You are on page 1of 10

Pendahuluan Pangan adalah masalah utama dunia.

Upaya peningkatan produksi, pangan masih prioritas utama bukan hanya karena permintaannya yang meningkat, tetapi juga karena distribusinya belum merata. Pendayagunaan sumber daya pertanian menjadi kunci dalam meningkatkan produktivitas pertanian, sehingga sumberdaya yang terbatas itu dialokasikan seefisien mungkin. Seperti diketahui sumberdaya pertanian yang terdisi dari lahan, tenaga kerja, air, termasuk unsur-unsur yang terkandung di dalamnya merupakan sumberdaya utama untuk kelangsungan hidup manusia. Pengelolaan yang tidak bijaksana dan tidak mengacu ke depan akan berakibat menurunnya kualitas sumberdaya itu sendiri, yang akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas pertanian. Dengan semakin meluas dan berkembangnya isu dampak negatif pertanian intensif, maka konsep pembangunan pertanian harus berubah ke arah pembangunan yang tidak hanya aspek ekonomi, tetapi juga lingkungannya. Dalam hal ini dampak negatif terhadap lingkungan itu harus diperhitungkan dalam analisa usaha ekonomi usaha tani, agar masalah tersebut bisa diatasi. Dengan kata lain harus ada kompromi (trade-off) antara kepentingan ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan pertanian berkelanjutan. Peningkatan produksi pertanian atau yang biasa disebut dengan revolusi hijau (green revolution) terutama dihasilkan oleh industrialisasi pertanian, yang melibatkan subsidi bahan bakar energi yang banyak, pengendalian bahan kimiawi yang canggih, dan jenis-jenis tanaman yang telah dijinakkan. Setiap tahun pasti ada pertanian dunia yang tidak lagi digunakan untuk produksi. Tanah itu diratakan dan diaspal, dijadikan tambang terbuka, kena erosi, atau dibiarkan kering karena air pengairannya dialihkan untuk tujuan-tujuan lain. Padang pasir dan kita menelan berjuta-juta tanah pertanian di semua benua tiap tahun. Tanah pertanian yang habis paling panyak dirasakan di Negara-negara berpenduduk padat. Di mesir diperkirakan 26 ribu hektar tanah pertanian tersubur di sepanjang sungai nil yang hilang setiap tahun, karena diambil untuk mengembangkan kota, dijadikan jalan, tempat pabrik dan tempat militer. Di jepang industri meluas di daerah-daerah pertanian di sekitar kota besar sehingga tanah yang tingal untuk tujuan pertanian hanya sekitar 6% saja. Di samping hilangnya tanah pertanian, erosi tanah yang melanda tanah-tanah pertanian yang masih tinggal menurunkan produtivitas tanah. Erosi tanah merupakan suatu proses alamiah, bukan sesuatu yang baru dan tidak selalu merugikan. Lapisan tanah terus-menerus dibentuk dari batu-batuan yang rapuh karena dimakan hari dan selalu dikikis.

Kesuburan alamiah yang hilang mungkin bisa diimbagi dengan pupuk, seperti dilakukan di Negaranegara bagian tengah dan barat amerika, tetapi dalam jangka panjang langkah ini tidak akan memadai. Menurut perkiraan PBB, erosi di kolombia setiap tahun menghanyutkan 426 juta ton lapisan tanah atas, ini berarti hilangnya setara dengan 30 cm lapis tanah atas di tanah seluas 160 ribu hektar, meksiko 50 200 ribu hektar tanah tidak dapat dipakai akibat erosi, dipakistan penebangan hutan tanpa batas menyebabkan erosi tanah yang hebat dan hilangnya tanah pertanian (United Nation, 2006:30). Pada suatu titik tertentu, hilangnya lapis atas tanah ini akan menghambat meningkatkan produksi. Sejauh ini usaha menaikkan produktivitas tanah pertanian dunia dengan cara menggunakan lebih banyak pupuk, memperluas pengairan, menggunakan teknologi baru, dan memperbaiki mutu tanah masih mampu mengimbangi hilangnya dan menurunnya mutu tanah. Tetapi di beberapa Negara, kekuatan merusak sekarang ini sama atau melebihi usaha menaikkan produksi pangan. Banyak Negara yang makin tergantung pada impor pangan dari amerika serikat, ini sebagaian mencerminkan system produksi pangan di negara-negara bersangkutan. Perkembangan yang mencemaskan dalam ekonomi pandan dunia mengandung arti bahwa pemerintah nasional mungkin harus mengambil tindakan yang lebih keras untuk melindungi tanah pertanian. Kalau tidak maka mungkin akan timbul kekurangan pangan dan inflasi harga pangan yang hebat. Tindakan itu makin mendesak mengingat harga-harga bahan-bahan pengganti tanah seperti bahan bakar dan pupuk makin tinggi dan air kurang.16 Untuk meningkatkan dan melipatgandakan hasil tanaman dua kali lipat diperlukan sepuluh kali lipat peningkatan pupuk, pestisida dan tenaga kuda. Jadi pertanian secara industri yang menggunakan terlalu banyak bahan kimia seperti yang dipraktekkan di banyak negara di dunia misalnya, memproduksi hasil yang lumayan dibandingkan dengan pertanian yang sederhana, namun dampaknya terhadap kesehatan tanah dan pencemaran terhadap udara dan air sudah memasuki tahap yang melampaui batas. Dengan demikian tidak sulit dimaklumi mengapa agroindustri merupakan salah satu penyebab utama polusi tanah, udara dan air yang mengganggu keseimbangan ekosistem. Pertumbuhan total penduduk dunia yang mencapai lebih dari 6 milyar telah membawa masalah yang luas dan besar, terutama berkurangnya lahan pertanian per kapita di sebagian besar dunia. Dengan semakin sedikitnya lahan yang tersedia, para perencana dan petani memusatkan upaya pada peningkatan produktivitas melalui: (1) penggunaan varietas unggul baru, (2) penggunaan lebih banyak pupuk kimia, yang konsumsinya meningkat menjadi 9 kali lipat, (3) penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia serupa, yang konsumsinya telah meningkat menjadi tiga puluh dua kali lipat (Sumantri, 1987: 163).

Kebijaksanaan pertanian praktis di semua negara telah memusatkan perhatian pada peningkatan daya hasil. Konsekuensi lingkungan akibat sistem produksi yang tersubsidi (berat) semakin nampak jelas, dengan beberapa indikasi, antara lain: (1) produktivitas menurun sejalan dengan menurunnya kualitas tanah akibat pemanfaatan tanah yang intensif dan penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan, (2) pencemaran nitrat pada sumber-sumber air tanah akibat pemakaian pupuk nitrat yang berlebihan. Penggunaan pupuk kimia telah banyak membantu meningkatkan produksi pangan dunia, namun setiap pertambahan pupuk kimia, mula-mula cepat, kemudian melambat sampai akhirnya menjadi datar. Salah satu contoh, penanaman jagung silangan di Barat Tengah Amerika, ketika pupuk digunakan pada rata-rata 20 kg per acre, setiap pon nitrogen pupuk menghasilkan tambahan 13,5 kg jagung. Dengan penambahan 20 kg pupuk untuk kedua kalinya, setiap pon menghasilkan 7 kg jagung tambahan. Penambahan 20 kg untuk ketiga dan keempat kalinya, tambahan jagung yang dihasilkan setiap pon nitrogen turun sampai 9 dan 4 pon (Lester Brown, 70-71). Oleh karena semakin meluas dan berkembangnya isu dampak negatif pertanian intensif, maka konsep pembangunan harus berubah arah kepada pembangunan yang selain memperhatikan aspek ekonomi harus pula memperhatikan aspek lingkungan. Dengan kata lain, ada kompromi (trade off) antara kepentingan ekonomi dan kepentingan lingkungan, yang berarti perlu penerapan konsep pembangunan pertanian berkelanjutan berwawasan lingkungan (ecologically sustainable agriculture), dan alternatif sistem pertanian yang bisa menekan timbulnya masalah lingkungan yang lebih serius tersebut (Addinul, 1997: 69). 1. Konsep Pertanian Berkelanjutan Penerapan konsep pertanian berkelanjutan merujuk pada suatu pemahaman bahwa penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu mendukung perolehan hasil untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk yang seimbang dengan perlindungan dan rehabilitasi sumber daya lingkungan tanah pertanian. Tarumingkeng dkk. menekankan pula bahwa, pupuk dan pestisida kimia pada kenyataannya memang dapat meningkatkan produksi pertanian namun hal ini hanya berlangsung dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang bahan-bahan tersebut dapat menurunkan produksi pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas. Dan yang lebih parah terjadinya akumulasi residu kimia di dalam tanah akan merubah sifat fisik, kimia dan biologis tanah, berakibat pada rusaknya tanah. Oleh karena itu, penggunaan input pertanian berupa pupuk anorganik selayaknya diupayakan seminimal mungkin, dan menggunakan pupuk organik karena mampu menyediakan unsur hara terus menerus. Keadaan ini dapat menjaga ketahanan topsoil, sehingga dapat memberikan hasil secara berkelanjutan dan memperbaiki lingkungan tanah pertanian. Hal tersebut mengandung arti bahwa, program peningkatan produksi pertanian sudah

selayaknya menggunakan input pertanian internal yang berasal dari lingkungan pertanian itu sendiri (http:// rudy c.t tripod.com/sem 1023/made suwena. htm, 2004.p. 2). Teknologi Effective Microorganisms telah banyak digunakan oleh para petani di berbagai negara di Asia seperti di Thailand, Malaysia, Taiwan, Pakistan, Banglades, dan negara lainnya di Asia, di Afrika, bahkan di USA, Perancis, Jerman, Portugal dan Swiss. Di Indonesia, juga telah menyebar penggunaannya, seperti di Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Lampung, Riau, Sumatera Selatan, dengan hasil produksinya mencapai 4 (empat) kali lipat baik tanaman padi, jagung, cabe, tomat, buahbuahan dan sayur-sayuran, dan berbagai jenis ikan dan ternak (Mafftuha, 2001: 5). Namun demikian, pupuk organik Teknologi EM tersebut belum dimanfaatkan secara optimal di lingkungan pertanian di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa adopsi pupuk organik TEM di kalangan petani di Indonesia masih rendah. Rendahnya kemauan untuk mengadopsi pupuk organik TEM bagi para petani perlu diubah dengan jalan memberdayakan mereka melalui pendidikan, sehingga mereka dapat memahami apa dan bagaimana pupuk organik TEM dalam pertanian untuk memperoleh hasil yang berkelanjutan. Upaya pembentukan pemahaman petani tentang konsep pupuk organik Teknologi EM dalam pertanian sebagai teknologi inovasi yang ramah lingkungan, dilakukan melalui pendidikan yaitu jalur pendidikan luar sekolah dalam bentuk penyuluhan. Pelaksanaan penyuluhan memerlukan pendekatan dan metode yang sesuai dengan karakteristik inovasi, dan karakteristik petani sasaran penyuluhan, sehingga pesan-pesan komunikasi dapat diterima secara efektif. Dalam proses penyuluhan sebagai pendidikan orang dewasa, ada berbagai jenis pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan individual, pendekatan kelompok dan pendekatan massal. Dari setiap pendekatan tersebut memiliki berbagai metode penyampaian materi (Suriatna, 1988: 16). Metode penyampaian materi penyuluhan secara massal dan penyuluhan kelompok dengan ceramah dan diskusi yang digunakan selama ini, tampaknya belum memberikan perubahan yang diharapkan pada perilaku petani yang masih cenderung mengolah lahan apa adanya dan cenderung menggunakan pupuk kimia dalam usaha tani mereka. Oleh karena itu, untuk mendorong petani agar mau dan mampu mengetahui dan memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pupuk organik Teknologi EM sebagai teknologi inovatif ramah lingkungan untuk pertanian, maka diperlukan metode penyuluhan yang sesuai dengan karakteristik inovasi dan karakteristik petani itu sendiri. 2. Pukuk Organik Teknologi Effective Microoorganisms (TEM) Teknologi EM-4 merupakan salah satu teknologi pemanfaatan jasad hidup dalam memperbaiki kesuburan tanah, melalui cara kerja dalam tanah dengan menyeimbangkan populasi mikro-organisme yang

menguntungkan (beneficial microorganisms) dan menekan populasi mikroorganisme yang merugikan (deleterious microorganisms) (Subadiyasa, 1997: 7). EM-4 merupakan larutan yang berisi mikroorganisme. Ada 5 golongan utama microorganisme yang terkandung dalam larutan EM-4 yaitu: lactobacillus sp, ragi (yeast), bakteri fotosintetik, actinomycetes, dan jamur pengurai selulose (streptomyces sp) untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa organik yang mudah diserap oleh akar tanaman. Mikroorganisme-mikroorganisme tersebut bekerja saling membantu guna mencegah pembusukan bahan organik menjadi proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroba peragian dan mengurangi polusi panas, bau busuk serta mengurangi gas beracun lainnya yang timbul akibat proses pembusukan. Melalui fermentasi bahan-bahan organik dengan pemberian EM-4 akan menghasilkan pupuk organik yang dikenal dengan pupuk organik Teknologi EM-4 atau populer dengan nama bokashi (Wididana, 1999: 21). Kata Bokashi berasal dari bahasa Jepang sebagaimana penemunya yang berarti bahan organik yang telah terfermentasi. Oleh orang Indonesia kata bokashi diperpanjang menjadi bahan organik kaya akan sumber kehidupan (Indriani, 2003: 33). Dilihat dari karakteristik inovasi, pupuk organik Teknologi EM pada dasarnya adalah teknologi terapan yang dapat diketahui efek positif dan negatifnya dengan baik setelah melalui penggunaan langsung dalam usaha tani, sehingga petani dapat melihat hasilnya dan merasakan manfaatnya. Dalam kaitan dengan hal tersebut, maka demonstrasi merupakan alternatif penyampaian materi yang sesuai, sehingga petani dapat melihat proses dan produktivitas usaha tani mereka, dan membandingkan dengan keadaan yang telah dilakukan selama ini. Dengan cara tersebut diharapkan mereka akan mudah percaya terhadap ide-ide baru yang dikenalkan dan dianjurkan. Permasalahan dalam bidang pertanian mencakup variabel-variabel yang sangat luas dan kompleks, meliputi variabel ekonomi, lingkungan, sosial budaya, bahkan politik. Teknologi Effective Microorganisms-4 diaplikasikan sebagai inokulan dalam pupuk organik untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. Hal ini dapat memperbaiki dan meningkatkan kesehatan dan kualitas tanah, dan pada gilirannya akan memperbaiki pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara berkelanjutan. Penerapan TEM-4 merupakan suatu teknologi alternatif yang memberikan peluang seluas-luasnya untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman pertanian. Cara kerja TEM-4 dalam tanah yang secara sinergis dapat menekan populasi hama dan penyakit tanaman, meningkatkan kesehatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan TEM dalam pertanian menurut Higa memenuhi beberapa kriteria, yaitu: (1) petani dapat menghasilkan produk pertanian yang bergizi, sehat dan berkualitas untuk peningkatan kesehatan manusia, (2) secara ekonomis dan spritual menguntungkan bagi petani dan konsumen, (3) mudah dipraktekkan, (4)

selaras dengan alam, (5) melindungi lingkungan, serta (6) mampu mencukupi bahan pangan umat manusia yang terus bertambah (Higa, 1996: 100-101). Secara umum pemakaian pupuk organik TEM dalam pertanian di Indonesia dapat menekan biaya sebesar 20-50%, dan menaikkan produksi sekitar 20% (Wididana & Muntoyah, 2001: 21). Dapat disimpulkan bahwa TEM merupakan teknologi alternatif untuk menjawab keterbatasan teknologi produksi pertanian yang ada dan telah dikembangkan selama ini untuk mengatasi kerusakan lingkungan. 3. Microorganisme Utama Teknologi Effective Microorganisms dan Kegiatannya dalam Tanah Teknologi Effective Microorganisms merupakan kultur campuran mikroorganisme yang mengandung bakteri fotosintetik, actinomycetes, ragi, jamur fermentasi, dan Lactobacillus sp. (bakteri penghasil asam laktat) yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. Ini akan dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, dan pada gilirannya juga akan memperbaiki pertumbuhan, jumlah dan mutu produksi tanaman. Fungsi dan kegiatan setiap jenis bakteri tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a) Bakteri fotosintetik (bakteri fototrofik) Bakteri fotosintetik adalah mikroorganisme yang mandiri dan swasembada. Bakteri ini membentuk zatzat yang bermanfaat dari sekresi akar-akar tumbuhan, bahan organik dan atau gas-gas berbahaya (misalnya hydrogen sulfide), dengan menggunakan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat tersebut meliputi asam amino, asam nukleik, zat-zat bioaktif dan gula, yang kesemuanya mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil-hasil metabolisme tersebut dapat diserap langsung oleh tanaman dan sebagai substrat bagi bakteri yang terus bertambah. b) Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.) Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dari gula, sedangkan bakteri fotosintetik dan ragi menghasilkan karbohidrat lainnya. Asam laktat dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan dan meningkatkan percepatan perombakan bahan-bahan organik. Selain itu, asam laktat dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignin dan selulose, serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh yang merugikan yang diakibatkan oleh bahan-bahan organik yang tidak terurai. Bakteri asam laktat mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan Fusarium, suatu mikroorganisme yang merugikan, yang menimbulkan penyakit pada lahan-lahan yang terus ditanami. Biasanya pertambahan jumlah populasi Fusarium akan melemahkan kondisi tanaman, yang akan

meningkatkan serangan berbagai penyakit dan juga mengakibatkan bertambahnya secara tiba-tiba jumlah cacing yang merugikan. Namun dengan adanya bakteri asam laktat, cacing-cacing tersebut secara berangsur akan hilang, karena bakteri asam laktat menekan perkembangbiakan dan berfungsinya Fusarium. c) Ragi (Yeast) Ragi membentuk zat-zat yang anti bakteri (zat-zat bioaktif) seperti hormon dan enzim dariasam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik, bahan organik dan akar-akar tanaman yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Zat-zat bioaktif seperti hormon dan enzim yang dihasilkan oleh ragi meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi ragi adalah substrat yang baik untuk mikroorganisme efektif seperti bakteri asam laktat dan actinomycetes. d) Actinomycetes Actinomycetes, yang strukturnya merupakan bentuk antara bakteri dan jamur, menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang merugikan. Actinomycetes dapat hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik. Dengan demikian, kedua spesis ini sama-sama meningkatkan mutu lingkungan tanah, dengan meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah. e) Jamur Fermentasi (Streptomyces sp.) Jamur fermentasi (peragian) seperti Aspergilus dan Penicillium menguraikan bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba. Zat-zat tersebut akan menghilangkan bau dan bersifat racun terhadap hama dan serangga, sehingga mencegah tanaman dari serbuan serangga dan ulatulat yang merugikan. Akar-akar tanaman mengeluarkan zat-zat seperti karbohidrat, asam amino dan asam organik serta enzim-enzim. Bakteri dari TEM memanfaatkan zat sekresi tersebut untuk tumbuh. Selama proses ini mereka juga mengeluarkan dan memberikan asam amino dan asam nukleik serta berbagai vitamin dan hormon pada tanaman. Oleh sebab itu, tanaman akan tumbuh dengan baik sekali dalam tanah-tanah yang didominasi oleh bakteri TEM. 4. Penerapan Teknologi Effective Microorganisms pada limbah padat untuk membuat pupuk organik Penerapan Teknologi Effective Microorganisms khususnya TEM-4 pada limbah padat adalah dimanfaatkan sebagai aktivator pada pada proses fermentasi (peragian) pupuk organik dengan

menggunakan berbagai bahan organik. Fermentasi bahan-bahan organik dengan TEM-4 akan menghasilkan pupuk organik yang dikenal dengan nama bokashi. Dengan kegiatan fermentasi, TEM-4 dapat memanfaatkan segala macam bahan organik, seperti: dedak padi, dedak jagung, dedak gandum, tepung jagung, sekam padi, kulit kacang, jerami, ampas kelapa, ampas biji kapas, rumput, serbuk gergaji, sabut dan tempurung kelapa, sisa-sisa hasil tanaman seperti buah-buah kelapa yang hampa, tepung ikan, kotoran semua jenis ternak, sampah dapur, rumput laut, kulit kerang dan bahan sejenis lainnya. Dedak merupakan bahan utama yang mutlak diperlukan dan dedak padi sangat dianjurkan sebagai bahan penting untuk bokashi karena mengandung gizi yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Namun yang penting diperhatikan dalam proses fermentasi bahan organik, mikroorganisme akan bekerja dengan baik bila kondisinya sesuai. Proses fermentasi akan berlangsung dalam kondisi anaerob, pH rendah (sekitar 3-4), kadar garam dan kadar gula tinggi, kandungan air sedang (30-40%), dan suhu sekitar 40-50 0 C. Berdasarkan beragamnya bahan pembuatnya, maka nama bokashi yang dihasilkan juga bermacam-macam seperti bokashi jerami, bokashi pupuk kandang, bokashi pupuk kandang dan arang, bokashi pupuk kandang dan tanah, serta bokashi ekspres. Bahan organik yang masih hijau akan menghasilkan bokashi yang kaya senyawa organik karena bahan tersebut kaya asam amino dan asam organik yang bermanfaat untuk pertumbuhan bakteri TEM. Sebagai sumber energi atau makanan bagi bakteri, pada tahap awal sebelum proses fermentasi diperlukan molase (tetes tebu). Bila molase tidak ada dapat diganti dengan gula merah atau gula putih. Dari ketiga bahan tersebut, molase lebih baik dari gula merah dan gula merah lebih baik dari gula putih. Hal ini disebabkan kandungan asam amino dalam molase lebih baik dari gula merah, kandungan asam amino dalam gula merah lebih baik dibandingkan gula putih. Jenis bahan dan perbandingannya dalam pembuatan macam bokashi dapat dilihat pada lampiran di bawah ini.

Penutup 1. Oleh karena semakin meluas dan berkembangnya isu dampak negatif pertanian intensif, maka konsep pembangunan harus berubah arah kepada pembangunan yang selain memperhatikan aspek ekonomi harus pula memperhatikan aspek lingkungan. 2. Penerapan konsep pertanian berkelanjutan merujuk pada suatu pemahaman bahwa penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu mendukung perolehan hasil untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk yang seimbang dengan perlindungan dan rehabilitasi sumber daya lingkungan tanah pertanian.

3. Teknologi EM-4 merupakan salah satu teknologi pemanfaatan jasad hidup dalam memperbaiki kesuburan tanah, melalui cara kerja dalam tanah dengan menyeimbangkan populasi mikroorganisme yang menguntungkan (beneficial microorganisms) dan menekan populasi mikroorganisme yang merugikan (deleterious microorganisms) 4. Dilihat dari karakteristik inovasi, pupuk organik Teknologi EM pada dasarnya adalah teknologi terapan yang dapat diketahui efek positif dan negatifnya dengan baik setelah melalui penggunaan langsung dalam usaha tani, sehingga petani dapat melihat hasilnya dan merasakan manfaatnya 5. Secara umum pemakaian pupuk organik TEM dalam pertanian di Indonesia dapat menekan biaya sebesar 20-50%, dan menaikkan produksi sekitar 20%. Dapat disimpulkan bahwa TEM merupakan teknologi alternatif untuk menjawab keterbatasan teknologi produksi pertanian yang ada dan telah dikembangkan selama ini untuk mengatasi kerusakan lingkungan.

Daftar Pustaka
Brown, Lester R. Hari Yang Keduapuluh Sembilan, Diterjemahkan Oleh Tim Usica. Jakarta: Erlangga, 1982. Higa, Teruo. An Earth Saving Revolution I. English Edition. Japan: Sunmark Publishing, 1996 Indriani, Yopita Hety. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya, 2003. Komisi Mandiri Kependudukan dan Kualitas Hidup, Kepedulian Masa Depan, Agenda Radikal Menuju Perubahan Positif, Dialihbahasakan oleh Mohamad Soerjani. Jakarta: IPPL, 2000. Muntoyah. Hasil-Hasil Penelitian Teknologi Effective Microorganisms (EM) di Indonesia. Jakarta: Institut Pengembangan Sumberdaya Alam, 2001 Setiana, Lucie. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005. Subadiyasa. Teknologi Effective Microorganisms, Potensi dan Prospeknya di Indonesia. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Pertanian Organik di Jakarta 3 April 1997. Sutanto, Rachman Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Yogyakarta; Kanisius, 2002. United Nation, Economic Commission for Latin Amerika, el Medio Ambiente En Amerika (Santiago, chilli 2006) Economic Research Service, 26 Year World Cereal Statistics by Country and Region, Stensilan US Departemen of Agriculture,, Washington, D.C 2004 Wididana, G.N. dan Muntoyah. Membangun Desa Membangun Bangsa. Jakarta: Institut Pengembangan Sumber Daya Alam, 1999. Wididana, G.N. Teknologi Effective Microorganisms. Bali: Institut Pengembangan Sumber Daya Alam, 1999.

Yakin, Addinul. Ekonomi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan: Teori Dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Akademika Presindo, 1997. Yusuf, Maftuchah. Teknologi Effective Microorganisme (TEM) Harapan Bagi Penyelamatan Bumi, dalam Teknologi Effective Mikroorganisms. oleh Team PKLP. Jakarta: Universitas Trisakti, 2001.

imbah media tanam jamur tiram putih merupakan bahan organik yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik ( kompos) alternatif. Limbah tersebut terdiri dari kompleks lignoselulosa dengan nisbah C/N yang tinggi sehingga secara alami lambat sekali terdekomposisi. Proses dekomposisi mineralisasi merupakan suatu siklus daur balik bahan organik yang diprakarsai oleh mikoroorganisme tanah. Alternatif yang dapat diterapkan untuk mempercepat dekomposisi-mineralisasi adalah dengan menggunakan mikroorganisme efektif (EM4). Kecepatan pertumbuhan dan aktivitas EM-4 dalam mendekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi inokulum (EM-4) dan waktu inkubasi. Berdasarkan hal tersebut, maka telah dilakukan penelitian dengan judul PENGARUH EFFECTIVE MICROORGANISM-4 (EM-4) DAN WAKTU INKUBASI TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI DAN MINERALISASI LIMBAH MEDIA TANAM JAMUR TIRAM PUTIH. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh EM4 dan waktu inkubasi terhadap laju dekomposisi dan mineralisasi limbah media tanam jamur tiram putih serta konsentrasi EM-4 dan waktu inkubasi yang efektif untuk menghasilkan laju dekomposisi dan mineralisasi limbah media tanam jamur tiram putih yang tertinggi. Penelitian dilaksanakan secara eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap yang disusun berdasarkan pola faktorial. Perlakuan yang dicobakan terdiri dari 2 faktor yaitu konsentrasi EM-4 (E) yang terdiri dari E1 = dengan EM-4 5 E2 = dengan EM-4 10E3 = dengan EM-4 15an waktu inkubasi (W) yang terdiri dari W1 = waktu inkubasi 7 hari, W2 = waktu inkubasi 14 hari, W3 = waktu inkubasi 21 hari, W4 = waktu inkubasi 28 hari sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Parameter utama yang diukur adalah C-organik, N-total dan Nisbah C/N dengan parameter pendukungnya adalah suhu, pH dan warna limbah. Data utama yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam uji F dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan EM-4 dan waktu inkubasi berpengaruh terhadap laju dekomposisi dan mineralisasi limbah media tanam jamur tiram putih. Konsentrasi EM-4 15an waktu inkubasi 7 hari menghasilkan laju dekomposisi dan mineralisasi limbah media tanam jamur tiram putih yang tertinggi dengan penurunan C-organik sebesar 2,3475an menghasilkan N termineralisaasi sebesar 0,015erta nisbah C/N sebesar 3,512%

You might also like