You are on page 1of 36

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Persaingan dunia usaha di Indonesia sekarang ini telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Banyak perusahaan-perusahaan baru yang didirikan sehingga menyebabkan persaingan yang semakin ketat. Perusahaan-perusahaan yang bergerak baik di bidang jasa, manufaktur, maupun dagang saling bersaing untuk dapat bertahan dan menjadi yang terbaik. Untuk mencapai tujuan itu, setiap perusahaan berlomba-lomba berusaha memperbaiki kekurangan maupun kelemahan yang dimilikinya agar mampu bersaing dengan perusahaan lain. Mencari laba adalah tujuan utama perusahaan didirikan serta syarat agar perusahaan mampu bertahan dalam menjalankan usahanya. Selain itu, setiap perusahaan pasti menginginkan agar perusahaannya berkembang. Keinginan itu dapat dicapai jika didukung oleh kemampuan manajemen yang handal baik dalam hal produksi, pemasaran maupun investasi. Produksi, pemasaran dan investasi merupakan kegiatan yang saling terikat dan tidak dapat dipisahkan. Ketika pada tahap produksi terdapat hambatan atau kendala, maka akan terhambat pula kegiatan pemasaran dan investasi. Hambatan atau kendala dalam kegiatan produksi dapat terjadi karena beberapa hal, salah satunya adalah karena persediaan. Ketika terjadi kendala dalam persediaan misalnya keterlambatan persediaan, maka proses produksi secara otomatis juga akan terhambat yang nantinya akan berdampak pula dalam hal kemampuan memperoleh laba. Persediaan (Inventory), merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir 50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan bangunan. Persediaan adalah sejumlah barang atau bahan yang dimiliki oleh perusahaan yang

1 |Persediaan

tujuannya untuk dijual atau diolah kembali. Persediaan dalam perusahaan manufaktur dan perusahaan dagang memiliki definisi yang berbeda. Menurut Hermanto (1995), persediaan meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual kembali atau tanpa melalui proses perubahan. Menurut Assouri (1978), persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan yang dimaksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal/ persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Persediaan bagi perusahaan dagang adalah barang dagangan yang disimpan untuk dijual dalam operasi normal perusahaan tanpa mengubah bentuk dan kualitas barang, atau dapat dikatakan tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan manufaktur, persediaan adalah bahan yang terdapat dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan itu. Melihat dari definisi yang telah diutarakan serta fungsi persediaan bagi perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa persediaan memiliki peran yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Persediaan memiliki andil yang besar dalam menjaga stabilitas operasional perusahaan. Begitu pentingnya peran persediaan, maka diperlukan suatu pemilihan metode akuntansi persediaan yang tepat bagi suatu perusahaan. Salah satu arti penting pemilihan metode akuntansi persediaan yaitu untuk proses pengendalian persediaan. Tidak semua perusahaan memiliki kebijakan yang sama dalam memilih metode akuntansi persediaan karena metode akuntansi persediaan yang digunakan juga harus memperhatikan jenis kegiatan operasional perusahaan. Setiap metode akuntansi persediaan yang digunakan akan memiliki beberapa implikasi, antara lain mempengaruhi laporan keuangan baik neraca maupun laba/rugi. Contohnya, kesalahan dalam perhitungan fisik perusahaan akan mengakibatkan kekeliruan persediaan akhir, aktiva lancar dan total aktiva dalam neraca. Disamping itu, kesalahan dalam perhitungan fisik perusahaan akan menimbulkan

2 |Persediaan

kekeliruan harga pokok penjualan (CGS), laba kotor, dan net income pada laporan laba rugi. Implikasi pemilihan metode akuntansi persediaan yang lain yaitu dapat mempengaruhi manajemen serta pihak pihak lain yang berkepentingan dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, pemilihan metode akuntansi persediaan yang tepat sangat diperlukan dalam suatu perusahaan. Pemilihan metode akuntansi persediaan menjadi salah satu pusat perhatian dalam berbagai pembahasan karena pemilihan metode akuntansi persediaan nantinya akan mempengaruhi neraca dan laporan laba/rugi. Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah pembahasan pada makalah ini dengan judul : Persediaan. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut ini. 1. Apa pengetian persediaan? 2. Bagaimanakah penilaian persediaan itu? 3. Bagaimana cara menghitung nilai persediaan akhir dengan sistem periodik dan perpetual? 4. Bagaimana perhitungan harga pokok dan laba kotor? C. Tujuan Penyusunan Tujuan penyususnan makalah ini adalah sebagai berikut ini. 1. 2. 3. 4. Menjelaskan pengertian persediaan. Menjelaskan bagaimana persediaan dinilai. Menghitung nilai persediaan akhir sistem periodik dan sistem perpetual dengan metode FIFO, LIFO dan rata-rata (average). Menjelaskan perhitungan harga pokok penjualan dan laba kotor.

3 |Persediaan

D. Manfaat Penyusunan Adapun manfaat penyusunan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengerti dan memahami hal-hal yang berhubungan dengan persediaan dan penilaian persediaan barang dengan beberapa sistem dan berbagai metode.

4 |Persediaan

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Persediaan 1. Pengertian Umum Persediaan (inventory), adalah meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam siklus operasi normal perusahaan. Aktiva lain yang dimiliki perusahaan, tetapi tidak untuk dijual atau dikonsumsi tidak termasuk dalam klasifikasi persediaan. Persediaan merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur), apalagi perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi, hampir 50% dana perusahaan akan tertanam dalam persediaan yaitu untuk membeli bahan-bahan bangunan. B. Macam-Macam Persediaan 1. Inventory Perusahaan Dagang Persediaan merupakan barang-barang yang dibeli oleh

perusahaan dengan tujuan untuk dijual kembali dengan tanpa mengubah bentuk dan kualitas barang, atau dapat dikatakan tidak ada proses produksi sejak barang dibeli sampai dijual kembali oleh perusahaan.

5 |Persediaan

2.

Inventory Perusahaan Manufaktur Pengertian persediaan untuk perusahaan industri adalah barangbarang atau bahan yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut menjadi barang jadi atau setengah jadi atau mungkin menjadi bahan baku bagi perusahaan lain, hal ini tergantung dari jenis dan proses usaha utama perusahaan. Misalnya : Perusahaan industri permintaan kapas, bahan bakunya adalah kapas dari petani atau perkebunan, diolah menjadi benang, benang merupakan barang jadi baginya. Sedangkan perusahaan industri kain bahan bakunya adalah benang yang diolah menjadi kain sebagai barang jadi, dan perusahaan industri pakaian jadi membutuhkan bahan baku kain dan seterusnya. Dengan gambaran diatas maka persediaan untuk perusahaanperusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan yaitu:

a.

Bahan baku (direct material) Barang persediaan milik perusahaan yang akan diolah lagi melalui proses produksi, sehingga akan menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sesuai dengan kegiatan perusahaan. Besarnya persediaan bahan baku dipengaruhi oleh perkiraan produksi, sifat musiman produksi, dapat diandalkannya pihak pemasok serta tingkat efisiensi penjadwalan pembelian dan kegiatan produksi.

b.

Barang dalam proses (work in proses) Adalah barang yang masih memerlukan proses produksi untuk menjadi barang jadi, sehingga persediaan barang dalam proses sangat dipengaruhi oleh lamanya produksi, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak saat bahan baku masuk keproses produksi sampai dengan saat penyelesaian barang jadi. Perputaran persediaan bisa ditingkatkan dengan jalan memperpendek lamanya produksi. Dalam rangka

6 |Persediaan

memperpendek waktu produksi salah satu cara adalah dengan menyempurnakan tekhnik-tekhnik rekayasa, sehingga dengan demikian proses pengolahan bisa dipercepat. Cara laian adalah dengan membeli bahan-bahan dan bukan membuatnya sendiri.

c.

Barang jadi (finished goods) Adalah barang hasil proses produksi dalam bentuk final sehingga dapat segera dijual, pada persediaan ini besar kecilnya persediaan barang jadi sebenarnya merupakan masalah koordinasi produksi dan penjualan. Manajer keuangan dapat merangsang peningkatan penjualan dengan cara mengubah persyaratan kredit atau dengan memberikan kredit untuk resiko yang kecil (marginal risk). Tetapi tidak peduli apakah barang-barang tercatat sebagai persediaan atau sebagai piutang dagang, manajer keuangan harus tetap membiayainya. Sebenarnya perusahaan lebih suka menjualnya (dan tercatat sebagai piutang dagang), karena dengan demikian untuk menuju realisasi kas tinggal satu langkah saja. Dan laba potensial dapat menutup tambahan resiko penagihan piutang.

C. Metode Pencatatan Persediaan Barang Metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan ada dua, yaitu sebagai berikut ini. 1. Metode Stock Opname atau Metode Periodik (Fisik) Persediaan yang merupakan komponen cost of goods sold (CGS) maka perhitungan kuantitas persediaan yang dilakukan dengan stock opname tergantung dari kelengkapan data atau catatan dan perhitungan barang. Dengan cara ini perhitungan persediaan yang dibebankan pada CGS ada kemungkinan overstatement, karena hanya membandingkan dan menghitung

7 |Persediaan

jumlah barang yang dimiliki dikurangi dengan persediaan akhir. Sehingga kalau terjadi adanya barang yang hilang, rusak, menguap, turun kualitasnya dsb, maka hal ini bila tidak terungkap akan menyebabkan laporan labarugi tidak atau kurang informatif. Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang maka harga pokok penjualan juga tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Harga pokok penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung. Di samping itu, karena adanya kerugian-kerugian yang seharusnya diperlukan sebagai kerugian extraordinary item, kemudian dengan perhitungan stock opname secara berkala tidaklah cukup sebagai dasar pembuatan keputusan yang bersifat manajerial secara cepat. Perhitungan harga pokok penjualan dilakukan dengan cara sebagai berikut: Persediaan barang awal Pembelian Brg tersedia untuk dijual Persediaan barang akhir Harga Pokok Penjualan Rp. xxx Rp. xxx (+) Rp. xxx Rp. xxx (-) Rp. xxx

2.

Metode Perpetual Dalam metode perpetual ini terdapat kelemahan pada saat menentukan nilai dan jumlah barang, karena dengan metode pencatatan yang kontinyu ini berarti saldo persediaan setiap saat dapat diketahui, namun perlu diperhatikan bahwa dengan hanya menghitung jumlah barang bedasarkan catatan akan mengakibatkan nilai persediaan overstatement, karena adanya persediaan yang rusak dsb. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam menentukan jumlah persediaan adalah kalau menggunakan metode gabungan antara metode perpetual dengan stock opname (metode fisik).

8 |Persediaan

TRANSAKSI METODE FISIK Pada saat pembelian Pembelian XXX barang dagangan Kas/Utang Pada saat penjualan Kas/Piutang barang dagangan Penjualan XXX XXX XXX

METODE PERPETUAL Persediaan brg dgng XXX Kas/Utang Kas/Piutang Penjualan Persedian brg dgng XXX XXX X XX XXX

Harga Pokok PenjualanXXX

Retur Penjualan

Retur Penjulan Kas/Piutang

XXX XXX

Retur Penjulan Kas/Piutang

XXX XXX

Persediaan brg dgng XXX Retur Pembelian Penyesuaian Utang dagang XXX Harga Perolehan XXX Utang dagang XXX ReturPembelian XXX

Retur Pembelian XXX Ikhtisar L/R XXX Persediaan brg dgng XXX Persediaan brg dgngXXX Ikhtisar L/R XXX

Perbedaan perhitungan atau pencatatan antara metode stock opname (metode fisik) dengan metode perpetual dapat dilihat pada tabel di bawah ini

9 |Persediaan

D. Masalah Kepemilikan Persediaan Barang 1. Kepemilikan Persediaan dalam Perjalanan Persediaan barang dalam perjalanan, meliputi pihak yang berhak menerima persediaan. a. FOB (Free on Board) shipping point. Kepemilikan barang

menjadi milik pembeli pada saat diserahkan penjual kepada penyelenggara transportasi atau pihak perusahaan pengirim barang yang independen. b. FOB (Free on Board) destination point. Kepemilikan

barang masih berada di penjual sampai barang tersebut diterima

oleh pembeli. GAMBAR 4.1 - Syarat Penjualan

2. Barang-barang yang Dipisahkan (Segregated Goods) Kadang-kadang terjadi suatu kontrak penjualan barang dalam jumlah besar hingga pengirimannya tidak dapat dikirim sekaligus. Barangbarang yang dipisahkan tersendiri dengan maksud untuk memenuhi kontrak-kontrak atau pesanan-pesanan walaupun belum dikirim, haknya sudah berpindah kepada pembeli. Oleh karena itu pada tanggal penyusunan laporan keuangan jika ada barang-barang dipisahkan,
10 | P e r s e d i a a n

harus dikeluarkan dari jumlah persediaan penjual dan dicatat sebagai penjualan. Begitu pula pembeli dapat mencatat pembelian dan menambah persediaan barangnya. 3. Barang Konsinyasi (Consignment Goods) Dalam cara penjualan titipan, barang-barang yang dititipkan untuk dijualkan (dikonsinyasikan) haknya masih tetap pada yang menitipkan sampai barang-barang tersebut dijual. Sebelum barang-barang tersebut dijual masih tetap menjadi persediaan pihak yang menitipkan (consignor). Pihak yang menerima titipan (consignee) tidak mempunyai hak atas barang-barang tersebut sehingga tidak mencatat barang-barang tersebut sebagai persediaannya. Apabila barang-barang itu sudah dijual maka yang menerima titipan membuat laporan pada yang menitipkan. Pada waktu menerima laporan, pihak yang menitipkan mencatat penjualan dan mengurangi persediaan barangnya. 4. Penjualan Angsuran (Installment Sales) Dalam penjualan angsuran, hak atas barang tetap pada penjual sampai seluruh harga jualnya dilunasi. Penjual akan melaporkan barangbarang tersebut dalam persediaannya dikurangi jumla yang sudah dibayar. Pembeli akan melaporkan barang-barang tersebut dalam persediannya sejumlah yang sudah dibayarkannya. Apabila dianggap bahwa kemungkinan pembatalan penjualan tersebut kecil maka penjual dapat mengakuinya sebagai penjualan biasa yang diangsur dan pembeli dapat mencatatnya sebagai pembelian biasa yang pembayarannya diangsur. Ada beberapa cara penjualan angsuran di mana masing-masing cara akan ditentukan cara mencatatnya. Contoh kasus: a. Dibeli mesin dengan harga RP20.000.000,00 yang pembayarannya akan diangsur selama 5 tahun, setiap tahun sebesar Rp4.000.000,00 ditambah bunga 10% pertahun. Jurnal yang dibuat oleh pembeli untuk

11 | P e r s e d i a a n

mencatat pembelian mesin dan pembayaran angsuran adalah sebagai berikut:


1) Pembelian mesin: Mesin Hutang Rp. 20.000.000,00 Rp. 20.000.000,00

2) Akhir tahun pertama: Hutang Rp. 4.000.000,00 Biaya bunga Rp. 2.000.000,00 Kas Rp. 6.000.000,00 Bunga: 10% x Rp20.000.000,00 = Rp2.000.000,00 3) Akhir tahun kedua: Hutang Rp. 4.000.000,00 Biaya bunga Rp. 1.600.000,00 Kas Rp. 5.600.000,00 Bunga: 10% x Rp16.000.000,00 = Rp1.600.000,00 , dan seterusnya.

b. Mesin dibeli dengan harga Rp30.000.000,00 diangsur lima tahun, setiap tahunnya Rp6.000.000,00 tanpa bunga. Jika dibeli tunai maka harga mesin itu Rp20.000.000,00. (Dalam cara penjualan seperti ini bunga selama masa angsuran inklusif termasuk dalam harga mesin. Harga perolehan (cost) mesin adalah sebesar harga tunainya dan selisihnya dicatat sebagai biaya bunga). Jurnal yang dibuat oleh pembeli untuk mencatat pembelian mesin dan angsuran setiap tahun sebagai berikut:

1) Pembelian mesin: Mesin Biaya bunga Hutang 2) Akhir tahun pertama: Rp. 20.000.000,00 Rp. 10.000.000,00 Rp. 30.000.000,00

12 | P e r s e d i a a n

Hutang Kas

Rp. 6.000.000,00 Rp. 6.000.000,00

3) Jurnal penyesuaian: Cadangan bunga Biaya bunga Rp. 8.000.000,00 Rp. 8.000.000,00

Cadangan bunga dalam neraca dikurangkan pada jumlah utang pembelian mesin sehingga dpat menunjukkan nilai tunai utang pad a tanggal neraca. Pada awal tahun berikutnya dibuat jurnal penyesuaian sebagai berikut: Biaya bunga Cadangan bunga Akhir tahun kedua: Hutang Kas Jurnal penyesuaian: Cadangan bunga Biaya bunga Jurnal penyesuaian kembali; Biaya bunga Cadangan biaya Rp. 6.000.000,00 Rp. 6.000.000,00 Rp. 6.000.000,00 Rp. 6.000.000,00 Rp. 6.000.000,00 Rp6.000.000,00 Rp. 8.000.000,00 Rp. 8.000.000,00

13 | P e r s e d i a a n

E. Metode Penentuan Penilaian Persediaan 1. Penilaian dengan pendekatan arus harga pokok (cost basic flow approach) ini terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu sistem periodik dan sistem perpetual yang masing-masing ada tiga cara penilaian persediaan, yaitu: a. FIFO (First in First Out), masuk pertama keluar pertama (MPKP) Metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal (pertama) masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang terakhir masuk (dibeli). Metode ini cenderung menghasilkan persediaan yang nilainya tinggi dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang dibeli. b. LIFO (Last In First Out), masuk terakhir keluar pertama (MTKP) Metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan terakhir masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dan dilaporkan berdasarkan nilai perolehan persediaan yang awal (pertama) masuk atau dibeli. Metode ini cenderung menghasilkan nilai persediaan akhir yang rendah dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang rendah. c. Metode Rata-rata (average method) Dengan menggunakan metode ini nilai persediaan akhir akan menghasilkan nilai antara nilai persediaan metode FIFO dan nilai persediaan LIFO. Metode ini juga akan berdampak pada nilai harga pokok penjualan dan laba kotor.

14 | P e r s e d i a a n

2. Penilaian Persediaan Selain Berdasarkan Pendekatan Harga Pokok Dalam pendekatan ini ada tiga metode yang digunakan, yaitu: a. Lower Cost of Market Yaitu metode harga terendah antara harga pokok dan harga pasar. Metode ini dapat diterapkan dalam kondisi persediaan tidak normal, misalnya cacat, rusak dan kadaluarsa. Pokok dari metode ini adalah membandingkan nilai yang lebih rendah antara nilai
pasar (replacement value) dan nilai perolehan (cost). Nilai pasar yang

akan dipilih harus dibatasi, yaitu tidak boleh lebih rendah dari batas bawah (floor limit) dan tidak boleh lebih tinggi dari batas atas (ceiling limit). b. Gross Profit Method Metode laba kotor ini bersifat estimasi dalam penilaian persediaannya. Biasanya diterapkan karena keterbatasan dokumen yang terkait dengan persediaan, misalnya karena terjadi bencana kebakaran dan banjir. Dasar penilaian persediaannya adalah pada persentase laba kotor perusahaan tahun berjalan atau rata-rata selama beberapa tahun. Langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1) mengestimasi nilai penjualan tahun berjalan, 2) menghitung nilai harga pokok penjualan berdasarkan pada persentase laba kotor yang telah diketahui, dan 3) menghitung estimasi nilai persediaan akhir dengan mengurangkan harga pokok penjualan terhadap penjualan. c. Retail Method

15 | P e r s e d i a a n

Metode eceran ini menilai persediaan akhir dengan cara menghitung terlebih dahulu nilai persediaan akhir berdasarkan eceran. Nilai persediaan akhir dengan harga pokok akan diketahui dengan cara menghitung rasio antara nilai persediaan yang tersedia untuk dijual dengan pendekatan harga pokok dibandingkan dengan pendekatan ritel. Kemudian rasio yang diperoleh dikalikan dengan persediaan akhir yang dinilai dengan pendekatan eceran dapat dirumuskan sebagai berikut: Persediaan akhir menurut harga pokok = Barang sedia dijual menurut harga pokok Barang sedia dijual menurut harga eceran X Persediaan akhir menurut eceran

F. CONTOH SOAL

Tanggal 2 Jan 10 Maret 5 April 7 Mei 21 Sept 18 Nov 20 Nov

Keterangan Persediaan awal Pembelian Penjualan Penjualan Pembelian Pembelian Penjualan

Kuantitas 200 unit 300 unit 200 unit 100 unit 400 unit 100 unit 200 unit

Harga Rp. 9.000 Rp.10.000 Rp.15.000 Rp.15.000 Rp.11.000 Rp.12.000 Rp.17.000

10 Des Penjualan 200 unit Rp.18.000 1. Hitunglah nilai persediaan akhir (per 31 Desember 2001) sistem periodik dan sistem perpetual dengan metode FIFO, LIFO dan rata-rata (average)! 2. Jawab : 1. Persediaan Akhir a. Sistem Periodik 200 unit Persediaan awal (2 Jan 2001) Hitunglah harga pokok penjualan dan laba kotor!

16 | P e r s e d i a a n

Pembelian Barang tersedia untuk dijual Penjualan


i) Persediaan akhir (31 Des 2001)

800 unit (+) 1.000 unit 700 unit (-) 300 unit

Barang tersedia untuk dijual : Tanggal 2-Jan 10-Mar 21-Sep 18-Nov Keterangan Persediaan Awal Pembelian Pembelian Pembelian Total Unit 200 300 400 100 1,000 Harga / Unit Rp 9,000 Rp 10,000 Rp 11,000 Rp 12,000 Total Harga 1,800,000 3,000,000 4,400,000 1,200,000 10,400,000

Rp Rp Rp Rp Rp

1) FIFO (First In First Out) Persediaan Akhir Tanggal 2-Jan 10-Mar Jumlah Unit 200 100 300 Harga / Unit Rp 9,000 Rp 10,000 Total Harga Rp 1,800,000 Rp 1,000,000 Rp2,800,000

2) LIFO (Lost In First Out) Persediaan Akhir Tanggal 2-Jan 10-Mar Jumlah Unit 200 100 300 Harga / Unit Rp 11,000 Rp 12,000 Total Harga Rp 2,200,000 Rp 1,200,000 Rp 3,400,000

17 | P e r s e d i a a n

3) Average (Rata Rata) Harga rata-rata per unit Persediaan akhir = Rp. 10.400.000 / 1.000 unit = Rp.10.400 = 300 unit x Rp. 10.400 = Rp. 3.120.000

b. Sitem Perpetual 1) FIFO (First In First Out)

Pe mbe lian H arga Pok ok Pe njualan Pe rs e diaan Tanggal U nit H arga/U nit Total H argaU nit H arga /UnitTota l H arrgaU nit H arga/U nitTotal H arga 2- Jan 200 Rp 9,000 Rp 1,800,000 200 Rp 9,000 Rp 1,800,000 10- M ar 300 Rp 10,00 0 Rp 3,000 ,000 300 Rp 10,000 Rp 3,000,000 5-A pr 200 Rp 9,000 Rp 1,800,000 300 Rp 10,000 Rp 3,000,000 7- M ay 100 Rp 10,000 Rp 1,000,000 200 Rp 10,000 Rp 2,000,000 200 Rp 10,000 Rp 2,000,000 21- S ep 400 Rp 11,00 0 Rp 4,400 ,000 400 Rp 11,000 Rp 4,400,000 200 Rp 10,000 Rp 2,000,000 18- N ov 100 Rp 12,00 0 Rp 1,200 ,000 400 Rp 11,000 Rp 4,400,000 100 Rp 12,000 Rp 1,200,000 400 Rp 11,000 Rp 4,400,000 20- N ov 200 Rp 10,000 Rp 2,000,000 100 Rp 12,000 Rp 1,200,000 200 Rp 11,000 Rp 2,200,000 10- D ec 200 Rp 11,000 Rp 2,200,000 100 Rp 12,000 Rp 1,200,000 TO TAL 800 R p 8,600 ,000 700 R p 7,000,000 300 Rp 3,400,000

18 | P e r s e d i a a n

2)

LIFO (Last In First Out)

Pe m be lian H arg a P o k o k Pe njualan P e rs e diaan T ang g al U nit H arg a/U nitT o tal H arg aU nit H arg a/U nit ko tal njua la n nit H arg a/U nitT o a n H arg a U Pe m be lia n H a rg a P o k oT P e H arrg a P e rs e dia tal T a ng g a l 02-Ja n U nit H a rg a /U nitT o ta - H a rg a - H a rg- a /U nit o ta l- H a rrg U nit H a rg a /U nitTpo1.800.000 a 200 R p 9.000 R ta l H a rg l U nit T a 200 R p 9.000 R p 1 .8 0 0 .0 0 0 2 - Janr 300 R p --2 0 0 R p 9 .0 0 0 R p 1.800.000 0 10-M a 10.000 R p 3.000.000 300 R p 9 .0 0 0 R p 1 .8 0 0 .0 0 ---2 0 0 R p 10.000 R p 3.000.000 0 200 R p 9.000 R p 1.800.000 105-A prr3 0 0 R p 1 - .0 0 0 R p 3 .0 0 0 .0 0 0 200 R p 0-M a 0 10.000 R p 2.000.0003 0 0 R p 1 0 .0 0 0 R p 3 .0 0 0 .0 0 0 100 R p 9 .6 0 0 R p 4 .8 0 0 .0 0 5 0 0 R p 10.000 R p 1.000.000 0 07-M e i 100 R p 10.000 R p 1.000.000 200 R p 9.000 R p 1.800.000 05-Apr 2 0 0 R p 9 .6 0 0 R p 1 .9 2 0 .0 0 03 0 0 R p 9 .6 0 0 R p 2 .8 8 0 .0 0 0 200 R p 9.000 R p 1.800.000 11.000 R p 4.400.000 1 0 0 R p 9 .6 0 0 R p 9-6 0 .0 0 0 2 0 0 R p 9 .6 0 0 R p 1 .9 2 0 .0 0 0 021-Seepi 400 R p 7-M 400 R p 11.000 R p 4.400.000 2 0 0 R p 9 .6 0 0 R p 1 .9 2 0 .0 0 0 200 R p 9.000 R p 1.800.000 218-Nep 4100 R pp112.000 R pp 41.200.0000 -1 - S op 0 0 R 1 .0 0 0 R .4 0 0 .0 0 --4 0 0 R p 1 1 .0 0 0 R p 4.400.000 0 4 .4 0 0 .0 0 400 R p 11.000 R p 6 0 0 R p 1 0 .5 3 3 R p 1.200.000 0 100 R p 12.000 R p 6 .3 2 0 .0 0 100 R p 11.000 R p 1.100.0006 0 0 R p 1 9.0003 R p 1.800.000 0 200 R p 0 .5 3 R p 6 .3 1 9 .8 0 20-N o p1 0 0 R p 1 - .0 0 0 R p 1 .2 0 0 .0 0 0 op 18-N 2 100 R p 12.000 R p 1.200.0001 0 0 R p 1 2 .0 0 0 R p 3.300.000 0 300 R p 11.000 R p 1 .2 0 0 .0 0 7 0 0 R p 1 9.0003 R p 1.800.000 0 200 R p 0 .7 4 R p 7 .5 1 9 .8 0 10-D e s 200 R p 11.000 R p 2.200.000 20-N op 2 0 0 R p 1 0 .7 4 3 R p 2 .1 4 8 .6 0 05 0 0 R p 1 0 .7 4 3 R p 1.100.000 0 5 .3 7 1 .5 0 100 R 11.000 T O T es R p8 .6 0 0 .0 0 02 0 0 R p 1 - .7 4 3 R pp7 .5 0 0 .0 0 03300 R p 1-0 .7 4 3 R p 2.900.000 0 700 R 2 .1 4 8 .6 0 0 0 0 1 0 - D A L 800 -0 3 .2 2 2 .9 0

T O T A L8 0 0

R p 8 .6 0 0 .0 0 07 0 0
3) Average (Rata Rata)

R p 7 .1 7 7 .2 0 0 3 0 0

R p 3 .2 2 2 .9 0 0

2. HARGA POKOK PENJUALAN a. Sistem Periodik


FIFO Rp 1,800,000 Rp 8,600,000 Rp 10,400,000 Rp (3,400,000) Rp 7,000,000 LIFO Rp 1,800,000 Rp 8,600,000 Rp 10,400,000 Rp (2,800,000) Rp 7,600,000 AVERAGE Rp 1,800,000 Rp 8,600,000 Rp 10,400,000 Rp (3,120,000) Rp 7,280,000

Persediaan awal Pembelian Barang tersedia untuk dijual Persediaan akhir Harga pokok penjualan

b. Sistem Perpetual 3. PENJUALAN


Persediaan awal Pembelian 19 Barangrtersedia untuk dijual |Pe sediaan Persediaan akhir Harga pokok penjualan FIFO Rp 1,800,000 Rp 8,600,000 Rp 10,400,000 Rp (3,400,000) Rp 7,000,000 LIFO Rp 1,800,000 Rp 8,600,000 Rp 10,400,000 Rp (2,900,000) Rp 7,500,000 AVERAGE Rp 1,800,000 Rp 8,600,000 Rp 10,400,000 Rp (3,224,000) Rp 7,176,000

Tanggal Unit Harga/Unit 5-Apr 200 Rp 15,000 7-May 100 Rp 15,000 20-Nov 200 Rp 17,000 10-Dec 200 Rp 18,000 TOTAL 700 -

Total Harga Rp 3,000,000 Rp 1,500,000 Rp 3,400,000 Rp 3,600,000 Rp 11,500,000

4. LABA KOTOR a. Sistem Periodik FIFO Rp 11,500,000 Rp (7,000,000) Rp 4,500,000 LIFO Rp 11,500,000 Rp (7,600,000) Rp 3,900,000 AVERAGE Rp 11,500,000 Rp (7,280,000) Rp 4,220,000

Penjualan Harga Pokok Penjualan Laba Kotor

b. Sistem Perpetual FIFO Rp 11,500,000 Rp (7,000,000) Rp 4,500,000 LIFO Rp 11,500,000 Rp (7,500,000) Rp 4,000,000 AVERAGE Rp 11,500,000 Rp (7,176,000) Rp 4,324,000

Penjualan Harga Pokok Penjualan Laba Kotor

5. JURNAL a. Jurnal Periodik FIFO

1) Mencatat Pembelian : Pembelian Rp. 8.600.000; Rp. 8.600.000; Utang Usaha/Kas 2) Mencatat penjualan :

Piutang Usaha/Kas Rp. 11.500.000; Penjualan Rp. 11.500.000; 3) Penyesuaian untuk Persediaan : Ikhtisar Rugi Laba Rp. 1.800.000; Rp. 1.800.000; Persediaan
20 | P e r s e d i a a n

Persediaan

Rp. 3.400.000; Ikhtisar Rugi Laba Rp. 3.400.000;

b.

Jurnal Perpetual FIFO

1) Mencatat Pembelian : Persediaan Rp. 8.600.000; Rp. 8.600.000; Utang Usaha/Kas 2) Mencatat penjualan : Penjualan Persediaan G. Penilaian Persediaan Barang Yang dimaksud dengan penilaian persediaan barang dagang adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca. Persediaan akhir bisa dihitung harga pokokny menggunakan beberapa cara penentuan harga pokok persediaan akhir, tetapi nilai ini tidak terlalu nampak dalam neraca, jumlah yang ditampilkan dalam neraca tergantung pada metode penilaian yang digunakan. 1. Metode Harga Pokok Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan dicantumkan dalam neraca. Di sini tidak ada perbedaan antara harga pokok persediaan dan nilai persediaan dalam neraca. Harga pokok persediaan barang dapat dilakukan dengan cara MPKP (FIFO), rata-rata tertimbang, MTKP (LIFO) atau yang lain dan hasilnya dicantumkan dalam neraca tanpa perubahan. PSAK N0. 14 tidak membenarkan digunakannya metode harga pokok untuk menentukan nilai persediaan dalam neraca.

Piutang Usaha/Kas Rp. 11.500.000; Rp. 11.500.000; Rp. 7.000.000; Harga Pokok Penjualan Rp. 7.000.000;

21 | P e r s e d i a a n

2. Metode Harga Pokok atau Nilai Realisasi yang Lebih Rendah Nilai realisasi bersih merupakan batas maksimum yang diperkenankan untuk mencantumkan persediaan dan disebut batas atas (ceiling). Nilai realisasi bersih dikurangi laba normal merupakan batas minimum di mana nilai persediaan barang tidak boleh lebih rendah. Untuk menentukan dengan nilai berapakah persediaan barang yang akan dicantumkan dalam neraca, pertama kali dibandingkan antara harga pokok dengan nilai realisasi bersih, dipilih yang lebih rendah. Jumlah yang lebih rendah tersebut kemudian dibandingkan dengan batas atas dan batas bawahnya. Apabila jumlah yang lebih rendah tersebut masih dalam batas-batas atas dan bawah maka nilai persediaan dalam neraca adalah jumlah yang lebih rendah tersebut. Tetapi apabila jumlah yang lebih rendah tersebut di luar batas atas dan batas bawah, maka persediaan akan dinilai dengan batas atas atau batas bawah. Biaya penjualan barang A per unit Laba normal per unit Contoh : Nilai Realisasi Berrsih No. Taksiran Harga Jual Rp Rp Rp Rp Rp Rp 1,500 1,500 1,500 1,350 1,350 1,350 Harga Pokok Batas Bawah Rp 800 Rp 800 Rp 800 Rp 650 Rp 650 Rp 650 Batas Atas Rp 1,100 Rp 1,100 Rp 1,100 Rp 950 Rp 950 Rp 950 Harga Pokok Pengganti Rp 1,200 Rp 950 Rp 750 Rp 1,000 Rp 850 Rp 600
Harga Pokok atau Nilai Realisasi Bersih Yang lebih Rendah

= Rp. 400,00 = Rp. 300,00

1 2 3 4 5 6

Rp Rp Rp Rp Rp Rp

1,050 1,050 1,050 1,050 1,050 1,050

Rp Rp Rp Rp Rp Rp

1,050 950 800 950 850 650

Keterangan:
22 | P e r s e d i a a n

1. Nilai realisasi bersih yang dipilih adalah batas atas (Rp1.100,00), karena harga pokok pengganti (Rp1.200,00) lebih tinggi dari batas atas. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp1.100,00) dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp1.050,00), dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp1.050,00. 2. Harga pokok pengganti (Rp950,00) masih di dalam batas atas dan batas bawah, sehingga harga pokok pengganti ini (Rp950,00) dipilih sebagai nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih ini (Rp950,00) dibandingkan dengan harga pokok (Rp1.050,00) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp950,00. 3. Harga pokok pengganti (rp750,00) lebih rendah dari batas atas (Rp800,00) sehingga batas bawah (Rp800,00) dipilih sebagai nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp1.050,00) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp800,00. 4. Harga pokok pengganti (Rp1000,00) lebih tinggi dari batas atas (Rp950,00) sehingga yang dipilih adalah batas atas (Rp950,00). Nilai realisasi bersih yang dipilih ini kemudian dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp1.050,00) dan dipilih lebih rendah yaitu Rp950,00. 5. Harga pokok pengganti (Rp850,00) masih berada diaantara batas bawah dan batas atas sehingga harga pokok pengganti ini yang dipilih (Rp850,00). Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp850,00) dibanding harga pokoknya (Rp1.050,00) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp850,00. 6. Harga pokok pengganti (Rp600,00) lebih rendah dari batas bawah (Rp650,00) sehingga yang dipilih yaitu batasa bawah. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini kemudian dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp1.050,00) dan dipilih yang lebih rendah yaitu Rp650,00.

23 | P e r s e d i a a n

Cara Penerapan Metode Harga Pokok atau Nilai Realisasi Bersih yang Lebih Rendah Metode harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah bisa diterapkan kepada masing-masing jenis persediaan, masing-masing kelompok persediaan atau kepada jumlah keseluruhan persediaan. Dibawaah ini contoh penerapan untuk ketiga cara diatas. Misalnya toko Maju mempunyai persediaan barang pada tanggal 31 Desember 2005 dengan harga pokok dan nilai bersih sebagai berikut: Harga Pokok atau Harga Pasar yang lebih rendah Jenis barang Harga Pokok Harga Pasar Masing Masing Jenis Persediaan Rp 45,000 Rp 45,000 Rp 95,000 Kelompok Persediaan
Keseluruhan persediaan

Kelompok 1 Barang A Barang B

Rp Rp Rp

50,000 45,000 95,000

Rp Rp Rp

45,000 52,000 97,000

Kelompok 2 Barang C Barang D

Rp Rp Rp Rp

105,000 70,000 175,000 270,000

Rp Rp Rp Rp

110,000 60,000 170,000 267,000

Rp 105,000 Rp 60,000 Rp 170,000


Rp 267,000

Jumlah Nilai Persediaan

Rp 255,000

Rp 265,000

Rp

267,000

Apabila metode harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah diterapkan kepada : 1. Masing-masing jenis persediaan barang, maka nilai persediaan barang yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 desember 2005 sebesar Rp255.000,00;

24 | P e r s e d i a a n

2.

Kelompok-kelompok

persediaan

barang,

maka

nilai

persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp265.000,00; 3. Keseluruhan persediaan barang, maka nilai persediaan ynag dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp267.000,00; Dari perhitungan diatas nampak bahwa penerapan untuk masingmasing jenis persediaan akan menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan cara penerapan yang lain. Sedangkan penerapan untuk masing-masing kelompok atau keseluruhan persediaan menghasilkan nilai yang mendekatti keadaan, karena penurunan harga salah satu jenis barang dapat diimbangi dengan kenaikan harga yang lain. Masing-masing cara diatas dapat digunakan untuk menilai persediaan barang dengan batasan hendaknya diterapkan secara konsisten setiap periode. 3. Metode Laba Bruto (Laba Kotor) Menentukan jumlah persediaan dengan metode laba bruto, biasanya dilakukan dalam keadaan-keadaan sebagai berikut ini. a. Untuk menaksir jumlah persediaan barang yang diperlukan untuk menyusun laporan-laporan jangka pendek, di mana perhitungan fisik tidak mungkin dijalankan. b. Untuk menaksir jumlah persediaan barang yang rusak karena terbakar dan menentukan jumlah barang sebelum terjadinya kebakaran. Perhitungan ini sering diperlukan untuk menentukan besarnya klaim terhadap perusahaan asuransi. Dalam keadaan seperti ini metode laba bruto dapat digunakan bila sebagian catatan-catatan yang diperlukan ada dan tidak musnah terbakar. c. Untuk mengecek jumlah persediaan yang dihitung dengan caracara lain, disebut test laba bruto.

25 | P e r s e d i a a n

d. Untuk menyusun taksiran harga pokok penjualan, persediaan akhir dan laba bruto. Taksiran ini dihitung sesudah dibuat budget penjualan. Dalam metode laba bruto, pertama kali harus ditentukan besarnya persentase laba bruto. Persentase ini bisa didasarkan pada penjualan atau harga pokok penjualan. Biasanya persentase laba bruto ditentukan dengan menggunakan data tahun-tahun lalu. Sesudah persentase laba bruto diketahui, kemudian dikalikan pada penjualan dan hasilnya dikurangkan pada penjualan, sehingga dapat ditentukan jumlah harga pokok penjualan selisih antara harga pokok penjualan dengan barang-barang yang tersedia untuk dijual merupakan persediaan akhir. Contoh penggunaan metode laba bruto adalah sebagai berikut: Persediaan barang awal Pembelian (netto) Penjualan (netto) Rp. 100.000,00 Rp. 400.000,00 Rp. 300.000,00

1. Misalnya laba bruto sebesar 25% dari penjualan, maka: Penjualan Aba bruto Harga Pokok Penjualan Persediaan awal Pembelian (netto) Barang tersedia untuk dijual Penjualan Laba bruto (25% x Rp300.000,00) Taksiran Harga Pokok Penjualan Taksiran nilai persediaan akhir Rp.225.000,00 Rp.275.000,00 = 100% = 25% = 75% Rp.100.000,00 Rp.400.000,00 Rp.500.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 75.000,00 -

Persediaan barang akhir periode dihitung sebagai berikut:

26 | P e r s e d i a a n

2. Misalnya laba bruto sebesar 40% dari harga pokok penjualan maka: Harga Pokok Penjualan Laba bruto Penjualan Persediaan awal Pembelian (netto) Barang tersedia untuk dijual Penjualan Laba bruto: = 100% = 40% = 140% Rp. 100.000,00 Rp. 400.000,00 + Rp. 500.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 85.7110,00 Rp. 214.290,00 Rp. 285.710,00

Persediaan barang akhir periode dihitung sebagai berikut:

40/140 x 100% x Rp300.000,00 Taksiran Harga Pokok Penjualan Taksiran nilai persediaan akhir

Apabila barang-barang yang dijual bermacam-macam dan persentase laba brutonya berbeda-beda, maka perhitungan taksiran nilai persediaan dilakukan untuk masing-masing kelompok barang yang persentase laba brutonya sama. Dengan demikian hasil perhitungan akan lebih mendekati kenyataan bila dibandingkan dengan perhitungan seluruh persediaan barang sekaligus. Evaluasi atas Metode Laba Bruto (Laba Kotor) Apa kelemahan utama metode laba kotor? Salah satu kelemahan utamanya adalah bahwa metode ini menghasilkan suatu estimasi. Akibatnya, perhitungan fisik persediaan harus dilakukan sekali setahun untuk memeriksa jumlah persediaan yang sebenarnya ada di tangan. Kedua, metode laba kotor menggunakan persentase masa lalu dalam menentukan markup.

27 | P e r s e d i a a n

Walaupun masa lalu sering kali dapat memberikan jawaban atas masalah masa depan, namun persentase masa kini pasti lebih akurat. Di sini harus diperhatikan bahwa setiap kali fluktuasi yang signifikan terjadi, persentase ini harus disesuaikan. Ketiga, aplikasi persentase-laba-kotor-kelompok harus dilakukan secara hati-hati. Sering kali, sebuah toko atau departemen menangani barang dagang yang memiliki persentase laba kotor yang beragam. Dalam situasi ini, metode laba kotor mungkin harus diaplikasikan menurut subbagian, lini barang dagang, atau dasar serupa yang mengklasifikasikan barang dagang menurut persentase laba kotornya masingmasing. Metode laba kotor biasanya tidak boleh dipakai bagi tujuan pelaporan keuangan karena hanya menyediakan suatu estimasi. Perhitungan fisik persediaan diharuskan oleh GAAP sebagai verifikasi tambahan bahwa persediaan yang ditunjukkan dalam catatan benar-benar ada di tangan. Meskipun demikian, metode laba kotor dibolehkan untuk menentukan persediaan akhir bagi tujuan pelaporan interim (biasanya kuartalan) dan pemakaian metode ini harus diungkapkan dalam catatan kaki. Perhatikan bahwa metode laba kotor akan menyerupai metode persediaan yang dipakai (FIFO, LIFO, biaya rata-rata) karena metode itu didasarkan atas catatan historis.

4. Metode Harga Eceran (Retail Inventory Method) Metode harga eceran biasanya digunakan dalam toko-toko yang menjual bermacam-macam barang secara eceran, termasuk toko serba ada. Dalam perusahaan-perusahaan seperti itu biasanya digunakan metode fisik untuk pencatatan persediaan karena metode buku akan menimbulkan banyak pekerjaan. Metode harga eceran ini memungkinkan dihitungnya jumlah

28 | P e r s e d i a a n

persediaan tanpa mengadakan perhitungan fisik. Metode ini bisa digunakan untuk : a. b. Menaksir jumlah persediaan barang untuk penyusunan laporan Mempercepat perhitungan fisik, karena jumlah yang dihitung itu keuangan jangka pendek. dicantumkan dengan harga jualnya, maka untuk mengubahnya ke harga pokok ialah dengan mengalikannya dengan presentase harga pokok tanpa perlu memperhatikan masing-masing fakturnya. c. Mutasi barang dapat diawasi yaitu dengan membandingkan hasil perhitungan fisik yang dinilai dengan harga jual dengan hasil perhitungan dari metode harga eceran. Metode persediaan eceran (retail inventory method), mensyaratkan bahwa pencatatan dilakukan atas dasar: a. b. c. Total biaya dan nilai eceran dari barang yang dibeli Total biaya dan nilai eceran barang yang tersedia untuk dijual. Penjualan periode berjalan

Ada beberapa versi metode persediaan eceran yaitu: a. b. c. d. Metode Konvensional, yaitu nilai terendah antara biaya rata-rata dan harga pasar. Metode Biaya Metode Eceran LIFO Metode Eceran LIFO nilai-dolar Tanpa memperhatikan versi mana yang dipakai, metode persediaan eceran didukung oleh IRS, berbagai asosiasi perusahaan eceran, dan profesi Akuntansi. Salah satu keunggulannya adalah saldo persediaan dapat diestimasi tanpa perhitungan fisik. Namun untuk menghindari kemungkinan lebih-saji persediaan, Perhitungan persediaan

29 | P e r s e d i a a n

periodikharus dilakukan terutama dalam bisnis eceran dimana kerugian akibat pencurian dan kerusakan sering terjadi. Metode persediaan eceran sangat berguna bagi setiap jenis laporan Interim, karena pengukuran nilai persediaan yang handal dan cepat biasanya dibutuhkan. Para penaksir Asuransi biasanya memakai metode ini untuk mengestimasi kerugian akibat kebakaran, banjir atau bencana lainnya. Metode ini juga berfungsi sebagai perangkat pengendalian (control device) karena setiap penyimpangan dari hasil fisik pada akhir tahun harus dijelaskan. Selain itu, metode eceran juga mempercepat perhitungan fisik persediaan pada akhir tahun. Petugas yang melakukan perhitungan fisik persediaan hanya perlu mencatat harga eceran setiap barang tidak perlu melihat biaya faktur setiap barang sehingga bisa menghemat waktu dan uang. 1. Konsep Metode Harga Eceran Dalam praktek, harga jual sering kali di-markup atau dimarkdown. Bagi peritel, istilah di markup berarti markup tambahan atas harga eceran awal. Sedangkan pembatalan markup (markup cancellations) adalah penurunan harga barang dagang yang sebelumnya telah di markup di atas harga eceran awal. Dalam pasar kompetitif, peritel seringkali perlu menggunakan markdown yakni penurunan harga jual awal. Hal ini mungkin diperlukan karena adanya penurunan tingkat harga umum, penjualan khusus, kerusakan barang, kelebihan persediaan, dan persaingan. Sedangkan Pembatalan markdown (markdown cancellation) terjadi apabila markdown kemudian di offset oleh kenaikan harga barang yang sebelumnya sudah di markdown seperti setelah penjualan satu hari.

30 | P e r s e d i a a n

2.

Metode Persediaan Eceran dengan Markup dan Markdown Metode Konvensional Metode ini dirancang untuk memperkirakan nilai terendah antara biaya rata-rata dan harga pasar. Pos-pos khusus yang berhubungan dengan metode Eceran Metode persediaan eceran menjadi lebih rumit apabila pospos seperti transportasi masuk, retur pembelian dan pengurangan harga, dan diskon pembelian terlibat. Dalam metode eceran, kita memperlakukan pos-pos semacam itu sebagai berikut: a. Biaya pengangkutan (freight cost) diperlakukan sebagai bagian dari biaya pembelian. b. Retur Pembelian (purchase return) biasanya dipandang sebagai pengurang baik pada biaya maupun harga eceran. c. Diskon pembelian dan pengurangan harga (purchase discount and allowances) biasanya dipandang sebagai pengurang biaya pembelian. Perlu diingat bahwa retur penjualan dan pengurangan harga (sales return and allowance) dipandang sebagai penyesuaian terhadap penjualan kotor, namun diskon penjualan (sales discount) tidak diakui apabila penjualan dicatat sebagai penjualan kotor. Selain itu, sejumlah pos-pos khusus juga memperlukan analisis yang seksama, diantaranya : a. Transfer-masuk (transfer-in) dari departemen lain, misalnya harus dilaporkan dengan cra yang sama seperti pada pembelian dari perusahaan lain. b. Kekurangan normal (normal shortages) bisa disebabkan pecah, rusak, hilang, atau aus. Biaya semacam ini harus dicerminkan dalam harga jual karena kekurangan dalam jumlah tertentu dipandang normal dalam perusahaan eceran. Akibatnya, jumlah ini tidak diperhitungkan

31 | P e r s e d i a a n

dalam menghitung rasio biaya terhadap harga eceran. Hal ini akan ditunjukkan sebagai pengurangan terhadap penjualan yang sama untuk mendapatkan persediaan akhir menurut harga eceran. c. Kekurangan abnormal (abnormal shortages) d. Diskon untuk karyawan (employee discount) Penggunaan Metode persediaan eceran untuk menghitung persediaan karena alasan sebagai berikut : a. Agar laba bersih dapat dihitung tanpa harus melakukan perhitungan fisik persediaan b. Sebagai ukuran pengendalian dalam menentukan kekurangan persediaan c. Dalam pengaturan kuantitas barang dagang ditangan d. Untuk informasi asuransi. Salah satu karakteristik dari metode persediaan eceran adalah bahwa metode itu memiliki pengaruh rata-rata terhadap berbagai tingkat laba kotor. Jika diaplikasikan kepada perusahaan secara keseluruhan, dimana tingkat laba kotor bervariasi di antardepartemen, maka tidak ada penyisihan yang dibuat untuk menutupi distorsi hasil akibat perbedaan seperti itu. Contoh perhitungan persediaan akhir dengan metode harga eceran :
Persediaan barang awal Pembelian (Netto) Barang tersedia untuk dijual Penjualan Persediaan barang akhir Harga Eceran Rp 100,000 Rp 1,100,000 Rp 1,200,000 Rp (1,040,000) Rp 2,240,000 Harga Pokok Rp 60,000 Rp 780,000 Rp 840,000

Persentase harga pokok:(Rp 840.000,00 : Rp1.200.000,00) x 100% = 70% Persediaan barang akhir dengan harga pokok: 70% x Rp160.000,00 = Rp112.000,00 BAB III
32 | P e r s e d i a a n

PENUTUP

A. Kesimpulan Persediaan (inventory), adalah meliputi semua barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam siklus operasi normal perusahaan. Aktiva lain yang dimiliki perusahaan, tetapi tidak untuk dijual atau dikonsumsi tidak termasuk dalam klasifikasi persediaan. Persediaan merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan. Dengan gambaran tersebut maka persediaan untuk perusahaanperusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan yaitu: 1. Bahan baku (direct material) 2. Barang dalam proses (work in proses) 3. Barang jadi (finished goods). Metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan persediaan ada dua, yaitu: 1. Metode Stock Opname atau Metode Periodik (Fisik) 2. Metode Perpetual. Masalah kepemilikan barang dalam perjalanan (Goods in transit) sangat tergantung dari perjanjian yang disepakati oleh penjual dan pembeli. 2 syarat tersebut adalah (1) Fob Shipping Point dan (2) Fob Destination. Tidak semua barang yang berada di gudang/toko bisa diakui menjadi milik perusahaan, misalnya barang titipan (barang konsinyasi) dari pihak lain dengan tujuan akan dijual untuk dan atas nama pihak lain tersebut dengan mendapatkan sejumlah komisi (consignment in) tidak dapat diakui sebagai milik perusahaan.

33 | P e r s e d i a a n

Sebaliknya untuk barang yang sifatnya consigment out, yang sampai dengan tanggal neraca belum terjual harus dicantumkan di Neraca. Sistem pencatatan (administrasi) persediaan ada dua, yang pertama sistem fisik/periodik (periodic inventory system), berdasarkan sistem ini persediaan ditentukan dengan melakukan menghitung fisik terhadap persediaan. Penghitungan fisik persediaan dilakukan secara periodik. Dalam sistem ini pencatatan terhadap mutasi persediaan tidak selalu diikuti. Oleh karena itu prosedur penghitungan fisik persediaan pada akhir periode harus dilakukan (mandatory procedure) untuk dapat menentukan fisik persediaan yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan. Hasil perhitungan fisik ini dipakai sebagai dasar penentuan nilai persediaan. Yang kedua, sistem perpetual (perpetual inventory system), Pencatatan terhadap mutasi persediaan selalu diikuti secara konsisten, dengan mencatat semua transaksi yang menyebabkan berkurang atau bertambahnya persediaan. Penilaian dengan pendekatan arus harga pokok (cost basic flow approach) terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu sistem periodik dan sistem perpetual yang masing-masing ada tiga cara penilaian persediaan, yaitu: 1. FIFO (First in First Out), masuk pertama keluar pertama (MPKP), metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal (pertama) masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang terakhir masuk (dibeli). 2. LIFO (Last In First Out), masuk terakhir keluar pertama (MTKP), metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan terakhir masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dan dilaporkan berdasarkan nilai perolehan

34 | P e r s e d i a a n

persediaan yang awal (pertama) masuk atau dibeli. Metode ini cenderung menghasilkan nilai persediaan akhir yang rendah dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan yang rendah. 3. Metode Rata-rata (average method), dengan menggunakan metode ini nilai persediaan akhir akan menghasilkan nilai antara nilai persediaan metode FIFO dan nilai persediaan LIFO. Metode ini juga akan berdampak pada nilai harga pokok penjualan dan laba kotor. Dalam penilaian persediaan selain arus harga pokok ada tiga metode yang digunakan, yaitu: 1. Lower Cost of Market, yaitu metode harga terendah antara harga pokok dan harga pasar. Metode ini dapat diterapkan dalam kondisi persediaan tidak normal, misalnya cacat, rusak dan kadaluarsa. 2. Gross Profit Method, metode laba kotor ini bersifat estimasi dalam penilaian persediaannya. Biasanya diterapkan karena keterbatasan dokumen yang terkait dengan persediaan, misalnya karena terjadi bencana kebakaran dan banjir. 3. Retail Method, metode eceran ini menilai persediaan akhir dengan cara menghitung terlebih dahulu nilai persediaan akhir berdasarkan eceran.

DAFTAR PUSTAKA

35 | P e r s e d i a a n

www.google.com Persediaan

36 | P e r s e d i a a n

You might also like