Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PE N DAH U LUAN
B. Rumusan Masalah
Agar makalah yang berjudul “Pendidikan Menengah Dalam Kebijakan
Pendidikan Nasional” ini terfokus, maka dibagi dalam kisi-kisi sebagai berikut :
1. Apakah Sistem Pendidikan Nasional ?
2. Bagaimana Kebijakan Pendidikan Menengah Dalam Sistem Pendidikan
Nasional ?
1
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta :
Pranada Media, 2004), hal. 9
1
C. Tujuan Penulisan Masalah
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan
penulisan makalah ini diarahkan untuk :
1. Untuk mengetahui hakikat Sistim Pendidikan Nasional
2. Untuk mengetahui pendidikan menengah dalam system pendidikan nasional
D. Sistematika Penulisan
Sebagai langkah akhir dalam penulisan makalah ini, maka klasifikasi
sistematika penulisannya sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan
dan rumusan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Dibahas tentang tinjauan hakikat system pendidikan nasional dan
pendidikan menengah dalam system pendidikan nasional.
Bab III : Merupakan bab terakhir dalam penulisan makalah ini yang berisikan
tentang kesimpulan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDIDIKAN MENENGAH DALAM KEBIJAKAN
PENDIDIKAN NASIONAL
2
Ibid., hal. 10-11
3
14. Tahun 2003, lahirnya undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
yaitu UU No. 20 Tahun 2003 pengganti dari UU No. 2 Tahun 1989.
Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIII, Pasal 31 ayat (2), mengamanahkan bahwa
pendidikan yang dimaksud harus diusahakan dan diselenggarakan oleh
pemerintah sebagai “suatu system pendidikan nasional”.
System pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan
terpadu : semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh
wilayah Negara; menyeluruh dalam arti kata mencakup semua jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan dan terpadu dalam arti adanya saling terkait antara pendidikan
nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan sebagai
pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tentang zaman yang berubah.
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai
berikut :3
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh
sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat
belajar;
3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk
mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai
pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan
nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
3
Dedi Hamid, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :
Durat Bahagia, 2003), hal. 38-39
4
5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
5
5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan;
6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik;
7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan
berkeadilan;
8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata;
9. Pelaksanaan wajib belajar;
10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan;
11. Pemberdayaan peran masyarakat;
12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan
13. Pelaksanaan pengawasan dalam system pendidikan nasional.4
4
Ibid.
6
pendewasaan baik dalam aspek akademik maupun kesiapan menguasai
ketrampilan hidup yang dituntut oleh dunia kerja.5
Menurut Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tingkat Menengah
menyatakan bahwa :
o Sekolah menengah umum adalah satuan pengajaran tingkat menengah
yang melaksanakan proses belajar-pembelajaran dengan mengutamakan
pada penanaman dan penumbuhan sikap ilmiah.
o Sekolah menengah alternative adalah bentuk satuan pengajaran tingkat
menengah yang melaksanakan proses belajar-pembelajaran dengan
memberi kesempatan kepada siswa untuk memilih, mengikuti, dan
memperoleh program dan kemampuan bervariasi sesuai dengan potensi
yang dimilikinya dan dengan bobot yang dibakukan.6
5
Miarso,Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta : Prenada Media, 2004), hal. 322
6
Ibid., hal. 690
7
saja, yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik pribadi, serta selaras
dengan ketutuhan masyarakat dan lingkungan.
Pengertian “pendidikan alternative” meliputi sejumlah besar cara
pemberdayaan peserta didik/warga belajar yang dilakukan berbeda dengan
cara yang konvensional. Meskipun caranya berbeda, namun semua pola
pendidikan alternative mempunyai tiga kesamaan yaitu : (1) pendekatannya
yang bersifat individual; (2) memberikan perhatian lebih besar kepada peserta
didik/warga belajar, orang/keluarga mereka, dan para pendidik, dan (3)
dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan kondisi lingkungan.7
Adapun bentuk pendidikan alternative adalah :
o Pendidikan di rumah (home schooling) yang diselenggarakan oleh orang
tua/keluarga.
o Pendidikan di tempat ibadah, termasuk pendidikan pesantren.
o Pendidikan bagi peserta didik/warga belajar yang bermasalah (mereke
yang menjadi korban kemiskinan, kriminalitas, pertikaian, dan lain
sebagainya) seperti pendidian bagi anak jalanan.
o Pendidikan terprogram seperti yang pernah diujicobakan melalui proyek
PAMONG (Pendidikan Anak oleh Masyarakat, Orang Tua, dan Guru)
o Pendidikan berbasis masyarakat (communityh-based education), termasuk
KEJAR Paket A dan B, dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat).
o Pendidikan terbuka, seperti misaslnya SLTP Terbuka dan Madrasah
Tsanawiyah Terbuka.
2. Jenjang Pendidikan
a. Lembaga Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang.
7
Ibid., hal. 697-698
8
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Pasal
18 menyatakan bahwa jenjang pendidikan menengah adalah sebagai
berikut : 8
(1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
8
Dedi Hamid, Undang-Undang……………………., hal. 10
9
Departemen Agama RI, Peraturan Menteri Agama RI Nomor 37 tahun 1993 tentang Madrasah
Aliyah Keagamaan, (Jakarta : Departemen Agama, 1993).
9
Dari konsep tersebut di atas, sistem pendidikan boarding school seolah
menemukan pasarnya. Dari segi sosial, sistem boarding school
mengisolasi anak didik dari lingkungan sosial yang heterogen yang
cenderung buruk. Di lingkungan sekolah dan asrama dikonstruksi suatu
lingkungan sosial yang relatif homogen yakni teman sebaya dan para guru
pembimbing. Homogen dalam tujuan yakni menuntut ilmu sebagai sarana
mengejar cita-cita.
Dari segi ekonomi, boarding school memberikan layanan yang paripurna
sehingga menuntut biaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu anak didik
akan benar-benar terlayani dengan baik melalui berbagai layanan dan
fasilitas. Terakhir dari segi semangat religiusitas, boarding school
menjanjikan pendidikan yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan
ruhani, intelektual dan spiritual. Diharapkan akan lahir peserta didik yang
tangguh secara keduniaan dengan ilmu dan teknologi, serta siap secara
iman dan amal soleh.
Nampaknya, konsep boarding school menjadi alternatif pilihan sebagai
model pengembangan Pendidikan Pesantren yang akan datang.
Pemerintah diharapkan semakin serius dalam mendukung dan
mengembangkan konsep pendidikan seperti ini. Sehingga, Pendidikan
Pesantren menjadi lembaga pendidikan yang maju dan bersaing dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berbasis pada
nilai-nilai spiritual yang handal.
10
c. Lembaga Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan keluarga dan lingkungan
berbentuk belajar secara mandiri.
11
i. Keterampilan/kejuruan; dan
j. Muatan Lokal.
(Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Pasal 37)
11
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidkan, (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2007), hal. 68
12
o Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK
bertujuan: Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya
13
rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni
dan budaya, dan pendidikan jasmani.
o Kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bertujuan:
mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta
didik.
o Pada satuan pendidikan SD/MI/SDLB/Paket A, tujuan ini dicapai
melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan,
dan muatan lokal yang relevan,
o Pada satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB/Paket B, tujuan ini dicapai
melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan,
dan/atau teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang
relevan
o Pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/Paket C, tujuan ini dicapai
melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan,
teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan
o Pada satuan pendidikan SMK/MAK, tujuan ini dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan
komunikasi, serta muatan lokal yang relevan
o Kelompok mata pelajaran Estetika bertujuan: membentuk karakter
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan
pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau
kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal
yang relevan.
14
o Kelompok mata pelajaran Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
bertujuan: membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan
rohani, dan menumbuhkan rasa sportivitas. Tujuan ini dicapai melalui
muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan
kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
4. Guru / Pendidik
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Pasal 42,
menyatakan bahwa :12
(1) Pendidikan harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai
dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan menengah
dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.
(3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
12
Dedi Hamid, Undang-Undang…………………, hal. 22
13
Departemen Agama, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Departemen Agama, Kantor Wilayah Provinsi Jawa Timur, 2005, hal.
20
15
(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang
dibuktikan dengan ijazah dan / atau sertifikasi keahlian yang relevan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi :
a. Kompetensi pedagogic;
b. Kompetensi kepribadian;
c. Kompetensi professional;
d. Kompetensi social.
(4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan / atau sertifikasikeahlian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang
diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati
uji kelayakan dan kesetaraan.
(5) Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan
oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
16
c. Sertifikasi profesi guru untuk SMA/MA.
(2) Pendidik pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat memiliki :
a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1);
b. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
c. Sertifikasi profesi guru untuk SMK/MAK.
17
yang mesti dimiliki oleh seorang tenaga pendidik. Pertama, keompetensi
keilmuan, pendidik mesti memiliki ilmu yang mengantarkan dia layak
untuk mengajar, sebab salah satu tugas pokoknya adalah transfer ilmu.
Kedua, kompetensi keterampilan mengomunikasikan ilmunya kepada
peserta didik. Ketiga, kompetensi manajerial, mencakup tentang
kepemimpinan guru, supervisor, administrator, dan lain sebagainya.
Keempat, kompetensi moral akademik, dari segi moral, pendidik mesti
menjadi contoh panutan. Pendidik tempat murid berkaca.16
b. Kurikulum
Ada beberapa persoalan berkenaan dengan ini. Pertama, beban kurikulum
pada lembaga-lembaga pendidikan menengah lebih berat dari lembaga
pendidikan lainnya. Sebab ada keinginan agar peserta didik dapat
memiliki bekal ilmu pengetahuan umum dan agama secara seimbang.
Kedua, isi kurikulumnya agar dapat membentuk manusia profesionalis
guna memiliki keterampilan tertentu sebagai bekal dalam memasuki dunia
kerja.17
16
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta : Prenada Media, 2004), 112-113.
17
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam ……………………, hal. 18
18
itu pemberdayaan yang diharapkan dari partisipasi steakholder masih
kurang.
Ditinjau dari segi pengembangan pendidikan Islam ke depan ada masalah
yang bersifat epistimologi keilmuan, yakni bagaimana merancangkan
terintegrasinya ilmu-ilmu yang selama ini digolongkan kepada perennial
knowledge dengan acquired knowledge. Di Indonesia upaya ini telah
dilakukan langkah-langkahnya. Pertama, memasukkan mata pelajaran
agama ke sekolah-sekolah umum. Kedua, sekolah umum plus madrasah
diniyah. Ketiga, memasukkan mata pelajaran agama ke sekolah umum.
Keempat, Madrasah SKB Tiga Menteri tahun 1975. Kelima, program IDI
(Islam untuk Disiplin Ilmu). Keenam, madrasah sebagai sekolah yang
berciri khas agama Islam. Langkah-langkah yang belum selesai adalah
soal Islamisasi ilmu atau setidaknya ilmu yang berwawasan Islam.18
Pendidikan Islam semakin kukuh kedudukannya setelah masuk dan
inklusif dalam system pendidikan nasional yang diatur dalam UU No. 2
Tahun 1989 yang selanjutnya diatur pula serangkaian, Peraturan
Pemerintah yang berkenaan dengan pendidikan yang relevan dengan UU
No. 20 Tahun 2003.
Untuk mengukuhkan eksistensi pendidikan Islam di Indonesia, maka
usaha ke depan adalah bagaimana memberdayakannya dan
mengembangkannya. Untuk memberdayakannya perlu dicarikan way out
atau solusi dari berbagai problema yang sedang dihadapi-tenaga pendidik,
sarana fasilitas, kurikulum, structural dan cultural.
III
KESIMPULAN
19
nasional dan kajian empirik, ilmiah akan memberikan model konsep yang relevan dan
ideal, dengan orientasi utama pengelolaan manajemen sekolah yang otonom dan
efektif.
Pendidikan menengah merupakan bentuk minimal dari manajemen
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang harus terus dikembangkan secara
konseptual, strategi dan pengembangan implementasi pada satuan pendidikan. Oleh
sebab itu sangat diperlukan keterlibatan berbagai pihak yang kompeten untuk
mewujudkan hal tersebut.
BIBLIOGRAPY
20
Departemen Agama RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (Surabaya : Departemen Agama,
Kantor Wilayah Provinsi Jawa Timur, 2005).
Departemen Agama RI, Peraturan Menteri Agama RI Nomor 37 tahun 1993 tentang
Madrasah Aliyah Keagamaan, (Jakarta : Departemen Agama, 1993)
Departemen Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
23 Tahun 2006 tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional, 2006).
Hamid, Dedi, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta : Durat Bahagia, 2003).
Miarso, Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta : Prenada Media,
2004).
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : Raja Grafindo, 2005).
Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta : Prenada Media, 2004)
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007).
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989, Undang-Undang tentang Pendidikan
Nasional, (Semarang : Tugu Muda, 1989).
Undang-Undang Sisdiknas, UU No. 20 Tahun 2003, (Jakarta : Departemen Agama
RI, 2003).
Semoga Bermanfaat
21