sehari. Tidak ada pemeriksaan laboraturium yang diperlukan. Efek sampingnya adalah berkunang-kunang dan somnolen. Levetiracetam Obat ini digunakan sebagai obat tambahan pada terapi kejang parsial pada penderita epilepsy anak-anak yang berusia 4 tahun ke atas dan dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan cairan oral yang digunakan pada anak-anak yang tidak bisa menelan tablet, 15

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

diminum dua kali sehari. Efek samping dari levetiracetam adalah bingung, gangguan keseimbangan dan perubahan kepribadian yang biasanya menghilang setelah satu bulan pertama terapi. Oxcarbazine Obat ini di indikasikan untuk terapi dosis tunggal dan terapi tambahan pada penderita epilepsy dewasa dengan kejang parsial dan sebagai terapi tambahan pada anak-anak yang berusia 4 tahun ke atas dengan kejang parsial. Efek samping dari oxcarbazine adalah Nyeri perut, mual muntah Berkunang-kunang Diplopia Mengantuk, bingung Hiponatremia Gangguan gaya berjalan

Zonisamide Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita epilepsy kejang parsial dewasa. Obat ini digunakan dua kali sehari. Efek samping dari obat ini adalah berkunangkunang, gangguan keseimbangan, berkurangnya berat badan, dan bingung. Pregabalin Obat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial pada pensderita epilepsy dewasa. Obat ini dapat digunakan 2 sampai 3 kali sehari. Efek samping dari obat ini adalah Pandangan kabur Sulit berkonsentrasi Berkunang-kunang Mulut kering Sulit menelan 16

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


Somnolen

NO.RM : --

KOMPLIKASI Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti: Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda) Kepribadian keras : agresif dan defensive Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi: Aspirasi atau muntah Fraktur vertebra atau dislokasi bahu Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit Status epileptikus Status Epileptikus Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin fatal. Komplikasi meliputi: Aspirasi Kardiakaritmia Dehidrasi Fraktur Serangan jantung 17

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


Trauma kepala dan oral

NO.RM : --

Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP) SUDEP terjadi pada sebagian kecil orang dengan epilepsy . Dengan alasan yang sangat sulit untuk dimengerti, orang sehat dengan epilepsy dapat meninggal secara mendadak. Ketika hal ini terjadi, orang dengan epilepsy simtomatik memiliki risiko yang lebih tinggi. Dari hasil autopsy tidak ditemukan penyebab fisik dari SUDEP. Hal ini mungkin terjadi karena edem pulmo atau cardiac aritmia. Beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi dari yang lain seperti dewasa muda dengan kejang umum tonik klonik yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya dengan pengobatan. Pasien yang menggunakan dua atau lebih obat anti kejang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk SUDEP.

PROGNOSIS Pasien epilepsi yang berobat teratur, sepertiga-nya akan bebas dari serangan paling sedikit 2 tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, tidak mengalami bangkitan lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak mengalami remisi meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi, kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat pada bangkitan tonik-klonik dan bangkitan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi. PENCEGAHAN jika kejang berhubungan dengan kondisi medis tertentu, identifikasi dan terapi pada kondisi medis tersebut adalah kunci dari pencegahan terjadinya kejang. Jika pengobatan anti kejang telah diberikan oleh dokter, minum obat sesuai jadwal yang telah direkomendasikan oleh dokter dan tidak lupa minum obat adalah hal yang penting dalam pencegahan kejang. Beberapa orang dengan epilepsy sensitive terhadap alkhohol. Mungkin ada beberapa orang yang mengalami kejang setelah meminum sedikit alkhohol sehingga kunci utama dalam pencegahan kejang adalah dengan menghindari alkhohol. Kurang tidur dan stress mungkin meningkatkan frekuensi terjadinya kejang pada beberapa orang tertentu.

18

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

19

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

STROKE DEFINISI Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

ETIOLOGI Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer. KLASIFIKASI Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik. a. stroke iskemik yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh : Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat 20

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. Macam macam stroke iskemik : i. TIA didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan. ii. iii. iv. RIND Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam Progressive stroke Complete stroke 21

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


v. Silent stroke

NO.RM : --

b. stroke hemorragik Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi. FAKTOR RESIKO 1. Hipertensi Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke. 2. Penyakit Jantung Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah. Penyakit jantung tersebut antara lain adalah: Penyakit katup jantung Atrial fibrilasi Aritmia Hipertrofi jantung kiri (LVH) Kelainan EKG

3. Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini. 22

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


banyak pada penderita wanita, 4. Merokok

NO.RM : --

Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria umur dan jenis kelamin yang sama.

dan 4 kali lebih

dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada

Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri. 5. Riwayat keluarga. Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun. 6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obatobatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok atau dengan hipertensi. 7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya. 8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya. Faktor predisposisi stroke hemoragik Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah : Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar. 23

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


NO.RM : --

Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin). Overdosis narkoba, seperti kokain.

PATOFISIOLOGI Trombosis (penyakit trombo oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tibatiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat tempat khusus tersebut. Pembuluh pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna 1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya 24

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

embolus akan menyumbat bagian bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas. 2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

GEJALA KLINIS Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena. Beberapa gejala stroke berikut: Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma). Kesulitan berbicara atau memahami orang lain. Kesulitan menelan. Kesulitan menulis atau membaca. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba. 25

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


Kehilangan koordinasi. Kehilangan keseimbangan.

NO.RM : --

Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

Mual atau muntah. Kejang. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan.

Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

DIAGNOSIS 1. Anamnesis Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis 26

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke. Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan : Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

27

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

28

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


4. Pemeriksaan Penunjang

NO.RM : --

Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:

jenis patologi lokasi lesi ukuran lesi menyingkirkan lesi non vaskuler MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik

untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI. Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal. Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah 29

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


mungkin juga perlu dipertimbangkan. PENATALAKSANAAN

NO.RM : --

screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit

Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut. 1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit) Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus terus dipantau. Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1.

Pengelolaan umum, pedoman 5 B Breathing, Blood, Brain, Bladder, Bowel Stroke iskemik Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi) Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi) Proteksi neuronal/sitoproteksi Stroke Hemoragik Pengelolaan konservatif Perdarahan intra serebral Perdarahan Sub Arachnoid Pengelolaan operatif Pengelolaan berdasarkan penyebabnya

2.

2. Fase Pasca Akut

30

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

NO.RM : --

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi

Terapi Preventif Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke: Untuk stroke infark diberikan : a b c Obat-obat anti platelet aggregasi Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin Menghindari rokok, obesitas, stres Berolahraga teratur

KOMPLIKASI Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu: 1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama): 1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian. 2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan ritme jantung. 3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit neurologis. 4. Nyeri kepala 31

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi

2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama): 1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa nasogastrik. 2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita mulai mobilisasi. 3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini. 4. Stroke rekuren 5. Abnormalitas jantung Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa: Edema pulmonal neurogenik Penurunan curah jantung Aritmia dan gangguan repolarisasi

6. Deep vein Thrombosis (DVT) 7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3. Komplikasi jangka panjang 1. Stroke rekuren 2. Abnormalitas jantung 3. Kelainan metabolik dan nutrisi 4. Depresi 5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer. PROGNOSIS 32

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan. sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.

33

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

PEMBAHASAN KASUS 1. PENEGAKAN DIAGNOSIS diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis di dapatkan pasien mengeluh kejang pada lengan tangan kiri tanpa penurunan kesadaran (parsial seizure). kejang berulang. pasien riwayat stroke 2x dan trauma kepala 1x dimana hal tersebut merupakan faktor resiko dari terjadinya epilepsi. pemeriksaan fisik pada pasien ini dalam batas normal. Pada umumnya pasien epilepsi, jika pemeriksaan fisik dilakukan beberapa saat setelah timbulnya kejang mungkin bisa ditemukan toods paresis, transcient aphasic symptom. pemeriksaan penunjang dilakukan EEG dan CT-Scan. Pada EEG dijumpai gelombang sharp yang difus di hampir semua tempat, dimana pada epilepsi bisa ditemukan gelombang sharp ataupun spike. Pada CT-Scan ditemukan infark cerebri di pericornu anterior lobus frontoparietalis dextra, yang berarti iskemik 2. ETIOLOGI Simptomatik : disebabkan oleh kelainan atau lesi susunan saraf pusat, misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, gangguan peredaran darah otak, toksik, metabolik, kelainan neuro-degeneratif. pada pasien ini etiologi termasuk yang simptomatif dimana pada pasien ini disebakan karena gangguan peredaran darah otak (stroke). 3. DIAGNOSIS BANDING : epilepsi parsial ec post trauma, karena pada pasien ini riwayat trauma kepala.

34

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


4. PATOFISIOLOGI

NO.RM : --

5. TERAPI Phenytoin capsul 2x100 mg Phenytoin adalah salah satu obat yang biasa digunakan untuk terapi anti kejang. Phenytoin sering dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang tonik klonik (grand mal) dan status epileptikus. Phenitoin bekerja dengan menekan aktivitas listrik pada sel saraf otak dengan cara memblok sodium-channel konduktan kalsium dan klorida dan neurotransmitter yang voltage dependent. Tingkat penggunaan phenitoin harus diawasi dengan pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah lengkap. Dosis maksimal terapi 400 mg/hari. Efek samping dari penggunaan phenitoin adalah: Anemia, Pertumbuhan rambut yang berlebihan, Letargi, Hyperplasia gusi, Neuropati jika digunakan dalam jangka waktu lama

35

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF


Farmasal 1x1 (asetosal 100 mg)

NO.RM : --

asetosal atau asam asetil salisilat mekanisme kerja: Mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides. Menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasitrombosit. Menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang merupakan cara kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada endotel pembuluh darah, menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak. 6. PROGNOSIS Baik jika menghindari faktor pemicu, misalnya minum obat-obatan teratur, jangan terlalu lelah, hindari stress. dan perlu difollow up, jika dalam waktu 2 tahun ke depan masih timbul kejang maka obat tetap diteruskan , tetapi jika tidak timbul lagi maka dosis akan diturunkan perlahan.

36

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PRESUS STASE ILMU SARAF

NO.RM : --

DAFTAR PUSTAKA Carl W Bazil. 2004. Epilepsy. www.epilepsy.com Carold Campfield. 2008. What is epilepsy. www.epilepsy.com Gordon R Kelley and Stanley J Swierzewski. 2008. Epilepsy. www. Neurologychannel.com J Stephen Huff. 2005. Epilepsy. www.emedicinehealth.com Orrin Devinsky. 2004 . Epilepsy. www. Epilepsy.com Steven C Schachter . 2006. What Cause Epilepsy. www.epilepsy.com Steven C Schachter and Patricia O Shafer. 2007. Epilepsy. www.epilepsy.com Gilroy J. Basic Neurology. 2000. Third Edition. Mc Graw Hill. New York,vol ; 225 -306 Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. 2002. Management of stroke. 2 nd Ed, Professional communications inc New York. Gofir, Abdul.2011.Manajemen Stroke Evidence Based Medicine.pustaka cendekia

press:yogyakarta

37

You might also like