You are on page 1of 21

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan merupakan suatu modal untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam percepatan pembangunan nasional. Pelayanan kesehatan dasar menjadi fokus utama upaya bidang kesehatan Indonesia untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu Indonesia dapat menekan angka kematian ibu dan menekan angka kematian bayi. Desa Siaga merupakan upaya yang tepat dalam rangka percepatan pencapaian tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals). Lima dari delapan tujuan tersebut berkaitan langsung dengan kesehatan, yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS, Malaria dan penyakit lainnya serta melestarikan lingkungan hidup (Depkes RI, 2009) Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan Tahun 2010-2014 adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Dengan misi, yang pertama, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. Kedua, melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan. Ketiga, menjamin

ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan, dan yang terakhir, menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Visi Pembangunan Kesehatan Tahun 2010-2014 DepKes RI tersebut membuat propinsi Jawa Tengah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya terutama dalam hal kesehatan, yaitu untuk membentuk desa siaga sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing kota atau kabupaten. Kegiatan desa siaga seluruh kota atau kabupaten di Indonesia, mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang mentargetkan 80 % desa siaga telah aktif pada tahun 2015. Desa Siaga yang dikembangkan sejak tahun 2006 sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, telah berkembang dan masih terus perlu dilakukan pembinaan (Depkes RI, 2010).

Di Jawa Tengah terdapat 35 kabupaten, salah satunya adalah kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten mempunyai 20 kecamatan dan 208 desa. 80 desa diantaranya sudah menjadi desa siaga (38,5 %), salah satunya yaitu di kecamatan Kemalang. Angka Kematian Ibu (AKI) akibat hamil, bersalin, dan nifas di kecamatan Kemalang pada tahun 2007 mencapai 85/100.000 kelahiran hidup, tahun 2008 meningkat menjadi 243 / 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Klaten, 2010). Keadaan tersebut mendorong kecamatan Kemalang untuk memelihara dan meningkatkan pelaksanaan program desa siaga. Kecamatan Kemalang memiliki 13 desa, 1 diantaranya merupakan Desa Siaga Tahap Purnama. (Dinkes Kab. Klaten,2010). Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri dalam rangka mewujudkan Desa Sehat (Depkes, 2007). Sebuah desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Salah satu bentuk pembinaannya yaitu menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat pada setiap tatanan dalam masyarakat. Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan dengan pendekatan penggerakan dan pengorganisasian masyarakat agar kelestariannya lebih terjamin. Untuk keberhasilan pengembangan Desa Siaga, Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan Dinkes Kabupaten / Kota perlu direvitalisasi. Berbagai pihak yang bertangung jawab untuk pengembangan Desa Siaga (stakeholders) diharapkan dapat berperan optimal sesuai tugasnya, agar pengembangan Desa Siaga berhasil (Depkes, 2009). Salah satu indikator Desa Siaga adalah Forum Masyarakat Desa (FMD) dan Sarana / Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Sistem Rujukannya (YANKES) (Depkes, 2007). Pelaksanaan program-program Desa Siaga memerlukan kerjasama dari beberapa pihak terkait. Peneliti memilih Desa Talun atas beberapa pertimbangan yaitu desa ini terletak di Kecamatan Kemalang, dan termasuk

kawasan Lereng Merapi. Seperti kita ketahui bersama, pada November tahun 2010 Merapi, menunjukkan ke digdayaannya dengan mengeluarkan erupsi, yang diperkirakan merupakan erupsi terbesar dalam 100 tahun terakhir. Hampir 500

penduduk meninggal akibat erupsi Merapi tersebut. Belum lagi kerugian yang diderita, pasti jumlahnya sangat besar, terkait dengan adanya awan panas maupun debu vulkanik yang menyelimuti. Desa Talun juga sudah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah sebagai Desa Siaga. Selain itu, desa ini juga diduga memiliki sumber data dan informasi mengenai permasalahan FMD dan YANKES yang dapat dimasukkan ke dalam penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal di atas penulis ingin meneliti bagaimana penerapan Desa Siaga pada forum masyarakat desa (FMD) dan sarana / fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukannya pasca erupsi merapi tahun 2010 di desa Talun, Kemalang, Klaten.

1.3. Tujuan Penelitian 1) Tujuan Umum Mengetahui penerapan Forum Masyarakat Desa (FMD) dan Sarana / Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Sistem Rujukannya (YANKES) terhadap pelaksanaan Desa Siaga di Desa Talun. 2) Tujuan Khusus a. Mengetahui sejauh mana pengetahuan warga desa tentang FMD danYANKES dalam pelaksanaan Desa Siaga di desa Talun. b. Mengetahui bagaimana penerapan kebijakan program FMD danYANKES dalam Desa Siaga di desa Talun. c. Mengetahui bagaimana penerapan program FMD danYANKES dalam Desa Siaga di desa Talun. d. Mengetahui proses pencapaian program FMD danYANKES dalam Desa Siaga di desa Talun. e. Mengetahui peran serta individu, keluarga, masyarakat dan pemerintahan dalam program FMD danYANKES terhadap pelaksanaan Desa Siaga di desa Talun.

f. Mengetahui faktor pendukung dan hambatan yang ditemukan pada program FMD danYANKES terhadap pelaksanaan Desa Siaga di desa Talun. g. Mengetahui harapan stakeholder yang ditemukan pada program FMD danYANKES terhadap pelaksanaan Desa Siaga di desa Talun.

1.4. Keaslian Penelitian Sepengetahuan peneliti, penelitian dengan judul Analisis Desa Siaga Terhadap Forum Masyarakat Desa (FMD) dan Sarana / Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Sistem Rujukannya (YANKES) Pasca Erupsi Merapi 2010 di Desa Talun Kemalang Klaten belum pernah dilakukan. Adapun penelitian tentang FMD dan YANKES serta Desa Siaga yang pernah dilakukan adalah : 1. Permanasari (2010) Analisis Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Gunung Merapi Pada Pelaksanaan Desa Siaga Di Desa Umbul Harjo Cangringan Sleman, dalam penelitian tersebut, menggunakan rancangan penelitian studi kasus (case study) dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Perbedaan dengan penelitian ini pada fokus penelitian, yaitu peneliti sebelumnya meneliti pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana Gunung Merapi. 2. Azhar (2007) Pelaksanaan Desa Siaga Percontohan Studi Kasus di Kecamatan Cibatu Purwakarta. Penelitian mengenai pelaksanaan Desa Siaga percontohan di Kecamatan Cibatu, Kabupaten Purwakarta penelitian ini yang berkaitan dengan Pelaksanaan Desa Siaga. Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus dengan metode kualitatif. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah lokasi dan variabel penelitian yang berbeda.

1.5. Manfaat Penelitian 1) Bagi peneliti sendiri a. Memberi pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian. b. Menganalisa atau mengidentifikasi penerapan FMD dan YANKES terhadap pelaksanaan desa siaga.

2) Bagi profesi dokter Memberi gambaran mengenai tingkat keberhasilan desa siaga melalui strategi-strategi yang sudah dicanangkan pemerintah, salah satunya dengan melalui sasaran FMD dan YANKES. 3) Bagi masyarakat Hasil penelitian ini dapat dijadikan wawasan baru tentang informasi kesehatan khususnya FMD dan YANKES. 4) Bagi peneliti lain Dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Desa Siaga 2.1.1. Definisi Desa Siaga Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri (Depkes RI, 2007). 2.1.2. Tujuan Desa Siaga 1. Tujuan Utama Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya sehingga tercipta desa sehat, kecamatan sehat, kabupaten sehat, propinsi sehat dan Indonesia sehat. 2. Tujuan Khusus a. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan. b. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan dan sebagainya). c. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. d. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa. e. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan. f. Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan kesehatan. g. Meningkatnya dukungan dan peran aktif para perangkat kepentingan dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat desa (Depkes RI, 2007). 2.1.3. Landasan Hukum UU No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan. SK Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No. 9 / 2001, tentang kader pemberdayaan masyarakat. SK Menkes No. 564 / 2006, tentang pedoman pelaksanaan pengembangan desa siaga. Peraturan Gubernur Jateng No. 90 Tahun 2005, tentang Poskesdes (Pos Kesehatan

Desa). Peraturan Gubernur Jateng No. 19 Tahun 2006 tentang akselerasi restra propinsi Jawa Tengah (Dinkes Klaten, 2010). 2.1.4. Sasaran Desa Siaga Tiga jenis sasaran pengembangan Desa Siaga : a Semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya. b Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu dan keluarga dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader desa serta petugas kesehatan. c Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat yang berhubungan dengan desa siaga, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya (Depkes RI, 2007). 2.1.5. Standar Pelayanan Minimal Desa Siaga Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan ketetapan pemerintahan dibidang kesehatan, yang menjadi acuan kinerja pelayanan kesehatan yang diselengarakan daerah kabupaten / kota. Hal tersebut tercantum pada Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal khususnya di bidang kesehatan. Pada SPM tahun 2010-2015, target kinerja Desa Siaga diharapkan mencapai 80 % yang aktif (Depkes, 2010). 2.1.6. Kriteria Desa Siaga Sebuah desa telah menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Kriteria Desa Siaga adalah memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar bagi yang tidak memiliki akses ke Puskesmas / Puskesmas Pembantu (Pustu), memiliki berbagai UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu, Pos/Warung obat desa, dll.), memiliki sistem pengamatan (surveilans) penyakit dan faktor faktor risiko yang berbasis masyarakat, memiliki sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan

kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat, memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat, memiliki lingkungan yang sehat, masyarakat yang sadar gizi, masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat. Adapun penjelasan untuk masing-masing kriteria tersebut diatas adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2007) : a. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Sarana kesehatan yang dibentuk di desa yang tidak memiliki akses ke Puskesmas / Pustu. Dalam rangka menyediakan / mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. b. Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) UKBM merupakan wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait. c. Survailans Berbasis Masyarakat Pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap masalahmasalah di desa. Pemantauan ini dilakukan dengan pengumpulan data, pengolahan dan interprestasi data secara sistematis dan terus-menerus. d. Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan dan Bencana Berbasis Masyarakat Upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengantisipasi terjadinya

kegawatdaruratan sehari-hari dan bencana, melalui langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna. e. Pembiayaan Kesehatan Berbasis Masyarakat Secara umum terdapat dua bentuk sumber pendanaan dari masyarakat yang dapat digali untuk digunakan dalam peningkatan upaya kesehatan, yaitu dana masyarakat yang bersifat aktif dan dana masyarakat yang bersifat pasif. f. Lingkungan Sehat Pengembangan lingkungan sehat di desa diarahkan kepadaterciptanya lingkungan yang tertata dengan baik, bebas dari pencemaran, sehingga menjamin warga/masyarakat.

g. Pengembangan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Pengembangan keluarga yang berperilaku gizi seimbang serta mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi anggota keluarganya. h. PHBS Sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan serta dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. 2.1.7. Tahapan Pengembangan Program Desa Siaga Pengembangan program Desa Siaga dilaksanakan secara bertahap, berkaitan dengan hal tersebut maka ditetapkan adanya empat criteria tingkatan Desa Siaga yaitu (Depkes RI, 2007): a. Kriteria Desa Siaga Pratama (Tahap Bina) yaitu memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke Puskesmas / Pustu), dikembangkan Pos Kesehatan Desa, memiliki UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu / Pos Warung Obat Desa), memiliki sistem pengamatan (survailans) penyakit dan faktor-faktor risiko yang berbasis masyarakat. b. Kriteria Desa Siaga Madya (Tahap Tumbuh) yaitu memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke Puskesmas / Pustu), dikembangkan Pos Kesehatan Desa, memiliki UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu / Pos Warung Obat Desa), memiliki sistem pengamatan (survailans) penyakit dan faktor-faktor risiko yang berbasis masyarakat, memiliki sistem kesiapsiagaan dan penaggulangan

kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat. c. Kriteria Desa Siaga Purnama (Tahap Kembang) yaitu memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke Puskesmas/ Pustu), dikembangkan Pos Kesehatan Desa, memiliki UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu / Pos Warung Obat Desa), memiliki sistem pengamatan (survailans) penyakit dan faktor-faktor resiko yang berbasis masyarakat, memiliki sistem kesiapsiagaan dan penaggulangan

kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat, memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat. d. Kriteria Desa Siaga Mandiri (Tahap Paripurna) yaitu memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke Puskesmas / Pustu), dikembangkan Pos Kesehatan Desa, memiliki UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu / Pos Warung Obat Desa), memiliki sistem pengamatan (survailans) penyakit dan faktor-faktor risiko yang berbasis masyarakat, memiliki sistem kesiapsiagaan dan penaggulangan

kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat, memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat, memiliki lingkungan yang sehat, masyarakatnya sadar gizi serta berperilaku hidup bersih dan sehat. 2.1.8. Indikator Keberhasilan Desa Siaga Keberhasilan pengembangan Desa Siaga dapat dilihat dari empat kelompok indikator yaitu (DepKes RI, 2007): a. Indikator masukan (in put) Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga yaitu ada / tidaknya Forum Masyarakat Desa, ada / tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta perlengkapannya, ada / tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat, ada / tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan). b. Indikator proses Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yaitu frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa, berfungsi / tidaknya Poskesdes, berfungsi / tidaknya UKBM yang ada, berfungsi / tidaknya sistem kegawatdaruratan dan penanggulangan kegawat daruratan dan bencana, berfungsi / tidaknya sistem survailans berbasis masyarakat, ada / tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk KADARZI dan PHBS. c. Indikator keluaran (out put) Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga

10

yaitu cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes, cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain, jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB (Kejadian Luar Biasa) yang dilaporkan, cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk KADARZI dan PHBS. d. Indikator dampak Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yaitu jumlah penduduk yang menderita sakit, jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa, jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia, jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia, jumlah balita dengan gizi buruk.

2.2. Forum Masyarakat Desa (FMD) Salah satu dari kriteria desa siaga adalah adanya Forum Masyarakat Desa, selain tentunya ada kriteria-kriteria yang lain yang harus dipenuhi, Forum Masyarakat Desa (FMD) adalah wadah sekaligus proses bagi masyarakat di tingkat desa untuk menyalurkan aspirasi, dan berpartsipasi menentukan arah, prioritas, serta merencanakan pembangunan kesehatan di desanya (Depkes RI, 2007). Forum ini secara berkala melakukan pertemuan dan dipimpin oleh seorang ketua dan dibantu oleh sekretaris dan anggota. Jika di desa / Kelurahan belum ada forum sejenis ini, maka desa / kelurahan dapat memulai dari forum / lembaga yang sudah ada dan berfungsi di masyarakat misalnya : rembug desa, kelompok yasinan / majelis taklim, persekutuhan doa, kelompok karang taruna, kelompok peduli dan sejenisnya (Depkes RI, 2007). FMD merupakan salah satu indikator masukan pada indikator keberhasilan desa siaga. FMD merupakan tindak lanjut dari pelatihan kader dan tokoh masyarakat pada suatu daerah atau desa, dan kemudian para kader dan tokoh masyarakat yang telah dilatih tersebut, selanjutnya akan dilantik oleh Dinas Kesehatan setempat, diamana dengan telah dilantiknya para kader dan tokoh masyarakat yang telah dibina tersebut, maka desa tersebut sudah mulai memasuki tahapan pembentukan desa siaga (Depkes RI, 2007).

11

Syarat untuk menjadi desa siaga, kegiatan yang dilakukan harus berkesinambungan, mulai dari pelatihan kader, pembentukan FMD, survei mawas diri, dan adanya Musyawarah masyarakat Desa (MMD). Dari FMD ini sendiri juga dapat digunakan sebagai indikator proses dari keberhasilan desa siaga. Hal ini, dapat dilihat dari seberapa seringnya dilakukan pertemuan FMD itu sendiri. Karena pada dasarnya, dengan dilakukannya pertemuan FMD, secara tidak langsung akan melengkapi dari kriteria-kriteria desa siaga yang lainnya. Seperti adanya pengembangan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) (Depkes RI, 2007). Kemudian, tindak lanjut dari adanya FMD ini adalah dilakukannya MMD, MMD ini merupakan salah satu solusi untuk mencari penyelesaian di bidang kesehatan, dan adanya upaya untuk membentuk poskedes, ataupun yang lainnya, disesuaikan dengan potensi yang dimiliki oleh desa tersebut. Kemudian dari MMD ini sendiri, nantinya akan menyusun rencana jangka panjang, untuk pengembangan desa siaga, yang nantinya dapat berkembang menjadi yang terbaik atau desa siaga mandiri (Depkes RI, 2007).

2.3. Sarana / Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Sistem Rujukannya (YANKES) Merupakan upaya pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan oleh seorang petugas keperawatan sesuai kompetensinya , dibantu oleh kader yang berasal dari masyarakat setempat. Pelayanan kesehatan dasar disini berupa upaya promotif, preventif, dan kuratif yang dilakukan di suatu tempat / pos yang disediakan oleh masyarakat melalui pemberdayaan. Fasilitas tersebut bisa merupakan milik pemerintah ataupun organisasi swasta ataupun perorangan. Lokasi sarana pelayanan kesehatan tidak harus di dalam desa (terutama bagi kelurahan di kota besar), yang penting masyarakat desa tersebut mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara mudah. Jika tidak ada petugas kesehatan yang bertempat tinggal di desa tersebut, maka tugas pendampingan dan penghubung dilakukan oleh Petugas Pembina Desa dari Puskesmas yang secara berkala melakukan tugasnya di desa tersebut (Depkes RI, 2007).

12

2.4. Kerangka Konsep Penelitian Kebijakan

Program FMD dan YANKES Dalam Pelaksanaaan Desa Siaga

Pengetahuan Masyarakat Dukungan Masyarakat Pelaksanaannya Proses Pencapaian Hambatan Pelaksanaan Harapan Stake Holder

Gambar 1 Kerangka Konsep Peneliti

13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan menggunakan rancangan penelitian studi kasus (case study) pelaksanaan kegiatan Desa Siaga di desa Talun, yang menitikberatkan kepada pengungkapan fenomena atau hal-hal penting mengenai suatu program. Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif. Rancangan studi kasus dalam studi deskriptif ini, berupaya untuk mengetahui status subyek penelitian terhadap pelaksanaan kegiatan Desa Siaga dan pengorganisasian kemasyarakatan dalam memperoleh kegiatan Desa Siaga yang sesuai dengan kondisi masyarakat di desa Talun. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti merupakan instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan kepada maknanya (Muhadjir, 2002).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran suatu keadaan secara objektif dan merupakan realisasi kehidupan nyata. Penelitian studi kasus dirasakan tepat bila pokok pertanyaan dari suatu penelitian berkenaan dengan bagaimana ataupun mengapa. Metode penelitian ini muncul karena terjadi perubahan pola pikir dalam memandang suatu fenomena / gejala. Dalam pola pikir ini realitas sosial dipandang sebagai sesuatu yang menyeluruh, kompleks, dinamis dan penuh makna (Sugiyono, 2008).

3.2. Subyek dan Obyek Penelitian Pada metode kualitataif obyek penelitian yaitu apa yang menjadi sasaran penelitian, dan informan penelitian merupakan subyek yang memahami informasi obyek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami obyek penelitian (Bungin, 2007). 3.2.1. Subyek Penelitian Dalam Penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi tetapi dinamakan situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu : tempat (place), 14

pelaku

(actors)

dan

aktivitas

(activity)

yang

berinteraksi

secara

berkesinambungan. Selain itu, penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi karena penelitian berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situai sosial yang memiliki kesamaan dengan kasus yang dipelajari. Demikian pula sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden tetapi sebagai narasumber atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian (Sugiyono, 2008). 1. Tempat 2. Pelaku : Desa Talun, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten : Masyarakat setempat, tokoh masyarakat, anggota atau kader FMD dan YANKES, tenaga kesehatan. 3. Kegiatan : Pelaksanaan FMD dan YANKES pasca erupsi merapi tahun 2010. 3.2.2. Obyek Penelitian Obyek penelitian yang akan diteliti adalah situasi sosial dalam pelaksanaan program FMD dan YANKES, sehingga peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity), dan orang-orang (actors) yang ada pada Desa Talun (place).

3.3. Jenis dan Sumber Data Pengumpulan data secara umum dapat terbagi menjadi dua macam, yaitu menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Kedua teknik pengumpulan data tersebut dilakukan dalam penelitian ini. 1. Sumber Data Primer Sumber data primer merupakan sumber data, yang langsung memberikan gambaran data kepada pengumpul data. Data primer ini diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam untuk mengetahui pendapat subyek penelitian. Pada penelitian ini, subyek penelitian adalah tokoh masyarakat, masyarakat setempat dan anggota maupun kader kesehatan dalam pelaksanaan FMD maupun YANKES di Desa Talun. 2. Sumber Data Sekunder

15

Sumber data sekunder merupakan sumber data, yang tidak langsung memberikan gambaran data kepada pengumpul data. Data sekunder ini diperoleh dengan melakukan penelusuran dokumen-dokumen yang ada terkait dengan pelaksanaan FMD maupun YANKES di Desa Talun.

3.4. Alat Penelitian Instrumen atau alat penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Validasi dilakukan oleh peneliti sendiri melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan (Sugiyono, 2008). Untuk mendukung proses pengumpulan data diperlukan juga instrumen pendukung, antara lain : 1. Pedoman wawancara 2. Perekam (recorder) 3. Kamera 4. Alat tulis 5. Buku catatan

3.5. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah teknik triangulasi, yaitu sebuah teknik pengumpulan data yang intinya menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi non partisipatif, wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi untuk sumber data yang sama serta focus group discussion (FGD). Dalam triangulasi, teknik pertama yang digunakan adalah observasi non partisipatif, pada teknik ini peneliti tidak berpartisipasi dalam kegiatan yang dilakukan, jadi seolah-olah layaknya penonton saja. Peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan tentang perilaku dari kegiatan yang diamati tersebut.

16

Teknik yang kedua adalah wawancara mendalam (indepth interview), teknik ini merupakan proses untuk memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab dan bertatap muka langsung antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai. Peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap. Pedoman wawancara yang digunakan hanya garis garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2006). Adapun yang akan diwawancara antara lain kepala puskesmas, kepala desa, bidan desa, tokoh masyarakat, anggota atau kader FMD dan YANKES, dan masyarakat setempat (Keluarga). Teknik yang ketiga adalah dokumentasi, ini merupakan cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap dan bukan berdasarkan perkiraan. Teknik dokumen ini merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Teknik yang terakhir adalah focus group discussion (FGD). Teknik ini bermaksud untuk memperoleh data dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada permasalahan tertentu. FGD menjadi amat penting untuk menghindari subyektifitas yang salah dari seorang peneliti terhadap masalah yang diteliti, maka teknik ini digunakan untuk menarik kesimpulan. Sebagaimana juga teknik lainnya, FGD dipakai untuk menghimpun data dari informan, tapi kalau metode lain peneliti memperoleh data dari informan yang bersifat pribadi tanpa melalui pengumpulan sikap dan pendapat orang lain, sedangkan melalui FGD informasi yang ditangkap peneliti adalah informasi kelompok, sikap kelompok, pendapat kelompok dan keputusan kelompok. Dengan demikian maka kebenaran informasi bukan lagi kebenaran perorangan (subyektif), karena selama diskusi berlangsung masing-masing orang tidak hanya memperhatikan pendapatnya sendiri, namun dapat juga

mempertimbangkan apa yang dikatakan oleh peserta FGD lainnya. Kemungkinan peserta FGD adalah, kader, bidan, dan masyarakat setempat. Sedangkan tokoh masyarakat ditempatkan sebagai pengamat. Data didapat dari pengamatan dan notulensi ketika diskusi berlangsung. Pelaksanaan diskusi

17

dipimpin seorang pemimpin diskusi, dan juga dapat dibantu oleh sekretaris yang akan mencatat jalannya diskusi, namun dapat juga pimpinan diskusi yang mencacat jalannya diskusi itu sendiri. Pada awal diskusi pimpinan diskusi mengarahkan fokus dan jalannya diskusi serta hal-hal yang akan dicapai pada akhir diskusi. Peserta benar-benar dihadapkan pada satu fokus persoalan dan dibahas bersama, serta pada saat diskusi berlangsung pimpinan diskusi bertanggung jawab menjaga dinamika diskusi (Darmawan, 2008).

3.6. Teknik Pemeriksaaan Keabsahan Data Menggunakan bahan referensi, yaitu pendukung untuk membuktikan data yang telah ditentukan oleh peneliti. Hasil wawancara akan didukung dengan adanya rekaman wawancara. Data tentang interaksi dengan narasumber maupun pelaksanaan penelitian akan didukung oleh dokumentasi dengan foto-foto. Data yang nantinya diperoleh akan dideskripsikan dan dikategorisasi mana pandangan yang sama, yang berbeda dan mana yang spesifik.

3.7. Tahap Penelitian Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan : 3.7.1. Tahap Persiapan Peneliti melakukan studi pendahuluan, penyusunan proposal, revisi proposal dan mengurus ijin penelitian di fakultas dan tempat penelitian. 3.7.2. Tahap Pelaksanaan 1. Kordinasi dengan pihak-pihak terkait 2. Wawancara mendalam dengan narasumber dan pengumpulan data 3. Memilah-milah data 4. Analisis data 5. Penyusunan laporan 3.7.3. Tahap Akhir Pada Tahap ini peneliti akan malakukan pendokumentasian terhadap penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk penyusunan Karya Tulis Ilmiah

18

(KTI). Hasil Akhir ini dipertanggungjawabkan di depan penguji yang merupakan salah satu prasyarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran UII Yogyakarta.

3.8. Rencana Teknik Analisis Data Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menggabungkan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2007). Berdasarkan pendekatan kualitatif yang dipilih dalam penelitian ini langkah selanjutnya adalah menggambarkan dan mengkaji secara lebih mendalam mengenai pelaksanaan kegiatan Desa Siaga di Desa Talun . Faktafakta tersebut dikumpulkan atau dilihat kejadiannya secara langsung di lapangan. Analisis data / informasi yang dilakukan menggunakan analisis tema, dimana dimulai menganalisis dari domain ke analisis tema. Adapun proses pengolahan data dengan menggunakan analisis tema dapat di urutkan sebagai berikut (Moleong, 2007) : a. Melakukan telaah seluruh data / informasi yang dikumpulkan dari Focus Group Discussion dan wawancara mendalam. b. Mereduksi data / informasi dengan merangkum dan menyimpulkan sesuai dengan data yang telah diteliti. c. Membuat susunan satuan informasi dengan membuat analisa proses dan struktur kognitif informan. d. Penentuan satuansatuan informasi dengan mendahulukan identifikasi,

kemudian memasukkan dalam kartu indeks dan diberi kode. e. Kategorisasi (pengelompokkan). Untuk menjamin validitas data dalam penelitian ini, dilakukan teknik triangulasi yang meliputi : 1) Triangulasi sumber yaitu cross chek data dengan faktafakta dari sumber lain.

19

2) Triangulasi metode yaitu menggunakan berbagai crosscheck metode pengumpulan data baik metode wawancara mendalam maupun dengan Focus Group Discussion. 3) Triangulasi data yaitu dengan meminta pendapat para ahli / pembimbing mengenai interpretasi dan analisa data yang dilakukan untuk mendapat masukan, koreksi atas kesalahan serta menghindari subjektivitas peneliti dalam analisis data.

3.9. Etika Penelitian Peneliti berusaha memperhatikan narasumber sebagai subyek penelitian yang meliputi: 1. Informed Consent. Memberikan gambaran informasi tentang mekanisme dan proses penelitian, sehingga nara sumber mampu memahami perannya serta diharapkan dapat berpartisipasi secara sukarela tanpa adanya unsur pemaksaan atau tekanan, kemudian akan diberi lembar persetujuan yang akan ditandatangani oleh calon responden. 2. Anonimity. Untuk menjaga kerahasiaan subyek, peneliti akan memberikan nomor atau kode narasumber. 3. Confidentially. Peneliti akan menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh narasumber.

3.10. Jadwal Penelitian No. Kegiatan Bulan ke (2011) 4 1 2 3 4 Penyusunan Proposal Diskusi Proposal Memasuki Lapangan, analisis domain Menentukan fokus, minitour question, analisis taksonomi V V 5 V V 6 V V V V V V 7 8 9

20

5 6 7 8 9

Tahap Seleksi Uji Keabsahan Data Membuat Draf Laporan Penelitian Diskusi Draft Laporan Penyempurnaan Laporan

V V V V V V V V V

21

You might also like