You are on page 1of 20

MAKALAH

HERPES SIMPLEX VIRUS (HSV)

Oleh : NINIK DWI KURNIAWATI NURUL AGUSTINA RAHMAWATI NOVI JANATUN STEFANIA AMARAL GO'O SUZI MARTINA WATI TRYA HARDIYANI HAERUL VRIHATDIAN FERINANTO 15092729 A 15092735 A 15092731 A 15092781 A 15092783 A 15092788 A 15092792 A

UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2012

HERPES SIMPLEX VIRUS (HSV)

A. Dasar Teori Herpes simpleks merupakan infeksi virus yang ditandai dengan lesi primer terlokalisir, laten dan adanya kecendurangan untuk kambuh kembali. Ada 2 jenis virus yaitu virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2 pada umumnya menimbulkan gejala klinis yang berbeda, tergantung pada jalan masuknya. Dapat menyerang alat-alat genital atau mukosa mulut. Infeksi primer dengan HSV 1 mungkin ringan tanpa gejala, terjadi pada awal masa kanak-kanak. Kira-kira 10% dari infeksi primer, muncul sebagai suatu penyakit dengan spektrum gejala klinis yang beragam, ditandai dengan panas dan malaise sampai 1 minggu atau lebih, mungkin disertai dengan gingivostomatitis yang berat diikuti dengan lesi vesikuler pada orofaring, keratoconjunctivitis berat, dan disertai munculnya gejala dan komplikasi kulit menyerupai eczema kronis, meningoencephalitis atau beberapa infeksi fatal yang terjadi pada bayi baru lahir. HSV 1 sebagai penyebab sekitar 2% faringotonsilitis akut, biasanya sebagai infeksi primer. Reaktivasi infeksi laten biasanya menyebabkan herpes labialis (demam blister atau cold sores) ditandai dengan munculnya vesikula superfisial yang jelas dengan dasar erythematous, biasanya pada muka atau bibir, mengelupas dan akan sembuh dalam beberapa hari. Reaktivasi dipercepat oleh berbagai macam trauma, demam, perubahan psikologis atau penyakit kambuhan dan mungkin juga menyerang jaringan tubuh yang lain; hal ini terjadi karena adanya circulating antibodies, dan antibodi ini jarang sekali meningkat oleh karena reaktivasi. Penyebaran infeksi yang luas dan mungkin terjadi pada orang-orang dengan immunosuppressed. Dapat menyerang sistem saluran pernafasan yang bisa disebabkan oleh infeksi primer ataupun karena terjadi recrudescence. HSV 1 adalah penyebab utama dari meningoencephalitis. Dapat timbul gejala panas, sakit kepala, leukositosis, iritasi selaput otak, drowsiness, bingung, stupor, koma dan tandatanda neurologis fokal, dan sering dikaitkan dengan satu atau wilayah

temporal lain. Gejala-gejala ini mungkin dikacaukan dengan berbagai lesi intracranial lain seperti absespada otak dan meningitis TB. Karena terapi antiviral dapat menurunkan angka kematian yang tinggi, maka pemeriksaan PCR untuk DNA virus herpes pada LCS atau biopsi dari jaringan otak seharusnya segera dilakukan pada tersangka untuk menegakkan diagnosa pasti. Herpes genital, biasanya disebabkan oleh HSV2 terjadi terutama pada orang dewasa dan penderita penyakit menular seksual. Infeksi pertama dan infeksi ulang terjadi dengan atau tanpa gejala. Pada wanita cervix dan vulva. Infeksi ulang umumnya menyerang vulva, kulit daerah perineum, kaki dan pantat. Pada laki-laki, lesi muncul pada glans penis atau daerah preputium, dan pada anus dan rectum pada orang yang melakukan anal seks. Daerah lain yang terkena selain alat kelamin dan daerah perineal, antara lain adalah mulut, terjadi pada kedua jenis kelamin, tergantung dari kebiasaan hubungan seksual yang dilakukan oleh orang tersebut. Infeksi oleh HSV 2 lebih sering menyebabkan meningitis aseptik dan radikulitis daripada meningoencephalitis. Infeksi neonatal dapat dibagi menjadi 3 jenis gejala klinis yaitu: infeksi yang menyebar dan umumnya menyerang hati, encephalitis dan infeksi yang terbatas pada kulit, mata dan mulut. Bentuk pertama dan kedua sering menyebabkan kematian. Infeksi umumnya disebabkan oleh HSV 2 tetapi infeksi yang disebabkan oleh HSV1 juga sering terjadi. Risiko terjadinya infeksi pada anak-anak tergantung kepada 2 faktor utama pada ibu; yaitu usia kehamilan pad saat ibu hamil tersebut mengeluarkan HSV dan tergantung juga kepada apakah infeksi yang dialami infeksi sekunder atau infeksi primer. Hanya ekskresi yang mengandung HSV yang dikeluarkan saat persalinan yang berbahaya bagi bayi yang baru lahir dengan pengecualian walaupun jarang infeksi intrauterine dapat terjadi. Infeksi primer pada ibu dapat meningkatkan risiko infeksi pada bayi dari 3% menjadi 30% diperkirakan karena imunitas pada ibu dapat memberikan perlindungan. Diagnosa ditegakkan berdasarkan terjadinya perubahan

sitologis yang khas (multinucleated giant cell dengan intranuclear inclusion pada kerokan jaringan atau biopsi), tetapi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan FA secara langsung atau dengan isolasi virus dari lesi mulut atau lesi alat kelamin atau dari biopsi otak pada kasus-kasus encephalitis atau dengan ditemukannya DNA HSV pada lesi atau cairan LCS dengan PCR. Diagnosis pada infeksi primer dipastikan dengan adanya kenaikan 4 kali pada titer paired sera dengan berbagai macam tes serologis; adanya imunoglobulin spesifik IgM untuk herpes mengarah pada suspek tetapi antibodi konklusif terhadap infeksi primer. Teknik-teknik yang dapat diandalkan untuk membedakan antibodi tipe 1 dan tipe 2 saat ini tersedia diberbagai laboratorium diagnostik; isolat virus dapat dibedakan dari yang lain dengan analisis DNA. Tes serologis yang spesifik belum tersedia secara luas.

B. Epidemiologi Virus Herpes simpleks memiliki distribusi di seluruh dunia dan menghasilkan infeksi primer, laten dan berulang. Lebih dari sepertiga populasi dunia diperkirakan memiliki kemampuan untuk menularkan virus selama periode penyebaran virus. Pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun, infeksi herpes sering asimtomatik dan dengan type tersering adalah HSV-1 (80-90%). Analisis yang dilakukan secara global telah menunjukkan adanya antibodi HSV-1 pada sekitar 90% dari individu berumur 20-40 tahun. HSV-2 merupakan penyebab infeksi herpes genital yang paling banyak (7090%), meskipun studi terbaru menunjukkan peningkatan kejadian dapat disebabkan oleh HSV-1 (10-30%). Antibodi untuk HSV-2 jarang ditemukan sebelum masa remaja karena asosiasi HSV-2 terkait dengan aktivitas seksual. HSV dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kelainan. Seorang ibu yang terinfeksi HSV dapat menularkan virus itu padanya baru lahir selama persalinan vagina, terutama jika ibu memiliki infeksi aktif pada saat pengiriman. Namun, 60 - 80% dari infeksi HSV didapat oleh bayi yang baru lahir terjadi pada wanita yang tidak memiliki gejala infeksi HSV atau riwayat infeksi HSV genital.

Seropositif HSV-1 biasanya dikaitkan dengan infeksi orolabial dan virus herpes simpleks tipe-2 seropositif biasanya dikaitkan dengan infeksi kelamin. HSV-1 sekarang menjadi penyebab signifikan genital herpes dan terlibat dalam 5% sampai 30% dari semua kasus episode pertama. Proporsi HSV-1 pada infeksi herpes genital awal (primer) lebih tinggi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria(46,9%) dibandingkan di kalangan wanita (21,4%) dan terendah di antara pria heteroseksual (14,6%). Seks oral reseptif secara signifikan meningkatkan kemungkinan bahwa penyebab infeksi awal adalah HSV-1 daripada HSV-2. Genital HSV-1 sering bisa diperoleh melalui kontak dengan mulut mitra. Usia dan jenis kelamin merupakan faktor risiko penting yang terkait dengan didapatkannya infeksi genital HSV. Bahkan, prevalensi infeksi HSV sangat rendah di masa kanak-kanak dan remaja awal tetapi meningkat dengan usia, mencapai maksimum sekitar 40 tahun. Tingkat infeksi HSV meningkat dengan prevalensi tertinggi pada pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ulkus genital merupakan faktor risiko transmisi Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV1). Virion HIV-1 dapat dideteksi dalam ulkus genital yang disebabkan oleh HSV-2 dimana menunjukkan bahwa infeksi herpes genital cenderung meningkatkan efisiensi transmisi seksual dari HIV-1. Pengobatan herpes

genital menurunkan tingkat infeksi HIV. Resistensi Acyclovir lebih umum dalam kelompok ini, tetapi menggunakan Acyclovir dapat memperpanjang hidup pada beberapa pasien seropositif HIV.

C. Klasifikasi Herpes simpleks dibagi menjadi dua jenis: HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. HSV1 terutama menyebabkan infeksi mulut, tenggorokan, wajah, mata, dan sistem saraf pusat, sedangkan HSV-2 terutama menyebabkan infeksi dubur. Namun, masing-masing mungkin menyebabkan infeksi semua bidang. Tanda dan gejala I=infeksi HSV menyebabkan beberapa gangguan medis yang berbeda. Infeksi umum pada kulit atau mukosa dapat mempengaruhi wajah

dan mulut (herpes oroficial), alat kelamin (herpes kelamin), atau tangan (herpes whitlow). Gangguan yang lebih serius terjadi ketika virus menginfeksi dan kerusakan mata (herpes keratitis), atau menyerang system saraf pusat, merusak otak (herpes ensefalitis). Pasien dengan system kekebalan belum matang ditekan seperti bayi yang baru lahir. Penyakit Herpes dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Herpes Genetalis Herpes Genetalis terjadi karena infeksi atau peradangan yang

(gelembung lecet) pada kulit terutama dibagian vagina, penis, pintu dubur/anus, pantat dan pangkal paha/selangkangan. Penyebabnya adalah virus herpes simplex (VHS), Sedangkan Herpes Zoster adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster yang menimbulkan gelembung cairan hampir pada bagian seluruh tubuh. 2. Herpes Zoster Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus variselaZoster yang sifatnya localiced, terutama menyerang orang dewasa dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral dan gerombolan veskule yang tersebar sesuai dermatom yang diinversi oleh satu ganglion saraf sensoris.

D. Etiologi Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA. Melakukan replikasi secara intranuklear dan menghasilkan inklusi

intranuklear khas yang terdeteksi dalam preparat pewarnaan. HSV-1 dan HSV-2 adalah virus double-stranded DNA yang termasuk dalam

Alphaherpesvirinae, subfamily dari Herpes viridae. Kedua virus, bertransmisi melalui sel epitel mukosa, serta melalui gangguan kulit, bermigrasi ke HSV-1 lebih

jaringan saraf, di mana mereka tetap dalam keadaan laten.

dominan pada lesi orofacial dan biasanya ditemukan di ganglia trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih dominan pada lesi genital dan paling sering

ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun virus ini dapat menginfeksi kedua

daerah orofacial dan saluran genital melalui infeksi silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak oral-genital. Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi juga dari pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Puncak beban DNA virus telah dilaporkan terjadi setelah 48 jam, dengan tidak ada virus terdeteksi di luar 96 jam setelah permulaan gejala. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak dengan virus, namun mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau lebih setelah infeksi. Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi. HSV ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks, konjungtiva) atau melalui luka kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu kamar dan pengeringan.

E. Patogenesis Infeksi virus Herpes simpleks ditularkan oleh dua spesies virus, yaitu virus Herpes simpleks-I (HSV-1) dan virus Herpes simpleks II (HSV-2). Virus ini merupakan kelompok virus DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit secara langsung dengan orang yang terinfeksi virus tersebut. Transmisi tidak hanya terjadi pada saat gejala manifestasi HSV muncul, akan tetapi dapat juga berasal dari virus shedding dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV2 bertahan di ganglia saraf sensoris. Virus kemudian akan mengalami masa laten, dimana pada masa ini virus Herpes simpleks ini tidak menghasilkan protein virus, oleh karena itu virus tidak dapat terdeteksi oleh mekanisme pertahanan tubuh host. Setelah masa laten, virus bereplikasi disepanjang serabut saraf perifer dan dapat menyebabkan infeksi berulang pada kulit atau mukosa. Virus Herpes simpleks ini dapat ditularkan melalui sekret kelenjar dan secret genital dari individu yang asimptomatik, terutama di bulan-bulan

setelah episode pertama penyakit, meskipun jumlah dari lesi aktif 100-1000 kali lebih besar. Herpes simplex virus sangat menular dan disebarkan langsung oleh kontak dengan individu yang terinfeksi virus tersebut. Virus Herpes simpleks ini dapat menembus epidermis atau mukosa dan bereplikasi di dalam sel epitel. Virus Herpes simpleks 1 (HSV-1) biasanya menyerang daerah wajah (non genitalia) dan virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin. perubahan patologis sel epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel intraepidermal dan multinukleat sel raksasa. Sel yang terinfeksi mungkin menunjukkan inklusi intranuklear.

F. Manifestasi Klinik Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik terhadap HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis berkembang, biasanya lebih parah, dan lebih sering dengan tanda dan gejala sistemik,dan mereka memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dari

infeksi rekuren. Infeksi genital primer lebih sering bergejala dibandingkan dengan oral. Pada infeksi primer, gejala biasanya terjadi dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah terpapar dengan masa inkubasi selama 2 sampai 20 hari. Gejala prodromal seperti limfadenopati, malaise, anoreksia dan demam, serta nyeri setempat, pembengkakan dan rasa terbakar sering terjadi sebelum timbulnya lesi mukokutan. Awalnya nyeri, kadang-kadang terpusat, vesikel pada dasar eritematous kemudian muncul, diikuti dengan adanya pustul dan ulserasi. Beberapa vesikel berkelompok dan tersebar. Terbentuk krusta dan gejala resolusi muncul dalam waktu 2 sampai 6 minggu. Gejala prodromal serupa dapat mendahului lesi rekuren, tetapi yang terakhir sering mengalami penurunan dalam jumlah, tingkat keparahan dan durasi dibandingkan dengan infeksi primer.

Gambar 1 : Vesikel Pada Dasar Yang Merah

Gambar 2 : Bagian Tengah Membentuk Cekungan (Umbilikasi)

Gambar 3 : Krusta Dan Lesi Penyembuhan dengan atau Tanpa Sikatrik

1. Infeksi Orofacial Herpes Orolabial: Herpes labialis (cold sores, fever blisters) paling sering dikaitkan dengan infeksi HSV-1. Lesi Oral disebabkan oleh HSV-2 telah diidentifikasi yang biasanya sekunder dari kontak orogenital. Infeksi primer HSV-1 sering terjadi pada masa kanak-kanak dan biasanya asimtomatik. Ketika timbul gejala (mayoritas infeksi orolabial primer tidak

menunjukkan gejala), infeksi primer herpes orolabial biasanya hadir sebagai gingivostomatitis pada anak-anak atau sebagai faringitis pada orang dewasa muda. Secara umum, mulut dan bibir adalah daerah yang paling sering terlibat, dengan lesi muncul pada mukosa bukal, gingival dan membran orofaringeal lainnya. Edema signifikan, rasa sakit dan ulserasi dari membran orofaringeal dapat menyebabkan disfagia dan pengeluaran air liur terus-menerus.

Gambar 4 : Herpes simplex virus : gingivostomatitis Penyakit ini dapat dorman untuk beberapa waktu. HSV-1

reaktivasi di ganglia sensoris trigeminal menyebabkan rekurensi di wajah dan oral, labial, dan mukosa mata. Nyeri, panas, gatal, atau paresthesia biasanya mendahului lesi vesikular berulang yang akhirnya mengalami ulserasi atau membentuk kusta. Lesi yang paling sering terjadi di

perbatasan Vermillion, dan gejala dari rekurensi yang tidak diobati sekitar diobati 1 minggu.

Gambar 5 : Paparan matahari memicu rekurensi. 2. Infeksi Genital Herpes genital adalah presentasi klinis utama dari infeksi HSV-2, tetapi dapat juga disebabkan HSV-1 yaitu 10%-40% dari kasus, terutama berkaitan dengan kontak oral-genital. Herper genitalis primer terjadi dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah terpapar virus dan memiliki manifestasi klinis yang paling parah. Gejala episode primer biasanya berlangsung 2-3 minggu. Vesikel muncul sekitar 6 hari setelah kontak seksual. Vesikel membentuk cekungan ditengah (umbilikasi) di hari 2 atau 3, kemudian terkikis. Krusta dan lesi sembuh pada satu atau dua minggu kedepan. Jaringan parut dapat terbentuk pada inflamasi yang hebat. Discharge, dysuria, dan limfadenopati inguinal biasanya terjadi. Adanya keluhan sistemik, termasuk demam, mialgia, kelesuan, dan photophobia, terjadi pada 70% pada pasien dan lebih sering terjadi pada perempuan.

Diagnosis klinis tidak sensitif dan spesifik. Nyeri khas vesikel atau lesi ulseratif tidak tampak pada kebanyakan orang yang terinfeksi. Pada laki-laki, lesi biasanya muncul pada glans penis atau batang penis. Pada pria, nyeri, eritem, lesi vesikular yang mengalami ulserasi paling sering terjadi pada penis, tetapi mereka juga dapat terjadi di anus dan perineum.

Gambar 6 : Herpes simpleks primer. Kelompok vesikel yang rupture, meninggalkan erosi. Tampak vesikel didaerah perifer Pada wanita, lesi dapat melibatkan vulva, perineum, bokong,

vagina, atau cervix. Wanita memiliki gejala penyakit yang lebih luas dan insiden yang tinggi mungkin dikarenakan area permukaan yang terlibat lebih luas. HSV servisitis terjadi pada 80 persen wanita dengan infeksi primer. Dapat tampak sebagai vaginal discharge purulen atau berdarah , dan pada pemeriksaan menunjukkan area yang difus dan kemerahan, lesi ulseratif yang luas di eksoserviks, atau, yang jarangn terjadi, nekrotik servisitis. Cervical discharge biasanya berbentuk mukoid tetapi kadangkadang mukopurulen. Adanya keterlibatan lokal yang lebih luas, limfadenopati regional dan demam umumnya membedakan infeksi primer dari infeksi rekuren. Rekurensi lebih sering terjadi pada bulan pertama sampai satu tahun setelah infeksi pertama. Reaktivasi HSV-2 pada ganglion lumbosakral menyebabkan rekurensi pada daerah di bawah pinggang. Rekurensi dari lesi genital dapat didahului dengan gejala prodromal seperti bengkak, gatal, rasa terbakar, atau geli dan perjangkitan penyakitan tidah separah pada infeksi primer. 3. Infeksi Pada Bagian Kulit Yang Lain Eczema herpeticum yang terlokalisir atau tersebar juga dikenal sebagai Kaposi varicelliform. Disebabkan oleh HSV-1, Eczema

herpeticum adalah varian dari infeksi HSV yang biasanya berkembang

pada pasien dengan dermatitis atopik, luka bakar, atau kondisi kulit inflamasi. Anak-anak yang paling sering terkena.

Gambar 7 : Eczema herpeticum secara cepat menyebar, tampak erosi dan ulserasi bersamaan dengan demam pada anak umur 22 bulan dengan riwayat dermatitis atopik parah Herpetic whitlow merupakan infeksi herpes simpleks pada jari dan sering mengenai anak-anak dan tenaga medis dan gigi yang secara rutin menggunakan sarung tangan. Meskipun Herpetic whitlow yang terdahulu terutama disebabkan HSV-1, peningkatan jumlah kasus sekarang karena HSV-2 dari jari/ kontak kelamin. Periungual eritema, nyeri, dan kemudian terbentuk vesikel. Herpes gladiatorum disebabkan oleh HSV-1 dan tampak sebagai erosi papular atau vesikular pada torsos atlet dalam olahraga yang melibatkan kontak fisik dekat (gulat klasik).

G. Diagnosis Dalam kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada karakteristik tampilan klinis lesi. Diagnosis klinis dapat dibuat secara akurat ketika beberapa karakteristik lesi vesikuler pada dasar eritema dan bersifat rekuren. Namun, ulserasi herpes dapat menyerupai ulserasi kulit dengan etiologi lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat hadir sebagai uretritis atau faringitis tanpa lesi kulit. Tanda-tanda dan simptom yang berhubungan dengan HSV-II

dapat sangat berbeda-beda. Ketersediaan pelayanan kesehatan dapat mendiagnosa herpes genital dengan inspeksi visual jika perjangkitannya khas, dan dengan mengambil sampel dari luka kemudian mengetesnya di laboratorium. Tes darah untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II, meskipun hasil-hasilnya tidak selalu jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan untuk memperoleh material yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes. 1. Uji Laboratorium a. Pemeriksaan sitologik untuk perubahan sel dari infeksi herpes virus tidak sensitive dan tidak spesifik baik menggunakan pemeriksaan Tzank (lesi genital) dan apusan serviks Papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis konklusif infeksi herpes simpleks. Jenis yang lebih tua dari pengujian virologi, tes Pap Tzanck, mengorek dari lesi herpes kemudian menggunakan pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan sel raksasa khusus dengan banyak nukleus atau partikel khusus yang membawa virus (inklusi) mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat tapi akurat 50-70% dari waktu. Hal ini tidak dapat membedakan antara jenis virus atau antara herpes simpleks dan herpes zoster. b. Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini mungkin, idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan bereproduksi dalam sampel cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk melakukannya. Jika infeksi parah, pengujian teknologi dapat mempersingkat periode ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini mungkin membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika lesi masih dalam tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi berulang, atau latency. Pada tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif. c. Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC merekomendasikan tes ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan

serebrospinal ketika mendiagnosa herpes ensefalitis .PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus sehingga bahkan sejumlah kecil DNA dalam sampel dapat dideteksi. d. Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis, Herpes Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2). Ketika herpes virus menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi spesifik untuk melawan infeksi. Adanya antibodi terhadap herpes juga menunjukkan bahwa seseorang adalah pembawa virus dan mungkin mengirimkan kepada orang lain Tes antibodi terhadap dua protein yang berbeda yang berkaitan dengan virus herpes yaitu Glikoprotein GG-1 dikaitkan dengan HSV-1 dan Glikoprotein GG-2 berhubungan dengan HSV-2. Meskipun glikoprotein (GG) jenis tes-spesifik telah tersedia sejak tahun 1999, banyak tes khusus nontipe tua masih di pasar. CDC merekomendasikan hanya tipe-spesifik glikoprotein (GG) tes untuk diagnosis herpes. Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah terpapar virus. Fitur tes meliputi:

ELISA (immunosorbent assay enzim-link) atau Immunoblot. Tes sangat akurat dalam mendeteksi kedua jenis virus herpes simpleks.

Biokit HSV-2 (juga dipasarkan sebagai SureVue HSV-2). Tes ini mendeteksi HSV-2 saja. Keunggulan utamanya adalah bahwa hanya membutuhkan tusukan jari dan hasil yang disediakan dalam waktu kurang dari 10 menit. Hal ini juga lebih murah.

Western Blot Test adalah standar emas untuk peneliti dengan tingkat akurasi sebesar 99%. Tes ini mahal, memakan waktu lama, dan tidak tersedia secara luas sebagaimana tes lainnya.

Tes serologi herpes terutama dianjurkan untuk:

Orang yang memiliki gejala genital berulang tapi tidak ada kultur virus negatif.

Konfirmasi infeksi pada orang yang memiliki gejala yang terlihat herpes genital.

Menentukan jika pasangan seseorang didiagnosa menderita herpes genital.

Orang-orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji untuk berbagai jenis PMS (Penyakit Menular Seksual).

H. Terapi 1. Non-farmakologi a. Pasien dengan herpes genital harus dinasehati untuk menghindari hubungan seksual selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan menggunakan kondom antara perjangkitan gejala. b. Instruksikan pasien agar tetap menjaga ruam dalam keadaan bersih dan kering untuk meminimalkan resiko infeksi bakteri, melaporkan setiap perubahan suhu badan, dan menggunakan baju yang bersih dan hidup sehat untuk mengurangi ketidaknyamanan. c. Meningkatkan kekebalan tubuh dengan istirahat dan makan-makanan bergizi karena infeksi virus akan cepat membaik dengan meningkatnya system imun tubuh, serta berkonsultasi ke dokter kulit dan kelamin. 2. Farmakologi a. Agen Antiviral Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan secara cepat yang berhubungan dengan

perjangkitan, serta dapat mempercepat waktu penyembuhan. Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir. Ketiga obat ini mencegah multiplikasi virus dan memperpendek lama erupsi. Pengobatan peroral, dan pada kasus berat secara intravena adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk menurunkan durasi perjangkitan. 1) Acyclovir menghambat aktivitas HSV 1 dan HSV-2. Pasien mengalami rasa sakit yang lebih kurang dan resolusi yang lebih

cepat dari lesi kulit bila digunakan dalam waktu 48 jam dari onset ruam. Mungkin dapat mencegah rekurensi. Infeksi Primer HSV: 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 10 hari atau 5 mg/kg/hari IV setiap 8 jam. Herpes oral atau genital rekuren : 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 5 hari (non-FDA : 400 mg peroral 3 kali/hari untuk 5 hari) Supresi herpes genital : 400 mg peroral 2 kali/hari Disseminated disease: 5-10 mg/kg IV setiap 8 jam untuk 7 hari jika >12 tahun. 2) Famciclovir Herpes labialis rekuren : 1500 mg peroral dosis tunggal pada saat onset gejala. Episode primer herpes Genitalis :250 mg peroral 3 kali/hari selama10 hari Episode primer herpes Genitalis :1000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam pada saat onst gejala (dalam 6 hari gejala pertama) Supressi jangka panjang: 250 mg peroral 2kali/hari HIV-positive individuals dengan infeksi HSV orolabial atau genital rekuren : 500 mg peroral 2 kali/hari untuk 7 hari (sesuaikan dosis untuk insufisiensi ginjal) Supresi herpes simplex genital rekuren HIV): 500 mg peroral 2 kali/hari 3) Valacyclovir Herpes labialis: 2000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam (harus diberikan pada gejala pertama/prodromal) Genital herpes, episode primer: 1000 mg peroral 2kali/hari selama 10 hari. (pasien terinfeksi

Herpes genital rekuren: 500 mg peroral 2 kali/hari selama 3 hari. Suppressi herpes Genital (9 atau lebih rekurensi per tahun atau HIV-positif): 500 mg peroral 1 kali/hari.

Herpes simplex genital rekuren , suppressi( pasien terinfeksi HIV): 500 mg peroral 2kali/hari, jika >9 rekurensi pertahun : 1000 mg peroral peroral 1 kali/hari.

4) Foscarnet HSV resisten Acyclovir: 40 mg/kg IV setiap 8-10 jam selama 10-21 hari Mucocutaneous, resisten acyclovir: 40 mg/kg IV, selama 1 jam, setiap 8-12 jam selama 2-3 minggu atau hingga sembuh. b. Topikal Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (5 kali sehari selama 5 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala, meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi.

I. Studi Kasus Tn. Y/40th/ Malang, mengeluh luka di alat kelamin sejak 4 hari yang lalu. Luka warna kemerahan dan sedikit nyeri. Dua hari kemudian muncul benjolan kemerahan di tempat lain di kelamin. Benjolan dirasakan sedikit nyeri. Pasien juga mengeluh demam 4 hari yang lalu saat timbul luka. Pasien mengaku akhir-akhir ini sering stress dan kecapekan. Pasien pernah

mengalami gejala yang sama 3 bulan yang lalu, saat itu sembuh sendiri tanpa diobati. Dari pemeriksaan fisik, pada glans penis didapatkan papula eritematous, bentuk bulat, batas tegas, jumlah single, ukuran diameter 0,5 cm, dan distibusi terlokalisir. Pada corpus penis didapatkan ulkus bentuk tidak

teratur, batas tegas, dasar bersih, tidak menggaung, tidak ada indurasi, nyeri (+), dan distibusi terlokalisir. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini didiagnosa Herpes simpleks genitalis. Terapi yang diberikan untuk pasien adalah terapi kausatif yaitu Asiklovir 3 x 400 mg selama 5 hari dan terapi suportif yaitu kompres dingin. 1. Pembahasan Pasien ini memenuhi kriteria dari herpes simplek genitalis yaitu pada herpes genitalis rekuren, lesinya lebih sedikit dan lebih ringan, bersifat lokal, unilateral, dan berlangsung lebih singkat. Gejala yang biasanya muncul adalah rasa gatal, rasa terbakar, adanya fisura, kemerahan dan iritasi sebelum munculnya vesikel. Pada sebagian besar individu dengan herpes genitalis rekuren, tidak ditemukan lesi klasik herpes (vesikel yang menggerombol). Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang disimpulkan diagnosis pasien ini adalah herpes simpleks genitalis. 2. Analisa Resep Terapi yang diberikan untuk pasien adalah terapi kausatif yaitu Asiklovir 3 x 400 mg selama 5 hari dan terapi suportif yaitu kompres dingin. Asiklovir ini berkerja dengan mengganggu replikasi DNA virus. Secara klinis hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Pengobatan oral asiklovir juga memberikan hasil yang baik, penyakit berlangsung lebih singkat dan jeda rekurensinya menjadi lebih panjang. Dosisnya 5x200mg per hari selama 5-7 hari. Pengobatan parenteral asiklovir terutama ditujukan kepada penyakit yang lebih berat atau jika timbul komplikasi pada organ dalam.

DAFTAR PUSTAKA

Marques AR, Straus SE. Herpes Simplex. In: Wolff K, Goldsmith LA, editors. Fitzpatrick's: Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. 1879-1885 Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 ed. Jakarta: FK-UI; 2007. Madkan V , Sra K, Brantley J, Carrasco D, Mendoza N, Tyring SK. Human Herpesviruses. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. London: Mosby Elsevier; 2008. Arenas Roberto. Herpes Simplex/Apthous Ulcer.In: Arenas R, Estrada R, editors. Tropical Dermatology. USA: Landes Bioscience; 2001.p261-66 Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide To Diagnosis And Therapy 4th ed. Philadelphia: Mosby; 2004. p. 54.346-55 Sterling JC. Virus Infections.In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 7th ed. Victoria: Blackwell Publishing Ltd.; 2004. p.25.15-22

You might also like