You are on page 1of 16

Sirosis Hati A.

Definisi Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow) karena pada sirosis hepatis terjadi perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati adalah suatu kemunduran fungsi lIIIer yang permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi, yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati, akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regeneratIIIe nodules) dalam jaringan parut.1
B. Etiologi1,9,10

1. Virus hepatitis (B,C,dan D) 2. Alkohol 3. Kelainan metabolic : 1) Hemakhomatosis (kelebihan beban besi) 2) Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga) 3) Defisiensi Alphal-antitripsin 4) Glikonosis type-III 5) Galaktosemia 6) Tirosinemia 4. Kolestasis Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut biliary atresia. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak.
18

19

Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, Transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat primary biliary chirrosis atau primary sclerosing cholangitis. Secondary biliary chirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu. 5. Sumbatan saluran vena hepatica 1) Sindroma Budd-Chiari 2) Payah jantung 6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid) 7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lain-lain) 8. Operasi pintas usus pada obesitas 9. Kriptogenik 10. Malnutrisi 11. Indian Childhood Cirrhosis
C. Insidens1

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
D. Klasifikasi1,2,6

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : 1. Mikronodular

20

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur. Di dalam septa parenkim hati terdapat nodul halus dan kecil merata di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular makronodular. 2. Makronodularsirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi. Besar nodul juga bervariasi, ada nodul besar yang didalamnya adalah daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 1. Sirosis hati kompensata atau sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. 2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan ActIIIe Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus E. Tanda dan Gejala Klinis
1. Gejala klinis 9

sehingga

dijumpai

campuran

mikro

dan

Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah : kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah.

21

Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan yang membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati. Sesuai dengan konsensus Braveno III, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises5 : Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites, Stadium 2: varises, tanpa ascites, Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites. Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien ini, didapatkan adanya ascites, juga adanya keluhan nafsu makan berkurang, mual, BAK, sehingga memperkuat diagnosis sirosis hepatis dekompensata. 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis antara lain11: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Spider naevi Eritema palmaris Ginekomastia Fetor hepatikum Splenomegali Asites Ikterus

22

Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan fisik berupa asites dan eritem palmar. Sedangkan untuk lien sulit untuk dinilai akibat ascites yang masif.

23

3. Pemeriksaan Laboratorium Adanya 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium antara lain11: SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, Alkaline fosfatase meningkat. Bilirubin meningkat. Albumin menurun sedangakan globulin meningkat. PT memanjang. Na menurun. Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan dimana biasanya SGOT>SGPT.

leukopenia. Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung dekompensata SGOT>SGPT, untuk yaitu ditegakkannya adanya meningkat diagnosis (3.08 sirosis (87 mg/dl), hepatis U/l), rasio peningkatan SGOT

bilirubin

albumin:globulin terbalik (2.4:4.6), trombositopenia (61.000/mm3). 4. Diagnosis Diagnosis sementara berupa sirosis hati dekompensata pada pasien dapat ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang telah diuraikan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan untuk memperkuat diagnosis sirosis hati dekompensata pada pasien ini adalah USG abdomen. Adapun hasil USG abdomen pada pasien ini menyatakan bahwa gambaran hati pada pasien ini sesuai dengan gambaran sirosis hepatis yaitu ukuran hepar mengecil, permukaan tidak rata dan kasar disertai pula dengan pembesaran ukuran lien. Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja, maka dapat dilakukan rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

24

1) Pemeriksaan endoskopi Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno III, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk mencegah perdarahan pertama.4 Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab terjadinya melena. Umumnya hal tersebut disebabkan pecahnya suatu varises esofagus atau adanya gastritis erosif. Bila nanti pada pemeriksaan endoskopi ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini akan mendukung diagnosis sirosis hepatis dekompensata, karena pecahnya varises esofagus merupakan manifestasi dari hipertensi portal 2) Biopsi hati Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini. Oleh karena itu pada kasus pasien ini, direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.

25

5. Penatalaksanaan

Penatalaksanan terhadap sirosis dan komplikasinya

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 1. 2.


a. b.

Simtomatis Supportif, yaitu : Istirahat yang cukup Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya pada sirosis

cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin


c.

hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :

26

i. kombinasi IFN dengan ribavirin ii. terapi induksi IFN iii. terapi dosis IFN tiap hari Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCVRNA negatif di serum dan jaringan hati. 3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti: a Astises b Spontaneous bacterial peritonitis c Hepatorenal syndrome d Ensefalophaty hepatic Asites Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas : - istirahat - diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. - Diuretik. Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalem dan hal ini

27

dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utamadiuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid. Terapi lain : Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaandemikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Childs C protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP) Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyaki timbul selama masa perawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari)selama 2-3 minggu.

Hepatorenal Sindrome

28

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan : - Pasien diistirahatkan daan dpuasakan - Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi - Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obatobatan, evaluasi darah. -Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin., Octriotide dan Somatostatin Ensefalopati Hepatik Penentuan diet pada penderita sirosis hati sering menimbulkan dilema. Di satu sisi, diet tinggi protein untuk memperbaiki status nutrisi akan menyebabkan hiperamonia yang berakibat terjadinya ensefalopati. Sedangkan bila asupan protein rendah maka kadar albumin dalam darah akan menurun sehingga terjadi malnutrisi yang akan memperburuk keadaan hati. Untuk itu, diperlukan suatu solusi dengan nutrisi khusus hati, yaitu Aminoleban Oral. Aminoleban Oral mengandung AARC kadar tinggi serta diperkaya dengan asam amino penting lain seperti arginin, histidin, vitamin, dan mineral. Nutrisi khusus hati ini akan menjaga kecukupan kebutuhan protein dan

29

mempertahankan kadar albumin darah tanpa meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia. Pada penderita sirosis hati yang dirawat di rumah sakit, pemberian nutrisi khusus ini terbukti mempercepat masa perawatan dan mengurangi frekuensi perawatan. Dengan nutrisi khusus ini diharapkan status nutrisi penderita akan terjaga, mencegah memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas serta harapan hidup penderita juga akan membaik. Manajemen Nutrisi Diet Garam Rendah I (DGR I) Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah 200-400 mg Na. Diet Hati I (DH I) Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari. Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah

30

kandungan energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa. Diet Hati II (DH II) Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I. Diet Hati III (DH III) Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I

Penanganan Sirosis Hati Berdasarkan Evidence Based (EBN) 1. Diet tempe pada sirosis hati sebagai upaya meningkatkan

kadar albumin dan perbaikan ensefalopati hepatic. Pada penelitian ini membandingkan antara diet hati II dan III (diet konvensional) dengan diet tempe dalam meningkatkan kadar albumin darah dan menurunkan derjat ensepalohetik selama 20 hari. Dan hasilnya diet tempe dapat meningkatkan albumin darah, menurunkan ammonia

31

dalam

darah,

meningkatkan

psikomotor

dan

menurunkan

ensefalopatik hepatic. 2. Diet masukan protein pada pasien ensefalohepatik dan yang dilakukan oleh beberapa ahli gizi. Dari

Sirosis hepatic

beberapa ahli gizi berbeda pendapat mengenai batasan protein yang diberikan pada pasien sirosis hepatic, namun pada pelaksaannya tetap mengacu pada konsesnsus ESPEN tentang nutrisi pada pasien dengan penyakit hati yang kronik, yaitu :

Kondisi Klinis

Energi/Non protein (K.cal/Kg)

Protein (g/Kg)

Sirosis

yang

dapat

25 - 35

1,0 1,2

mengkompensasi komplikasi. Intake yang tidak 35 - 40 1,5

adekuat dan malnutrisi Ensepalopathy I - II 25 - 35 Pada fase transisi 0,5 kemudian 1,0 1,5 , jika nabati. BCAA Ensepalopathy III -IV 25 - 35 0,5 1,2, Suplemen BCAA Jika menggunakan nutrisi parenteral , kalori non protein yang didalamnya terkandung lemak dan glukosa sekitar 35 50 %. ditoleransi : diberikan protein Suplemen

6. Prognosis10

32

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh biasanya digunakan untuk prognosis pasien sirosis. Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati. Klasifikasi ini berkaitan dengan angka harapan hidup. Angka harapan hidup selama 1 tahun berturut-turut untuk pasien dengan klasifiksi A,B,C adalah 100, 80, dan 45%. Klasifikasi Child-Pugh 1 Nihil <2 >3,5 <1,7 Nilai 2 Minimal Minimal 2-3 2,8-3,5 1,7-2,3 3 Berat/koma Masif >3 <2,8 >2,3

Ensefalopati Asites Bilirubin (mg/dl) Albumin (g/dl) PT Keterangan nilai:

Child A = 5-6 Child B = 7-9 Child C = 10-15

7. Komplikasi 1) Perdarahan gastrointestinalHipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul perdarahan. 2) Koma Hepatikum. 3) Ulkus Peptikum. 4) Karsinoma hepatosellular. Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubah menjadi

33

adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple. 5) Infeksi. Misalnya tbc paru, peritonitis, pnemonia, kronis, bronchopneumonia, septikema 6) Hepatic encephalopathy. 7) Hepatorenal Syndrome. 8) Hepatopulmonary Syndrom. 9) Hypersplenisme. 10) Edema dan ascites. glomerulonephritis

pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas,

You might also like