Professional Documents
Culture Documents
MUKADIMAH
Zakat merupakan ibadah maaliyah ijtimaiyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan Ummat Ketaatan seseorang di dalam menunaikan zakat merupakan indikator utama dari ketundukan seseorang terhadap Islam (QS. 9 : 5 ; 9: 11) Ciri mukmin yang akan mendapatkan kebahagiaan hidup (QS. 23 : 4) Ciri Utama mukmin yang akan mendapatkan pertolongan dari Alloh SWT (QS. 9: 73 ; 22:40-41) Ciri dari seseorang yang senantiasa berusaha membersihkan hartanya dan dirinya serta mengembangkan harta yang dimilikinya (QS. 9: 103 dan QS. 30 : 39)
Urgensi Memahami Fiqh ZISWAF untuk pengelolaan akuntansi perbedaan dari zakat, infak dan Mengetahui zakat
wakaf yang merupakan sumber dari penghimpunan dana dari suatu OPZ Memudahkan dalam penyusunan kode akun akuntansi zakat Memudahkan akuntan dalam melakukan pengklasifikasian data transaksi ziswaf Menghindari kesalahan saji Mengetahui mana saja yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan oleh syariah, sehingga laporan yang disajikan tidak bertentangan dengan kaidah syariah yang berlaku Mengetahui perhitungan zakat bagi muzaki
Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa artinya berkembang, bertambah, orang arab mengatakan zakaa az-zaru ketika azzaru (tanaman) itu berkembang dan bertambah (Wahbah Zuhaili; Fiqh Islam Wa Adillatuhu) Sedangkan dalam Al-quran zakat sering di artikan sebagai suci (AsSyams : 9)
Pengertian Zakat
Menurut istilah, zakat adalah istilah bagi pengambilan tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, untuk diberikan kepada golongan tertentu (al-Mawardi dalam kitab al-Hawi) Keterkaitan pengertian menurut bahasa dan pengertian menurut istilah sangat erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang telah dikeluarkan zakatnya, maka harta itu menjadi suci, baik, berkah, tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt. Dalam al-Quran Surat At-Taubah ayat 103, yang artinya : Ambillah zakat dari sebagaian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Dalam ayat yang lain Surat Ar-Rum ayat 39 yang artinya : dan apa-apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka yang berbuat demikian itulah orangorang yang melipat gandakan. Istilah zakat secara syariah dalam al-Quran dan sunnah kadang menggunakan kalimat shadaqah. Oleh karena itu, Imam Mawardi menyatakan : Kalimat shadaqoh kadang yang dimaksud adalah zakat, dan zakat yang dimaksud adalah shodaqoh, dua kata yang berbeda tetapi memiliki substansi yang sama
Pengertian Zakat
Menurut Malikiyah, zakat adalah mengeluarkan sebagian tertentu dari harta tertentu yang telah sampai nishab kepada orang yang berhak menerima, jika kepemilikan haul (genap satu tahun) telah sempurna selain barang tambang, tanaman dan harta temuan Sedangkan Hanafiah memberi definisi bahwa zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta tertentu dari harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditentukan oleh syariat, semata-mata karena Alloh Syafiiyah memberikan definisi bahwa zakat adalah nama untuk barang yang dikeluarkan untuk harta atau badan kepada pihak tertentu Hanabilah menyampaikan pengertian zakat sebagai hak yang wajib pada harta tertentu kepada kelompok tertentu pada waktu tertentu.
Kewajiban Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang juga menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat agama Islam. Oleh sebab itu, Ijma ulama menyatakan bahwa hukum menunaikan zakat adalah wajib atas setiap muslim yang telah memenuhi sayarat-syarat tertentu. Zakat, sebagai rukun Islam yang ketiga, merupakan instrumen utama dalam ajaran Islam, yang berfungsi sebagai distributor aliran kekayaan dari tangan the have kepada the have not. Ia merupakan institusi resmi yang diarahkan untuk menciptakan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat, sehingga taraf kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan. Zakat difardhukan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua hijriah setelah kefardhuan puasa Ramadhan dan Zakat Fitrah
Allah menjadikan zakat dan shadaqah sebagai pembersih harta dan penyuci jiwa. Allah menjadikan zakat sebagai manifestasi bentuk syukur orang-orang kaya; bahkan nikmat itu terus-menerus dirasakan oleh pemilik harta selama mereka menunaikan hak zakatnya. Bahkan dengan zakat itu, Allah menjaga dirinya, hartanya, dan memperkembangkannya. Dengan penunaian zakat itu pula, Allah menghindarkan para pezakat dari kesusahan, kesengsaraan, ketergelinciran; Allah menjadikan zakat sebagai sebab datangnya perlindungan, penjagaan, dan pengawasan-Nya kepada para pezakat. Harta Wajib Zakat Rasulullah menetapkan aturan wajib zakat terhadap empat jenis harta manusia, dimana keempat harta itulah yang mayoritas dimiliki dan dibutuhkan manusia. Keempat jenis harta tersebut adalah: 1. Tanaman dan buah-buahan; 2. Hewan ternak: Unta, sapi, dan kambing 3. Perhiasan yang dengannya terjagalah stabilitas dunia, yaitu emas dan perak; 4. Harta perniagaan dalam berbagai jenisnya.
Nishab Zakat
Rasulullah SAW menetapkan standar minimal yang wajib ditunaikan zakatnya adalah berdasarkan: 1. Kecepatan dalam mendapatkan harta; 2. Kemudahan dalam mendapatkan harta; 3. Kesulitan dalam mendapatkan harta. Maka, beliau menetapkan wajibnaya zakat seperlima (20 %), jika seseorang mendapatkan harta dalam jumlah yang banyak sekaligus: rikaz (harta karun), barang temuan, disamping tidak ada syarat haul. Bahkan beliau SAW menetapkan wajibnya zakat seperlima itu untuk kapanpun seseorang menemukannya. Dan beliau SAW menetapkan besaran zakat setengah dari seperlima (10 % -pent) atas harta yang diperoleh dengan kadar kesulitan/kesusahan, keletihan, dan beban yang lebih berat daripada harta rikaz. Wajibnya zakat 10 % ini adalah untuk buah-buahan dan tanaman yang langsung ditumbuhkan bumi dan pengairannya. Allah membebankan zakat sebesar itu, karena pengairannya langsung dari-Nya tanpa ada biaya, tanpa membeli air, tanpa perlu membuat sumur atau penampungannya. Beliau SAW juga menetapkan zakat setengah darinya (5 %) atas hasil buah-buahan dan tanaman yang dikelola oleh petani dengan pembiayaan. Beliau SAW menetapkan setengahnya lagi, yaitu seperempat dari sepersepuluh (2,5 %) atas harta yang bisa berkembang apabila dikelola secara kontinyu, terkadang dengan mengelola bumi, ataupun manajemen, atau menunggu. Dan tidak disanksikan lagi, bahwa pembiayaan untuk jenis usaha ini, lebih besar daripada pembiayaan yang dikeluarkan untuk mengelola tanaman atau buah-buahan; juga karena perkembangan dari buah-buahan dan tanaman lebih jelas dan lebih akuntabel daripada perkembangan perdagangan. Maka, tentulah wajibnya persentase zakat atas pertanian lebih besar daripada perdagangan. Dan perkembangan pertanian yang diairi air hujan atau sungai adalah lebih besar kemudahannya daripada yang diairi dengan irigasi dan pembiayaan. Dan perolehan hasil, secara sekaligus, pada harta tertentu seperti setumpuk harta karun, adalah lebih besar dan lebih banyak daripada semua jenis harta yang sudah kami ketengahkan sebelumnya.
Nishab Zakat
Kemudian, beliau SAW, ketika melihat tidak adanya pemerataan terhadap kepemilikan harta-benda, walaupun sedikit, maka beliau menetapkan harta yang memungkinkan untuk bisa disebarratakan berdasarkan patokan nishab (ukuran minimal harta wajib zakat pent), maka yang beliau lakukan, tidak serta-merta mengambil harta dari orang-orang kaya dan menyalurkannya kepada orang-orang miskin. Tidak. Namun, beliau menetapkan perwajiban zakat atas: 1. Wariq (perak) yang berjumlah 200 dirham 2. Dan atas kepemilikan emas 20 mistqal (konversi menjadi gram adalah 85 atau 92 gram emas murni 24K pent) 3. Atas kepemilikan biji-bijian dan buah-buahan 5 wasaq (dikonversikan menjadi 9 kwintal -pent) atau sebanyak 5 bawaan muatan unta Arab 4. Untuk kepemilikan kambing 40 ekor 5. Atas kepemilikan sapi 30 ekor, dan 6. Unta 5 ekor. Akan tetapi, ketika nishab zakat tidak bisa diambil dari jenis ternak tersebut, maka beliau SAW menentukan kambing sebagai zakatnya. Ketika kepemilikannya 5 ekor dan jumlah kelipatan 5 sehingga menjadi 25 ekor, maka nishabnya bisa dihargakan menjadi seekor dari jenis unta. Maka, pada keadaan inilah kewajiban ditetapkan. Kemudian, ketika beliau SAW telah menetapkan batasan usia yang wajib untuk penunaian zakat pada keadaan usia yang beragam, tergantung banyak-sedikitnya unta dari jenis bintu makhad, dan diatasnya adalah ibnu labun atau bintu labun, diatasnya lagi adalah hiqq atau hiqqah, diatasnya lagi adalah jadza atau jadzaah. Semakin banyak unta, maka semakin tinggi usia hewan yang digunakan untuk membayar zakat, begitu seterusnya hingga usia tertinggi. Maka, pada keadaan tersebut, beliau SAW menetapkan banyaknya jumlah harta zakat berbanding
Nishab Zakat Emas dan Perak Nishab (batasan minimum harta yang wajib dizakati) adalah
bervariasi tergantung jenis dan spesifikasinya. Emas, Perak, dan Uang Nishab untuk emas, perak, dan uang adalah senilai dengan 85 gram emas. Dalilnya adalah Sunnah dan Ijma. Dari Ali ibn Abi Thalib, Rasulullah bersabda, Jika engkau memiliki 200 dirham dan telah melewati 1 tahun (haul), maka zakatnya adalah 5 dirham dan engkau setelah itu tidak ada kewajiban apapun atas 200 dirham tersebut; Sampai engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati masa 1 tahun, maka zakatnya adalah dinar. Adapun kelebihan dirham atau dinar, maka patokannya adalah seperti tersebut di atas. Dan engkau tidak memiliki kewajiban zakat apapun, kecuali jika harta tersebut telah melewati masa haul (1 tahun). (HR. Abu Daud, Ibn Majah, Baihaqi, hadits hasan. Imam Daraquthni, Bukhari, Nawawi menshahihkannya, Al-Hafidz menghasankannya). Keterangan: 1. Nishab perak = 200 dirham = 595 gram perak. 2. Nishab emas = 20 dinar = 85 gram emas 24 Karat. 3. Nishab uang = 20 dinar = 85 gram emas 24 Karat. 4. Satu dirham = 2,975 gram perak. 5. Satu dinar = 4,25 gram emas murni. 6. Satu dinar = 10 dirham.
1. Unta 05 09 ekor = 1 ekor kambing 10 14 ekor = 2 ekor kambing 15 19 ekor = 3 ekor kambing 20 24 ekor = 4 ekor kambing 25 35 ekor = 1 ekor Bintu Makhadh (unta betina yang baru berusia 1 tahun) 36 45 ekor = 1 ekor Bintu Labun (unta betina yang sudah berusia 2 tahun) 46 60 ekor = 1 ekor Hiqqah (unta yang sudah berusia 3 tahun) 61 75 ekor = 1 ekor jadzaah (unta yang sudah berusia 4 tahun) 76 - 90 ekor = 2 ekor Bintu Labun 91 120 ekor = 2 ekor hiqqah 21 130 ekor = 3 ekor Bintu Labun Keterangan tambahan: ** Setiap 40 ekor unta, zakatnya adalah 1 ekor Bintu Labun. ** Setiap 50 ekor unta, zakatnya adalah 1 ekor hiqqah ** HR. Bukhari dan Muslim
2. Sapi/kerbau 30 39 ekor = 1 ekor tabi/tabbiah (jawa = pedhet), anak sapi yang berusia 1 tahun penuh. 40 59 ekor = 1 ekor musanna.sannah (pedhet yang berusia 2 tahun penuh) 60 69 ekor = 2 ekor tabi/tabbiah 70 79 ekor = 2 ekor sannah/tabi 80 89 ekor = 2 ekor sannah. Keterangan tambahan:
** Jika ada kelebihan jumlah, maka setiap 30 ekornya dizakati 1 ekor tabi ** Jika ada kelebihan jumlah, maka setiap 40 ekornya dizakati 1 ekor sannah ** Jika ada kelebihan jumlah, maka setiap 80 ekornya dizakati 2 ekor sannah ** Jika ada kelebihan jumlah, maka setiap 90 ekornya dizakati 3 ekor tabi ** Jika ada kelebihan jumlah, maka setiap 100 ekornya dizakati 3 ekor (1 sannah dan 2 ekor tabi) ** Ibn Qudamah, Kerbau adalah bagian dari sapi, kami tidak mengetahui ada khilaf di kalangan para ulama tentang ini. (Al-Mughni) ** Ibn Al-Mundzir, Telah sepakat seluruh para ulama yang kami ambil ilmunya, bahwasannya kerbau adalah bagian dari jenis sapi. (Al-Mughni 2/470).
3. Kambing/Domba * 40 ekor = 1 ekor kambing * 121 ekor = 2 ekor kambing * 201 ekor = 3 ekor kambing * 400 ekor = 4 ekor kambing * 100 ekor = 1 ekor kambing Dalil: Hadits ibn Umar, bahwasannya Rasulullah SAW mewajibkan penetapan zakat, diantaranya: pada kambing/domba: setiap 40 sampai 120 ekor zakatnya 1 ekor, jika lebih1 ekor (121 pent) maka zakatnya 2 ekor, jika jumlahnya lebih dari 200 sampai 300 ekor maka zakatnya 3 ekor. Jika jumlah kambing/domba tersebut lebih dari itu, maka pada setiap 100 ekornya dikeluarkan zakatnya 1 ekor. (HR. Bukhari dalam shahihnya, dan Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf). Kaidah Penting: 1. Jika hewan ternak itu berupa kambing, maka zakatnya berupa kambing; 2. Jika hewan ternak itu berupa domba (biri-biri), maka zakatnya berupa biri-biri; 3. Jika hewan ternak itu ada dua jenis menjadi satu, maka ditentukan yang terbanyak dan zakatnya berdasarkan hal tersebut, jika ternyata jumlahnya sama (50 %: 50 %), maka zakatnya boleh berupa kambing atau domba; 4. Tidak boleh menunaikan zakat berupa hewan ternak yang bunting; 5. Tidak boleh mengeluarkan zakat kambing/domba, jika ia beranak, kecuali bersama anaknya sekalian. 6. Tidak boleh mengeluarkan zakat berupa hewan ternak yang sakit atau memiliki cacat; 7. Tidak boleh mengeluarkan zakat berdasarkan nilai nominal berupa uang untuk zakat hewan ternak, sebab sunnah dari Rasulullah menjelaskan bahwa setiap jenis harta wajib zakat adalah memiliki hukum masing-masing. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: Tidak boleh mengeluarkan zakat hewan yang kurus/sudah tua, atau memiliki cacat, atau yang terbaik kecuali atas keinginan pezakat sendiri. (HR. Bukhari). Juga sabda Rasulullah SAW ketika mengutus Muadz ke Yaman: Ambillah zakat biji-bijian dari tanaman biji-bijian, kambing dari kambing, domba dari domba, unta dari unta, sapi dari sapi. (HR. Abu Daud dan IbnMajah, Shahih). 8. Tidak boleh menggabungkan unta kepada sapi atau sapi kepada kambing untuk kemudian diambil zakatnya, sebab masing-masing berbeda jenis dan hukumnya.
Nishab zakat untuk pertanian adalah 5 wasaq. Zakatnya dikeluarkan 5 % atau 10 % (Ketentuan 5 atau 10 %, lihat detailnya). Penunaian zakat pertanian tidak menunggu haul, akan tetapi secara langsung setelah panen, dibersihkan, dan dikeringkan.
Dalil: Sabda Rasulullah SAW: Tidak ada perwajiban zakat atas hasil pertanian yang kurang dari 5 wasaq. (Konversi wasaq menjadi kilogram, silakan lihat detail).
Firman Allah: Dan tunaikanlah hak zakatnya pada saat ia dipanen. Sabda Rasulullah SAW, Tanaman yang diairi oleh air yang turun dari langit, atau mata air, maka zakatnya 10 %, dan yang melalui irigasi 5 %. HR. Bukhari.
Detail wasaq: 1 wasaq = 60 sha (Imam ibn Al-Mundzir menyatakan hal ini sebagai kesepakatan seluruh ulama Islam). - Jika 1 sha = 2,176 kg, maka 1 wasaq = 132 kg. Jadi nishab 5 wasaq = 660 kg (6,6 kwintal). - Jika 1 sha = 2,5 kg, maka 1 wasaq = 150 kg. Jadi nishab 5 wasaq = 750 kg (7,5 kwintal). - Jika 1 sha = 3 kg, maka 1 wasaq = 180 kg. Jadi nishab 5 wasaq = 900 kg (9 kwintal).
Syarat zakat pertanian bisa ditunaikan: 1. Berupa biji-bijian atau buah. Dalilnya adalah hadits: Tidak ada zakat atas biji-bijian dan buah-buahan sebelum mencapai 5 wasaq. 2. Cara penghitungan atas biji dan buah tersebut sebagaimana yang berlaku di masyarakat adalah dengan ditimbang (di-kilogram-kan). 3. Biji dan buah tersebut bisa disimpan (bukan diawetkan pent). 4. Mencapai nishab, yaitu minimal 5 wasaq berat bersihnya, kering, dan bersih. 5. Pada saat panen panennya, barang tersebut masih sah menjadi miliknya.
Nishab zakat perdagangan adalah sama dengan nishab emas, yaitu 85 gram emas murni (Sebagian ulama menyatakan nishab emas adalah 92 gram). Nilai nominal 1 gram emas murni yang berlaku adalah nilai pada saat mencapai nishab. Besar zakatnya adalah 2,5 %, jika sudah mencapai nishab dan haul. Teknik penyaluran Jika saya, seorang pedagang, hari ini, 31 Oktober 2011, memiliki barang perdagangan senilai Rp. 50.000.000,-. (Misalnya: asumsi harga emas murni hari ini adalah Rp. 400.000 per gramnya 24K/99,9%). Maka, nishab zakat perdagangan saya adalah: Zakat = (2,5 % X Total Nilai Barang). a) Mencari ukuran minimal nishab Diketahui: Nishab = 85 gram emas murni Nilai Nominal Satuan Nishab = Rp. 400.000,Maka, Nilai Nishab adalah: Nishab = 85 gram emas X Rp. 400.000,Nishab = Rp. 34.000.000,Jadi, nilai nominal barang dagangan saya sudah mencapai nishab!!! b) Mencari besar zakat saya Berapa besar zakat saya? Maka, Zakat = (2,5 % X Total Nilai Barang). Z = (2,5 % X Rp. 50.000.000) Z = Rp. 1.250.000,- (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)
Distribusi Zakat
Adapun tentang pembagian zakat, Allah telah menjelaskannya dalam Al-Quran dengan firman-Nya: Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk para fakir, miskin, amilin, muallaf, fii al-riqab, gharim, fii sabilillah, dan ibnu sabil. Sebagai sebuah kewajiban dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Taubah: 60) Imam Abu Jafar Al-Thabari menyatakan: Mayoritas (jumhur) ulama mengatakan bahwasannya tentang pembagian harta zakat kepada mustahiqnya adalah kepada mustahiq manapun dari delapan ashnaf adalah boleh. Penyebutan delapan ashnaf hanyalah sekedar informasi dariNya bahwa zakat tidak boleh disalurkan diluar delapan ashnaf yang tersebut di atas, dan tidak harus dibagikan merata kepada delapan ashnaf. Sebuah riwayat dengan sanad yang sampai ke Hudzaifah, dari Ibn Abbas, keduanya berkata: Jika engkau mau, boleh engkau salurkan kepada satu ashnaf atau dua ashnaf atau tiga ashnaf. Diriwayatkan dari Umar, dia berkata: Ashnaf manapun yang engkau beri zakat, maka sah sudah zakatmu. Dalam riwayat yang sama, Umar pernah menarik zakat dan menyalurkannya kepada satu ashnaf saja. Dan ini adalah pandangan Abu AlAliyah, Maimun ibn Mihran, dan Ibrahim Al-Nukhai.
3.
4.
3. 4.
5.
Harta zakat dibagikan kepada semua mustahik, tidak satu asnafpun yang boleh dihalangi untuk mendapatkannya apabila ia benar-benar membutuhkannya Apabila diperkirakan semua asnaf ada, maka tidak wajib menyamakan pembagiannya antara asnaf yang satu dengan lainnya, pembagiannya tergantung pada jumlah masing-masing asnaf dan kebutuhannya Diperbolehkan memberikan semua harta zakat kepada asnaf tertentu saja jika kenyataan menuntut demikian. Golongan fakir dan miskin merupakan sasaran zakat yang harus diprioritaskan untuk menerima zakat, karena memberi kecukupan kepada mereka merupakan tujuan utama zakat Bagi mustahik yang produktif dan punya potensi untuk diberdayakan, maka zakat untuk mereka diberikan dalam bentuk bantuan berjangka untuk modal usaha, baik untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan maupun untuk modal wirausaha.
Zakat, di samping termasuk ke dalam kategori ibadah mahdlah, juga memiliki dimensi ekonomi. Bahkan, dalam perspektif ilmu ekonomi, zakat dapat pula dijadikan sebagai instrumen utama kebijakan fiskal. Meskipun sangat disayangkan, bahwa hingga saat ini belum ada satu negara Islam pun di dunia ini yang menjadikan zakat sebagai instrumen utama kebijakan fiskal. Paling tidak, ada 3 fungsi yang dimainkan oleh zakat, yaitu : 1. Sebagai alat redistribusi pendapatan dan kekayaan; 2. Sebagai stabilisator perekonomian; dan 3. Sebagai instrumen pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dhuafa.
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam QS. At-Taubah ayat 60 : Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk dihatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah lagi Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana Juga pada firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 103 : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dalam QS. 9 : 60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahik zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus urusan zakat (amilina alaiha). Sedangkan dalam QS. 9 : 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik). Yang mengambil dan yang menjemput tersebut adalah para petugas (amil). Imam Qurthubi[1] ketika menafsirkan ayat tersebut (QS. 9 : 60) menyatakan bahwa amil itu adalah orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh imam / pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya. Karena itu, Rasulullah saw pernah mempekerjakan seorang pemuda dari suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah, untuk mengurus urusan zakat Bani Sulaim[2]. Pernah pula mengutus Ali bin Abi Thalib ke Yaman untuk menjadi amil zakat[3]. Muaz bin Jabal pernah diutus Rasulullah saw pergi ke Yaman, di samping bertugas sebagai dai (menjelaskan ajaran Islam secara umum), juga mempunyai tugas khusus menjadi amil zakat[4]. Demikian pula yang dilakukan oleh para khulafaur-rasyidin sesudahnya, mereka selalu mempunyai petugas khusus yang mengatur masalah zakat, baik pengambilan maupun pendistribusiannya. Diambilnya zakat dari muzakki (orang yang memiliki kewajiban berzakat) melalui amil zakat untuk kemudian disalurkan kepada mustahik, menunjukkan kewajiban zakat itu bukanlah semata-mata bersifat amal karitatif (kedermawanan), tetapi juga ia suatu kewajiban yang juga bersifat otoritatif (ijbari)[5].
INFAK / SEDEKAH
Infaq asal katanya adalah anfaqa yang artinya mengeluarkan sesuatu harta untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut istilah syara adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan untuk sesuatu kepentingan karena menuruti perintah ajaran Islam. Perbedaannya dengan zakat, kalau infak tidak mengenal nisab dan tidak harus nenunggu masanya sampai satu tahun kepemilikan hartanya itu sebagaimana persyaratan itu ada pada ketentuan zakat. Sedekah asal katanya adaalah shadaqa yang artinya benar. Jadi orang yang bersedekah adalah orang yang benar. Dalam terminologi agama Islam orang yang suka bersedekah itu adalah orang yang pengakuan imannya kepada Allah. Pengertian sedekah sesungguhnya sama dengan pengertian infak, perbedaannya sedekah itu lebih luas dari pada infak; jika infak hanya terkait dengan materi saja, dan tidak terkait dengan nonmateri, sedangkan sedekah meliputi materi dan non materi. Nonmateri itu seperti bacaan takbir, tahmid, tahlil dan sejenisnya. Tentang Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasalamdan Ummatnya Merekalah orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, lagi mendirikan shalat, dan menginfaqkan sebagian dari rizqi yang Kami anugerahkan kepada mereka. (Q.S. Al-Baqarah: 3) Yaitu orang-orang yang menyisihkan sebagian rizqinya untuk hak yang sudah ma'lum, untuk peminta-minta dan orang yang tidak meminta-minta (Q.S. Al-Ma'aarij: 24 - 25). Dan mereka memberikan makanan yang mereka sukainya ke-pada orang-orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. (Q.S. AlInsaan: 8) [ Kata kunci: Orang bertaqwa: beriman, shalat dan berinfaq]
5. Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah
Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah. (HR. Bukhari , Muslim)
9. Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang bahagia.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan permisalan yang bagus tentang orang yang dermawan dengan orang yang pelit: Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit, dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap lingkar baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak bisa. (HR. Bukhari) Dan hal ini tentu pernah kita buktikan sendiri bukan? Ada rasa senang, bangga, dada yang lapang setelah kita memberikan sedekah kepada orang lain yang membutuhkan. Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang mengabarkan tentang manfaat sedekah dan keutamaan orang yang bersedekah. Tidakkah hati kita terpanggil?
WAKAF
Pengertian Wakaf
Waqaf, berasal dari bahasa Arab al-waqf bentuk masdar (kata benda) dari kata kerja waqafa yang berarti menahan, mencegah, menghentikan dan berdiam di tempat. Kata al-waqf juga semakna dengan al-habs bentuk masdar dari kata kerja habasa, dan istilah waqf pada awalnya menggunakan kata alhabs, hal tersebut diperkuat dengan adanya riwayat hadist yang menggunakan istilah al habs untuk waqf, tapi kemudian yang berkembang adalah istilah waqf dibanding istilah al-habs, kecuali orang-orang Maroko yang masih mengunakan istilah al habs untuk waqf sampai saat ini. Dalam pengertian istilah, terdapat beberapa pendapat ulama; Imam Abu Hanifah mendefinisikan wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaat untuk kebajikan. Sedangkan ulama malikiyyah mendefinisikan wakaf sebagaimana definisi yang diungkapkan oleh ulama hanafiyyah yaitu tidak lepasnya kepemilikan bagi si pewakaf, akan tetapi memberikan hak kepada pihak penerima wakaf untuk menjual objek wakaf tersebut dengan dua syarat ; pertama, dipersyaratkan diawal hak tersebut kepada penerima wakaf ; kedua, ada alasan yang mendesak untuk melakukan hal tersebut. Demikian Ad Dardiir menjelaskan dalam Syarh Al Kabiir. Sedangkan ulama syafi'iyyah menyebutkan wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan dengan tetap menjaga keutuhan barangnya, terlepas dari campur tangan wakif atau lainnya, dan hasilnya disalurkan untuk kebaikan semata-mata, untuk taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Taala. Ulama Hanabilah mendefinisikan wakaf adalah menahan asal dan mengalirkan hasilnya. Demikian pula Ibnu Qudamah dalam Al Mughni. Definisi ini dianggap paling umum dan menjadi definisi pilihan karena Pertama : Bahwa definisi ini adalah penukilan dari hadits Nabi SAW kepada Umar bin Khathab RA, menahan yang asal dan mengalirkan hasilnya, Kedua : Definisi ini tidak dipertentangkan seperti definisi yang lainnya. Ketiga : Bahwa definisi ini hanya membatasi pada hakikat wakaf saja, dan tidak mengandung perincian lain yang dapat mencakup definisi yang lain, seperti mensyaratkan niat mendekatkan diri kepada Allah, atau tetapnya kepemilikan wakif atau keluar dari kepemilikannya dan perincian-perincian yang lainnya, tetapi menyerahkan perincian itu dalam pembahasan rukun rukun dan syaratsyaratnya. Karena masuk dalam perincian terkadang menyimpangkan definisi dari dilalahnya (maksud dan tujuan) dan menjauhi dari sasarannya.
Pengertian Wakaf
Dr. Monzer Kahf mendefinisikan dengan bahasa kontemporer Wakaf adalah penahan harta, baik muabbad (untuk selamanya) atau muaqqat (sementara), untuk dimanfaatkan, baik harta tersebut maupun hasilnya, secara berulang-ulang untuk suatu tujuan kemaslahatan umum atau khusus. Dalam bagian lain beliau mengistiahkan Wakaf dalam artian umum dan menurut pengertian realitasnya adalah menempatkan harta dan aset produktif terpisah dari tasharruf (pengelolaan) pemiliknya secara langsung terhadap harta tersebut serta mengkhususkan hasil atau manfaatnya untuk tujuan kebajikan tertentu, baik yang bersifat perorangan, sosial, keagamaan maupun kepentingan umum". Sedangkan dalam redaksi Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004 , menyebutkan sebagai berikut: Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Definisi ini juga seperti yang didefinisikan dalam kompilasi hukum islam di Indonesia. Menurut Hasan Abdullah Amin (1989), perbedaan pendapat ulama mengenai tabiat objek wakaf adalah karena perbedaan titik pandang mereka tentang kepemilikan objek wakaf tersebut sehingga hal tersebut mempengaruhi pada definisi yang mereka buat. Ulama Hanafiyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa kepemilikan objek wakaf tidak berpindah dari si wakif kepada pihak penerima wakaf (atau penerima amanah wakaf) sehingga dimungkinkan menurut pendapat mereka pencabutan atau penarikan kembali objek wakaf oleh si pewakaf dan ahli warisnya, maka wakaf tidak beda dengan hibah manfaat atau sedekah. Sedangkan ulama Syafiiyyah dan ulama Hanabilah berpendapat bahwa kepemilikan objek wakaf lepas dari si pewakaf dan berpindah menjadi milik pengguna wakaf tersebut, dan dalam satu riwayat kepemilikan menjadi kepemilikan Allah SWT.
Pengertian Wakaf
Wakaf adalah menahan sesuatu dan mengalirkan manfaatnya (dalam kosa kata Indonesia, wakaf sama dengan hak guna pakai atau hak guna manfaat -pent). Sesuatu yang akan diwakafkan harus memiliki persyaratan sebagai berikut: 1. Bisa diperdagangkan; 2. Bisa dimanfaatkan secara terus-menerus; dan 3. Tidak habis dengan dimanfaatkan. Sesuatu yang bisa diwakafkan seperti: gedung, tanah, hewan, peralatan, dan persenjataan. Dan sesuatu yang tidak boleh perjual-belikan secara syari'at, maka tidak boleh diwakafkan. Oleh karena itu, wakaf tidak bisa dilakukan pada barang yang akan habis jika dimanfaatkan, seperti makanan atau angin, dll. Harta wakaf tidak boleh digunakan untuk hal apapun kecuali untuk jalan kebaikan dan maslahat umum. Standar baik dan maslahat adalah menurut Al-Qur'an dan Al-Sunnah dengan pemahaman para salafus Shalih ridhwanullahi alaihim ajma'in.
Keutamaan Wakaf
Syaikh Abdullah Ali Bassam berkata, Wakaf adalah sedekah yang paling mulia. Allah subhanahu wataala menganjurkan nya dan menjanjikan pahala yang sangat besar bagi yang berwakaf, karena sedekah berupa wakaf tetap terus mengalirkan kebaikan dan maslahat. Adapun keutamaannya sebagai berikut; Pertama; Menebarkan kebaikan kepada pihak yang memperoleh hasil wakaf dan orang yang membutuhkan bantuan, seperti fakir miskin, anak yatim, janda, orang yang tidak punya usaha dan pekerjaan, atau untuk orang yang berjihad di jalan Allah subhanahu wataala, untuk para pengajar dan penuntut ilmu, atau untuk pembantu dan untuk pelayanan kemaslahatan umum. Ke dua; Merupakan amal kebaikan bagi pewakaf, karena dia menyedekah kan harta yang barangnya tetap utuh, tetapi pahalanya mengalir terus, sekali pun pewakaf sudah putus usahanya, karena telah meninggal dunia.
Hukum Wakaf
Wakaf hukumnya sunnah, berdasarkan hadits berikut ini, Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 perkara; sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shalih yang mendo'akannya". (HR.Muslim 3084). Syaikh Ali Bassam berkata, Yang dimaksud dengan sedekah jariyah dalam hadits ini adalah wakaf. Wakaf sudah dianggap sah dengan salah satu dari tiga cara berikut ini: Pertama; Perbuatan, misalnya, seseorang membangun sebuah masjid kemudian dia izinkan orang lain untuk shalat di situ, atau membangun sekolah dan lain sebagainya. Ke dua; Perkataan, misalnya "aku wakafkan barang ini" atau "aku sedekahkan hasil barang ini" atau ungkapan lain yang semakna. Ke tiga; Wasiat, misalnya bila aku wafat, maka aku wakafkan rumah ini. Harta yang diwakafkan sebaiknya tercatat dan diketahui oleh seorang saksi atau lebih, hal ini dilakukan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di kemudian hari. Landasan tentang hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, dia berkata, Ketika ibu Sa'ad Bin Ubadah meninggal dunia, dia (Sa'ad) tidak berada di sampingnya, lalu dia datang melapor kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seraya berkata, "Ya Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia, ketika itu saya tidak berada di sisinya. Apakah bermanfaat kepadanya bila saya bersedekah atas namanya? Jawab beliau, Ya tentu (bermanfaat). Lalu Sa'ad radhiyallahu anhu berkata, Sesungguhnya aku menjadikan engkau sebagai saksi, bahwa pekarangan yang banyak buahnya ini aku sedekahkan (atas nama)
Keputusan Komisi Fatwa MUI tanggal 11 Mei 2002 M mengenai wakaf uang (wakaf tunai) adalah sebagai berikut:
1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. 2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. 3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh) 4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar'i 5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
Wakaf Tunai (cash waqf ) sudah dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah. Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Adapun manfaat utama wakaf tunai adalah:
a. seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu. b. melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian. c. dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembagalembaga pendidikan Islam. d. umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yangmemang semakin lama semakin terbatas.
a. Cakap melakukan tindakan hukum dalam hal ini adalah wakaf, artinya, sehat akalnya, dalam keadaan sadar, tidak dalam keadaan terpaksa/dipaksa, dan telah mencapai umur baligh; b. Benar-benar pemilik harta yang diwakafkan.
Kewajiban Nadzir
Dr. Idris Khalifah, Ketua Forum Ilmiah di Tethwan Magribi, dalam hasil penelitiannya yang berjudul Istismar Mawarid al-Wakaf menyebutkan sembilan tugas dan kewajiban nadzir wakaf : 1. Memelihara harta wakaf, 2. Mengembangkan wakaf, dan tidak membiarkan terlantar sehingga tidak mendatangkan manfaat, 3. Melaksanakan syarat dari waqif yang tidak menyalahi hukum syara, 4. Membagi hasilnya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya tepat waktu dan tepat sasaran, 5. Membayarkan kewajiban yang timbul dari pengelolaan waqaf dari hasil waqaf itu sendiri, 6. Memperbaiki aset wakaf yang rusak sehingga kembali bermanfaat, 7. Mempersewakan harta-harta wakaf tidak bergerak, seperti bangunan dan tanah, 8. Menginvestasikan harta wakaf untuk tambahan penghasilannya, 9. Bertanggungjawab atas kerusakan harta wakaf yang disebabkan kelalaiannya dan dengan itu ia boleh diberhentikan dari jabatannya.
Hak Nadzir
Mengenai haknya, para fuqaha sepakat, nadzir berhak dan diperbolehkan mendapatkan bagian dari hasil harta wakaf yang terkelola baik, hanya saja tidak ada ketentuan secara jelas dalam hadits maupun dalam praktek para sahabat. Ijtihad di berbagai negara menyangkut ini, satu sama lain tidak sama, karena situasi dan kondisinya berbeda. Di Bangladesh, misalnya, lembaga pengelola wakaf di sana telah berijtihad bahwa nadzir wakaf bisa menggunakan hasil dari pengelolaan wakaf sampai sebesar 5% atau maksimal 10 % menurut UU Wakaf No.41/2004. Jadi, secara umum, nadzir wakaf dibolehkan atau berhak mendapat bagian dari hasil atau manfaat sesuai dengan batas-batas kewajaran dengan memperhatikan berbagai variabel yang melingkupinya. Tentang besar kecilnya imbalan atau gaji untuk nadzir wakaf, bisa didasarkan atas keputusan waqif (orang yang berwaqaf) atau hakim atau disesuaikan dengan situasi dan kondisi kala itu (Muhammad Ubaid Abdullah AlKubaisi 1977, Juli, hal : 216-237).
Islamic Relief mampu mengumpulkan wakaf tunai setiap tahun tidak kurang dari 30 juta poundsterling, atau hampir Rp 600 miliar, dengan menerbitkan sertifikat wakaf tunai senilai 890 poundsterling per lembar. Dana wakaf tunai tersebut kemudian dikelola secara amanah dan profesional, dan disalurkan kepada lebih dari 5 juta orang yang berada di 25 negara. Bahkan di Bosnia, wakaf tunai yang disalurkan Islamic Relief mampu menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 7.000 orang melalui program Income Generation Waqf. Tanggal 29 Juli 2004, Dompet Dhuafa Republika (DD) meresmikan sekolah SMART Ekselensia di Parung Bogor. Ada beberapa hal menarik dari SMART yang menggabungkan SLTP dan SLTA dalam 5 tahun ini. Pertama, siswanya yang miskin, dipilih dari 18 provinsi. Kedua, pendidikan dilangsungkan dengan cuma-cuma. Ketiga, lokasi sekolah merupakan eks-sekolah Madania Parung. Aset sekolah ini dibeli DD seharga Rp 6,8 miliar dengan dana wakaf. Keempat, guru-guru direkrut profesional. Kelima, konsep dan sistem pendidikan dirancang sama baiknya dengan sekolah unggulan lain. Keenam, DD tetap konsisten pada posisinya sebagai pengelola.