Professional Documents
Culture Documents
I
PEMBUKAAN
II
PEMBAHASAN
6
Diantara contoh penghormatan bangsa Mongol terhadap rajanya adalah : a. Taat buta sesuai dengan
kemampuannya. b. Rakyat Mongol harus menyerahkan anak gadisnya yang berparas cantik kepada rajanya untuk
diperistri dan para pembantunya diberi kebebasan untuk memilih sisanya. c. Mereka memanggil rajanya dengan
nama aslinya. d. Barangsiapa berjalan melewati orang yang sedang makan, ia boleh ikut nimbrung makan
bersamanya tanpa minta izin terlebih dahulu. e. Para ilmuwan mereka tidak bisa dikenakan tindakan hukum. f.
Tamu tidak boleh berdiri di depan pintu dan tidak boleh mencuci bajunya kecuali jika sudah kelihatan kotor. Lihat
: Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wa an-Nihayah (Beirut : Dar al-Fikr, 1983), Jilid XIII. 119.
7
Ali Mufrodi, Dr., Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 128.
10
Syiah Ismailiyah adalah sekte syiah yang berbeda dengan sekte Syiah lainnya, seperti Syi’ah
Mausumiyyah dan Syi’ah Itsnah ‘Asy’ariyahhah. Ismai’liyyah berpendapat bahwa imam yang terakhir adalah
Isma’il bin Ja’far. Faham Isma’iliyyah menyatakan bahwa imam itu hanya sampai hitungan tujuh, dengan
argumentasi bahwa hari dalam satu pekan, hanya ada tujuh, langit juga tujuh dan bintang pun juga tujuh.
Disamping itu juga, sekte ini sangat mengedepankan akal. Lihat : Syaharastani, Milal Wa an-Nihal (Beirut : Dar
al-Fikr, 1997), 153-155
11
Dia adalah seorang perdana menteri yang beraliran Syi’ah Rafadh. Pada tahun 642 H/1244 M,
khalifah dinasti Fathimiyyah, Mu’tashim Billah mengangkat perdana menteri dari aliran Syi’ah Rafadh. Perdana
menteri ini sangat berambisi untuk merampas tahta khilafah dari tangan Abbasiyyah kemudian diserahkan kepada
dinasti Fathimiyyah, dan kesempatan emas dia peroleh tatkala pasukan Mongol menyerbu wilayah-wilayah Islam.
Ia aktif mengadakan kontak dan korespondensi dengan pasukan Mongol dan mendukung mereka menyerang
Baghdad. Jika ia mendapatkan surat balasan dari pasukan Mongol, maka surat tersebut ia rahasiakan dan tidak dia
laporkan kepada khalifah. Sebaliknya hal yang berkaitan dengan khalifah Bani Abbasiyyah, ia beberkan secara
transparan kepada pasukan Mongol. Lihat : As-Suyuti : Tarikh al-Khulafa’ (Beirut : Dar al-Fikr, 1990), 465.
Puncak kemarahannya adalah ketika Baghdad pada 655 H / 1257 M. Kaum Suni dan Syi’ah Rafidh berperang, dan
pada akhirnya dimenangkan oleh Sunni, kemuan orang-orang Sunni merampas rumah-rumah mereka termasuk
rumah-rumah kerabat perdana menteri tersebut. Factor inilah yang memicu Ibnu al-Qami’ berkompromi dengan
pasukan Mongol. Lihat : Al-Bidayah wan-Nihayah, Jilid XIII, 196.
13
Nourouzzaman Shiddiq, H., Dr., Pengantar Sejarah Muslim, (Yogyakarta : Mentari Masa
Yogyakarta, Cetakan ke II, 1989), hal. 74.
III
KESIMPULAN
Sesungguhnya invansi pasukan Mongol terhadap Negara-negara Islam adalah
tragedi besar yang tidak ada tandingannya sebelum ini dan sesudahnya. Kendati
sebelumnya di dahului oleh perang Salib, apalagi melihat peristiwa hancurnya ibu
kota Dinasti Abbasiyah yaitu Baghdad.
Dari sini, penulis akan menyimpulkan beberapa faktor hancurnya wilayah-
wilayah Islam yang termasuk didalamnya adalah Bagdad, diantaranya adalah :
Terjadinya perpecahan dan konflik internal kaum muslimin.
Setiap amir atau khalifah hanya perhatian kepada wilayahnya saja, tanpa beban
ketika ada suatu wilayah Islam lainya jatuh di tangan musuh.
Kurang professional dalam mengangkat pejabat Negara, terutama dalam bidang
politik dan militer.
Kurangnya jiwa revolosioner di kalangan ummat Islam, mereka banyak terjun di
dunia sufi, fiqh, dan teologi.
BIBLIOGRAPHY
Ali Mufrodi, Dr, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat : Logos Wacana
Ilmu, 1997).
Arthur N. Waldron, The Mongol Period History of The Muslim Word (USA :
Markus Wiener, 1994).
As-Suyuti, Tarikh al-Khulafa’ (Beirut : Dar al-Fikr, 1990)
Badri Yatim, Dr., Sejarah Peradapan Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2000).
David Morgan, The Mongols (Cambridge : Black Well, 1986)
Hamka, Prof., Dr., Sejarah Umat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, Cetakan ke IV,
1981)
Ibnu Atsir, Al-Kamil Fi at-Tarikh (Beirut : Dar al-Fikr, 1986)
Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wa an-Nihayah (Beirut : Dar al-Fikr, 1983)
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies (USA : Cambridge University Press,
1988)
Joesoef Sou’ib, Sejarah Daulat Abbasiyah III, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978)
Nourouzzaman Shidiqi, H., Dr., MA., Pengantar Sejarah Muslim, (Yogyakarta :
Mentari Masa, Cetakan ke II, 1989)
Syaharastani, Milal Wa an-Nihal (Beirut : Dar al-Fikr, 1997)