You are on page 1of 20

I.

TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu menerapkan sokletasi, rekristalisasi dan identifikasi piperin dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

II.

DASAR TEORI Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Species : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Piperales : Piperaceae : Piper : Piper nigrum L.

2.1. Tanaman merica hitam (Piper nigrum L.) dalam taksonomi

Gambar 1. Struktur Kimia Piperin Piperin merupakan senyawa yang tidak berwarna atau agak kekuningkuningan, mengkilap, berupa kristal prismatik, tidak berbau dan menimbulkan sensasi pedas yang tajam dan menusuk di lidah. Piperin hampir tidak larut dalam air. Piperin terurai dengan pemanasan pada suhu 129oC 130oC. Piperin larut dalam kloroform, benzen, karbon disulfida tetapi hampir tidak larut dalam petroleum eter (Anggrianti, 2008). 2.2. Sokletasi Sokletasi merupakan proses penyarian simplisia secara berkesinambungan dengan cara ekstraksi cair padat menggunakan alat soklet, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam 1

klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Prinsip dari sokletasi adalah penyarian yang berulangulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan sedikit. Bila penyarian ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Pelarut yang digunakan biasanya pelarut yang mudah menguap dan mampu melarutkan senyawa organik yang terlarut tapi tidak melarutkan zat yang tidak diinginkan (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).

Gambar 2. Alat soklet Keuntungan menggunakan proses sokletasi adalah digunakan pelarut yang sedikit, pemanasannya dapat diatur, dan dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan pemanasan secara langsung. Kerugian cara ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi lama dan dibutuhkan energi (listrik, gas) yang tinggi, karena pelarut didaur ulang menyebabkan ekstrak yang terkumpul pada wadah disebelah bawah terus menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi penguraian oleh panas (Anonim, tt). 2.3. Rekristalisasi Rekristalisasi adalah suatu teknik pemurnian bahan kristalin. Proses rekristalisasi terjadi dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Prinsip dalam rekristalisasi yaitu substansi yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda dalam pelarut yang sama, hanya molekul dari senyawa yang sama yang mudah masuk ke dalam kisi-kisi kristal dari senyawa. Pengotor tetap berada dalam larutan atau menempel pada luar 2

kisi-kisi kristal (Svehla, 1985). Rekristalisasi dapat dilakukan dengan pelarut tunggal ataupun dua pelarut. 2.4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapisan tipis (KLT) digunakan pada pemisahan zat secara cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapisi serba rata pada lempeng kaca (Depkes RI, 1977). KLT merupakan pemisahan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. KLT menghasilkan pemisahan yang paling jelas dibandingkan kromatografi kertas atau kromatografi kolom. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat dan jumlah bahan yang diperlukan lebih sedikit. Pada kromatografi, komponen akan dipisahkan antara dua fase yaitu fase diam (adsorben) dan fase gerak. Adsorben dengan butir partikel yang halus dapat memberikan hasil pemisahan yang baik. Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut yang biasa disebut eluen (Wirasto, 2008). Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal dan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (Himam, 2008). Dengan kata lain semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Gandjar & Rohman, 2007). Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu komponen pada kromatogram. Rf = Jarak yang ditempuh senyawa terlarut Jarak yang ditempuh pelarut

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0. Pada identifikasi piperin (Piperis nigri) dengan metode KLT terdapat bercak berwarna kuning hijau dengan harga hRf 27 dibawah sinar UV 366 (Depkes RI, 1980) dan ditandai dengan adanya spot berwarna biru (Tim Penyusun, 2011). III. ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat : 3

1 set alat soklet Alat alat gelas Plat KLT Lampu UV 254 nm dan 366 nm

- Cawan Porselin - Kertas saring - Chamber - Water bath

Bahan :
-

Etanol 96% N-Hexana Etil asetat

- Serbuk Piperis nigri - KOH Alkoholis 10%

IV. PROSEDUR KERJA 4.1. Pembuatan Ekstrak

Ditimbang sebanyak 10 gram serbuk lada hitam (Piperis nigri)

Serbuk kemudian dibungkus dengan kertas saring

Disokletasi dengan 100 ml etanol 96% selama 2 jam (+ 6 x sirkulasi) 4

Larutan yang diperoleh disaring dan diuapkan di atas water bath menggunakan cawan porselin (yang sudah ditimbang sebelum digunakan) sampai didapat ekstrak kental

Ditimbang ekstrak kental yang diperoleh

4.2. Pembuatan KOH dan Rekristalisasi 4.2.1.Pembuatan KOH alkoholis 10% Ditimbang sebanyak 1 g KOH kemudian ditempatkan di dalam beaker

Larutkan dengan etanol 95 %, diaduk hingga KOH larut sepenuhnya

Ditambahkan etanol 95 % hingga tanda batas 10 ml pada labu ukur 10 ml

4.2.2.Rekristalisasi Ekstrak kental ditambahkan 20 ml KOH alkoholis 10% sedikit demi sedikit dalam kondisi panas 5

Kristal yang terbentuk disaring dengan kertas saring dalam keadaan larutan yang masih panas (penyaringan pertama)

Larutan didiamkan sekitar 3 menit agar dingin, kemudian disaring kembali dengan kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang bobotnya (penyaringan kedua)

V.

HASIL a. Bobot serbuk lada hitam b. Volume etanol 96% yang digunakan untuk sokletasi c. Jumlah sirkulasi yang terjadi selama proses sokletasi d. Bobot ekstrak kental e. Rf dan warna spot piperin 5.1. Pengamatan Sokletasi Tabel 5.1. Bahan Sokletasi yang Digunakan No Nama Bahan 1 Serbuk Piperis nigri Fructus 2 Etanol 96% Tabel 5.2. Data Sirkulasi Sokletasi Penimbangan 10 g 10 ml Tertimbang 10,0276 g 10 mL : 10,0276 g : 10 mL : 7 kali : 0,2293 gram : (tabelkan)

No 1 2 3 4 5 6 7

Siklus Sirkulasi I Sirkulasi II Sirkulasi III Sirkulasi IV Sirkulasi V Sirkulasi VI Sirkulasi VII

Waktu (menit) 36 14 7 3 16 9 20

Warna Bening kehijauan Hijau muda Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau

Suhu (oC) 75 72 74 74 74 74 74

5.2. Pengamatan rekristalisasi Tabel 5.3. Bahan Rekristalisasi yang Digunakan No 1 2 3 4 5 6 Nama Bahan KOH Etanol 96% Cawan porselen kosong Cawan porselen + ekstrak kental Ekstrak kental Kertas saring Penimbangan 1g 10 mL Tertimbang 1,0234 g 10 mL 80,254 g 80,484 g 0,230 g 0,3880 g

5.3. Pengamatan KLT Tabel 5.4. Bahan KLT yang Digunakan No 1 2 3 4 Nama Bahan Etil asetat N-Hexana Etanol 96% Metanol Penimbangan 3 ml 7 ml secukupnya secukupnya

Tabel 5.5. Hasil Elusi Serta Pengamatan di UV254 dan UV366 UV 254 nm No Spot Jarak Spot (cm) Fraksi I 1 2 3 2,9 3,4 5,6 0,41 0,49 0,8 22, 5 50 80 Fraksi II 1 2 Pemadaman bercak 3 4 5 2,95 3,5 4,3 4,8 6,1 0,42 0,5 0,61 0,69 0,87 Fraksi III 42 50 61 69 87 Biru Pemadaman bercak 1 3,7 0,52 52 Biru Rf hRf Warna No Spot Jarak Spot (cm) Fraksi I Rf hRf Warna UV 366 nm

Fraksi II 1 2 3 4 5 6 1,2 2,9 3,4 4,2 4,7 5,2 0,17 0,41 0,49 0,6 0,67 0,74 17 41 49 60 67 74

Fraksi III

1 2 3 4 5 6 7

1,2 1,6 2,8 3,4 4,2 4,6 5,7

0,17 0,23 0,3 0,49 0,6 0,66 0,81

17 23 30 49 60 66 81 Pemadaman bercak

1 2 3 4

2,85 3,4 4,05 4,6

0,41 0,49 0,58 0,66

41 49 58 66 Biru

6,05

0,86 Fraksi IV

86

Fraksi IV 1 2 4 3 2,9 3,3 3,5 5,6 0,41 0,47 0,5 0,8 41 47 50 80 Pemadaman bercak -

Keterangan : Jarak pengembangan = 7 cm

VI. PERHITUNGAN 6.1. Larutan KOH Alkoholis 10% KOH 10% (b/v) dalam etanol 95% (Farmakope Indonesia III hal 689). Larutan KOH yang diperlukan sebanyak 10 mL, maka Bobot KOH(s) : 10 g X = 10 mL 100 mL X= X= 10 g x 10 mL 100 mL 100 g 100

X =1g Bobot etanol 95% : 10 mL 6.2. Perhitungan Fase Gerak Fase gerak yang diperlukan sebanyak 10 mL dibuat dari N-Hexana : etil asetat (70:30): n - Hexana = Etil asetat = 70 x 10 mL = 7 mL 100 30 x 10 mL = 3 mL 100

6.3.

Perhitungan Nilai Rf dan hRf masing-masing fraksi Rumus perhitungan nilai Rf : 10

Rf

Rumus perhitungan nilai hRf : hRf = 100 x Rf Jarak pengembangan = 7 cm

6.3.1

Deteksi dengan UV254 a. Fraksi I : Spot 1 : Rf hRf Spot 2 : Rf hRf Spot 3 : Rf hRf b. Fraksi II : Spot 1 : Rf hRf Spot 2 : Rf hRf Spot 3 : Rf hRf Spot 4 : Rf hRf = = 100 x Rf = 100 x 0,17 = 17 = = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41 = = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49 = = 100 x Rf = 100 x 0,6 = 60 11 = = 0,6 = = 0,49 = = 0,41 = = 0,17 = = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41 = = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49 = = 100 x Rf = 100 x 0,8 = 80 = = 0,8 = = 0,49 = = 0,41

Spot 5

: Rf hRf

= = 100 x Rf = 100 x 0,67 = 67 = = 100 x Rf = 100 x 0,74 = 74

= 0,67

Spot 6

: Rf hRf

= 0,74

c. Fraksi III : Spot 1 : Rf hRf Spot 2 : Rf hRf Spot 3 : Rf hRf Spot 4 : Rf hRf Spot 5 : Rf hRf Spot 6 : Rf hRf Spot 7 : Rf hRf d. Fraksi IV : Spot 1 : Rf = = = 0,41 = = 100 x Rf = 100 x 0,17 = 17 = = 100 x Rf = 100 x 0,23 = 23 = = 100 x Rf = 100 x 0,3 = 30 = = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49 = = 100 x Rf = 100 x 0,6 = 60 = = 100 x Rf = 100 x 0,66 = 66 = = 100 x Rf = 100 x 0,81 = 81 = = 0,81 = = 0,66 = = 0,6 = = 0,49 = = 0,3 = = 0,23 = = 0,17

12

hRf Spot 2 : Rf hRf Spot 3 : Rf hRf Spot 4 : Rf hRf 6.3.2 a.

= 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41 = = 100 x Rf = 100 x 0,47 = 47 = = 100 x Rf = 100 x 0,50 = 50 = = 100 x Rf = 100 x 0,8 = 80 = = 0,8 = = 0,5 = = 0,47

Deteksi dengan UV 366nm Fraksi I : : Rf hRf b. Fraksi II : : Rf hRf Spot 2 : Rf hRf Spot 3 : Rf hRf Spot 4 : Rf hRf c. Fraksi III : = = 100 x Rf = 100 x 0,42 = 42 = = 100 x Rf = 100 x 0,5 = 50 = = 100 x Rf = 100 x 0,61 = 61 = = 100 x Rf = 100 x 0,69 = 69 = = 0,69 = = 0,61 = = 0,5 = = 0,42 = = 100 x Rf = 100 x 0,52 = 52 = = 0,52

Spot 1

Spot 1

13

Spot 1

: Rf hRf

= = 100 x Rf = 100 x 0,41 = 41 = = 100 x Rf = 100 x 0,49 = 49

= 0,41

Spot 2

: Rf hRf

= 0,49

Spot 3

: Rf hRf

= = 100 x Rf = 100 x 0,58 = 58 = = 100 x Rf = 100 x 0,66 = 66 = = 100 x Rf = 100 x 0,86 = 86

= 0,58

Spot 4

: Rf hRf

= 0,66

Spot 5

: Rf hRf

= 0,86

d.

Fraksi IV : -

14

VII. PEMBAHASAN Praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi piperin dari Piperis nigris Fructus. Metode yang digunakan adalah Sokletasi, Kristalisasi, dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Sokletasi adalah penyarian simplisia secara berkesinambungan dengan menggunakan alat skolet. Gambar 3. Alat soklet yang dipasang Termometer

Adapun penyusun alat soklet salah satunya adalah Termometer. Termometer digunakan untuk mengontrol suhu sistem. Sehingga sistem dapat menguapkan penyarinya saja. Pada celah bagian atas ditutupi dengan plastik ikan, ini bertujuan untuk mencegah bahan didalam sistem untuk keluar sistem.

15

Simplisia yang sudah ditimbang sebanyak 10,0276 g dibungkus dengan menggunakan kertas saring kemudian diletakan di dalam tabung klonsong. Simplisia dibungkus dengan kertas saring agar simplisia tidak menyumbat aliran tabung sifon. Penyari yang digunakan adalah etanol 96% sebanyak 100 mL. Etanol digunakan sebagai penyari karena memiliki titi didih yang rendah yaitu 78,3oC (Fessenden, 1999), jika dibandingkan dengan air yaitu 100oC (Chang, 2005). Disamping itu konstanta dielektrik piperin yaitu 8,8 (simanjuntak, 2002), lebih mendekati konstanta dielektrik etanol yaitu 24,3 daripada air yaitu 78,3 (Strengh, 2001). Setelah larutan simplisia dan penyari dimasukan kedalam alat soklet, dan alat soklet sudah terpasang sempurna maka proses sokletasi dijalankan dengan menyalakan pemanas sampai suhu panas yang ditentukan (75oC) serta aliran kondensor. Pemanasan pada suhu 75oC bertujuan untuk memanaskan penyarinya saja sehingga penyari dapat menguap, kemudian dengan adanya aliran kondensor uap penyari dapat mencair kembali untuk menyari simplisia. Penyarian ini dilakukan selama 105 menit dan mengalami 7 sirkulasi. Satu sirkulasi adalah ketika etanol menguap dan dicairkan oleh kondensor kemudian memenuhi pada tabung dan mengisi sebagian lengan samping, sampai jatuh kembali ke dalam labu alas bulat. Sirkulasi pertama lebih lambat daripada sirkulasi kedua, sirkulasi kedua lebih lambat daripada sirkulasi ketiga, sirkulasi ketiga lebih lambat daripada sirkulasi keempat. Waktu yang diperlukan untuk mencapai satu sirkulasi menjadi lebih cepat karena sampel sebelumnya sudah dipanaskan terlebih dahulu, sehingga sirkulasi berikutnya hanya memerlukan panas yang lebih sedikit untuk menguapkannya. Namun terjadi perbedaan pada sirkulasi kelima, keenam dan ketujuh. Hal ini disebabkan aliran kondensor sempat dihentikan dua menit untuk memperbaiki sistem sokletasi kelompok sebelah. Karena aliran kondensor sempat dihentikan maka suhu pada kondensor meningkat akibatnya kecepatan cairnya penyari lebih rendah sehingga waktu

16

yang diperlukan untuk mencapai satu sirkulasi lebih lama. Ekstrak yang diperoleh kemudian dituangkan kedalam cawan porselen Ekstrak yang dihasilkan masih bercampur dengan pelarut. Oleh karena itu pelarut diuapkan di atas gelas beaker yang berisi air yang menguap yang dibawah gelas beaker tersebut adalah water bath. Ini untuk menghindari kontak langsung antara water bath dengan cawan porselen karena suhu yang terlalu tinggi (diatas 131oC) dapat mendekomposisi piperin (Yunos, 2010). Karena penyari (etanol) menguap pada suhu 78,3oC (Fessenden, 1999), maka suhu ekstrak diatur dengan menggunakan termometer agar menjadi suhu tersebut guna menghilangkan etanol. Dalam praktinya pada saat penguapan cawan porselin sesekali diaduk untuk meratakan pemanasan. Setelah penguapan selesai didapat 0,2293 g ekstrak kental. Ekstrak kental selanjutnya direkristalisasi dengan menggunakan KOH alkoholis 10%. Yaitu ekstrak dilarutkan dengan 10 mL KOH alkoholis 10% sedikit demi sedikit dalam kondisi panas. Penambahan KOH alkoholis 10% ini bertujuan untuk menghidrolisis senyawa pengotor yang memiliki struktur yang hampir sama dengan piperin yaitu Piperolein B, Piperolein A, Piperanine, dan Piperetine (Wood, 1988). Sehingga diharapkan hanya senyawa pengotor yang terhidrolisis namun tidak menghidrolisis piperin. Senyawa yang terhidrolisis tersebut larut dalam KOH alkoholis 10% dan hanya piperin yang membentuk Kristal kembali. Kristal yang terbentuk disaring dan diletakan didalam desikator yang berisi silika gel untuk menyerap etanol dan uap air yang masih tersisa pada kristal (Kindersley, 2003). Kristal yang diperoleh kemudian diidentifikasi dengan KLT. Hal yang perlu dilakukan sebelum identifikasi dengan KLT adalah melarutkan kristal dengan etanol 96%, pembersihan plat silika gel GF254, pengaktivasian plat, pembuatan eluen, penjenuhan chamber, elusi plat. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut. Kristal yang menempel pada kertas

17

saring dilarutkan dengan kurang lebih 2 L (sampai seluruh kristal larut) etanol 96% agar senyawa dapat ditempelkan pada plat. Plat silika yang sudah tersedia dengan panjang 10 cm x 4 cm dibersihakan dengan menggunakan metanol dengan cara mengelusinya didalam chamber. Metanol digunakan karena bersifat polar, sehingga dengan mudah masuk ke dalam sela-sela silika dan dapat menghilangkan pengotornya. Tidak menggunakan etanol karena metanol lebih polar dan mudah menguap daripada etanol, sehingga untuk menghilangkan methanol lebih mudah. Selanjutnya aktivasi plat selama 30 menit dengan suhu 110oC. Apabila suhu pengaktifan kurang dari 100oC, maka kandungan uap air dan methanol tidak akan hilang dari plat namun apabila suhu pengaktifan lebih dari 110oC, plat tidak akan mampu menyerap air lagi, hal ini akan mengakibatkan menurunnya kemampuan adsorben untuk menyerap analit sehingga berdampak pada keefektifan pemisahan (Gritter, 1991). selanjutnya pembuatan eluen sebanyak 10 mL yang terdiri atas 7 mL n-heksana dengan 3 mL etil asetat. Chamber dijenuhkan dengan kertas saring, dengan posisi kertas saring yang berbeda-beda tergantung tujuan pemisahan yang akan dilakukan apakah untuk analisis kualitatif atau analisis kuantitatif. Karena tujuan kali ini untuk analisis kualitatif maka kertas saring diletakan pada posisi tergantung pada dinding dengan cara melipatnya menjadi bentuk U kemudian menggantungkannya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah eluen yang terjebak pada kertas saring. Karena apabila jumlah eluen berkurang proses elusi yang akan dilakukan menjadi tidak sempurna (Deinstrop, 2007). Tingkat kejenuhan berpengaruh pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram (Egon, 1985). Chamber yang jenuh ditandai dengan basahnya bagian kertas saring yang masuk kedalam chamber. Setelah chamber jenuh , plat yang telah ditotolkan 4 L larutan kristal dimasukan kedalam chamber untuk dielusi. Elusi dilakukan sampai 1,5 cm dari tepi atas plat KLT. Setelah itu plat dianginanginkan sampai kering. selanjutnya baru dapat dilakukan identifikasi KLT 18

dengan mengamati bercak/noda di UV254 dan UV366. Dipilihnya pengamatan dengan menggunakan UV254 dan UV366 karena penelitian yang baru saya temukan untuk analisis kualitatif terhadap piperin yang nantinya dijadikan tolak ukur untuk menyatakan keberadaan piperin hanya di UV tersebut. Pada pengamatan di bawah UV366 semua Spot berwarna biru, pada pengamatan di bawah UV254 semua Spot terjadi pemadaman sehingga dapat diduga setiap spot adalah piperin (Ikan, 1991). Akan tetapi nilai Rf yang diperoleh tidak sesuai dengan pustaka yaitu 0,27 untuk piperin (Depkes RI, 1980). Tidak ditemukannya spot yang memiliki harga Rf sebesar 0,27 bukan berarti setiap spot tidak mengandung piperin hal ini dapat terjadi karena faktor fase gerak yang digunakan. Bila fase gerak yang digunakan berbeda pada pustaka yang dijadikan referensi untuk membandingkan harga Rf maka tidak heran jika tidak ada satu pun spot yang menghasilkan Rf sebesar 0,27 (Depkes RI, 1980).

19

VIII.KESIMPULAN 8.1. Sokletasi adalah penyarian berulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan sedikit. Sokletasi dipilih untuk memisahkan piperin dari pengotor karena titik leleh piperin tinggi sehingga piperin tahan terhadap pemanasan dan tidak akan mengalami dekomposisi. Hasil dari proses sokletasi adalah 7 kali sirkulasi. 8.2. Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dari pengotor dengan mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan menggunakan pelarut yang sesuai. Rektistalisasi dipilih karena alat yang digunakan sederhana 8.3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah pemisahan komponen cuplikan berdasarkan perbedaan kepolaran antara analit dengan pengotor. KLT dipilih karena menghasilkan pemisahan yang paling jelas dibandingkan kromatografi kertas atau kromatografi kolom, waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan jumlah bahan yang diperlukan lebih sedikit. Hasil setelah kromatogram dilihat di bawah UV254 terdapat spot yang mengalami pemadaman bercak sedangkan pengamatan di bawah UV366 terdapat spot berwarna biru sehingga diduga seluruh spot mengandung piperin.

20

You might also like