You are on page 1of 28

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Wilayah laut meliputi dua pertiga bagian luas permukaan bumi. Luas laut di Asia
Tenggara sebesar 2,5% luas seluruhnya tetapi terumbu karang dunia sebesar 25-30%
terdapat di wilayah ini sehingga daerah ini merupakan salah satu pusat terumbu karang
dunia. Sebagian terumbu karang terdapat di wilayah Indonesia dan Filipina. Indonesia
merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan sehingga
menyimpan potensi sumberdaya hayati laut yang sangat besar baik dalam jumlah maupun
jenisnya (biodivesity) tetapi kondisi terumbu karang di Indonesia sangat memprihatinkan
yaitu sekitar 31,7% mengalami kerusakan parah dan hanya sekitar 6,1% dalam keadaaan
sangat bagus (Supriyono, 2000).

Bunga karang merupakan salah penyusun terumbu karang. Bunga karang merupakan
bentuk primitif hewan karang yang sangat sederhana dengan hidup melekat secara
permanen pada suatu lokasi di laut (sessile) dan salah satu komponen biota penyusun
terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan.
Terdapat sebanyak 5.000 - 10.000 spesies bunga karang yang menghuni dari lautan dalam
hingga tepi laut (Anonim, 2006a). Bunga karang tidak mempunyai alat untuk bergerak atau
berpindah tempat untuk menghindari predator. Umumnya bunga karang mempertahankan
diri dengan menggunakan zat kimia yang dihasilkan dari tubuhnya. Zat kimia ini diduga
sebagai bahan penolak terhadap serangan mikrobia atau parasit yang mengelilingi tubuhnya
(Hooper, 2000).

Bunga karang mengandung senyawa aktif yang aktivitasnya lebih besar dibandingkan
senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat (Munarsih dan Rachmaniar, 1999).
Bunga karang laut menghasilkan ekstrak kasar dan fraksi yang bersifat antibakteri, anti
jamur, antibiofouling, menghambat aktivitas enzim dan ichtyotoksik (Suparno, 2006).
Bioaktivitas antibakteri ekstrak kasar bunga karang laut terdapat pada beberapa jenis
seperti: Halichondria sp, Callyspongia pseudoreticulata, Callyspongia sp. dan Auletta sp.
(Parenrengi et al., 1999). Bunga karang Parahigginsia sp. mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker (P-388), sel penyebab kanker mulut (KB16), sel penyebab kanker
paru-paru (A549) dan sel penyebab kanker usus besar (HT-29) (Chen, 2000).
Parahigginsia sp. juga memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur yang sangat potensial
untuk dikembangkan sebagai sumber antibiotik (Isnansetyo et al., 2005).

Streptococcicosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus sp. yang banyak
menyerang ikan air tawar terutama ikan nila (Oreochromis sp.), katak (Rana sp.) dan ikan-
ikan air laut seperti ikan kerapu macan, kerapu tikus, ikan sidat (Anquilla sp.) (Anonim,
2006d), ikan kakap merah, beronang (Anonim, 2006b). Penyakit ini mengakibatkan
meningoencephalitic otak, di bagian luar terdapat luka seperti hemorrhagic dan luka
congestive, petechia di bagian dalam operkulum, congestion di bagian pektoral dan sirip
ekor serta mulut, eksoptalmia, distensi bagian perut, nanah tumbuh disekitar orbit dan
operkulum. Pada bagian dalam Streptococcus menimbulkan luka antara lain ascites atau
peritonitis, seringkali menimbulkan warna merah atau fibrinous, jika berasosiasi dengan
peritonitis, hemorrhage sering terdapat di dalam usus, focal necrosis di lemak atau hati
berwarna pucat, congestion dan hemorrhage pada hati, spleen, ginjal, otak dan usus dengan
karakteristik hemorrhagic enteritis di dalam enterococcosis (Anonim, 2006e).
Di Indonesia, streptococcicosis banyak menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan
(Widiyati et al., 2004). Daerah persebaran Streptococcicosis ialah pulau Jawa, Sumatera
dan Sulawesi (Anonim, 2006d). Streptococcus iniae adalah contoh spesies patogen dari
genus Streptococcus dengan dosis 1011 cfu/ikan dapat mematikan ikan nila budidaya dalam
waktu singkat (Widiyati et al., 2004). S. iniae mulai menyerang ikan yang beratnya mulai
dari 10-3000 gram dan menimbulkan kematian hingga 70% dalam beberapa hari. Gejala
penyakit ini ditandai dengan cara berenang ikan yang tidak normal (sekarat), mata
berselaput, luka berwarna merah dikulit dan internal septicemia (Komar et al., 2006).
Streptococcicosis tergolong ke dalam golongan II yang artinya penyakit yang dapat
disembuhkan sehingga perlu dicari antibiotik untuk dapat menanggulanginya (Anonim,
2006d). Biasanya penyakit ini diamati melalui pemeriksaan laboratorium. Pencegahan dan
pengobatan yang telah dilakukan yaitu dengan tes sensitivitas antibiotik dengan
penambahan Amphicilin 0,5 gram per kg makanan ikan untuk 2 hari, Oxytetracycline 0,5
gram per kg makanan ikan untuk 7 hari, Erythromycin estolate 1,0 gram per kg makanan
untuk 5 hari atau dengan menggunakan penicilin 3.000 unit per kg berat ikan yang disuntik
secara intramascullar (Anonim, 2006b).
Ikan nila (Oreochromis sp.) dipilih sebagai ikan uji karena banyak terserang
streptococcicosis. Penggunaan antibiotik sering digunakan tetapi menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan budidaya maupun terhadap ikan yaitu menyebabkan akumulasi

2
residu dalam daging, resistensi pada mikroba patogen serta menghambat perkembangan
organisme non target seperti plankton dan bakteri pengurai sehingga mengganggu
keseimbangan ekosistem dalam lingkungan budidaya.

Berdasarkan penapisan dan uji pendahuluan, diketahui bahwa ekstrak metanol (MeOH)
beberapa bunga karang yang dikoleksi dari pantai Wediombo, Yogyakarta memiliki daya
hambat yang besar terhadap bakteri Streptococcus sp.. Salah satunya yaitu bunga karang
yang diindentifikasi sebagai Parahigginsia sp. (Isnansetyo et al., 2005).

B. Perumusan Masalah
Salah satu kendala dalam kegiatan budidaya perikanan adalah timbulnya serangan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri Streptococcus sp. banyak menyerang ikan
nila atau keluarga ikan tilapia sehingga merugikan pebudidaya ikan air tawar khususnya.
Selain itu, Streptococcicosis juga menyerang ikan air laut seperti pada ikan kakap merah
dan baronang (Anonim, 2006b). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengobati
timbulnya Streptococcicosis yang ditimbulkan tetapi hasilnya belum memuaskan.
Penggunaan antibiotik sering digunakan tetapi menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan budidaya maupun terhadap ikan yaitu menyebabkan akumulasi residu dalam
daging, resistensi pada mikroba patogen serta menghambat perkembangan organisme non
target seperti plankton dan bakteri pengurai sehingga mengganggu keseimbangan
ekosistem dalam lingkungan budidaya. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain untuk
mengganti antibiotik dengan bahan alami yang ramah lingkungan dan mudah terurai.
Bunga karang merupakan komunitas terumbu karang yang mengandung bahan aktif
yang banyak digunakan dalam industri farmasi obat-obatan untuk hewan dan manusia.
Belum banyaknya penelitian tentang pemanfaatan bunga karang sebagai sumber senyawa
antibakteri khususnya dalam bidang perikanan, maka perlu dilakukan penelitian tentang
penggunaan senyawa bioaktif yang terkandung dalam bunga karang untuk menggali potensi
bahan alami yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti obat-obatan yang beredar
saat ini.

C. Tujuan Program

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti-Streptococcus sp. ekstrak


MeOH bunga karang Parahigginsia sp. secara in vitro dan pengaruhnya terhadap

3
kelulushidupan (survival rate) ikan nila (Oreochromis sp.) yang terserang
Streptococcicocis.

D. Luaran Yang Diharapkan

Penelitian ini diharapkan menemukan alternatif cara penanggulangan Streptococcicosis


pada ikan nila dengan pemanfaatan bahan aktif dari bunga karang yang dapat diterapkan
di masyarakat. Selain itu, penelitian ini juga dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan
terutama dalam pemanfaatan bioaktif dari bunga karang yang dapat dikembangkan sebagai
produk farmasi.

E. Kegunaan Program

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diterapkan sebagai teknologi tepat guna
untuk mengobati Streptococcicosis terutama pada ikan nila.

4
II. TINJUAN PUSTAKA

A. Bunga Karang (Parahigginsia sp.)


A.1 Sifat dan Morfologi

Gambar 1. Parahigginsia sp.

Bunga karang Parahigginsia sp. memiliki bentuk tubuh yang terdiri dari lembaran
(lamella) yang tidak beraturan (Hooper, 2000) dan mempunyai bentuk tubuh yang tetap
(Wallace and Taylor, 1997). Penyusun tubuhnya tidak memiliki perbedaan yang jelas yaitu
fiber atau spongin kolagen (Hooper, 2000). Bunga karang ini memiliki rangka luar yang
berfungsi sebagai kerangka penyokong (Wallace and Taylor, 1997). Spesies ini memiliki
bentuk permukaan yang disebut honeycombed polygonal surface (seperti sarang lebah) dan
rangka axial bagian luar tidak sejelas rangka axis. Spesies ini terdiri atas cabang primer dan
choanosoma sekunder yang tidak beraturan (Hooper, 2000). Lapisan sel terluar
(pinacoderm) tersusun atas sel-sel pipih yang disebut pinacocyte sedangkan lapisan dalam
terdiri atas sel-sel leher yang mempunyai flagel yang disebut choanocyte atau collar cell
(Wallace and Taylor, 1997). Jenis-jenis spikula yang ditemukan yaitu oxeas (diactinal
megasclere), subtylostyle dan tylostyle (monactinal megasclere) sedangkan
microscleresnya berupa acanthose (Hooper, 2000).

Parahigginsia sp. termasuk ke dalam kelas Demospongia dan familia Desmoxyidae.


Bunga karang ini tumbuh dengan cara menempel serta membuat kerak pada batu,
cangkang, tonggak atau tumbuh-tumbuhan. Kebanyakan Parahigginsia sp. hidup
di perairan dangkal (intertidal) dan tidak muncul ke permukaan (Hooper, 2000).

5
Klasifikasi bunga karang Parahigginsia sp., yaitu:

Kingdom : Invertabrata
Phylum : Porifera
Class : Demospongia
Subclass : Cecactinomorpha
Ordo : Halichondrida
Famili : Desmoxyidae
Genus : Parahigginsia
Spesies : Parahigginsia sp. (Hooper, 2000)

A.2 Sistem Metabolisme

Fungsi tubuh pada bunga karang Parahigginsia sp. dilakukan oleh jaringan atau organ
sedangkan semua aktivitas dalam tubuh bunga karang dilakukan oleh sel-sel secara
individual. Bunga karang jenis ini termasuk hewan non-selective particle feeders karena
mampu hidup dengan memanfaatkan makanan yang berada disekelilingnya dengan cara
menyaring partikel dari aliran air. Sistem saluran (canal system) berfungsi untuk
pemasukan makanan ke dalam tubuh dan untuk pengangkutan zat buangan ke luar dari
tubuh. Bunga karang Parahigginsia sp. memiliki sistem leuconoid yaitu tipe sistem saluran
yang paling kompleks dengan pemisahan choanoderm dan mesophyl secara luas
(Anderson, 1998).

A.3 Sistem Reproduksi

Bunga karang Parahigginsia sp. mampu bereproduksi secara aseksual dengan


fragmentasi atau pembentukan tunas yang dapat terlepas dan membentuk koloni tersendiri.
Bunga karang ini juga dapat bereproduksi secara seksual. Gamet bunga karang ini, tidak
dihasilkan oleh gonad melainkan oleh sel khusus yaitu collar cell atau choanocyte pada
lapisan gelatin. Gamet bunga karang ini terdiri atas telur yang kaya akan nutrisi dan sel
sperma berflagella. Kebanyakan bunga karang bersifat monoecious (mempunyai sel
kelamin jantan dan betina dalam satu individu). Bunga karang ini, biasanya mengeluarkan
gamet ke dalam air disebut spawning, sedangkan telurnya disimpan dalam tubuh.
Pembuahan terjadi secara internal setelah sperma masuk dalam tubuh bunga karang. Tahap
berikutnya perkembangan zigot terjadi dalam tubuh bunga karang. Kemudian zigot tersebut
akan menjadi larva berflagella yang akan dikeluarkan ke dalam air. Larva planktonik

6
(parenchymula larva) akan terbawa arus air hingga menetap di dasar dan berkembang
menjadi dewasa (Castro and Huber, 2003).

B. Senyawa Bioaktif dari Bunga Karang

Senyawa bioaktif merupakan hasil metabolit sekunder dari organisme hidup yang
memiliki struktur kimia khas. Senyawa hasil metabolit sekunder merupakan unsur yang
dipakai oleh organisme tersebut sebagai penangkal serangan penyakit sekaligus sebagai
sarana untuk mempertahankan hidup dari serangan organisme lain atau lingkungan
(Anonim, 2006a). Perbedaan kondisi lingkungan seperti tingginya kekuatan ionik pada air
laut, intensitas cahaya yang kecil, rendahnya temperatur, tekanan dan struktur tubuh yang
berbeda dengan organisme darat memungkinkan bunga karang menghasilkan metabolit
yang mempunyai struktur kimia yang spesifik dan bervariasi. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap bioaktivitasnya. Berbagai macam senyawa telah berhasil diisolasi dari bunga
karang diantaranya adalah alkaloid, terpenoid, acetogenin, senyawa nitrogen, halida siklik,
peptida siklik dan lain-lain (Murniasih, 2003).

C. Ikan nila (Oreochromis sp.)

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang
dan pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Ikan nila berasal dari Sungal Nil dan
danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua
yang beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila
tidak dapat hidup baik Ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan
tebal seperti daging ikan kakap merah (Anonim, 2006c).

Secara umum, ciri-ciri ikan nila adalah badannya pipih, berbentuk lonjong, pada badan
terdapat sirip ekor (pinna caudalis), sirip punggung (pinna dorsalis) dan sirip perut (pinnae
ventrales), organon visus menonjol dan bagian tepinya berwarna putih, daging cukup tebal
dan tidak terdapat duri-duri halus di dalamnya, kepala (caput) besar, mulut (rima oris)
lebar, bibir tebal, sisik (squama) besar-besar dan kasar, sirip punggung dan sirip anus
(pinna analis) memiliki beberapa jari-jari yang tajam seperti duri. Ikan nila terkenal sebagai
ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan hidup. Ikan nila dapat hidup pada pH
berkisar antara 6-8,5 ppm dengan suhu optimal 25o-30oC. Habitat ikan nila adalah

7
lingkungan tertentu yang cocok dan bisa beradaptasi serta dapat dijadikan tempat untuk
hidup dan berkembangbiak (Cahyono, 2000).

Klasifikasi ikan nila (Oreochromis sp.), yaitu:

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Osteichytes
Classis : Pisces
Sub Classis : Acanthopthorigrii
Ordo : Pericomorphi
Sub ordo : Pericoidea
Familia : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis sp. (Saanin, 1968)

D. Streptococcus sp.

Streptococcus sp. merupakan bakteri Gram-positif yang berbentuk bulat dengan


karakteristik membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Beberapa
Streptococcus memiliki kapsul polisakarida (Brooks et al., 2001). Bakteri ini tidak bersifat
hemolitik serta termasuk serologi ke dalam kelompok B (Scharperclaus, 1992).
Kebanyakan Streptococcus dapat tumbuh pada media yang padat dan tampak sebagai
koloni discoid, biasanya berdiameter 1-2 mm. Pertumbuhan Streptococcus cenderung
lambat pada media padat atau pada media cair kecuali jika diperkaya dengan cairan darah
atau cairan jaringan (Brooks et al., 2001).

Bakteri dari genus Streptococcus ini menyebabkan Streptococcicosis pada ikan air
tawar dan laut yang dibudidayakan, seperti ikan nila, kakap merah dan ikan beronang.
Tanda-tanda dari infeksi penyakit ini biasanya tidak jelas, namun ikan terkadang terlihat
lesu, tidak sehat, berenang tidak teratur dan pendarahan pada kornea. Biasanya penyakit ini
diamati lewat pemeriksaan laboratoris. Streptococcus sp. termasuk salah satu bakteri yang
resisten terhadap berbagai antibiotik yang secara terus menerus dipergunakan untuk
mengobati infeksi bakteri yang lain (Anonim, 2006b). Streptococcus iniae adalah contoh
spesies patogen dari genus Streptococcus dengan dosis 1011 cfu/ikan dapat mematikan ikan
nila budidaya dalam waktu singkat (Widiyati et al., 2004). S. iniae mulai menyerang ikan

8
yang beratnya mulai dari 10-3000 gram dan menimbulkan kematian hingga 70% dalam
beberapa hari. Gejala penyakit ini ditandai dengan cara berenang ikan yang tidak normal
(sekarat), mata berselaput, luka berwarna merah dikulit dan internal septicemia
(Komar et al., 2006).

9
III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental untuk menentukan


aktivitas anti-Streptococcus sp. dan Minimum Inhibitor Concentration (MIC)
anti-Streptococcus sp. dari ekstrak MeOH bunga karang Parahigginsia sp. dan Brine
Shrimp Lethality Test (BST) dari ekstrak MeOH bunga karang Parahigginsia sp. yang telah
dilarutkan dalam EtOH dan Lethal Dose 50 (LD50). Uji tantang untuk mengetahui
efektivitas ekstrak MeOH bunga karang Parahigginsia sp. yang telah dilarutkan dengan
EtOH terhadap ikan nila yang terserang Streptococcicosis menggunakan rancangan
percobaan acak lengkap dengan 5 perlakuan dengan 3 ulangan. Hasil uji tantang diamati
dari nilai survival rate (SR) ikan nila yang telah disuntik dengan ekstrak MeOH bunga
karang Parahigginsia sp. yang telah dilarutkan dengan EtOH. Nilai SR dianalisis dengan
uji sidik ragam dilanjutkan dengan uji Jarak Ganda Duncan pada tingkat kepercayaan 95%
untuk mengetahui dosis ekstrak MeOH bunga karang Parahigginsia sp. yang telah
dilarutkan dengan EtOH yang optimal untuk mengobati Streptococcicosis.

10
IV. PELAKSANAAN PROGRAM

1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Tanggal Kegiatan Tempat
5 Maret 2007 Pengumuman didanainya PKMP
19 Maret 2007 Pengambilan bunga karang Parahigginsia Pantai Wediombo,
sp. ke pantai Wediombo, Gunungkidul, Gunungkidul,
Yogyakarta. Yogyakarta

20 Maret 2007 - Pembelian ikan nila (150 ekor)


- Membersihkan bunga karang Lab Hama dan Penyakit
20-23 Maret Aklimatisasi ikan nila Lab. Basah (HPI)
2007
21 Maret 2007 - Mengekstrak bunga karang Lab Hama dan Penyakit
23 Maret 2007 Reinfeksi bakteri Streptococcus sp. ke Lab. Basah (HPI)
ikan nila (pengganasan bakteri)
24 Maret 2007 Kontrol reinfeksi ikan
25 Maret 2007 Uji aktivitas Anti-Streptococcus sp Lab. Hama dan Penyakit
27 Maret 2007 - Menghitung zona hambat uji aktivitas
- Menentukan berat kering ekstrak MeOH Lab Nutrisi
5 April 2007 Uji MIC Ekstrak Me-OH terhadap Lab. Hama dan Penyakit
Streptococcus sp. Lab. Hama dan Penyakit
7 April 2007 Menetaskan Atemia salina
8 April 2007 Uji Brine Shrimp Letality Test (BST)
22 April 2007 Pengamatan hasil BST
23 April 2007 Menetaskan Artemia
24 April 2007 Monitoring I Auditorium MIPA
25 April 2007 Uji Brine Shrimp Letality Test (BST) Lab. Hama dan Penyakit
26 April 2007 Pengamatan hasil BST
29 April 2007 Penentuan Lethal Dose 50 Lab. Basah (HPI)
30 April 2007 Pembelian ikan Cangkringan, Sleman
1-4 Mei 2007 Aklimatisasi ikan Lab. Basah (HPI)
5 Mei 2007 Reinfeksi ikan dengan bakteri Streptococcus Lab. Basah (HPI)
sp. (penentuan Lethal Dose 50)
6-13 Mei 2007 Kontrol penentuan Lethal Dose 50 Lab. Basah (HPI)
13 Mei 2007 Pembelian ikan nila Cangkringan, Sleman
14 Mei 2007 Aklimatisasi ikan Lab. Basah (HPI)
18 Mei 2007 Reinfeksi ikan dengan bakteri Streptococcus Lab. Basah (HPI)
sp.
19 Mei 2007 - Pengamatan hasil reinfeksi Lab. Basah (HPI)
- Pengobatan
20 Mei – Pengamatan pengobatan Lab. Basah (HPI)
3 Juni 2007
30 Mei 2007 Persiapan dan evaluasi monitoring University Center UGM
3-4 Juni 2007 Pembuatan laporan
5 Juni 2007 Monitoring II Grha Sabha Pramana

11
2. Tahapan Pelaksanaan

a. Pembuatan Ekstrak MeOH

Sampel bunga karang dicuci dengan air tawar kemudian dikering anginkan. Setelah
dilakukan penimbangan berat, sampel dipotong-potong dan dicacah, kemudian
ditambah pelarut metanol (MeOH) dengan perbandingan berat bunga karang : volume
MeOH (1:4). Selanjutnya sampel tersebut dihomogenizer selama 10 menit, kemudian
hasilnya disentrifuse dengan kecepatan 4500 rpm selama 20 menit. Supernatan dan
endapan bunga karang kemudian dipisahkan. Supernatan tersebut ditampung dalam
falkon, kemudian endapan bunga karang diekstrak kembali dengan pelarut MeOH
sebanyak 2 kali. Supernatan hasil sentrifuse pertama dan kedua digabungkan sebagai
ekstrak MeOH bunga karang yang akan digunakan dalam uji aktivitas anti-
Streptococcus sp. setelah dilakukan pemekatan 20 kali dengan rotary evaporator pada
suhu 40oC.

b. Pengujian Aktivitas Anti-Streptococcus sp.

Uji aktivitas bunga karang anti-Streptococcus sp. dilakukan dengan metode disk
diffusion pada agar lapis ganda (double layers agar) (Horikawa et al., 1999).
Streptococcus sp. dikultur dalam media TSB dan diinkubasi selama ± 24 jam. Kultur
tersebut diinokulasikan pada medium TSA 0,7% agar dengan kepadatan akhir 106
sel/ml kemudian dituang pada petridisk yang telah berisi medium TSA 1,5% agar.
Ekstrak MeOH bunga karang sebanyak 50 μl dimasukkan ke paperdisk steril.
Selanjutnya, paper disk dikeringkan dalam inkubator pada suhu 30oC selama ± 1 jam
untuk menguapkan MeOH. Kontrol positif yang digunakan adalah oxytetracycline
dengan konsentrasi 10 ppm, sedangkan MeOH digunakan sebagai kontrol negatif.
Inkubasi dilakukan pada suhu 30oC selama ± 24 jam. Setelah inkubasi, zona
penghambatan diamati dan diukur diameternya untuk mengetahui intensitas
penghambatannya.

c. Pengujian Minimum Inhibitor Concentration (MIC)

Uji MIC dilakukan dengan metode disk diffusion pada agar lapis ganda (double
layers agar) (Horikawa et al., 1999). Langkah pertama menentukan konsentrasi dengan
metode thermogravimetrik. Setelah konsentrasi ekstrak diketahui, diencerkan dengan
pengenceran berseri sebanyak enam kali pengenceran. Pelarut yang digunakan dalam

12
pengenceran tersebut adalah MeOH. Kemudian ekstrak bunga karang yang telah
diencerkan tersebut digunakan untuk mengetahui konsentrasi terkecil yang masih
mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus sp..

d. Brine Shrimp Lethality Test (BST)

Brine shrimp lethality test (BST) adalah salah satu metode pelacakan senyawa
bioaktif yang terdapat didalam bahan alam dengan menggunakan larva Artemia salina.
Sifat toksisitas diketahui berdasarkan jumlah kematian larva (Rumiyati et al., 2002).
Metode ini menggunakan artemia berumur 48 jam sebanyak 10 ekor yang diambil
secara acak. Artemia tersebut dimasukkan dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan
sampel ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. dengan konsentrasi masing-masing
0 x MIC, 1 x MIC, 2 x MIC, 4 x MIC sebanyak 2 kali ulangan. Ekstrak MeOH bunga
karang Parahigginsia sp. dipekatkan dengan rotary evaporator hingga kering kemudian
dilarutkan dengan EtOH. Kemudian ditambah air laut hingga volume mencapai 10 ml.
Jumlah Artemia yang mati tiap erlenmeyer dihitung setelah 24 jam.

e. Penentuan Lethal Dose 50 (LD50) Streptococcus sp. terhadap ikan nila

Streptococcus sp. yang digunakan berasal dari koleksi laboratorium Hama Penyakit
Ikan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Bakteri tersebut
direinfeksi ke ikan nila dengan tujuan untuk memulihkan keganasan bakteri tersebut
setelah lama disimpan.

Penentuan LD50, isolat bakteri Streptococcus sp. dilakukan dengan menyuntikkan


bakteri tersebut pada dosis 102, 104, 106 dan 108 sel/ml serta kontrol untuk setiap ikan
sebanyak 0,1 ml. Kontrol disuntik dengan larutan Phosphate Buffer Saline (PBS)
dengan pH = 7,0. Setiap perlakuan diulang dua kali, masing-masing dengan 10 ekor
ikan nila dengan ukuran + 5-7 cm per ekor. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan 3
kali sehari dan aerasi selama 7 hari.

LD50 dihitung dengan Dragstedt-Behrens Method. Dosis (x) dalam metode ini
ditentukan sebagai dosis yang akan diteliti nilai LD50 yang dapat menyebabkan
populasi ikan nila mati sebanyak 50% (Hubert, 1980).

f. Pengujian Ekstrak Bunga karang ke Ikan Nila dengan Penyuntikan (Uji Tantang)

Rancangan percobaan terdiri dari 5 perlakuan yaitu kontrol dan 4 dosis ekstrak
bunga karang Parahigginsia sp., masing-masing dengan 3 kali ulangan. Setiap unit

13
percobaan terdiri dari 10 ekor ikan nila. Ikan dipelihara selama 14 hari dalam ember
ukuran 10 liter yang diberi aerasi. Ikan diberi pakan 2% dari berat tubuh ikan total
sebanyak 2 kali sehari. SR ikan nila dihitung pada akhir pengamatan. Ikan nila
(5-7cm) diinfeksi dengan Streptococcus sp. sesuai LD50.

Ekstrak bunga karang disuntikkan pada ikan nila (Oreochromis sp.). Pada dosis
2 x MIC, 4 x MIC, 6 x MIC, 8 x MIC dan kontrol. Penyuntikan ekstrak bunga karang
dilakukan setelah ikan nila menunjukkan gejala streptocociccosis.

g. Analisis Data
Data yang diperoleh dari Uji Tantang kemudian dianalisis dengan uji sidik ragam
dilanjutkan dengan uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) dengan tingkat kepercayaan 95%,
untuk mengetahui perlakuan yang mampu mengobati Streptocociccosis pada ikan nila.

3. Instrumen Pelaksanaan
a. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : plastik, kertas label, cool box,
pinset, skalpel, gunting, sarung tangan, homogenizer, sentrifuse (Eppendorf 5810 R),
rotary evaporator (Heidolph Laborota 4000), inkubator (Memmert), injection,
autoclave, oven (Eyela NDO-451 SD), timbangan digital (Shimadzu BX 320D), beaker
glass, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, batang pengaduk, erlenmeyer, petridisk,
tabung reaksi, vortex (Thermolyne), mikropipet, jarum ose, bunsen, rotator (DSR 2800
V), hot stirer plate (Thermolyne Nuova), spektrofotometer, water bath, crus porselin,
ensikator, timer, bak, slang air, aerator, yellow tip dan blue tip.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga karang Parahigginsia sp.,
biakan murni Streptococcus sp., falkon, MeOH, ikan nila, pellet ikan, aquades, media
TSB, media TSA, disk blank, alumunium foil, kapas, tissue, kertas kopi, kertas saring,
spiritus, LPG dan etanol.

14
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel Bunga karang Parahigginsia sp. diambil dari pantai Wediombo,


Gunungkidul, Yogyakarta pada tanggal 19 Maret 2007. Lokasi bunga karang
Parahigginsia sp. hidup dibagian intertidal. Sampel yang telah terkumpul dimasukkan
ke dalam cool box yang di dalamnya telah diberi es. Es tersebut diberikan untuk mencegah
kerusakan sampel karena suhu selama perjalanan.

A. Pembuatan Ekstrak MeOH


Sampel bunga karang Parahigginsia sp. dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat
dengan menggunakan air bersih. Setelah sampel bersih, sampel yang akan diekstrak
dipisahkan dengan sampel yang akan disimpan. Sampel yang akan diekstrak, dipotong
kecil-kecil kemudian dikering anginkan. Sampel yang akan diekstraksi dipotong kecil-kecil
agar luas permukaan kontak antara bahan dengan cairan penyari lebih besar sehingga
proses ekstraksi menjadi lebih efektif. Selain itu, untuk mempermudah pengeluaran hasil
metabolit sekunder yang larut dengan pelarut organik. Sebelum diekstrak, sampel
ditimbang. Jika berat telah diketahui maka jumlah pelarut yang digunakan sebanyak 4 kali
berat sampel (1 : 4 (b/v)). Pelarut yang digunakan ialah metanol (MeOH). Alasan
penggunaan MeOH karena MeOH memiliki sifat semipolar yang cenderung ke senyawa
yang bersifat polar sehingga dapat mengikat senyawa berpolaritas rendah hingga
berpolaritas tinggi.

Sampel bunga karang Parahigginsia sp. yang digunakan sebanyak 50 gram dalam
pelarut (MeOH) sebanyak 200 ml. Sampel bunga karang Parahigginsia sp. yang sudah
dicampur dengan Me-OH diblender selama 15 menit. Hasil pemblenderan disaring dengan
kertas saring dan residu disentrifuse untuk mengoptimalkan jumlah ekstrak. Hasil ekstrak
yang diperoleh sebanyak 500 ml digabungkan, kemudian dievaporasi dengan mengunakan
rotary evaporator sebanyak 20 kali pemekatan sehingga diperoleh ekstrak pekat sebanyak
25 ml.

B. Pengujian Aktivitas Anti-Streptococcus sp.

Uji aktivitas bunga karang anti-Streptococcus sp. dilakukan dengan metode disk
diffusion pada agar lapis ganda (double layers agar) (Horikawa et al., 1999). Streptococcus
sp. dikultur dalam media TSB dan diinkubasi selama ± 24 jam. Kultur tersebut

15
diinokulasikan pada medium TSA 0,7% agar dengan kepadatan akhir 106 sel/ml kemudian
dituang pada petridisk yang telah berisi medium TSA 1,5% agar. Ekstrak MeOH bunga
karang sebanyak 20 μl dimasukkan ke paperdisk steril. Selanjutnya, paper disk dikeringkan
dalam inkubator pada suhu 30oC selama ± 1 jam untuk menguapkan MeOH yang masih
tersisa. Kontrol positif yang digunakan adalah Oxytetracycline dengan konsentrasi 10 ppm,
sedangkan MeOH digunakan sebagai kontrol negatif. Inkubasi dilakukan pada suhu 30oC
selama ± 24 jam. Setelah inkubasi, zona penghambatan diamati dan diukur diameternya
untuk mengetahui intensitas penghambatannya.

Hasil uji aktivitas ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. sebagai anti-Streptococcus
sp. menunjukkan hasil posistif. Zona hambat yang dihasilkan sebesar 26,7 mm pada
ulangan 1 dan 27,6 mm pada ulangan 2. Kontrol positif (Oxytetracycline) memberikan zona
hambat sebesar 8,9 mm dan negatif (MeOH) tidak menghasilkan zona hambat. Hasil
pengujian dapat dilihat pada Gambar 1. Zona jernih pada lapisan media agar terbentuk
karena senyawa antibakteri berdifusi ke dalam lapisan tersebut dan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan lapisan media agar yang ditumbuhi
mikroorganisme akan tampak keruh (Zweig and Whitaker, 1971). Senyawa bioaktif yang
dihasilkan bunga karang Parahigginsia sp. bersifat bakterisidal karena zona hambat yang
terbentuk disekeliling paper disk yang diberi ekstrak kasar berwarna jernih. Menurut
Parenrengi dkk. (1999), senyawa bioaktif bunga karang bersifat bakterisidal karena mampu
mengiritasi dinding sel, mengkoagulasi protein dan menghidrolisis sel. Tinggi rendahnya
kemampuan daya hambat senyawa bioaktif hasil metabolit sekunder yang dihasilkan
organisme dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi semua
kondisi lingkungan yang dominan sedangkan faktor internal meliputi tingkat perkembangan
organisme dan reproduksi (Husni, 2006). Menurut Wright (1998), senyawa bioaktif yang
dihasilkan oleh bunga karang disebabkan oleh assosiasi dengan mikroorganisme lain
penghasil senyawa bioaktif, habitatnya terutama letak geografi dan faktor musim. Interaksi
simbiotik mutualisme antara bunga karang dan simbion mikroorganisme membantu bunga
karang proses memperoleh nutrien (terutama dalam fiksasi karbon dan nitrogen), penstabil
kerangka bunga karang, proses ekskresi dan proses produksi metabolit sekunder (Hentscel
et al. (2002) cit Murniasih (2004). Sebagian kecil invertebrata laut menghasilkan sendiri
substansi kimia untuk pertahanan diri. Sebagian besar hewan kelompok ini memanfaatkan
zat kimia yang dihasilkan oleh organisme lain, atau mengembangkan hubungan simbiotik
dengan organisme penghasil senyawa aktif (defensive compound) (Murniasih, 2005).

16
C
A

B D

Gambar 1. uji aktivitas anti Streptococcus sp. (A =Oxytetracyline; B = Metanol;


C = Ekstrak Parahigginsia sp. ul 1; D = Ekstrak Parahigginsia sp. ul 2)

Dilihat dari hasil yang diperoleh, ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. memiliki
daya hambat yang lebih besar dari antibiotik Oxytetracycline yang selama ini digunakan
dalam menghambat dan mengobati penyakit ikan akibat serangan bateri. Hasil ini
menunjukkan adanya peluang penggunaan ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. sebagai
pengganti antibiotik buatan dalam mengobati penyakit ikan akibat serangan bakteri
Streptococcus sp.

C. Pengujian Minimum Inhibitor Concentration (MIC)


Uji MIC dilakukan dengan metode disk diffusion pada agar lapis ganda (double layers
agar) (Horikawa et al., 1999). Langkah pertama menentukan konsentrasi dengan metode
thermogravimetrik. Sampel yang digunakan untuk penimbangan sebanyak 0,5 ml dengan
2 ulangan.

Rata-rata berat kering dari dua ulangan yaitu 21,3 mg. Konsentrasi yang diperoleh dari
ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. sebesar 21,3 mg/0,5 ml atau 42,6 mg/ml. Hasil
penimbangan ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. dapat dilihat pada Tabel 2.
Konsentrasi 42,6 mg/ml kemudian dikonversi menjadi 800 µg/disk. Setelah 800 µg/disk
diketahui kemudian diencerkan sebanyak enam kali. Pelarut MeOH digunakan untuk
pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi 800 µg/disk, 400 µg/disk, 200 µg/disk,
100 µg/disk, 50 µg/disk dan 25 µg/disk.

Berdasarkan uji Minimum Inhibitor Concentration (MIC) terhadap Streptococcus sp.


semua konsentrasi memiliki daya hambat dan daya hambat terendah ditunjukkan

17
konsentrasi 25 µg/disk dengan zona hambat sebesar 9,8 mm. Uji MIC ekstrak MeOH bunga
karang yang berasal dari perairan Bunaken mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus pada dosis 1000 g/ml (Astuti et al., 2003). Hasil uji dapat dilihat
pada Gambar 2 dan Tabel 3. Konsentrasi terendah ini kemudian dijadikan standar dalam
menentukan konsentrasi terendah untuk digunakan dalam uji tantang.

Tabel 2. hasil penimbangan ekstrak MeOH bunga karang

Parahigginsia sp.
Uraian
Ulangan 1 Ulangan 2
Berat crus (gram) (A) 11,8328 12,0126
Berat crus+ekstrak (gram) 12,2786 12,4769
Berat crus+ekstrak (penimbangan 1) 11,8538 12,0346
Berat crus+ekstrak (penimbangan 2) 11,8539 12,0345
Berat crus+ekstrak (penimbangan 3) 11,8537 12,0344
Berat crus+ekstrak (penimbangan 4) (B) 11,8536 12,0344
Berat kering ekstrak (gram) (B-A) 0,0208 0,0218
Berat rata-rata (gram/0,5 ml) 0,0213
Konsentrasi ekstrak (mg/ml atau μg/μl) 42,6

Bunga karang dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena kandungan bioaktif yang
dapat merusak pembentukan sel bakteri, menggumpalkan protein bakteri karena perbedaan
derajat keasaman serta hidrolisis dan difusi cairan sel bakteri karena perbedaan tekanan
osmosis (Alam et al., 2003). Struktur dinding sel bakteri Gram posistif (Streptococcus sp.)
yang sangat sederhana sangat memungkinkan masuknya senyawa dengan molekul besar
seperti halnya senyawa yang berasal dari bunga karang (Astuti et al., 2003). Dinding sel
bakteri Gram posistif hanya terdiri dari lapisan peptidoglikan dan asam teikoat (Pelczar et
al., 1988).

Penentuan MIC berguna untuk mencegah timbulnya resistensi bakteri. Penggunaan


antibiotik pada kadar rendah dapat menyebabkan peningkatan strain-strain bakteri patogen
yang resisten terhadap antibiotik (Irianto, 2005). Sebaliknya, penggunaan antibiotik dengan
dosis yang berlebihan akan membahayakan ikan yang dipelihara (Rasyid, 2007). Efek letal
suatu ekstrak bunga karang pada suatu kultivan dapat disebabkan oleh aktivitas
biologikbioaktif yang tersubstansi dalam ekstrak bunga karang (Parenrengi et al., 1999).

18
Gambar 2. uji MIC ekstrak kasar Parahigginsia sp. terhadap Streptococcus sp.
Bakterisida maupun bakteristatik suatu antibiotik terhadap suatu bakteri dipengaruhi
oleh konsentrasi antibiotik yang digunakan untuk menghambat bakteri. Semakin rendah
konsentrasi yang digunakan maka antibiotik bersifat bakteristatik dan semakin tinggi
konsentrasi antibiotik yang digunakan maka antibiotik bersifat bakterisida.

Tabel 3. hasil uji MIC ekstrak MeOH bunga karang Parahigginsia sp terhadap
Streptococcus sp.
Konsentrasi Daya hambat (mm)
800 μg/disk 19,7
400 μg/disk 18,5
200 μg/disk 17,3
100 μg/disk 15,3
50 μg/disk 12,2
25 μg/disk 9,8

D. Brine Shrimp Lethality Test (BST)

Brine Shrimp Lethality test (BST) adalah salah satu metode pelacakan senyawa bioaktif
yang terdapat didalam bahan alam dengan menggunakan larva Artemia salina. Menurut
hasil penelitian Alam et al. (2003), ekstrak aseton bunga karang Petrosia sp. menyebabkan
kematian 100% terhadap Artemia salina pada konsentrasi terkecil 100 g/ml. Sedangkan
hasil penelitian Setyowati et al. (2003) menunjukkan ekstrak kloroform bunga karang
Stylissa flabelliformis menyebabkan kematian terhadap Artemia salina sebesar 100% pada
dosis 25 g/ml dan ekstrak MeOH bunga karang Stylissa flabelliformis menyebabkan
kematian Artemia salina sebesar 76% pada dosis 200 g/ml.

19
Hasil pengujian BST pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kontrol 0, 1 dan 2 MIC (etanol)
tidak bersifat toksik terhadap larva Artemia, sedangkan untuk ekstrak etanol dengan
konsentrasi 4 MIC dapat dikatakan toksik karena membunuh larva artemia > 50%.
Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui bahwa semakin tinggi MIC, maka tingkat kematian
larva Artemia juga semakin tinggi.

Tabel 3. jumlah larva A. salina yang mati/10 larva karena ekstrak MeOH yang
dilarutkan dalam EtOH
Jumlah larva A. salina yang
No Konsentrasi mati rerata (%)
Ulangan 1 Ulangan 2
1 0 MIC (EtOH) 0 0 0
2 1 MIC (EtOH) 0 0 0
3 2 MIC (EtOH) 0 1 5
4 1 MIC (ekstrak) 2 4 30
5 2 MIC (ekstrak) 4 4 40
6 4 MIC (ekstrak) 6 5 55
7 Kontrol (air laut) 0 0 0
Nilai rerata LC50 dari ekstrak MeOH bunga karang Parahigginsia sp. yang telah
dilarutkan dengan EtOH terhadap larva Artemia salina ialah sebesar 2,63 MIC. Jadi,
konsentrasi ekstrak MeOH bunga karang Parahigginsia sp. yang telah dilarutkan dengan
EtOH tidak bersifat toksik jika konsentrasinya kurang dari 65,75 g/ml dan akan
menyebabkan kematian sebesar 50% dari jumlah populasi. Nilai LC50 menunjukkan
konsentrasi suatu senyawa atau bahan uji yang menyebabkan kematian hingga 50% pada
hewan uji. Semakin besar nilai LC50 berarti toksisitasnya semakin kecil, dan sebaliknya
semakin kecil nilai LC50 maka toksisitasnya semakin besar (Alam et al., 2003).

E. Penentuan Lethal Dose 50 (LD50) Streptococcus sp. terhadap ikan nila

LD50 Streptococcus sp. merupakan dosis kepadatan Streptococcus sp. yang mampu
menyebabkan kematian 50% dari jumlah populasi ikan nila yang diinfeksi bakteri tersebut.
Penentuan LD50 bertujuan untuk menentukan kepadatan bakteri Streptococcus sp. yang
akan digunakan untuk menginfeksi ikan nila. Hasil penentuan LD50 diperoleh bahwa dosis
yang dapat menyebabkan populasi ikan nila mati sebesar 50 % ialah 1,8395  105 sel/ml
dalam waktu 48 jam. Streptococcus iniae dengan dosis sebesar 1011 cfu/ikan dapat
mematikan ikan nila dalam waktu singkat (Widiyati et al., 2004). Data ikan yang mati
dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai LD50 yang diperoleh tersebut digunakan sebagai dosis
untuk penyuntikan pada uji tantang.

20
Tabel 4. ikan nila yang mati setelah diinfeksi Streptococcus sp. pada konsentrasi
102 – 108 sel/ml
Ikan yang mati
Jumlah sel
Ulangan 1 Ulangan 2
2
10 2 2
4
10 4 3
106 6 7
8
10 8 7
Kontrol 0 0

LD50 (Ulangan 1) = 1  105 sel/ml


LD50 (Ulangan 2) = 2,679 x 105 sel/ml
1  10 5  2,679  10 5
LD50 rerata= =1,8395  105 sel/ml
2

F. Uji Tantang (Challange Test) Pada Ikan Nila yang diinfeksi Streptococcus sp.
Pengamatan akhir terhadap tingkat kelulushidupan (SR) pada ikan nila dengan uji
tantang yang telah dilakukan dengan perlakuan 2 MIC, 4 MIC, 6 MIC, 8 MIC dan kontrol
(tanpa pemberian obat) memberikan nilai SR sebesar 53,33; 56,66; 63,33; 76,67 dan 0%.
Data SR yang diperoleh, diuji dengan Uji F untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
hasil. Grafik SR ikan nila yang diamati setiap harinya dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
Hasil uji tantang menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak yang diberikan, SR ikan
nila yang diinfeksi dengan Streptococcus sp. juga semakin tinggi.

Grafik SR Ikan Nila

120
100
Survival Rate (%)

2 MIC
80 4 MIC
60 6 MIC
40 8 MIC
Kontrol
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hari ke-

Gambar 3. Survival Rate (SR) ikan nila yang diobati dengan ekstrak bunga karang
Parahigginsia sp. pada konsentrasi 2, 4, 6, 8 MIC setelah diinfeksi dengan
Streptococcus sp.

21
90
80
76.67
70
66.67
60 60
53.33
% RPS

50
40 Nilai Relative
30 Percent Survival
20
10
0 0
0 50 100 150 200
Dosis Ekstrak

Gambar 4. Relative Percent Survival (RPS) ikan nila yang diobati dengan ekstrak bunga
karang Parahigginsia sp. pada konsentrasi 2, 4, 6, 8 MIC pada akhir
pengamatan
Berdasar grafik di atas, maka dapat diketahui bahwa ekstrak MeOH bunga karang
Parahigginsia sp. yang dilarutkan dalam EtOH dengan konsentrasi 2 MIC (50 g/ml),
4 MIC (100 g/ml), 6 MIC (150 g/ml) dan 8 MIC (200 g/ml) yang disuntikkan pada ikan
nila mampu mengobati streptococcicosis dengan nilai Relative Percent Survival (RPS)
di akhir pengamatan >50%, sedangkan ikan nila yang tidak disuntik dengan ekstrak MeOH
bunga karang Parahigginsia sp. yang telah dilarutkan dengan EtOH menunjukkan nilai
RPS 0% atau ikan mati semua dalam kurun waktu 3 hari.

Berdasarkan pengetahuan penulis sampai penulisan ini publikasi tentang ekstrak bunga
karang Parahigginsia sp. untuk mengobati streptococcicosis pada ikan nila belum ada.
Ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. yang telah diketahui memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan sel kanker (P-388), sel penyebab kanker mulut (KB16), sel
penyebab kanker paru-paru (A549) dan sel penyebab kanker usus besar (HT-29) (Chen,
2000).

Umumnya, pencegahan dan pengobatan streptococcicosis yang telah dilakukan ditempat


budidaya ikan yaitu dengan menambahkan Amphicilin 0,5 gram per kg makanan ikan untuk
2 hari, Oxytetracycline 0,5 gram per kg makanan ikan selama 7 hari, Erythromycin estolate
1,0 gram per kg makanan selama 5 hari atau menggunakan penicilin 3.000 unit per kg berat
ikan yang disuntik secara intramascullar (Anonim, 2006b). Penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan hasil yang baik yaitu ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. mampu
mengobati ikan nila yang terserang streptococcicosis.

22
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. memiliki daya hambat terhadap Streptococcus
sp.
2. Minimum Inhibitor Concentration ekstrak bunga karang Parahigginsia sp. terhadap
Streptococcus sp. sebesar 25 μg/disk dengan zona hambat sebesar 9,8 mm.
3. LD50 Streptococcus sp. terhadap ikan nila yaitu 1,8395  105 sel/ml.
4. Ekstrak kasar bunga karang Parahigginsia sp. sangat berpotensi dalam mengobati
streptococcicosis pada ikan nila karena menunjukkan nilai Relative Percent Survival
(RPS) dengan dosis 2 MIC, 4 MIC, 6 MIC dan 8 MIC yaitu 53,33; 60; 66,67 dan
76,67 %.

B. Saran

1. Perlunya ada penelitian tentang pemurnian senyawa bioaktif bunga karang


Parahigginsia sp sebagai anti-Streptococcus sp.

2. Perlunya eksplorasi biota laut khusus bunga karang untuk dijadikan bahan obat-obatan
yang bermanfaat bagi manusia di masa depan

23
DAFTAR PUSTAKA
Alam, G., D. Sari dan P. Astuti. 2003. Fraksinasi dan Uji Toksisitas Ekstrak Aseton Spons
Petrosia sp. Asal Taman Laut Bunaken Terhadap Larva Artemia salina Leach.
Majalah Obat Tradisional VIII (25) : 20-24.
Anderson, D.T. 1998. Invertebrate Zoology. Oxford University Press. Australia. pp. 12-14.
Anonim. 2006a. Mencari Obat Mujarab dari Laut. http://www.forek.or.id. Diakses pada 18
Februari 2006.
Anonim. 2006b. Pedoman Teknis Penanggulangan Penyakit Ikan Budidaya Laut.
http://www.ristek.go.id. Diakses pada 28 September 2006.
Anonim. 2006c. Oreochromis niloticus. http://www.ikan-online.com/index.php. Diakses
pada 20 September 2006.
Anonim. 2006d. Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media
Pembawa dan Sebarannya. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan.
No. Kep.17/MEN/2006 tentang Penetapan Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Ikan
Karantina, Golongan, Media Pembawa dan Sebarannya.
Anonim. 2006e. Bacterial Disease .http://www.lib.noaa.gov/korea/diseases/bacterial.html.
Diakses 29 September 2006.
Astuti, P., Alim, G., Pratiwi, S.U.T., Hertiani, T dan Wahyuono, S. 2003. Skrining
Senyawa Antiinfeksi, dari sponge yang dikoleksi dari Bunaken, Manado. Biota. 8
(47-52).
Brooks, G. F., Butel, J. S. and Morse, S. A.. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit
Salemba Medika. Jakarta. (327-328).
Cahyono, B., 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Cetakan I. Kanisius, Yogyakarta.
Castro, P. and Huber, M.E. 2003. Marine Biology. McGraw-Hill Companies. New York.
Chen, C. Y. 2000. Studies on Bioactive Constituents From Selected Taiwanese Marine
Sponges. Doctoral Dissertation. Abstr. p. 1
Gaspar, H., Feio, S.S., Rodrigues, A.I. and Soest, R.V. 2004. Antifungal activity of (+)-
curcuphenol, a metabolite from the marine sponge Didiscus oxeata. Marine Drugs.
2: 8-14.
Hooper, J. N. A. 2000. ‘Sponguide’ Guide to Sponge Collection and Identification. Qld
Museum. Australia. 67-68p.
Hubert, J. J. 1980. Bioassay. Kendal/Hunt Publishing Company. Dubuque, Iowa, USA,
pp : 60-62.
Horikawa, M., Noro, T and Kamei, Y. 1999. In vitro Anti-Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus Activity Found in Extract of Marine Algae Indigenous to
The Coastline of Japan. J. Antibiotics, 52, 186-189.
Husni, A. 2006. Identifikasi dan Uji Antibakteri Rumput Laut dari Pantai Gunungkidul.
Prosiding Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan : 552-556.
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
pp: 131-159.

24
Isnansetyo, A., Trijoko., dan E. P. Setyowati. 2005. Skrining, Isolasi dan Pemurnian
Senyawa Anti-bakteri dan Anti-Jamur dari Rumput Laut dan Sponge. Laporan
Hasil Penelitian Hibah Bersaing XIII/1 Tahun Anggaran 2005. Lembaga Penelitian
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, 12-24.
Komar, C., Tan, Z. L., Labrie, G. L., Ho, E., Wahjudi, B. and Mitchel, A. 2006. Diseases
and Vaccination Strategies in Asian Sea Bass. Intervet Norbio. Singapura.
Muniarsih, T dan Rachmaniar, R. 1999. Isolasi Substansi Bioaktif Antimikrobia dari
Sponge Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Prosiding Semininar Bioteknologi
Kelautan Indonesia I ’98. Jakarta 14-15 Oktober 1998. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Jakarta : 151-158.
Murniasih, T. 2003. Metabolit Sekunder dari Bunga karang Sebagai Bahan Obat-Obatan.
Oseana. XXVIII(3): 27-33.
Murniasih, T. 2004. Potensi Mikroorganisme Sebagai sumber bahan obat-obatan dari laut
yang dapat dibudidayakan. Oseana, Vol XXIX (1) : 1-7.
Murniasih, T. 2005. Substansi Kimia untuk Pertahanan Diri Dari Hewan Laut Tak
Bertulang Belakang. Oseana, Vol XXX (2) : 19-27.
Parenrengi A, Suryati E, Dalfiah dan Rosmiati. 1999. Studi Toksisitas Ekstrak Sponge
Auletta sp., Callyspongia sp. dan C. Pseudoreticulata terhadap Nener Bandeng
(Chanos chanos). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. V (4).
Pelczar, M. J dan E. C. S. Chan. 1988. Element of Microbiology. 2nd ed (Dasar-Dasar
Mikrobiologi, alih bahasa : Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi
Tjitrosomo dan Sri Lestari Angka). Jilid kedua. Universitas Indonesia Press.
Jakarta. pp : 555-558, 698.
Rasyid, J. 2007. Aktivitas Anti bakteri in vitro Ekstrak Metanol Bunga Karang Geodia sp.
Terhadap Streptococcus sp. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. Skripsi.
Rumiyati, Sismindari dan Widyastuti, S.M. 2002. Toksisitas ekstrak air tubuh buah
Ganoderma sp. terhadap larva udang Artemia salina Leach. Majalah Farmasi
Indonesia XIII (1) : 44-49.
Saanin, H., 1968. Identifikasi dan Taksonomi Ikan. Vol I. Bina Cipta. Bandung.
Scharperclaus, W. 1992. Fish Disease. Vol I. A. A. Barlkema. Rotterdam.
Suparno. 2006. Kajian Bioaktif Sponge Laut (Porifera: Demospongiae) Suatu Peluang
Alternatif Pemanfaatan Ekosistem Karang Indonesia Dalam Bidang Farmasi.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Supriyono, A. 2000. Isolasi dan Elusidasi Struktur Senyawa Hymenidin dan Oroidin dari
Sponge Axinella carteri yang Berpotensi Sebagai Antibakteri. Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia. II (2) : 43-47.
Suryati E, Parenrengi, A., dan Rosmiati. 2000. Penapisan serta Analisis Kandungan
Bioaktif Sponge Clathria sp. yang Efektif Sebagai Antibiofouling pada Teritif
(Balanus amphitrit). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. V (3).
Wallace, R.L. and W.K. Taylor. 1997. Invertebrate Zoology a Laboratory Manual. 5th
edition. Prentice-Hall Inc. New Jersey, pp: 35-40.

25
Widiyati, A., Rudhy, G., Pipik, T., Hambali, S., Yanti, S., dan Ani, W. 2004. Peningkatan
Produktivitas Budidaya Ikan Nila Melalui Perbaikan Mutu Genetik, Pencegahan
Penyakit, Pengelolaan Pakan dan Lingkungan. http://www.brkp.dkp.go.id/Laporan.
Diakses pada 29 September 2006.
Wright, A. E. 1998. Isolation of Marine Natural Products. In : Cannell, R. J. P. Natural
Products Isolation. Humana Press. Totowa, New Jersey, pp: 365-408.
Zweig, G., and J.R., Whitaker. 1971. Paper Chromatography and Electrophoresis.
Academic Press. London, pp : 45-47.

26
LAMPIRAN

A. Nama dan Biodata Ketua serta Anggota


1. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Hari Nugroho Setiawan
b. NIM : 03/166353/PN/09620
c. Fakultas/Program Studi : Pertanian/Teknologi Hasil Perikanan
d. Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada
e. Waktu Untuk Kegiatan PKM : 40 jam/Minggu
2. Anggota Pelaksana
a. Nama Lengkap : Mgs. M. Prima Putra
b. NIM : (03/166075/PN/09602)
c. Fakultas/Program Studi : Pertanian/Teknologi Hasil Perikanan
d. Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada
e. Waktu Untuk Kegiatan PKM : 40 jam/Minggu

a. Nama Lengkap : Erik Subastian


b. NIM : (03/166251/PN/09612)
c. Fakultas/Program Studi : Pertanian/Teknologi Hasil Perikanan
d. Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada
e. Waktu Untuk Kegiatan PKM : 40 jam/Minggu

a. Nama Lengkap : Asmita Nafiati


b. NIM : (04/177932/PN/10096)
c. Fakultas/Program Studi : Pertanian/Budidaya Perikanan
d. Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada
e. Waktu Untuk Kegiatan PKM : 40 jam/Minggu

a. Nama Lengkap : Leksi Prihati Fatmasari


b. NIM : (04/178176/PN/10172)
c. Fakultas/Program Studi : Pertanian/Budidaya Perikanan
d. Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada
e. Waktu Untuk Kegiatan PKM : 40 jam/Minggu

27
B. Nama dan Biodata Dosen Pendamping
1. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Ir. Alim Isnansetyo, M.Sc
2. Golongan Pangkat dan NIP : III B/132 067 339
3. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
4. Jabatan Struktural : Kepala Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan
5. Fakultas/Program Studi : Pertanian/Budidaya Perikanan
6. Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada
7. Bidang Keahlian : Penyakit Ikan dan Marine Natural Product
8. Waktu Untuk Kegiatan PKMP : 10 jam/Minggu

28

You might also like