You are on page 1of 123

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Dewasa ini karyawan dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang

penting dan perlu dikelola serta dikembangkan untuk mendukung kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan juga dihadapkan pada tantangan besar untuk memenangkan persaingan, sehingga dibutuhkan taktik dan strategi yang akurat. Dalam pemilihan taktik dan strategi, perusahaan tidak saja memerlukan analisis perubahan lingkungan eksternal seperti demografi, sosial budaya, politik, teknologi, dan persaingan, tetapi juga perlu menganalisis faktor internal perusahaan. Faktor-faktor internal yang dimaksud adalah kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam usaha mendukung dan meraih sasaran yang ditetapkan. Ditinjau dari pemberdayaan dan pengelolaan sumber daya manusia, perusahaan perlu menciptakan lingkungan yang kondusif, imbalan yang layak dan adil, beban kerja yang sesuai dengan keahlian karyawan, sikap dan perilaku dari manajer untuk membentuk kepuasan karyawan. Kepuasan karyawan menjadi penting karena merupakan salah satu kunci pendorong moral dan disiplin serta kinerja karyawan yang akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan dalam upaya mewujudkan sasaran perusahaan. Pelayanan adalah cara melayani, membantu, menyiapkan, atau mengurus keperluan seseorang atau sekelompok orang. Pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah di pusat atau

di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Negara/Daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan harapan mereka maupun ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan prima atau service excellence adalah pelayanan terbaik melebihi, melampaui, mengungguli pelayanan yang diberikan pihak lain atau daripada pelayanan pada waktu yang lalu (Adnyana, 2005). Untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan pihak manajemen harus senantiasa memperhatikan faktor-faktor yang mendorong karyawan bekerja dengan produktif, salah satunya yaitu memperhatikan kepuasan kerja karyawan. Dengan memperhatikan faktor kepuasan kerja karyawan maka karyawan dalam bekerja akan senantiasa disertai dengan perasaan senang dan tidak terpaksa serta mempunyai semangat kerja yang tinggi. Beberapa hasil penelitian yang menyimpulkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan yang diberikan karyawan diantaranya Andy H (2006), Anggraeni (2008), Bellou (2006), Melia (2006). Dalam penelitian Andy H (2006) yang berjudul Measuring Job Satisfaction in Residential Aged Care, School of Public Health menemukan bahwa kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh staf dipengaruhi oleh tingkat kepuasan staf dan persepsi mereka terhadap lingkungan kerja fisik (penghargaan organisasi, rekan sekerja, dan pekerjaan mereka). Penelitian oleh Anggraeni (2008) tesis Magister Manajemen Universitas Udayana yang berjudul Pengaruh Pengembangan Organisasi dan Penempatan Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan PT. BPR Sri Artha Lestari Denpasar, dengan analisis path

penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan secara langsung antara kepuasan kerja terhadap kinerja (kualitas pelayanan) karyawan. Penelitian lain oleh Bellou (2006) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh identifikasi organisasional dan organizational based self esteem (OBSE) terhadap kualitas pelayanan Rumah Sakit di Yunani. Bellou menemukan bahwa karyawan akan berusaha berkontribusi setinggi mungkin apabila mereka mempunyai rasa memiliki pada perusahaan. Kepuasan kerja karyawan berkaitan dengan aspek keadilan dan kelayakan akan balas jasa yang diterima karyawan atas kinerjanya yang disumbangkan untuk perusahaan. Apabila aspek keadilan dan kelayakan bagi karyawan dapat dirumuskan dengan baik, maka karyawan akan merasa puas, mempunyai semangat kerja yang tinggi yang nantinya dapat meningkatkan pelayanan prima kepada pelanggan. Apabila rasa keadilan dan kelayakan ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan perasaan tidak puas para karyawan, perasaan tidak puas ini justru akan menyebabkan terjadinya kemerosotan semangat kerja karyawan yang pada akhirnya akan menyebabkan turunnya kualitas pelayanan yang akan diberikan karyawan kepada para pelanggan. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaanya. Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko,2001). Karyawan yang mendapatkan kepuasaan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologi yang akan menyebabkan frustasi.

Karyawan seperti ini akan sering melamun, semangat kerja yang rendah, cepat bosan dan lelah, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan (Hasibuan,2007). Kepuasan yang tinggi akan mengarahkan pada tingkat turn over dan absensi yang rendah karena individu yang puas terdorong untuk bekerja lebih baik karena kebutuhan pentingnya terpuaskan. Ketika seorang karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan pekerjaannya, yang akhirnya akan menghasilkan kualitas pelayanan yang tinggi dan pencapaian tujuan perusahaan. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kerja yang menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian pribadi dengan pekerjaan (Robbins,2006). Berdasarkan pendapat diatas, peningkatan kepuasan kerja pada suatu organisasi dapat dicapai dengan motivasi. Dalam teori motivasi Two Factor dari Frederick Herzberg mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja yaitu faktor dissatisfiers (gaji, kebijakan perusahaan, status, relasi antar personal) dan faktor satisfiers (prestasi, penghargaan, promosi, lingkungan kerja, pekerjaan itu sendiri). Herszberg juga menyatakan kepuasan kerja karyawan yang tergolong pimpinan dan staff berbeda. Karyawan staff yang memperoleh penghasilan rendah cenderung lebih mudah terpuaskan dengan hal-hal yang bersifat hygiene seperti insentif, dan kondisi kerja yang nyaman, sedangkan karyawan yang tergolong pimpinan cenderung akan terpuaskan dengan hal-hal yang bersifat motivator yang

langsung berhubungan dengan pekerjaan seperti membina hubungan yang baik dengan rekan kerja, lebih mengutamakan penghargaan dan aktualisasi diri. Motivasi yang menjadi dasar utama bagi seseorang memasuki suatu organisasi adalah dalam rangka usaha orang yang bersangkutan memuaskan berbagai kebutuhannya. dalam Oleh karena itu kunci keberhasilan terletak seorang pada

manajer/pimpinan

menggerakkan

bawahannya

kemampuannya memahami teori motivasi sehingga menjadi daya pendorong yang efektif dalam upaya peningkatan kepuasan kerja dalam suatu perusahaan. Motivasi adalah kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk memuaskan dan memenuhi kebutuhannya, Handoko (2001) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan organisasi, sementara Hasibuan (2007), mengartikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang meneliti tentang motivasi antara lain penelitian yang dilakukan Bodur (2002) yang menemukan bahwa tingkat kepuasan seluruh staff pusat kesehatan masyarakat di Turki tergolong rendah disebabkan oleh kondisi kerja yang tidak nyaman, kecilnya peluang mengembangkan karir dan gaji yang terlalu rendah. Matthews (2006) menemukan bahwa tingkat kepuasan dipengaruhi oleh motivasi (lingkungan kerja fisik/tempat kerja yang baik, system penggajian yang adil, pengharapan, peluang

pengembangan karir, pekerjaan yang pantas). Sedangkan Borzaga (2006) menenukan bahwa faktor intrinsik dan sikap terhadap hubungan kerja yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan beberapa pengertian motivasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dari dalam diri karyawan yang berpengaruh, membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara prilaku seseorang berkaitan dengan lingkungan kerja. Jadi motivasi adalah dorongan dari dalam diri karyawan untuk memenuhi kebutuhan yang stimulasi berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplementasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Adapun pemberian motivasi yang diberikan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali kepada karyawannya dalam bentuk insentif pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Jenis-jenis Insentif PT. PLN (Persero) Distribusi Bali No.
1 2 3 4 5 6 7 8

Jenis Insentif
Tunjangan daerah Tunjangan Jabatan Tunjangan cuti tahunan Tunjangan Pensiun Tunjangan Transportasi Tunjangan Hari Raya Bonus Tunjangan kesehatan

Frekuensi Insentif
1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 tahun sekali Akhir masa kerja 1 bulan sekali 1 tahun sekali 1 tahun sekali -

Sumber : PT. PLN (Persero) Distribusi Bali, 2009 Dari Tabel 1.1 diatas disebutkan bahwa insentif yang diberikan berjumlah delapan macam dan frekuensinya berbeda-beda sesuai dengan jenis serta kebutuhan karyawan. Berdasarkan jenis insentif tersebut diharapkan mampu memberikan rangsangan atau motivasi terhadap semangat kerja karyawan yang

akan berdampak kepada kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Oleh karena itu motivasi mempunyai peran yang penting dalam mencapai kepuasan kerja pada karyawan dan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan kepada pelanggan. Penelitian sebelumnya diantaranya Melia (2006) menemukan bahwa kepemimpinan, pengembangan karir dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan karyawan di Kantor Peti Kemas, Rahayu (2008) menemukan bahwa kemampuan, penempatan dan motivasi kerja secara parsial dan simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan nasabah PT. Bank BPD Bali, serta Li (2004) menemukan bahwa idealized influence leaders dan budaya organisasi akan menghasilkan karyawan yang lebih berkomitmen dan mencapai kepuasan kerja yang diinginkan. Perusahaan Listrik Negara (yang selanjutnya disingkat PLN) merupakan satu-satunya perusahaan yang ditugaskan pemerintah untuk menyediakan listrik secara nasional kepada masyarakat Indonesia. Sebagai satu-satunya perusahaan yang diserahkan tanggung jawab atas kelistrikan nasional, PLN terus berusaha untuk tidak mengabaikan para pelanggan, melainkan tetap berupaya

memperhatikan peningkatan kualitas pelayanan kepada para pelanggan. Satu bukti nyata bahwa PLN dan jajarannya terus berusaha melakukan perbaikan pelayanan adalah mewujudkan pelayanan setara kualitas dunia atau World Class Services (WCS). PLN Pusat telah menunjuk PLN Distribusi Bali sebagai percontohan layanan kelas dunia atau World Class Services (Adnyana dan Sukrislismono, 2005). Penunjukan itu selain Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia juga

berdasarkan pertimbangan bahwa PLN (Persero) Distribusi Bali memiliki kesiapan infrastruktur untuk menunjang pelaksanaan layanan kelas dunia tersebut. Pencapaian tujuan ke arah itu memerlukan karyawan yang memiliki tingkat kepuasan untuk mendukung misi World Class Services, karena dalam perspektif Hescket Model dinyatakan bahwa kualitas pelayanan kepada pelanggan (external quality services) dipengaruhi oleh tingkat kepuasan karyawan (employee satisfaction), peningkatan kepuasan kerja karyawan dapat dicapai dengan memotivasi karyawan. Dari hasil observasi awal ternyata kualitas pelayanan yang diberikan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan hal ini dapat dilihat dari keluhan-keluhan dari pelanggan. Rata-rata jumlah komplain perhari 5-8 keluhan terutama di bagian berhubungan dengan pelanggan. Berikut beberapa keluhan/complain pelayanan dari pelanggan 1) Pelayanan yang diberikan karyawan belum memuaskan hal ini dirasakan oleh beberapa pelanggan yang mengeluhkan sikap dan kemampuan dari karyawan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, bahkan sampai dimuat disalah satu media di Bali. (Balipost, Jumat Pahing, 15 Oktober 2009) 2) Pelayanan di bagian customer service, lebih sering bahkan setiap hari dikeluhkan oleh pelanggan karena sebagian besar karyawan dibagian ini kurang menguasai tugas dan pekerjaannya. Selain masih banyaknya keluhan dari pelanggan, belum optimalnya kualitas pelayanan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat dilihat dari perbandingan pencapaian standar kualitas pelayanan setara perusahaan listrik dunia, dapat dilihat dari Tabel 1.2

Tabel 1.2 Perbedaan antara Kualitas Layanan Listrik di Bali dengan Kualitas Layanan Perusahaan Setara Kelas Dunia (Hongkong Electrik,Co.) Sampai Tahun 2009 Standar WCS Realisasi PLN Bali 2008 448,19 12,98 5 1 0,13 46 Realisasi PLN Bali 2009 162,57 7,47 2 1 0,08 37,44

Indikator

Satuan

SAIDI Menit/plnggn/thn 100 SAIFI Kali/plnggn/thn 3 Teg dbwh standar % < 1 Koreksi Rekening Hari 1 Koreksi Cater % 0,05 Kecepatan Menit 30 Layanan Teknis Sumber: PT. PLN (Persero) Distribusi Bali, 2009 Keterangan SAIDI

: System Average Interrupt Duration Index, yaitu lamanya gangguan pasokan listrik yang dialami oleh pelanggan (dihitung secara rata-rata) SAIFI : System Average Interrupt Frequency Index, yaitu jumlah gangguan pasokan listrik yang dialami oleh pelanggan (dihitung secara rata-rata) Teg Standar : tegangan tinggi 150Kv, menengah 20 Kv, rendah 220 V Koreksi Rekening : koreksi akibat kesalahan tagihan pemakaian tenaga listrik yang ditagihkan kepada pelanggan (plus atapun minus) Koreksi Cater : koreksi akibat kesalahan baca meter, Layanan Teknis : lamanya pelayanan akibat gangguan pasokan tenaga listrik Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa belum tercapainya standar World Class Service atau standar kualitas pelayanan perusahaan kelas dunia. Salah satu contohnya, dalam kecepatan layanan teknis standar World Class Service 30 (menit), sedangkan realisasi untuk tahun 2008 dan 2009 masing-masing 46 dan 37,44 (menit) masih lebih lama dari standar World Class Service walaupun sudah mendekati. Untuk itu PLN Distribusi Bali dituntut untuk segera dapat

10

memperbaiki diri agar kualitas pelayanan setara dunia dapat tercapai seperti apa yang telah menjadi tujuan dari perusahaan yaitu PLN menuju World Class Service. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapat kualitas

pelayanan yang baik dalam bertransaksi seperti kemudahan, kecepatan, kesopanan, dan faktor pelayanan lainnya. Menurut Dessler (2004) program kualitas sangat tergantung pada karyawan yang terlatih baik dan berkomitmen tinggi sehingga sulit memisahkan keduanya. Untuk menciptakan karyawan yang terlatih baik dan berkomitmen tinggi sehingga menghasilkan pekerjaan yang berkualitas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari hasil obervasi dan wawancara dapat diketahui faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan yang dihasilkan oleh karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali berkaitan dengan faktor kepuasaan kerja karyawan. Hal yang menunjukkan ketidakpuasan karyawan yaitu tidak berada pada station masing-masing pada saat jam kerja, bekerja lambat, sering meninggalkan pekerjaannya, dan sering terlambat. Tidak mematuhi aturan khususnya dalam hal tanggung jawab mengerjakan tugas yang diberikan, dan bekerja cenderung lamban merupakan indikator adanya ketidakpuasan karyawan. Dari hasil observasi dan wawancara diperkirakan bahwa ketidakpuasan karyawan yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa hal berikut. 1) Kurangnya motivasi dari atasan/pimpinan Pimpinan kurang memberikan bimbingan, perhatian dan motivasi kepada karyawan. Pimpinan sering sering tidak berada ditempat menyebabkan kurangnya komunikasi dalam memberikan petunjuk, arahan, dan motivasi

11

kepada karyawan sehingga karyawan kurang mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya, sering tidak berada ditempat pada saat jam kerja dan cenderung lamban dalam bekerja. Pentingnya arahan dan motivasi ini akan mempengaruhi karyawan agar bersedia melaksanakan tugasnya dengan benar. 2) Insentif Dimana insentif yang diberikan belum dirasa memuaskan, dimana belum adanya hadiah (imbalan) bagi mereka yang berprestasi apabila berhasil dalam mencapai target atau pelayanan sesuai dengan target yang ditetapkan, sehingga semangat dalam berprestasi dan memberikan pelayanan masih rendah. 3) Observasi secara mendalam yang dilakukan di beberapa unit sering terjadi kurangnya komunikasi dan koordinasi antar individu/karyawan sering tidak saling mendukung dan membantu dalam penyelesaian tugas terutama yang saling berhubungan sehingga pekerjaan yang semestinya cepat terselesaikan menjadi terlambat penyelesaiannya padahal pekerjaan itu semestinya pekerjaan itu dapat dselesaikan tepat waktu, apalagi tugas yang berhubungan langsung dengan pelayanan pelanggan. Misalnya unit bagian niaga, distribusi dan keuangan, karena ketatnya bagian keuangan maka pemenuhan kebutuhan di bagian niaga dan distribusi menjadi terhambat contohnya apabila ada permintaan pasang baru akan lama prosesnya karena biaya produksi yang sangat tinggi.

12

Berdasarkan uraian tersebut, motivasi mempunyai pengaruh terhadap kepuasaan karyawan yang berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan. Dengan diberikannya motivasi kepada karyawan diantaranya dengan pemberian imbalan yang sesuai, adanya penghargaan atas prestasi dari pimpinan, lingkungan kerja yang memadai maka harapan dan kebutuhan karyawan akan tercapai, dengan demikian diharapkan dapat memberikan kepuasan kerja kepada karyawan sehingga karyawan lebih bersemangat dalam bekerja untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Apakah motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali? 2) Apakah motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali? 3) Apakah kepuasan kerja karyawan berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali?

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut 1) Untuk mengetahui pengaruh signifikan secara langsung motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.

13

2) Untuk mengetahui pengaruh signifikan secara langsung motivasi terhadap kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. 3) Untuk mengetahui pengaruh signifikan secara langsung kepuasan kerja karyawan terhadap kualitas pelayan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.

1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris pada penelitian di masa yang akan datang khususnya menyangkut hubungan antara motivasi, kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan. 2) Manfaat secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen dalam merumuskan kebijakan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali terutama tentang motivasi, kepuasan kerja karyawan dan kualitas pelayanan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1 Pengertian Kualitas Menurut Dessler (2004) kualitas adalah totalitas tampilan dan karakteristik sebuah produk atau pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dicari. Menurut Goetsch dan Davis (2003) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Schuler (1997) kualitas atau mutu berarti memberikan produk dan pelayanan yang konsisten mengikuti seluruh dimensi kualitas dalam satu usaha tunggal. Beraneka ragam definisi mengenai kualitas ini dikarenakan perbedaan perspektif atau pandangan yang digunakan. Parasuraman (2003) mengidentifikasi ada lima alternatif kualitas yaitu sebagai berikut. 1) Transcendental approach Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam seni musik, tari dan seni rupa. Perusahaan dapat mempromosikan produknya dengan pernyataan-pernyataan seperti tempat belanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi). Dengan demikian fungsi fungsi perencanaan,

14

15

produksi dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas. 2) Product-base approach Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikualifikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah berapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan dan preferensi individual. 3) User-based approach Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas tinggi. Perspektif yang subjektif ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimal yang dirasakannya. 4) Manufacturing-based approach Persepektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan persyaratannya. Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitas bersifat operation-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi

16

yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang mengunakannya. 5) Value-based approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam persepektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli. Jadi secara umum kualitas merupakan suatu kondisi dinamis dari totalitas tampilan atau karakteristik sebuah produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi atau melebihi harapan yang dicari.

2.1.2

Dimensi Kualitas Keunggulan suatu produk atau pelayanan tergantung pada kelebihan dari

kualitas yang diperlihatkan. Menurut Parasuraman (2003) dimensi kualitas untuk produk manufaktur adalah sebagai berikut. 1) Kinerja (performance) yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti. Contohnya kemampuan suatu mobil untuk menambah kecepatan dan kejelasan gambar televisi. 2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. Seperti one-touch-power windows untuk mobil. 3) Kehandalan (realibility) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal pakai.

17

4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance) yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. 5) Daya tahan (durability) yaitu berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. 6) Tingkat pelayanan (service ability) yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, dan penanganan keluhan yang memuaskan. 7) Estetika yaitu daya tarik produk terhadap panca indra. 8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, dimensi kualitas jasa menurut Schuler (1997) meliputi beberapa hal sebagai berikut. 1) Berwujud Berwujud yang dimakasud yaitu setting fisik dari jasa tersebut, misalnya lokasi, karyawan, materi komunikasi dan peralatan. 2) Keandalan Keandalan yaitu kemampuan untuk melakukan jasa yang dijanjikan secara handal dan akurat. 3) Kecepat tanggapan Kecepat tanggapan yaitu sejauh mana karyawan menolong konsumen dan menyediakan jasa yang cepat dan tepat.

18

4) Jaminan Jaminan yang dimaksud meliputi pengetahuan, kesopanan dan kemampuan karyawan untuk menjaga kepercayaan dan keyakinan. 5) Empati Empati yaitu perhatian dan kepedulian terhadap konsumen secara individual. Dimensi untuk kualitas jasa menurut Parasuraman (2003) meliputi lima hal sebagai berikut. 1) Bukti langsung (tangibles) yaitu segala sesuatu yang berwujud dan dapat dilihat meliputi beberapa hal sebagai berikut : fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. 2) Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. 3) Daya tanggap (responsivensess) yaitu keinginan para staff untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4) Jaminan (assurance) yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko, atau keraguraguan. 5) Empati yaitu rasa memahami dan kepedulian meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

19

2.1.3

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Kualitas yang dihasilkan oleh perusahaan dapat dipengaruhi oleh banyak

faktor, oleh karena itu pihak perusahaan atau organisasi harus memperhatikan semua elemen-elemen yang penting dalam penerapan atau pencapaian kualitas. Menurut Ariani (2003) pencapaian total kualitas memerlukan delapan elemen sebagai berikut. 1) Fokus pada pelanggan yaitu dengan memberikan kepuasan kepada pelanggan sesuai dengan harapan. 2) Komitmen jangka panjang, agar seluruh karyawan juga mau melaksanakan hal yang sama dengan terlibat secara penuh dalam seluruh proses yang ada. 3) Kepemimpinan dan dukungan manajemen puncak, dengan memberikan dukungan tenaga, pikiran, perencanaan strategik, gaya serta perbaikan secara berkesinambungan. 4) Pemberdayaan seluruh personil dan kerja tim, yaitu dengan mendorong partisipasi seluruh karyawan untuk mencapai sasaran kualitas, termasuk perbaikan pelayanan dan penyelesaian masalah. 5) Komunikasi efektif yaitu dengan mengadakan hubungan komunikasi baik secara formal maupun informal dan komunikasi vertikal maupun horizontal. 6) Kepercayaan dan analisis proses secara statistik, yang memungkinkan organisasi melakukan tindakan perbaikan, menetapkan prioritas dan mengevaluasi kemajuan yang dicapai. 7) Komitmen terhadap perbaikan yaitu dengan membangun kesadaran untuk mengadakan perbaikan melalui pendidikan dan pelatihan karyawan.

20

8) Mendukung pemberian penghargaan yaitu penghargaan yang bukan hanya berupa upah atau gaji, melainkan penghargaan yang berupa pujian, dukungan saran, maupun kritik membangun. Menurut Ariani (2003) manajemen harus menyediakan sumber daya yang cukup dan tepat untuk menerapkan sistem kualitas. Untuk memacu motivasi, pengembangan, komunikasi dan performansi personil, manajer harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1) Memilih personil berdasarkan kemampuan untuk memenuhi spesifikasi jabatan. 2) Memberikan lingkungan kerja yang mendukung kesempurnaan dalam hubungan kerja baik. 3) Merealisasikan kemampuan setiap anggota organisasi secara konsisten, metode kerja yang kreatif, dan kesempatan untuk berpartisipasi seluas mungkin. 4) Menjamin bahwa tugas-tugas dapat terlaksana dengan baik, tujuan dapat dimengerti termasuk bagaimana mereka mempengaruhi kualitas. 5) Melibatkan semua personil dan menciptakan kualitas jasa bagi pelanggan. 6) Menyusun kegiatan terencana untuk memperbaiki kualitas personil. 7) Mengidentifikasikan faktor-faktor yang memotivasi personil untuk

menyediakan kualitas jasa (service). 8) Menerapkan perencanaan karir dan pengembangan personil.

21

2.1.4

Model Kualitas Jasa Parasuraman (2003) merumuskan model kualitas jasa yang menyoroti

pernyataan-pernyataan utama untuk memberikan kualitas jasa yang diharapkan. Model ini mengidentifikasi lima gap yang menyebabkan kegagalan delivery jasa seperti Gambar 2.1.

Komunikasi dari mulut ke mulut

Kebutuhan personal

Pengalaman yang lalu

Jasa yang diharapkan GAP 5 Jasa yang dirasakan MANAJEMEN GAP 1 GAP 3 Spesifikasi kualitas jasa Penyampaian jasa GAP 4 Komunikasi eksternal

GAP 2

Persepsi manajemen

Sumber : Parasuraman, (2003) Gambar 2.1 Model Kualitas Jasa

22

Dari Gambar 2.1 dapat kita lihat kelima GAP tersebut adalah sebagai berikut. 1) GAP 1 GAP 1 yaitu gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. GAP Ini terjadi karena manajemen tidak selalu dapat merasakan apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. 2) GAP 2 GAP 2 yaitu gap antara persepsi manajemen dengan spefisikasi kualitas jasa. Dalam hal ini manajemen mungkin mampu merasakan secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi pihak manajemen tersebut tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu. 3) GAP 3 GAP 3 yaitu antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Gap ini dapat terjadi karena karyawan perusahaan mungkin kurang dilatih atau bekerja melampaui batas dan tidak dapat atau tidak mau untuk memenuhi standar. 4) GAP 4 GAP 4 yaitu antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh wakil dan iklan perusahaan. 5) GAP 5 GAP 5 yaitu antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi bila konsumen mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan dan salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut.

23

2.2 Kepuasan Kerja 2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Luthan (2006) memberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap lognitif, efektif, evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Sedangkan menurut Umar (2005) dapat dijelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau cerminan dari perusahaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkan pada output yang dihasilkan. Asaad (2001) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sifat umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja. Sedangkan menurut Handoko (2001) kepuasan kerja adalah keadaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik hasil pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthan, 2006). Menurut Luthan (2006) terdapat tiga dimensi yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja yaitu sebagai berikut. 1) Kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi kerja, dengan demikian kepuasan kerja dapat dilihat dan diduga;

24

2) Kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan; 3) Kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat dinyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap positif atau negatif terhadap pekerjaannya yang terkait dengan kondisi kerja dan lingkungan kerja.

2.2.2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merujuk kepada sikap dan prilaku seseorang terhadap

pekerjaannya, seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi akan menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjannya, namun sebaliknya jika kepuasan kerja seseorang rendah akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya dan komitmen orang tersebut terhadap organisasinya rendah sehingga dapat menyebabkan orang tersebut mangkir dari perusahaannya. Departemen SDM hendaknya senantiasa memantau kepuasan kerja para karyawan karena hal tersebut besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan. Faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja menurut Luthan (2006) yaitu sebagai berikut. 1) Pekerjaan itu sendiri Dalam hal ini dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

25

2) Gaji Upah dan gaji dikenal menjadi signifikan tapi kompeks kognitif dan merupakan faktor multidimensi dalam kepuasan kerja. 3) Promosi Kesempatan promosi sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja, hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan. 4) Pengawasan Pengawasan (supervisi) merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja, ada dua dimensi gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu berpusat pada karyawan dan partisipasi atau pengaruh kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan prilaku. 5) Kelompok kerja Rekan kerja atau anggota tim yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat dan bantuan pada anggota individu. 6) Kondisi kerja Kondisi kerja memiliki kecil pengaruhnya terhadap kepuasan kerja, jika kondisi kerja bagus (bersih, lingkungan menarik) individu akan lebih mudah menyelesaikan pekerjaan mereka sebaliknya jika kondisi kerja buruk individu akan lebih sulit menyelesaikan pekerjannya. Jika segalanya berjalan baik tidak ada masalah kepuasan kerja, jika segalanya berjalan buruk masalah ktidakpuasan kerja muncul.

26

Menurut Asad (2001) ada 10 faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu. 1) Kesempatan untuk maju Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja. 2) Keamanan kerja Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama bekerja. 3) Gaji Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan diperolehnya. 4) Perusahaan dan manajemen Perusahaan dan manajemen yang baik adalah faktor yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan. 5) Pengawasan (supervisi) Bagi karyawan, supervisi dianggap sebagai figur ayah sekaligus atasan. Supervisi yang buruk berakibat absensi dan turn over. kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang

27

6) Faktor intrinsic dari pekerjaan Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas, akan dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan. 7) Kondisi kerja Termasuk disini adalah kondisi tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir. 8) Aspek sosial Dalam pekerjaan merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang kepuasan atau ketidakpuasan dalam pekerjaan. 9) Komunikasi Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawan. 10) Fasilitas Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat memenuhi akan menimbulkan rasa puas. Sehubungan dengan terbatasnya waktu dan tenaga, maka tidak memungkinkan untuk memakai semua faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasaan kerja yang akan dijadikan indikator dalam penelitian ini, untuk itu dalam penelitian ini hanya digunakan faktor yang diidentifikasi memberikan

28

kontribusi terhadap kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Adapun faktor tersebut adalah kompensasi, komunikasi dan kondisi kerja.

2.3 Motivasi Kerja 2.3.1 Pengertian Motivasi Motivasi kerja sering dipakai untuk menyebutkan motivasi dalam lingkungan kerja. Dalam manajemen sering dipakai untuk menerangkan motivasi yang ada kaitannya dengan pekerjaan. Batasan motivasi menurut Yukl (2005) mengartikan sebagai proses dimana prilaku digerakkan dan diarahkan. Batasan tersebut bisa diartikan bahwa motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif. Dapat pula diartikan sebagai keadaan menjadi motif. Batasan ini menyebabkan motivasi kerja yang dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Pengertian diatas dapat menerangkan mengapa seorang karyawan bersedia melakukan suatu pekerjaan pada suatu lembaga. Kesediaan ini tentu karena ada dorongan, motif atau perangsang dalam diri seorang karyawan. Lebih konkrit lagi, bahwa dorongan atau motif itu berupa kebutuhan yang timbul dalam diri seorang karyawan yang dipenuhi dengan cara bekerja. Menurut Handoko (2001) pandangan sistem mengenai motivasi dalam organisasi bahwa motivasi kerja seorang karyawan sebagai suatu sistem yang terdiri dari elemen-elemen yang berhubungan dan bergantung antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi bila berbagai elemen tersebut berinteraksi maka akan membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh. Pandangan sistem mengenai motivasi ini memberikan manajer

29

suatu cara dalam memandang motivasi para karyawan sebagai suatu keseluruhan dan sebagian bagian dari pengarahan dan pengembangan organisasi. Menurut Hasibuan (2007) proses motivasi dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Kebutuhan yang tidak dipenuhi

6. Kebutuhan yang tidak dipenuhi dinilai kembali oleh pegawai PEGAWAI 5. Imbalan atau hukuman

2. Mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan (motif)

3. Prilaku yang berorientasi pada tujuan (harapan)

4. Hasil karya (evaluasi diri) tujuan yang tercapai

Gambar 2.2 Proses Motivasi Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri karyawan yang perlu dipenuhi agar karyawan tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

30

Sedarmayanti (2007) mendefinisikan, motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif kerja kepada para bawahan, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi untuk tercapainya tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Terry (1991) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Sementara Hasibuan (2007) mengartikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Berdasarkan beberapa pengertian motivasi tersebut diatas, maka dapat dikatakan motivasi adalah sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri karyawan yang berpengaruh, membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara prilaku seseorang berkaitan dengan lingkungan kerja. Jadi motivasi adalah dorongan dari dalam diri karyawan untuk memenuhi kebutuhan yang stimulasi berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplementasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Pelaksanaan motivasi memerlukan penerapan prinsip-prinsip motivasi, yang menurut Hasibuan (2007) dibedakan sebagai berikut. 1) Prinsip mengikut sertakan bawahan Diberi kesempatan dalam memberikan ide-ide, gagasan-gagasan, pembuatan keputusan-keputusan, para pegawai mereka ikut bertanggung jawab dan disiplin kerja meningkat.

31

2) Prinsip komunikasi Komunikasi merupakan hal yang penting dalam organisasi. Melalui komunikasi yang baik, maka motivasi untuk mencapai hasil-hasil mempunyai kecenderungan kerja meningkat. 3) Prinsip pengakuan Pemimpin yang mengakui hasil pekerjaan karyawan dan memberi penghargaan atas sumbangan terhadap hasil yang dicapai, maka semangat kerja akan meningkat. 4) Prinsip wewenang yang didelegasikan Pemberian tugas pekerjaan dan wewenang pertanda kepercayaan pemimpin terhadap karyawan yang bersangkutan. Dengan kepercayaan ini motivasi karyawan akan meningkat dan akan tercapai hasil kerja yang baik. 5) Prinsip timbal balik Perhatian timbal balik dari pimpinan bisa merupakan pengembangan karier, pemberian insentif atau pemberian fasilitas dapat memotivasi karyawan untuk berprestasi. Pelaksanaan prinsip-prinsip motivasi ini merupakan upaya untuk membantu menggerakkan karyawan supaya dapat menjalankan organisasi dengan menggunakan tenaga karyawan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi tidak terlepas dari kebutuhan, dan kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari prilaku karyawan. Sebagai pimpinan tidak mungkin memahami prilaku karyawan

32

tanpa mengerti kebutuhannya. Riduwan (2007) mengemukakan bahwa hirarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut. 1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernafas, seksual (biologis). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah (kebutuhan paling dasar). 2) Kebutuhan rasa aman (safety and security needs), yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan dan lingkungan hidup. 3) Kebutuhan untuk merasa memiliki (belongingnees needs), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai. 4) Kebutuhan akan harga diri (estem needs), yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain. 5) Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (self actualization needs), kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan menggunakan ide-ide, memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu. Hirarki kebutuhan dari Maslow ditunjukkan dalam bentuk piramida seperti Gambar 2.3.

33

Self Actualization Need (10%) Esteem Need (40%) Belongingness Need (50%) Safety and Security Need (70%) Physiological Need (85%)

Gambar 2.3 Hirarki Kebutuhan dari Maslow

Maslow mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal memuaskan kira-kira 85 persen kebutuhan fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa aman, 50 persen kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40 persen kebutuhan harga diri dan hanya 10 persen kebutuhan aktualisasi diri. Dalam studi motivasi lainnya, Riduwan (2007) mengemukakan adanya tiga jenis kebutuhan yaitu sebagai berikut. 1) Need for achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk memecahkan masalah. Seorang karyawan yang mempunyai kebutuhan akan berpartisipasi tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. 2) Need for affilitation, yaitu kebutuhan untuk berhubungan sosial, yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain atau berada bersama dengan orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.

34

3) Need for power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas dan untuk mempengaruhi orang lain. Sesuai dengan teori dan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, maka dalam penulisan tesis ini hanya akan diambil beberapa teori motivasi yang dianggap relevan dengan penelitian yaitu teori motivasi dari Mc. Clelland. Teori ini menyatakan bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi kerja serta peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh karyawan karena didorong oleh motif, harapan dan insentif. Untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Motif (motif), adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. 2) Harapan (expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku untuk tercapainya tujuan. 3) Insentif (incentive), adalah memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi diatas prestasi standar. Sehingga semangat kerja bawahan akan meningkat, (Hasibuan, 2000).

2.3.2

Motif Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan

bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.

35

Dorongan untuk melakukan sesuatu perubahan tertentu dapat disebabkan oleh hasil pemikiran dari dalam diri karyawan maupun yang berasal dari luar dirinya. Alasan-alasan yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Hasibuan (2007) membagi kebutuhan manusia menjadi tiga kebutuhan yaitu (1) kebutuhan akan prestasi (need for achievement), (2) kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), dan kebutuhan akan kekuatan (need for power). 1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Oleh karena itu kebutuhan akan berprestasi akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal, karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi asalkan diberi kesempatan. Seseorang menyadari bahwa dengan mecapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar pada akhirnya akan memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. 2) Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu kebutuhan akan afiliasi ini akan merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal sebagai berikut. (1) Kebutuhan akan perasaann diterima oleh orang lain di lingkungan bekerja (sence of belonging),

36

(2) Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sence of importance), (3) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sence of achievement), (4) Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sence of participation). 3) Kebutuhan akan kekuatan (need for power), merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan kekuatan akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta menggerakkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Persaingan itu ditumbuhkan secara sehat oleh pimpinan dalam memotivasi bawahannya supaya mereka termotivasi untuk bekerja lebih giat. (Hasibuan, 2007). Dalam memotivasi karyawan, pimpinan hendaknya menciptakan suasana pekerjaan yang baik dan memberikan kesempatan untuk berpromosi. Dengan demikian memungkinkan karyawan meningkatkan semangat kerjanya untuk mencapai kebutuhan akan prestasi, afiliasi dan kekuatan yang diinginkannya. Menurut Hasibuan (2007), mengemukakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan kerja, dapat diukur dengan indikator-indikator, yaitu sebagai berikut : (1) upah yang adil dan layak, (2) kesempatan untuk maju, (3) pengakuan sebagai individu, (4) keamanan bekerja, (5) tempat kerja yang nyaman, (6) diterima oleh kelompok, (7) perlakuan yang wajar dan (8) pengakuan atas prestasi.

37

2.3.3

Harapan Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku

untuk tercapainya tujuan. Secara umum harapan dapat diartikan sebagai sesuatu keyakinan sementara pada diri seseorang bahwa suatu tindakan tertentu akan diikuti oleh hasil atau tindakan berikutnya. Secara sederhana teori ini menyatakan bahwa motivasi seseorang dalam organisasi bergantung pada harapannya. Seseorang akan mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi dalam organisasi, jika berkeyakinan bahwa dari prestasi tersebut dapat mengharapkan imbalan yang lebih besar. Sebaliknya seseorang yang tidak mempunyai harapan bahwa prestasinya akan dihargai lebih tinggi tidak akan pula berusaha meningkatkan prestasinya. Berkaitan dengan teori harapan tersebut, Riduwan (2007) mengemukakan indikator-indikator tentang harapan (Hal-hal yang diinginkan) karyawan yaitu (1) kondisi kerja yang baik, (2) perasaan ikut terlibat, (3) pendisiplinan yang bijaksana, (4) penghargaan penuh atas penyelesaian pekerjaan, (5) loyalitas pimpinan terhadap karyawan, (6) jaminan pekerjaan. Jadi teori harapan berkenaan dengan harapan seseorang dan pengaruhnya terhadap prilaku (tindakan). Salah satu nilai teori ini adalah dapat menyediakan pimpinan dengan suatu sarana untuk menunjukkan dengan tepat perolehan yang diharapkan atau tidak diharapkan yang dihubungkan dengan prestasi tugas pelayanan kepada pelanggan.

38

2.3.4

Insentif Insentif adalah sesuatu untuk memotivasi bahwa dengan memberikan

hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi diatas prestasi standar akan meningkatkan semangat kerja bawahan. Perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan untuk ikut membangun, memeliharta dan memperkuat harapan-harapan karyawan agar dalam diri karyawan timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang dinilai dari diri sendiri yang berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan imbalan ekstrinsik adalah berasal dari pekerjaan. Ada beberapa kriteria ukuran (indikator) tentang imbalan intrinsik dan ekstrinsik yang dikemukakan oleh Riduwan (2007) yaitu sebagai berikut. 1) Intrinsik : penyelesaian, dan pencapaian/prestasi 2) Ekstrinsik : (1) finansial; gaji dan upah serta tunjangan, (2) antar pribadi, (3) promosi. Proses pemberian imbalan tertentu harus dibahas jika ingin mencapai sasaran yaitu harus ada imbalan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, dimana karyawan akan membandingkan antara imbalan yang mereka terima dengan imbalan yang diterima oleh orang lain. Para pimpinan mempunyai banyak sarana untuk mengelola imbalan intrinsik dan ekstrinsik untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan.

39

2.3.5

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dalam menjalankan tugas

dan fungsinya di bidang penyediaan listrik secara nasional, harus dilandasi oleh kesadaran akan tugas, tanggung jawab, dan timbang rasa yang tinggi agar tugas dalam memberikan pelayanan penyediaan listrik bagi masyarakat sebagai pelanggan dapat terselenggara dengan baik dan memuaskan. Oleh karena itu setiap pimpinan hendaknya memperhatikan kebutuhan staf sebagaimana yang telah diuraikan dalam teori motivasi. Kebutuhan utama para karyawan harus diperhatikan yang meliputi kebutuhan fisik dan kebutuhan jaminan bekerja. Pemenuhan kebutuhan fisik yang wajar dapat diharapkan karyawan akan melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik dan sungguh-sungguh. Sebagai pimpinan hendaknya senantiasa

memperhatikan kebutuhan karyawan akan ketenangan bekerja atas faktor-faktor sebagai berikut : (a) status kepegawaian yang jelas dan pasti, (b) kesehatan dan keselamatan kerja, (c) adanya jaminan terhadap karier tanpa rasa khawatir akan ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam pelaksanannya, (d) mengerti akan akhir masa karier sebagai karyawan dengan hak-haknya yang jelas, (e) bebas dari ancaman dan tekanan. Jika teori dipahami dan dilaksanakan oleh pimpinan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali maka karyawan akan merasa puas sehingga menimbulkan gairah kerja dan semangat kerja karyawan berupa produktivitas kerja yang tinggi dan pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada pelanggan. Artinya karyawan yang mempunyai motivasi kerja

40

yang tinggi cenderung memiliki prestasi kerja yang tinggi, karena mereka puas akan hasil kerja yang didapat dengan demikian mereka akan dengan senang hati memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pemikiran PLN merupakan satu satunya perusahaan yang ditugaskan pemerintah untuk menyediakan listrik secara nasional kepada masyarakat Indonesia. Sebagai satu-satunya perusahaan yang diserahkan tanggung jawab atas kelistrikan nasional, PLN terus berusaha untuk tidak mengabaikan para pelanggan, melainkan tetap berupaya memperhatikan peningkatan kualitas pelayanan kepada para pelanggan, walaupun dalam situasi kondisi keuangan PLN yang masih sangat terbatas. Satu bukti nyata bahwa PLN dan jajarannya terus berusaha melakukan perbaikan pelayanan adalah mewujudkan pelayanan setara kualitas dunia atau World Class Services. PLN Pusat telah menunjuk PLN Distribusi Bali sebagai percontohan layanan kelas dunia atau World Class Services. Penunjukan itu selain Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia juga berdasarkan pertimbangan bahwa PLN Distribusi Bali memiliki kesiapan infrastruktur untuk menunjang pelaksanaan layanan kelas dunia tersebut. Seperti yang telah disampaikan oleh General Manager PLN Distribusi Bali pada kesempatan terdahulu, upaya perwujudan Layanan Kelas Dunia di PLN Distribusi Bali didasarkan kepada Surat Keputusan Direksi

No.119.K/010/DIS/2004 tentang PLN Distribusi Bali Sebagai Percontohan Layanan Kelas Dunia. Surat Keputusan Direksi ini, merupakan pemberian

41

42

kepercayaan sekaligus penugasan pada PLN Distribusi Bali untuk dapat mewujudkan layanan setara kelas dunia pada tingkat unit PLN. Surat Keputusan ini menjadi sangat istimewa karena merupakan yang pertama dan satu-satunya hingga saat ini, serta diberikan khusus kepada PLN Distribusi Bali. Sehingga tidak heran jika seluruh mata insan PLN tertuju dan menanti-nantikan sukses PLN Distribusi Bali dalam mewujudkan cita-citanya untuk dapat memberikan layanan kepada seluruh pelanggannya dengan layanan yang setara dengan layanan yang dapat diberikan oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia Berdasarkan kajian pustaka dan observasi awal dapat diketahui ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan khususnya yang dihasilkan oleh karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Faktor yang

terpenting adalah kepuasan karyawan dan motivasi karyawan. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan karyawan terlebih dahulu karyawan harus dapat merasa puas akan pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan kunci pendorong moral, disiplin, dan kinerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Kepuasan yang tinggi akan mengarahkan pada tingkat turn over dan absensi yang rendah karena individu yang puas terdorong untuk bekerja lebih baik karena kebutuhan pentingnya terpuaskan. Kenyataannya masih banyak karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali yang sering meninggalkan tugasnya dan berada pada station yang lain yang bukan merupakan tugasnya, kurang bertanggung jawab atas pekerjaan, kurang disiplin dan lamban dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya

43

rasa ketidakpuasan pada karyawan yang berdampak pada rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: kerja yang menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian pribadi dengan pekerjaan (Robbins, 2006). Berdasarkan pendapat diatas menyatakan bahwa peningkatan kepuasan kerja pada suatu organisasi dapat dicapai dengan motivasi. Herszberg juga menyatakan kepuasan kerja karyawan yang tergolong pimpinan dan staff berbeda. Karyawan staff yang memperoleh penghasilan rendah cenderung lebih mudah terpuaskan dengan hal-hal yang bersifat hygiene seperti insentif, dan kondisi kerja yang nyaman, sedangkan karyawan yang tergolong pimpinan cenderung akan terpuaskan dengan hal-hal yang bersifat motivator yang langsung berhubungan dengan pekerjaan seperti membina hubungan yang baik dengan rekan kerja, lebih mengutamakan penghargaan dan aktualisasi diri. Motivasi yang menjadi dasar utama bagi seseorang memasuki suatu organisasi adalah dalam rangka usaha orang yang bersangkutan memuaskan berbagai kebutuhannya. dalam Oleh karena itu kunci keberhasilan terletak seorang pada

manajer/pimpinan

menggerakkan

bawahannya

kemampuannya memahami teori motivasi sehingga menjadi daya pendorong yang efektif. Faktor motivasi juga memberikan pengaruh dalam rangka menghasilkan kualitas pelayanan yang diharapkan. Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dalam menjalankan tugas dan fungsinya di bidang pelayanan harus dilandasi oleh

44

kesadaran akan tugas, tanggung jawab, dan timbang rasa yang tinggi agar tugas pelayanan kepada pelanggan dapat terselenggara dengan baik dan memuaskan. Oleh karena itu setiap pimpinan hendaknya memperhatikan kebutuhan staff/karyawan sebagaimana diuraikan dalam teori motivasi. Kebutuhan utama karyawan harus diperhatikan yang meliputi antara lain, kebutahan fisik dan kebutuhan kepastian/jaminan kerja. Jika teori motivasi ini dipahami dan diterapkan oleh pimpinan, maka akan menimbulkan kegairahan dan semangat kerja karyawan berupa produktivitas yang tinggi yang pada gilirannya akan berpengaruh pula terhadap kualitas pelayanan kepada pelanggan. Artinya karyawan yang mempunyai motivasi tinggi cenderung memiliki prestasi kerja yang tinggi pula sehingga akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan. Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan landasan teoritis yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan kerangka pikir sebagai berikut, yang disajikan pada Gambar 3.1

45

(Y1) Kepuasan Kerja Karyawan - Kompensasi - Komunikasi - Kondisi Kerja

H1

H3

(X1) Motivasi - Motif - Harapan - Insentif H2 -

(Y2) Kualitas Pelayanan Karyawan Bukti Langsung Kehandalan Daya Tanggap Jaminan Empati

Keterangan :

pengaruh langsung

Gambar 3.1 Model Kerangka Pemikiran pada Penelitian Pengaruh Motivasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

3.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan pokok masalah, kajian teoritis dan kajian empiris yang relevan maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut. 1) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. 2) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. 3) Kepuasan kerja karyawan berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian menurut Umar (2007) adalah suatu rencana kerja yang terstruktur dan komprehensif mengenai hubungan-hubungan antar variabel variabel yang disusun sedemikian rupa agar hasil risetnya dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan riset. Penelitian ini bersifat hubungan causal explonary dalam bentuk survey yang bertujuan mengetahui pola hubungan kausal antara variabel motivasi, kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan. Pendekatan rancangan dengan penelitian survey yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan instrumen sebagai alat mengumpulkan data. Penelitian Causal Explonatory ini dapat dikatakan sebagai penelitian pengujian hipotesa yang menguji hubungan sebab akibat diantara variabel yang diteliti. Metode penelitian penjelasan ini juga bertujuan untuk memberikan suatu gambaran / deskripsi dalam uraiannya untuk menghasilkan construk atau suatu fenomena yang didasarkan atas model-model hubungan yang diturunkan dari model teoritik. Untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel bebas dan variabel terikat maka setelah melakukan pengujian hipotesis kemudian dilanjutkan dengan pengujian model hubungan.

46

47

4.2 Proses Penelitian Proses penelitian (desain penelitian) merupakan rencana dan struktur penyelidikan yang dibuat sedemikian rupa agar diperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian. Rencana ini merupakan rencana menyeluruh dari penelitian mencakup hal-hal yang akan dilakukan peneliti mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya secara operasional sampai kepada analisis akhir data. Suatu desain penelitian menyatakan baik struktur masalah penelitian maupun rencana penyelidikan yang akan dipakai untuk memperoleh bukti empiris mengenai hubungan-hubungan dalam masalah (Umar, 2007). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mulai dari hipotesis sampai pada simpulan dan saran. Dari hipotesis yang diajukan dapat ditentukan variabel penelitian. Variabel penelitian dalam penelitian ini yaitu

variabel eksogenus dan variabel endogenus. Variabel eksogenus adalah yang termasuk variabel terikat yaitu motivasi. Sedangkan variabel endogenus temasuk variabel-variabel perantara dan variabel bebas adalah kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari variabel penelitian tersebut dapat ditentukan indikator, instrumen penelitian dan desain sampel yang digunakan. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data, baik melalui observasi, wawancara dan kuisioner. Data yang terkumpul kemudian diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dan reabilitas. Teknik analisis kuantitatif yang digunakan adalah teknik analisis jalur (path analysis). Hasil analisa data selanjutnya disajikan serta dinterpretasikan dan langkah terakhir diberi kesimpulan dan saran. Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian yang dijabarkan diatas dapat digambarkan dalam suatu desain rancangan penelitian seperti Gambar 4.1.

48

Masalah Penelitian

Hipotesis 1) 2) 3) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Kepuasan kerja karyawan berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.

1. 2.

Variabel Penelitian : Variabel Eksogenus : Motivasi Variabel Endogenus : Kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan

Penentuan Responden: Populasi dan Responden seluruh Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali)

Instrumen Penelitian Kuisioner yang telah diuji Validitas dan Reliabilitas

1. 2. 3.

Pengumpulan data : Observasi Wawancara Kuisioner

Simpulan dan Saran

Pembahasan dan Interpretasi Hasil Penelitian

Analisis data : Analisis CFA, Analisis Jalur (Path Analysis)

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

49

3.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali yang berlokasi di Jalan Letda Tantular No. 1 Renon Denpasar. Penelitian dilakukan pada tahun 2009. Pemilihan lokasi penelitian ini dilandasi pertimbangan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali sebagai percontohan layanan kelas dunia atau World Class Services dan perusahaan juga sedang melakukan evaluasi terhadap motivasi kerja yang telah diberikan dan kepuasan kerja karyawan apakah sudah sesuai memenuhi kriteria perusahaan.

3.3 Identifikasi Variabel Variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan dalam penelitian untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Berdasarkan pokok masalah dan hipotesis yang diajukan, variabel-variabel dalam analisis ini dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1) Variabel eksogen yaitu semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab eskplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang menuju ke arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Yang termasuk variabel eksogen yaitu motivasi (X) yang indikator-indikatornya terdiri atas : motif, harapan, dan insentif. 2) Variabel endogen yaitu variabel yang mempunyai anak panah-anak panah yang menuju pada variabel tersebut. Variabel yang termasuk di dalamnya termasuk semua variabel perantara dan tergantung. Variabel perantara

50

endogenus mempunyai anak panah yang menuju ke arahnya dan dari arah variabel tersebut dalam model diagram jalur. Adapun variabel tergantung hanya mempunyai anak panah yang menuju ke arahnya. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel endogen yaitu. (1) Kepuasan kerja (Y1) sebagai variabel perantara yang indikatorindikatornya terdiri atas : kompensasi, komunikasi dan kondisi kerja. (2) Kualitas Pelayanan karyawan (Y2) yang indikator-indikatornya terdiri atas : bukti langsung (tangible), kehandalan (reliability), daya tangkap (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati.

4.5 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel yang akan dilakukan sehubungan dengan upaya untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang akan dikumpulkan. Definisi operasional variabel berisikan indikator-indikator dari suatu variabel yang relevan dengan variabel tersebut. Dalam penelitian ini definisi operasional variabel adalah sebagai berikut. 1) Kualitas Pelayanan (Y2) Kualitas pelayanan adalah totalitas tampilan/karakteristik dalam hal pelayanan yang mampu dihasilkan oleh para karyawan dalam rangka memenuhi harapan pelanggan. Adapun karakteristik pelayanan yang dinilai adalah sebagai berikut.

51

(1) Bukti langsung (tangible) (Y2.1) Bukti langsung yaitu segala sesuatu yang berwujud dan dapat dilihat meliputi fasilitas fisik PT. PLN (Persero) Distribusi Bali atau perlengkapan, serta penampilan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dalam melakukan tugasnya memberikan pelayanan kepada pelanggan. Indikator ini diukur dari jawaban responden terhadap. a) Y (2.1.1) b) Y (2.1.2) : kondisi fasilitas fisik/peralatan kantor. : kerapian penampilan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dalam melayani pelanggan. (2) Kehandalan (reliability) (Y2.2) Kehandalan yaitu kemampuan dari karyawan PLN dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Indikator ini diukur dari jawaban responden terhadap. a) Y (2.2.1) : kemampuannya dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. b) Y (2.2.2) : kemampuannya memberikan pelayanan yang sama kepada semua pelanggan. c) Y (2.2.3) : senantiasa memperhatikan kecepatan proses pelayanan.

(3) Daya tanggap (responsiveness) (Y2.3) Daya tanggap yaitu keinginan para staff/karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali untuk membantu para pelanggan dan memberikan

52

pelayanan dengan tanggap. Indikator ini diukur dari jawaban responden terhadap. a) Y (2.3.1) b) Y (2.3.2) : kesiapannya melayani pelanggan : kesadaran akan tugas untuk tanggap terhadap masalah pelanggan c) Y (2.3.3) : kemampuan menguasai tugas untuk memberikan bantuan kepada pelanggan. (4) Jaminan (assurance) (Y2.4) Jaminan mencakup kemampuan, kesopanan, dan pengetahuan untuk memberikan rasa kepercayaan dan keyakinan kepada pelanggan. Indikator ini diukur dari jawaban responden mengenai. a) Y (2.4.1) : kemampuan karyawan memberikan jawaban atas keluhan pelanggan. b) Y (2.4.2) : kemampuan karyawan memberikan keyakinan kepada pelanggan. (5) Empati Y(2.5) Empati meliputi menjalin hubungan baik kepada pelanggan. Indikator ini diukur dari jawaban responden terhadap. Y (2.5.1) : menjalin relationship kepada pelanggan.

2) Kepuasan kerja karyawan (Y1) Kepuasan kerja karyawan merupakan sikap positif atau negatif terhadap pekerjaannya yang terkait dengan kondisi kerja dan lingkungan kerja karyawan.

53

Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan indikator berikut. (1) Kompensasi (Y1.1) Kompensasi merupakan pemberian imbalan terhadap hasil kerja karyawan. Indikator kompensasi dalam penelitian ini diukur dari pendapat responden berikut ini. a) Y(1.1.1) : kecukupan gaji yang diterima setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan hidup b) Y(1.1.2) : pendapat responden tentang keteraturan kenaikan gaji berkala yang dilakukan c) Y(1.1.3) : pendapat responden tentang kecukupan tunjangan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan d) Y(1.1.4) : pendapat responden tentang kesesuaian bonus yang diterima dengan prestasi kerja (2) Komunikasi (Y1.2) Komunikasi merupakan sarana pemberian informasi baik dari pihak manajemen kepada karyawan serta sebaliknya, dengan adanya

komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak manajemen akan mendukung keharmonisan dalam organisasi. Indikator komunikasi dalam penelitian diukur penilaian responden berikut ini. a) Y(1.2.1) : adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar permasalahan yang dihadapi oleh karyawan dalam pekerjaanya b) Y(1.2.2) : kejelasan penyampaian tujuan organisasi

54

(3) Kondisi Kerja (Y1.3) Kondisi kerja merupakan pendukung terciptanya kerja yang efisien bagi para karyawan. Indikator kondisi kerja dalam penelitian ini diukur penilaian responden berikut ini. a) Y(1.3.1) : kenyamanan tata letak ruang kerja sehingga karyawan dapat bisa bekerja optimal. b) Y(1.3.2) c) Y(1.3.3) 3) Motivasi (X) Motivasi kerja merupakan suatu kondisi yang berpegaruh membangkitkan dorongan dari dalam diri karyawan yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Variabel motivasi diukur dengan indikator sebagai berikut. (1) Motif (X1.1) Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Indikator motif diukur dengan pendapat responden terhadap. a) X(1.1.1) : kebutuhan ekonomi b) X(1.1.2) : rasa aman dalam melaksanakan pekerjaan c) X(1.1.3) : mengembangkan karier d) X(1.1.4) : melaksanakan pekerjaan secara bersama : keakraban hubungan antar rekan kerja. : peralatan yang tersedia dapat menunjang pekerjaan.

55

(2) Harapan (X1.2) Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku untuk tercapainya tujuan. Indikator harapan diukur dengan pendapat tentang. a) X(1.2.1) : adanya penghargaan b) X(1.2.2) : disiplin dalam bekerja c) X(1.2.3) : suasana kerja yang yang baik d) X(1.2.4) : promosi (3) Insentif (X1.3) Insentif adalah suatu perangsang dengan memberikan hadiah dan imbalan. Indikator insentif diukur dengan pendapat responden terhadap. a) X(1.3.1) : Insentif yang pantas b) X(1.3.2) : Jaminan kesehatan c) X(1.3.3) : Jaminan hari tua Untuk pengukuran data variabel-variabel dalam penelitian ini, operasional variabel yang telah diidentifikasi di atas akan dirumuskan dan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan dan pernyataan-pernyataan yang akan dinilai oleh karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dalam instrumen penelitian (kuesioner). Variabel-variabel tersebut diukur dengan menggunakan Skala Likert dengan lima alternatif jawaban (Sugiyono, 2008) dengan rentang penilaian: Sangat Setuju (1), Setuju (2), Cukup Setuju (3), Tidak Setuju (4) dan Sangat Tidak Setuju (5).

56

4.6 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali yang berjumlah 186 orang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Untuk menentukan jumlah sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian digunakan rumus Slovin (Umar, 2000) sebagai berikut. n=
Dimana : n N e = Jumlah sampel = Jumlah populasi = Nilai kritis dengan batas tinggi kesalahan yang diinginkan adalah sebesar 5 persen karena sifat populasinya heterogen dan karakteristiknya tidak diketahui secara pasti. Jumlah anggota populasi yang diteliti berjumlah 186 orang periode 2009 yang akan dijadikan penentuan sampel, maka perhitungan jumlah sampel yang diteliti dilakukan sebagai berikut. n= 186 1 + 186(0,05) 2 N 1 + N (e 2 ) .................................................................................. (1)

n=

186 1 + 0,47

57

n = 126,5 dibulatkan menjadi 127 Jadi sampel yang diambil adalah sebanyak 127 orang Formula dasar dalam menentukan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan proportionate stratified random sampling, teknik ini digunakan karena populasi yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional, yaitu dengan pengambilan sampel dari sebuah populasi dengan cara membagi terlebih dahulu anggota populasinya menjadi kelompok yang lebih kecil secara proporsional dan berstrata. Jumlah anggota sampel atau besarnya sampel ditetapkan 127 responden dengan pertimbangan, sesuai pendapat Sarwono (2007) menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil analisis jalur yang maksimal dengan menggunakan SPSS, sebaiknya digunakan sampel di atas 100. Pendistribusian jumlah sampel untuk setiap unit/bidang pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali diambil berdasarkan perhitungan : jumlah populasi pada masing-masing unit dibagi dengan total populasi, kemudian hasilnya dikalikan dengan jumlah sampel yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya, pendistribusian jumlah sampel responden untuk masing-masing unit dan jenjang jabatan dapat dilihat pada Tabel 4.1

58

Tabel 4.1 Komposisi Sampel Responden Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali Tahun 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unit Ahli Auditor Bidang Niaga Bidang Keuangan Bidang Distribusi Bidang Perencanaan Bidang Sumber Daya manusia Bidang komunikasi Proyek Listrik Perdesaan Total Populasi (Orang) 7 8 23 20 36 27 20 30 15 186 Sampel (Orang) 7/186 x 127 8/186 x 127 23/186 x 127 20/186 x 127 36/186 x 127 27/186 x 127 20/186 x 127 30/186 x 127 15/186 x 127 Jabatan Total Sampel Deputi Manager (Orang) Manager 5 5 5 1 4 16 1 3 14 1 4 25 1 3 18 1 3 14 1 2 20 10 127 1 12 2 1 22

Staf 12 9 21 14 11 17 9 93

Sumber : PT. PLN (Persero) Distribusi Bali 2009

4.7 Jenis dan Sumber Data 4.7.1 Jenis data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Data kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang dapat dihitung. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam data kuantitatif adalah data jumlah karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. 2) Data kualitatif, yaitu data yang tidak dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Dalam penelitian ini yang termasuk data kualitatif adalah lokasi penelitian, struktur organisasi dan gambaran umum perusahaan serta sejarah PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.

59

4.7.2 Sumber data


Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diamati dari sumbernya serta memerlukan pengolahan lebih lanjut terhadap data tersebut. Data primer dalam penelitian ini data yang diperoleh dari responden (karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali). 2) Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak perusahaan dan buku-buku yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Data ini meliputi struktur organisasi dan gambaran umum PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.

4.8 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Observasi Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung serta mencatat fenomena yang terjadi di lokasi penelitian. Data yang diperolah antara lain, cara kerja, cara melayani dan tingkah laku karyawannya. 2) Wawancara Wawancara, yaitu suatu cara pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan responden dengan menyiapkan daftar pertanyaan terstruktur yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai penilaian responden

60

tentang motivasi, kepuasaan kerja dan kualitas pelayanan karyawan. Pengumpulan data dengan metode wawancara dilakukan kepada manajer, deputi manajer dan staf PT. PLN (Persero) Distribusi. 3) Kuesioner Metode kuesioner dipakai sebagai metode utama dalam penelitian ini. Kuesioner sering disebut angket yang merupakan daftar pertanyaan yang disodorkan/dikirimkan kepada responden untuk dijawab. Dari bentuk pertanyaan yang diajukan, dalam penelitian ini yang digunakan adalah jenis pertanyaan tertutup, karena disediakan daftar jawaban dari pertanyaanpertanyaan yang diajukan sehingga responden cukup memilih salah satu dari jawaban-jawaban itu. Penilaian terhadap variabel motivasi dalam kaitannya dengan kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali menggunakan skala Likert dengan rentang penilaian 1 sampai dengan 5 (Sugiyono, 2008) dimana nilai 1 dikategorikan ukuran pernyataan sangat tidak setuju (STS), 2 menunjukkan ukuran pernyataan tidak setuju (TS), 3 menunjukkan ukuran pernyataan cukup setuju (CS), 4 menunjukkan ukuran setuju (S), 5 menunjukkan ukuran sangat setuju (SS).

61

4.9 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Mengingat pengumpulan data dilakukan melalui penggunaan kuisioner, maka faktor kesungguhan responden dalam menjawab kuisioner merupakan hal yang sangat penting, oleh sebab itu sebelumnya perlu dilaksanakan pengujian validitas dan reliabilitas untuk memastikan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini valid dan realiabel.

4.9.1 Validitas
Uji validitas ini dimaksudkan untuk menguji seberapa baik instrumen penelitian mengukur konsep yang seharusnya diukur. Untuk mengetahui apakah item-item pertanyaan yang tersaji dalam kuesionar benar-benar mempu mengungkapkan dengan pasti tentang apa yang akan diteliti. Caranya yaitu dengan analisis item dimana setiap nilai yang ada pada setiap butir pertanyaan dikorelasikan dengan nilai total seluruh butir pertanyaan. Menurut Sugiyono (2008) pengujian validitas dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Sugiyono (2008) butir yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasinya tinggi, menunjukkan bahwa butir tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah nilai r = 0,3; jika nilai r < 0,3 maka dinyatakan tidak valid.

62

Ketentuan penilaian validitas dengan kriteria sebagai berikut. 0.800 < rxy < 1000 0.600 < rxy < 0.799 0.400 < rxy < 0.599 0.200 < rxy < 0.399 0.000 < rxy <0.199 rxy < 0.000 validitas sangat tinggi validitas tinggi validitas cukup validitas rendah validitas sangat rendah tidak valid

4.9.2

Reliabilitas
Uji reliabilitas ini merupakan bentuk uji kualitas data (kehandalan) yang

menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari instrumen untuk mengukur konstruk (variabel), Sugiyono (2008). Suatu kuisioner dikatakan reliabel jika didapatkan jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil apabila digunakan berulang kali pada waktu yang berbeda, atau dari waktu ke waktu. Untuk mengetahui apakah alat ukur reliabel atau tidak, maka akan diuji dengan menggunakan metode Alpha Cronbach. Sebagai pedoman umum untuk menentukan reliabilitas butir pertanyaan maka suatu instrumen dikatakan reliabel jika alfa cronbach 0,6. Jika nilai alfa cronbach < 0,6 maka instrumen dianggap tidak reliabel.

4.10

Teknik Analisis Data

1) Statistik deskriptif
Teknik analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik responden dan untuk mengetahui

63

kriteria deskripsi dari masing-masing variabel yang diteliti. Karakteristik responden yang digunakan meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jabatan dan masa kerja. Sedangkan untuk menilai kriteria dari distribusi data dari masing-masing variabel menggunakan rentang kriteria (Umar, 2005). Skala penelitian tiap-tiap kriteria. 1,00 1,81 2,62 3,43 4,24 1,80 2,61 3,42 4,23 5,00 = sangat tidak baik = tidak baik = cukup baik = baik = sangat baik

2) Analisis Statistik Inferensial


Analisis Statistik Inferensial yaitu suatu analisis yang dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yang telah di buat di mana pada penelitian ini digunakan metode analisis jalur (path analysis) yang sebelumnya dilakukan model pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasi sebuah dimensi atau faktor berdasarkan indikator-indikatornya melalui teknik confirmatory factor analysis (CFA). a) Teknik confirmatory factor analysis (CFA) ditujukan untuk mengestimasi measurement model, menguji unidimensionalitas dari konstruk-konstruk eksogen dan endogen. Metode statistik yang digunakan untuk menguji validitas konstruk dari analisis faktor adalah dengan melihat korelasi KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) atau Bartletts test. Besarnya KMO minimal 0,5 dan jika nilai KMO dibawah 0,5 maka analisis faktor tidak bisa digunakan.

64

Disamping itu, faktor yang dipertimbangkan bermakna bilamana eigen value lebih besar dari satu (1) dan varian kumulatifnya minimal 60 persen untuk penelitian penelitian ilmu sosial (Hair, 1995) seperti terlihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Nilai Validitas Konstruk


Nilai Validtas KMO (Kaiser Mayer Olkin) X2 Significance Probability Eigen value Varians Kumulatif Anti Image Cut-off Value > 0,50 Diharapkan besar < 0,05 > 1,00 > 60 persen > 0,50

Sumber : Hair, 1995 (diringkas) b) Analisis jalur (path analysis) yang secara definitif menurut Sarwono (2007) adalah merupakan sebuah metode yang digunakan untuk melihat akibat (effects) langsung dan tidak langsung dari suatu variabel yang dihipotesiskan sebagai penyebab (causes) terhadap variabel yang diperlakukan sebagai akibat. Variabel dalam analisis jalur ini dibedakan menjadi dua yaitu exogenous variable (variabel eksogen) yang merupakan variabel penyebab dan endogenous variable (variabel endogen) sebagai variabel akibat. Analisis jalur ini dilakukan untuk menemukan penjelasanpenjelasan mengenai pola-pola hubungan langsung dan tidak langsung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teoritis serta pengetahuan dari peneliti yang ditampilkan dalam bentuk gambar (path diagram/diagram jalur) yang berfungsi untuk membantu dalam melakukan konseptualisasi

65

masalah yang kompleks dan mengenali implikasi empirik dari teori yang sedang diuji. (1) Beberapa asumsi yang mendasari analisis jalur (Path Analysis) menurut Sarwono (2007) adalah sebagai berikut. a) Adanya linieritas (Linierity). Hubungan antar variabel adalah bersifat linier. b) Adanya aditivitas (Additivity). Tidak ada efek-efek interaksi. c) Adanya normalitas data. d) Data berskala interval. Semua variabel yang diobservasi mempunyai data berskala interval (scaled values). e) Adanya rekursivitas. Semua anak panah mempunyai satu arah, tidak boleh terjadi pemutaran kembali (looping). f) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan artinya model teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti.

(2) Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis jalur adalah, sebagai berikut (Riduwan, 2007). a) Merancang model berdasarkan konsep dan teori, (model tersebut juga dinyatakan dalam bentuk persamaan). Dalam penelitian ini mengacu pada kajian teoritis dan hasil penelitian sebelumnya

66

dikembangkan model teoritis sebagai berikut : Pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan, jika dirumuskan ke dalam persamaan structural serta gambar model path analysis. Substruktur 1. Y1 = + 1 X + e1 Substruktur 2. Y2 = + 2 X + 3 Y1 + e2 .......................................... (3) .......................................... (2)

Gambar 4.2 Model Path Analysis

e1

Kepuasan Kerja (Y1) p1 p4 Motivasi (X) p2 Kualitas Pelayanan (Y2) p3

e2

b) Pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi analisis jalur yaitu (1) hubungan antar variabel adalah linear dan aditif, (2) model yang digunakan adalah recursive, yaitu aliran kausal satu arah. Dan

recursive model dipergunakan, apabila memenuhi asumsi-asumsi

67

yaitu, (1) antar variabel eksogenus saling bebas, (2) pengaruh kausalitas dari variabel endogenus adalah searah, (3) variabel endogenus berskala interval dan ratio dan (4) didasarkan dari data yang valid dan reliable. c) Penghitungan koefisien jalur dengan menggunakan software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 15.0 melalui analisis regresi secara parsial dimana koefisien jalurnya adalah merupakan koefisien regresi yang distandardisasi (standardized coefficients beta) untuk pengaruh langsungnya, sedangkan pengaruh tidak langsung adalah perkalian antara koefisien jalur dari jalur yang dilalui setiap persamaan dan pengaruh total adalah penjumlahan dari pengaruh langsung dengan seluruh pengaruh tidak langsung. d) Pemeriksaan validitas model Baik tidaknya suatu hasil analisis tergantung dari terpenuhi atau tidaknya asumsi yang melandasinya. Terdapat dua indikator validitas model di dalam analisis jalur, yaitu koefisien determinasi total dan theory triming. (1) Koefisien Determinasi Total merupakan total keragaman data. Ada indikator validitas model yaitu Koefesien Determinasi Total (R2m) yang interpretasinya sama dengan interpretasi koefisien determinasi (R2) pada analisis regresi. Untuk menghitung (R2m) berdasarkan. R2m =1- (Pei1) (Pei2) ........................................... (4) Pei atau pengaruh eror didapat dari rumus sebagai berikut.

68

Pengaruh error (Pei) = 1 R 2 ............................ (5)

(2) Theory Triming Uji validasi lain adalah uji validasi koefesien jalur sama dengan pada uji regresi yaitu melihat tingkat signifikasi dari uji t Uji validasi koefisien path pada setiap jalur untuk pengaruh langsung adalah sama dengan pada regresi, menggunakan nilai dari uji t, yaitu pengujian koefisien regresi variabel dibakukan secara parsiil. Berdasarkan theory triming, maka jalur-jalur yang nonsignifikan dibuang, sehingga diperoleh model yang

didukung oleh data empirik. e) Interpretasi Analisis Kesimpulan menggunakan analisis jalur dalam kajian ini adalah karena ada kesesuaian model baik secara teoritik maupun empirik, sehingga model teoritik akan teruji kebenarannya. Tetapi bila tidak sesuai dengan model teoritik maka menjadi alternatif yang dapat merevisi model teoritik.

69

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1 Sejarah singkat PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

Perusahaan listrik di Denpasar dibangun oleh Belanda ada tahun 1927 dan mulai beroperasi pada tahun 1928 dengan nama N.V. EBALON (N.V. Electrical Bali-Lombok) yang berkedudukan di Denpasar dengan lokasi kerja terletak di Banjar Gemeh (Perusahaan Umum Listrik Negara Cabang Denpasar, Jalan Diponegoro sampai sekarang di bawah pimpinan L. De Young). Pada Masa Proklamasi Kemerdekaan Republik tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan masih diurus oleh PU, namun pada tanggal 13 Desember 1945 mesin listrik dipadamkan dan sejak saat itu perusahaan listrik dikuasai lagi oleh Jepang, dijaga oleh tentara Jepang yang sementara dipimpin oleh Kawaguci. Setelah kurang lebih dua minggu, mesin listrik dihidupkan kembali. Hingga keadaan agak normal, Jepang meninggalkan/pergi dari perusahaan listrik yang selanjutnya diurus kembali oleh PU. Tanggal 2 April 1946 Tentara Sekutu masuk ke Bali, perusahaan listrik pun dikuasai lagi oleh Belanda dan kembali menjadi N.V. EBALOM Denpasar, dipimpin oleh L. De Yong yang datang dari Australia sekitar tahun 1956/1957. Kemudian N.V EBALOM Denpasar dinasionalisir dengan nama Perusahaan Listrik Negara di bawah pengawasan/pembinaan Kantor Besar Surabaya, yang kemudian Kantor Besar Surabaya PLN Surabaya berganti sebutan menjadi Kantor PLN Exploitasi IX Surabaya. Perusahaan Umum Listrik

69

70

Negara Denpasar berubah nama menjadi Perusahaan Umum Listrik Exploitasi IX Denpasar, yang masih tetap berlokasi di Banjar Gemeh Jalan Diponogoro Denpasar. Selain PLN Cabang Denpasar, tanggal 4 Mei 1965 di Denpasar berdiri Kantor Exploitasi VIII membawahi unit/cabang di Nusa Tenggara dan Bali yang berlokasi di Sanglah. Pada tahun 1974 sebutan PLN menjadi PLN Wilayah XI. Pada tanggal 29 Desember 1992 PLN Wilayah XI menempati gedung baru di Jalan Letda Tantular No.1 (Renon) Denpasar. Seiring dengan meningkatnya animo serta kebutuhan masyarakat dalam penyediaan tenaga listrik maka PLN yang pada awalnya berbentuk perusahaan umum (PERUM), pada tnggal 16 Juni 1994 berdasarkan Nomor : 23 tahun 1994 dialihkan menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) sehingga dengan sendirinya PLN Wilayah menjadi PT. PLN (Persero) Wilayah XI Denpasar. Pada tanggal 20 Februari 2001, PT. PLN (Persero) XI dirubah menjadi PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yaitu dengan adanya Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor : 32.K/010/DIR/2001 tentang Organisasi PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Namun kemudian pada tanggal 2 Juli 2002 berdasarkan Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor :

089.K/010/DIR/2002 tentang Perubahan Pengorganisasian Unit Bisnis Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dirubah menjadi PT. PLN (Persero) Wilayah Bali. Pembagian Kerja dan Tanggung jawab UPP (Unit Pelayanan Pelanggan) Denpasar Kota, Unit Pelanggan Jaringan (UPJ) Denpasar dengan PT. PLN

71

(Persero) Distribusi Bali. Dalam rangka persiapan PLN Bali dalam melayani unit bisnis yang strategi serta dalam rangka peningkatan respon dan keaktifan PLN Bali dalam melayani permintaan pelanggan di Bali maka dibentuklah persaingan kerja dan tanggung jawab antara UPP (Unit Pelayanan Pelanggan), UPJ (Unit Pelanggan Jaringan). Pada tanggal 2 juni 2000, dimana masing-masing unit tersebut diatas akan memiliki tugas serta wewenang tersendiri.

5.1.2 Visi, Misi, dan Tata Nilai

Visi PLN : diakui sebagai perusahaan kedua yang bertumbuh kembang unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani. Dari visi tersebut terlihat bahwa cita-cita PLN adalah menjadi perusahaan kelas dunia. Pengertian kelas dunia yang dimaksud, PLN harus mampu menunjukkan kinerja melebihi ekspektasi pihak yang berkepentingan, memberikan layanan mudah, terpadu, dan tuntas dalam berbagai masalah kelistrikkan serta dapat bekerja dengan pola pikir prima. Selain itu pengertian diakui pada visi tersebut mencerminkan cita-cita untuk meraih pengakuan dari pihak luar. Untuk memperoleh pengakuan tersebut PLN harus dapat menjalin hubungan kemitraan yang akrab dan setara dengan pelanggan maupun mitra usaha baik nasional maupun internasional serta diakui pelanggan dan mitra kerja sebagai perusahaan yang mampu memenuhi standar mutakhir dan paling baik. Hal menarik dari visi tersebut adalah potensi insani bahwa keberhasilan PLN lebih ditentukan oleh kesadaran anggota perusahaan untuk memunculkan masing-masing potensi diri yang dimiliki. Potensi diri tersebut dapat terwujud wawasan aspiratif dan etika, rasa kompeten, motivasi kerja, semangat belajar,

72

inovasi, dan semangat bekerja sama. Potensi insani dapat menjadi daya dorong yang dahsyat apabila diperkaya dengan kompetensi yang terbentuk dari pengetahuan substansial, pengetahuan kontekstual, keterampilan, kemampuan pengalaman, dan jejaring kerjasama. PLN sebagai perusahaan yang melayani kepentingan publik memiliki misi: menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang usaha lain yang terkait, berorientasi kepada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham, menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi, menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan. Intinya, PLN sebagai perusahaan harus menjalankan kaidah bisnis yang benar guna mempertahankan pelayanan yang diharapkan dapat memberikan arti bagi kesejahteraan masyarakat. Rangkuman dari misi tersebut jelas terlihat pada motto PLN : Listrik untuk kehidupan yang lebih baik. Untuk mewujudkan wawasan bersama PLN selalu menjunjung dan menerapkan nilai-nilai : Saling percaya (mutual trust), Integritas (integrity), Peduli (care), Pembelajar (learner).

5.1.3 Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

Struktur organisasi timbul karena adanya suatu proses pengorganisasian dan sebagai kerangka acuan dalam pelaksanaan tugas-tugas, perintah dan tanggung jawab. Oleh karena itu struktur organisasi dalam suatu perusahaan mutlak diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan wewenang dan tanggung jawab, dan karyawan pun dapat bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga perusahaan dapat

73

berjalan secara efektif dan efisien. Struktur organisasi lebih lengkap dari PT. PLN (Persero) Distribusi Bali, terlampir pada Lampiran 2. Dari uraian stuktur organisasi diatas, dapat diuraikan tugas masing-masing bagian adalah. 1 Bidang Perencanaan 1) Menyusun Rencana Umum Pengembangan Tenaga Listrik (RUPTL), Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJP), dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP); 2) Menyusun rencana pengembangan sistem ketenagalistrikan, sistem manajemen kinerja unit-unit kerja dan metode evaluasi kelayakan investasi serta melakukan penilaian finansialnya; 3) Mengembangkan hubungan kerja sama dengan pihak lain dan penyandang dana, baik secara bilateral maupun multilateral; 4) Menyusun rencana pengembangan sistem teknologi informasi dan rencana pengembangan aplikasi sistem informasi; 5) Mengendalikan aplikasi-aplikasi teknologi informasi; 6) Menyiapkan SOP pengelolaan aplikasi sistem informasi; 7) Menyusun laporan manajemen dan rencana pengembangan usaha baru serta penetapan pengaturannya. 2 Bidang Distribusi 1) Menyusun rencana pengembangan, strategi pengoperasian dan

pemeliharaan jaringan distribusi serta membina penerapannya;

74

2) Menyusun SOP untuk peneraan, pengujian, pemeliharaan jaringan distribusi serta disain standard konstruksi dan peralatan kerjanya serta membina penerapannya 3) Mengevaluasi susut energi listrik dan gangguan pada sarana

pendistribusian tenaga listrik serta saran perbaikannya; 4) Menyusun metoda kegiatan konstruksi dan administrasi pekerjaan, kebijakan manajemen mengenai jaringan dan perbekalan distribusi serta membina penerapannya; 5) Menyusun pengembangan sarana komunikasi, otomatisasi operasi jaringan distribusi serta regulasi untuk penyempurnaan data induk jaringan (DIJ); 6) Memantau dan mengevaluasi data induk jaringan; 7) Mengkoordinasikan dengan Bidang Niaga masalah gangguan yang dilaporkan melalui Call Center 123 serta menyusun laporan manajemen dibidangnya. 3 Bidang Niaga 1) Menyusun ketentuan, strategi pemasaran dan rencana penjualan energi dan rencana pendapatan; 2) Mengevaluasi harga jual energi listrik; 3) Menghitung biaya penyediaan tenaga listrik; 4) Menyusun strategi dan pengembangan pelayanan pelanggan serta standard dan produk pelayanan, ketentuan data induk pelanggan (DIL) dan data induk saldo (DIS) serta kontrak jual beli tenaga listrik;

75

5) Mengkaji

pengelolaan

pencatatan

meter

dan

menyusun

rencana

penyempurnaannya; 6) Mengkoordinasikan pelaksanaan penagihan kepada pelanggan tertentu, antara lain TNI/POLRI dan Instansi vertikal; 7) Melakukan pengendalian DIS dan opname saldo piutang; 8) Menyusun konsep kebijakan sistem informasi pelayanan pelanggan, dan mekanisme interaksi antar unit pelaksana; 9) Mengkoordinasikan pelaksanaan pelayanan informasi TUL dan laporan gangguan kepada masyarakat pelanggan melalui Call Center 123 serta menyusun laporan manajemen dibidangnya. 4 Bidang Keuangan 1) Mengendalikan aliran kas pendapatan dan membuat laporan rekonsiliasi keuangan, mengendalikan anggaran investasi dan operasi serta rencana aliran kas pembiayaan; 2) Melakukan analisis dan evaluasi laporan keuangan unit-unit serta menyusun laporan keuangan konsolidasi; 3) Menyusun dan menganalisa kebijakan resiko dan penghapusan asset, melakukan pengelolaan keuangan serta menyusun laporan manajemen dibidangnya. 5 Bidang Sumber Daya Manusia dan Organisasi 1) Menyusun kebijakan pengembangan organisasi, kebijakan menajemen dan pengembangan sumberdaya manusia serta mengelola pelaksanaannya;

76

2) Mengkaji

usulan

pengembangan

organisasi

dan

pengembangan

sumberdaya manusia serta menyusun laporan manajemen dibidangnya. 6 Bidang Komunikasi, Hukum dan Administrasi 1) Menyusun kebijakan dan mengelola komunikasi kemasyarakatan dan pelanggan baik internal maupun eksternal; 2) Menyusun kebijakan dan mengelola fasilitas kerja, sistem pengamanan dan manajemen kantor, kebijakan K3, lingkungan dan community development; 3) Menyusun kebijakan administrasi, mengkaji produk-produk hukum dan peraturan-peraturan perusahaan; 4) Memberikan advokasi dalam bisnis energi listrik dan ketenagakerjaan serta menyusun standard fasilitas kantor; 5) Mengelola asset tanah, bangunan dan sarana kerja, kesekretariatan serta rumah tangga kantor induk dan menyusun laporan manajemen dibidangnya. 7 Audit Internal 1) Menyusun program kerja pemeriksaan tahunan, sesuai program kerja perusahaan; a. Melaksanakan audit internal, meliputi keuangan, teknik, manajemen dan sumberdaya manusia; b. Memberikan masukan dan rekomendasi yang menyangkut proses manajemen dan operasional;

77

c. Memonitor tindak lanjut

temuan hasil

audit internal dan menyusun

laporan manajemen dibidangnya.

5.2 Hasil Penelitian 5.2.1 Hasil Uji Validitas Instrumen

Pengujian

validitas

setiap

butir

digunakan

analisis

item,

yang

mengkorelasikan skor setiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah skor butir. Menurut (Sugiyono, 2008) bahwa suatu intrumen dikatakan valid apabila koefisien korelasi antar butir/item tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas dengan tingkat kesalahan (alpha) 0,05. Berikut dapat ditampilkan pada Tabel 5.1, hasil uji validitas dari tiap-tiap butir pada masing-masing variabel dalam kuesioner.

Tabel 5.1 Hasil Uji Validitas


No Variabel Nama Variabel No Koefisien Korelasi Keterangan Indikator X1.1 0,892 Valid X1.2 0,887 Valid X1.3 0,728 Valid X1.4 0,679 Valid X2.1 0,676 Valid X2.2 0,878 Valid X2.3 0,726 Valid X2.4 0,690 Valid X3.1 0,736 Valid X3.2 0,887 Valid X3.3 0,906 Valid Y1.11 0,820 Valid Y1.12 0,790 Valid Y1.13 0,790 Valid Y1.14 0,794 Valid 0,909 Y1.21 Valid

Motivasi

2 Y1 Kepuasan kerja

Dilanjutkan.

78

Lanjutan Tabel 5.1 No Variabel Nama Variabel No Koefisien Korelasi Keterangan Indikator Y1.22 0,907 Valid Y1.31 0,890 Valid Y1.32 0,875 Valid Y1.33 0,844 Valid Y2.11 Y2.12 Y2.21 Y2.22 Y2.23 Y2.31 Y2.32 Y2.33 Y2.41 Y2.42 0,948 0,821 0,786 0,805 0,775 0,683 0,872 0,827 0,794 0,921 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Y2

Kualitas pelayanan

Sumber : Lampiran 5, 2011

Berdasarkan Tabel 5.1 di atas, seluruh koefisien korelasi butir/item pada masing-masing variabel yang diteliti telah berada di atas 0,3 sehingga butir/item yang digunakan dalam penelitian ini dikatakan valid dan layak digunakan untuk seluruh responden yang telah ditargetkan.

5.2.2 Hasil uji reliabilitas instrumen

Uji reliabilitas ini digunakan untuk mengukur konsistensi internal dari indikator-indikator suatu construct yang menunjukkan derajat masing-masing indikator itu mengindikasikan suatu construct yang umum. Dengan kata lain, bagaimana hal-hal yang spesifik saling membantu dalam menjelaskan suatu fenomena yang umum (Sugiyono, 2008). Dalam pengujian ini dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach

79

Alpha () > 0,6 (Umar, 2007). Paparan hasil uji reliabilitas pada masing-masing variabel yang di gunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Hasil Uji Reliabilitas pada Masing-Masing Variabel yang Digunakan dalam Penelitian
No Variabel Nama Variabel Motivasi No Indikator X1 X2 X3 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y2.1 Y2.2 Y2.3 Y2.4 Koefisien Korelasi motif harapan insentif kompensasi komunikasi kondisi krja tangibels reliability responsives assurance Koefisien Cronbach Alpha 0,809 0,725 0,777 0,795 0,786 0,824 0,674 0,682 0,712 0,619 Keterangan Reliable Reliable Reliable Reliable Reliable Reliable Reliable Reliable Reliable Reliable

Y1

Kepuasan kerja

Y2

Kualitas pelayanan

Sumber : Lampiran 6, 2011

Tabel 5.2 di atas, menunjukkan bahwa seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki koefisien korelasi cronbach alpha di atas 0,6. Hal ini berarti semua variabel dalam penelitian ini dinyatakan reliabel, dan instrumen dapat dilanjutkan untuk digunakan pada seluruh responden yang telah ditargetkan.

5.2.3 Karakteristik Responden

Data karakterisitik responden dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner yang disebarkan kepada 127 orang responden. Responden dalam penelitian ini adalah karyawan yang ada di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Karakteristik responden yang dibahas dalam penelitian ini meliputi : jenis

80

kelamin, pendidikan terakhir, jabatan, lama bekerja, dan umur. Berikut ini disajikan karakteristik responden penelitian dengan berbagai kriteria tersebut 1) Karakteristik responden menurut jenis kelamin Responden dalam penelitian ini terdiri dari responden dengan jenis kelamin laki-laki dan responden dengan jenis kelamin perempuan. Responden yang berjumlah 127 orang terdiri atas 102 orang responden dengan jenis kelamin laki-laki dan 25 orang responden dengan jenis kelamin perempuan. Sebagian besar responden adalah karyawan yang berjenis kelamin laki-laki karena pada perusahaan ini pekerjaan fisik banyak dibutuhkan sehingga jumlah karyawan yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari jumlah karyawan berjenis kelamin perempuan. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan kualitas pelayanan dipaparkan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

Jenis Kelamin

Kualitas Pelayanan Rendah Tinggi Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase 61 59,8 10 40,0 71 55,9 41 40,2 15 60,0 56 44,1

Total 102 100 25 100 127 100

Laki-laki Perempuan

Total
Sumber: Lampiran 4, 2011

81

Tabel 5.3 menunjukkan hubungan jenis kelamin dengan kualitas pelayanan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden laki-laki cenderung memiliki kualitas pelayanan lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. Dalam hal pelayanan perempuan lebih responsive dan relationship. 2) Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan Tingkat pendidikan karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu karyawan dengan tingkat pendidikan SMU/SMK/ Diploma, karyawan dengan tingkat pendidikan Sarjana (S1), dan karyawan dengan tingkat pendidikan Pasca Sarjana (S2). Dari 127 orang responden untuk penelitian ini, 38 orang responden merupakan karyawan dengan tingkat pendidikan SMU/SMK/Diploma, 78 orang responden merupakan karyawan dengan tingkat pendidikan sarjana (S1), dan 11 orang responden merupakan karyawan dengan tingkat pendidikan pasca sarjana (S2). Sebagian besar responden merupakan karyawan dengan tingkat pendidikan sarjana (S1). Distribusi responden menurut tingkat pendidikan karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat di lihat pada Tabel 5.4.

82

Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

Tingkat Pendidikan

Kualitas Pelayanan Rendah Tinggi Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase 20 52,6 44 56,4 7 63,9 71 55,9 18 47,4 34 43,6 4 36,4 56 44,1

Total 38 100 78 100 11 100 127 100

SMU/Diploma Sarjana (S1) Sarjana (S2) Total


Sumber: Lampiran 4, 2011

Tabel 5.4 menunjukkan hubungan tingkat pendidikan dengan kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dari semua tingkat pendidikan memberi penilaian rendah terhadap kualitas pelayanan yang mereka berikan. Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan kualitas pelayanan dengan pendidikan SMU/Diploma lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan S1 dan S2. 3) Karakteristik responden menurut jabatan Jabatan karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu karyawan dengan tingkat staff, karyawan dengan tingkat jabatan deputi manager, dan karyawan dengan tingkat jabatan manager bidang. Dari 127 orang responden untuk penelitian ini, 93 orang responden merupakan karyawan tingkat staff, 22 orang responden merupakan karyawan dengan jabatan deputi manager, dan 12 orang responden merupakan karyawan dengan jabatan manager bidang. Sebagian besar responden merupakan karyawan

83

dengan tingkat staff. Distribusi responden menurut jabatan karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat di lihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Jabatan dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

Jabatan Staff Deputi Manajer Manajer Bidang Total


Sumber: Lampiran 4, 2011

Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase

Kualitas Pelayanan Rendah Tinggi 54 39 58,1 41,9 12 10 54,5 45,5 5 7 41,7 58,3 71 56 55,9 44,1

Total 93 100 22 100 12 100 127 100

Tabel 5.5 menunjukkan hubungan jabatan dengan kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dari semua tingkat jabatan memberi penilaian rendah terhadap kualitas pelayanan yang mereka berikan. Namun demikian dilihat dari tingkat jabatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh manajer bidang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan deputi manajer dan staff. Dalam hal ini manajer bidang merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar sehingga pelayanan yang diberikan lebih baik. 4) Karakteristik responden menurut lama bekerja Karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali berdasarkan lama

kerjanya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu karyawan dengan lama kerja 1-10 tahun, 11-20 tahun, dan diatas 21 tahun. Dari 127 orang responden, 32 orang

84

diantaranya merupakan karyawan dengan lama kerja antara 1-10 tahun, 58 orang merupakan karyawan dengan lama bekerja antara 11-20 tahun, dan 37 orang karyawan dengan lama kerja diatas 21 tahun. Sebagian besar responden dalam penelitian ini berasal dari karyawan dengan lama bekerja antara 11-20 tahun. Distribusi responden menurut lama bekerja karyawan di di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat di lihat pada Tabel 5.6 dibawah ini.
Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Lama Bekerja dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

Lama Bekerja ( Tahun ) 1 10 11 - 20 21 Total


Sumber: Lampiran 4, 2011

Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase

Kualitas Pelayanan Rendah Tinggi 19 13 59,4 40,6 36 62,1 16 43,2 71 55,9 22 37,9 21 56,8 56 44,1

Total 32 100 58 100 37 100 127 100

Tabel 5.6 menunjukkan hubungan lama bekerja dengan kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menurut lama bekerja memberi penilaian rendah terhadap kualitas pelayanan yang mereka berikan. Namun demikian dilihat dari lama bekerja karyawan dengan lama bekerja 21 tahun kualitas pelayanannya lebih tinggi dibandingkan lama bekerja 1-10 tahun dan 11-20 tahun. Dalam hal ini

85

karyawan yang bekerja 21tahun lebih loyal kepada perusahaan sehingga pelayanannya lebih baik. 5) Karakteristik responden usia Menurut kelompok usianya responden dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok usia, yaitu terdiri dari responden dengan kelompok usia 20-30 tahun, 31-40 tahun, diatas 41tahun. Dari responden yang berjumlah 127 orang terdiri atas 7 orang responden yang berusia 20-30 tahun, 32 orang responden yang berusia 31-40 tahun, 88 orang responden yang berusia diatas 41 tahun. Sebagian besar responden dalam penelitian ini berasal dari karyawan dengan usia diatas 41 tahun. Distribusi responden menurut usia karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat di lihat pada Tabel 5.7 dibawah ini.

Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Usia dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali

Usia (Tahun) 20 - 30 31 - 40 41 Total


Sumber: Lampiran 4, 2011

Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase Jumlah Prosentase

Kualitas Pelayanan Rendah Tinggi 3 4 42,9 57,1 21 11 65,6 34,4 47 41 53,4 46,6 71 56 55,9 44,1

Total 7 100 32 100 88 100 127 100

Tabel 5.7 menunjukkan hubungan usia dengan kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dari berbagai usia memberi penilaian rendah

86

terhadap kualitas pelayanan yang mereka berikan. Karyawan pada usia 20-30 tahun sebagian besar memiliki kualitas pelayanan tinggi (57,1 persen) dibandingkan dengan karyawan usia lebih tua.

5.2.4 Deskripsi Variabel Penelitian

Sebelum data yang diperoleh untuk penelitian ini diolah lebih lanjut, ada baiknya dijabarkan terlebih dahulu untuk memperoleh gambaran mengenai penilaian karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali mengenai variabelvariabel yang terdapat dalam penelitian ini. Penjabaran data dilakukan dengan memberikan skor kepada data mentah yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner. Melalui pemberian skor tersebut akan diperoleh angka-angka yang dapat membantu dalam memberikan gambaran apakah penilaian karyawan baik atau tidak terhadap variabel-variabel yang diteliti. Untuk mengetahui penilaian karyawan baik atau tidak digunakan rata-rata skor menurut Umar (2005) yang di bagi menjadi lima klasifikasi dengan kriteria sebagai berikut. 1,00 1,81 2,62 3,43 4,24 1,80 2,61 3,42 4,23 5,00 = sangat tidak baik = tidak baik = cukup baik = baik = sangat baik

1 Deskripsi variabel kualitas pelayanan (Y2)

Kualitas pelayanan adalah totalitas tampilan/karakteristik dalam hal pelayanan yang mampu dihasilkan oleh para karyawan dalam rangka memenuhi

87

harapan pelanggan. Variabel kualitas pelayanan dalam penelitian ini diukur dengan 11 butir pernyataan yaitu yang berhubungan dengan tangibels, reliability, responsives, assurance, dan empati berdasarkan jawaban kuisioner dari 127 orang responden karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Deskripsi variabel kualitas pelayanan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut ini.
Tabel 5.8 Deskripsi variabel kualitas pelayanan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
No 1 Pernyataan Perlengkapan perkantoran memadai untuk menunjang pelayanan. Saya selalu berpenampilan rapi dalam melayani pelanggan Saya memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan Saya memberikan pelayanan yang sama kepada semua pelanggan. No. Indk Y2.11 Frekuansi jawaban responden Total Resp 5 4 3 2 1 21 56 29 21 127 Persentase jawaban responden 5 4 3 2 1 Total skor 458 Rata2 Kriteria skor 3.61 Baik Sangat Baik Sangat Baik

16,5 44,1 22,8 16,5

2 3

Y2.12

50

68

127

39,4 53,5

7,1

549

4.32

Y2.21

51

68

127

40,2 53,5

3,1

3,1

547

4.31

Y2.22

42

63

22

127

33,1 49,6 17,3

528

4.16

Baik

Waktu melayani pelanggan saya senantiasa memperhatikan kecepatan proses pelayanan. 6 Saya selalu siap melayani pelanggan 7 Saya senantiasa tanggap terhadap keluhan pelanggan. 8 Saya menguasai tugas untuk memberikan bantuan/pelayanan kepada pelanggan. 9 Saya mempunyai pengetahuan yang memadai untuk menjawab keluhan pelanggan. 10 Saya dapat memberikan keyakinan kepada pelanggan. 11 Saya menjalin relationship dengan pelanggan.

Y2.23 Y2.31 Y2.32

21 55 45

67 60 62

32 8 20

7 4

127 127 127

16,5 52,8 25,2 43,3 47,2 6,3

5,5 3,1

483 547 533

3.80 4.31 4.20

Baik Sangat Baik Baik

35,4 48,8 15,7

Y2.33

51

52

21

127

40,2 40,9 16,5

2,4

532

4.19

Baik

Y2.41

20

60

35

12

127

15,7 47,2 27,6

9,4

469

3.69

Baik

Y2.42 Y2.51

48 38

54 47

21 35 Jumlah

3 7

127 127

37,8 42,5 16,5 29,9 37,0 27,6

2,4 5,5

0,8

526 497 5669

4.14 3.91 4.06

Baik Baik

Kesimpulan

Baik

Sumber : Lampiran 4, 2011

88

Berdasarkan informasi pada Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa penilaian karyawan terhadap kualitas pelayanan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali adalah baik, dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 4,06. Walaupun secara keseluruhan penilaian karyawan terhadap kualitas pelayanan baik namun terdapat nilai terendah pada item pernyataan perlengkapan penunjang pelayanan dengan nilai rata-rata 3,61 sehingga untuk meningkatkan lebih baik lagi kualitas pelayanan yang diberikan karyawan hendaknya lebih memperhatikan kelengkapan sarana penunjang dalam memberikan pelayanan. 2 Deskripsi variabel kepuasan kerja (Y1) Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Variabel kepuasan kerja dalam penelitian ini diukur dengan 9 butir pernyataan yaitu yang berhubungan dengan sistem kompensasi, komunikasi, dan kondisi kerja berdasarkan jawaban kuisioner dari 127 orang responden karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Deskripsi variabel kepuasan kerja karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat dilihat pada Tabel 5.9.

89

Tabel 5.9 Deskripsi variabel kepuasan kerja karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
No 1 Pernyataan No Frekuensi Jawaban Responden Total Resp Indk 5 4 3 2 1 21 20 30 52 56 40 39 37 35 14 14 20 2 1 127 127 127 Persentase Jawaban Responden 5 4 3 2 1 0,8 Total Skor Rata2 Kriteria Skor

Gaji yang diberikan setiap bulan cukup memenuhi Y1.11 kebutuhan hidup. Saya menerima kenaikan gaji Y1.12 berkala secara teratur Tunjangan tunjangan yang saya dapatkan sesuai dengan Y1.13 kebutuhan. Bonus yang saya terima sesuai dengan prestasi kerja saya. Y1.14 Atasan selalu mendengarkan permasalahan yang saya hadapi Y1.21 dalam menyelesaikan pekerjaan saya Manajemen mampu menyampaikan dengan jelas Y1.22 tujuan organisasi Tata letak ruang kerja saya nyaman sehingga saya bisa Y1.31 bekerja dengan optimal Hubungan saya dengan teman Y1.32 sekerja terjalin akrab Peralatan kerja yang tersedia dapat menunjang pekerjaan Y1.33 saya

16,5 40,9 30,7 11,0 15,7 44,1 29,1 11,0 23,6 31,5 27,6 15,7

459 463

3.61 3.65 3.60

Baik Baik Baik Cukup Baik Cukup Baik

2 3

1,6

457

20

48

26

26

127

15,7 37,8 20,5 20,5

5,5

429

3.38

18

45

30

18

16

127

14,2 35,4 23,6 14,2 12,6

412

3.24

30

37

36

19

127

23,6 29,1 28,3 15,0

3,9

449

3.54

Baik

24 22 32

57 55 52

40 28 30

6 22 8 5

127 127 127

18,9 44,9 31,5

4,7

480 458 3,9 479 4086

3.78 3.61 3.77 3.57

Baik Baik Baik

8 9

17,3 43,3 22,0 17,3 25,2 40,9 23,6 6,3

Jumlah Kesimpulan

Baik

Sumber : Lampiran 4, 2011

Berdasarkan informasi pada Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa penilaian karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali adalah baik, dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 3,57. Walaupun secara keseluruhan penilaian karyawan terhadap kepuasan kerja baik namun terdapat nilai terendah pada item pernyataan kepedulian atasan dan kesesuaian bonus dengan nilai ratarata 3,24 dan 3,38 sehingga untuk meningkatkan lagi kepuasan karyawan hendaknya lebih memperhatikan kesesuaian bonus berdasarkan kinerja karyawan

90

serta perhatian atasan terhadap permasalahan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan.


3 Deskripsi Variabel Motivasi (X)

Motivasi kerja merupakan suatu kondisi yang berpengaruh dan membangkitkan dorongan dari dalam diri karyawan dan diluar yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Variabel motivasi dalam penelitian ini diukur dengan 11 butir pernyataan yaitu yang berhubungan dengan motif, harapan, dan insentif berdasarkan jawaban kuisioner dari 127 orang responden karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Deskripsi variabel motivasi di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut.
Tabel 5.10 Deskripsi Variabel Motivasi di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Pernyataan Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi saya bekerja dengan maksimal. Didalam melaksanakan tugas saya merasa aman Untuk mengembangkan karier saya diberikan kesempatan. Didalam melaksanakan tugas, saya bekerja secara bersama Dengan saya berprestasi, atasan memberikan penghargaan Dalam melaksanakan tugas saya bertindak disiplin Suasana kerja saya baik Dengan kinerja yang baik saya dipromosikan oleh atasan untuk jabatan tertentu. Insentif yang saya terima cukup pantas Jaminan kesehatan yang diberikan sangat berarti bagi saya Jaminan hari tua yang diberikan membuat saya merasa aman. No Indk X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X3.1 X3.2 X3.3 Frekuensi Jawaban Responden 5 63 32 34 54 33 33 39 25 22 50 37 4 45 59 53 54 45 48 44 51 70 54 59 3 15 22 25 15 31 29 25 22 28 12 26 2 4 14 13 4 15 16 17 27 7 11 5 3 1 2 2 2 1 Total Persentase Jawaban Responden Resp 5 4 3 2 1 127 127 127 127 127 127 127 127 127 127 127 49,6 35,4 11,8 3,1 Total Skor 548 490 1,6 485 539 2,4 0,8 1,6 1,6 471 477 482 451 488 524 509 5464 Rata2 Skor 4.31 3.86 3.82 4.24 3.71 3.76 3.80 3.55 3.84 4.13 4.01 3.91 Baik Kriteria Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

25,2 46,5 17,3 11,0 26,8 41,7 19,7 10,2 42,5 42,5 11,8 3,1

26,0 35,4 24,4 11,8 26,o 37,8 22,8 12,6 30,7 34,6 19,7 13,4 19,7 40,2 17,3 21,3 17,3 55,1 22,0 39,4 42,5 9,4 5,5 8,7 3,9

29,1 46,5 20,5

Jumlah Kesimpulan

Sumber : Lampiran 4, 2011

91

Berdasarkan informasi pada Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa karyawan menilai motivasi pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali adalah baik, dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 3,91. Walaupun secara keseluruhan penilaian karyawan terhadap pemberian motivasi baik namun terdapat nilai terendah pada item pernyataan promosi jabatan dengan nilai rata-rata 3,55 sehingga untuk meningkatkan motivasi karyawan hendaknya lebih memperhatikan karyawan yang sudah bekerja maksimal dengan memberikan reward dan punishment salah satunya berupa promosi jabatan.

5.2.5 Hasil Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam residual dari model regresi yang dibuat berdistribusi normal atau tidak, menurut Ghozali (2002) model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Adapun metode yang digunakan adalah dengan statistik Kolgomorov Smirnov. Kriteria yang digunakan dalam tes ini adalah dengan membandingkan antara tingkat signifikansi yang didapat dengan tingkat alpha yang digunakan, sehungga data dikatakan berdistribusi normal bila nilai signifikansi > alpha. Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan bantuan SPSS adalah sebagai berikut.

92

Tabel 5.11 Uji Normalitas


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Residual 127 .0000000 .36276545 .064 .044 -.064 .722 .674

Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative

Sumber : Lampiran 10, 2011

Dari Tabel 5.11 menunjukkan nilai signifikansi uji kolmogorov-smirnov sebesar 0,674 yang lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data berdistribusi normal. 2) Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas, menurut Ghozali (2002). Model regresi yang baik adalah bebas dari gejala multikolinieritas. Untuk mendeteksi ada tidaknya korelasi antar sesama variabel bebas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance tidak lebih dari 10 persen atau VIF kurang dari 10, maka dikatakan tidak ada multikolinieritas.
Tabel 5.12 Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel X Y1 Tolerance 0,325 0,325 VIF 3,080 3,080 Keterangan tidak ada multikolinieritas tidak ada multikolinieritas

Sumber : Lampiran 9, 2011

93

Berdasarkan Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa koefisien tolerance tidak lebih dari 10 persen dan VIF-nya lebih kecil dari 10. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat gejala multikolinieritas dari model regresi yang dibuat, sehingga model tersebut layak digunakan untuk memprediksi. 3) Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain, menurut Ghozali (2002) model regresi yang baik adalah yang tidak mengandung gejala heteroskedastisitas atau mempunyai varian yang homogen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan model gletjser. Model ini dilakukan dengan nilai meregresikan nilai absolute ei dengan varian bebas. Jika tidak ada satupun variabel bebas yag berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (nilai absolut ei), maka tidak ada heteroskedastisitas. Hasil pengijuan hetroskedastisitas dengan menggunakan program SPSS yang dapat dilihat pada Tabel 5.13
Tabel 5.13 Uji Heteroskedastisitas
Variabel X Y1 t hitung -295 -1586 Sig. t 0,769 0,115 Ket tidak heteroskedastis tidak heteroskedastis

Sumber : Lampiran 9, 2011

Berdasarkan Tabel 5.13 terlihat bahwa tidak ada pengaruh variael bebas (X dan Y) terhadap absolut residual, baik secara serempak maupun parsial. Dengan demikian model yang dibuat tidak mengandung gejala heteroskedastisitas, sehingga layak digunakan untuk memprediksi.

94

5.2.6 Hasil Analisis Faktor Konfirmatori

Metode statistik yang digunakan untuk menguji validitas konstruk dari analisis faktor adalah dengan melihat korelasi KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) atau Bartletts test. Besarnya KMO minimal 0,5 dan jika nilai KMO dibawah 0,5 maka analisis faktor tidk bisa digunakan. Disamping itu, faktor yang dipertimbangkan bermakna bilamana eigen value lebih besar dari satu ( > 1) dan varian kumulatifnya minimal 60 persen untuk penelitian penelitian ilmu sosial (Hair, 1995) seperti terlihat pada Tabel 5.14
Tabel 5.14 Nilai Validitas Konstruk
Nilai Validtas KMO (Kaiser Mayer Olkin) X2 (Chi Square) Significance Probability Eigen value Varians Kumulatif Anti Image Cut-off Value > 0,50 Diharapkan besar < 0,05 >1,00 > 60 persen > 0,50

Sumber : Hair, 1995 (diringkas)

Berdasarkan hasil analisis faktor konfirmatori yang disajikan pada lampiran 7 dapat dijelaskan seperti berikut. 1) Motivasi a. Motif KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,634 X2 (Chi-Square) Significance Probability Eigen Value Varians Kumulatif = 189,074 = 0,000 = 2,526 = 63,138 persen

95

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,634 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 189,074 dan signifikan probability 0,000 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor Motif bermakna dari eigen value sebesar 2,526 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 63,138 persen.

Tabel 5.15 Anti Image Faktor Motif


Variabel X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 MSA 0,617 0,634 0,678 0,622 Keterangan Valid Valid Valid Valid

Sumber : Lampiran 7, 2011

Berdasarkan Tabel 5.15 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor motif memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa keempat indikator variabel tersebut valid membentuk motif. b. Harapan KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,755 X2 (Chi-Square) Significance Probability Eigen Value Varians Kumulatif = 168,171 = 0,000 = 2,550 = 63,753 persen

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,755 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 168,171 dan signifikan probability 0,000 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor harapan bermakna

96

dari eigen value sebesar 2,550 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 63,753 persen.

Tabel 5.16 Anti Image Faktor Harapan


Variabel X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 MSA 0,827 0,711 0,785 0,731 Keterangan Valid Valid Valid Valid

Sumber : Lampiran 7, 2011

Berdasarkan Tabel 5.16 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor harapan memiliki nilai lebuh besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa keempat indikator variabel tersebut valid membentuk harapan. c. Insentif KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,645 X2 (Chi-Square) Significance Probability Eigen Value Varians Kumulatif = 112,340 = 0,000 = 2,069 = 68,951 persen

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,645 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 112,340 dan signifikan probability 0,000 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor insentif bermakna dari eigen value sebesar 2,069 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 68,951 persen.

97

Tabel 5.17 Anti Image Faktor Insentif


Variabel X3.1 X3.2 X3.3 MSA 0,737 0,642 0,600 Keterangan Valid Valid Valid

Sumber : Lampiran 7, 2011

Berdasarkan Tabel 5.17 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor insentif memiliki nilai lebuh besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator variabel tersebut valid membentuk insentif. 2). Kepuasan a. Kompensasi KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,754 X2 (Chi-Square) Significance Probability Eigen Value Varians Kumulatif = 142,952 = 0,000 = 2,441 = 61,016 persen

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,754 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 142,952 dan signifikan probability 0,000 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, factor kompensasi bermakna dari eigen value sebesar 2,441 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 61,016 persen.

98

Tabel 5.18 Anti Image Faktor Kompensasi

Variabel MSA Y1.11 0,758 Y1.12 0,706 Y1.13 0,825 Y1.14 0,757 Sumber : Lampiran 7, 2011

Keterangan Valid Valid Valid Valid

Berdasarkan Tabel 5.18 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor kompensasi memiliki nilai lebuh besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa keempat indikator variabel tersebut valid membentuk kompensasi. b. Komunikasi KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,500 X2 (Chi-Square) Significance Probability Eigen Value Varians Kumulatif = 53,626 = 0,000 = 1,592 = 79,579 persen

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,500 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 53,626 dan signifikan probability 0,000 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor komunikasi bermakna dari eigen value sebesar 1,592 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 79,579 persen.

99

Tabel 5.19 Anti Image Faktor Komunikasi

Variabel MSA Y1.21 0,500 Y1.22 0,500 Sumber : Lampiran 7, 2011

Keterangan Valid Valid

Berdasarkan Tabel 5.19 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor komunikasi memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa kedua indikator variabel tersebut valid membentuk komunikasi. c. Kondisi Kerja KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,647 X2 (Chi-Square) Significance Probability Eigen Value Varians Kumulatif = 100,949 = 0,000 = 2,031 = 67,691 persen

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,647 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 100,949 dan signifikan probability 0,000 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor kondisi kerja bermakna dari eigen value sebesar 2,031 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 67,691 persen.
Tabel 5.20 Anti Image Faktor Kondisi Kerja

Variabel MSA Y1.31 0,603 Y1.32 0,695 Y1.33 0,669 Sumber : Lampiran 7, 2011

Keterangan Valid Valid Valid

100

Berdasarkan Tabel 5.20 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor kondisi kerja memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator variabel tersebut valid membentuk kondisi kerja. 3) Kualitas pelayanan a. Tangibles KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,500 X2 (Chi-Square) Significance Probability Eigen Value Varians Kumulatif = 14,706 = 0,000 = 1,334 = 66,689 persen

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,500 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 14,706 dan signifikan probability 0,000 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor berwujud (tangibles) bermakna dari eigen value sebesar 1,334 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 66,689 persen.
Tabel 5.21 Anti Image Faktor Tangible

Variabel MSA Y2.11 0,500 Y2.12 0,500 Sumber : Lampiran 7, 2011

Keterangan Valid Valid

Berdasarkan Tabel 5.21 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor tangibles memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka

101

dapat disimpulkan bahwa kedua indikator variabel tersebut valid membentuk tangible. b. Reliability KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,632 X2 (Chi-Square) Significance Probability Eigen Value Varians Kumulatif = 57,842 = 0,000 = 1,802 = 60,067 persen

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,632 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 57,842 dan signifikan probability 0,000 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor reliability bermakna dari eigen value sebesar 1,802 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 60,067 persen.
Tabel 5.22 Anti Image Faktor Reliability

Variabel MSA Y2.21 0,676 Y2.22 0,597 Y2.23 0,644 Sumber : Lampiran 7, 2011

Keterangan Valid Valid Valid

Berdasarkan Tabel 5.22 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor reliability memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator variabel tersebut valid membentuk reliability.

102

c. Responsives KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,622 X2 (Chi-Square) Significance Probability Eigen Value Varians Kumulatif = 80,737 = 0,000 = 1,916 = 63,873 persen

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,622 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 80,737 dan signifikan probability 0,000 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor responsive bermakna dari eigen value sebesar 1,916 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 63,873 persen.
Tabel 5.23 Anti Image Faktor Responsives

Variabel MSA Y2.31 0,692 Y2.32 0,626 Y2.33 0,584 Sumber : Lampiran 7, 2011

Keterangan Valid Valid Valid

Berdasarkan Tabel 5.23 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor responsives memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator variabel tersebut valid membentuk responsive. d. Asssurance KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,500 X2 (Chi-Square) Significance Probability = 8,974 = 0,003

103

Eigen Value Varians Kumulatif

= 1,264 = 63,186 persen

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,500 lebih besar dari 0,5 dengan chi square 8,974 dan signifikan probability 0,003 < 0,05 maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor assurance bermakna dari eigen value sebesar 1,264 > 1,00 dan varian komulatif lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 63,186 persen
Tabel 5.24 Anti Image Faktor Assurance

Variabel MSA Y2.41 0,500 Y2.42 0,500 Sumber : Lampiran 7, 2011

Keterangan Valid Valid

Berdasarkan Tabel 5.24 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor assurance memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat disimpulkan bahwa kedua indikator variabel tersebut valid membentuk assurance.

5.2.7 Pengujian Model (Path Analysis)

Pengujian data dilakukan dengan analisis jalur (path analysis), yaitu menguji pola hubungan yang mengungkap pengaruh variabel dengan atau seperangkat veriabel terhadap variabel lainnya, baik pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung. Analisis ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

104

1 Langkah Pertama Langkah pertama dalam analisis jalur adalah merancang model berdasarkan konsep dan teori, secara teoritis. 1) Variabel motivasi (X) berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja karyawan (Y1) PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. 2) Variabel motivasi (X) berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan (Y2) PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. 3) Variabel kepuasan kerja (Y1) berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan (Y2) PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
Gambar 5.1 Model Analisis Jalur

e1

Kepuasan Kerja (Y1)

p1

P3

Motivasi (X) P2

Kualitas Pelayanan (Y2)

e2

Model tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaaan struktural sehingga membentuk sistem persamaan pada rumus (2) dan (3) di bab sebelumnya.

105

2 Langkah Kedua Melakukan pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi analisis jalur, yaitu hubungan antar variabel adalah linier dan aditif. Model yang digunakan rekrusif yaitu sistem aliran kausal satu arah, sedangkan model resiprokal atau aliran kausal yang dua arah (bolak-balik) tidak dapat dianalisis. Penilaian terhadap asumsi tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada diagram path berikut.
Gambar 5.2 Penggambaran Asumsi Analisis Jalur
e1

Kepuasan Kerja (Y1) p1p1 p4 Motivasi (X) Kualitas Pelayanan (Y2)


p3

p3

p2

p2

e2

Berdasarkan gambar maka hubungan antar variabel adalah linier, yaitu sistem aliran ke satu arah, tidak ada variabel endogen yang mempunyai pengaruh bolak balik. 3 Langkah Ketiga Langkah ketiga didalam analisis jalur adalah pendugaan parameter atau perhitungan koefisien path. Untuk pendugaan parameter dilakukan dengan

106

analisis regresi melalui software SPSS 15.0 for windows. Hasil dari analisis substruktur persamaan disjikan pada lampiran dan dilaporkan sebagai berikut. Summary dan Koefisien Jalur 1 Substruktur 1 Y1 Y1 Std Error Thitung Beta Fhitung Sig. Fhitung R2 = + 1 X + e1 = 0,472 + 0,765 X = 0,171 = 2, 756 = = 260,003 = 0,000 = 0,675 = 1 R2 = 1 - 0,675 =
0,325

0,047 16,125 0,822

Error Term (e1)

= 0,570 Summary dan Koefisien Jalur 2 Substruktur 2 Y2 Y2 Std error Thitung Beta = + 2 X + 3 Y1 + e2 = 0,572 + 0,631 X + 0,105 Y1 = 0,174 = 3,282 = 0,082 7,658 0,673 0,088 2,092 0,184

107

Fhitung Sig. Fhitung R2

= 137,596 = 0,000 = 0,689 = 1 R2 = 1 - 0,689 =


0,311

Error Term (e2)

= 0,558 Berdasarkan Summary dan Koefisein jalur 1 dan 2 maka dapat diketahui besarnya pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total antar variabel. Perhitungan pengaruh antar variabel adalah sebagai berikut. 1 Pengaruh Langsung a) Pengaruh langsung variabel motivasi terhadap variabel kepuasan kerja dapat dilihat dari nilai beta atau standardized coefficient adalah X Y1 = p1 = 0,822

b) Pengaruh langsung variabel motivasi terhadap variabel kualitas pelayanan dapat dilihat dari nilai beta atau standardized coefficient adalah X Y2 = p2 = 0,673

c) Pengaruh langsung variabel kepuasan kerja terhadap variabel kualitas pelayanan dapat dilihat dari nilai beta atau standardized coefficient adalah Y1 Y2 = p3 = 0,184

108

2 Pengaruh Tidak Langsung Pengaruh variabel motivasi terhadap variabel kualitas pelayanan melalui variabel kepuasan kerja PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut. X Y1 Y2 = (p1 x p3) = (0,822 x 0,184) = 0,151 Nilai sebesar 0,151 memiliki arti bahwa pengaruh tidak langsung motivasi terhadap kualitas pelayanan melalui variabel kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali adalah sebesar 0,151 atau 15,1 persen. 3 Pengaruh Total Pengaruh total diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus berikut. Total Effect = pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung = p2 + (p1 x p3) = 0,673 + (0,822 x 0, 184) = 0,673 + 0,151 = 0,824 Pengaruh total motivasi terhadap kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali adalah sebesar 0,824 atau 82,4 persen.

109

4 Langkah keempat Langkah keempat dalam analisis jalur adalah melakukan pemeriksaan terhadap validitas model. Terdapat dua indikator untuk melakukan pemeriksaan validitas model yaitu koefisien determinasi total dan theory trimming yang hasilnya dapat disajikan sebagai berikut. 1) Hasil Koefisien Detereminasi total R2m = 1 (e1)2 (e2)2 R2m = 1 (0,570)2 (0,558)2 R2m = 0,899 Berdasarkan hasil perhitungan rumus koefisien determinasi total maka diperoleh bahwa keragaman data yang didapat dijelaskan oleh model adalah sebessar 89,9 persen atau dengan kata lain informasi yang terkandung dalam data sebesar 89,9 persen dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya yaitu 10,1 persen dijelaskan oleh variabel lain (tidak terdapat dalam model) dan error. 2) Theory Trimimng Pendekatan ini dilkukan dengan membuang jalur jalur yang non signifikan agar memperoleh model yang benar benar didukung oleh data empiris. Uji validasi untuk setiap pengaruh langsung adalah sama dengan regresi, menggunakan level of significant (sig). Sebuah model menghasilkan bentuk hubungan yang valid dengan nilai level of significant (sig) < 0,05. Level of significant (sig) masing-masing variabel adalah.

110

Substruktur 1 X = 0,000 < 0,05 Subtruktur 2 X = 0,000 < 0,05 Y1 = 0,039 < 0,05 Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa seluruh jalur yang dibangun dalam model konstruk sebelumnya dinyatakan valid dan sahih.

Gambar 5.3 Validasi Model Gambar Jalur Akhir


e 1 = 0,570

Kepuasan Kerja (Y1)


p1 = 0,822 p4 = 0,151 p3 = 0,184

Motivasi (X)
P2 = 0,673

Kualitas Pelayanan (Y2)

e 2 = 0,558

Sumber : Data diolah, 2011

5 Langkah kelima Langkah kelima dalam analisis jalur adalah melakukan interpretasi terhadap hasil penelitian.

111

1) Pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja Hipotesis H0 : Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja H1 : Terdapat pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja Kriteria uji Jika sig penelitian (t) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima Jika sig penelitian (t) > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima Hasil perhitungan pada lampiran 8 menunjukkan taraf signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti terdapat pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja. Besar pengaruh yang diperoleh adalah 0,822. Angka ini menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan sebsar 82,2 persen, sedangkan sisanya 17,8 persen dipengaruhi oleh faktor diluar model. Berpengaruh signifikan dapat diartikan bahwa apabila motivasi diberikan dengan lebih baik maka karyawan akan merasa puas dalam bekerja pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. 2) Pengaruh motivasi terhadap kualitas pelayanan Hipotesis H0 : Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kualitas pelayanan H1 : Terdapat pengaruh motivasi terhadap kualitas pelayanan Kriteria uji Jika sig penelitian (t) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima Jika sig penelitian (t) > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima

112

Hasil perhitungan pada lampiran 8 menunjukkan taraf signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berartiterdapat pengaruh motivasi terhadap kualitas pelayanan. Besar pengaruh yang diperoleh adalah 0,673. Angka ini menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan sebsar 67,3 persen, sedangkan sisanya 32,7 persen dipengaruhi oleh faktor diluar model. Berpengaruh signifikan dapat diartikan bahwa apabila motivasi diberikan dengan baik maka karyawan akan meningkatkan kualitas pelayanan dalam bekerja pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. 3) Pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan Hipotesis H0 : Tidak ada pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan H1 : Terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan Kriteria uji Jika sig penelitian (t) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1diterima Jika sig penelitian (t) > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima Hasil perhitungan pada lampiran 8 menunjukkan taraf signifikansi sebesar 0,039 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan karyawan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Besar pengaruh yang diperoleh adalah 0,184. Angka ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan karyawan sebesar 18,4

113

persen, sedangkan sisanya 81,6 persen dipengaruhi oleh faktor diluar model. Berpengaruh signifikan dapat diartikan bahwa apabila karyawan merasa puas maka kualitas pelayanannya pun akan meningkat.

5.3 Pembahasan 5.3.1 Pengaruh Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Variabel motivasi dibentuk oleh tiga indikator yaitu motif, harapan, dan insentif menunjukkan telah dikelola dengan baik sehingga memberikan kontribusi yang bermakna terhadap kepuasan kerja karyawan, namun untuk lebih meningkatkan kepuasaan yang lebih baik lagi menurut penilaian karyawan perlu mendapat perhatian dalam hal pengembangan karir, keamanan dalam bekerja, suasana kerja, kebijakan promosi oleh pimpinan. Hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan secara langsung antara motivasi terhadap kepuasan kerja yang ditunjukkan dengan nilai standardized direct effect sebesar 0,822. Penelitian ini menemukan pengaruh signifikan secara langsung antara motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan. Ini berarti bahwa semakin baik pemberian motivasi maka semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Demikian sebaliknya, apabila pemberian motivasi tidak dilakukan, maka akan menimbulkan ketidakpuasan karyawan. Hal ini relevan dengan pendapat (Hasibuan, 2007), mengartikan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Dalam teori motivasi Two Factor dari

114

Frederick Herzberg mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja yaitu faktor dissatisfiers (gaji, kebijakan perusahaan, status, relasi antar personal) dan faktor satisfiers (prestasi, penghargaan, promosi, lingkungan kerja, pekerjaan itu sendiri). Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : kerja yang menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian pribadi dengan pekerjaan (Robbins, 2006). Menurut Luthan (2006) beberapa faktor utama yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja diantaranya pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi, kondisi kerja yang kesemuanya itu ada di dalam pemberian motivasi. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Bodur (2002), Matthews (2006), Borzaga (2006) bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.

5.3.2

Pengaruh Motivasi terhadap Kualitas Pelayanan Karyawan

Hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan secara langsung motivasi terhadap kualitas pelayanan karyawan yang ditunjukkan dengan nilai standardized direct effect sebesar 0,673. Penelitian ini menemukan pengaruh signifikan secara langsung antara motivasi terhadap kualitas pelayanan karyawan. Ini berarti bahwa semakin baik motivasi karyawan maka peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali menjadi lebih baik pula. Demikian sebaliknya, apabila motivasi karyawan rendah, maka kualitas pelayanan yang dihasilkan akan rendah pula. Selain itu untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan

115

perlu mendapat perhatian dalam hal kesamaan dalam berkarir, promosi, dan suasana kerja yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ariani (2003) pencapaian total kualitas memerlukan delapan elemen diantaranya terdapat faktor kepemimpinan dan manajer puncak dalam memberikan dukungan, komunikasi yang efektif, pemberian reward and punisment yang kesemuanya itu terdapat dalam pemberian motivasi. Sedangkan (Sedarmayanti, 2001) mendefinisikan, motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif kerja kepada para bawahan, sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi untuk tercapainya tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Dalam hal ini tujuan organisasi atau perusahaan adalah tercapainya program WCS (World Class Service). Oleh karena itu motivasi mempunyai peran penting dalam tercapainya dan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan kepada pelanggan. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Melia (2006), Rahayu (2008), Li (2004) bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan karyawan.

5.3.3

Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kualitas Pelayanan Karyawan

Variabel kepuasan kerja dibentuk oleh tiga indikator yaitu kompensasi, komunikasi, dan kondisi kerja menunjukkan telah dikelola dengan baik sehingga memberikan kontribusi yang bermakna terhadap kualitas pelayanan yang diberikan karyawan, namun untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik lagi menurut penilaian karyawan perlu mendapat perhatian dalam hal kesesuaian tunjangan dan bonus serta hubungan yang harmonis dengan rekan sekerja.

116

Hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan secara langsung antara kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan karyawan yang ditunjukkan dengan nilai standardized direct effect sebesar 0,184. Penelitian ini menemukan pengaruh signifikan secara lagsung antara kepuasan kerja karyawan terhadap kualitas pelayanan keryawan. Ini berarti bahwa semakin tinggi kepuasan kerja seorang karyawan, maka akan semakin baik pula kualitas pelayanan yang diberikannya. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan pihak manajemen harus senantiasa memperhatikan faktor yang mendorong karyawan bekerja dengan produktif, salah satunya yaitu memperhatikan kepuasan kerja karyawan. Dengan memperhatikan faktor kepuasan kerja karyawan maka karyawan dalam bekerja akan senantiasa disertai dengan perasaan senang dan tidak terpaksa serta mempunyai semangat kerja yang tinggi. Hal ini relevan dengan pendapat Handoko (2001) kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaanya. Hasibuan (2007) karyawan yang mendapatkan kepuasaan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. Ketika seorang karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan pekerjaannya, yang akhirnya akan menghasilkan kualitas pelayanan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Andy H (2006), Anggraeni (2008), Bellou (2006), Melia (2006), bahwa kepuasan kerja karyawan.

berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan

117

5.3.4

Pengaruh tidak langsung Motivasi Kerja Pelayanan melalui Kepuasan Kerja Karyawan

terhadap

Kualitas

Hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh signifikan secara tidak langsung antara motivasi terhadap kualitas pelayanan melalui kepuasan kerja yang ditunjukkan dengan nilai standardized indirect effect sebesar 0,151. Penelitian ini menemukan pengaruh signifikan secara tidak langsung antara motivasi terhadap kualitas pelayanan melalui kepuasan kerja karyawan. Pengaruh dalam bentuk tidak langsung dapat dikatakan sebagai pengaruh variabel motivasi terhadap kualitas pelayanan karyawan melalui kepuasan kerja Ini berarti pemberian motivasi akan memberikan kepuasan kerja sehingga meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali kepada pelanggan. Hal ini relevan dengan pendapat dari Handoko (2001) dan Hasibuan (2007), jadi motivasi adalah dorongan dari dalam diri karyawan untuk memenuhi kebutuhan yang stimulasi berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplementasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Oleh karena itu motivasi mempunyai peran yang penting dalam mencapai kepuasan kerja pada karyawan dan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan kepada pelanggan.

118

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa simpulan sebagai berikut. 1) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja. 2) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan. 3) Kepuasan kerja berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan.

6.2 Saran

Berdasarkan temuan penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja yang mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan. 1) Motivasi ditingkatkan dengan cara mengefektifkan peran pimpinan dalam memberikan arahan, bimbingan, petunjuk serta evaluasi berkenaan pelaksanaan tugas dan pekerjaan, sehingga dapat diwujudkan kondusivitas di tempat kerja. Pada sisi lainnya, ganjaran (reward and punisment) yang didasarkan pada hasil kerja karyawan maupun pengembangan karier perlu diperhatikan dengan baik oleh manajamen, sehingga nantinya karyawan

118

119

dapat terpuaskan akan hasil kerjanya dan mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan yang dihasilkan. 2) Kepuasan kerja karyawan lebih ditingkatkan dengan pemberian bonus antara pimpinan dan bawahan tidak terlalu jauh kesenjangannya serta kondisi kerja yang nyaman maupun komunikasi yang terjalin antara atasan dan bawahan serta antar sesama karyawan. 3) Untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kelengkapan sarana dan prasana penunjang perlu diperhatikan seperti perlengkapan keamanan (safety work) agar karyawan merasa aman dan nyaman dalam bekerja.

120

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, Ngurah, dan Yohanes Sukrislismono. 2005. To Be Word Class Service (Proses Metamorfosis PLN Distribusi Bali). Denpasar: Penerbit Jala. Arawati Agus 2007. Exploratory Study of Service Quality in The Malaysian Public Service Sector. Faculty of Economics and Business by National University of Malaysia from:http://proquest.umi.com/pqdweb. Ariani, Dorothea Wahyu. 2003. Manajemen Kualitas Pendidikan Sisi Kualitatif. Jakarta: Ghalia Indonesia. Arianto. 2004. Pengaruh Promosi, Tindakan Supervisi, Upah Dan Tipe Personalitas Terhadap Kinerja dan Keinginan Berpindah Kerja Staf Auditor Melalui Kepuasan Kerja: Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya. Tesis. Magister Manajemen Universitas Airlangga Surabaya. As'ad, M. 2001. Psikologi Industri: Seri Sumber Daya Manusia. Edisi Keempat. Cetakan Keenam. Yogyakarta: Liberty. Bellou, Victoria. 2006. Enhancing Service Quality in a Hospital Setting. Macedona of University. ProQuest. 2007. Borzago, Tortia. 2006. Worker Motivations, Job Satisfaction, and Loyality in Public and Nonprofit Social Services. Pro Quest ABI/INFROM 9R) Research. Curral. S.C. 2005. Pay Satisfaction and Outcome Organization. Psychologi Journal. Vol. 58; pp. 613-640. Dessler, Gary. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kesembilan. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia. Dierdorff, Erich;Robert S.Rubin. 2007. Carelessness and Discriminality In Work Role Requirment Judgements : Influences of Role Ambiguity and Cognitive Complexity. ProQuest Psychology Journal. Chigago : De Paul University. Ghozali, Imam. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Kedua. Semarang: Bagian Penerbit Universitas Diponogoro. _______. 2004. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan AMOS Ver.5.0. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

120

121

Gieter et al. 2006. Dimensionality Of The Pay Satisfaction Questionnaire : A Validation Study In Belgium. Psychological Report. Belgium : Vrijee Universiteit Brussel. Gorda, I Gusti Ngurah. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Ketiga. Denpasar : Astabrata Bali. Hair, J.F., Anderson, RE., Tatham, R.L, Black, W.C. 1995. Multivariate Data Analysis (fourth ed.). New Jersey : Prentice-Hall. Handoko, T,H. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE Press. Hasibuan,SP,M. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Cetakan Kesepuluh. Jakarta: Bumi Aksara. Irmin, Soejitno. 2004. Hand out Untuk Mengelola SDM. Cetakan Pertama. Yayasan : Seyma Media. Istijanto. 2006. Riset Sumber Daya Manusia. edisi kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka. Kyoon Yoo, Dong. 2007. Perceived Service Quality: Analyzing Relationship Among Employees, Customer, and Financial Perfomance. Jeong Ah Park The International Journal of Quality & Reliability Manajemen. from:http://proquest.umi.com/pqdweb. Lagas. 2005. Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Perawat terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. (Thesis) Program Magister Manajemen Universitas Wijaya Putra Surabaya. Lee, Andy H. 2006. Meansuring Job Satisfaction in Residential Aged Care. Australia; School of Public Health, Curtin University (Online), (August 10,2007), Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi Edisi 10. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2006. Evaluasi Kinerja SDM. Cetakan Kedua. Bandung : PT. Refika Aditama. Martoyo, Susilo.2000.Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFE Maslow, A.H. 1970. Motivation and Personality. Harper and Row. New York.

122

Nawawi, Hadari.2001. Manajemen Sumber Daya Manusia (Untuk Bisnis yang Kompetitif). Yogyakarta. Penerbit Gadjah Mada University Press. Prasetyo, Edhi; M. Wahyuddin. 2007. Pengaruh Kepuasan dan Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Riyadi Selamet Palace di Surakarta. Publikasi Ilmiah. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Riduwan dan Engkos A. Kuncoro. 2007. Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung : Penerbit Alfabeta. _______. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Penerbit Alfabeta. Rivai, Veithzal, dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri. 2005. Perfomance Appraisal (Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. _______. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek. Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Robbins S,P. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Klaten : PT. Intan Sejati Klaten. _______. 2003. Organizational Behavior. 9th edition. New Jersey: Prentice Hall. Safari,Triantoro. 2004. Kepemimpinan. Cetakan pertama. Surabaya : CV. Graha Ilmu. Santoso, Singgih. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariate, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Edisi pertama. Yogyakarta : CV. Andi Offset. Schuler, Randall S. dan Jackson, Susan E, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Keenam. Jakarta Erlangga. Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia : Reformasi Birokrasi _______. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung. Penerbit Ilham Jaya. Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business a Skilling-Building Approach Fourth Edition. New York: Jhon Wiley and Sons. Inc. Siagian, P.Sondang. 2007. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.

123

_______. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ke-15. Jakarta : Bumi Aksara. Simamora, Henry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Kedua. Yogyakarta : STIE YKPN. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesebelas. Bandung : CV. Alfabeta. Suwandi. 2004. Pengaruh Kejelasan Peran dan Motivasi Kerja Terhadap Efektifitas Pelaksanaan Tugas Jabatan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Sweins, Christina; P. Kalmi. 2008. Pay Knowledge, pay Satisfaction and Employee Commitment: Evidence from Finnish Profit-Sharing Scheme. Human Resource Management Journal, Vol 18, No 4. Oxford, USA. Syahrial, Hery. 2004. Analisis Korelasi Imbalan Finansial dengan Prestasi Kerja Karyawan PT. X Medan. Publikasi ilmiah.Universitas Sumatra Utara. Taroreh, J. Johny. 2007. Kebijakan Manajemen Pelayanan Kesehatan yang berjudul Sistem Kompensasi dan Kepuasan Kerja Karyawan Strukturan di Politeknik Kesehatan Jayapura. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Terry, George. 1991. Prinsip Prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. Thoha, Miftah. 2006. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perkasa. Tohardi, A. 2002. Pemahamam Praktis Sumber Daya Manusia. Bandung : Mandar Maju. Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Cetakan Ketiga. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. _______. 2007. Metode Penelitian untun Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi Baru, 8. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Yoshie. 2008. Effect of Work Environment on Care Managers Role Ambiguity : An Exploratory Study in Japan. Care Management Journal Vol. 9 No 3; pp. 1-21. University of Tokyo, Japan Yukl, Gary. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Edisi Kelima. Jakarta: Prenhallindo. Zethaml, Valerie A. Parasuraman A. dan Leonard L. Berry. 2003. Delivering Quality Service. Balancing Customer Perceptions and Expection. The Free Press. New York

You might also like