You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Studi kasus atau case study model pembelajaran dimana mahasiswa dipaparkan pada suatu kasus nyata. Dalam model ini, mahasiswa diberi suatu panduan berupa pertanyaan yang mengacu pada teori dan konsep dasar. Blok CHEM II ini memiliki sasaran belajar yang berkaitan dengan konsep epidemiologi yang di dalamnya juga berkaitan dengan surveilans. Surveilans ini memiliki empat komponen penting, yaitu pengumpulan data (collecting), analisis data (analysis), interpretasi (interpretating), dan penyebarluasan rangkaian proses informasi penting (disseminasi). yang Keempatnya pengolahan merupakan data dan mencakup

kemanfaatannya dalam lingkup epidemiologi dalam rangka pelayanan komprehensif (preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif), terutama penatalaksanaan kejadian penyakit di masyarakat. Surveilans membutuhkan data kejadian penyakit yang dapat dianalisis dan diolah sehingga dapat diinterpretasikan. Pengolahan data surveilans dapat meliputi pengolahan data hasil intervensi dan faktor risiko yang berkaitan dengan kejadian penyakit sehingga dapat diinterpretasikan untuk merencanakan kembali intervensi lainnya. Pembelajaran yang hanya bersifat teori terkadang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu mahasiswa membutuhkan studi kasus dehingga implementasi teori dapat dibuktikan kesesuaiannya dengan teori. B. Tujuan Tujuan disusunnya laporan case study ini adalah untuk memenuhi nilai tugas portfolio case study Blok CHEM II kelompok kami. Selain itu, tujuan utama dari metode pembelajaran ini adalah untuk memahami dan mengimplementasikan teori yang telah diajarkan mengenai pengolahan data surveilans dalam epidemiologi penyakit. Hal ini dimaksudkan untuk

lebih mendalami materi kuliah yang telah diberikan dosen mengenai surveilans dan pengolahan data.

BAB II HASIL DAN JAWABAN

A.

Jawaban Pertanyaan 1. Pertanyaan 1: Insidensi adalah proporsi kelompok individu yang terdapat dalam penduduk suatu wilayah atau negara yang semula tidak sakit dan menjadi sakit dalam kurun waktu tertentu dan pembilang pada proporsi tersebut adalah kasus baru. Rumus angka insidensi adalah jumlah kejadian dalam waktu tertentu dibagi penduduk yang mempunyai risiko (population at risk) terhadap kejadian tersebut dalam kurun waktu tertentu dikalikan dengan konstanta k. p = (d/n) x k p = estimasi angka insidensi d = jumlah kasus baru n = jumlah individu yang awalnya tidak sakit k = konstanta Untuk memperoleh insidensi harus dilakukan dengan melakukan pengamatan kelompok penduduk yang mempunyai resiko terkena penyakit yang ingin dicari yaitu dengan cara mengikuti secara prospektif untuk menentukan insidensi kasus baru. 2. Pertanyaan 2: Prevalensi adalah proporsi individu yang terkena penyakit dalam suatu populasi pada waktu tertentu. Prevalensi menunjukkan perkiraan kemungkinan seseorang menjadi sakit pada satu saat tertentu. Istilah angka prevalensi sering digunakan, meskipun prevalensi merupakan proporsi, bukan angka (rate). Prevalensi terdapat dua ukuran, yaitu point prevalence (prevalensi sesaat) dan periode prevalence (prevalensi periode). Point prevalence = jumlah semua kasus yang dicatat tertentu) jumlah penduduk (pada saat

Periode prevalence = jumlah semua kasus yang dicatat (selama periode) 3. Pertanyaan 3a: jumlah penduduk

satu

Data yang harus dikumpulkan adalah jumlah penderita polio, jumlah penduduk yang mempunyai risiko, konstanta. 4. Pertanyaan 3b: Data yang dipakai atau dikumpulkan adalah jumlah kasus polio pada anak-anak pada waktu itu dan sebelumnya serta jumlah penduduk atau total populasi pada waktu itu. 5. Pertanyaan 4: Surveilans kesehatan masyarakat adalah proses satu saat, pengumpulan sistematik, analisis, interpretation, dan disseminasi data berkaitan dengan kejadian kesehatan yang digunakan dalam aksi (pelaksanaan) kesehatan masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian dan untuk menningkatkan kesehatan. Elemen-elemen surveilans: 1. Satu saat 2. Collecting (pengumpulan data) 3. Analisis 4. Interpretasi 5. Diseminasi (penyebarluasan informasi) 6. Berkaitan dengan aksi (informasi untuk aksi implementasi). 6. Pertanyaan 5: Surveilans pasif adalah surveilans pasif adalah surveilans yang didapat dari data laporan yang diterima dinas atau departemen kesehatan yang dikirimkan oleh penyedia pelayanan kesehatan, rumah sakit, ataupun laboratorium berdasarkan aturan dan regulasi yang telah ada.

Surveilans aktif adalah surveilans yang didapat dengan melakukan atau mencari langsung kepada penyedia pelayanan kesehatan secara reguler atau pada periode tertentu untuk melengkapi laporan kasus. Pada kasus polio di Ababo ini menggunakan surveilans pasif. 7. Pertanyaan 6a: Case-fatality rate adalah angka/persentase kelompok orang yang terdiagnosis memiliki penyakit tertentu dan meninggal karena penyakit tersebut pada periode tertentu. Case-fatality rate ini mengukur kemungkinan kematian pada wabah atau penyakit tertentu dimana pasien penyakit tersebut telah diikuti perkembangannya dalam jangka waktu tertentu. Case-fatality rate dapat mengalami kesalahan karena mirip dengan penghitungan mortality rate. 8. Pertanyaan 6b: Year [1,] 1986 [2,] 1987 [3,] 1988 [4,] 1989 [5,] 1990 New cases deaths 54 56 50 68 74 5 7 6 8 10 population 360000.0 373680.0 387879.8 402619.3 417918.8 IR MR CFR 0.09 0.12 0.12 0.12 0.14 15.00 1.39 14.99 1.87 12.89 1.55 16.89 1.99 17.71 2.39

IR = Incidence rate= angka insidensi MR = Mortality rate= angka mortalitas CFR = Case fatality risk

9. Pertanyaan 7:

10. Pertanyaan 8a: Sensitivitas mengacu kepada seberapa bagus tes yang dilakukan tepat mengidentifikasi orang-orang yang menderita penyakit tertentu. Sensitivitas yang menurun akan menaikkan false negatif dimana akkurasi data yang didapat akan menurun dan akan berdampak pada aksi yang akan dilakukan. Namun, akurasi juga ditentukan oleh spesifitas yang mengacu pada seberapa bagus tes yang dilakukan mengidentifikasi orang-orang yang benar-benar sehat. Semakin kecil spesifisitas, semakin besar angka false positif yang juga berdampak

terhadap rencana aksi yang akan dilakukan. Kedua hal ini menentukan predictive value yang menentukan akurasi data. 11. Pertanyaan 8b: Di samping sensitivitas, atribut yang harus dievaluasi dalam system surveilans untuk tujuan antara lain: a. Simplicity : system operasi yang sederhana secara keseluruhan dan dalam setiap komponennya b. Flexibility ; kemampuan untuk mengakomodasi perubahan dalam mengoperasikan kondisi atau kebutuhan informasi c. Kualitas Data ; kelengkapan dan validitas data yang terkumpul dan terekam d. Acceptability ; kemauan individu dan organisasi untuk berpartisipasi dalam sistem e. Predictive Value Positive ; proporsi kasus yang dilaporkan yang benar-benar kasus f. Representativeness ; ketelitian sistem dalam menggambarkan timbulnya peristiwa kesehatan dalam suatu populasi berdasar waktu, tempat dan orang g. Timeliness ; ketersediaan data dalam waktu yang tepat h. Stability ; reliability dan availability sistem (tanpa kegagalan) 12. Pertanyaan 9: Hal yang mungkin dipertimbangkan karena kenaikan angka kasus baru yang terobservasi selama dua tahun terakhir antara lain: Pendekatan berdasarkan peningkatan 1. Hal yang biasa terjadi
i. Chance (kesalahan yang tidak disengaja) a. Predictive value

menentukan apakah sistem tersebut sesuai dengan

Dibuat-buat besarnya Dibuat-buat dari ukuran sampel b. Interval

ii. Kesalahan sistematika


a. Berubahnya prosedur laporan lokal ( misalnya lebih

mudahnya prosedur laporan seperti aktif dari pada pasif) b. Berubahnya penjelasan kasus
c. Meningkatnya kepentingan karena

lokal atau kesadaran

nasional d. Petugas kesehatan baru atau fasilitas mungkin dilihat lebih menunjuk kasus, mungkin diagnosis yang lebih sering, mungkin laporan yang lebih dipercaya
e. Wabah sama dengan penyakit, kesalahan diagnosis penyakit f.

Kesalahan laboratorium atau laporan denominator seperti adanya arus turis,

g. Berubahnya

pengungsi, petani yang berpindah 2. Adanya hipotesis baru a. Meningkatnya kerentanan populasi (kelahiran, imigrasi) b. Rendahnya vaksinasi c. Gagalnya vaksinasi (primer = tidak ada imunitas dalam tubuh, sekunder = berkurangnya imunitas )
d. Berubahnya agent (agent turunan yang lebih virulen)

Bias : 1. Bias sukarelawan: kondisi kesehatan sukarelawan yang baik, mortalitas rendah. 2. Bias Panjang (length bias): bias karena penyakit orang yanng terdeteksi memiliki masa pre-klinis yang panjang sehingga mudah dideteksi. 3. Bias Led-time: diagnosis dini memperpanjang survival time tanpa menurunkan mortalitas. 13. Pertanyaan 10: Tidak semua kasus dari rumah sakit bisa diikutsertakan dalam laporan. Beberapa alasan antara lain : A. Penjelasan kasus klinik mungkin berbeda dari penjelasan kasus surveilans

B. Salah pengertian mengenai perkiraan yang dilaporkan C. Salah pengertian mengenai tanggung jawab dalam laporan (siapa

yang

bertanggung

jawab?

Mungkin

setiap

staf

karyawan

menganggap seseorang akan diisi? D. Kurangnya motivasi diantara karyawan, atau terlalu sibuk untuk membuat laporan
E. Laporan diisi hanya oleh mereka mengizinkan untuk didiagnosis,

terlewat dari diagnosis dari rumah sakit


F. Laporan salah penempatan, tertunda, hilang, salah pengkodean

rumah sakit lain atau departemen kesehatan.


G. Rumah sakit telah menjalankan form

14. Pertanyaan 11: Dampak memasukkan anak-anak dengan rekaman status tidak demam dalam grafik adalah untuk meningkatkan sensitivitas dan menurunkan sesifisitas tes, diagnosis, atau screening. Sesitifitas merupakan probabilitas hasil test (+) (TP) bila penyakit benar-benar ada. Meningkatnya sensitivitas , false negative (FN) akan menurun. Rumus sensitivitas : Sensitivitas = TP/(TP+FN) Spesifisitas merupakan probabilitas hasil test (-) bila penyakit benarbenar ada (+). Sensivitas meningkat, Rumus spesifitas : Spesifisitas = TN/(TN+FP) 15. Pertanyaan 12: Untuk keadaan insidensi rendah, formulir kasus penyakit yang kita tanyakan antara lain : A. B. Informasi identitas pasien Informasi demografi false positive (FP) menurun.

C. Waktu

Informasi klinik terjadi penyakit, gejala/tanda, (termasuk demam),

pemeriksaan laboratorium, riwayat rawat inap, mati) - klarifikasi penjelasan kasus, karakteristik spectrum dan perjalanan penyakit, dampak terhadap sumber, dll. D. Faktor risiko

Pekerjaan, kontak dengan peralatan rumah tangga, perjalanan, status imunisasi, dll) untuk membantu investigasi, target dari control, tindakan preventif E. Informasi identifikasi pelapor

16. Pertanyaan 13: Kasus memuncak pada musim-musim tertentu pada bulan Februari, Maret hingga April dimana distrik Ababo ini mengalami musim panas hingga musim gugur. Musim tersebut di daerah itu merupakan faktor yang mempengaruhi distribusi penyakit polio ini. 17. Pertanyaan 14: Determinan median Age <1 1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah Number 34 50 25 27 7 2 3 2 0 Frekuensi kumulatif 34 84 109 136 143 145 148 150 150 < 34 50 50 81 28 10 18 14 0 < 34 + 251

Letak median ditambah 1 (f+1) 2

: frekuensi ; jika frekuensi adalah ganjil, frekuensi

: 150+1 2 : 75,5 Angka di atas diinterpretasikan sebagai data ke-75 dan data ke-76. median dicari dengan merata-ratakan data ke-75 dan ke-76 dari frekuensi kumulatifnya. Data ke-75 dan ke-76 ini terdapat pada frekuensi kumulatif 84 yaitu pada usia 1 tahun. Median = 1+ 1 2 =1 Jadi median pada kasus ini adalah pada umur 1 tahun. Didapat dari data yang ke 75 dan terdapat pada frekuensi kumulatif 84. wi= Ni/ N Ni=150 E [ A]=i Aiwi E[ A]=0.5 34/150 1.5 50/150 2.5 25/150 3.5 27/150 4.5 7/150 5.52/1506.5 3/150 7.5 2/150 8 0/150
E[A]=0.5341.5502.5253.5274.575.526.537.5280 150

=2,17 tahun 18. Pertanyaan 15: Rasio laki laki : perempuan = 31 : 19 Rasio adalah suatu pernyataan frekuensi nisbi kejadian suatu peristiwa terhadap peristiwa lainnya. Misalnya, jumlah anak sekolah kelas 6 yang telah diimunisasi dibandingkan dengan jumlah anak sekolah kelas 6 yang tidak diimunisasi pada sekolah tertentu

Rumus rasio Di mana atau lebih

: Rasio = x . k Y

: X = banyaknya peristiwa atau orang yang mempunyai satu atribut tertentu Y = banyaknya peristiwa atau orang yang mempunyai satu atau lebih atribut tertentu, tetapi dalam hal berbeda atributnya dengan anggota x K=1

Jadi berdasarkan kasus diatas ,rasio laki-laki terhadap perempuan x : y = 93 : 57 atau 31: 19 19. Pertanyaan 16: Kita tidak bisa meyimpulkan begitu saja. Hal ini dikarenakan tidak diketahuinya proporsi populasi tiap etnik. Distribusi kasus mungkin sama dengan terdistribusinya etnik di populasi. Zanus mungkin kelompok paling dominan di Ababo. Risiko berbeda dengan rate yang memerlukan penyebut. Absolute risk laki laki suku zanu = 73/126 = 0,58 Absolute risk perempuan suku zanu = 53/126 = 0,42 Jadi pada suku zanu yang paling beresiko besar terkena penyakit polio adalah kelompok laki laki karena setelah di ukur dari absolute riskNya nilai absolute risk yang terbesar adalah kelompok laki laki dan kasus polio pada suku zanu paling sering terjadi pada laki laki 20. Pertanyaan 17a: Prevalensi pada yang divaksinasi = 1/243 x 100% = 0,4% = 411,5 per 100.000 21. Pertanyaan 17b: Prevalensi polio (kelumpuhan) pada anak-anak yang tidak divaksinasi adalah jumlah semua kasus polio atau kelumpuhan pada anak-anak yang tidak diberikan vaksinasi (dosis 0) yang tercatat per

1991 yaitu sebanyak 9 kasus dari 676 anak-anak pada populasi tersebut. Prevalensi pada yang tidak divaksinasi = 9/676 x 100%= 1,3% = 1.331,4 per 100.000 22. Pertanyaan 17c: Kekuatan vaksin (sekurang-kurangnya 1 kali) pada populasi ini adalah 243/ 919 dikalikan 100% yaitu 24,6 %. 23. Pertanyaan 17d: Data yang didapat dari tabel tersebut antara lain jumlah kasus kelumpuhan yang terjadi pada anak dengan tindakan vaksinasi sebelumnya dan yang tidak divaksinasi sebelumnya. Pada populasi yang diberikan vaksinasi, kelumpuhan yang terjadi adalah 1 kasus dari 243 anak pada populasi tersebut. Sedangkan pada yang tidak divaksinasi, kelumpuhan terjadi 9 kasus dari 567 anak pada populasi tersebut. Berdasarkan data di atas, prevalensi kejadian polio pada anak yang divaksinasi dan yang tidak divaksinasi dapat diketahui. Prevalensi polio pada anak yang divaksinasi mencapai tiga kali lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak divaksinasi. Vaksinasi tetap dapat menurunkan angka kejadian sebagai pengendali epidemi polio terhadap penyebarannya sebagai pencegahan primer atau tingkat pertama. 24. Pertanyaan 18: Surveilans yang telah ditemukan pihak kesehatan masyarakat harus segera didistribusikan ke dua kelompok: (1) pihak yang menyediakan data sehingga data yang ada dapat diverifikasi; (2) pihak yang bertanggung jawab atas kegiatan dan aksi kesehatan masyarakat. Data hasil surveilans harus didsitribusikan kepada mereka yang seharusnya tahu, yaitu antara lain: a. Pihak yang menyediakan data seperti petugas kesehatan, rumah sakit, dan lab.

b. Pihak yang bertanggung jawab untuk melaksanakan aksi dari data, seperti manajer program kesehatan masyarakat, pekerja lapangan, pembuat kebijakan. c. Pihak yang memiliki sebagian tanggung jawab seperti kementerian dan staff, agen donor d. Pihak yang tertarik seperti penduduk desa, kesehatan masyarakat, kelompok tertentu, hingga masyarakat luas 25. Pertanyaan 19a: Dengan menggunakan data tahun 1989 dan 1990 sebagai dasar, angka yang diharapkan pada bulan Januari dan februari adalah rata-rata dari jumlah kasus pada masing-masing bulan tersebut, yaitu: Januari: (5 + 7) / 2 = 6 expected cases Februari: (19 + 16) / 2 = 17.5 expected cases 26. Pertanyaan 19b: Tidak ada jawaban yang pasti. Jumlah kasus yang terobservasi hampir berlipatganda dari jumlah yang expected number atau angka yang diharapkan yang merupakan peningkatan yang penting. jika peningkatan yang terjadi tidak disebabkan bias atau alasan lain pada poin nomor sembilan, peningkatan ini dapat dipertimbangkan sebagai epidemi. petugas dinas kesehatan distrik tersebut telah memberikan perhatian lebih terhadap polio, mungkin saja peningkatan lebih disebabkan peningkatan pelaporan dibandingkan peningkatan insidensi.

BAB III KESIMPULAN Pada upaya promotif dan preventif diperlukan rencana yang harus didasari oleh beberapa fakta dan alasan yang salah satunya berupa laporan hasil surveilans. Surveilans membutuhkan pengumpulan data yang didapat secara pasif maupun aktif, pengolahan data, interpretasi dan distribusi hasil informasi kepada pihak-pihak tertentu untuk aksi lanjutan kesehatan masyarakat. Pada prosesnya dilakukan uji tapis yang membutuhkan akurasi screening test yang dipengaruhi oleh sensitivitas maupun spesifisitas serta predictive value. Ada pula yang dapat membuat berkurangnya akurasi hasil yaitu bias yang disebabkan banyak hal baik dari volunteer, alat, prosedur, pelaksana, dan lain sebagainya sebagai determinan outcome.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC. Bustan dan Arsunan. 1997. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta. Crowther, et al. 1995. Oxford Advanced Learners Dictionary. Oxford: Oxford University Press. Leeflang, et al. 2008. Bias in Sensitivity and Specificity Caused by Data-Driven Selection of Optimal Cutoff Values: Mechanisms, Magnitude, and Solutions. Available from URL:http://www.clinchem.org/cgi/reprint/54/4/729 Loong. 2008. Understanding sensitivity and specificity with the right side of the brain. Available from URL: 2.http://bmj.bmjjournals.com/cgi/content/full/327/7417/716 Spitalnic, S. 2004. Test Properties I: Sensitivity, Specificity, and Predictive Value. Available from URL: http://www.walkerbioscience.com/pdfs/Dx%20tests %20ROC%201.pdf Wallace, R.B. 1998. Public Health and Preventive Medicine 4th Edition. Connecticut: Appleton and Lange.

You might also like