Professional Documents
Culture Documents
64 HALAMAN
PROFIL
HAL. 63
KILAS KABAR
HAL. 44-62
Beranda
Editorial
Van heLsing vs Count draCuLa : kaLa hati tak Lagi mendengar
buLan Syawal telah berlalu, suasana Lebaran pun sudah betul-betul hilang. Hiruk pikuk perbedaan hari lebaran-pun sudah sirna ditelan waktu. Saat ini yang terasa adalah awal-awal dijelangnya Iedul Adha, atau juga yang popular dengan sebutan Lebaran Haji. Akankah terjadi kembali perbedaan hari tersebut? Alangkah naf-nya, jika telah Wukuf di Arafah, tetapi Iedul Adha belum terjadi di Bogor. Bukankah Haji adalah Wukuf? Negeri ini memang penuh ketidakpastian, dan kepastian yang ada hanyalah ketidakpastian. Tapi, apakah kita hanya berdiam diri, berpangku tangan, atau bahkan tidur dan tidak mau tahu ketidakstabilan sosial yang terjadi akibat ketidakpastian tersebut ? Seharusnya tidak, karena Tuhan telah memerintahkan kita untuk selalu berusahabekerja-berupaya yang diiring doa, walaupun badai menerpa, walaupun ada kegagalan, walaupun tidak didengar, walaupun beresiko, walupun dimusuhi, sepanjang kita benar [Di Mata Tuhan Benar], kita tidak boleh berhenti, karena Tuhan Tidak Tidur. Tuhan tidak pernah memerintahkan kita untuk berhasil, dan Tuhan tidak pernah memerintahkan kita untuk putus asa dan menyerah [tanpa perlawa nan]. Bogor+ edisi 13, masih bermaterikan sekitar Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan [BPK] RI terhadap Pemerintah Kota Bogor, terutama segi kepatuhan terhadap perundang-undangan. Sekali lagi, Kota Bogor masih sering mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian dari Laporan dimaksud, Padahal, menurut BPK RI sendiri, dalam siaran persnya, Wajar Tanpa Pengecualian saja tidak berarti bebas korupsi. Ulangi, tidak berarti bebas koruPsi !!! Dalam temuantemuan Bogor+, banyak terlihat bahwa ada ketidakpatuhan-ketidakpatuhan dari pelaksanaan penggunaan uang-uang rakyat, walaupun sebagian besar secara administratif ataupun akuntansi, telah diselesaikan melalui rekomendasi atau teguran. Sepertinya tidak ada masalah pidana dengan kesalah-penggunaan uang rakyat itu. Malah-malah, untuk memastikan adanya kerugian Negara/Daerah [dimakannya uang rakyat], dalam proses penyelidikan/penyidikan, Laporan hasil Audit yang merupakan produk dari Lembaga Tinggi Negara [BPK], walaupun apabila sudah dinyatakan ada kerugian Negara/Daerah, tetap harus diperiksa kembali oleh BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, sebuah lembaga Auditor Presiden] yang derajat ketatanegaraannya serta independensi kelembagaannya masih jauh di bawah BPK RI. Tanpa bermaksud mendeskriditkan peran-peran lembaga yang ada, jelasnya birokrasi penghitungan kerugian tersebut, sangat jelas dan gamblang merupakan salah satu hambatan terbesar pemberantasan korupsi [q.q pembersihan Kota Bogor]. Dalam edisi ke 13 ini juga, kembali lagi Bogor+ memperdalam investigasi dan pengkajian jurnalistik-nya mengenai Bogor+ adalah kampret ! Apakah keadilan dan kepekaan telah mati, hati nurani sudah menjadi tuli ? Untuk itulah jangan muluk bebersih Indonesia, bersihkan dulu saja Kota Bogor. Pemberantasan Korupsi di Kota Bogor, jauh api dari panggang. Seluruh kesedihan dalam Bogor+ edisi 13, seperti yang dipaparkan sebelum paragraf ini, sedikit terobati dengan adanya Program Polisi Peduli Sekolah, yang dirintis oleh Polres Bogor Kota, sebuah wujud nyata program kemitraan, dengan membangkitkan partisipasi masyarakat melalui Corporate Social Responsibility pelaku usaha [yang peduli] di Kota Bogor. Selain itu yang juga cukup menyejukan, ternyata beberapa kelompok masyarakat dan guru, lebih memperdalam lagi siswa-siswa mereka yang berkategori Cerdas Istimewa + Berbakat Istimewa [CI+BI], yang dipelopori diantaranya oleh SD Bina Insani. semoga editorial ini dapat mengetuk hati pembaca, untuk melawan dengan militan, berkesinambungan, bahumembahu, menjadi abraham van helsing menyelamatkan kota bogor, dan menyingkirkan koruptor - sang dracula beserta Vampire-nya, penghisap uang rakyat ! selamat menikmati bogor+ salam damai & merdeka !!! andrea hape Pimpinan redaksi skandal TPPAS Kayumanis. Beberapa surat Bogor+, sebagai media kontrol sosial, tentang upaya pelurusan skandal tata ruang untuk TPPAS Kayumanis, terabaikan begitu saja oleh para pejabat yang berkompeten. Pemikiran Bogor+ diterima bagaikan anjing menggonggong, kalah-pun berlalu. Sungguh miris, ketika media sebagai pilar demokrasi keempat, memberikan bukti dan kajian yang akurat, tetap tidak dapat menghentikan kekeliruan dan penyimpangan skandal tata ruang tersebut. Selain itu, faktanya, upayaupaya penolakan TPPAS Kayumanis melalui unjuk rasa, juga tidak didengar, masyarakat terabaikan begitu saja. Apa lagi proses penyidikannya, sudah di depan mata, berpotensi kuat akan terhambat oleh penentuan kerugian negara/daerah, yang seharusnya cukup dengan adanya potensi, tidak perlu harus nyata rugi. Belum lagi, pernyataan optimis Sekda Kota Bogor, yang menegaskan bahwa di Kota Bogor Tidak Ada Korupsi, seolah memastikan, setidaknya perkara Korupsi apapun dari Kota Bogor, di Pengadilan Tipikor nanti, kemungkinan besar tidak akan terbukti. Hal yang membuat parah [bagi mereka yang memahami], beberapa oknum yang bermasalah baik di Laporan BPK, maupun di TPPAS Kayumanis, justru saat ini menjabat posisi tertentu pada saat reshue di Pemkot Bogor, terkecuali yang pensiun. Keadaan ini, mencerminkan pengua- sa yang berkuasa, rakyat hanya jelata, dan
Lensa Warga
Pemilihan RT Dan RW Kel. Menteng Kec. Bogor Barat
Warga Kelurahan Menteng menggelar pemilihan untuk Ketua RT1,2, 3 dan RW 2. Dengan kandidat sebanyak 9 orang yang terbagi menjadi RT1, dua orang; RT 2, tiga orang; RT 3, dua orang sedangkan untuk ketua RW ada dua orang. Pemilihan ini digelar di halaman sebuah Toko di jalan DR Semeru dengan system satu kali putaran, dan jika tidak ada yang mencapai 50 %, panitia akan menjempit bola. Karena tidak ada putran kedua. Pelaksanaan pemilihan RT dan RW ini didakan pada Minggu, 9 Aktober 2011. Nurlan, Panitia Pemilihan RT dan RW, Kelurahan Menteng, Bogor Barat
Redaksi Bogor +
Penerbit: PT. Kreatif Sembilan Belas, PimPinan Perusahaan: Muhammad Jusril, SH., PimPinan redaksi: Andrea Hape, redaktur : Egi G, Arief Rachman, SH, M.Hum, Imam Muhazir, researCh desk: Ricky Ismail WR, SH., Melani Yusuf, SH., Rosiana Sinurat, SH., Muhammad Hidayat, SH., sekretaris redaksi: Amalia Sagita, editor: Amalia Sagita, Faisal Abduh sPi : Dian Danurwenda, SH, Rachmat, rePorter: Amir Syahrudin (kor.Lip), Bima Chakti, S.Sos, Sugeng Waluyo, Irnanda Ulfa , Wina Febrian, Wina Ayuningtyas, Kurniadi, Dani Ramdani, Wawan Supriatna kontributor: Bagja S Alam, Sofie Trimeita, Nadya Pramudita, Ertina RP, Idha, Faisal Abduh, Agung S, Angga Purnama, Boby Satriya, Doni Eka, Herlambang, Imron D, Rudi AA Wijaya, magang: Devita RS, Jonathan M, Rendi AF PhotograPher: Amir Syahrudin, Muhammad Faisal, Fahmi H, desain: Fahmi H, Riza Nugraha, Muhammad Adri, Ertina RP, tata Letak: Imam Muhazir distribusi : Dede K, Agus Jaelani, Haris, Radian manajer marketing dan hubungan instansi : Gunawan Zulkarnaen, tim marketing dan Promosi : Firmansyah, Neysa, Dede K, Agus Jaelani, Haris, it & Web : Bimandika Hasanah (spv), Muhammad Adri, manajer keuangan, umum dan Pajak : Rositawati, SE, Pajak : Risa Trisna, SE., bagian umum dan administrasi: Rahmat (spv), Supriadi, Johan, Agus, Kusman, Esya, Sholeh bagian hukum : Mulyadi M Phillian, BIL., SH., MSi., M. Iqbal, SH., aLamat Perusahaan / redaksi: Jl. Ciparahiang No. 1 Cidangiang Kel. Tegallega - Kec. Bogor Tengah - Bogor 16124, Phone: (+62.251) 8317258, 8327108, Fax: (+62.251) 8355433, Website : www.bogorplus.com, Email : bogor.plus@gmail.com, Follow Us on Twitter: bogorplus, PO.Box: 200 BOO 16002 Bogor, PerCetakan: PT. Aliansi Temprina Nyata Grafika, isi diLuar tanggung jaWab PerCetakan
Liputan Utama
Liputan Utama
4
apa yang telah disusun agar mendapatkan realisasi keuangan dan capaian kinerja semaksimal mungkin. Penatausahaan berarti kegiatan pencatatan administrasi dan keuangan dalam pelaksanaan APBD sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pertanggungjawaban APBD adalah laporan yang disusun berdasarkan hasil dari proses akuntansi yang wajib dilaksanakan oleh setiap pengguna anggaran, kuasa pengguna dan pengelola BUD.
adanya hubungan erat yang terjalin antara proses perencanaan aktitas (strategis) dengan perencanaan keuangan (penganggaran) sebagai landasan dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal tersebut terdapat dalam Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Suatu perencanaan strategis harus dijabarkan dalam suatu penganggaran yang membutuhkan suatu kerangka berupa rencana strategis yang dikristalisasi dalam suatu prioritas-prioritas anggaran. Jika tahap perencanaan daerah telah benar-benar menyatu dengan tahap penganggaran daerah maka produk APBD dapat benar-benar mencerminkan kehendak dan tujuan-tujuan yang diinginkan dalam rencana strategis daerah. Penganggaran daerah tersebut meliputi siklus antara lain tahapan penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban APBD. Tahapan penyusunan APBD adalah tahap perencanaan rencana kerja dan anggaran yang akan merujuk kepada rencana pembangunan berjangka hingga tersusun rancangan untuk APBD tersebut. Pelaksanaan APBD ialah realisasikan APBD dengan atas
Penyusunan aPbd
Penyusunan APBD merupakan tahap perencanaan rencana kerja dan anggaran yang akan merujuk kepada rencana pembangunan berjangka hingga tersusun rancangan untuk APBD tersebut. Proses penyusunannya dimulai dari rancangan pembangunan jangka panjang yang merupakan landasan untuk penyusunan APBD. Setelah rencana kerja peme- rintah daerah telah dirampung, pemerintah daerah menyusun anggaran untuk pendapatan dan belanja satu tahun ke depan yang disahkan dalam APBD.
Berdasarkan UU No. 25/2004 Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3), adapun pihak-pihak dan dokumen yang terkait dengan perencanaan pembangunan daerah, yakni Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
perguruan tinggi, serta kalangan dunia usaha) guna menyerap keinginan, harapan, dan aspirasi masyarakat.
daerah (renstrada). Penyusunan RPJMD dapat dilakukan dengan menyiapkan rancangan awal rencana pembangunan, rancangan rencana kerja, musyawarah perencanaan pembangunan dan penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
jakan Umum APBD (KUA) dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), penyusunan RKASKPD, penyusunan RAPBD serta pembahasan dan penetapan APBD. Tahapan penyusunan APBD tersebut juga merujuk pada UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 33 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
5
menyusun rancangan awal KUA yang terdiri dari pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pusat daerah, prinsip dan kebijakan penyusunan APBD, teknik penyusunan APBD dan hal-hal khusus lainnya. Setelah itu, rancangan awal KUA ini disampaikan kepada Sekretaris Daerah (Sekda). Rancangan awal KUA ini kemudian disetujui oleh Sekda dan rancangan tersebut disampaikan kepada Kepala Daerah dan DPRD untuk dibahas bersama sehingga menghasilkan KUA dan Nota kesepakatan KUA. KUA dan Nota Kesepakatan KUA yang telah dihasilkan, TAPD menyusun rancangan awal PPAS yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu menentukan skala prioritas, menentukan urutan program tiap urusan, dan menyusun plafon anggaran sementara tiap program. Rancangan awal PPAS ini disampaikan kepada Sekda. Setelah disetujui oleh Sekda, rancangan tersebut disampaikan kepada Kepala Daerah dan DPRD untuk dibahas bersama sehingga menghasilkan Prioritas Plafon Anggaran (PPA) dan Nota kesepakatan PPA.
Liputan Utama
dar belanja, dan standar satuan harga. Surat tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh semua SKPD dengan melakukan penyusunan RKA-SKPD. TAPD menyerahkan seluruh dokumen terkait kepada Sekda untuk dipertimbangkan kesesuaiannya dan apabila telah disetujui oleh Sekda, lampiran tersebut diserahkan kepada kepala daerah untuk diotorisasi. Setelah otorisasi selesai, kepala daerah memberikannya kepada Sekda kembali untuk menyusun RKA-SKPD oleh tiap SKPD sehingga menghasilkan RKA-SKPD.
Penyusunan rka-skPd
Berdasarkan Nota Kesepakatan KUA dan PPA tersebut, kepala daerah menyampaikan Surat Edaran (SE) tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD yang mencakup PPA untuk setiap program SKPD dan rencana pendapatan dan pembiayaan, sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD sesuai dengan SPM, batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD, hal-hal lain yang mendapatkan perhatian dari SKPD, serta lampiran berupa KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA-SKPD, analisis stan-
aLur Proses Penyusunan rka-skPd tersebut daPat diLihat daLam skema di baWah ini:
raPbd
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) menggabungkan RKA-SKPD menjadi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD untuk dibahas dan memperoleh persetujuan bersama dengan DPRD sebelum diajukan dalam proses evaluasi. Proses penetapan Perda APBD baru dapat dilakukan jika Mendagri/Gubernur menyatakan bahwa Perda APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Dalam kasus tertentu dimana DPRD tidak mengambil keputusan bersama, kepala daerah dapat menyusun Peraturan Kepala Daerah tentang APBD. Dengan demikian, penyusunan APBD me rupakan tahap awal dari keseluruhan siklus pengelolaan APBD dengan output berupa APBD yang secara materiil dan formil siap digunakan atau direalisasikan sebagai salah satu komponen utama dalam pengelolaan keuangan daerah. Agar kualitas APBD memenuhi kriteria yang diinginkan, ada berbagai syarat dan prosedur penyusunan yang harus dipenuhi, yaitu formulasi kebijakan anggaran dan perencanaan operasional anggaran yang mengacu pada formulasi kebijakan.
Pelaksanaan APBD merupakan proses pengelolaan APBD setelah penyusunan anggaran. Pada tahap pelaksanaan APBD, intinya adalah bagaimana merealisasikan APBD dengan sebaik-baknya atas apa yang telah disusun agar mendapatkan realisasi keuangan dan capaian kinerja semaksimal mungkin. Pelaksanaan APBD diawali dengan penunjukkan pejabat pengelola keuangan daerah oleh kepala daerah, yang terdiri atas beberapa unsur terkait berikut:
jabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi skPd yang dipimpinnya. 5) kuasa Pengguna anggaran (kPa), yaitu pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi skPd. 6) Pejabat Pelaksana teknis kegiatan
9) bendahara Penerimaan Pembantu adalah pejabat yang ditunjuk untuk membantu bendahara penerimaan dalam menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan aPbd dan skPd. 10) bendahara Pengeluaran, yaitu pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menata usahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan aPbd dan skPd. 11) bendahara Pengeluaran Pembantu
1) PPkd selaku bendahara umum daerah (bud), yaitu kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut PPkd yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan aPbd dan bertindak sebagai bud. 2) kuasa bendahara umum daerah (kuasa bud) adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas bud.
(PPtk) adalah pejabat pada unit kerja skPd yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai bidang tugasnya. 7) Pejabat Penatausahaan keuangan satuan kerja Perangkat daerah (PPkskPd) adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada skPd. 8) bendahara Penerimaan, yaitu pejabat
adalah pejabat yang ditunjuk untuk membantu bendahara pengeluaran dalam menerima, menyimpan, membayarkan, menata usahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan aPbd dan skPd. 12) badan, Lembaga keuangan atau kantor pos yang ditunjuk oleh pemerintah daerah dalam hubungannya dengan peran mereka dalam pengelolaan aPbd.
3) Pembantu bendahara umum daerah merupakan PPkd yang bertindak dalam kapasitas sebagai pembantu bendahara umum daerah. 4) Pengguna anggaran (Pa) adalah pe-
fungsional yang ditunjuk untuk mene rima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan aPbd pada skPd.
PeLaksanaan aPbd
Liputan Utama
Selanjutnya, pejabat pengelola keuangan daerah tersebut dalam pelaksanaan APBD terbagi dalam dua fungsi, yaitu Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dan
6
barang yang bertugas untuk menerbitkan surat ketetapan retribusi berdasarkan SPD, pejabat penatausahaan keuangan SKPD yang bertugas untuk memverifikasi dokumen Surat Permintaan Pembayaran Langsung/Uang Persediaan/Ganti Uang Persediaan/ Tambahan Uang Persediaan (SPP LS/UP/GU/TU) berdasarkan SPD dan menerbitkan SPM yang ditanda tangani oleh Prioritas dan Plafon Anggaran SKPD (PPASKPD) untuk kemudian diverikasi oleh PPKD selaku BUD/kuasa BUD, bendahara pengeluaran yang bertugas untuk menerbitkan SPP UP/GU/TU, bendahara penerimaan yang bertugas membuat Surat Tanda Setoran (STS) dan bukti penerimaan lainnya, serta PPTK yang bertugas membuat SPP-LS. Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Hasil yang diterima SKPD tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali sesuai atau ditentukan peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetorkan ke rekening kas umum daerah paling lambat satu hari kerja. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan APBD dan berlandaskan pada prinsip hemat, tidak mewah, efektif, esien dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika dananya tidak cukup tersedia dalam APBD. Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Dalam persiapan dokumen anggaran, PPKD memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD (DPA- SKPD) dengan jatuh tempo tiga hari hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan. Rancangan DPASKPD tersebut merinci sasaran yang hendak dicapai, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut dan rencana penarikan dana setiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan.
SKPD. SKPKD terdiri atas PPKD selaku BUD/ kuasa BUD yang memiliki tugas untuk menyusun draf Surat Penyediaan Dana (SPD) untuk kemudian diterbitkan dalam suatu SPD, melakukan verikasi dokumen Surat Perintah Membayar Langsung/Uang Persediaan/Ganti Uang Persediaan/Tambahan Uang Persediaan (SPM-LS/UP/GU/TU), menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan menerbitkan surat ketetapan pajak daerah. Sementara itu, pada tingkat SKPD, terdapat pejabat-pejabat pelaksana APBD yang terdiri atas pejabat pengguna anggaran/-
Proses kerja PeLaksanaan aPbd daPat diLihat daLam bagan di baWah ini:
7
Penyusunan dokumen PeLaksanaan anggaran skPd (dPa-skPd)
DPA-SKPD merupakan dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembia yaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran/pengguna barang. Suatu dokumen pelaksanaan pendapatan memuat informasi tentang kelompok, jenis, objek dan rincian objek pendapatan daerah yang dipungut /dikelola/diterima SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dokumen pelaksanaan belanja memuat informasi tentang kelompok belanja tidak langsung dan kelompok belanja langsung yang masing-masing diuraikan menurut jenis, objek dan rincian objek belanja. Sementara itu, dokumen pelaksanaan yang terkait dengan pembiayaan memuat informasi tentang kelompok penerimaan pembiayaan yang dapat digunakan untuk menutup desit APBD dan pengeluaran pembiayaan yang digunakan untuk memanfaatkan surplus APBD yang diuraikan menurut jenis, objek dan rincian objek pembiayaan. Penyusunan DPA-SKPD diperlukan informasi secara akurat dan sinkron terkait dengan belanja berdasarkan urusan pemerintahan, organisasi, serta prestasi kerja yang dicapai oleh suatu program. Informasi belanja berdasar urusan pemerintah daerah memuat bidang urusan pemerintah daerah yang dikelola sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi. Terkait dengan organisasi, informasi yang dibutuhkan memuat nama organisasi atau SKPD selaku peng2.3. DPA-SKPD(rincian anggaran belanja 4) berdasarkan hasil verikasi tersebut, 2.2. DPA-SKPD(rekapitulasi rincian anggaran belanja langsung menurut program dan kegiatan satuan kerja perangkat daerah). 2. beLanja 2.1. DPA-SKPD(rincian anggaran belanja tidak langsung satuan kerja perangkat daerah). 3) taPd melakukan verikasi terhadap rancangan dPa-skPd bersama-sama dengan kepala skPd paling lambat lima belas hari kerja terhitung sejak ditetapkannya peraturan kepala daerah tentang penjabaran aPbd. guna anggaran/pengguna barang. Selanjutnya, informasi prestasi kerja yang hendak dicapai terdiri dari indikator, tolak ukur kerja, dan target kinerja. Informasi yang berkaitan dengan belanja langsung memuat belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal yang tercantum di DPA-SKPD pada masing-masing SKPD. Sedangkan untuk belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tak terduga yang dicantumkan dalam DPA-SKPD hanya ada pada SKPKD. Penyusunan DPA-SKPD juga menekankan informasi mengenai rencana penarikan dana untuk pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan setiap SKPD dan pendapatan yang telah dianggarkan. Sebagaimana alur dokumen pada RKASKPD, formulir DPA-SKPD (ringkasan anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan satuan kerja perangkat daerah) terdiri atas: 1. PendaPatan DPA-SKPD (rincian anggaran pendapatan satuan kerja perangkat daerah). 2) kepala skPd menyerahkan rancangan dPa-skPd kepada Pkd paling lambat enam hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan yang disampaikan oleh PPkd. 1) PPkd, paling lambat tiga hari kerja setelah pearaturan daerah tentang aPbd ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala skPd agar menyusun rancangan dPa-skPd. Penyusunan rancangan DPA-SKPD sangat diperlukan dalam rangka memberikan panduan bagi SKPD untuk memahami tata cara pengerjaan penyusunan dokumen DPASKPD. Sebagai acuan bagi setiap SKPD, mekanisme penyusunan DPA-SKPD meliputi beberapa komponen berikut: 3.2. RKA SKPD (rincian pengeluaran pem biayaan daerah). 3. Pembiayaan 3.1. DPA-SKPD (rincian penerimaan pembiayaan daerah). langsung menurut program dan per kegiatan satuan kerja perangkat daerah). daerah.
Liputan Utama
PPkd mengesahkan rancangan dPaskPd dengan persetujuan sekretaris
5) dPa-skPd yang telah disahkan disampaikan kepada kepala skPd, satuan kerja pengawasan daerah dan bPk paling lama tujuh hari sejak tanggal di sahkan. 6) dPa-skPd yang telah disahkan digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala skPd.
bagan PeLaksanaan Penyediaan dana berdasarkan bagan aLir sikLus PengeLoLaan keuangan daerah tahun 2006 sebagai berikut:
dPa-skPd
ranCangan sPd
sPd
Persediaan (sPP-uP) Uang persediaan merupakan sejumlah uang tunai yang disediakan untuk satuan kerja dalam melaksanakan kegiatan operasional sehari-hari. SPP-UP ialah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan pengganti uang persediaan yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. Pengajuan SPP-UP dilaksanakan oleh bendahara pengeluaran, PPK-SKPD, dan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. SPP-UP diajukan paling tinggi sebesar jumlah pagu UP untuk setiap SKPD yang tercantum dalam APBD. SPP-UP diajukan dilakukan sekali dalam setahun, dalam jumlah global meliputi SPP1 berupa surat pengantar SPP-UP, SPP-2 be rupa ringkasan SPP-UP dan SPP-3 berupa rincian rencana penggunaan dana tanpa
membebani kode rekening anggaran belanja, yang dilampiri dengan: a. salinan sPd; b. surat pernyataan untuk ditandatangani oleh Pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak dipergunakan untuk keperluan selain uang persediaan. 2. surat Permintaan Pembayaran tambah uang (sPP-tu) SPP-TU merupakan dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan tambahan uang persediaan guna melaksanakan kegiatan SKPD yang mendesak dan tidak dapat digunakan untuk pembayaran langsung dan uang persediaan. Pelaksana pengajuan SPP-TU terdiri atas bendahara pengeluaran, PPK-SKPD,
dan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Dokumen dalam pengajuan SPP-TU meliputi SPP-1 berupa surat pengantar SPP-TU, SPP-2 berupa ringkasan pengajuan dana sebelumnya dan SPP-3 berupa rincian rencana penggunaan dana TU dengan mencantumkan nama dan kode kegiatan beserta nilai nominal rincian obyek belanja yang diajukan. Lampiran kelengkapan dokumen sPPtu, meliputi: a. Salinan SPD; b. Rincian realisasi belanja per kegiatan untuk Kelompok Belanja Langsung, atau rincian realisasi belanja untuk Kelompok Belanja Tidak Langsung selain gaji dan tunjangan keadaan terakhir;
Liputan Utama
c. Surat keterangan yang memuat penjelasan keperluan pengisian tambahan uang persediaan; d. Surat pernyataan untuk ditandatangani oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak dapat dibayarkan melalui mekanisme penerbitan SPP-LS; e. Surat permohonan untuk ditandatangani Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran ditujukan kepada PPKD selaku BUD, apabila pengajuan TU nilainya di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau penggunaannya diperkirakan melebihi 30 (tiga puluh) hari yang dilengkapi dengan jadwal pelaksanaan kegiatan berkenaan; f. Rincian Anggaran Biaya (RAB) Kegiatan yang hendak dilaksanakan oleh PPTK. 3. surat Permintaan Pembayaran ganti uang (sPP-gu) SPP-GU merupakan dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran ganti uang persediaan yang dananya dipergunakan untuk mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan. Pelaksana pengajuan SPP-GU terdiri atas bendahara pengeluaran, PPK-SKPD, dan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Pengajuan SPP-GU meliputi dokumen SPP-1 berupa surat pengantar SPP-GU, SPP2 berupa ringkasan pengajuan dana sebelumnya dan SPP-3 berupa rincian penggunaan dana GU sebelumnya dengan mencantumkan nilai nominal rincian obyek belanja beserta nama kegiatan untuk Kelompok Belanja Langsung atau rincian obyek belanja tertentu pada Kelompok Belanja Tidak Langsung. Lampiran kelengkapan dokumen sPPgu, meliputi : a. Salinan SPD; b. Surat pernyataan untuk ditandatangani oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak dipergunakan untuk keperluan selain uang persediaan; c. Rincian realisasi belanja per kegiatan untuk Kelompok Belanja Langsung, atau rincian realisasi belanja untuk Kelompok Belanja Tidak Langsung selain gaji dan tunjangan keadaan terakhir; d. Rekapitulasi pemungutan dan penyetoran pajak disertai dengan bukti setoran pajak (SSP); e. Rekap bukti per rincian obyek belanja atas penggunaan uang persediaan berkena-
8
tiga dengan jumlah tagihan yang telah ditetapkan. SPP-LS dapat dikelompokkan menjadi 4, meliputi : a. SPP-LS Gaji dan Tunjangan b. SPP-LS Non Gaji dan Tunjangan c. SPP-LS Pengadaan Barang dan Jasa d. SPP-LS Belanja SKPKD Pengajuan sPP-Ls dilakukan dalam rangka pembayaran, meliputi : a. SPP-LS Gaji dan Tunjangan, untuk pembayaran kepada pihak yang berhak atas gaji/ tunjangan atau dengan sebutan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan melalui Bendahara Pengeluaran seperti gaji induk, gaji susulan, gaji terusan, uang duka wafat/tewas dan pembayaran gaji/tunjangan lainnya. b. SPP-LS Non Gaji dan Tunjangan, untuk pembayaran kepada pihak yang berhak selain gaji dan tunjangan, meliputi : 1) Kelompok belanja tidak langsung berupa tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja, prestasi kerja, kondisi kerja, kelangkaan profesi, tempat bertugas, uang makan (uang lauk pauk) dan tambahan penghasilan lainnya berdasarkan pertimbangan obyektif. 2) Kelompok belanja langsung berupa honorarium dan pengeluaran belanja pegawai lainnya untuk nilai di atas Rp15.000.000,-. c. SPP-LS Pengadaan Barang dan Jasa, untuk pembayaran kepada pihak ketiga atau rekanan/penyedia barang dan jasa atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak kerja atau dengan sebutan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan. d. SPP-LS Belanja SKPKD, untuk pembayaran kepada pihak ketiga atas beban Belanja Bunga, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bantuan Keuangan dan Belanja Tak Terduga serta Pengeluaran Pembiayaan yang tercantum dalam DPA-PPKD. Pembayaran kepada pihak ketiga atau rekanan/penyedia barang dan jasa atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan untuk keperluan : a. Pelaksanaan kegiatan non sik atau pekerjaan sik oleh pihak ketiga/rekanan berdasarkan naskah kerja sama atau kontrak kerja atau surat perintah kerja atau dengan sebutan lainnya; b. Pembelian barang/jasa yang nilainya di atas Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) pada 1 (satu) penyedia barang/jasa berdasarkan kontrak kerja atau surat perintah kerja atau dengan sebutan lainnya; dan c. Pembelian barang dan atau bahan un tuk pekerjaan yang dilaksanakan sendiri/ swakelola pada penyedia barang/bahan yang berbadan hukum yang nilainya di atas Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah) pada 1 (satu) penyedia barang/bahan berdasar kan kontrak kerja atau surat perintah kerja atau dengan sebutan lainnya. Dapat dikecualikan dari ketentuan sebaa. sPP-Ls gaji & tunjangan, antara lain: 1) Daftar gaji berdasarkan perhitungan sesuai Surat Keputusan Kepegawaian dan atau dokumen terkait lainnya yang diterbitkan oleh pejabat berwenang, dalam rangka pembayaran gaji induk, gaji susulan, kekurangan gaji, gaji terusan, uang duka wafat/tewas dan pembayaran lainnya terkait gaji dan tunjangan. 2) Surat Keputusan Kepegawaian meliputi SK CPNS, SK PNS, SK Kenaikan Pangkat, SK Jabatan, Surat Pemberitahuan Kenaikan Gaji Berkala, Surat Pernyataan Pelantikan, Surat Pernyataan Masih Menduduki Jabatan yang diterbitkan setiap awal tahun anggaran, Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas, dan Surat Keputusan Kepegawaian lainnya. 3) Daftar Keluarga (KP4). 4) Fotokopi Surat Nikah. 5) Fotokopi Akte Kelahiran. 6) Surat Keterangan Pemberhentian Pembayaran (SKPP) Gaji. 7) Daftar Potongan Sewa Rumah Dinas. 8) Surat Keterangan Masih Sekolah/Kuliah. 9) Surat Pindah. 10) Surat Kematian. 11) Surat pernyataan Bendahara Pengeluaran diketahui Pengguna Anggaran yang menyatakan bahwa angka yang tercantum dalam gaji adalah berdasarkan perhitungan atas dokumen kepegawaian sesuai ketentuan gaji yang berlaku. 12) Dokumen terkait lainnya sesuai peraturan perundang-undangan mengenai pengc. sPP-Ls non gaji dan tunjangan, antara lain : 1) Daftar perhitungan pembayaran dilengkapi dengan daftar rekapitulasi kehadiran untuk pembayaran tambahan penghasilan. 2) SSP PPh Pasal 21 yang telah ditandatangani bendahara pengeluaran. gaimana dimaksud pada Pembayaran kepada pihak ketiga atau rekanan/penyedia barang dan jasa adalah bentuk pembayaran tertentu yang nilainya kecil dan atau dalam pelaksanaannya belum dapat dilakukan melalui mekanisme SPP-LS, meliputi pembayaran : a. Tagihan atas pembelian barang/jasa secara berlangganan seperti penggunaan daya/jasa listrik, telpon atau jasa telekomunikasi lainnya, air, bahan bakar minyak un tuk operasional kendaraan sehari-hari dan tagihan sejenis lainnya; b. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam jumlah dan nilai tertentu atau menurut keadaan tertentu yang tidak memungkinkan dilaksanakan melalui mekanisme SPP-LS. Dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada SPP-LS Pengadaan Barang dan Jasa, untuk pembayaran kepada pihak ketiga atau rekanan/penyedia barang dan jasa atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak kerja atau dengan sebutan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan adalah untuk kode rekening belanja bantuan sosial kepada organisasi kemasyarakatan yang nilainya di bawah Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau bantuan sosial kepada masyarakat perorangan. Pengajuan sPP-Ls dilampiri dengan kelengkapan dokumen sah berdasarkan ketentuan yang berlaku, meliputi: b. sPP-Ls Pengadaan barang dan jasa, antara lain : 1) Salinan surat rekomendasi dari SKPD teknis terkait. 2) SSP disertai faktur pajak (PPN dan PPh) yang telah ditandatangani wajib pajak dan wajib pungut. 3) Surat perjanjian kerjasama/kontrak antara pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dengan pihak ketiga serta mencantumkan nomor rekening bank pihak ketiga. 4) Berita acara penyelesaian pekerjaan. 5) Berita acara serah terima barang dan jasa; 6) Berita acara pembayaran; 7) Kwitansi bermaterai, nota/faktur yang ditandatangani pihak ketiga dan PPTK sertai disetujui oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran; 8) Surat jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan non bank; 9) Dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari penerusan pinjaman/hibah luar negeri; 10) Berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh pihak ketiga/rekanan serta unsur panitia pemeriksaan barang berikut lampiran daftar barang yang diperiksa; 11) Surat angkutan atau konosemen apabila pengadaan barang dilaksanakan di luar wilayah kerja; 12) Surat pemberitahuan potongan denda keterlambatan pekerjaan dari PPTK apabila pekerjaan mengalami keterlambatan; 13) Foto/buku/dokumentasi tingkat kemajuan/ penyelesaian pekerjaan; 14) Potongan jamsostek (potongan sesuai dengan ketentuan yang berlaku/surat pemberitahuan jamsostek); dan 15) Khusus untuk pekerjaan konsultan yang perhitungan harganya menggunakan biaya personil (billing rate), berita acara prestasi kemajuan pekerjaan dilampiri dengan bukti kehadiran dari tenaga konsultan sesuai pentahapan waktu pekerjaan dan bukti penyewaan/pembelian alat penunjang serta bukti pengeluaran lainnya berdasarkan rincian dalam surat penawaran. 16) Dalam hal pengadaan Belanja Modal Tanah dilakukan melalui mekanisme LS, di samping dokumen-dokumen yang terkait seperti tersebut di atas, juga dilengkapi dengan dokumen-dokumen lain yakni Berita acara rapat panitia, Surat Penawaran Harga, Berita Acara Negosiasi, Berita Acara Kesepakatan Harga Ganti Rugi (Belanja Modal Tanah Massal, Daftar Nominatif (Belanja Modal Tanah Massal), Telaahan Staf/Laporan Panitia, Nomor Rekening Bank Pemilik Tanah. hasilan pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan Bupati/Wakil Bupati.
an disertai dengan kelengkapan bukti tran saksi yang sah, yang disusun secara urut; 4. surat Permintaan Pembayaran Langsung (sPP-Ls) SPP-LS merupakan dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan perminta an pembayaran langsung kepada pihak ke -
9
3) Surat Keputusan Pejabat yang berwenang. 4) dokumen lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan yang berlaku. d. sPP-Ls belanja skPkd, antara lain : 1). Salinan surat rekomendasi dari SKPD teknis terkait. 2). Proposal/permohonan yang disetujui oleh Bupati/Wakil Bupati. 3). Photocopy buku tabungan atau rekening giro. 4). Kwitansi bermeterai Rp6000,-. 5). Surat Keputusan Pejabat Yang Berwenang. 6). Dokumen lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan yang berlaku. baliknya, jika kelengkapan dokumen SPPUP/GU/TU/LS tidak lengkap dan atau tidak sah maka pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menolak untuk menerbitkan SPM tersebut dan mengembalikan SPPUP/GU/TU/LS kepada bendahara pengeluaran untuk dilengkapi dan diperbaiki paling lambat satu hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan. SPP-UP/GU/TU/LS yang dinyatakan sah, selanjutnya pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menerbitkan SPMUP/GU/TU/LS yang dilakukan paling lambat dua hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPP tersebut. SPM-UP/GU/TU/LS yang telah diterbitkan oleh PPK-SKPD dicatat ke dalam register penerbitan SPM. lukan surat pernyataan tanggung jawab dari pengguna angaran/kuasa pengguna anggaran, surat pengesahan pertanggungjawaban bendahara pengeluaran periode sebelumnya, ringkasan pengeluaran per rincian objek yang disertai bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap, serta adanya bukti atas penyetoran PPN/PPh sebagai kelengkapan dokumen dari SPM-GU. Sementara itu, untuk kelengkapan dokumen SPM-TU dari penerbitan SP2D-TU cukup tersedianya surat penyataan tanggung jawab dari pengguna anggaran/kuasa pengguna angaran. Sebagai kelengkapan dokumen SPM-LS untuk penerbitan SP2DLS diperlukan surat pernyataan tangggung jawab dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dan tersedianya buktibukti pengeluaran yang sah dan lengkap sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Apabila dokumen SPM-UP/GU/TU/LS sudah lengkap, sah, dan sesuai pagu anggaran, maka kuasa BUD dapat menerbitkan SP2D-UP/GU/TU/LS sebagai dokumen pencairan dana bagi pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Namun sebaliknya, kuasa BUD bisa menolak penerbitan SP2DUP/GU/TU/LS apabila kelengkapan dokumen SPM-UP/GU/TU/LS tersebut belum lengkap/tidak sah dan/atau pengeluaran yang diajukan melebihi pagu anggaran dan selanjutnya mengembalikan SPM-UP/GU/TU/LS tersebut kepada pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran untuk segera dilengkapi dan diperbaiki.
Liputan Utama
Dalam penerbitan SP2D-UP/GU/TU/LS, kuasa BUD dapat menerbitkannya dalam waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPMUP/GU/TU/LS yang dinyatakan lengkap, sah dan sesuai pagu anggaran. Sementara itu, dalam penolakan penerbitan SP2D-UP/GU/TU/LS, kuasa BUD memberikan waktu paling lama satu hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM-UP/GU/TU/LS yang dinyatakan tidak lengkap, sah dan tidak sesuai pagu anggaran. Proses penandatanganan SP2D-UP/GU/TU/LS dilakukan oleh kuasa BUD, apabila berhalangan maka yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SP2D tersebut. SP2D yang telah diterbitkan untuk keperluan uang persediaan/tambahan uang persediaan diserahkan kuasa BUD kepada pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran, sedangkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan pembayaran langsung diserahkan pada pihak ketiga.
Liputan Utama
10
nerbitan SPM jika persyaratannya telah dilengkapi dan dicatat dalam register penerimaan SPJ. Jika persyaratannya tidak lengkap, akan diterbitkan surat penolakan SPJ dan dicatat dalam register penolakan SPJ. SPJ pengeluaran diserahkan kepada Pejabat Pengguna Anggaran (PPA) untuk melakukan pengesahan SPJ dan dicatat dalam register pengesahan SPJ. Dalam hal ini, doku- men SPJ berupa buku kas umum, ringkasan pengeluaran, perincian obyek disertai bukti-bukti yang sah, bukti atas penyetoran PPN/PPH dan register penutupan kas. Pengesahan tersebut menjadi dasar Kuasa BUD untuk menerbitkan SP2D yang selanjutnya penggunaannya dilakukan untuk mencairkan dana ke bank daerah. Dana yang dicairkan akan dipergunakan oleh pengguna anggaran untuk kegiatannya. Jika persyaratan dalam SP2D tidak lengkap, akan diterbitkan surat penolakan yang dicatat dalam register penolakan SPJ. Nota debet yang dikeluarkan oleh bank akan diserahkan kepada bendahara pengeluaran untuk dicatat kembali dalam register SPJ.
realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan-laporan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi informasi keuangan dan aspek akuntabilitas. SPJ dapat dibagi dalam dua bentuk sesuai dengan peruntukannya, yakni SPJ untuk uang persediaan (UP), tambahan uang (TU), ganti uang (GU) dan SPJ langsung (LS). SPJLS dipisah penyusunan laporannya karena diperuntukkan ke pihak ketiga. Sedangkan SPJ-UP/TU/GU diperuntukkan ke intern pemerintah.
sPj-Ls
Proses pertanggungjawaban keuangan dalam APBD dimulai dengan laporan dari PPTK atas kegiatannya dan melaporkan ke bendahara pengeluaran untuk pengajuan SPP. Bendahara pengeluaran mencatat bukti pembayaran ke dalam pembukuan SPJ yang akan diserahkan kepada PPK-SKPD. Kemudian pengajuan tersebut diserahkan kepada PPK-SKPD untuk diverikasi dokumen-dokumennya. Proses verikasi tersebut akan menghasilkan penerbitan SPM jika persyaratannya telah dilengkapi dan dicatat dalam register penerimaan SPJ. Jika persyaratannya tidak lengkap, akan diterbitkan surat penolakan SPJ dan dicatat dalam register penolakan SPJ. SPJ pengeluaran diserahkan kepada Pejabat Pengguna Anggaran (PPA) untuk melakukan pengesahan SPJ dan dicatat dalam register pengesahan SPJ. Dalam hal ini, dokumen SPJ berupa buku kas umum, ringkasan pengeluaran, perincian obyek disertai bukti-bukti yang sah, bukti atas penyetoran PPN/PPH dan register penutupan kas. Pengesahan tersebut men-
jadi dasar Kuasa BUD untuk menerbitkan SP2D yang selanjutnya penggunaannya dilakukan untuk mencairkan dana ke bank daerah. Dana yang cair tersebut digunakan untuk melakukan pembayaran atas penagihan dari pihak ketiga. Bukti pencairan dan laporan keuangan dari pihak ketiga untuk dicatat ke dalam register SPJ. Selanjutnya, masing-masing SKPD menyerahkan SPJ tersebut kepada kepala daerah melalui Sekda. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 31 ayat (1) dan (2) tentang laporan tersebut diserahkan kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Kemudian kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan tersebut meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan perusahaan daerah.
sPj-uP/tu/gu
Proses pertanggungjawaban keuangan dalam APBD dimulai dengan pengajuan SPP kepada bendahara pengeluaran hingga penerbitan pencairan dana oleh bank daerah. Bendahara pengeluaran mencatat bukti pembayaran ke dalam pembukuan SPJ yang akan diserahkan kepada PPK-SKPD. Kemudian pengajuan tersebut diserahkan kepada PPK-SKPD untuk diverikasi dokumen-dokumennya. Proses verikasi akan menghasilkan pe-
DAFTAR ISTILAH DAN PENGERTIANNYA DALAM PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN
= SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) : Perangkat Daerah pada Pemda selaku pengguna anggaran dan pengguna barang. =SKPKD (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah): Perangkat Daerah pada Pemda selaku pengguna anggaran atau pengguna barang yang melaksanakan keuangan daerah. =PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah): Satuan Kerja Keuangan Daerah yang disebut sebagai Kepala SKPKD. Tugasnya melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. =BUD (Bendahara Umum Daerah): PPKD yang bertindak dalam kapasistas BUD. =PPK-SKPD (Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD): Pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD. =PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan): Pejabat pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan sesuai dengan bidang tugasnya. =RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah): Dokumen Perencanaan untuk periode 5 tahun. =RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah): Dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 tahun. =TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah): Tim yang dibentuk dengan keputusan Kepala Daerah dan dipimpin oleh Sekda yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari Pejabat Perencana Daerah, PPKD, dan Pejabat lain sesuai dengan kebutuhan. =KUA (Kebijakan Umum APBD): Dokumen yang memuat Kebiajakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 tahun. =PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara): Rancangan program proritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan penyusunan RKA-SKPD sebeleum disepakati dengan DPRD. =RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran SKPD): Dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program, dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. =DPA-SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaram SKPD): Dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran. =DPPA-SKPD (Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD): Dokumen yang memuat perubahan pendapatan belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan perubahan anggaran oleh pengguna anggaran. =SPD (Surat Penyediaan Dana): Dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP. =SPP (Surat Permintaan Pembayaran): Dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan / bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran. =SPP-UP (SPP Uang Persediaan): Dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan penggati uang persediaan yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. =SPP-TU (SPP Tambahan Uang Persediaan): Dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan tambahan uang persediaan guna melaksanakan kegiatan SKPD yang mendesak dan tidak dapat digunakan untuk pembayaran langsung dan uang persediaan. =SPP-LS (SPP Langsung): Dokumen yang diajukan oleh bendahara pengluaran untuk permintaan pembayaran langsung kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan pembayaran gaji dengan jumlah penerima peruntukan dan waktu pembayaran tertentu yang dokumennya disiapkan oleh PPTK. =SPM (Surat Perintah Membayar): Dokumen yang digunakan atau diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD. =SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana): Dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM. =SPMGU (Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan): Dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang dananya dipergunakan untuk menggati uang persediaan yang telah dibelanjakan. =SPM-TU (Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan): Dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD, karena kebutuhan dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan. =SPM-LS (Surat Perintah Membayar Langsung): Dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD kepada pihak ketiga. =BLUD (Badan Layanan Umum Daerah): SKPD/unit kerja pada SKPD dilingkungan Pemda yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip esiensi dan produktivitas. =RKA-PPKD (Rencana Kerja dan Anggaran PPKD): Rencana Kerja dan anggaran badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan selaku bendahara umum daerah. =Hibah: Pemberian uang, barang atau jasa dari Pemda kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemsyarakatan yang spesik sudah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemda. =Bantuan Sosial : adalah pemberian bantuan berupa uang atau barang dari Pemerintah Daerah kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang sifatnya tidak terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. =NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah): Naskah perjanjian hibah yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah antara pemerintah daerah dengan penerima hibah. =Organiasasi Kemasyarakatan : Organisasi yang di bentuk oleh anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila termasuk organisasi non pemerintahan yang bersifat nasional dibentuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan. =TLHP (Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan) DAFTAR SINGKATAN 1. INSTANSI Bank Kasda BPK BUD DPRD KDH PPKD PA PNS Daerah PPK PPTK SEKDA SKPD SKPKD TAPD 2. DOKUMEN BKU CALK DIPA DPA SKPD DPPA SKPD KUA LK LAK LRA Perda Per KDH PPA PPAS Raperda Raper KDH RKA SKPD RKPD SE SK SPD SPJ SKP Daerah SKR SPM STS SPP GU SPP LS SPP TU SPP UP SPPD SP2D : Pejabat Penatausahaan Keuangan : Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan : Sekretaris Daerah : Satuan Kerja Perangkat Daerah : Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah : Tim Anggaran Pemerintah Daerah
: Bank Kas Daerah : Badan Pemeriksa Keuangan : Bendahara Umum Daerah : Dewan perwakilan Rakyat Daerah : Kepala Daerah : Pejabat Pengelila Keuangan Daerah : Pengguna Anggaran : Pegawai Negeri Sipil Daerah
: Buku Kas Umum : Catatan Atas Laporan Keuangan : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran : Dokumen Pelaksana Anggaran SKPD : Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD : Kebijakan Umum APBD : Laporan Keuangan : Laporan Arus Kas : Laporan Realisasi Anggaran : Peraturan Daerah : Peraturan Kepala Daerah : Prioritas dan Plafon Anggaran : Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara : Rancangan Peraturan Daerah : Rancangan Peraturan Kepala Daerah : Rencana Kerja dan Anggaran : Rencana Kerja Pemerintah Daerah : Surat Edaran : Surat Keputusan : Surat Penyediaan Dana : Surat Pertanggungjawaban : Surat Ketetapan Pajak Daerah : Surat Ketetapan Retribusi : Surat Perintah Membayar : Surat Tanda Setoran : Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan : Surat Permintaan Pembayaran Langsung : Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan : Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan : Surat Perintah Perjalanan Dinas : Surat Perintah Pencairan Dana
*Sumber:
11
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR TAHUN ANGGARAN 2009, 2008, 2007, 2006 DAN 2005
Liputan Utama
8. Kekurangan Volume Pekerjaan pada Kegiatan Optimalisasi Terminal Baranangsiang (Luncuran) dan Kegiatan Revitalisasi Mesjid Raya Bogor (Lanjutan) Sebesar Rp84.521.511,94; 9. Kekurangan Volume Pekerjaan Atas 9 (Sembilan) Ruas Jalan Dinas Binamarga dan Pengairan dan 6 (Enam) Ruas Jalan Lingkungan Dinas Ciptakarya dan Tata Ruang Sebesar Rp106.639.738,30; 10. Kekurangan Volume Pekerjaan Atas 4 (Empat) Kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air dan Irigasi Dinas Bina Marga Dan Pengairan dan 2 (Dua) Kegiatan Pembangunan Talud/Keermer Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Sebesar Rp103.244.715,80; 11. Kekurangan Volume Pekerjaan pada Kegiatan Pembangunan Sarana Air Bersih Non PDAM Kelurahan Margajaya Sebesar Rp8.461.683,20; 12. Tindak Lanjut Pemerintah Kota Bogor atas Hasil Pemeriksaan BPK Belum Optimal. Pada edisi 12 terkait tabloid bogor + (agustus 2011) yang memuat tentang temuan bPk ri, reporter bogor+ pernah melakukan konrmasi terkait temuan bkP tahun 2009 yaitu perihal :
2011, tertanggal 18 Juli 20121, tetapi sampai dengan edisi 12 diterbitkan belum ada satupun jawaban yang diberikan oleh Pemerintah kota (pemkot), dalam hal ini adalah Sekda. Mengingat surat yang dilayangkan tidak mendapat balasan, padahal dokumen yang diminta adalah bersifat informasi publik, yang tidak memerlukan persetujuan apapun dari atasan manapun untuk dapat diberikan, kepada siapapun termasuk kami. Bahkan dokumen yang kami minta tidak ter- masuk informasi publik yang dikecualikan, bahkan, bukan informasi yang dapat membahayakan Negara. Karena tidak mendapatkan jawaban atas surat yang dilayangkan oleh Jurnalis Bogor+, maka kami mengirim kembali surat kedua yang ditujukan kepada penerima yang sama, yaitu Bambang Gunawan selaku Sekdakot Bogor, yaitu surat bernomor : 073/Rep/ B+/2011, tertanggal 25 Agustus 2011. Dalam isi surat inipun kami meminta dokumen yang sama dengan di atas, hingga tulisan ini diturunkan masih belum ada jawaban balasan/ataupun itikad baik dari Pemkot Bogor untuk merespon surat kiriman kami. Padahal pada laporan BPK 2010, telah banyak yang dilakukan, entah kenapa konrmasi yang kami lakukan melalui surat tidak ditanggapi? Adapun rincian permasalahannya yang
1. Pt bogor internusa Plaza belum membayar kewajiban kontribusi sebeIlustrasi. PT Bogor Internusa Plaza
tertuang adalah sebagai berikut : Pt bogor internusa PLaza beLum mem bayar keWajiban kontribusi se besar rP612.000.000,00., beLum menyerahkan 1 (satu) unit arm roLL truCk dan 3 (tiga) unit kontainer, serta beLum membayar Pbb atas obyek kerjasama yang dikuasainya sebesar rP2.265.926.236,00. Neraca Pemerintah Kota Bogor per 31 Desember 2009 menyajikan akun Aset Lainnya -Kemitraan dengan Pihak Ketiga (BOT) sebesar Rp48.785.127.000,00. Pemeriksaan lebih lanjut terhadap daftar rincian Aset Lainnya-Kemitraan dengan Pihak Ketiga (BOT) pada Bidang Pengelolaan Aset Daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan euangan dan Aset Daerah (DPPKA) Kota Bogor, menunjukan antara lain, adanya aset tanah Sertikat Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 53, dengan sertikat Nomor 10.09.03.02.5.00053 tanggal 23 Mei 2003 seluas 12.015 m2 yang terletak di Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor yang dikerjasamakan dengan PT Bogor Internusa Plaza secara Build, Operate, and Transfer (BOT). Pemanfaatan tanah tersebut, didasarkan adanya Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dengan PT Bogor Internusa Hotel tentang
sar rp612.000.000,00, belum menyerahkan 1 (satu) unit arm roll truck dan 3 Obyek Kerja Sama yang Dikuasainya Sebesar Rp2.265.926.236,00; 3. Pemerintah Kota Bogor Belum Menerima Kontribusi dari Hasil Pengelolaan Taman Ade Irma Suryani Suryani Tidak Sesuai Dengan Ketentuan; 4. Realisasi 4 (Empat) Kegiatan Pada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah dan DPPKAD Sebesar Rp19.650.266.360,00 Tidak Dilengkapi Dengan Bukti Pertanggungjawaban yang Lengkap dan Sah; 5. Penerima Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, dan Bantuan Keuangan Belum Menyerah kan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Dana Sebesar Rp56.177.180.995,00; 4. dana bergulir sebesar rp127.096. 507,00 tersimpan dalam rekening Pen6. Pengadaan Obat Obatan Dinas Kesehatan Terlambat Sehingga Harus Dikenakan Denda Sebesar Rp8.283.000,00; 7. Dana Bergulir Sebesar Rp127.096.507,00 Tersimpan Dalam Rekening Pengelola dan Tidak Digulirkan Lagi; gelola dan tidak digulirkan Lagi. Bahkan dalam konrmasi ini, Bogor + mengirimkan surat awal, berupa permohonan data yang ditujukan kepada Bambang Gunawan, Sekretaris Daerah kota (Sekdakot) Bogor dengan nomor surat : 038/RED/VII/ 3. Penerima subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan belum menyerahkan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan dana sebesar rp56.177.180.995,00; 2. realisasi 4 (empat) kegiatan Pada bagian keuangan sekretariat daerah dan dPPkad sebesar rp19.650.266. 360,00 tidak dilengkapi dengan bukti Pertanggungjawaban yang Lengkap dan sah; (tiga) unit kontainer dan belum membayar Pbb atas obyek kerja sama yang dikuasainya sebesar rp2.265.926.236,00;
daLam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Kepatuhan terhadap peraturan Perundang-undangan dalam kerangka pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bogor Tahun Anggaran (TA) 2009, dipaparkan pokok-pokok temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pelaporan keuangan yang ditemukan BPK yang semuanya pernah disajikan Bogor + pada Edisi 12 yang terbit pada bulan Agustus 2011. Dalam data BPK 2010 yang diterima Bogor +. Pada Edisi kali ini, ada beberapa yang memang telah diselesaikan dengan baik, berupa surat teguran dan juga dengan bukti surat Tanda Setoran (STS). Pokokpokok temuan dalam TA 2009 itu adalah sebagai berikut berikut : 1. Piutang Pajak Restoran Sebesar Rp344. 289.783,80 Berpotensi Tidak Tertagih; 2. PT. Bogor Internusa Plaza Belum Mem bayar Kewajiban Kontribusi Sebesar Rp612.000.000,00, Belum Menyerahkan 1 (Satu) Unit Arm Roll Truck Dan 3 (Tiga) Unit Kontainer dan Belum Membayar PBB Atas
Liputan Utama
12
Bagian Keuangan Sekretariat Daerah dan DPPKAD masing masing mengadakan tiga kegiatan dan satu kegiatan dengan total nilai anggaran sebesar Rp20.541.360.000,00 dan telah terealisasi sebesar p20.475.266. 360,00 atau 99,68% dari nilai anggaran dengan rincian sebagai berikut :
NO 1. NAMA KEGIATAN Belanja Fasilitasi dan Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Belanja Pengelolaan Administrasi Keuangan Setda Peningkatan Pelayanan Tata Kelola Pemerintah Kota Penyediaan Jasa Administrasi Keuangan TOTAL SKPD Sekretariat Daerah
Pembangunan serta Pengelolaan Bogor Internusa Hotel Nomor 23/SPB/IV/83 tanggal 4 April 1983, yang kemudian telah diubah (addendum) menjadi Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Bogor dengan PT Bogor Internusa Plaza tentang Pembangunan Kembali/Renovasi dan Pengelolaan Bangunan Gedung Bogor Internusa Plaza (BIP) Nomor511.21/Perj.01-Huk/2003 tanggal 19 Februari 2003, setelah sebelumnya mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bogor Nomor 110/Kep.Pimp.DPRD/2003 tanggal 11 Pebruari 2003 tentang Persetujuan DPRD terhadap Perubahan (Addendum) Perjanjian Kerjasama Pemerintah Kota Bogor dengan PT Bogor Internusa Plaza. Perjanjian Nomor 511.21/Perj.01-Huk/2003 diantaranya mengatur jangka waktu perjanjian, yaitu sesuai dengan diberikannya HGB baru selama 30 tahun, sehingga jangka waktu perjanjian yang semula berakhir pada 4 April 1983 menjadi berakhir pada 4 April 2033 dan mengatur adanya kewajiban PT Bogor Internusa Plaza kepada Pemerintah Kota Bogor selaku Pihak Pertama sebagai pemilik tanah yang diperjanjikan, sebagaimana tercantum dalam pasal 5 perjanjian kerjasama. Atas permasalahan tersebut, Kepala DPPKAD menyatakan, bahwa atas kontribusi dan PBB yang menjadi kewajiban PT BIP. Pemerintah Kota Bogor telah beberapa kali melayangkan surat tagihan/teguran, namun sampai saat ini belum ditindaklanjuti oleh PT BIP. Begitu pula pembahasan atas status BOT PT BIP, sudah beberapa kali dilaksanakan bersama pihak-pihak yang berkepentingan, namun tidak menemukan solusi. Langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut masih terus diupayakan. Seperti yang diberitakan pada edisi 12, BPK merekomendasikan Walikota Bogor agar memerintahkan Sekretaris Daerah untuk segera memberikan surat peringatan ketiga yang menyatakan, supaya PT BIP melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian dan apabila setelah diberikan surat peringatan ketiga tersebut, PT BIP tetap tidak memenuhi kewajibannya, Pemerintah Kota Bogor selaku pemilik tanah yang menjadi obyek perjanjian, agar segera meninjau ulang perjanjian kerjasama dengan PT BIP tersebut. Pemkot menkonrmasi kepada Bogor + melalui surat bernomor 480/924, pada tanggal 29 Juli 2011 yang ditandadatangai PLT Dispenda, yaitu Drs.Arif Mustofa Budiyanto, yang menyatakan bahwa Pemkot telah mengirim surat peringatan ke-III. Hal ini persis dengan matrik pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan Atas LKPD TA 2009 pemerintah Kota Bogor. reaLisasi (emPat) kegiatan Pada bagian keuangan sekretariat daerah dan dPPkad sebesar rP19.650.266.360,00 tidak diLengkaPi dengan bukti PertanggungjaWaban yang LengkaP dan sah
sebesar Rp2.424.500.000,00; d. Kegiatan Penyediaan Jasa Administrasi Keuangan dengan menerbitkan 167 SP2D. Pemeriksaan lebih lanjut terhadap bukti pertanggungjawaban, diketahui bahwa 167 SP2D tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap sebesar
NILAI ANGGARAN RP REALISASI RP 12.488.600.000,00 12.488.506.360,00
likota bogor agar: a. Memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan Kepada Sekretaris Daerah dan Kepala DPPKAD untuk melakukan pengawasan atas kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya; b. Memerintahkan Sekretaris daerah dan kepala DPPKAD untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan kepada Kuasa BUD agar lebih berhati hati dalam mengeluarkan SP2D yang menjadi tanggung jawabnya; c. Memerintahkan Sekretaris daerah dan kepala DPPKAD untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan kepada Benda-
2.
Sekretariat Daerah
1.746.580.000,00
1.746.080.000,00
3.
Sekretariat Daerah
2.500.000.000,00
2.499.500.000,00
hara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu untuk lebih memahami ketentuan yang berlaku; d. Memerintahkan Sekteraris Daerah dan Kepala DPPKAD untuk melengkapi pertanggungjawaban dengan bukti bukti yang lengkap dan sah. Dalam matrik pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan Atas LKPD TA 2009 pemerintah Kota Bogor. Pemkot telah melakukan: a. Surat teguran tertulis walikota Bogor kepada Sekda Kota Bogor No.700/2159-Inspektorat dan Kepala DPPKAD No 700/2160Inspektorat pada tanggal 22 Oktober 2010. b. Surat Teguran tertulis kepala DPPKAD kepada Kabid Pengelolaan Keuangan DPPAKAD/Kuasa BUD No 700/2133-Sekr, tgl 22 Oktober 2010. c. = Surat Tertulis kepada DPPKAD kepada Kabid Pengelolaan Keuangan DPPKAD/Kuasa BUD No.700/2133-Sekr, tgl 22 Oktober 2010. = Surat Teguran kepala DPPKAD bendahara pengeluaran DPPKAD No.900/2469PPKA, tgl 3 Desember 2010, surat teguran Kabag Keuangan Sekda kepada Bendahara pengeluaran Bag Keuangan Sekda No.900/ 110b-keu tanggal 22 Desember 2010. Penerima subsidi, hibah, bantuan sosiaL, dan bantuan keuangan beLum me nye rah kan LaPoran PertanggungjaWa ban Penggu naan dana sebesar rP56.177.180.995,Pemerintah Kota Bogor pada Tahun Anggaran 2009 telah menganggarkan Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan sebesar Rp108.011.301.059,00 dan telah terealisasi sebesar Rp92.005.594.705,00,- dengan rincian sebagai berikut: (Lihat tabel 2). Berdasarkan pemeriksaan bukti pertanggungjawaban dari para Penerima Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Dan Bantuan Keuangan sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 2 Agustus 2010 baru menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebesar Rp Rp35.828.413.710,00 sedangkan sisanya sebesar Rp56.177.180.995,00 belum dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban. Penerima Dana hibah tersebut melalui Daud Nedo Darenoh dan Dendi Utama, dan bukan orang yang tepat. Dimana seharusnya Hibah itu diberikan kepada sasaran yang tepat. Seperti organisasi kemasyarakatan (ormas) yang memiliki sekretariat tetap. Sedangkan hibah kepada masyarakat adalah kelompok orang yang memiliki kegiatan
4.
DPPKAD
3.791.360.000,00
3.726.360.000,00
20.541.360.000,00
20.475.266.360,00
Keempat kegiatan tersebut dianggarkan dalam belanja barang dan jasa dengan menerbitkan 873 Surat Perintah Pencairan Dana dengan nilai sebesar Rp20.000.000,00 dan Rp25.000.000,00. Berdasarkan penelusuran lebih lanjut terhadap bukti pertanggungjawaban, diketahui bahwa realisasi kegiatan tersebut tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah, yaitu hanya berupa Nota Dinas permohonan bantuan biaya yang ditandatangani oleh Pejabat Eselon II di lingkungan Sekretariat Daerah dan DPPKAD yang telah disetujui oleh Walikota Bogor dan selembar kuintansi pembayaran yang ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran dan PPTK masing-masing kegiatan. Namun demikian terdapat 33 SP2D dengan nilai sebesar Rp825. 000.000,00 yang telah dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban sedangkan sisanya sebesar Rp19.650.266.360,00 tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah dengan rincian sebagai berikut : a. Kegiatan Belanja Fasilitasi dan Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dengan menerbitkan 518 SP2D. Pemeriksaan lebih lanjut terhadap bukti pertanggungjawaban diketahui bahwa hanya terdapat 30 SP2D yang dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap sebesar Rp750.000.00,00 sedangkan sisanya sebanyak 488 SP2D tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap sebesar Rp11.738.506.360. b. Kegiatan Belanja Pengelolaan Administrasi Keuangan Sekretariat Daerah dengan menerbitkan 75 SP2D. Pemeriksaan lebih lanjut terhadap bukti pertanggungjawaban diketahui bahwa 75 SP2D tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap sebesar Rp1.746.080.000,00; c. Kegiatan Peningkatan Pelayanan Tata Kelola Pemerintah Kota menerbitkan 113 SP2D. Pemeriksaan lebih lanjut terhadap bukti pertanggungjawaban diketahui, bah wa terdapat 3 SP2D yang dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap sebesar Rp75.000.000,00 sedangkan sisanya sebanyak 110 SP2D tidak dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap
Rp3.726.360.000,00; Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. a. Pasal 132 Ayat (1) yang menyatakan setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. b. Pasal 4 1). Ayat (1) yang menyatakan bahwa Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada Peraturan Perundang-undangan, efektif, esien, ekonomis, transparan, bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan kepatutan dan manfaat untuk masyarakat 2). Ayat (2) secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu tepat guna yang didukung dengan buktibukti administrasi yang dapat dipertanggung jawabkan. c. Pasal 52 1). Ayat (1) Belanja barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b digunakan untuk pengeluaran pembelian/ pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. 2). Ayat (2) Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/ gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai. Hal tersebut mengakibatkan ketidakjelasan dalam mempergunakan belanja kegiatan tersebut sehingga bilamana tidak dipertanggungjawabkan akan menjadi kerugian Pemerintah Daerah Kota Bogor sebesar Rp19.650.266.360,00. bPk merekomendasikan kepada Wa-
13
TABEL 2
Liputan Utama
henti beraktitas mengelola dana bergulir, tidak ada lagi perguliran dana Skim Kredit Garda Emas serta PINBUK tidak membuat laporan lagi mengenai perguliran Skim Kredit Garda Emas. Penyaluran dana kredit garda emas dilaksanakan oleh Lembaga Channeling, yang antara lain berupa Koperasi Pembiayaan Ekonomi Kelurahan (KPEK), Baitul Mall Wat Tamwil (BMT), Koperasi Serba Usaha (KSU), Kelompok Usaha/Tani. Mekanisme pelaksanaan kredit garda emas diawali oleh Lembaga Channeling mengajukan daftar namanama yang akan diberikan bantuan kepada tim kerja garda emas. Atas dasar ajuan yang diberikan oleh Lembaga Channeling, tim kerja garda emas akan melakukan survei kepada para calon penerima bantuan, jika nama-nama tersebut disetujui maka akan disahkan sebagai nama-nama yang dipandang layak untuk menerima bantuan, dan atas dasar itu Lembaga Channeling akan menyalurkan Skim Kredit Garda Emas kepada penerima bantuan. Sampai dengan akhir tahun 2009 nilai Dana Bergulir yang tercatat di Neraca adalah sebesar Rp190.838.607,00 dan dari jumlah ini sisa yang masih dapat ditagih adalah sebesar 63.742.100,00 sedangkan sisanya sebesar Rp127.096.507,00 merupakan saldo kas yang tidak digulirkan dan sampai saat pemeriksaan masih tersimpan dalam rekening Skim Kredit Garda Emas pada Bank Pasar Kota Bogor. Pada tahun 2010 terdapat wacana untuk memutihkan dana bergulir yang beredar ke masyarakat yang sampai saat ini susah tertagih. Dari kondisi diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah sebesar Rp127.096.507,00 yang tersimpan di rekening Bank Pasar tidak tepat disebut sebagai dana bergulir karena uang tersebut selama tahun 2009 hanya menampung pengembalian dan tidak digulirkan kembali ke masyarakat. Keadaan diatas tidak sesuai dengan Buletin Teknis Nomor 02 Tahun 2005 tentang 14 Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah, BAB V SubBab B. 1. 1. yang berbunyi Dana bergulir adalah dana yang dipinjamkan kepada sekelompok masyarakat, unit usaha kecil dan menengah, perusahaan daerah, untuk ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu, dan kemudian disalurkan kembali. Hal tersebut mengakibatkan tujuan dana bergulir sebesar Rp127.096.507, tidak tercapai. Hal tersebut disebabkan pengelola dana bergulir telah berhenti beraktitas. Atas permasalahan tersebut Kepala DPPKAD menyatakan, bahwa dana bergulir memang berhenti aktivitasnya tetapi bukan berarti dihentikan aktitasnya, akan tetapi jika ada keputusan menghentikan aktitas dana bergulir maka saldo kas tersebut tidak akan disajikan sebagai dana bergulir dan akan disetorkan ke Kas Daerah. BPK merekomendasikan kepada Walikota Bogor agar memerintahkan sekretaris daerah untuk menarik dana bergulir yang sudah tidak digulirkan lagi sebesar Rp127.096. 507,00. Tindakan yang dilakukan Pemkot saat ini
Skim Kredit Garda Emas (Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat). Awalnya dana bergulir untuk disalurkan ke masyarakat adalah berjumlah Rp1.735.000. 000,00 yang merupakan akumulasi realisasi pencairan SPMU sejak tahun 2000 s.d. 2003 dengan rincian sebagai berikut :
tertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat dan keolahragaan non profesional. Berdasarkan pemeriksaan bukti pertanggungjawaban dari para Penerima Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan, sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 2 Agustus 2010, Daud Nedo Darenoh selaku Kabag. Umum Setdakot Bogor yang telah menerima dana sebesar Rp1.796. 515.000,00 dengan rincian dari lampiran 3 Buku III BPK RI PERWAKILAN Jawa Barat TA 2009, belum dilengkapi laporan pertanggungjawaban. Berdasarkan pemeriksaan bukti pertanggungjawaban dari para Penerima Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 2 Agustus 2010, Dendi Utama selaku Bendaharawan Bantuan Sosial & Kemasyarakatan yang telah menerima dana sebesar Rp. 5,621,566,957,00 dengan rincian dari lampiran 3 belum dilengkapi laporan pertanggungjawaban. Seharusnya penerima hibah bertanggung jawab secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya. Pertanggungjawaban hibah itu harus mengandung unsur aporan pertanggung jawaban hibah, surat pernyataan tanggung jawab bahwa hibah yang di gunakan telah sesuai dengan NPHD. Serta bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah yang sesuai dengan perundang-undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima barang/bagi penerima hibah berupa barang/jasa. Tetapi yang tercantum dalam LH BPK di Kota Bogor adalah tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah : a. Pasal 132 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah; b. Pasal 133 ayat (2) yang menyatakan bahwa penerima subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan bertanggung jawab atas penggunaan uang/barang dan/ atau jasa yang diterimanya dan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaannya kepada kepala daerah. Hal ini pun sebetulnya sudah diatur dalam Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) dimana SPP-LS merupakan dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk menga jukan permintaan pembayaran langsung kepada pihak ketiga denga jumlah tagihan yang telah ditetapkan. SPP-LS dapat dike-
lompokkan menjadi 4, meliputi : a. SPP-LS Gaji dan Tunjangan. b. SPP-LS Non Gaji dan Tunjangan. c. SPP-LS Pengadaan Barang dan Jasa. d. SPP-LS Belanja SKPKD. Hibah sendiri terkait dengan SPP_LS Belanja SKPKA. Dimana SPP-LS Belanja SKPKD, untuk pembayaran kepada pihak ketiga atas beban Belanja Bunga, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bantuan Keuangan dan Belanja Tak Terduga serta Pengeluaran Pembiayaan yang tercantum dalam DPA-PPKD. SPP-LS Belanja SKPKD harus memiliki dokumen, antara lain : 1). Salinan surat rekomendasi dari SKPD teknis terkait. 2). Proposal/permohonan yang disetujui oleh Bupati/Wakil Bupati. 3). Photocopy buku tabungan atau rekening giro. 4). Kwitansi bermeterai Rp6000,-. 5). Surat Keputusan Pejabat Yang Berwenang. 6). Dokumen lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan yang berlaku. BPK sendiri menilai pengeluaran daerah atas Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, dan Belanja Bantuan Keuangan sebesar Rp56.177.180.995,00 belum dapat dinilai efektitas penggunaannya. Masalah ini terjadi karena penerima subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan tidak mematuhi kewajiban sesuai yang diatur dalam perjanjian pemberian subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan antara Pemerintah Kota Bogor dan penerima dana. Bahkan menurut BPK Kepala DPPKAD Kota Bogor tidak memberikan penjelasan. BPK merekomendasikan kepada Walikota Bogor agar memerintahkan Sekretaris Daerah untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan kepada para penerima bantuan supaya segera mempertanggungjawabkan penggunaan dana bantuan subsidi, bantuan hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan kepada pemerintah desa. Pada matrik pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK atas LKPD TA 2009 pemerintah kota Bogor tertulis tindak lanjut entitas yang diperiksa adalah surat teguran walikota kepada Sekda Bogor No.700/2161Inspektorat tgl 22 Oktober 2010. dana berguLir sebesar rP127.096.507,00 tersimPan daLam rekening PengeLoLa dan tidak diguLirkan Lagi Neraca Pemerintah Kota Bogor per 31 Desember 2009 menyajikan saldo dana bergulir sebesar Rp190.838.607,00, jumlah tersebut merupakan nilai bersih dana bergulir yang dapat direalisasikan. Dana bergulir Dari jumlah sebesar Rp1.735.000.000,00 digulirkan kepada penerima Skim Kredit Garda Emas sebanyak 1.799 orang dan 3.625 orang penerima Prosus Taskin Garda Emas. Selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 terdapat pengembalian yang digulirkan kembali sebesar Rp2.533.343.079,00 kepada 2.933 orang penerima. Skim Kredit Garda Emas adalah bantuan berupa uang yang disertai dengan akad kredit antara pemberi dan penerima bantuan. Ini adalah program dana bergulir garda emas yang dilaksanakan oleh tim kerja Garda Emas yang dibentuk dengan SK Walikota Bogor yang terdiri atas LSM Pinbuk (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) dan Pemda serta Bank Pasar yang berfungsi sebagai lembaga penyalur dana dan penampung angsuran/pelunasan. Pelaksana tim teknis diketuai oleh direktur LSM PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) selain itu PINBUK ditunjuk sebagai konsultan pelaksana program Garda Emas. Pemda sebagai leading sector dana bergulir dari tahun ke tahun mengalami perubahan-perubahan. Selama tahun 1999 s.d. 2005 pihak pemda yang mewakili dalam tim kerja Garda Emas adalah Bagian Perekonomian Setda, kemudian dilanjutkan pada era 2006 dan 2007 yang dipegang oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi. Selanjutnya dalam periode setelah itu, yaitu selama tahun 2008 dan 2009 tidak ada dari pihak pemda yang mewakili sebagai leading sector dalam tim kerja Garda Emas. Sejarah LSM Pinbuk didirikan atas prakarsa Bank Muamat, ICMI dan MUI. Keterlibatan LSM Pinbuk dalam Skim Kredit Garda Emas adalah sebagai konsultan/pengelola dalam Tim Garda Emas, namun pada tahun 2007 adanya ketidaksepahaman dengan Legislatif membuat LSM Pinbuk pada tahun 2008 berhenti beraktitas dalam pengelolaan dana bergulir selain itu dikarenakan tidak adanya biaya operasional dari pemda. Perbedaan pandangan tersebut berupa pi hak legislatif menginginkan dana bergulir disalurkan kepada usaha kecil yang telah mapan sehingga kecil kemungkinan terjadi kredit macet, sedangkan LSM Pinbuk berpendapat bahwa dengan disalurkan kepada pengusaha yang telah mapan membuat program ini tidak tepat sasaran. Sejak ber= Tahun 2000 oleh Pemda =Tahun 2001 =Tahun 2002 =Tahun 2003 Rp 300.000.000,00 (Rp 15.000.000,00) Rp 300.000.000,00 Rp 550.000.000,00 Rp 600.000.000,00 Rp 1.735.000.000,00 Dikurangi seremonial Pencairan Garda Emas
Liputan Utama
14
sar Rp 8.283.000.00. Kenapa tidak semua Dinas bisa melakukan apa yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor, yaitu mempermudah akses informasi serta tanpa takut dan ragu memberikan bukti jika memang tidak ada yang di sembunyikan. Selain Dinas Kesehatan Dinas Pengawasan Pembangunan dan Pemukiman serta Dinas Pendapat Daerah (Dispenda) termasuk dalam katagori memberikan akses walaupun jawaban yang kami terima tidak sesuai dengan apa yang kami harapkan. 45-124 tahun 2011 ini belum menyentuh ke pelaksana di dalam SKPD itu sendiri? Sehingga hal seperti ini masih terjadi pada SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor. Bukankah PPID yang ditunjuk oleh Walikota itu memiliki tugas yang salah satunya adalah menyediakan, menyimpan, mendokumentasikan dan mengamankan informa si, serta memberikan pelayanan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu dimana yang salah dengan Kepwali Nomor 487.45-124 tahun 2011, sehingga masih ada saja kesulitan untuk mendapatkan informasi publik di lingkungan pemerintah Kota Bogor. Hal ini dialami Reporter Bogorplus saat akan mengkonrmasi terkait Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan terhadap peSeharusnya sudah tidak ada lagi warga kota Bogor yang kesulitan mencari informasi di Pemerintahan Kota Bogor, terlebihlebih bagi para pewarta baik itu cetak maupun elektronik. Selain diatur oleh Undangrundangan-undangan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan pemerintah Kota Bogor Tahun Anggaran (TA) 2009. Bahkan aksi ketidaktahuan atau masa bodohpun kerap diterima dilakukan oleh SKPD di rangan pekerjaan pada optimalisasi terminal Baranangsiang (luncuran) dan kegiatan revitalisasi Masjid Raya Bogor (Lanjutan sebesar Rp84.521.511,94; Dalam temuan BPK tertulis Kegiatan Optimalisasi Terminal Baranangsiang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp806.619.110,00 dilaksanakan oleh PT BPAP sesuai kontrak No.520.2/12-TSP/K.OTB.L/V/2009 tanggal 25 Mei 2009 dan addendum perubahan pekerjaan No.520.2/18-TSP/K.OTB.L/VII/2009 tanggal 21 Juli. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 120 hari kalender sejak mulai diterbitkannya SPMK sampai dengan tanggal 24 September 2009. Pekerjaan telah diserahterimakan sesuai dengan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan No.020/BA.20TST/K.OTD.L/VIII/2009 Tanggal 5 Agustus 2009 dan telah dibayar lunas(95%) sesuai dengan SP2D terakhir No.931/002002/LS/2009 tanggal 20 Agustus 2009 sebesar Rp 282.316.689,00. Berdasarkan pemeriksaan sik dilapangan terdapat kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp60.549.161,94. Kami mengirimkan surat permintaan informasi dan data dengan No.039/Rep/B+/VII/2009, hingga Bogor + Edisi 12 terbit, surat inipun tidak mendapat respon apaapa, jangan kan untuk informasi dan data, surat saja tidak dibalas. Hal seperti inipun terjadi pada Dinas Bina Marga dan pengairan tidak ada satu suratpun yang dib alas. Surat kami adalah terkait dengan, Kekurangan Volume Pekerjaan Atas 9 (Sembilan) Ruas Jalan Dinas Binamarga dan Pengairan dan 6 (Enam) Ruas Jalan Lingkungan Dinas Ciptakarya dan Tata Ruang Sebesar Rp106.639.738,30; Kekurangan Volume Pekerjaan Atas 4 (Empat) Kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air dan Irigasi Dinas Bina Marga Dan Pengairan dan 2 (Dua) Kegiatan Pembangunan Talud/ Keermer Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Sebesar Rp103.244.715,80; Kekurangan Volume Pekerjaan pada Kegiatan Pembangunan .Sarana Air Bersih Non PDAM Kelurahan Margajaya Sebesar Rp8.461.683,20;
Foto: Dok.Bogor+
seperti yang tercantum dalam matrik pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan Atas LKPD TA 2009 pemerintah Kota Bogor. Pemkot adalah : Surat teguran Tertulis Walikota Bogor No. 700/2163-Inspektorat kepada Sekda Bogor, tgl 22 Oktober 2010, telah ditarik dan disetor sebesar Rp 131.779.51.00 tgL 27 Desember 2010.
Harapan terakhir kami untuk mendapatkan informasi serta komrmasi Adalah Inspektorat, sebagai Dinas yang mengawasi jalannya Roda Pemerintahan ini. Inspektur sedang ke Balaikota, kalau mau ketemu, enaknya bikin janji atau kirim surat dulu, urai Hidayat salah satu staf Inspektorat Pemerintah Kota Bogor, saat Bogor + bertandang untuk konrmasi tentang hasil-hasil yang telah di lakukan terkait dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Ke uangan (BPK) Republik Indonesia. Kedatangan Bogor + ke Inspektorat sendiri berdasarkan dari petunjuk dari beberapa dinas yang dikonrmasi sebelumnya. Beberapa Dinas yang salah satunya Bina Marga dan Sumber Daya Air mengatakan, bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan atas kepatuhan Terhadap Peraturan Perundangundangan Dalam Kerangka Pemeriksaan Laporan Keuangan Kota Bogor Tahun Ang garan (TA) 2009 di Bogor, Hasil Pemeriksaan Semester I TA 2009, bisa ditanyakan di Inspektorat yang beralamat di Jl. Pahlawan
761.000.000.00 dilaksanakan oleh PT KF TD Bandung, berdasarkan Kontrak No.14/obat/ APBD/2009 dan Adendum perubahan pekerjaan No 18.ADD/Obat/APBD/2009 tanggal 6 November 2009. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 90 hari kalender sampai dengan tanggal 20 November dan telah dibayar lunas sesuai dengan SP2D No.391/003698/LS/2009 tanggal 28 Desember 2009 sebesar 2.761.000.000; hal tersebut tidak tepat, karena 90 hari kalander dari tanggal 19 Agustus 2009 adalah tanggal 17 November 2009 bukan 20 tanggal 2009. Hal tersebut mengakibatkan obat-obatan tidak dapat dimanfaatkan segera. Dan kepada rekanan yang bersangkutan harus di kenakan denda keterlambatan sebesar Rp8. 283.000.00 (3 per 1000 x 2.761.000.000.00). Sekretaris Dinas Kesehatan pun membe rikan konrmasi kepada Bogor + dengan memberikan bukti berupa fotocopy STS No.08748 tanggal 6 September 2010 sebe-
undang Keterbukaan Publik, sejak 23 Mei 2011, Walikota Bogor telah menetapkan Keputusan Walikota Nomor 487.45-215 tahun 2011, tentang penunjukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan pemerintah Kota Bogor. Dalam keputusan tersebut, dinyatakan bahwa hak untuk memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbu kaan publik merupakan sarana untuk mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negera dan badan publik lainnya sebagai pertimbangan keluarnya keputusan ini. Tapi mengapa ada saja halangan untuk mendapatkan informasi di SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor, seperti yang dialami oleh reporter Bogor + beberapa waktu lalu. Dimana untuk mengirimkan su rat saja harus dialamatkan kepada Walikota. Apakah keberadaan Kepwali Nomor 487.-
jajaran pemkot Kota Bogor. Entahlan apakah jajaran-jajaran SKPD ini menerima pelatihan bagaimana cara memberikan informasi publik, sehingga mereka tahu bagaimana beretika saat ada lembaga atau siapapun meminta satu informasi itu tidak menemui hambatan, minimal surat dibalas surat, bukan dengan surat dibalas dengan masa bodoh ataupun acuh tak acuh. Lalu siapakah yang dilayani oleh Abdi Negara ini?. Apakah Abdi Negara hanya melayani pejabat negara, jika iya, lalu masyarakat itu dilayani siapa?. Tetapi jika tidak, kenapa masyarakat seperti tidak mendapat pelayanan yang baik. Ini hanya beberapa contoh kasus yang di terima oleh Reporter Bogor + saat mengkonrmasi terbitan edisi 12 terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan RI. Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJ) kota Bogor, Reporter mengirimkan surat permohonan konrmasi terkait keku-
15
Blok.144, Bogor. Pokok-pokok temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pelaporan keuangan yang ditemukan BPK adalah sebagai berikut : 1. Piutang Pajak Restoran Sebesar Rp344. 289.783,80 Berpotensi Tidak Tertagih; 2. PT Bogor Internusa Plaza Belum Membayar Kewajiban Kontribusi Sebesar Rp612.000.000,00, Belum Menyerahkan 1 (Satu) Unit Arm Roll Truck Dan 3 (Tiga) Unit Kontainer dan Belum Membayar PBB Atas Obyek Kerja Sama yang Dikuasainya Sebesar Rp2.265.926.236,00; 3. Pemerintah Kota Bogor Belum Menerima Kontribusi dari Hasil Pengelolaan Taman Ade Irma Suryani Sebesar Rp363. 088.926,dan Pengelolaan Perparkiran pada Plaza Kapten Muslihat dan Taman Ade Irma Suryani Tidak Sesuai Dengan Ketentuan; 4. Realisasi 4 (Empat) Kegiatan Pada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah dan DPPKAD Sebesar Rp19.650.266.360,00 Tidak Dilengkapi Dengan Bukti Pertanggungjawaban yang Lengkap dan Sah; 5. Penerima Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, dan Bantuan Keuangan Belum Menyerahkan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Dana Sebesar Rp 56.177.180.995,00; 6. Kegiatan Pengadaan Obat Obatan Dinas Kesehatan Terlambat Sehingga Harus Dikenakan Denda Sebesar Rp8.283.000,00; 7. Dana Bergulir Sebesar Rp127.096. 507,00 Tersimpan Dalam Rekening Pengelola dan Tidak Digulirkan Lagi; 8. Kekurangan Volume Pekerjaan pada Kegiatan Optimalisasi Terminal Baranangsiang (Luncuran) dan Kegiatan Revitalisasi Masjid Raya Bogor (Lanjutan) Sebesar Rp84.521.511,94; 9. Kekurangan Volume Pekerjaan Atas 9 (Sembilan) Ruas Jalan Dinas Binamarga dan Pengairan dan 6 (Enam) Ruas Jalan Lingkungan Dinas Ciptakarya dan Tata Ruang Sebesar Rp106.639.738,30; 10. Kekurangan Volume Pekerjaan Atas 4 (Empat) Kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air dan Irigasi Dinas Bina Marga Dan Pengairan dan 2 (Dua) Kegiatan PembangunanTalud/Keermer Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Sebesar Rp103.244.715,80; 11. Kekurangan Volume Pekerjaan pada Ke giatan Pembangunan Sarana Air Bersih Non PDAM Kelurahan Margajaya Sebesar Rp8. 461.683,20. Surat pun kami layangkan ke Inspektorat dengan No.042/REP/B+/VII/2011. Kami mendapatkan balasan surat bernomor 700/359Inspektorat, 28 Juli 2011, yang ditandatangani oleh Inspektur Hj. Saryati Kosasih.SH ,
Liputan Utama
yang menyatakan bahwa Pemeriksaan Atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundangundangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bogor Tahun Anggaran (TA) 2009 dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), oleh Karena itu yang mempunyai kewenangan untuk data tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia sebagai yang melaksanakan pemeriksaan. Lagi-lagi kami harus menelan pil pahit su litnya mendapatkan Informasi serta data yang kami butuhkan. Padahal tujuan untuk komrmasi ini adalah kami memberitakan sesuatu yang benar (Jika Benar), Bagaimana masyarakat bisa memperoleh Informasi yang benar?, jika akses untuk informasi itu sendiri tertutup gerbang dengan gembok yang selalu terkunci. *amir syahrudin
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, BPK RI menyarankan walikota Bogor untuk memberikan teguran tertulis dan pemberian sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang yang berlaku di bidang kepegawaian kepada pelaksana kegiatan dan pengguna anggaran yang lalai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, menagih kelebihan pembayaran maupun denda keterlambatan kepada rekanan dan menyetor kan ke kas daerah serta memerintahkan kepada penanggung jawab kegiatan untuk melengkapi bukti pertanggungjawaban penggunaan dana belanja tidak terduga. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas Kepatuhan Perundang undangan dalam Kerangka Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bogor Tahun Anggaran (TA) 2008. Terdapat 4 temuan BPK atas ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang undangan yang ditemukan BPK RI Pada Tahun Anggaran 2008. Berikut ini kami sampaikan hasil temuan BPK TA 2008 secara lengkap sesuai sesuai data yang kami terima dari BPK di bawah ini: jaminan PeLaksanaan atas Pemutusan kontrak Pekerjaan oPtimaLisasi terminaL baranangsiang sebesar rP87.776.500,00 beLum diCairkan oLeh Pejabat Pembuat komitmen dan kekurangan Vo Lume Pekerjaaan hotmix sebesar rP6.853.662,48 Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Pemerintah Kota Bogor telah melaksanakan kegiatan Optimalisasi Terminal Baranangsiang yang pembiayaannya bersumber dari APBD Pemerintah Kota Bogor, dengan pagu anggaran sebesar Rp1.931.602.000,00. Peneta-
pan pelaksana pekerjaan dilakukan melalui proses pelelangan dengan tahapan sebagai berikut : a. Tahap pengumuman lelang dilaksanakan pada tanggal 16 April s/d tanggal 23 April 2008 yang diikuti oleh 13 peserta penyedia barang/jasa dan dilanjutkan pada tanggal 6 Mei 2008 dilakukan pembukaan penawaran terhadap 13 peserta penyedia barang/jasa yang mengajukan penawaran harga. b. Hasil evaluasi dokumen penawaran yang dilaksanakan melalui sistem gugur Panitia Pengadaan Barang/Jasa mengusulkan dua perusahaan rekanan sebagai calon pemenang, yaitu calon pemenang pertama PT Trijaya Cipta dan calon pemenang kedua PT Uniteknindo sesuai Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor 020/BA.08-TSP/OTB/V/ 2008 tanggal 16 Mei 2008.
Liputan Utama
16
suai dengan SP2D Nomor: 931/003458/LS/ 2008 tanggal 24 Desember 2008 total Rp1.177.796.000,00. g. Pada tanggal 12 Desember 2008 Pejabat Pembuat Komitmen menerbitkan Surat Keputusan Nomor 510.2/30-TSP/OTB/XII/ 2008 tentang Pemutusan Kontrak Kerja Pemborongan Kegiatan Optimasi Terminal Baranangsiang kepada PT Trijaya Cipta. Dengan pemutusan kontrak atas pekerjaan tersebut, seharusnya Pejabat Pembuat Komitmen segera mencairkan jaminan pelaksanaan pekerjaan PT Trijaya Cipta senilai Rp87.776.500,00 pada PT Bank Jabar Banten. Namun sampai dengan pemeriksaan tanggal 28 April 2008 jaminan pelaksanaan tersebut belum dicairkan. Berdasarkan hasil cek sik pada tanggal 28 April 2008 terhadap pekerjaan yang telah diselesaikan bersama PPTK, Konsultan Pengawas dan Kontraktor pelaksana dengan melakukan core drill terhadap pekerjaan hotmix dengan ketebalan 2 cm, hasil core drill menunjukan ketebalan rata-rata 1,78 cm, atau terdapat selisih kurang dengan ketebalan 0,28 cm (menurut RAB = 2,00 - 1,78). Dengan demikian telah terjadi kelebihan pembayaran kepada rekanan sebesar Rp6.853.662,48 (0,28/2,00 x 1.258,80 x Rp38.890,00). keadaan di atas tidak sesuai dengan : a. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Bagian Kelima Pasal 5 huruf f yang menyatakan bahwa Pengguna barang/jasa, penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus mematuhi etika antara lain menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam pengadaan barang/ jasa. b. Pasal 35 ayat 3 yang menyatakan, bahwa Pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kelalaian penyedia barang/jasa dikenakan sanksi sesuai yang ditetapkan dalam kontrak berupa : 1) ayat a) Jaminan Pelaksanaan menjadi milik Negara; 2) dan ayat b) Pengenaan daftar hitam untuk jangka waktu tertentu. c. Surat Perjanjian Kontrak Nomor 520.2/ 15-TSP/OTB/VI/2008 tanggal 16 Juni 2008 tentang kegiatan optimalisasi terminal Baranangsiang Pasal 8 butir c menyatakan bahwa dalam Surat Jaminan Pelaksanaan dalam huruf a ayat 1 menjadi milik Negara dan dapat dicairkan oleh Pihak Pertama tanpa persetujuan Pihak Kedua, bilamana terjadi pemutusan perjanjian dengan memperhitungkan prestasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Pihak Kedua; dan pada huruf c menyatakan bahwa Jika Pihak Kedua mengundurkan diri setelah menandatangani kontrak (Surat Perjanjian) ini, maka jaminan pelaksanaan menjadi milik Negara. haL tersebut mengakibatkan : a. Jaminan Pelaksanaan dari rekanan sedenda keterLambatan atas Pekerjaan Pemasangan Penerangan jaLan umum (Pju) sebesar rP18.452. 200,- beLum diPungut. Pada Tahun Anggaran 2008 Dinas Tata Kota dan Pertamanan Pemerintah Kota Bogor telah melaksanakan kegiatan Pemasangan Penerangan Jalan Umum (PJU) yang pembiayaannya bersumber dari APBD Pemerintah Kota Bogor dengan anggaran senilai Rp736.000.000,00 dan telah direalisir senilai Rp715.492.100,00 atau 97,21%. Lingkup pekerjaan kegiatan Pemasangan Penerangan Jalan Umum (PJU) antara lain meliputi pemasangan KWH Meter dan penambahan daya PJU serta pekerjaan pemasangan lampu PJU. Dari hasil pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan dimaksud diketahui terdapat keterlambatan pelaksanaan pekerjaan pada pekerjaan pemasangan Pe nerangan Jalan Umum (PJU) dengan uraian sebagai berikut: a. Pekerjaan Pemasangan PJU di Jalan pada 30 lokasi, yaitu Jalan Veteran, Jalan Dadali, Jalan Jend. A Yani, Jalan Dewi Sartika, Jalan Pahlawan, Jalan Batu Tulis dan Jalan Paledang. Penetapan rekanan sebagai pebPk ri menyarankan WaLikota bogor agar: a. Memberikan teguran secara tertulis diikuti dengan pemberian sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang kepegawaian kepada Pejabat Pembuat Komitmen dan PPTK agar lebih cermat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. b. Memerintahkan Kepala Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Pemerintah Kota Bogor agar menarik kelebihan pembayaran dan menyetorkannya ke Kas Daerah sebesar Rp3.853.662,58 serta bukti setornya disampaikan kepada BPK RI. haL tersebut terjadi karena : a. Pejabat Pembuat Komitmen lalai tidak segera mencairkan jaminan pelaksanaan sebagai tindak lanjut atas pemutusan kontrak kepada rekanan. b. PPTK, Konsultan Perencana, dan Konsultan Pengawas serta Petugas Teknis dari Bina Marga kurang cermat dalam melakukan opname pada tanggal 11 Desember 2008 atas penyelesaian pekerjaan oleh rekanan. Atas permasalahan tersebut Kepala Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Pemerintah Kota Bogor menjelaskan bahwa jaminan pelaksanaan telah disetorkan ke Kas Daerah pada tanggal 6 Mei 2009 sebesar Rp87.776.500,-. Sedangkan untuk kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp6.853.662,48 baru disetor ke Kas Daerah sebesar Rp3.000.000,00, pada tanggal 28 Mei 2009. nilai Rp87.776.500,00 yang menjadi hak Pemerintah Kota Bogor belum diterima Kas Daerah. b. Kelebihan pembayaran kepada rekanan sebesar Rp6.853.662,48 atas kekurangan volume pekerjaan penghamparan hotmix. laksana pekerjaan dilakukan dengan cara pelelangan, yang diikuti oleh empat peser ta penyedia barang/jasa. Hasil pelaksanaan evaluasi kualikasi dan evaluasi harga penawaran oleh panitia lelang ditetapkan sebanyak tiga peserta penyedia barang/jasa sebagai calon pemenang sesuai dengan Surat Panitia Pengadaan Barang/Jasa Nomor 605.5/SUPPP/PJU-KWH/DTKP/VII/2008 tanggal 20 Juli 2008. Selanjutnya Pengguna Anggaran selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Surat Keputusan Nomor 605. 5/SKPP/PJU-KWH/DTKP/VII/2008 tanggal 31 Juli 2008 menetapkan CV YIKA UTAMA dengan harga borongan sebesar Rp240.921.000,- sebagai pemenang lelang. Sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan telah ditandatangani Surat Kontrak Kerja Konstruksi No.605.5/KKK/PJU-KWH/DTKP/VII/2008 tanggal 14 Agustus 2008 dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 90 hari kalender terhitung tanggal 14 Agustus s/d 12 November 2008. Lingkup pekerjaan meliputi pekerjaan persiapan dan pekerjaan pemasangan Penerangan Jalan Umum (PJU) sebanyak 30 titik lokasi. Sesuai Berita Acara Serah Terima Pekerjaan No.640/BAPPI/KKK/01.2/PEMMESRA/ DTKP/XII/2008 tanggal 19 Desember 2008. dinyatakan bahwa pekerjaan telah selesai 100% dan telah dibayar terakhir dengan SP2D No. 931/002998/LS/2008 tanggal senilai Rp168.644.700,00. Berdasarkan hasil pemeriksaan sik pada tanggal 13 Mei 2009 bersama petugas pengawas dari Dinas Tata Kota dan Pertamanan dan rekanan pelaksana, serta hasil konrmasi dan surat keterangan dari PT PLN sebagai tindak lanjut Surat No. 621.92/1341DTKP tanggal 11 Nopember 2008 tentang Pemasangan KWH Meter (Penambahan daya dan penyambungan baru) diperoleh penjelasan sebagai berikut : 1) Selama KWH Meter belum dipasang, maka tagihan rekening listrik dihitung abonemen berdasarkan daya kontrak (butir ketiga); Pemasangan KWH Meter 3 phase akan segera dilaksanakan sesuai permintaan dengan terlebih dahulu melakukan pengujian titik penyambungan dan box meter yang terpasang pada jaringan (butir keempat). 2) Dari 30 titik pemasangan PJU diketahui bahwa sebanyak 23 titik belum terpasang KWH Meter, dengan demikian penyelesaian pekerjaan tersebut mengalami keterlambatan minimal selama 6 bulan (terhitung dari tanggal 12 Nopember 2008 s/d 14 Mei 2009). Atas keterlambatan tersebut kepada reka nan harus dikenakan denda keterlambatan maksimal 5 % dari harga borongan yaitu sebesar Rp12.046.050,00 (5 % x Rp240.921.000,00). b. Pekerjaan pemasangan Lampu Penerangan Jalan Umum pada Jalan Protokol dan Jalan Penghubung melewati jadwal waktu yang ditetapkan pada kontrak. Panitia Pengadaan Barang/Jasa telah melakukan proses pelelangan untuk menetapkan rekanan sebagai pelaksana pekerjaan, yaitu dari tahap pengumuman lelang, pem-
c. Usulan pemenang tersebut selanjutnya ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen sebagai pemenang ke I dan ke II dengan Surat Penetapan Nomor 510.2/10-TSP/ OTB/V/2008 tanggal 19 Mei 2008. d. Pengumuman pemenang pelelangan oleh Pengguna Anggaran selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Nomor 510.2/1TSP/OTB/V/2008 tanggal 21 Mei 2008 menetapkan PT TRIJAYA CIPTA dengan harga penawaran terkoreksi sebesar Rp1.755.529.891,00 sebagai pelaksana pekerjaan Optimalisasi Terminal Baranangsiang. Sesuai dengan dokumen pelelangan yang diterima, BPK RI menyatakan bahwa pelaksanaan pelelangan tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan pekerjaan dimaksud telah ditandatangani dengan Surat Perjanjian Kontrak Kerja Nomor 520.2/15-TSP/ OTB/VI/2008 tanggal 16 Juni 2008 dengan lingkup pekerjaan optimalisasi terminal Baranangsiang senilai Rp1.755.529.891,00 dan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 180 hari kalender terhitung sejak ditandatanganinya SPK atau sejak tanggal 16 Juni s/d 12 Desember 2008. Dalam pelaksanaan pekerjaan Optimalisasi Terminal Baranangsiang PT Trijaya Cipta tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dan dilakukan pemutusan kontrak oleh Pejabat Pembuat Komitmen dengan kronologis sebagai berikut : a. PT Trijaya Cipta dengan Surat Nomor 1653/Per-Optimasi /TJC/X/2008 tanggal 14 Oktober 2008 mengajukan Optimasi Anggaran Biaya kepada Pejabat Pembuat Komitmen dengan alasan telah terjadi kenaikan harga BBM yang ditetapkan Pemerintah pada tanggal 23 Mei 2008. b. Menanggapi surat PT Trijaya Cipta dimaksud, Pejabat Pembuat Komitmen menyatakan dalam surat No. Nomor 910/27-TSP/ DLLAJ/XI/2008 tanggal 7 Nopember 2008 bahwa kenaikan harga BBM tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan pengajuan optimasi anggaran biaya karena terjadi sebelum pelaksanaan proses pelelangan. c. Dengan kondisi tersebut pihak kontraktor sempat menghentikan pekerjaannya sehingga Pejabat Pembuat Komitmen membuat teguran sebanyak tiga kali, sehubungan sisa waktu pekerjaan semakin sempit maka pihak kontraktor diminta segera menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Time Schedule yang telah direncanakan. d. PT Trijaya Cipta melalui surat Nomor 023/Perm.PP-TC/DLLAJ/VII tanggal 8 Desember 2008 menyampaikan permohonan ijin untuk tidak melanjutkan pekerjaan. e. Selanjutnya pada tanggal 11 Desember 2008 PPTK, Konsultan Perencana, dan Konsultan Pengawas serta Bantuan Teknis dari Bina Marga melakukan opname atas pekerjaan yang telah diselesaikan oleh PT Trijaya Cipta dan diperoleh hasil prestasi pekerjaan sebesar 67,09% dengan harga borongan mencapai Rp1.177.796.000,00. f. Atas penyelesaian pekerjaan sebesar 67,09% tersebut telah dilakukan pembaya ran terakhir sebesar Rp124.478.066,00 se-
17
Bogor menjelaskan bahwa pihak penyedia barang/jasa dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) telah melaksanakan kewajiban sesuai dengan tanggung jawabnya, sedangkan pemasangan KWH meter adalah merupakan kewenangan dan kewajiban PT PLN sebagai penyedia listrik negara. Untuk itu Dinas Tata Kota dan Pertamanan difasilitasi oleh Sekretaris Daerah akan berupaya untuk meminta pertanggungjawaban kepada pihak PLN atas keterlambatan pemasangan KWH meter tersebut. bPk ri menyarankan WaLikota bogor agar: a. Memberikan teguran secara tertulis diikuti dengan pemberian sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang kepegawaian kepada Panitia Penerima Barang dan PPTK agar lebih cermat dalam melaksanakan tugasnya. b.Memerintahkan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Pemerintah Kota Bogor untuk menarik denda keterlambatan dan menyetorkan ke Kas Daerah sebesar Rp18.452.200,00 serta bukti setornya disampaikan kepada BPK RI.
Ilustrasi: Penerangan Jalan Umum (JPU) di Jalan Batu Tulis Foto: M Faisal
Liputan Utama
nyedia barang/jasa dengan sistem satu sampul, Panitia Pengadaan Barang/Jasa dengan Berita Acara Hasil Pelelangan No. 602.1/08/PP/Warung Pari/IX/2008 tanggal 8 September 2008 mengusukan tiga peserta penyedia barang/jasa urutan harga terendah sebagai pemenang lelang. Pengguna Anggaran selaku Pejabat Pembuat Komitmen dengan Surat Keputusan No. 621/07-PKK/BMA-18/XI/2008 tanggal 6 Nopember 2008 menetapkan pemenang pelelangan PT PARAMITRA MULTI PRAKASA dengan harga borongan sebesar Rp1.647.721.000,00. Sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan telah ditandatangani Surat Perjanjian Kerja Konstruksi (Kontrak) No.621/8-PPK/BMA18/XI/2008 tanggal 20 Nopember 2008 dengan lingkup pekerjaan meliputi pekerjaan galian tanah saluran, pasangan saluran UDitch, pembuatan plat daker, galian tanah berbatu, timbunan sirtu, cor beton B0 tebal 5 cm, bekisting untuk beton, pemasangan tulangan dowel untuk rigid, cor beton K-350 tebal 20 cm. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 180 hari kalender terhitung tanggal 20 Nopember 2008 s/d 18 Mei 2009 dan jangka waktu pemeliharaan adalah 180 hari kalender. Pada tanggal 20 Maret 2009 PT PARAMITRA MULTI PRAKASA mengajukan Addendum kontrak kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) N0.621/8-PPK/BMA-18/III/ 2009 tentang penambahan pekerjaan galian tanah saluran, pasangan saluran U-Ditch dan pengurangan pekerjaan pemasangan tulangan dowel untuk rigid pavement dengan harga borongan tidak berubah. Untuk Tahun Anggaran 2008 pekerjaan tersebut telah mencapai prestasi pekerjaan sebesar 69,070 % dan telah dibayar dengan SP2D No.931/003173/LS/2008 tanggal 5 Desember 2008 senilai Rp329.544.200,00 sedangkan sisanya diluncurkan pada Tahun Anggaran 2009. Berdasarkan hasil cek sik di lapangan yang didampingi oleh PPTK, pengawas dan kontraktor pelaksana pada tanggal 7 Mei 2009 dengan melakukan core drill secara sampling sebanyak enam titik pada ruas jalan yang dirigid (dibeton) panjang 576,00 m dan lebar ruas jalan 5,50 m dengan tebal beton 20 cm, diperoleh hasil rata-rata ketebalan 17,90 cm, atau terdapat kekurangan ketebalan sebesar 2,10 cm dengan perhitungan sebagai berikut:
terdaPat kemahaLan harga sebebukaan penawaran yang diikuti oleh empat peserta penyedia barang/jasa. Berdasarkan hasil evaluasi kualikasi dan evaluasi harga penawaran, Panitia Pengadaan Barang/Jasa mengajukan usulan penetapan calon pemenang sebanyak tiga peserta penyedia barang/jasa dengan Surat Nomor 605.5/SUPPP/PJU-BBLK/DTKP/VII/2008 tanggal 20 Juli 2008. Pengguna Anggaran selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Surat Keputusan No.605.5/SKPP/PJU-BBLK/DTKP/VII/ 2008 tanggal 31 Juli 2008 menetapkan CV BINA PUTRA PUTRI PERTIWI sebagai pemenang lelang dengan harga borongan sebesar Rp128.123.000,00. Untuk melaksanakan pekerjaan dimaksud telah ditandatangani Surat Kontrak Kerja Konstruksi No.605.5/KKK/06.1/PJU-KWH/ DTKP/VII/2008 tanggal 14 Agustus 2008 dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 90 hari kalender terhitung tanggal 14 Agustus s/d 12 Nopember 2008. Lingkup pekerjaan meliputi pekerjaan persiapan dan pekerjaan pemasangan Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) untuk sebanyak 30 titik lokasi. Pekerjaan tersebut telah selesai dilaksanakan 100% sesuai Berita Acara Serah Terima Pekerjaan No. 605.5/BAPP.I/KKK/06.1/PJU-BBLK/DTKP/2008 tanggal 16 Oktober 2008 dan dibayar terakhir dengan SP2D No. 931/002998/LS/2008 tanggal 18 Nopember 2008 senilai Rp89.686.100,00. Berdasarkan hasil konrmasi kepada pihak PT PLN untuk wilayah Bogor Kota pada tanggal 13 Mei 2009 dan surat keterangan pemasangan diperoleh bukti bah wa pekerjaan tersebut baru dilaksanakan pemasangan pada tanggal 14 Januari 2009, sehingga mengalami keterlambatan selama 2 bulan (terhitung dari tanggal 12 NopemAtas permasalahan tersebut Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Pemerintah Kota haL tersebut terjadi karena: a. Panitia Penerima Barang tidak cermat dalam melaksanakan tugasnya; b. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) lalai dalam melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. keadaan di atas tidak sesuai dengan : a. Keppres Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan Pasal 37 poin (1) yang menyatakan bila terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan akibat dari kelalaian penyedia barang/jasa, maka penyedia barang/jasa yang bersangkutan dikenakan denda keterlambatan sekurangkurangnya 10/00 (satu perseribu) per hari dari nilai kontrak. b. Kontrak Kerja Konstruksi masing-masing kegiatan yang menyatakan bahwa jika pihak kedua tidak dapat menyelesaikan pekerjaan pemborongan sesuai dengan jangka waktu pelaksanaan yang tercantum dalam pasal perjanjian ini, maka setiap hari keterlambatan pihak kedua wajib membayar denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu permil) dari biaya pekerjaan pemborongan. Hal tersebut mengakibatkan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan sebesar Rp18.452.200 (Rp12.046.050,- + Rp6.406.150,-) belum diterima Kas Daerah.
NO. 1 2 3 4 5 6 LOKASI Titik 0 M' Titik 100 M' Titik 200 M' Titik 300 M' Titik 400 M' Titik 500 M' JUMLAH BANYAK TITIK TEBAL RATA-RATA = (107,4 : 6,0) = TEBAL MNRT RAB SELISIH KURANG
ber 2008 s/d 14 Januari 2009). Atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan tersebut kepada rekanan harus dikenakan denda keterlambatan maksimal 5% dari harga borongan yaitu sebesar Rp6.406.150,00 (5 % x Rp128.123.000,00).
sar rP9.675.797,00 dan kekurangan VoLume Pekerjaan Pada beberaPa kegiatan dinas bina marga dan Pengairan sebesar rP170.477.095,78 Dari hasil pemeriksaan beberapa kegiatan pada Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kota Bogor ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut: a. kekurangan volume pada pekerjaan pelebaran dan pembangunan jalan Warung PariPamoyanan Pada Tahun Anggaran 2008 Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kota Bogor telah melaksanakan pekerjaan Pelebaran dan Pembangunan Jalan Warung Pari Pamoyanan, Desa Rangga Mekar Pamoyanan (Bantuan Provinsi Jawa Barat) dengan anggaran senilai Rp2.500.000.000,00. Pemilihan penyedia barang/jasa pun dilakukan melalui proses pelelangan, yaitu dimulai dari tahap pengumuman lelang pada tanggal 19 Juni 2008, pembukaan penawaran yang diikuti oleh 14 peserta penyedia barang/jasa, dan kemudian anzwijing (penjelasan). Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, teknis, harga dan penilaian kualikasi pe-
Liputan Utama
18
pemeliharaan adalah 180 hari kalender . Pada tanggal 20 Oktober 2008 PT EBFAR TATOR PARAHYANGAN mengajukan Addendum kontrak kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) N0.621/8-PPK/BMA-20/VIII/2008 tentang penambahan pekerjaan buangan bekas bongkaran, plesteran, beton non struktur, beton struktur, pita beton, penulangan beton, urugan LPB sirtu klas C danpengurangan pada pekerjaan galian tanah, pasangan batu kali, pekerjaan siaran, dan timbunan tanah, dengan harga borongan tidak berubah. Pekerjaan tersebut telah selesai dikerjakan 100% dengan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan No. 621/BA-05/Aria Surialaga (Lanjutan)/XII/2008 tanggal 23 Desember 2008 dan telah dibayar lunas terakhir dengan SP2D No. 931/003481/LS/XII/2008 tanggal 24 Desember 2008 senilai Rp626.499.750,00 Berdasarkan hasil cek sik tanggal 7 Mei 2009 tim yang didampingi oleh PPTK, pengawas dan kontraktor pelaksana telah melakukan core drill secara sampling sebanyak sepuluh titik pada ruas jalan yang dibeton panjang 750 m dan lebar kiri dan kanan masing-masing 1,50 m, tebal beton 20 cm, memperoleh hasil rata-rata ketebalan 18,45 cm atau terdapat kekurangan ketebalan sebesar 1,55 cm, dengan perhitungan sebagai berikut :
1 2 3 4 5 6 7 8 Titik 0 M' Titik 50 M' Titik 100 M' Titik 150 M' Titik 200 M' Titik 250 M' Titik 300 M' Titik 350 M' JUMLAH Tebal Rata-rata 13,5 23,0 18,0 16,5 20,0 18,5 20,0 20,5 150,0 8 18,75 20,00 1,25
Dengan adanya kekurangan ketebalan tersebut maka telah terjadi kekurangan volume pekerjaan rigid (beton) senilai Rp45.445.302,00 dengan perhitungan sebagai berikut : Pek. rijid beton k-350 tebaL 20 cm Tebal menurut RAB : 20cm ; Tebal hasil cek sik : 17,90 cm ; selisih ketebalan 2,10cm 2,10/20 x 570,00 x Rp759.320,00 = Rp45.445.302,00. b. kekurangan volume pada pekerjaan pelebaran jalan aria surialaga Pada Tahun Anggaran 2008 Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kota Bogor telah melaksanakan pekerjaan Pelebaran Jln. Aria Surialaga (Simpang Pasir Kuda s/d Pancasan Atas)/Banteng Suroso) (lanjutan) dari bantuan Pemerintah DKI Jakarta dengan anggaran senilai Rp5 Milyar. Pemilihan penyedian barang/jasa juga dilakukan melalui proses pelelangan, yaitu mulai dari tahap pengumuman lelang pada tanggal 3 Juni 2008, pembukaan penawaran yang diikuti oleh sebanyak empat peserta penyedia barang/jasa, kemudian anzwijing (penjelasan). Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, teknis, harga dan penilaian kualikasi penyedia barang/jasa dengan sistem satu sampul, Panitia Pengadaan Barang/Jasa melalui
lakukan proses pelelangan untuk memilih rekanan pelaksana pekerjaan, yaitu mulai dari tahap pengumuman lelang pada tanggal 19 Juni 2008, pembukaan penawaran yang diikuti oleh lima peserta penyedia barang/jasa, kemudian anzwijing (penjelasan), evaluasi administrasi, teknis, harga dan penilaian kualikasi penyedia barang/jasa dengan sistem satu sampul. Panitia Pengadaan Barang/Jasa telah mengusulkan tiga peserta penyedia barang/jasa dengan urutan harga terendah sebagai calon pemenang lelang sesuai Berita Acara Hasil Pelelangan No. 602.1/10/PP/Semeru/VII/2008 tanggal 8 Juli 2008. Pengguna Anggaran selaku Pejabat Penmbuat Komitmen dengan Surat Keputusan No. 621/07-PKK/BMA-15/VII/2008 tanggal
Pekerjaan tersebut telah selesai dikerjakan dengan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan No.621/BA-06/Pemel-Jln.DR.Semeru/XII/2008 tanggal 24 Desember 2008 dan telah dibayar dengan SP2D No. 931/003464/LS/2008 tanggal 24 Desember 2008 senilai Rp333.076.326,00. Berdasarkan hasil pemeriksaan sik tanggal 11 Mei 2009 tim yang didampingi oleh PPTK, pengawas dan kontraktor pelaksana telah melakukan core drill secara sampling sebanyak delapan titik pada ruas jalan yang dibeton panjang 435,50 m dan lebar ruas jalan 6,50 m dengan tebal beton 20 cm. Hasil core drill diperoleh rata-rata ketebalan 18,75 cm atau terdapat kekurangan ketabalan sebesar 1,25 cm dengan perhitungan sebagai berikut :
22 Juli 2008 telah menetapkan PT SATRIA LESTARI GRAHA sebagai pemenang lelang dengan harga borongan sebesar Rp1.078.638.000,-. Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut telah ditandatangani Surat Perjanjian Kerja Konstruksi (Kontrak) No. 621/8-PPK/BMA15/VIII/2008 tanggal 4 Agustus 2008, dengan lingkup pekerjaan pemeliharaan berkala jalan DR. Semeru, dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 120 hari kalender terhitung dari tanggal 4 Agustus s/d 1 Desember 2008 dan jangka waktu pemeliharaan adalah 180 hari kalender .
Dengan adanya kekurangan ketebalan tersebut maka telah terjadi kekurangan volume pekerjaan rigid (beton) senilai Rp20.367.790,63 dengan perhitungan sebagai berikut : Pek. rijid beton k-350 tebaL 20 cm Tebal menurut RAB : 20 cm ; Tebal hasil cek sik : 18,25 cm ; selisih ketebalan 1,25 cm 1,25/20 x 435,50 x Rp748.300,00 = Rp20.367.790,63 d. kekurangan volume pekerjaan dan kemahalan harga pada kegiatan Peningkatan jalan soemintadireja Pada Tahun Anggaran 2008 Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kota Bogor telah melaksanakan pekerjaam Peningkatan Jln. Soemantadireja dari APBD Pemerintah Kota Bogor dengan anggaran senilai Rp750.000.000,00. Untuk menentukan penyedia barang/jasa Panitia Pengadaan Barang/jasa telah melakukan proses pelelangan, yaitu mulai dari tahap pengumuman lelang pada tanggal 19 Juni 2008, pembukaan penawaran yang diikuti oleh tiga peserta penyedia barang/jasa, yang diikuti anzwijing (penjelasan). Hasil evaluasi administrasi, teknis, harga dan penilaian kualikasi penyedia barang/jasa dengan sistem satu sampul, Panitia Pe ngadaan Barang/jasa dengan Berita Acara Hasil Pelelangan No. 602.1/08/PP/Soemantadireja/VII/2008 tanggal 8 Juli 2008 menetapkan tiga peserta penyedia barang/jasa
Berita Acara Hasil Pelelangan No. 602.1/10/PP/Aria Surialaga/VII/2008 tanggal 8 Juli 2008 mengusulkan tiga peserta penyedia barang/jasa urutan harga terendah sebagai calon pemenang lelang. Pengguna Anggaran selaku Pejabat Pembuat Komitmen dengan Surat Keputusan No. 621/07-PKK/BMA-20/VII/2008 tanggal 22 Juli 2008 menetapkan PT EBFAR TATOR PARAHYANGAN sebagai pemenang lelang dengan harga borongan sebesar Rp2.528.114.000,-. Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut telah ditandatangani Surat Perjanjian Kerja Konstruksi (Kontrak) No.621/8-PPK/BMA20/VIII/2008 tanggal 4 Agustus 2008 dengan lingkup pekerjaan meliputi pekerjaan pelebaran Jln. Aria Surialaga, dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 150 hari kalender terhitung tanggal 4 Agustus s/d 31 Desember 2008 dan jangka waktu
Dengan adanya kekurangan ketebalan tersebut maka telah terjadi kekurangan volume pekerjaan rigid (beton) senilai Rp45.894.191,49 dengan perhitungan sebagai berikut: Pek. rijid beton k-350 tebaL 20 cm Tebal menurut RAB : 20 cm ; Tebal hasil cek sik : 18,45 cm ; selisih ketebalan 1,55 cm 1,55/20 x 756,00 x Rp783.311,00 = Rp 45.894.191,49 c. kekurangan volume pekerjaan pada kegiatan Pemeliharaan berkala jalan dr. semeru Pada Tahun Anggaran 2008 Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kota Bogor telah melaksanakan pekerjaan Pemeliharaan Berkala Jalan DR. Semeru Kec. Bogor Barat dengan anggaran senilai Rp1.320.000.000,-. Panitia Pengadaan Barang/Jasa telah me-
Berdasarkan Berita Acara Kemajuan Pekerjaan No. 621/BA-06/Pemel Jl. DR. Semeru/XII/2008 tanggal 24 Desember 2008 diketahui bahwa pekerjaan telah mencapai 100% dan rekanan berhak menerima pembayaran sebesar Rp333.076.326,00 (Rp1.078.638.000,00 - Rp745.561.674,00) = dikurangi potongan-potongan sbb : nilai kontrak: dikurangi Sertikat s/d bulan lalu: Rp505.026.000,00 Pengemb.U. Muka 20%: Rp215.727.600,00 Denda keterlambatan 23 hari : Rp24.808.674,00 rp1.078.638.000,00 - rp745.561.674,00 jumlah: rp333.076.326,00 Rp1.078.638.000,00
19
urutan harga terendah sebagai calon pemenang lelang. Pengguna Anggaran selaku Pejabat Pembuat Komitmen dengan Surat Keputusan No. 621/07-PKK/BMA-12/VII/2008 tanggal 22 Juli 2008 menetapkan CV ADI PERDANA dengan harga borongan sebesar Rp530.893.000,- sebagai pemenang lelang pekerjaan peningkatan Jalan Soemintadireja. Sebagai dasar pelaksanaan kegiatan telah ditandatangani Surat Perjanjian Kerja Konstruksi (Kontrak) No.621/8-PPK/BMA-12/VIII/2008 tanggal 4 Agustus 2008 dengan lingkup pekerjaan meliputi pekerjaan galian tanah saluran, pasangan saluran U-Ditch, pembuat plat daker, galian tanah berbatu, timbunan sirtu, cor beton B0 tebal 5 cm, bekisting untuk beton, pemasangan tulangan dowel untuk rigid, cor beton K-350 tebal 20 cm. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 150 hari kalender terhitung tanggal 4 Agustus s/d 31 Desember 2008 dan jangka waktu pemeliharaan adalah 180 hari kalender . Pada tanggal 13 Nopember 2008 CV ADI PERDANA mengajukan Addendum kontrak kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) N0. 621/8-PPK/BMA-12/VIII/2008 tentang penambahan pekerjaan galian tanah saluran, pasangan saluran U-Ditch dan pengurangan pekerjaan pemasangan tulangan dowel untuk rigid pavement dengan harga borongan tidak berubah. Pekerjaan tersebut telah selesai dikerjakan dengan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan No. 621/BA-08/Pnk.Soemantadireja/ XII/2008 tanggal 23 Desember 2008 dan telah dibayar lunas terakhir dengan SP2D No. 931/003458/LS/XII/2008 tanggal 24 Desember 2008 senilai Rp231.817.250,00. Berdasarkan hasil pemeriksaan sik tanggal 7 Mei 2009 yang didampingi oleh PPTK, pengawas dan kontraktor pelaksana dengan melakukan core drill secara sampling sebanyak lima titik pada ruas jalan yang dibeton dengan panjang 200 m dan lebar ruas jalan 5,50 m dengan tebal beton 20 cm, serta pengambilan sampling dengan hasil rata-rata ketebalan 19,60 cm, atau terdapat selisih ketebalan sebesar 0,40 cm dengan perhitungan sebagai berikut : e. kekurangan volume pekerjaan pada kegiatan pemeliharaan berkala jalan Ciremai ujung Kegiatan pemeliharaan berkala jalan Ciremai Ujung dilaksanakan oleh PT Waskita Jaya Purnama dengan nilai sebesar Rp1.309.871.000,00 sesuai dengan kontrak Nomor 621/09-PPK/BMA-17/VI/2008 tanggal 24 Juni 2008. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang disepakati dalam kontrak selama 120 hari kalender terhitung mulai tanggal 24 Juni 2008 sampai dengan 21 Oktober 2008. Penetapan PT Waskita Jaya Purnama selaku pelaksana pekerjaan dilakukan dengan cara pelelangan. Pada tanggal 17 Juli 2008 dan 12 Agustus 2008 telah dilakukan kesepakatan Addendum perjanjian karena adanya pekerjaan tambah kurang tanpa merubah nilai kontrak dan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan. Pekerjaan telah selesai dilaksanakan dan telah diserahterimakan sesuai dengan Berita Acara Serah Terima Sementara/Pertama Nomor 621/BA-12/Ciremai/IX/2008 tanggal 15 September 2008 serta telah dilakukan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0+020 0+220 0+400 0+600 0+800 1+010 1+200 1+400 1+600 1+720 Jumlah Rata-Rata Total Rata-Rata (cm) a. Tebal Menurut Kontrak (cm) b. Tebal Hasil Corring (cm) c. Kekurangan Ketebalan (a-b) (cm) d. Jumlah Harga Bagian Hotmix Laston (AC) (Rp) e. Nilai Kekurangan ((c/a)xd) (Rp) Kegiatan : Pemeliharaan Berkala Jalan Ciremai Ujung Pelaksana : PT. Waskita Jaya Purnama Tanggal Pemeriksaan : 2 Mei 2009 NO STA PENGAMBILAN SAMPEL Ki Tgh Ka Tgh Ki Ka Tgh Ki Tgh Ki TEBAL CM 3 4 3,532 4,127 3,736 3,346 3,577 4,034 3,399 4,656 3,794 3,910
Liputan Utama
Pek. rijid beton k-350 tebaL 20 Cm yang terPasang di LaPangan Tebal menurut RAB : 20 cm ; Tebal hasil cek sik : 19,60 cm ; selisih ketebalan 0,40 cm 0,40/20 x 225,50 x Rp604.864,93 = Rp 2.727.940,83. Pekerjaan Pemasangan u-ditCh Hasil pemeriksaan terhadap Analisa Harga Satuan pekerjaan pemasangan U-Ditch diketahui terdapat kemahalan harga satuan U-Dicth dibandingkan dengan hasil survey harga satuan U-Ditch ukuran 60x40x120cm PER m'. Dengan kemahalan harga satuan U-Ditch tersebut maka telah terjadi kemahalan harga pekerjaan pemasangan U-Ditch sebesar Rp193.515,94 per M, dengan rincian perhitungan sebagai berikut : (Lihat tabel analisa) Dalam Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) ditetapkan pekerjaan pemasangan UDicth sepanjang 50 m sehingga telah terjadi kemahalan harga sebesar Rp9.675.797,(50 m x Rp193.515,94).
TABEL ANALISA
Berdasarkan hasil pemeriksaan sik tanggal 2 Mei 2009 dengan cara corring diketahui bahwa ketebalan lapisan Hotmix Laston (AC) rata-rata hanya dikerjakan setebal 3,806 cm, sehingga terjadi kekurangan ketebalan lapisan Hotmix Laston (AC) setebal 0,194 cm dibandingkan yang seharusnya berdasarkan kontrak setebal 4,000 cm. Se-
suai dengan kontrak harga bagian pekerjaan lapisan Hotmix Laston (AC) setebal 4,000 cm sebesar Rp573.558.786,00. Dengan demikian nilai pekerjaan yang kurang dilaksanakan sebesar Rp27.817.601,12 (0,194/4,000 x Rp573.558.786,00). Rincian perhitungan dalam Lampiran 1 sebagai berikut :
1 3,291 3,723 3,672 3,443 3,495 3,894 3,823 4,334 3,744 4,021
2 3,272 4,122 3,663 3,474 3,485 4,164 3,516 4,643 3,883 3,882
Rata-Rata 3,437 4,013 3,656 3,476 3,582 4,038 3,625 4,531 3,788 3,916 38,061 3,806
3,653 4,080 3,554 3,640 3,770 4,059 3,761 4,490 3,730 3,850
f. kekurangan volume pekerjaan pada kegiatan pemeliharaan berkala jalan darul Quran Kegiatan pemeliharaan berkala Jalan Darul Quran dilaksanakan oleh CV Megatama Kharisma dengan nilai sebesar Rp722.000.000,00 sesuai dengan kontrak Nomor 621/08-PPK/BMA-13/VI/2008 tanggal 24 Juni 2008. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang disepakati dalam kontrak selama 45 hari kalender terhitung mulai tanggal 24 Juni 2008 sampai dengan 7 Agustus 2008. Penetapan CV Megatama Kharisma selaku
pelaksana pekerjaan dilakukan dengan cara pelelangan. Pada tanggal 5 Agustus 2008 telah dilakukan kesepakatan Addendum perjanjian karena adanya pekerjaan tambah kurang tanpa merubah nilai kontrak dan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan. Pekerjaan telah selesai dilaksanakan dan telah diserahterimakan sesuai dengan Berita Acara Serah Terima Sementara/Pertama Nomor 621/BA-05/Darul Quran-DAK/IX/2008 tanggal 16 September 2008 atau terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan selama
Dengan adanya kekurangan ketebalan tersebut maka telah terjadi kekurangan vo lume pekerjaan rigid (beton) senilai Rp2. 727.940,83 dengan perhitungan sebagai berikut :
pembayaran lunas kepada penyedia jasa/rekanan terakhir berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) Nomor 931/002703/LS/2008 tanggal 20 Oktober 2008 senilai Rp88.373.800,00.
Liputan Utama
20
ngan melakukan pemotongan pada saat pelunasan kepada penyedia jasa/rekanan terakhir berdasarkan SP2D Nomor 931/002713/LS/2008 tanggal 21 Oktober 2008 senilai Rp363.584.507,00. Berdasarkan hasil pemeriksaan sik tanggal 4 Mei 2009 dengan cara corring di ketahui bahwa ketebalan lapisan Hotmix Lataston (HRS) rata-rata hanya dikerjakan setebal 2,857 cm, sehingga terjadi kekurangan ketebalan lapisan Hotmix Lataston (HRS) setebal 0,143 cm, dibandingkan yang seharusnya berdasarkan kontrak setebal 3,000 cm. Sesuai dengan kontrak harga bagian pekerjaan lapisan Hotmix Lataston (HRS) setebal 3,000 cm sebesar Rp422.761.950,00. Dengan demikian nilai pekerjaan yang kurang dilaksanakan sebesar Rp20.151.652,95 (0,143/3,000 x Rp422.761.950,-). Rincian perhitungan dalam Lampiran 3 sebagai berikut: (Lihat tabel di kanan atas) Keadaan di atas tidak sesuai dengan Ked. CV adi Perdana sebesar rp12.403.737,83 (rp9.675.797,00 + rp2.727.940,83) e. Pt Waskita jaya Purnama sebesar rp27.817.601,12 f. CV megatama kharisma sebesar rp8.072.616,76 g. CV dharma bakti sebesar rp20.151.652,95
4 3,950 4,770 4,030 3,665 3,361 RATA RATA 3,924 4,760 3,996 3,625 3,386 19,689 3,938 : 3,000 : 2,857 : 0,143 : 422.761.950,00 : 20.151.652,95 a. Tebal Menurut Kontrak (cm) b. Tebal Hasil Corring (cm) c. Kekurangan Ketebalan (a-b) (cm) d. Jumlah Harga Bagian Hotmix Lataston (HRS) (Rp) e. Nilai Kekurangan ((c/a)xd) (Rp) : 3,000 : 2,857 : 0,143 : 422.761.950,00 : 20.151.652,95 1 2 3 4 5 6 0+050 0+200 0+420 0+600 0+800 0+900 Jumlah Rata-Rata Total NO STA PENGAMBILAN SAMPEL Ki Tgh Ka Ki Ka Tgh 1 3,312 2,591 2,832 3,415 2,820 2,315 2 3,012 2,530 2,754 3,570 2,482 2,610 TEBAL CM 3 4 3,144 2,471 2,950 3,463 2,950 2,471 2,940 2,690 2,540 3,581 2,697 2,421 RATA RATA 3,102 2,571 2,769 3,507 2,737 2,454 17,140 2,857
40 hari. Atas keterlambatan tersebut telah dikenakan denda sebesar Rp28.880.000,(40 hari x 1/1000 x Rp722.000.000,00) dengan melakukan pemotongan pada saat pelunasan kepada penyedia jasa/rekanan terakhir berdasarkan SP2D Nomor 931/002913/LS/2008 tanggal 10 Nopember 2008 senilai Rp476.520.000,00. Berdasarkan hasil pemeriksaan sik tanggal 2 Mei 2009 dengan cara coring diketahui bahwa ketebalan lapisan Hotmix Laston (AC) rata-rata hanya dikerjakan setebal 3,938 cm, sehingga terjadi kekurangan ketebalan lapisan Hotmix Laston (AC) setebal 0,062 cm, dibandingkan yang seharusnya berdasarkan kontrak setebal 4,000 cm. Sesuai dengan kontrak harga bagian pekerjaan lapisan Hotmix Laston (AC) setebal 4,000 cm sebesar Rp520.813.984,20. Dengan demikian nilai pekerjaan yang kurang dilaksanakan sebesar Rp8.072.616,76 (0,062/4,000 x Rp520.813.984,20). Rincian perhitungan dalam Lampiran 2 sebagai berikut :
reaLisasi beLanja tidak terduga beLum didukung bukti yang LengkaP sebesar rP1.914.057.064,00 dan meLamPaui ang garan sebesar rP16.207.064,00 Pemerintah Kota Bogor pada Tahun Anggaran 2008 telah menganggarkan Belanja Tidak Terduga sebesar Rp3 Milyar, dengan realisasi sebesar Rp3.016.207.064,00 atau 100,54%. Belanja tersebut digunakan untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya. Berdasarkan realisasi tersebut telah terjadi pelampauan anggaran sebesar Rp16.207.064,-. Hasil pemeriksaan terhadap dokumen pertanggungjawaban Belanja Tidak Terduga tersebut diketahui bahwa terdapat pengeluaran yang belum didukung bukti pertanggungjawaban yang lengkap sebesar Rp1. 914.057.064,00 dengan rincian sebagai berikut: (Lihat tabel di kanan atas) Pertanggungjawaban pengeluaran tersebut hanya berupa laporan kejadian, rincian kebutuhan dana yang diperlukan tanpa didukung dengan bukti penggunaannya. Dalam hal ini bogor + telah mengirimkan surat kepada H. Bambang Gunawan selaku Sekda Kota Bogor, perihal Permohonan Dokumen Informasi Publik dengan nomor surat 072/REP/B+/VIII/2011. Sampai dengan tanggal jatuh tempo pada 19 September 2011 Pihak terkait belum menanggapi surat tersebut. Sesuai dengan mandat UU no 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, pada pasal 7 (1) yang menyatakan bahwa Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewena ngannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain Informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Untuk memudahkan pembaca kami telah lampirkan Penyusunan, Pengelolaan/Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan pada Halaman satu (Liptama). Tertera Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang disusun berdasarkan hasil proses akuntansi yang wajib dilaksanakan oleh setiap pengguna anggaran, kuasa pengguna dan pengelola BUD. Sesuai Standar Akuntansi Pe-
Kegiatan : Pemeliharaan Berkala Jalan Surya Kencana Pelaksana : CV. Dharma Bakti Tanggal Pemeriksaan : 4 Mei 2009 NO 1 2 3 4 5 STA 0+090 0+290 0+520 0+720 0+920 Jumlah Rata-Rata Total a. Tebal Menurut Kontrak (cm) b. Tebal Hasil Corring (cm) c. Kekurangan Ketebalan (a-b) (cm) d. Jumlah Harga Bagian Hotmix Lataston (HRS) (Rp) e. Nilai Kekurangan ((c/a)xd) (Rp) PENGAMBILAN SAMPEL Ki Ka Ki Ka Ki TEBAL CM 2 3 3,921 4,745 4,180 3,624 3,360 4,092 4,750 4,092 3,620 3,450
hal tersebut disebabkan: a. Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kota Bogor kurang optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan. b. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Konsultan Pengawas, dan Pengawas Lapanganpada masing-masing pekerjaan terkait kurang cermat dalam melaksanakan tugasnya. Atas permasalahan tersebut Plh. Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Pemerintah Kota Bogor menjelaskan akan segera menindaklanjuti permasalahan tersebut dengan memerintahkan kepada masing-masing pelaksana kegiatan untuk mengembalikan kelebihan pembayaran ke Kas Daerah. bPk ri menyarankan Walikota bogor agar : a. Memberikan teguran secara tertulis diikuti dengan pemberian sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang kepegawaian kepada Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan agar lebih optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan. b. Memberikan teguran secara tertulis diikuti dengan pemberian sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang kepegawaian kepada PPTK dan Pengawas Lapangan pada masing-masing pekerjaan terkait agar cermat dalam melaksanakan tugas. c. Memerintahkan Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor agar menarik kelebihan pembayaran kepada masing-masing penyedia jasa dan menyetorkannya ke Kas Daerah sebesar Rp180.152.892,78 serta bukti setornya disampaikan kepada BPK RI.
g. kekurangan volume pekerjaan pada kegiatan pemeliharaan berkala jalan surya kencana. Kegiatan pemeliharaan berkala jalan Sur ya Kencana dilaksanakan oleh CV Dharma Bakti dengan nilai sebesar Rp589.277.970,00 sesuai dengan kontrak Nomor 621/08-PPK/BMA-11/VI/2008 tanggal 24 Juni 2008. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang disepakati dalam kontrak selama 45 hari kalender terhitung mulai tanggal 24 Juni 2008 sampai dengan 7 Agustus 2008. Penetapan CV Dharma Bakti selaku pelaksana pekerjaan dilakukan dengan cara pelelangan. Pada tanggal 9 Juli 2008 dan telah dila kukan kesepakatan Addendum perjanjian karena adanya pekerjaan tambah kurang tanpa merubah nilai kontrak dan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan. Pekerjaan telah selesai dilaksanakan dan telah diserahterimakan sesuai dengan Berita Acara Serah Terima Sementara/Pertama Nomor 621/BA-02/Surken-DAK/IX/2008 tanggal 10 September 2008 atau terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan selama 33 hari. Atas keterlambatan tersebut telah di kenakan denda sebesar Rp19.446.173,01,00 (33 hari x 1/1000 x Rp589.277.970,00) de-
putusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/jasa Pemerintah: a. Bagian Kelima Pasal 5 huruf f yang menyatakan bahwa Penguna barang/jasa, penyedia barang/jasa dan para pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa harus memenuhi etika antara lain menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan Negara dalam pengadaan barang/jasa. b. Penjelasan Pasal 33 ayat (2) yang menyatakan bahwa Khusus untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya dapat dilaku kan senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahan-bahan dan alat-alat yang ada di lapangan. Hal tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada rekanan sebesar Rp180.152.892,78 dengan rincian sebagai berikut: a. Pt Paramitra multi Prakasa sebesar rp45.445.302,00 b. Pt ebfar tator Parahyangan sebesar rp45.894.191,49 c. Pt satria Lestari graha sebesar rp20.367.790,63
21
No. 1 No. Tgl SP2D 931/000240/LS 27-02-08 Penerima Ketua KPUD Uraian Pembuatan Surat Keterangan dari Pengadilan untuk Petugas Penyelenggara Pemilu/Pilkada Penanggulangan Bencana TPA Galuga Bencana Tanah Longsor Jumlah (Rp) 180.000.000,00
Liputan Utama
Atas permasalahan tersebut Sekretaris
belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja. d. Pasal 122 ayat (6) menyatakan pengeluaran tidak dapat dibebankan pada angga-
Daerah Pemerintah Kota Bogor menjelaskan bahwa terjadinya pelampauan anggaran belanja tidak terduga dikarenakan kejadian bencana yang sulit diprediksi. Sedangkan laporan ke DPRD dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor melalui APBD, laporan semester dan laporan dengar pendapat dengan komisi yang membidangi bencana alam. Adapun pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatannya akan dikomunikasikan dengan masing-masing SKPD terkait. bPk ri menyarankan Walikota bogor agar : a. Memberikan teguran secara tertulis diikuti dengan pemberian sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang kepegawaian kepada Bendahara Bantuan pada Sekretariat Daerah Kota Bogor agar tidak lalai dalam melaksanakan tanggung jawabnya. b. Memberikan teguran secara tertulis diikuti dengan pemberian sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang kepegawaian kepada Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Bogor agar tidak lalai melaksanakan tugasnya dalam pengendalian pelaksanaan APBD. c. Memberikan teguran secara tertulis kepada Sekretaris Daerah agar lebih optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan serta memerintahkan Sekretaris Daerah agar menginstruksikan kepada ma sing- masing Kepala SKPD untuk menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana belanja tidak terduga. *Wina febri
Ka. DLHK
219.530.000,00
ran belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. e. Pasal 134 ayat (1) menyatakan dasar pengeluaran anggaran belanja tidak terduga yang dianggarkan dalam APBD untuk mendanai tanggap darurat, penanggulangan
Ka.DTKP
84.845.000,00
5.000.000,00
Dana Kerohiman dan Kompensasi Warga terkait Penutupan TPA Galuga Kegiatan Stasiun Meteorologi
1.262.911.957,00
bencana alam dan/atau bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya
Ka.St.Meteorologi
6.270.107,00
yang telah ditutup ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dan diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak keputusan dimaksud ditetapkan. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran Belanja Tidak Terduga yang belum didukung dengan bukti yang lengkap sebesar Rp1.914.057.064,00 secara administrasi belum dapat dipertanggungjawabkan. hal tersebut terjadi karena: a. Bendahara Bantuan pada Sekretariat Daerah Kota Bogor lalai dalam melaksanakan tanggung jawabnya. b. Kepala Bagian Keuangan lalai melaksanakan tugasnya dalam pengendalian pelaksanaan APBD. c. Sekretaris Daerah sebagai Pengguna Anggaran tidak optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan.
Ka.DTKP
60.000.000,00
Ka.DBMP
95.500.000,00 1.914.057.064,00
merintah (SAP) PP Nomor 24 Tahun 2005, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Yang dimaksudkan ke dalam laporan Pertanggungjawaban Keuangan APBD. Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa seluruh realisasi Belanja Tidak Terduga sebesar Rp3.016.207.064,00 tersebut belum diberitahukan kepada DPRD Kota Bogor setelah pengeluarannya ditetapkan. Keadaan di atas tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah :
a. Pasal 4 ayat (1) menyatakan keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, esien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. b. Pasal 4 ayat (2) menyatakan secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan. c. Pasal 122 ayat (5) menyatakan jumlah
Liputan Utama
22
aturan perundang-undangan, esien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat. Dan Pasal 61 ayat (1) yang menyatakan, bahwa setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Hal tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran honorarium Kegiatan Biaya Operasional UPTD Terminal sebesar Rp20.357.900,-. Atas temuan kelebihan pembayaran tersebut, DLLAJ telah menyetorkan ke Kas Daerah pada tanggal 24 Juni 2008 berdasarkan Surat Tanda Setoran senilai Rp20.357.900,-. BPK RI menyarankan Walikota Bogor agar memberikan teguran tertulis kepada Kepala DLLAJ untuk lebih optimal dalam melaAbdullah Bin Nuh (Bantuan Provinsi). Kegiatan ini dilaksanakan oleh PT Satria Lestari Graha berdasarkan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Nomor 621/05/ABD BIN NUH/VII/2007 tanggal 20 Juli 2007 senilai Rp1.698.690.445,00 dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor 621/07/ABD BIN NUH/VII/2007 tanggal 23 Juli 2007 dengan jangka waktu pelaksanaan selama 150 hari sejak tanggal 23 Juli s.d. 19 Desember 2007. Pada tanggal 9 Oktober 2007 ditandatangani Berita Acara Pekerjaan Tambah Kurang karena adanya perubahan volume pekerjaan dengan tidak merubah nilai kontrak. Kegiatan ini telah dinyatakan selesai 100% berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Tahap Pertama Nomor 621/BA.05/Pnk.Jln.Abd/12/2007 tanggal 19 Desember 2007 dan telah dibayar lunas terakhir dengan menggunakan Surat Perintah cairan Dana (SP2D) Nomor 931/002491/LS/2007 tanggal 9 Nopembar 2007 senilai Rp38.935.524,00. Hasil pemeriksaan lapangan pada Kegiatan Peningkatan Jalan Johar di Cimanggu Taman (Bantuan Provinsi) terdapat kekurangan pekerjaan yaitu tebal rata-rata hamparan AC adalah 3,3416 cm sedangkan menurut RAB adalah 4,7 cm (3,995 cm setelah dikurangi toleransi aus 15%) sehingga terdapat selisih sebesar 0,6534 cm (3,995 cm - 3,3416 cm). Dengan demikian terdapat kekurangan pekerjaan senilai Rp51.176.531,78 (0,6534 cm / 4,7 cm x Rp368.120.139,80). Hal tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Penjelasan Pasal 33 ayat (2) yang menyatakan bahwa Khusus untuk pekerjaan konstruksi, pembayaran hanya da-
pada tanggal 7 Juli 2011. Tiga dokumen tersebut adalah addendum kesepakatan bersama PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, Dispenda dan DLHK tentang pengaturan dana penunjang kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan retribusi pelayanan sampah. Kemudian Dokumen Kesepakatan Bersama PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, Dispenda dan DLHK tentang pengaturan dana penunjang kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan retribusi pelayanan sampah. Serta surat teguran tertulis Walikota kepada Dispenda dan DLHk kota Bogor. Sedangkan pada poin ke empat yaitu bukti tanda setor pengembalian dana penunjang kegiatan retribusi pelayanan kebersihan tidak dilampirkan pada surat balasan. Sedangkan pada surat balasan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan nomor surat 485/1828-Humas tanggal 3 Juli 2011 bahkan hanya bisa memberikan satu data/dokumen saja yaitu Dokumen Kesepakatan Bersama PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, Dispenda dan DLHK tentang pengaturan dana penunjang kegiatan yang berkaitan dengan penerimaan retribusi pelayanan sampah. Dalam suratnya pada poin tiga DKP berjanji akan memberikan data yang dimintakan bogor + pada surat yang dilayangkan dengan no. 005/REP/B+/VII/ 2011 tanggal 13 Juli 2011. Namun hingga diterbitkannya edisi 13 ini, data tersebut belum diberikan. reaLisasi biaya oPerasionaL uPtd terminaL Lebih tinggi sebesar rP20.357.900,Pada Tahun Anggaran (TA) 2007, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor merealisasikan Biaya Operasional Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Terminal, sebesar Rp1.148.354.804,- atau 97,73% dari anggaran sebesar Rp1.175.000.000,-. Sementara itu Honorarium PNS dan Non PNS diberikan kepada pegawai UPTD Terminal baik yang PNS maupun Tenaga Kerja Kontrak (TKK) selama 30 hari setiap bulannya sebesar Rp23.000,00/hari untuk Petugas Pengawas Retribusi, Rp20.000,00/hari untuk Petugas Pengaturan Lalu Lintas dan Rp20.000,00 untuk Petugas Retribusi dan Petugas Kebersihan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah perhitungan pembayaran honorarium kepada pegawai. Realisasi selama TA 2007 untuk pembayaran honorarium PNS adalah sebesar Rp300.700.500,00 dan honorarium TKK sebesar Rp700.200.450,. Hasil pemeriksaan terhadap daftar absen pegawai UPTD Terminal diketahui bahwa tidak semua pegawai masuk kerja selama 30 hari setiap bulannya, hal ini disebabkan ka rena beberapa pegawai tidak bekerja pada hari libur, ijin atau sakit dan juga karena lepas piket. Namun mereka tetap mendapat kan honorarium secara penuh selama 30 hari setiap bulannya. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada per-
Jalan KH Abdullah Bin Nuh, salah satu kegiatan peningkatan jalan dan terdapat kekurangan volume pekerjaan berdasarkan BPK TA 2007
kukan pengawasan. Serta memerintahkan Kepala DLLAJ untuk menegur secara tertulis kepada Kepala UPTD Terminal selaku PPTK, agar cermat dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, Bogor + sudah melayangkan Surat permintaan data/dokumen informasi publik dengan nomor surat 024/ REP/ B+/VII/2011 kepada Kepala DLLAJ Kota Bogor sebagai konrmasi tertulis, namun hingga saat ini belum ada tanggapan tertulis mengenai penyelesaian permasalahan tersebut. terdaPat kekurangan VoLume Pekerjaan Pada dua kegiatan Pe ningkatan jaLan Pada dinas bina marga dan Pengairan sebesar rP82.143.905,29 Terdapat Kekurangan Volume Pekerjaan pada Dua Kegiatan Peningkatan Jalan pada Dinas Bina Marga Dan Pengairan Sebesar Rp82.143.905,29. Dinas Bina Marga dan Pe ngairan Kota Bogor pada Tahun Anggaran (TA) 2007 melaksanakan kegiatan-kegiatan antara lain Kegiatan Peningkatan Jalan KH
Pencairan Dana (SP2D) Nomor 931/003316/LS/ 2007 tanggal 27 Desember 2007 senilai Rp84.934.521,00. Kegiatan Peningkatan Jalan Johar di Cimanggu Taman (Bantuan Provinsi). Kegiatan ini dilaksanakan oleh PT Intan Karya Bersama berdasarkan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Nomor 621/05/JOHAR/VII/ 2007 tanggal 24 Juli 2007 senilai Rp778.710.499,00 dan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor 621/07/JOHAR/VII/2007 tanggal 26 Juli 2007 dengan jangka waktu pelaksanaan selama 120 hari sejak tanggal 26 Juli s.d. 22 November 2007. Pada tanggal 17 September 2007 ditandatangani Berita Acara Pekerjaan Tambah Kurang karena adanya perubahan volume pekerjaan dengan tidak merubah nilai kontrak. Kegiatan ini telah dinyatakan selesai 100% berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Tahap Pertama Nomor 621/BA.05/Pnk.Jln.Johar/IX/2007 tanggal 26 September 2007 dan telah dibayar lunas terakhir dengan menggunakan Surat Perintah Pen-
pat dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahan-bahan, alat-alat yang ada di lapangan. Pada Tabloid Bogor + edisi 12, Kadis Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, Hermansyah, K menyatakan bahwa dirinya belum bisa mengkonrmasi mengenai permasalahan tersebut. Dan untuk permohonan permintaan data harus melalui surat. Akhirnya surat tertulis perihal permintaan datapun dilayangkan bogorplus melalui nomor surat 010/REP/B+/VII/2011 pada tanggal 12 Juli 2011. Namun Sampai saat ini pihak dari Dinas Binarga dan Sumber Daya Air Kota Bogor tidak pernah membalas surat yang dilayangkan Bogor +. beberaPa Pekerjaan Pada dinas tata kota dan Pertamanan kota bogor ta 2007 kurang diLaksanakan sebesar rP267.934.590,32. Serta temuan yang terakhir yaitu Beberapa Pekerjaan Pada Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor TA 2007 Kurang Di-
23
laksanakan Sebesar Rp267.934.590,32. Dinas Tata Kota dan Pertamanan Pemerintah Kota Bogor pada TA 2007 telah mengalokasikan anggaran belanja modal pada beberapa kegiatan infrastruktur sik. Hasil Pemeriksaan secara uji petik terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: Kegiatan Pembangunan Rumah Pemotongan Hewan Bubulak Tahap II, Kegiatan Pembangunan Talud Kelurahan Kebon Pedes RW 11, Kegiatan Pembangunan Talud Kelurahan Kencana, Kegiatan Pembangunan Talud Kelurahan Bondongan RW 16, Kegiatan Pembangunan Talud Curug Mekar RW 08. Masalah ini mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada rekanan sebesar Rp267.934.590,32 (Rp182.677.457,00 + Rp32.508.637,80 + Rp25.010.542,72 + Rp5.181. 141,17 + Rp22.556.811,63). Keadaan tersebut di atas disebabkan oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Pemerintah Kota Bogor kurang cermat dalam melakukan pengendalian dan pengawasan. PPTK dan Pengawas Lapangan kurang cermat dalam melakukan evaluasi pekerjaan yang dilakukan oleh pihak rekanan. Atas permasalah tersebut Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan menyatakan, bahwa untuk kegiatan yang akan datang, pengawasan yang dilaksanakan oleh Pengguna Anggaran, PPTK dan Pengawas Lapangan akan lebih dioptimalkan lagi dan segera menyetorkan kelebihan pembayaran ke Kas Daerah. BPK RI menyarankan Walikota Bogor agar memberikan teguran tertulis kepada Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan untuk lebih optimal dan cermat dalam melakukan pengawasan. Memerintahkan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan untuk memberikan teguran tertulis kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan dan Pengawas Lapangan agar cermat dalam melaksanakan tugasnya. Sementara itu pada Tabloid Bogor + Edisi 12, tanggapan dari Dinas Tata Kota dan Pertmanan yang sekarang berubah nama menjadi Pengawasan Bangunan dan Pemukiman (Wasbangkim) Kota Bogor menyatakan bahwa sudah menyelesaikan permasalahan tersebut. Dengan surat balasan dengan nomor surat 480/741-sekr tanggal 29 Juli 2011. Namun demikian, pernyataan tersebut tidak didukung dengan bukti-bukti bahwa permasalahan tersebut sudah diselesaikan. Untuk itu bogor + kembali melayangkan surat kedua perihal permintaan data/dokumen informasi publik dengan nomor surat 071/REP/ B+/VIII/2011, namun hingga kini belum mendapat balasan dari Dinas Wasbangkim. keuangan Pemerintah Kota Bogor TA 2007 pada Buku II yang dikeluarkan BPK RI tanggal 30 Juni 2008 terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu Struktur Organisasi, Kebijakan serta Sistem dan prosedur. Dalam gambaran umum ini akan dijelaskan pula bagaimana mekanisme mengenai Sistem Perencanaan dan Penganggaran, Sistem Pelaksanaan, Sistem Penatausahaan Kas, Sistem Pembukuan dan Penyusunan Laporan Keuangan Daerah, Sistem Pertanggungjawaban Sistem Pengawasan Pemerintah kota Bogor TA 2007. tiga Sub Bagian. Unsur Organisasi Pemerintahan Kota Bogor pada TA 2007 terdiri dari 26 (dua puluh enam) SKPD yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, 11 (sebelas) Dinas, 3 (tiga) Badan, 3 (tiga) Kantor, 1 (satu) Satuan Polisi Pamong Praja, dan 6 (enam) kecamatan. Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Kota Bogor dilakukan oleh Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Bogor yang terdiri dari: a. bidang anggaran; b. bidang Perbendaharaan; c. bidang akuntansi.
Liputan Utama
Foto: Amir Syahrudin Rumah Potong Hewan (RPH) di Bubulak, salah satu dari beberapa Pekerjaan Pada Dinsa Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor TA 2007
Daerah yang telah dirubah dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, namun demikian pada tahun 2007 Kota Bogor belum memiliki Keputusan/Peraturan Walikota yang mengatur Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 pasal 151 ayat (1) dan ayat (2) yang menyebutkan bahwa Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan selanjutnya berdasarkan peraturan daerah tersebut, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah tentang sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah. sistem dan Prosedur
struktur organisasi
Organisasi Pemerintah Kota Bogor selama TA 2007 dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2004 tentang Organisasi Perangkat Daerah dengan susunan sebagai berikut: a. sekretaris daerah b. asisten tata Praja, yang meliputi: 1). Bagian Pemerintahan, yang membawahi tiga Sub Bagian; 2). Bagian Hukum, yang membawahi tiga Sub Bagian; 3). Bagian Organisasi, yang membawahi tiga Sub Bagian; 4). Bagian Pengelolaan Aset, yang membawahi tiga Sub Bagian. c. asisten sosial dan ekonomi, yang meliputi: 1). Bagian Sosial, yang membawahi tiga Sub Bagian; 2). Bagian Penyusunan Program, yang membawahi dua Sub Bagian; 3). Bagian Perekonomian, yang membawahi tiga Sub Bagian; d. asisten umum, yang meliputi: 1). Bagian Perlengkapan, yang membawahi tiga Sub Bagian; 2). Bagian Kepegawaian, yang membawahi tiga Sub Bagian; 3). Bagian Keuangan, yang membawahi tiga Sub Bagian; 4). Bagian Rumah Tangga, yang membawahi kebijakan Dalam menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2007, Pemerintah Kota Bogor mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bogor TA 2007 terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Daerah. Basis Akuntansi yang digunakan dalam Laporan Keuangan Pemerintah adalah basis kas (cash basis) untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan basis kas yang dimodikasi/akrual yang dimodikasi (modied cash basis/modied accrual basis) untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dalam Neraca. Pemerintah Kota Bogor telah menyusun Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pokokpokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Ditinjau dari SPI, susunan organisasi telah memisahkan fungsi pencatatan, fungsi pembayaran dan fungsi pelaksanaan serta tidak terdapat perangkapan jabatan yang melemahkan pengendalian.
Pemerintah Kota Bogor pada tahun 2007 belum memiliki Peraturan Walikota yang mengatur tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah. Karena Peraturan Walikota tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah belum ada, maka Pemerintah Kota Bogor mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagai Sistem dan Prosedur dengan gambaran sebagai berikut : a. sistem PerenCanaan dan Penganggaran Penyusunan APBD dimulai dengan penyusunan RPJMD untuk jangka waktu 5 lima tahun yang merupakan penjabaran dari Visi, Misi dan Program Walikota yang berpedoman pada RPJP Daerah dengan memperhatikan RPJM Nasional dan Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan Pemerintah. Selanjutnya SKPD menyusun Rencana Strategis berupa Renstra-SKPD yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. Pemerintah Daerah selanjutnya menyusun RKPD yang
gambaran umum sistem PengendaLian intern Pada sistem akuntansi dan PeLaPoran keuangan Pemerintah kota bogor ta 2007
Gambaran umum sistem pengendalian intern pada sistem akuntansi dan pelaporan
Liputan Utama
ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
24
Hasil Verikasi tersebut disahkan oleh PPKD dengan persetujuan Sekretaris Daerah. DPASKPD digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh Kepala SKPD selaku pengguna anggaran/barang. Pembayaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPD atau DPA-SKPD. Pelaksanaan pembayaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan selanjutnya diterbitkan SP2D oleh Kuasa BUD. Penanggungjawab pengelolaan anggaran satuan kerja adalah Pemimpin Satuan Kerja yang bertindak sebagai pengguna anggaran. Pengelola kegiatan atas penggunaan Belanja Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Bogor adalah Penanggungjawab kegiatan dan Pemimpin Pelaksana Kegiatan yang ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Walikota. Sedangkan Satuan Pemegang Kas (SPK) dan atasan langsung SPK di setiap perangkat daerah ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala SKPD terkait. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain berdasarkan hasil pemeriksaan sik secara uji petik atas kegiatan pengadaan barang/jasa pada Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendapatan, dan Dinas Tata Kota dan Pertamanan menunjukkan terdapat beberapa pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pengawasan atas pekerjaan sik di lapangan masih lemah sehingga hasil pekerjaannya kurang dapat dipertanggungjawabkan. C. sistem Penatausahaan kas d. sistem Pembukuan dan Penyusunan LaPoran keuangan daerah Pembukuan dan penyusunan Laporan Keuangan Kota Bogor TA 2007 diselenggarakan dengan menggunakan sistem pembukuan ganda (double entry) dan susunan Laporan Keuangannya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran TA 2007, Neraca per 31 Desember 2007, Laporan Arus Kas TA 2007 dan Catatan atas Laporan Keuangan TA 2007 disajikan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Sistem Penatausahaan Aset Daerah masih belum optimal. Pengelolaan dan pemeliharaan aset tetap dilakukan oleh Bagian Pengelolaan Aset Sekretariat Daerah dan oleh SKPD masing-masing. Saldo awal aset tetap Tahun 2007 pada masing-masing SKPD diPenatausahaan penggunaan anggaran SKPD dilakukan oleh Bendahara Penerima dan Bendahara Pengeluaran masing-masing SKPD. Bendahara Penerima pada SKPD menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh Penerimaan dan Penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya. Bendahara Pengeluaran menyelenggarakan pembukuan atas uang yang diterima dari pencairan SP2D (LS/UP/GU/TU), dan Pembayaran yang dilakukannya. Selanjutnya Bendahara Penerima dan Bendahara Pengeluaran menyampaikan Laporan pertanggungjawaban kepada PPKD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. catat berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Keuangan Sekretariat Daerah. Selanjutnya setiap terjadi penambahan atau pengurangan, Pengurus Barang pada masing-masing SKPD melakukan penyesuaian pencatatan. Penambahan Aset Tetap pada masingmasing SKPD dapat terjadi dari pengadaan oleh SKPD sendiri dan oleh Se kretariat Daerah, serta pemberian/hibah dari pihak lain. Aset tetap yang diterima oleh SKPD dari Sekretariat Daerah dicatat sesuai dengan Berita Acara Serah Terima (BAST). Namun masih terdapat perbedaan pengakuan nilai perolehan aset tetap antara BAST yang diterima SKPD dengan yang tercatat di Bagian Pengelolaan Aset. Pengguna Barang SKPD belum membuat laporan barang secara periodik sebagai dasar penyusunan Neraca Daerah sehingga Bagian Keuangan baru melakukan penyesuaian setelah ada pemeriksaan. Hasil rekapitulasi jumlah aset tetap di Bagian Pengelolaan Aset, Laporan Keuangan SKPD dan Bagian Keuangan menunjukkan bahwa terdapat ketidakcocokan jumlah penambahan aset tetap. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 10 huruf i yang menyatakan, bahwa Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang daerah mempunyai tugas dan wewenang mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah/Negara Pasal 8 ayat (2) huruf c yang menyatakan bahwa Kepala satuan perangkat daerah berwenang dan bertanggung jawab
Berdasarkan RKPD, Walikota menyusun Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) yang berpedoman pada Pedoman Penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap Tahun. Kebijakan Umum APBD (KUA) dibahas oleh Walikota dan DPRD. Selanjutnya Pemerintah Daerah dan DPRD membahas rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), setelah disepakati oleh Walikota dan DPRD maka KUA dan PPAS dituangkan dalam Nota Kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh Walikota dan Pimpinan DPRD. KUA dan PPAS selanjutnya menjadi dasar penyusunan Rencana Kerja Anggaran SKPD (RKA-SKPD). RKA-SKPD selanjutnya digunakan untuk menjadi dasar menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD. Raperda APBD yang telah disetujui DPRD dan Rancangan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk dievaluasi dan selanjutnya ditetapkan sebagai Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD. b. sistem PeLaksanaan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Walikota tentang Penjabaran APBD diberitahukan kepada semua Kepala SKPD agar menyusun dan menyampaikan Rancangan DPA-SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran-SKPD). Rancangan DPA-SKPD yang telah disusun oleh Kepala SKPD selanjutnya diserahkan kepada PPKD. DPA-SKPD tersebut diverikasi oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Kepala SKPD.
25
melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya, Pasal 75 ayat (1) yang menyatakan, bahwa pengguna barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindah tanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaannya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 10 ayat (j) yang menyatakan bahwa Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang mempunyai tugas mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya, Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Inventarisasi Barang yang menyatakan bahwa (1) Buku Inventaris memuat data meliputi lokasi, jenis/merk type, jumlah, ukuran, harga, tahun pembelian, asal barang, keadaan barang dan sebagainya; (2) Agar buku inventaris dimaksud dapat digunakan sesuai fungsi dan peranannya, maka pelaksanaannya harus tertib, teratur dan berkelanjutan, berdasarkan data yang benar, lengkap dan akurat sehingga dapat memberikan informasi yang tepat, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Inventarisasi Barang Pasal 30 yang menyatakan bahwa untuk memudahkan pendaftaran dan pencatatan serta pelaporan barang milik daerah secara akurat dan cepat dapat digunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah. Pajak daerah tidak ditetapkan dengan surat ketetapan pajak daerah. Terdapat bee. sistem PertanggungjaWaban Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kota Bogor TA 2007 yang disusun oleh Pemerintah Kota Bogor dan disampaikan kepada BPK RI terdiri dari empat jenis laporan keuangan sebagai berikut: berapa jenis pajak daerah seperti pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan yang dikelola Dinas Pendapatan Daerah serta pajak parkir yang dikelola Dinas Angkutan Lalu Lintas dan Jalan Raya yang dihitung secara self assesment tidak ditetapkan dengan surat ketetapan pajak daerah. Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan bahwa Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Daerah ini, Walikota menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD; Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan bahwa Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Daerah ini, Walikota menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD; Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pajak Hiburan Pasal 13 ayat (1) yang menyatakan bahwa Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Walikota menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD; dan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pajak Parkir Pasal 13 ayat (1) yang menyatakan bahwa Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Daerah ini, Walikota menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD. Bentuk dan Format Laporan Realisasi Anggaran TA 2007 Neraca per 31 Desember 2007 dan Laporan Arus Kas TA 2007 disajikan sesuai Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dalam Rangka Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diamanatkan untuk membuat Laporan Keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Kewajiban Satuan Kerja Perangkat Daerah (entitas akuntansi) untuk membuat laporan atas penggunaan anggaran/penggunaan barang selanjutnya digabungkan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Kota Bogor yang dibuat oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dalam hal ini Sub Bagian Akuntansi pada Bagian Keuangan Sekretariat Daerah yang selanjutnya disebut entitas pelaporan, namun demikian pada kenyataannya Sub Bagian Akuntansi menyusun Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan SP2D yang dicairkan, serta surat pertanggungjawaban yang sudah masuk ke Bagian Keuangan, sehingga setelah dilakukan pencocokan dengan lembar pengesahan SPJ dari tiap SKPD tidak ada kecocokan. Dalam hal penyusunan Neraca, pihak Sub Bagian Akuntansi melakukan konrmasi terhadap masing-masing SKPD namun tetap a. Laporan realisasi anggaran ta 2007; b. neraca per 31 desember 2007; c. Laporan arus kas ta 2007; d. Catatan atas Laporan keuangan ta 2007. dakcocokan jumlah.
Liputan Utama
Tata Cara Pemberian dan Pertanggung-
jawaban Belanja Tidak Terduga Sebesar Rp700.000.000,00 tidak sesuai ketentuan karena digunakan sebagai dana talangan untuk melakukan penyertaan modal. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Da lam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tanggal 15 Mei 2006 tentang Keuangan Daerah Pasal 134 ayat (1) Dasar pengeluaran anggaran belanja tidak terduga yang dianggarkan dalam APBD untuk mendanai tanggap darurat, penanggulangan bencana alam dan/atau bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun sebelumnya yang telah ditutup ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak keputusan dimaksud ditetapkan ayat (4) Tata cara pemberian dan pertanggungjawaban belanja tidak terduga untuk tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam peraturan kepala daerah. f. sistem PengaWasan Pengawasan secara internal di masingmasing SKPD dilakukan oleh Kepala SKPD terkait dan oleh Badan Pengawas Daerah Kota Bogor dengan melakukan pemeriksa an reguler. Hasil penelaahan atas sistem pembukuan dan penyusunan Laporan Keuangan serta pelaksanaannya oleh Pemerintah Kota Bogor ternyata belum sepenuhnya mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga masih terdapat kelemahan-kelemahan yang tercermin dalam temuan pemeriksaan.
*bima Cf
Liputan Utama
26
tanggungjawabkan dari aspek kepatuhan terhadap perundangan-undangan yang berlaku. Atas permasalahan ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyarankan kepada Walikota Bogor untuk memberikan teguran tertulis kepada Sekretaris Daerah dan Kepala Bagian Keuangan agar lebih selektif dan selalu berpedoman pada ketentuan yang berlaku dalam menyetujui pengeluaran atas beban biaya tak tersangka. Sementara itu, dalam surat balasan No. 900-04/1877-BPKAD tanggal 8 Agustus 2011 perihal tanggapan atas permintaan data/dokumen informasi publik yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Kota Bogor, Bambang Gunawan menyatakan, bahwa yang mempunyai kewenangan untuk data tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Jawa Barat sebagai pihak yang melaksanakan pemeriksaan. Sekretaris Daerah dalam surat tersebut menjelaskan telah menindaklanjuti saran BPK berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas kajian keuangan Pemerintah Daerah Kota Bogor Tahun 2010 Tanggal 15 Juli 2011. Pemkot boroskan dana Perbaikan dan Penyediaan suku Cadang kendaraan dinas Pemerintah Kota Bogor habiskan dana ratusan juta rupiah untuk pekerjaan perbaikan/service dan penyediaan suku cadang kendaraan dinas roda empat dan roda dua. Hal ini mengakibatkan kerugian keuangan daerah dengan penambahan pengeluaran belanja sebesar Rp 314.193.150,00 pada Tahun Anggaran (TA) 2006. Sesuai Keputusan Walikota Bogor No. 900.45-240 Tahun 2005 tanggal 26 Oktober 2005 Tentang Penetapan Standar Biaya Pengelolaan Kegiatan di Lingkungan Pemerintah Kota Bogor mengenai Biaya Eksploitasi dan Pemeliharaan Kendaraan dalam 1 (satu) tahun yakni Rp 4.000.000,00 untuk mini bus kendaraan roda empat dan Rp 1.200.000,00
No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 No.Pol Kend 2 F 2808 B F 2809 B F 7081 A F 1247 A F 1097 A F 7119 A F 1294 A F 1250 A F 8104 A F 785 A F 11 A F 1317 A F 1244 A F 1294 A F 8203 A F 8310 A F 1253 A F 1251 A F 785 A F 1260 A F 8309 A F 1208 A F 8185 A F 8264 A F 10 A F 785 A F 7119 A F 1297 A F 12 65 A F 1259 A F 1264 A F 8107 A F 1236 A F 8025 A F 1242 A F 1254 A F 1252 A F 8104 A F 1234 A F9A Jumlah Realisasi(Rp) 3 3.925.000,3.925.000,20.086.700,00 6.024.600,00 8.912.000,00 19.158.900,00 4.185.000,00 8.887.900,00 8.423.800,00 7.676.200,00 23.569.100,00 21.276.400,00 13.130.050,00 35.578.550,00 4.856.500,00 4.774.000,00 9.888.200,00 4.898.050,00 5.141.250,00 4.493.500,00 4.898.700,00 4.972.000,00 14.283.500,00 27.247.000,00 17.061.100,00 5.302.500,00 6.765.000,00 28.735.650,00 17.464.650,00 18.045.550,00 14.033.100,00 9.136.700,00 5.799.500,00 4.906.000,00 9.729.500,00 19.144.950,00 8.986.700,00 12.607.950,00 12.541.400,00 8.126.000,00 Standar biaya (Rp) 4 1.200.000,00 1.200.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 Selisih (Rp) 5=3-4 2.725.000,00 2.725.000,00 16.086.700,00 2.024.600,00 4.912.000,00 15.158.900,00 185.000,00 4.887.900,00 4.423.800,00 3.676.200,00 19.569.100,00 21.276.400,00 9.130.050,00 31.578.550,00 856.500,00 774.000,00 5.888.200,00 898,050,00 1.141.250,00 493.500,00 898.700,00 972.000,00 10.283.500,00 23.247.000,00 13.061.100,00 1.302.500,00 2.765.000,00 24.735.650,00 13.464.650,00 14.045.550,00 10.033.100,00 5.136.700,00 1.799.500,00 906.000,00 5.729.500,00 15.144.950,00 4.986.700,00 8.607.950,00 8.541.400,00 4.126.000,00 314.193.150,00
dalam APBD. Hasil pemeriksaan dokumen Laporan Realisasi Anggaran dan bukti pertanggungjawaban dalam laporan hasil keuangan untuk Pemerintah Kota Bogor TA 2006 menunjukkan pengeluaran Belanja Tidak Tersangka sebesar Rp 211.564.000,tidak sepenuhnya digunakan untuk keperluan penanganan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak tersangka lainnya yang sangat diperlukan dalam penyelenggaraan kewenangan Pemerintah Daerah. Pemerintah Kota Bogor menganggarkan Belanja Tidak Tersangka sebesar Rp 7.160.451.280,00 dan direalisasikan sebesar Rp 2.153.229.000,00 atau 30,07 %. Dari realisasi tersebut sebesar Rp 211.564.000,00 peruntukkannya tidak didasarkan kepada SK Walikota maupun persetujuan DPRD Kota Bogor, hanya berdasarkan memo dari Walikota Bogor. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yaitu Pasal 7 yang menyatakan bahwa belanja tidak tersangka dianggarkan untuk pengeluaran-pengeluaran penanganan bencana alam, bencana sosial atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah. Di sisi lain, Sekretaris Daerah, sebagai orang yang memberikan persetujuan seharusnya memperhatikan permintaan pengeluaran dari SKPD sesuai peruntukan dan APBD yang telah ditetapkan. Kepala Bagian Keuangan juga seharusnya memperhatikan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan dalam pengeluaran keuangan, tidak berdasarkan atas memo dari Walikota Bogor semata. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang dibayarkan ke SKPD tidak dapat diper-
untuk kendaraan motor roda dua. Hasil pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban pada Sekretariat Kota Bogor TA 2006 diketahui bahwa pekerjaan perbaikan/service dan penyediaan suku cadang kendaraan dinas roda empat dan roda dua melebihi ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Walikota Bogor dengan selisih Rp 314.193.150,00, rin-
cian tiap kendaraan sebagai berikut: Kepala Bagian Pengelolaan Aset menjelaskan dalam hasil laporan pemeriksaan tersebut bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan kendaraan dinas merupakan investasi agar kendaraan tersebut laik jalan, aman dikendarai serta menambah umur teknis kendaraan sehingga pelaksanaan tugas dari para pejabat di lingkungan Kota
27
Bogor dapat berjalan dengan baik, hal ini disebabkan pada Tahun Anggaran 2006 tidak ada anggaran untuk pengadaan kendaraan operasional pengganti kendaraan lama, bahkan menambah umur teknis dari kendaraan tersebut. Atas permasalahan tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mnyarankan Walikota Bogor agar memberikan peringatan tertulis kepada pimpinan kegiatan dan atasan langsungnya sehingga dalam pemeliharaan dan perawatan kendaraan berpedoman pada ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, Bogorplus mencoba konrmasi mengenai masalah ini kepada Kepala Bagian Sub Bagian (Kasubag) Urusan Dalam yang memiliki berwenang dalam kegiatan tersebut, tetapi yang bersangkutan sedang keluar kota. Surat permintaan data/dokumen informasi publik pun dilayangkan kepada Kasubag Urusan Dalam sebagai konrmasi tertulis, namun tidak ada tanggapan hingga saat ini.
Ilustrasi : Kendaraan Dinas di Lingkungan Pemkot Bogor
Liputan Utama
Perubahan aset tetaP tidak didukung bukti yang sah Pemerintah Kota Bogor menganggarkan kegiatan koreksi neraca awal sebesar Rp. 200.000.000,00 dan telah direaliasikan sebesar Rp200.000.000,00 atau 100% untuk Tanhun Anggaran (TA) 2006. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendata dan menilai kewajaran aset TA 2005 sehingga telah terjadi penambahan nilai aset tetap sebesar Rp 1.718.732.980.182,00. Hasil pemeriksaan dokumen dan laporan keuangan diketahui laporan keuangan pada neraca per 31 Desember 2005 menunjukkan adanya perubahan nilai aset tetap sebagai koreksi atas Neraca per 31 Desember 2005. Perubahan tersebut adalah adanya proses revaluasi aset tetap sebesar Rp 1.724.850.307.748,00 serta pengurangan nilai aset peralatan dan mesin senilai Rp 5.612.891.450,-. Perubahan-perubahan tersebut tidak didukung dengan bukti-bukti transaksi yang mendasari pencatatannya. Selain itu, terdapat juga mutasi tambah dan kurang aset tetap seluruhnya sebesar Rp 45.414.558.549,00 yang belum diketahui transaksi yang mendasarinya. Hal tersebut tidak sesuai dengan penjelasan atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2005 mengenai pertanggungjawaban keuangan daerah yang menyebutkan pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi Pemda wajib menyampaikan pertanggung jawaban berupa laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Selanjutnya, PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pa sal 7 tentang pejabat pengelola keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, huruf p yaitu melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah serta huruf q yakni menyajikan informasi keuangan daerah. Pera-
turan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Pasal 4 yang menyebutkan Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1 tentang penyajian laporan keuangan. Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan nilai aset yang disajikan dalam Neraca per 31 Desember 2006 belum dapat menunjukkan angka yang seharusnya terjadi karena Kepala Bagian Keuangan beserta staf kurang memahami proses pencatatan dan pengendalian aset sesuai prinsip-prinsip Akuntansi dengan pengelolaan keuangan daerah yang baik. Bagian Keuangan menjelaskan dalam hasil laporan keuangan tersebut akan mengadakan pembinaan yang lebih intensif mengenai tata cara penatausahaan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga dapat menghindari kesala- han yang sama. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Sudradji mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan hasil pemeriksaan keuangan untuk TA 2006. Namun ia tidak memberikan buktibukti atas tindak lanjut tersebut. Sementara itu, Sekretaris Daerah, Bambang Gunawan menanggapi permintaan bukti tersebut melalui surat tanggapan No. 900-04/1877BPKAD Tanggal 8 Agustus 2011. Ia menjelaskan BPK Perwakilan Jawa Barat yang mempunyai kewenangan untuk memberikan data tersebut sebagai pihak yang melaksanakan pemeriksaan.
Pemerintah Kota atas masing-masing permasalahan yang dibahas dalam berita-berita sebelumnya?. Adapun lima berita yang membahas tentang hasil laporan keuangan BPK terhadap Pemerintah Kota Bogor TA 2006 antara lain Pertanggungjawaban Keuangan SKPD Amburadul BPKAD Enggan Berikan Bukti Tertulis, Belanja Sekretariat Daerah dan DPRD Kota Bogor Belum Didukung Bukti Sah dan Lengkap, Pengadaan Aspal Belum Dimanfaatkan Secara Optimal Untuk Kepentingan Umum, DPRD Kota Bogor Boroskan Dana BBM dan Pemeliharaan Kendaraan Dinas, serta Pengadaan Bahan pakaian Dinas Harian (PDH) Pegawai Sekretariat Kota Bogor Belum Bermanfaat Secara Maksimal. sekretaris daerah menanggaPi Permintaan data informasi PubLik Beberapa permasalahan dalam laporan hasil pemeriksaan keuangan BPK ternyata ditanggapi oleh Sekretaris Daerah (Sekda), Bambang Gunawan melalui surat nomor No. 900-04/1877-BPKAD tanggal 8 Agustus 2011. Permasalahan tersebut terdapat dalam berita yang berjudul Pertanggungjawaban Keuangan SKPD Amburadul BPKAD Enggan Berikan Bukti Tertulis dan Belanja Sekretariat Daerah dan DPRD Kota Bogor Belum Didukung Bukti Sah dan Lengkap. Permasalahan pertama, mengenai pertanggungjawaban keuangan SKPD yang amburadul. Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) masih dipertanyakan penyalurannya. Pasalnya, terjadi selisih dana sebesar Rp.53.082.597.748,00 dalam laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun Anggaran (TA) 2006. Berdasarkan laporan tersebut, Pemerintah Kota Bogor telah mencairkan dana Belanja sebesar Rp.558,083,246,019.00 dengan dikeluarkannya Surat Perintah Membayar untuk Pemegang Kas (SPM-PK) sebesar Rp.162.261.063.381.00 dan Surat Perintah Membayar Beban Tetap (SPM-BT) sebesar
Rp.395.822.182.638.00 dari anggaran sebesar Rp.567.105.565.536.00 atau 98% untuk kepentingan tiap SKPD. Perhitungan total SPM-PK yang dikeluarkan dari 27 SKPD sebesar Rp 162.261.063.381,00, yang dicatat di Register SPJ sebesar Rp.109.178.465.633,00. Atas permasalahan tersebut, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Sudradji mengaku pihaknya telah menindaklanjuti laporan BPK atas laporan hasil pemeriksaan keuangan TA 2006. Namun, ia tidak bersedia memberikan bukti tertulis terkait tindak lanjut yang dilakukan. Menurutnya, pemberian bukti harus seijin dari Walikota Bogor, Diani Budianto. Sedangkan permasalahan lainnya mengenai belanja sekretariat daerah dan DPRD Kota Bogor yang belum didukung bukti yang sah dan lengkap. Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD habiskan belanja untuk Tahun Anggaran (TA) 2006 masing-masing sebesar Rp 972.786.000,00 dan Rp 3.180.000.000,00. Dalam laporan hasil pemeriksaan keuangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada TA 2006 menunjukkan bukti pertanggungjawabannya hanya berupa kuitansi tanda terima. BPK berpendapat adanya kecurangan atas realisasi belanja tersebut. Sementara itu, Laporan Keuangan disusun berdasarkan Kepmendagri No. 29 TA 2002 tentang Pedoman Penyusunan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD, yang merupakan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Hal ini disebabkan Kepala Bagian Keuangan lalai dalam mengendalikan realisasi Belanja sesuai dengan ketentuan dan Atasan Langsung Pemegang Kas dan Pemegang Kas Sekretariat Daerah, dan Sekretariat DPRD kurang memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam mempertanggungjawabkan pengeluaran sebesar Rp 4.152.786.000,00. Berdasarkan kedua permasalahan terse-
resume LaPoran atas PengendaLian intern LaPoran keuangan Pemerintah kota bogor tahun anggaran 2006
Masih ingatkah Anda berita-berita me ngenai hasil laporan keuangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Pemerintah Kota Bogor Tahun Anggaran (TA) 2006 di Bogor + Edisi 12? Bagaimana tindak lanjut
Liputan Utama
28
terkait dikarenakan Sub Bagian Perlengkapan di bawah naungan Bagian Umum sehingga surat ditujukan kepada Kepala Bagian (Kabag) Umum dengan Nomor 007/ REP/B+/VII/2011. Surat tersebut awalnya diterima oleh staf bagian umum atas rekomendasi Kasubag Perlengkapan. Namun, setelah Walikota Bogor mengadakan koordinasi dengan Humas Pemerintah Kota agar semua surat ditujukan kepada Walikota Bogor, Diani Budianto. Oleh karena itu, Rudiyana menjelaskan bahwa surat yang ditujukan sebelumnya kepada Kabag Umum tidak dapat dibalas. Akan tetapi, alasan ter sebut tidak disampaikan melalui surat balasan tertulis. Hal senada juga terjadi terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bo gor yang menghabiskan dana ratusan juta rupiah untuk belanja bantuan BBM dan pemeliharaan kendaraan dinas dan mengakibatkan kerugian keuangan daerah dengan penambahan pengeluaran belanja Tahun Anggaran (TA) 2006. Sesuai dengan Keputusan Walikota Bogor No. 900.45-240 Tahun 2005 tanggal 26 Oktober 2005 tentang Penetapan Standar Biaya Pengelolaan Kegiatan di lingkungan Pemerintah Kota Bogor Tahun 2006 mengenai Kegiatan Operasional Pemeliharaan untuk BBM dalam 1 (satu) Tahun yakni 12 x 270.000=Rp. 3.240. 000,00 dan Pemeliharan Roda 4 Per tahun yakni Rp 4.000,00,00. Hasil Pemeriksaan Surat Pertanggungjawaban Pengeluaran Belanja Kegiatan Sekretariat DPRD Tahun Anggaran 2006 diketahui bahwa pengeluaran Belanja Bantuan BBM dan Pemeliharaan Kendaraan Dinas yang diberikan bantuan, melebihi ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Walikota Bogor dengan selisih lebih sebesar Rp. 186.448.300,00 (Rp. 81.902.500,00 + Rp. 104.545.800,00). Dalam hasil laporan pemeriksaan tersebut, Sekretaris DPRD Kota Bogor, Edang menjelaskan pengeluaran BBM dan Pemeliharaan Kendaraan dikarenakan tingginya aktivitas kerja pimpinan dan anggota DPRD Kota Bogor sehingga perlu ditunjang BBM yang memadai. Menurutnya, hasil laporan tersebut telah ditindak lanjuti oleh pihaknya. Namun Edang enggan memberikan bukti tertulis berupa teguran dari Walikota Bogor sesuai saran dari BPK. Ia melanjutkan bahwa butuh waktu lama untuk mencari bukti tindak lanjut tersebut disebabkan TA 2006 sudah lima tahun ke belakang dan permohonan permintaan data ditujukan kepada Walikota. Surat permintaan data dikirimkan kepada Sekretaris Dewan tetapi sampai tulisan ini dibuat, tidak ada tanggapan berupa apapun dari pihak terkait mengenai permasalahan tersebut. DPRD sebagai pengawas atau kontrol pemerintahan termasuk kebijakan Walikota yang ditunjuk rakyat seharusnya lebih mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan penguasa. Tidak ada ala san bagi wakil rakyat untuk menutupi data apalagi untuk kepentingan masyarakat Kota Bogor. Permasalahan lainnya yang pernah diangkat dalam Tabloid Bogor + Edisi 12 yakni, Pengadaan Bahan pakaian Dinas Harian (PDH) Pegawai Sekretariat Kota Bogor Belum Bermanfaat Secara Maksimal. Sekretariat Daerah Kota Bogor mendapatkan alokasi anggaran untuk pengadaan Bahan Pakaian Dinas Harian (PDH) sebesar Rp 969.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp 994.500.000,00. Pekerjaan yang dilaksanakan oleh CV Kencana Wangi adalah menyediakan bahan PDH sebanhyak 25.500 M dengan Merk Kain Jazz High Twisted dengan warna Coklat Khaki harga per meter Rp 38.000,00. Bahan PDH tersebut telah seluruhnya didistribusikan kepada Pegawai Sekretariat Daerah, SKPD dan Kecamatan yang ada di lingkungan Kota Bogor. Hasil konrmasi dengan bendaharawan barang diketahui bahwa untuk pengadaan bahan PDH untuk tahun 2006 masih tersisa sebanyak 554 stel bahan, 601 buah badge Kota Bogor dan 613 buah embilium lencan KORPRI. Hal tersebut mengakibatkan belanja sebesar Rp 75.204.800,00 tidak bermanfaat secara maksimal. Atas permasalahan tersebut, Kasubag Perlengkapan, Rudiyana, mengakui adanya sisa stok pada pengadaan PDH pegawai pada Sekretariat Daerah kota Bogor TA 2006. Sisa stok tersebut disebabkan adanya pengurangan pegawai yang pension, mutasi, dan berhenti kerja. Meski ada penambahan pegawai baru, tetapi jumlahnya tidak lebih banyak dari pengurangan tersebut. Menurutnya, sisa stok akan dipergunakan kembali untuk TA 2007. Redaksi Bogor+ meminta permintaan data/dokumen atas permasalahan tersebut melalui surat Nomor 025/REP/B+/VII/2011 yang ditujukan kepada Kasub Perlengkapan. Dokumen tersebut tidak termasuk informasi publik yang dikecualikan dan membahayakan negara. Namun, hingga saat berita ini dibuat tidak ada balasan atas surat tersebut. Atas tanggapan dan saran dari Kepala Bidang Keuangan (Kabid) DPRD Kota Bogor yang mengatakan dokumen lima tahun sebelumnya terdapat di kantor Inspektorat Kota Bogor, Jalan Pahlawan Blk. 44 Bogor. Ia menambahkan, semua temuan BPK telah ditindaklanjuti dan dokumennya diserahkan kepada Inspektorat dikarenakan fungsi salah satu Inspektorat yaitu pemeriksaan, pengusutan kebenaran laporan/pengaduan terhadap penyimpangan/penyalahgunaan, pengujian, dan penilaian dalam tugas pengawasan dan urusan lainnya yang menjadi kewenangan dan petunjuk walikota. Oleh karena itu, redaksi mengirimkan surat permintaan data/dokumen informasi publik terkait pokok-pokok permasalahan pada hasil laporan pemeriksaan BPK TA 2006 yakni Pertanggungjawaban Dari Tiap SKPD Belum Dicatat Dalam Diversikasi Sebesar Rp 53.082.597.748,00, Belanja pada Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kota Bogor Belum Didukung Bukti Sah dan Lengkap Sebesar Rp 4.152.786.000,00, Pengeluaran belanja Kegiatan TA 2006 pada 27 berikut kutiPan daLam surat, antara Lain: Terkait Inspektorat Kota Bogor sebagai Badan Publik yang independen dan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Pada Pasal 16 ayat (3) yaitu laporan hasil monitoring dan evaluasi pejabat pengawas pemerintah inspektorat Kabupaten/Kota disampaikan kepada Bupati/Walikota dan tembusan kepada Gubernur, adapun pemeriksaan atas laporan kkeuangan pemerintah Kota Bogor Tahun Anggaran (TA) 2006 dilakukan oleh badan pemeriksa keuangan Republik Indonesia (BPK RI), oleh karena itu yang mempunyai kewenangan untuk data tersebut adalah badan pemeriksa keuangan Republik Indonesia (BPK RI) sebagai pihak yang melaksanakan pemeriksaan. Penjelasan di atas tentunya tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Inspektorat yang tercantum dalam situs resmi Pemerintah Kota Bogor http://kotabogor.go.id/ yang telah disebutkan sebelumnya.
*irnanda ulfa
but, redaksi mengirimkan surat permintaan data/dokumen informasi publik yang ditujukan kepada Kepala BPKAD masing-masing dengan Nomor 012/REP/VII/2011 dan 027/REP/B+/VII/2011. Surat tersebut ditanggapi oleh Sekda. Dalam suratnya, Sekda menjelaskan telah menindaklanjuti saran BPK berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas kajian keuangan Pemerintah Daerah Kota Bogor Tahun 2010 Tanggal 15 Juli 2011. Sekda juga melampirkan rekap permintaan data informasi publik untuk tiap-tiap surat. Namun, lampiran tersebut tidak menjawab apa yang dimintakan yakni berupa dokumen atau bukti-bukti tindak lanjut. enggan berikan bukti tertuLis Terkait permasalahan lainnya dengan judul Pengadaan Aspal Belum Dimanfaatkan Secara Optimal Untuk Kepentingan Umum, DPRD Kota Bogor Boroskan Dana BBM dan Pemeliharaan Kendaraan Dinas, serta Pengadaan Bahan pakaian Dinas Harian (PDH) Pegawai Sekretariat Kota Bogor Belum Bermanfaat Secara Maksimal, ada pihak-pihak yang bersedia memberikan tanggapan berupa konrmasi langsung ke pada narasumber tetapi tetap tidak bersedia melampirkan data/dokumen informasi publik terkait masing-masing permasalahan. Kepala Sub Bagian (Kasubag) Perlengkapan, Rudiyana, mengakui adanya 155 drum sisa aspal senilai Rp 161.293.000,00 dalam pengadaan aspal yang dilaksanakan oleh CV Puspa Calliandra berdasarkan kontrak No. 510.2/4.ASP/XI/2006 tanggal 8 November 2006. Dari sisa aspal tersebut, ternyata sebanyak 50 drum dipinjamkan pada PU Dinas Bina Marga sesuai dengan surat perjanjian peminjaman aspal tanggal 1 Februari 2007 antara Bagian Perlengkapan dan Dinas Bina Marga, periode peminjaman tersebut selama tiga bulan terhitung ditandatangani perjanjian dan akan berakhir tanggal 30 April 2007. Peminjaman tersebut dikarenakan kondisi sik jaringan jalan di Kota Bogor yang intensitas kerusakannya meningkatkan akibat cuaca yang tidak baik. Oleh karena masih ada sisa stok aspal pada Bagian Perlengkapan dan belum ada anggaran Dinas Bina Marga. Namun sampai berakhir pemeriksaan, ternyata aspal belum dikembalikan. Ternyata sebelum tanggal perjanjian berakhir, Dinas Bina Marga belum dapat mengembalikan aspal disebabkan oleh belum disetujuinya anggaran. Maka Bagian Perlengkapan membuat dokumen perpanjangan pengembalian aspal pada 1 Mei 2007, dengan periode peminjaman selama tiga bulan hingga 31 Juli 2007. Dinas Bina Marga telah mengembalikan sebanyak 50 drum aspal kapada Bagian Perlengkapan pada 12 Juli 2007. Redaksi kembali mengirimkan surat permintaan data/dokumen informasi publik ditujukan kepada Kasubag Perlengkapan, Rudiyana melalui surat nomor 002/REP/B+/VII/2011 tetapi tidak diterima oleh pihak
SKPD Melebihi Anggaran Yang Telah Ditetapkan, Revaluasi Aset Tetap Sebesar Rp 1.724.850.307.748,00 Pengurangan Aset Peralatan dan Mesin Sebesar Rp 5.612.891.450,00 dan Mutasi Aset Sebesar Rp 45.414.558.549,00 Tidak Didukung Dengan Bukti Transaksi Secara Memadai, Kegiatan Pengadaan Aspal pada Bagian Perlengkapan Kota bogor TA 2006 Belum Dimanfaatkan Secara Optimal untuk Kepentingan Umum Sebesar Rp 161.293.000,00, serta Terjadi Pinjaman Stok Aspal yang belum Dikembalikan oleh SKPD Sebanyak 50 Drum Senilai Rp 52.030.000,00, Pembayaran Pengeluaran Belanja Bantuan BBM dan Pemeliharaan Kendaraan Dinas Sekretariat DPRD Sebesar Rp 186.448.300,00 Melebihi Biaya Standar Surat Keputusan Walikota Bogor, Pengeluaran Belanja Tidak Tersangka Sebesar Rp 211.564.000,00 Peruntukannya Tidak Sesuai Dengan Ketentuan Yang Berlaku, Pengeluaran Belanja Pemeliharaan Kendaraan Roda Empat dan Roda Dua pada Sekretariat Daerah Kota Bogor Tidak Sesuai dengan Standar Biaya SK Walikota Sebesar Rp 314.193.150,00, Pengadaan Bahan Pakaian Dinas Harian (PDH) Pegawai Pada Sekretariat Kota Bogor TA 2006 Melebihi kebutuhan Sebesar Rp 75.204.800,00. Inspektorat dalam hal ini membalas surat tersebut dengan Nomor surat 700/361-inspektorat Tanggal 28 Juli 2011 yang ditandatangani oleh Inspektur, Hj. Saryati Kosasih, SH. Surat tersebut menjelaskan, bahwa Inspektorat Kota Bogor sebagai Badan Publik yang independen adalah merupakan informasi publik yang bukan dalam penguasaan Inspektorat Kota Bogor.
29
Liputan Utama
York dan St. Louis dimana terdapat pengeluaran yang tidak sesuai dengan ketentuan. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor menganggarkan biaya pengembangan SDM dalam belanja administrasi umum sebesar Rp 3.185.000.000,00 pada tahun anggaran 2005. Realisasi dari anggaran tersebut adalah sebesar Rp 3.037.898.600,00 atau sekitar 95,38 persen yang anatara lain digunakan untuk kegiatan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) ke St. Louis, Amerika Serikat sebesar Rp 160.000.000,00. Yang diselenggarakan pada 12 September 2005. Kegiatan penandatanganan MoU juga diselenggarakan di Shenzen, Cina, dengan anggaran sebesar Rp 185.179.000,00 yang diselenggarakan pada 21 sampai 27 Februari 2005 serta pada 18 sampai 22 September 2005. Hasil pemeriksaan BPK-RI merujuk pada dokumen pertanggungjawaban keuangan
untuk Kabag TU Bappeda). Hal ini juga didukung dengan agenda kegiatan yang disusun Komite Sister City di St Louis yang hanya diselenggarakan dari 11 sampai 12 September 2005. Hasil pemeriksaan BPK-RI mengungkapkan bahwa sebesar Rp 160.000.000 biaya yang dikeluarkan adalah biaya perjalanan untuk sembilan hari terhitung dari 10 sampai 17 September 2005 bukan biaya perjalanan untuk lima hari. Berdasarkan surat perintah penugasan dari Walikota Bogor No. 090/Sprint.676-Kepeg tanggal 10 September 2005 selama sembilan hari. Dengan demikian, terdapat selisih hari perjalanan sebanyak empat hari. Selanjutnya, hasil pemeriksaan BPK-RI mengarah pada pemberian bantuan yang melebihi SB Pemkot Bogor. Standar biaya yang ditetapkan Pemkot Bogor yaitu biaya akomodasi selama di New York sebesar Rp
Sister City Bogor Shenzen. Kunjungan ke Shenzen dilaksanakan dua kali, yaitu pada 21 sampai 27 Februari 2005 dengan bantuan biaya sebesar Rp 23.400.000,00 dan pada 18 sampai 22 September 2005 dengan bantuan biaya sebesar Rp 161.779.000,00. BPK-RI melakukan pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban keuangan (SPJ) pemegang kas cabang. Dalam pemeriksaan tersebut ditemukan bahwa kunjungan pada 21 sampai 27 Februari 2005 dilakukan dalam rangka studi banding ke Cina dan India. Namun dalam pelaksanaannya, studi banding hanya dilakukan ke Shenzen, Cina, dari tanggal 21 sampai 27 Februari 2005. Selain itu, perjalanan studi banding tidak didukung dengan surat persetujuan untuk melakukan perjalanan ke luar negeri dari Sekretariat Negara RI. Kemudian, kunjungan ke Shenzen pada 18 sampai dengan 22 September 2005 di-
1.940.000,00 per hari dan di St. Louis sebesar Rp 2.700.000,00 per hari. Sedangkan, standar biaya menetapkan bahwa biaya akomodasi perjalanan luar negeri yang tidak disediakan oleh panitia penyelenggara per hari diberikan bantuan Rp 1.000.000,00. Dengan demikian terdapat pengeluaran yang tidak sesuai dengan ketentuan adalah sebesar Rp 29.960.000,00. Rincian pengeluaran tersebut, yaitu:
ikuti enam peserta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Informasi, Kepariwisataan dan Kebudayaan diketahui bahwa kunjungan ini mengikutsertakan peserta non pegawai sebanyak dua orang. Pernyataan serupa juga didukung dengan surat Sekda mengenai jadwal kunjungan delegasi Kota Bogor No. 099/2829- Disparbud pada September 2005. Dengan demikian, ditemukan pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp 52.807.200,00. Total keseluruhan pengeluaran biaya bantuan biaya kegiatan luar negeri yang tidak sesuai dengan
Hasil pemeriksaan BPK-RI juga mengarah pada bantuan biaya penandatanganan MoU
Liputan Utama
30
Pengeluaran tersebut tidak sesuai dengan standar biaya pengelolaan kegiatan di lingkungan Pemkot Bogor No. 900.45-230 yang menyatakan bantuan ke luar negeri diberikan berupa uang saku, biaya transportasi, biaya administrasi, biaya akomodasi dan biaya kesehatan. Sedangkan, bantuan akomodasi yang tidak disediakan oleh panitia penyelenggara diberikan sebesar Rp 1.000.000,00 per hari. Kemudian, pengeluaran ini juga tidak sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri RI No. 009/ 1785/sj tanggal 15 Agustus 2002 mengenai petunjuk perjalanan dinas luar negeri, huruf III, point (3) yang menyatakan bahwa pejabat/pegawai yang akan melakukan perjalanan dinas luar negeri terlebih dahulu mendapat izin dari Presiden RI. Untuk Bupati, Walikota, Ketua DPRD Kabupaten/Kota, Wakil DPRD Kabupaten/Kota dan Pejabat/Pegawai lainnya, izin berasal dari Sekretaris Negara. Hal yang menyebabkan keuangan daerah mengalami kerugian sebesar Rp82.767.200,adalah pengguna anggaran yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku dan Kepala Bagian Keuangan Setda Kota Bogor dan atasan langsungnya menyetujui pemberian bantuan biaya tersebut. Atas permasalahan tersebut, Kepala Bagian Kepegawaian Sekretaris Daerah Kota Bogor menjelaskan standar biaya untuk akomodasi sebesar Rp1.000.000,- sudah tidak memadai sehingga terjadi penambahan biaya. Untuk ke de pan, akan ditinjau kembali standar biaya untuk perjalanan dinas ke luar negeri. Terkait dengan permasalahan di atas, BPK-RI menyarankan kepada Walikota Bogor, Kepala TU Bapeda dan dua personil non pegawai Pemerintah Daerah agar mempertanggungjawabkan kerugian daerah sebesar Rp82.767.200,00 dengan menyetorkan
ke kas daerah dan menyampaikan bukti setor tersebut ke BPK-RI. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, pihak Bogor + telah mengirimkan surat kepada Walikota Bogor yang bernomor 015/REP/B+/VII/2011 tertanggal 18 Juli 2011 dengan perihal permintaan dokumen informasi publik yang berupa copy bukti surat persetujuan penugasan ke luar negeri dari Sekretariat Negara RI, dokumentasi agenda kegiatan yang disusun Komite Sister di St. Louis, bukti surat penugasan dari Walikota Bogor, bukti pembayaran akomodasi perjalanan luar negeri, proposal kegiatan kunjungan ke New York dan St. Lous, dokumen pertanggungjawaban keuangan (SPJ) pemegang kas cabang dan bukti setor telah mempertanggungjawabkan kerugian keuangan daerah sebesar Rp82.767.200,00. Namun, hingga sekarang, Walikota Bogor belum memberikan jawaban atas surat yang telah dikirimkan tersebut.
merlukan tanah. Hasil tanah yang sudah bersertikat diberikan ganti rugi sebesar 10 persen, sedangkan yang belum bersertikat sebesar 90 persen. Sebagai wujud realisasi atas ganti rugi, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) ingin mengetahui perkembangan realisasi ganti rugi tersebut dengan melakuka pemeriksaan atas bukti hak tanah. Setelah dilakukan pemeriksaan, BPK-RI me nemukan bahwa bukti pembayaran ganti rugi tanah yang belum bersertikat lebih tinggi atau sama dengan tanah yang sudah bersertikat sehingga timbul kelebihan pembayaran sebesar Rp 422.333.750. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria dan Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 1 Tahun 1994 tentang ketentuan pelaksanaan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam Pasal 17 ayat 1 ini dinyatakan bahwa taksiran nilai tanah menurut jenis hak atas tanah dan status penguasaan tanah untuk hak milik yaitu untuk yang bersertikat dinilai 100 persen dan yang belum bersertikat dinilai 90 persen. Kelebihan pembayaran ganti rugi ini telah menyebabkan kerugian keuangan daerah sebesar Rp 422.333.750,00. Atas permasalahan tersebut, Plh. Kepala Bagian Pengelolaan Aset menjelaskan, bahwa pemberian ganti rugi merupakan hasil musyawarah dengan masyarakat dan tidak melampaui pagu Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK). Selain itu, dalam pembebasan tanah ada beberapa bangunan yang terkena pembebasan termasuk pagar dan makam sehingga ada beberapa pembayaran ganti rugi yang tidak mengacu pada Peraturan Pemerintah tersebut. Pihak Bogorplus telah mengirim surat kepada Sekretaris Daerah Kota Bogor, Bam-
bang Gunawan yang bernomor 011/RED/VII/2011 tertanggal 13 Juli 2011 dengan perihal permintaan dokumen informasi publik berupa teguran tertulis Walikota Bogor kepada P2T sesuai rekomendasi BPK-RI kepada Walikota Bogor untuk memberikan teguran tertulis kepada P2T untuk mempertanggungjawabkan kerugian daerah sebesar Rp 422.333.750,00.
31
mengembalikan kerugian tersebut ke kas daerah yang menjadi tanggung jawab PT. Karadenan Jaya. Berkaitan dengan ketidaksesuaian kontrak, pihak Bogor + telah mengirimkan surat kepada Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor yang bernomor 009/RED/VII/2011 tertanggal 13 Juli 2011 dengan perihal permintaan dokumen informasi publik berupa isi kontrak No. 621/19Plb.Jln/VIII/2005 tertanggal 10 Agustus 2005 dan bukti pengembalian kerugian tersebut ke kas daerah. Sampai saat ini, surat tersebut belum mendapat balsan beserta bukti-bukti yang terkait dari Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor. Bambang Gunawan sehingga bukti tersebut belum transparan. Di samping itu, pihak BPK-RI menyarankan agar Walikota Bogor menginstruksikan kepada pimpinan kegiatan untuk mengajukan restitusi atau pengembalian kelebihan penyetoran pajak sebesar Rp 559.099.698,00. lahan ini BPK-RI menemukan kelebihan pembayaran honor sebesar Rp 850.000,00. Selain melakukan pemeriksaan, BPK-RI juga menyarankan atas permasalahan tersebut, Plh. Kepala Bagian Pengelolaan Aset Sekretaris Daerah Kota Bogor menjelaskan bahwa pembayaran honor panitia tersebut disesuaikan dengan kebutuhan kerja di lapangan dan berpedoman pada Surat Keputusan (SK) Walikota Bogor terkait pembentukan panitia pengadaan tanah. Dalam hal ini, BPK-RI menyarankan agar Walikota Bogor memberikan teguran tertulis kepada Panitia Pengadaan Tanah (P2T) agar mempertanggungjawabkan kerugian daerah sebesar Rp 13.150.000,00 dan menyetorkan ke kas daerah serta menyampaikan bukti setor tersebut kepada BPK-RI. Berkaitan dengan hal tersebut, Bogorplus mengirimkan surat yang bernomor 011/RED/VII/2011 tertanggal 13 Juli 2011 dengan perihal permintaan dokumen informasi publik. Dalam surat ini, pihak Bogor + meminta copy teguran Walikota Bogor kepada Panitia Pengadaan Tanah (P2T) serta bukti setor P2T ke kas daerah atas pertanggungjawaban kerugian keuangan daerah sebesar Rp 13.150.000,00. Namun, surat ini tidak mendapat balasan dari pihak Sekda Kota Bogor.
Liputan Utama
Liputan Utama
32
bukti-bukti yang sah. Hal tersebut diperkuat dengan bukti balasan surat dari pihak Sekda Kota Bogor, Bambang Gunawan pada 8 Agustus 2011 dengan nomor surat 900-04/1877-BPKAD yang merupakan jawaban atas surat dari pihak Bogorplus pada 8 Juli 2011 dengan nomor 012/RED/VII/2011. Dalam balasan surat tersebut, Sekda menyatakan bahwa telah selesainya pertanggung jawaban dan adanya bukti-bukti yang sah atas pertanggung jawaban biaya penunjang peningkatan kegiatan tahun anggaran 2005. Namun, balasan surat tersebut tidak sama sekali didukung bukti laporan pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas biaya penunjang peningkatan kegiatan tahun anggaran 2005 dari Sekda Kota Bogor. Bambang memberikan pernyataan dalam surat balasannya tersebut bahwa yang memiliki kewenangan atas dokumen terhadap tindak lanjut atas temuan BPK-RI pada tahun anggaran 2005 adalah BPK-RI Perwakilan Jawa Barat sebagai pihak yang melaksanakan pemeriksaan. Pihak Bogorplus telah mengirim kembali surat nomor 070/REP/B+/VIII/2011 yang berkenaan dengan somasi dan permohonan kembali dokumen informasi publik kepada Sekda terhitung tanggal 25 Agustus 2011 dengan jatuh tempo pada 14 September 2011. Surat ini diberikan untuk memberikan keterbukaan informasi terhadap publik berupa bukti laporan pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas biaya penunjang peningkatan kegiatan. Namun, hingga sekarang, Bambang belum membalas surat tersebut. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ke Cina dan India sebesar Rp15.000.000,00, Kantor Kesbang untuk seminar sebesar Rp2.500.000,00 dan Kabag Sosial serta penil evaluasi kinerja kelurahan sebesar Rp17.574.000,00. Total semua anggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan ini yaitu sebesar Rp115.324.000,00. Selain anggaran belanja bagi hasil dan bantuan keuangan yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut, ketidaksesuaian anggaran juga terdapat dalam realisasi bantuan kepada instansi lain. Realisasi bantuan kepada instansi lain yaitu sebesar Rp 885.734.750,00 yang juga merupakan bagian dari belanja bantuan keuangan. Dari realisasi tersebut ditemukan sebesar Rp260.674.000,00 ternyata digunakan untuk membiayai dinas-dinas di lingkungan Pemkot Bogor dengan tiga penerima, yaitu Kantor arsip (pindah kantor) sebesar Rp7.750.000,-, Kantor arsip (penilaian angka kredit jabatan fungsional) sebesar Rp2.924.000,00 dan Dinas Bina Marga (pembuatan pintu perlintasan rel kereta api) sebesar Rp250.000.000,-. Berdasarkan perincian yang telah dipaparkan, jumlah pengeluaran belanja bantuan keuangan yang tidak sesuai dengan ketentuan adalah sebesar Rp 375.998.000,-. Angka anggaran yang tidak sesuai ini dilengkapi dengan pembuktian penjumlahan, yaitu Rp115.324.000,- + Rp 260.674.000,-. Akibat dari pengeluaran-pengeluaran tersebut, kemampuan Pemerintah Daerah (Pem da) Kota Bogor menjadi terbatas dalam membiayai berbagai kegiatan pembangunan untuk kepentingan publik. Semua perealisasian belanja bantuan keuangan tahun anggaran 2005 tidak sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa belanja bagi hasil dan bantuan keuangan dimaksudkan untuk keperluan belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa atau kelurahan, bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan dan belanja bantuan keuangan kepada organisasi profesi. Hal tersebut terjadi karena kebijaksanaan Sekda Kota Bogor melanggar ketentuan yang berlaku. Sekda menanggapi bahwa dalam Surat Edaran (SE) Mendagri yang tidak secara tegas melarang pemeberian bantuan kepada instansi vertikal. Maka atas dasar itulah Pemkot Bogor masih memberikan bantuan dana kepada instansi vertikal sesuai permohonan dana yang disampaikan kepada Pemkot Bogor. Namun mulai tahun anggaran 2006, Pemkot Bogor tidak mengalokasikan bantuan keuangan kepada instansi vertikal dan menguapayakan tidak memberikan bantuan keuangan kepada dinas atau satker di lingkungan Kota Bogor. Pihak Bogorplus sempat mengirimkan surat yang bernomor 011/RED/VII/2011 tertanggal 13 Juli 2011 dengan perihal permintaan data atau dokumen informasi publik kepada Bambang Gunawan. Dokumendokumen yang diminta yaitu berupa Surat teguran Walikota Bogor kepada Sekda Kota Bogor dan bukti pertanggungjawaban Sekda atas tindak kelalaian dan pelanggaran terkait memberikan bantuan dana kepada instansi vertikal dan kepada dinas/satker di lingkungan Kota Bogor tahun 2005. Namun, surat tersebut tidak mendapat tanggapan dari pihak yang terkait. Pihak Bogor + kemudian melakukan konrmasi tentang tindak lanjut yang dilakukan Pemkot Bogor terhadap hasil temuan BPKRI kepada Sudraji selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bogor, mengatakan temuan BPK-RI pada tahun 2005 sudah lewat dan ditindaklanjuti. Jadi temuan BPK itu kalau sudah lewat dari temuan saat itu kemudian ditindaklanjut dan selesai, sudah ada tindak lanjutnya sesuai dengan arahan BPK, makanya tidak lagi diteruskan. Kalau ini ditindaklanjuti, kita pasti diperiksa terus dan BPK tidak pernah menunda. Mereka akan terus mengawasi, jelas Sudraji kepada Bogorplus. Sudraji juga mengungkapkan bahwa hasil temuan BPK-RI tersebut telah diselesaikan. Akan tetapi, ketika pihak Bogorplus meminta data laporan yang mendukung atas tindak lanjut dari laporan BPK-RI, Sudraji mengatakan data tersebut ada di BPK-RI. Sudah selesai, tapi datanya ada di BPK dan saya tidak pegang. Kalau pun ada, harus cari arsip lama. Tetapi yang jelas kalau BPK itu begitu selesai pemeriksaan ada jangka waktu untuk tindak lanjut, kemudian diperiksa lagi ya sudah stop. Kalau masalahnya belum selesai ya pasti dikejar terus, jelas Sudraji bernada deras. Sudraji mengatakan, semua arsip hasil tindak lanjut dari temuan BPK tersebut ada, tetapi kewenangan untuk mengeluarkan data tersebut ada pada Sekda atau Walikota. Semua ada arsipnya, tetapi untuk mengeluarkannya itu bukan kewenangan saya. Saya harus lapor ke pimpinan dulu, pungkasnya.
penunjang sebesar Rp1.057.245.000. Pada Juni 2005, kegiatan Setda terdiri dari 39 kegiatan yang menghabiskan biaya penunjang sebesar Rp 396.380.000. Pada Juli 2005, kegiatan Setda terdiri dari 56 kegiatan dengan menghabiskan biaya penunjang sebesar Rp662.650.000. Kemudian pada Agustus 2005 ditemukan sebanyak 74 kegiatan menghabiskan biaya penunjang sebesar Rp667.155.000. Pada September 2005, biaya penunjang sebesar Rp216.910.895 telah dihabiskan untuk melaksanakan kegiatan Setda sebanyak 26 kegiatan. Pada Oktober, 2005 biaya penunjang sebesar Rp 465.238.100 dihabiskan untuk melaksanakan 43 kegiatan Setda. Jika biaya penunjang peningkatan kegiatan Setda tersebut dijumlahkan, total keseluruhan dari biaya penunjang peningkatan kegiatan yang dihabiskan pada tahun anggaran 2005 adalah sebesar Rp4.244.759.495. Sedangkan, perincian biaya penunjang kegiatan wilayah tahun anggaran 2005 dimulai dari kegiatan wilayah yang dilaksanakan dalam bulan Januari sampai Maret sebanyak 14 kegiatan dan menghabiskan dana sebesar Rp 350.186.000. Kemudian, sebanyak 26 kegiatan wilayah dilaksanakan pada Mei 2005 dengan menghabiskan biaya penunjang sebesar Rp469.963.000. Pada Bulan Juni 2005, kegiatan wilayah yang dilaksanakan yaitu sebanyak 13 kegiatan dengan menghabiskan biaya penunjang Rp262.395.000. Pada Juli 2005, sebanyak 19 kegiatan wilayah dilaksanakan dan menghabiskan biaya penunjang Rp267.500.000. Kemudian, sebanyak 16 kegiatan juga dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 yang menghabiskan biaya penunjang sebesar Rp203.245.000. Pada September 2005, biaya penunjang sebesar Rp177.575.000 dihabiskan untuk melaksanakan 12 kegiatan wilayah. Pada Oktober 2005 terdapat 25 kegiatan wilayah yang dilaksanakan dengan biaya penunjang Rp259.150.000. Kemudian, November 2005, biaya penunjang sebesar Rp202.500.000 digunakan untuk melaksanakan delapan kegiatan wilayah. Pada Desember 2005, biaya penunjang kegiatan sebesar Rp 337.750.000 dihabiskan untuk melaksanakan 18 kegiatan wilayah. Bila ditotal secara keseluruhan, biaya penunjang peningkatan kegiatan wilayah yang telah dihabiskan sebesar Rp2.530.264.000. Berdasarkan temuan BPK-RI yang telah dipaparkan tersebut, ditemukan bahwa Penggunaan biaya tersebut hanya didasarkan pada bukti memo dari Walikota Bogor dan kuitansi pembayaran. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tidak memberikan bukti pe laksanaan dan pertanggungjawabannya secara sah atas penggunaan biaya sebesar Rp 6.775.023.495,00 tersebut. Atas temuan itulah BPK-RI menyarankan kepada Walikota Bogor untuk lebih disiplin dalam melakukan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melakukan teguran tertulis kepada pengguna anggaran agar mempertanggungjawabkan pengeluaran tersebut dengan melengkapi
LaPoran hasiL temuan bPkri terkait dengan PengeLuaran yang meLanggar aturan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan anggaran penunjang peningkatan kegiatan yang dikeluarkan Sekretariat Daerah, tahun anggaran 2005 sebesar Rp6.775.023.495,00 yang tidak jelas peruntukannya. Selain itu, anggaran yang dikeluarkan tidak didukung dengan bukti-bukti yang sah serta bukti hanya berupa memo dari Walikota Bogor dan kuitansi pembayaran. Atas kelalaian dan pelanggaran tersebut mengakibatkan pertanggungjawaban atas biaya penunjang peningkatan kegiatan pada tahun anggaran 2005 sebesar Rp6.775.023.495,00 belum sah. Realisasi biaya ini terbagi atas dua kegiatan, yaitu biaya penunjang kegiatan Sekretariat Daerah (Setda) sebesar Rp6.329.591.595,- dan biaya penunjang kegiatan wilayah sebesar Rp 4.815.520.000,00. Dari kedua kegiatan tersebut terdapat biaya sebesar Rp 6.775.023.495,00 yang dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah
33
No. 109 Tahun 2000 yang membahas tentang pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah. Pada pasal 27 dalam Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, menjelaskan bahwa setiap pembebanan APBD harus didukung oleh buktibukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Peraturan yang jelas telah berlaku pada proses pertanggung jawaban biaya penunjang peningkatan kegiatan ini tidak diperhatikan oleh Walikota, Bagian Keuangan dan para pengguna anggaran pada Pemerintah Kota Bogor. Merujuk dari hasil laporan BPK, atas permasalahan tersebut menyarankan, agar Sekretaris Daerah Kota Bogor menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Bogor tidak bisa menghindari hal-hal yang sifatnya mendadak dan belum teranggarkan sebelumnya dimana hal tersebut membawa konsekuensi terjadinya pengeluaran, sehingga atas pengeluaran tersebut dibebankan kepada biaya penunjang kegiatan yang pengeluaran dengan sepengetahuan Walikota. Berikutnya, temuan BPK mengarah pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi yang menganggarkan kegiatan rencana teknis penataan pedagang kaki lima (PKL) sebesar Rp 250.000.000,00 pada tahun anggaran 2005 dan telah direalisasikan sebesar Rp 250.000.000,00 atau 100 persen dari anggaran. Akan tetapi, meski realisasi anggaran mencapai 100 persen berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas dokumen pertanggungjawaban tersebut, ditemukan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp 15.825.000,dan PPh Pasal 21 yang belum dipungut sebesar Rp 3.225.000,00. Total keseluruhan kelebihan bayar tersebut rincian kelebihannya seperti honor narasumber kegiatan seminar untuk tiga orang yang seharusnya Rp750.000 dibayarkan Rp1.500.000,00, kemudian honor narasumber kegiatan sosialisasi untuk tiga orang dibayarkan Rp1.050.000,- seharusnya Rp900.000,-, lalu biaya untuk kegiatan seminar dibayarkan Rp 30.000.000.000,00 seharusnya Rp 16.275.000,00 dan terakhir transport narasumber kegiatan seminar dan sosialisasi untuk enam orang dibayarkan Rp 1.200.000,00 dimana seharusnya tidak ada pembayaran uang transport. Pelanggaran tersebut mengakibatkan kerugian daerah sebesar Rp 15.825.000,00 dan penerimaan negara berupa pajak penghasilan kurang diterima sebesar Rp 3.225.000,-. Hal tersebut disebabkan kelalaian pemimpin kegiatan dan pembantu pemegang kas pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi tidak mematuhi ketentuan dan kurangnya pengawasan dari penanggungjawab kegiatan pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dalam melaksanakan tugasnya. Menilik dari saran BPK atau tindak lanjut yang harus diupayakan atas permasalahan tersebut, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi yang menyatakan bahwa pembayaran diatas telah sesuai dengan DASK. Selain itu, pajak yang belum dipungut akan ditagih dan disetorkan ke kas negara. Selain itu, untuk pungutan PPh telah diatur dan jelas dipaparkan pada UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU no. 17 Tahun 2000 Pasal 21 ayat (1) Huruf B dan ayat (5) yang menyebutkan bahwa pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama atau bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan dan tarif pemotongan pajak atas gaji, upah, honorarium dan pembayaran lainnya adalah sebesar 15 persen. Kembali menilik laporan hasil pemeriksaan BPK, diamanatkan kepada Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi agar menegur pemimpin kegiatan dan pembantu pemegang kas agar mematuhi ketentuan yang berlaku dan mempertanggungjawabkan kerugian daerah sebesar Rp 15.825.000,00 dan pajak penghasilan sebesar Rp 3.225.000,00 dengan menyetorkan ke kas daerah dan bukti setor disampaikan ke BPK-RI. Temuan BPK-RI lainnya yaitu mengenai permasalahan pembayaran tunjangan kesehatan tidak dipungut pajak penghasilan. Merujuk dari SK Walikota Bogor No.840.1.4508 tanggal 15 Januari 2004 menetapkan bahwa para pegawai golongan III dan IV di lingkungan Pemerintah Kota Bogor diberikan tunjangan kesehatan sebesar Rp30.000,per bulan. Berdasarkan realisasi pembayaran tunjangan kesehatan TA 2005 total biaya sebesar Rp 554.633.333,33, dan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menunjukkan bahwa pembayaran tunjangan kesehatan tersebut tidak dikenakan PPh Pasal 21 sebesar Rp83.195.000,00. Sedikitnya 26 Unit kerja yang berada di pemerintah Kota Bogor mendapatkan tunjangan kesehatan tanpa dikenakan pungutan Pph, hal tersebut tidak sesuai dengan UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 17 tahun Pasal 21 ayat (1) Huruf B dan ayat (5). Pasal tersebut menerangkan bahwa pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama atau bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah, ho norarium, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan dan tarif pemotongan pajak atas gaji, upah, honorarium dan pembayaran lainnya adalah sebesar 15 %. Dari kelalaian tersebut berdampak pada penerimaan Negara dari Pajak Penghasilan kurang diterima sebesar Rp83.195.000,00 yang disebabkan Kepala Bagian Keuangan Setda Kota Bogor lalai dalam melakukan kewajibannya sebagai Wajib Pungut Pajak. Menilik dari data laporan BPK TA 2005 terkait kelalaian yang dilakukan Kepala Bagian Keuangan Setda Kota Bogor atas permasalahan tersebut, Kepala Bagian Keuangan Kota Bogor seharusnya menjelaskan bahwa mulai bulan April 2006 atas tunjangan kesehatan PNS golongan III dan IV telah dipungut PPh Pasal 21 sebesar 15%. Bukan hanya lalai dalam menjalankan tugasnya, permintaan data atau dokumen atas tindak lanjut dari kelalaian tersebut tidak diberikan informasinya kepada publik, padahal sesuai dengan mandat UU no 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, pada Pasal 7 (1) yang menyatakan bahwa Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/ atau menerbitkan Informasi Publik yang berada dibawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Temuan BPK lainnya juga menyentuh anggaran belanja tidak tersangka Kota Bogor pada tahun anggaran 2005. Pada Tahun Anggaran 2005 pemerintah kota bogor mengalokasikan anggaran belanja sebesar Rp 8.820.288.344,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp 4.557.693.900,00 (51,67%). Menilik dari hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mengungkapkan, bahwa anggaran belanja tidak tersangka tersebut ternyata tidak sepenuhnya digunakan untuk keperluan penanganan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak tersangka lainnya, faktanya anggaran dana tersebut beralih fungsi sebagai anggaran untuk menampung pembayaran terhadap kegiatan-kegiatan belanja modal yang belum dianggarkan dalam APBD mur ni (sebelum perubahan APBD). Selain itu pengeluaran yang dibebankan kepada belanja tidak tersangka tersebut tidak didasarkan kepada SK walikota maupun persetujuan dari DPRD kota bogor, namun hanya berdasarkan memo dari Walikota Bogor. Pengeluaran tersebut adalah pengeluaran untuk pembayaran proyek-proyek pembangunan melalui 25 SPMU (Surat Perintah Mengeluarkan Uang) sebesar Rp 1.841.371.840,00 dan untuk dinas/unit kerja di lingkungan pemerintah Kota Bogor melalui 10 SPMU sebesar Rp1.390.687.650,00. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan Pertanggungjawaban Dan Pengawasan Keuangan Daerah serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, yakni pada pasal 7 yang menyatakan bahwa belanja tidak tersangka dianggarkan untuk pengeluaran - pengeluaran penanganan bencana alam, bencana sosial atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah.
Liputan Utama
Hal tersebut mengakibatkan kegiatan be-
lanja modal dan pembayaran kepada dinasdinas senilai Rp3.232.059.490,00, (Rp1.841.371.840,00 + Rp 1.390.687.650,00) kurang dapat dipertanggungjawabkan dari aspek kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku. Kemudian, BPK juga memeriksa belanja bantuan keuangan Kota Bogor. Pada TA (tahun anggaran) 2005 pemerintah kota bogor mengalokasikan anggaran belanja bagi hasil dan bantuan keuangan kepada organisasi profesi kemasyarakatan sebesar Rp 12.786.195.537,80 dan telah direalisasikan sebesar Rp 11.640.728.000,00 (91,04%). Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2005 menunjukkan bahwa bantuan keuangan tersebut diantaranya sebesar Rp 115.324.000,00 ternyata digunakan untuk membiayai kegiatan operasional dan pengadaan sarana prasarana dinas/satker/kantor di lingkungan pemerintah Kota Bogor yang sudah mempunyai mata anggaran tersendiri dalam APBD sebesar Rp115.324.000,-. Bantuan keuangan tersebut antara lain honor notaris tanah RPH Rp 75.000.000,00, pelunasan cicilan tanah SDN Kelurahan Kedung Jaya Rp 5.250.000,00, DPRD komisi A ke China dan india Rp 15.000.000,00, kantor Kesbang untuk seminar Rp 2.500.000,00, Kabag Sosial, penilaian evaluasi kinerja kelurahan Rp 17.574.000,-. Selain itu dari realisasi bantuan kepada instansi lain sebesar Rp 885.734.750 diantaranya sebesar Rp260.674.000,00 ternyata digunakan operasional untuk membiayai dinas-dinas di lingkungan pemerintah Kota Bogor, antara lain kantor arsip, pindah kantor Rp 7.750.000,00, kantor arsip, penilaian angka kredit jabatan fungsional Rp2.924.000,00, dinas bina marga, pembuatan pintu perlintasan rel ka Rp 250.000.000,00. Dengan demikian jumlah pengeluaran belanja bantuan keuangan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp 375.998.000,- (Rp115.324.000,- + Rp260.674.000,-) hal ini tidak sesuai dengan lampiran keputusan menteri dalam negeri No.29 tahun 2002 menyatakan bahwa belanja bagi hasil dan bantuan keuangan dimaksudkan untuk keperluan belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa atau kelurahan, bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan dan belanja bantuan keuangan kepada organisasi profesi. Akibatnya pengeluaran tersebut mengurangi kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai berbagai kegiatan pembangunan untuk kepentingan publik. Hal tersebut terjadi karena kebijaksanaan sekretaris daerah melanggar ketentuan yang berlaku. Sekretaris daerah Kota Bogor menanggapi bahwa dalam SE mendagri tidak secara tegas melarang pemberian bantuan kepada instansi vertikal maka pemerintah Kota Bogor masih memberikan bantuan dana kepada instansi vertikal sesuai permohonan dana yang disampaikan kepada pemerintah kota bogor.
*Wina ayu
Liputan Khusus
34
35
sesuai dengan kebutuhan dan penyediaan yang harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kota. Bahwa peraturan perundang-undangan lainnya yang juga nyata-nyata patut diduga telah dilanggar adalah Pasal 22 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jo. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang telah mengatur bahwa terhadap proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, diperlukan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (aMdal). Bahwa proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha, selaras dengan UU Tata Ruang, harus dipahami sebagai suatu tahapan dimulainya pemanfaatan ruang yang telah direncanakan dalam Tata Ruang Kota. Artinya sebelum Walikota melakukan Penetapan lokasi dan atau sebelum P2T melakukan pencairan dana cadangan pengadaan lahan Kayumanis, maka dengan mengingat dampak penting TPPAS terhadap lingkungan hidup dan serta guna memastikan dana yang dicadangkan dapat efektif dan tidak sia-sia, tentunya sudah menjadi Kewajiban berdasarkan UU bahwa walikota, P2T dan SKPD terait untuk memastikan dan mempersiapkan terlebih dahulu AMDAL TPPAS Kayumanis. Bahwa kegiatan Pengadaan Tanah/Pembebasan lahan +/- 150.000m2 guna keperluan pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Sampah (TPPAS) adalah kegiatan yang berdampak penting sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2006 Tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang telah mengatur dalam Lampiran I halaman 20 angka 9 bahwa jenis kegiatan Persampahan diantaranya berupa Pembangunan TPA sampah
Liputan Khusus
domestik Pembuangan dengan sistem kontrol landll/ sanitary landll termasuk instalasi penunjangnya dengan Luas kawasan TPA lebih besar dari 10ha atau kapasitas total lebih besar dari 10.000 ton, dan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu dengan kapasitas lebih besar sama dengan 500 ton/hari adalah termasuk Jenis Kegiatan yang WAJIB dilengkapi dengan AMDAL. Perlu masyarakat ketahui bahwa faktanya kegiatan Pe ngadaan Tanah/Pembebasan lahan +/- 150.000m2 sebagaimana dimaksud Keputusan Walikota Bogor No. 658.1.45-118 tahun 2010 tertanggal 8 April 2010 guna keperluan pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Sampah (TPPAS) yang terletak di Kelurahan Kayumanis Kecamatan Tanah Sareal, hingga saat ini diketahui telah tidak memiliki AMDAL yang seharusnya sudah ada sebelum dimulainya atau direalisasikan pengadaan lahan untuk keperluan TPPAS, yang sangat jelas akan berdampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Pembebasan Tanah (P2T) untuk pengadaan lahan pada proyek pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPPAS) di Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. "Saya ditanya 19 pertanyaan, kaitannya dengan anggaran yang tersedia untuk dana cadangan pembebasan tanah TPPAS Kayumanis. Dan kita jelaskan semua. Tugas BPKAD cuma membayar apa yang diminta oleh SKPD. SKPD meminta kepada kita untuk membayar pembebasan tanah, kita keluarkan SP2D nya dan nanti dibayar di Bank Jabar," urai Sudraji. Saat ditanya keterkaitan dirinya dengan P2T, Sudraji menegaskan, tidak ada. "Tidak, P2T membuat daftar nominatif pembayaran, nanti diajukan daftar nominatif kepada Dinas Cipta Karya waktu tahun 2010. Setelah itu Dinas Cipta Karya meminta uang kepada kita untuk dibayar, kita keluarkan surat SP2D. Dari Pak Sekda selaku ketua P2T kepada Dinas Cipta Karya," pungkas kepala BPKAD sambil menuju mobilnya.
Oleh : ulfa, amir, Bima dan wina F
Dalam pemeriksaan selama kurang lebih 7 jam, Sudradji mengaku, pemeriksaan dirinya adalah terkait Panitia
Liputan Khusus
36
kOruPsi TPPas kaYu Manis, ManTan kePala BaPPeda kOTa BOgOr diPeriksa
Jumat, 07 Oktober 2011 Bogorplus.com - Polres Bogor Kota terus melakukan penyidikan secara intensif terhadap kasus dugaan korupsi, proyek pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPPAS) Kayumanis. Pemeriksaan kali ini dilakukan terhadap mantan Kepala Badan Perencanaan Bangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Azrin. Azrin diperiksa di ruang reskrim Mapolres Bogor Kota, Jalan Kapten Muslihat, Kota Bogor, Jawa Barat pada Jumat (7/10/11). Setelah menjalani pemeriksaan selama enam jam oleh petugas, kepada Bogorplus.com Azrin mengatakan, dirinya dipanggil terkait kasus rekomendasi perencanaan tata ruang untuk proyek TPPAS Kayumanis. Dia menjelaskan, rekomendasi perencanaan tersebut sudah memenuhi standar perencanaan tata ruang Kota Bogor. "Untuk lo kasi, Kayumanis masih masuk," jelasnya. Ia menambahkan, untuk lokasi TPPAS Kayumanis menurutnya sudah memenuhi syarat Undang-undang, dimana di dalam Undang-undang No. 18 tentang persam- pahan, lokasi TPPAS sudah memenuhi syarat. Ha Ini juga diperkuat dengan perda No.8 Tahun 2011 mengenai rencana tata ruang wilayah Kota Bogor. Pantauan Bogorplus.com di ruang penyidik Polres Bogor Kota, pemeriksaan mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor tidak di- laksanakan sampai selesai, dikarenakan ada kegiatan di luar pemeriksaan dan akan dilanjutkan pada Senin, 10 Oktober 2011.
Oleh : rendy ardi Firdaus dan Muhammad Faisal
kOruPsi TPPas kaYu Manis: asisTen TaTa Praja dan kaBag PeMerinTaHan diPeriksa
Kamis, 22 September 2011 Tata Praja Kota Bogor dan Kepala Bagian Pemerintahan Kota Bogor di ruang Reskrim Polres Bogor Kota, Jl. Kapten Muslihat, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Kamis (22/09/11). Pemeriksaan pertama, dilakukan kepada Ade Syarif Hidayat selaku Asisten Tata Praja Kota Bogor, setelah sebelumnya menerima surat pemanggilan kesaksian dari Polres Bogor Kota pada Rabu (21/09/11) kemarin. Pertanyaan-pertanyaan dari penyidik tadi mengenai kenapa Kayumanis ditetapkan sebagai TPPAS, mekanisme pembayarannya seperti apa, bagaimana musyawarah dilakukan?. Ya, sekitar kayumanis saja, kurang lebih ada 20 pertanyaan yang diajukan kepada saya, ungkap Ade saat ditemui Bogorplus.com. Ia menambahkan, dirinya sangat berterimakasih kepada Kapolres terkait pemanggilan ini. "Saya sangat mendukung atas panggilan ini. Agar masyarakat tahu mengenai Kayumanis ini. Terima kasih kepada Kapolres Kota Bogor," pungkasnya yang ditemani Iwan selaku staf bagian hukum. Sementara itu, komentar lain disampaikan oleh Dody Achdiat, Kepala Bagian Pemerintahan yang ikut diperiksa pada hari yang sama, ia mengatakan, pemeriksaan terhadap dirinya hanya sebatas pada proses penerbitan SK
ade syarif Hidayat Asisten Tata Praja Kota Bogor
apa dan Alhamdulillah, prosedurnya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku kok," paparnya yang diperiksa sekitar 3 jam. Dody berpendapat, hal ini juga sebagai rangka menjelaskan juga kepada khalayak, bahwa prosedur penetapan tanah dan pembangunannya menjadi kebutuhan Kota Bogor. Oleh : riza nugraha
penetapan lokasi untuk pembangunan TPPAS. "Ada sekitar 23 pertanyaan yang diajukan tadi. Saya kan dari bagian pemerintahan, jadi pertanyaannya hanya seputar proses penerbitan SK penetapan lokasi untuk pembangunan TPPAS Kayu Manis," ujar Dody yang ditemani stafnya. Ia menambahkan, "lebih detilnya, membahas mengenai prosedur penetapan SK tersebut, bagaimana dan seperti
dody achdiat Kepala Bagian Pemerintahan
Bogorplus.com - Proses penyidikan dugaan korupsi yang dilakukan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) untuk pengadaan lahan pada proyek pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPPAS) di Kelurahan Kayu Manis, Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor masih berlanjut. Kali ini petugas Polres Bogor Kota memeriksa Asisten
rikan pihak kepolisian kepadanya, lebih mengarah kepada tata letak TPPAS Kayumanis. "Lebih membahas tata letaknya, karena saya kan di Wasbangkim. Berbicara mengenai tata letak, kita melihatnya dari beberapa kajian, kajian tata ruang dan sebagainya, itu saja. Lagipula saya kan baru menjabat tiga bulan di Wasbangkim, sedangkan kasusnya, tahun 2010. Saya menjabat 2011, jadi saya tidak tahu banyak," pungkasnya, seraya tersenyum. Sementara itu, pihak DLLAJ yang seharusnya hari ini diperiksa, tidak memenuhi panggilan Polres Bogor Kota. Belum ada konrmasi dari pihak DLLAJ mengenai ketidakhadirannya.
Oleh: riza nugraha dan devita
37
kOruPsi TPPas kaYuManis, kePala BPlH diPeriksa
Senin, 19 September 2011 Bogorplus.com - Proses penyidikan dugaan korupsi yang dilakukan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) untuk pengadaan lahan proyek pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPPAS) di Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor terus dilakukan Polres Bogor Kota. Setelah sebelumnya memeriksa Kepala Bappeda, Hari Sucahyo pada Jumat (16/9/11) lalu, kali ini, petugas Polres Bogor Kota meminta keterangan saksi dari Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) di ruang Reskrim Polres Bogor Kota, Jl. Kapten Muslihat, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Senin (19/9/11). Pemeriksaan terhadap Lilis Sukartini, Kepala BPLH Kota Bogor, kurang lebih selama tiga jam, setelah sebelumnya menerima surat pemanggilan kesaksian dari Polres Bogor Kota pada Jumat (16/09/11) lalu. Saya hanya dimintai sebagai saksi dan memberikan keterangan saja mengenai TPPAS ujar Lilis ketika ditemui Bogorplus.com. Lilis menambahkan, pemanggilan yang dilakukan Polres terhadap dirinya hanya menanyakan tentang mekanisme penetapan dan penempatan lokasi TPPAS Kayumanis, "Ada 10 pertanyaan yang ditanyakan penyidik Polres Bogor Kota kepada saya dan itu semua tentang TPPAS Kayu manis. Tidak ada hal-hal lain yang ditanyakan kok," papar Lilis yang terlihat terburu-buru. Lilis menyambut positif. pemanggilannya ini. "Ya, Jadi lebih akurat mengenai kewajiban-kewajiban BPLH di dalam hal penanganan TPPAS. Itu saja," tutup Lilis. Sementara itu, dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang seharusnya dimintai sebagai kesaksian pada hari ini, tidak hadir untuk dimintai keterangan tanpa alasan yang jelas.
Oleh : riza nugraha & devi
Liputan khusus
dugaan kOruPsi TPPas kaYu Manis, CaMaT dan luraH diPeriksa POlres BOgOr kOTa
Selasa, 13 September 2011 Bogorplus.com - Proses penyelidikan dugaan korupsi yang dilakukan Panitia Pembe- basan Tanah (P2T) untuk pengadaan lahan pada proyek pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPPAS) di Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor terus dilakukan Polres Bogor Kota. Pada Selasa (13/09/11), petugas Polres Bogor Kota meminta keterangan saksi, Camat Tanah Sareal dan Lurah Kayu Manis di ruang Res-krim Polres Bogor Kota, Jl. Kapten Muslihat, Kecamatan Bogor Tengah, Kota bogor. Pemeriksaan pertama, dilakukan kepada Loeloe Sapei selaku Camat Tanah Sareal, setelah sebelumnya menerima surat pemanggilan kesaksian dari Polres Bogor Kota pada Jumat (10/09/11). Karena diminta untuk memberikan kesaksian saya penuhi hari ini, pertanyaan-pertanyaan dari penyidik tadi mengenai berkas-berkas atau produk hukum dari proyek pembangunan TPPAS, Perda-perda penunjukan dan penentuan lokasi, kurang lebih konrmasi-konrmasi untuk 14 pertanyaan yang diajukan kepada saya, ungkap Loe loe saat ditemui Bogorplus.com seusai dirinya di BAP. Loeloe Sapei yang menjabat sebagai Camat, nyatanya termasuk dalam anggota P2T untuk pembebasan lahan di Kayu manis, sepak terjangnya sebagai anggota P2T memberikan kontribusi pada proses pembebasan lahan. Saya memang anggota, tapi saya berikan kesaksian apa yang saya ketahui saja, kapasitas saya sebagai anggota saja, hanya menerangkan apa yang saya ketahui selama jadi Camat di Tanah Sareal, singkat pria asal Sukabumi tersebut. Sementara itu, komentar berbeda disampaikan oleh Murtlado selaku Lurah Kayu Manis yang ikut diperiksa pada hari yang sama, ia mengatakan pemeriksaan terhadap dirinya hanya sebatas pada proses pembayaran pembebasan lahan warga yang baru-baru ini dilakukan oleh P2T. Hari ini saya datang untuk memberikan kesaksian, enam pertanyaan tadi diajukan kepada saya, terutama yang berhubungan mengenai proses pembayaran lahan kepada warga oleh P2T kalau tidak salah yang ke-tiga, saya memang hadir waktu itu tapi saya tidak mengetahui mengenai pembagian uang, papar Murtlado. Ia menambahkan, penegasan pertanyaan yang diberikan pihak kepolisian kepadanya, lebih mengarah kepada uang yang diduga didapat setiap pejabat setempat serta persetujuan warga. Murtado merupakan Lurah baru untuk Kelurahan Kayu Manis dimana sebelumnya dijabat oleh Taspin yang digantikan pada bulan Januari lalu. Proses penyelidikan yang dilakukan kepolisian rupanya tidak main-main setiap pihak yang terkait dengan TPPAS Kayu Manis diminta untuk memberikan kesaksian. Saya baru menjabat lima bulan juga kaget, ada apa deloeloe safei Camat Tanah Sareal
ngan pemanggilan ini, saya hanya menghadiri proses pembayaran lahan saja kepada warga tidak lebih, pungkas Murtlado bernada tegas. Oleh : Bagja s alam
Liputan Khusus
38
Perda no. 8 Tahun 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BOGOR 2011 2031
CaCaT HukuM!!!
1. Surat No. 188.342/2706/Hukham tertanggal 17 Juni 2011 yang diterbitkan oleh Sekretaris Daerah u.b. Asisten Pemerintahan, Hukum dan HAM perihal Penyampaian Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 188.342/Kep.834Hukham/2011 Tentang Evaluasi Rancangan Per- aturan Daerah Kota Bogor Tentang Rencana Tata Ruang wilayah Kota Bogor 2011-2031, pada paragraf 3 yang menyatakan Selanjutnya Walikota Bogor untuk segera menetapkan Rancangan Peraturan Daerah dimaksud menjadi Peraturan Daerah Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterima keputusan termaksud, dan apabila Rancangan Peraturan Daerah tersebut telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah agar dilap o r k a n kembali kepada Menteri Pekerjaan Umum Cq. Direktorat Jendral Penataan Ruang, Menteri Dalam Negeri Cq. Biro Hukum di Jakarta, dan Guburner Jawa Barat Cq. Biro Hukum dan HAM Sekterariat Daerah Propinsi Jawa Barat. Adalah surat yang tidak sesuai dan tidak berpedoman pada Pasal 20 ayat 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang, yang telah mengatur bahwa Bupati/Walikota menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan melaporkan hasilnya kepada Gubernur paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya Keputusan Gubernur. Bahwa waktu paling lambat 7 (tujuh) hari tersebut adalah bukan waktu yang diberikan kepada Bupati/ Walikota untuk menetapkan RAPERDA menjadi PERDA melainkan waktu yang diberikan kepada Bupati/Walikota untuk menindaklanjuti hasil evaluasi dan melaporkannya kepada Gubernur. menetapkan
Sekda Kota Bogor : Tidak Ada Korupsi di Kota Bogor (bogorplus.com 29/9/2011)
Happy nih.... Aman Euy...
39
gaimana berikut ini Bupati/walikota... bersama DPRD segera melakukan penyempurnaan dan penyesuaian terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ... tentang ..., berdasarkan hasil evaluasi tersebut di atas paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya Keputusan ini. Bahwa kalimat sepanjang frasa Gubernur menyetujui penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kota Bogor menjadi Peraturan Daerah Kota Bogor setelah, adalah telah bertentangan dengan maksud dari diperlukannya suatu evaluasi terhadap suatu RAPERDA yaitu untuk memastikan adanya kepatuhan dari Bupati/Walikota dalam mentaati seluruh hasil evaluasi Gubernur. Bahwa dengan adanya kalimat sepanjang frasa Gubernur menyetujui penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kota Bogor menjadi Peraturan Daerah Kota Bogor setelah, akan menjadikan walikota/bupati tidak perlu lagi melaporkan tindak lanjut atas hasil evalusi Gubernur dan hal itu jelas melanggar Pasal 20 ayat 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008. Memastikan kepatuhan tindak lanjut atas hasil evaluasi Gubernur adalah suatu keharusan yang secara langsung dapat mengantisipasi potensi-potensi yang merugikan masyarakat maupun keuangan Negara. Memang dengan kewenangannya sebagai Gubernur, dapat saja membatalkan suatu PERDA yang tidak sesuai dengan hasil evaluasi Gubernur, namun tentunya akan lebih baik dan ber- maslahat bila akibat-akibat hukum terhadap masyarakat dari adanya PERDA itu dapat terantisipasi dalam tahapan RAPERDA. Mencegah selalu lebih baik dari pada mengobati. Terkait Evaluasi Substansial Perda No. 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011- 2031 3. Bahwa PERDA RTRW Kota Bogor 2011-2031, dalam pasal 60 ayat 2 mengatur bahwa kawasan pertanian kota bogor kurang lebih seluas 600 hektar. Luas tersebut kontradiktif dan bertentangan dengan renCana sTraTegis dinas PerTanian kOTa BOgOr 2010-2014 yang telah menetapkan bahwa Potensi luas lahan pertanian seluas 3.125 Ha, terdiri atas lahan sawah seluas 750 Ha dan lahan bukan sawah seluas 2.375 Ha. Lahan bukan sawah terdiri atas tanah tegalan/kebun, ladang, perkebunan, hutan rakyat, kolam/empang dan lahan pekarangan yang ditanami tanaman pertanian. Keterbatasan lahan tersebut merupakan sumber daya potensial untuk budidaya pertanian yang meliputi tanaman pangan/hortikultura, sentra tanaman hias, budidaya ternak kecil, unggas dan ikan hias/pembibitan ikan konsumsi Bahwa penetapan luas kawasan pertanian seluas 600 hektar jelas tidak berdasar dan sangat bertentangan dengan renCana sTraTegis dinas PerTanian kOTa BOgOr 2010-2014, bahkan telah dengan terang-terangan mengabaikan keberlakuan Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang sangat membatasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian yang menjadi ancaman terhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan. 4. Bahwa selain berkenaan dengan permasalahan luas tersebut, menjadi sangat penting dan krusial bahwa PERDA RTRW Kota Bogor 2011-2031 telah tidak mengatur lokasi mana saja yang menjadi Kawasan/Lahan/Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan hal itu jelas bertentangan dan mengabaikan keberlakuan Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Khususnya Pasal 75 ayat 1 yang mengatur bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang be lum menetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud Pengaturan tiga tipe tempat terkait pengelolaan sampah tersebut, merupakan perwujudan dari paradigma baru da lam bidang persampahan. Paradigma lama pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir (end-ofpipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah, sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. c. Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan sampah, penetapan lokasi khusus untuk TPST dan TPA, harus merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai peraturan perundang-undangan. Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Kepentingan Umum jo Peraturan Presiden No. 65 tahun 2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Kepentingan Umum, telah sangat tegas ditentukan bahwa Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan 5. Bahwa pasal 35 huruf c PERDA RTRW Kota Bogor 20112031 secara keseluruhan dan pasal 35 huruf a dan b PERDA RTRW Kota Bogor 2011-2031 sepanjang frasa TPA atau TPPAS sebagaimana telah diusulkan untuk direvisi oleh Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 188.342/Kep.834Hukham/2011 Tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kota Bogor Tentang Rencana Tata Ruang wilayah Kota Bogor 2011-2031, adalah bertentangan dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolan Sampah, karena: a. Istilah Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) tidak dikenal dan tidak didenisikan dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolan Sampah. Dalam bidang hukum terdenisikannya suatu istilah memberikan kepastian hukum dan dasar/landasan hukum bagi pembuat kebijakan untuk mempertanggung-jawabkan pelaksanakan dan penjabaran suatu perundangan yang lebih tinggi dalam ketentuan/peraturan yang lebih konkret; b. Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolan Sampah hanya mengenal tiga tipe tempat yang terdenisikan dan diberikan norma pengaturannya yaitu : = Tempat Penampungan Sementara (TPS) adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. = Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. = Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. dalam Pasal 18 disesuaikan paling lama dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan, Oleh karenanya untuk kepastian hukum dan ketaatan serta kepatuhan terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 2009, maka evaluasi Gubernur sewajibnya menyampaikan pula usulan saran, perubahan dan penyesuaian agar Walikota Bogor dan DPRD menetapkan dalam RAPERDA nya suatu ketentuan yang mengatur lokasi-lokasi mana saja yang di wilayah Kota Bogor yang menjadi Kawasan/Lahan/Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Liputan Khusus
tanah, yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan lebih dahulu. Dan bagi daerah yang belum menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah, pengadaan tanahnya harus dilakukan berdasarkan perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada. Bahwa rencana tata ruang yang telah ada dan masih berlaku yaitu Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor tidak pernah merencanakan pembangunan TPPAS Kayumanis, bahkan telah menetapkan terlebih dahulu dalam rencana detailnya sebagai TPU (tempat pemakaman umum). Bahwa rencana dalam Perda terdahulu tersebut tidak pernah dibatalkan dan atau dirubah bahkan tidak sedikitpun dibicarakan/disinggung dalam RAPERDA Kota Bogor 20112031, hal ini jelas tidak saja melanggar peraturan perundangan, bahkan lebih dari pada itu telah menimbulkan ketikpastian hukum bagi masyarakat. 6. Bahwa pasal 35 huruf c PERDA RTRW Kota Bogor 20112031, telah bertentangan dan melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan penataan Ruang a. Bahwa rencana pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) di Kayumanis sebagaimana diatur pasal 35 huruf c PERDA RTRW Kota Bogor 2011-2031, adalah kebohongan publik, karena faktanya saat ini dengan telah adanya realisasi pengadaan tanah yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan, maka sesungguhnya bukan lagi merupakan bagian dari suatu perencanaan ruang namun sudah menjadi pemanfaatan ruang yang berdasarkan peraturan perundangan berlaku harus sudah terlebih dahulu melalui tahapan KLHS atau paling tidak AMDAL. b. Bahwa rencana pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) di Kayumanis sebagaimana diatur pasal 35 huruf c RAPERDA RTRW Kota Bogor 2011-2031, telah dilakukan TANPA melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategik (KLHS) dan atau AMDAL. Pemerintah Kota Bogor telah menetapkan terlebih dahulu lokasi kayumanis sebelum memasukkannya sebagai bagian PERDA RTRW Kota Bogor 2011-2031, bahkan telah merealisasikan sebagian pencairan uang pembebasan tanah yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang tidak saja menimbulkan kerugian bagi masyarakat, namun lebih dari pada itu patut diduga telah menimbulkan kerugian Negara yang berpotensi TIPIKOR. c. Bahwa untuk memastikan ketidak-patuhan dan dugaan-dugaan pelanggaran terhadap peraturan perundangan sebagaimana tersebut di atas, serta mempertimbangkan pembiaran suatu kesalahan adalah juga suatu kesalahan, maka sudah sewajibnya bagi Gubernur untuk memeriksa kembali ketidak-keberadaan dokumen-dokumen KLHS dan atau AMDAL terkait pasal 35 huruf c PERDA RTRW Kota Bogor 2011-2031. d. Bahwa dengan terbuktinya pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang lebih tinggi dan dengan ketidakberadaan dokumen-dokumen KLHS dan atau AMDAL terkait PERDA No. 8 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Bogor 2011-2031 tertanggal 28 Juni 2011, maka sudah sewajibnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, tidak melakukan tindakan agar PERDA Kota Bogor No. 8 Tahun 2011 tersebut untuk dibatalkan.*
Liputan Khusus
42
Implementasi Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa dalam Layanan Siswa CI+BI
iMPleMenTasi pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam layanan siswa cerdas istimewa dan berbakat istimewa memiliki arti penting untuk lebih memfokuskan perhatian penyelenggara pendidikan terhadap komitmen peningkatan mutu dalam perspektif pendidikan global. Pendidikan berbudaya dan berkarakter merupakan isu penting di Indonesia terutama untuk menanamkan daya juang pendidikan bangsa untuk menjajarkan produk pendidikan yang lebih bermutu dalam persaingan, pelayanan pendidikan dan hasil pendidikan yang lebih bermutu. Pelayanan pendidikan untuk siswa istimewa salah satunya yaitu program akselerasi yang merupakan program pelayanan pendidikan peserta didik yang memiliki potensi cerdas istimewa dan atau berbakat istimewa (CI/BI). Penyelenggaraan program akselerasi merupakan implementasi dari Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 4 yaitu Bahwa warga negara yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Oleh karena itu, selayaknya kurikulum yang diberikan, pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan, penilaian yang diterapkan hingga pada kebijakan sekolah yang menunjang pogram tersebut harus istimewa. Keistimewaan itu yang lebih penting disertai dengan daya dukung pendidik untuk menguasai keterampilan istimewa sehingga dapat memotivasi anak-anak yang berbakat mengoptimalkan potensi dirinya dan dapat memicu pertumbuhan karya anak bangsa yang lebih inovatif di masa depan. kan di Indonesia harus berubah. Perubahanperubahan tersebut tidak lain dari hadirnya karakteristik dan potensi siswa yang berbeda-beda, khususnya siswa CI+BI. Hal itu dipaparkan oleh Dr. Rahmat, Pakar Pendidikan. Menurutnya dalam menggerakkan pendidikan siswa harus diajak untuk bekerja. "Belajar itu adalah learning is doing, learning is working, jadi belajar itu adalah bekerja oleh karena itu ukuran kehebatan siswa bukan dari didorong untuk berusaha mencari informasi tapi lebih kepada implementasi untuk memunculkan inovasi dan kreatitasnya dalam menciptakan produk atau karya, ujar Rahmat. Menurutnya, dalam pemaparannya, ada perkembangan lain yang luar biasa, karena semula perubahan-perubahan pendidikan itu selalu berakar dari hasil-hasil penemuan diberbagai negara Eropa, dan Amerika, justru sekarang berbalik. Sistem pendidikan yang telah berjalan, di Korea, Jepang, dan Cina dengan melaksanakan lesson studi, ada culture bahwa guru itu sangat dihormati, guru itu tidak boleh disalahkan dan guru itu harus didengar, sehingga perkembangan efektitas guru tidak dilihat dari dalam kelas, tapi dari efeknya hasil belajar siswa. Selain itu, dalam sistem yang mereka jalankan, sangat konsen pada peningkatan kemampuan menggunakan teknologi informasi untuk alat bekerja dan menyajikan data, computer literacy, ICT literacy, Information literacy. "Perkembangan teknologi informasi serta penggunaannya akan menentukan tingkat kemampuan bekerja setiap siswa, oleh karena itu apabila kita melihat perkembangan ini, maka puncak keberhasilannya, tidak lagi pada penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, tetapi output dari pengembangan potensinya, yaitu dari karya yang tercipta, terangnya. Dalam program pelayanan untuk siswasiswi istimewa sendiri, masih mengacu kepada undang-undang system pendidikan. Anak-anak berhak mendapat pelayanan pendidikan dan diberikan kepada anak istimewa, anak standar, dan anak yang memiliki kehambatan belajar, Jadi dalam operasional pendidikan itu sudah berjalan. Kemudian Disdik memiliki aturan-aturan khusus untuk pelayanan bagi anak-anak CI+BI, produk peraturan tingkat nasional bisa diterapkan di daerah, tetapi kita harap peraturan daerah akan muncul, katanya. Peraturan daerah sendiri dibutuhkan un tuk menjadi landasan berkir dan landasan dr. rahmat Pakar Pendidikan Revolusi ilmu pengetahuan yang terjadi beberapa tahun ini menyebabkan pendidi bertindak pendidikan Kota Bogor supaya memiliki keunggulan-keunggulan yang ber beda. Saat ini, sebelum adanya peraturan daerah, keunggulan-keunggulan yang dari Kota Bogor masih ditafsirkan oleh setiap sekolah, karena masih merujuk kepada aturan-aturan nasional, pedoman-pedoman kegiatan di tingkat nasional, serta pedoman di tingkat provinsi. Menurut prediksi teori, dari 8000 orang anak hanya terdapat 160 orang anak yang merupakan siswa CI+BI. Sistem pendeteksian atau penjaringan anak CI+BI di kota Bogor dilakukan melalui test IQ (psikotest), performa belajar siswa yang berada di sekolah, pengujian, serta performa non akademis. Selain itu, sekolah yang menyelenggarakan program CI+BI harus memenuhi syarat-syarat seperti memiliki sumber daya belajar yang cukup, sarana belajar yang berkualitas, memiliki guru yang cukup, sanggup menyediakan program, dan ada siswa yang berminat, Berdirinya sekolah CI+BI itu harus diadakan sidang terlebih dahulu, seperti pengkajian apakah layak atau tidak sekolah menyelenggarakan program CI+BI, tandas Rahmat. Di samping itu, kata dia, sekolah pun harus menanamkan karakteristik cinta tanah air kepada siswa CI+BI pasalnya banyak anak cerdas istimewa yang dikontrak oleh Negara lain, Hal itu merupakan persaingan antar Negara, idealnya kita harus memilki dana yg khusus untuk membiayai anak-anak CI+BI, kalaupun harus keluar negeri mereka harus dibiayai oleh pemerintah Negara kita, harus disejahterakan full, Negara harus ikut bertanggung jawab agar mereka menjadi anakanak bangsa dan pekerja bangsa. supaya nanti mereka tidak dimilki oleh Negara lain, pungkasnya. dr. ir. dwi Hastuti, M.sc Dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB diakan pendidikan karakter juga. Dalam penerapannya, hanya tinggal metode seperti apa yang akan digunakan untuk siswa CI+BI tersebut. Negara kita menginginkan kualitas SDM yang lebih bagus, bukan saja dari karakter tapi juga dari emotional quetionnya, sehingga dengan pendidikan karakter ini kita bisa bentuk anak-anak yang berkualitas. Katanya kepada Bogor +. Penanaman pendidikan budaya dan karakter bangsa sebenarnya sudah ada dari dahulu, seperti budi pekerti, namun sayangnya lebih teoritis. Maka dari itu, saat ini diperlukan cara penanaman pendidikan dan karakter yang lebih memainkan feeling dan emosi. Karakter yg akan ditanamkan adalah karakter seperti anak-anak yang memiliki kemampuan respect, respect kepada Tuhan dan sesama manusia. Nilai-nilai budaya sendiri terdapat pada hubungan mereka dengan masyarakat, komunitas, serta norma-norma yang ada. Budaya disini maksudnya bukan membuat budaya yang baru, namun budaya seperti gotong royong, musyawarah dan mufakat. Kultur seperti itu sudah terkikis karena zaman modernisasi yg masuk ke masyarakat kita. Sehingga dibutuhkan cara untuk me nanamkan kembali dari sisi yang lainnya, urai sekretaris departemen ilmu keluarga dan konsumen IPB. Penanaman pendidikan budaya dan karakter bangsa untuk siswa CI+BI itu perlu, karena mereka memiliki kelebihan yang anak-anak standar tidak punya. Hal itu menjadikan mereka lebih mudah untuk ditanamkan kultur-kultur bangsa yang sudah hilang, lebih mudah untuk dimotivasi, dan terutama menanamkan ketidakegoisan mereka karena siswa CI+BI cenderung pintar, Jangan sampai kelebihan yang mereka mengarah ke arah yang negatif, sombong dan takabur, tandasnya. Dari keseluruhan, kekurangan pada kurikulum di sekolah hanya kurang diaplikasi-
leBiH Baik Hujan BaTu di negeri sendiri dariPada Hujan eMas di negeri Orang
Arti dari implementasi pendidikan budaya dan karakter bangsa untuk siswa CI+BI yaitu penanaman pendidikan kultur bangsa Indonesia untuk siswa cerdas istimewa dan berbakat istimewa. Siswa CI+BI memiliki beberapa syarat kriteria dari IQ point, motivasi, serta kreativitas, dan mempunyai standar untuk setiap sekolah.Mereka memiliki IQ point diatas rata-rata yaitu 130, tutur Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc selaku dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB. Dwi Hastuti menuturkan, bahwa pendidikan karakter sebetulnya sudah ada di peraturan mendiknas, namun bagaimana caranya sekolah dapat menerapkan peraturan itu dari prasekolah sampai perguruan tinggi. Siswa CI+BI sendiri adalah bagian dari sistem sekolah untuk anak-anak cerdas istimewa, dengan demikian karena berada di sistem sekolah, maka sekolah harus menye-
43
kan, bagaimana anak-anak punya internal dan eksternal control yang bagus, rasanasionalisme,yang tinggi, serta jiwa kepahlawanan, Jiwa heroic itu penting, karena menjadikan anak tidak memikirkan diri sendiri dan anak lebih cinta kepada tanah air. Seperti istilah Walau hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri, pungkas dosen IPB ini. kesejahteraan dan biasanya dia tidak mendapatkannya disini, maka ia akan mencari di Negara lain. Bukan saja kesejahteraan, tapi juga kesejahteraan bathiniah yang dimana ia merasa lebih dihargai, merasa mendapat kesempatan untuk bisa mengembangkan potensinya melalui praktek yang nyata dan sebagainya. Jadi sayang sekali Indonesia belum mempunyai kolose untuk betul-betul memanfaatkan anak-anak unggul ini, seperti yang dulu pernah digagas oleh pak BJ Habibie, pungkas Kak Seto. pendidikan, karena anak-anak adalah investasi bangsa, katanya. Seperti yang diketahui, untuk mendirikan sekolah CI+BI membutuhkan biaya yang banyak. Asosiasi CI+BI Jawa Barat berupaya memberikan penyuluhan dan menghimbau masyarakat untuk membantu di bidang pendidikan karena pendidikan bukan hanya dinikmati oleh sekolah-sekolah elit namun semua golongan masyarakat dapat menikmati pendidikan. Disini adalah ranah pemerintah juga masyarakat, ada tidaknya orang yang terketuk hatinya untuk membantu pendidikan orang-orang yang kurang mampu. Jangan sampai anak-anak hebat diambil oleh negera luar, jadi habis manis sepah dibuang. Harusnya pemerintah jeli akan hal tersebut, tegas Eryanto. Selain itu anak-anak CI+BI perlu penekanan tentang kesadaran berbangsa dan bernegara, karena banyaknya anak yang berpotensi direkrut oleh Negara lain, maka mereka perlu ditanamkan rasa cinta tanah air sehingga mereka tidak pergi begitu saja meninggalkan Indonesia, membangun di luar negeri selama bertahun-tahun setelah itu dikembalikan lagi ke Indonesia, sehingga kita hanya mendapat ampasnya, seperti habis manis sepah dibuang, oleh karena itu diperlukan perhatian dari semua masyarakat. Tunas bangsa yang cakap dan handal sejatinya dapat memberikan kontribusi besar untuk kemajuan bangsa Indonesia. Salah satunya anak-anak Cerdas Istimewa dan Berbakat Istimewa (CI+BI). Mereka merupakan aset berharga milik bangsa yang sepatutnya dijaga dan dilindungi kesejahteraannya. Prihatin melihat banyaknya tunas bangsa yang mengabdi kepada negara orang lain mendapat perhatian DR. Seto Mulyadi. Menurut Kak Seto begitu ia kerap disapa, kunci dari mempertahankan tunas bangsa yang berpotensi tersebut ada pada Kementerian Pendidikan Nasional yang berkewajiban menjalankan amanat dari UU Perlindungan Anak, juga UU Sistem Pendidikan Nasional untuk memenuhi hak-hak para anak CI+BI. Jangan ada diskriminasi karena mereka tetap harus dipenuhi hak-haknya untuk bisa tumbuh dan berkembang sesuai potensi yang mereka miliki, kata Seto. Para pemimpin pun harus lebih aware kepada anak-anak CI+BI karena seperti yang diketahui, anak-anak CI+BI berkembang dengan potensi yang istimewa dan negaranegara lain dengan mudah mengambil sumber daya manusia berkualitas yang ada di Indonesia, dan ironisnya anak CI+BI itu sendiri tidak mau mengabdi kepada Negaranya, Jangan kita membiarkan bungabunga elok tersebut ditanam di negeri lain, justru kita harus memanfaatkan ini sebagai potensi untuk kemajuan bangsa kita sendiri, sejauh itu tidak ada political wild dari pemerintah, kalau para pemimpin terus hanya sibuk dengan perebutan kekuasaan; korupsi; dan segala macam yang terjadi adalah hal yang seperti itu tadi, jelas Kak Seto panjang lebar. Pada umumnya anak CI+BI hanya mencari r. eryanto Ketua Asosiasi CI+BI Jawa Barat Menurut Eryanto, untuk sekolah-sekolah yang menyelenggarakan CI+BI sendiri terdapat 52 sekolah se-Jawa Barat yang terdaftar dari sekolah dasar hingga SMA, sedangkan jumlah anak-anak CI+BI sendiri tidak bisa didata, karena ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi misalnya dari psikotest, kreativitas, akademik, serta pemantauan dari setiap sekolah. Menurut statistic, rata-rata siswa CI+BI ada 2% dari 8000 anak. Siswa berbakat istimewa pun harus menyeimbangkan IQ akademik, karena bakat istimewa saja tidak akan sejalan dengan akademis. Permasalahan yang dihadapi tentang penyelenggaraan sekolah CI+BI ini adalah biaya. Eryanto menyatakan bahwa jalan ke luar untuk sekolah yang memiliki siswa CI+BI namun tidak dapat menyelenggarakan, pemerintah harus menunjuk satu sekolah yang dikhususkan untuk para siswa CI+BI. Dari asosiasi CI+BI sendiri belum mampu membantu secara nansial, namun kami menghimbau kepada masyarakat un tuk tidak hanya berinvestasi untuk mendirikan mall, coba berinvestasi ke bidang subana Hazarpriadi Kepala Sekolah SD Bina Insani
Liputan Khusus
Bana begitu ia kerap disapa, berharap kedepannya anak-anak yang potensial dan istimewa tersebut bisa menjadi pemimpin yang memiliki karakter jujur, dan adil. Walaupun mendidik siswa-siswa CI+BI bukan hal yang instan, lima tahun atau tiga tahun bisa jadi orang sukses atau berhasil memerlukan proses panjang, yang jelas dari tenaga pendidiknya harus terus mengembangkan diri dan terus belajar untuk mengimbangi kemampuan anak didik yang luar biasa ini, terangnya.
Kilas Kabar
44
sdn Batutulis 4
dalaM rangka menjalin kemitraan dengan masyarakat, serta kepedulian terhadap dunia pendidikan, Polres Bogor Kota menggelar program Polisi Peduli Pendidikan. Program ini merupakan Pilot Project yang merupakan ide Kapolda Jawa Barat, Irjen. Pol. Drs. Putut Eko Bayuseno, SH., dalam rangka membangun kepercayaan publik dan kepedulian terhadap dunia pendidikan. Tujuan program ini adalah untuk me ningkatkan kualitas pendidikan di masyarakat, khususnya masyarakat Kota Bogor yang dapat meningkatkan kesejahteraan Kota Bogor guna menekan kriminalitas, dengan cara diantaranya membantu rehabilitas sarana dan prasarana pendidikan. Sasaran utama ditujukan pada sekolah-sekolah dasar yang kondisi bangunannya sudah tidak layak pakai untuk
kegiatan belajar mengajar. Setelah melakukan pengecekan dan observasi langsung ke beberapa sekolah yang rusak dan tidak layak, sedikitnya pada survey awal yang dilakukan oleh Polres Bogor Kota melalui Bhabinkamtib- masnya, ada 20 bangunan gedung SD dan satu SMP di Kota Bogor yang rencananya akan dibantu oleh pihak kepolisian mela lui Program Polisi Peduli Pendidikan. Sekolah tersebut, antara lain SDN Sartika 3, SDN Menteng, SDN Duta Pakuan, SDN Semeru 4, SDN Gunung Batu 2, SDN Bulungbang Jaya 3, SDN Batutulis 4, SDN Kayu Manis 2 dan SMPN 16. Survey ini juga langsung dimonitor oleh Kapolres Bogor Kota, AKBP Hilman, SIK, SH, MH. Sementara itu, pada kesempatan terpisah ketika diwawancara oleh Bogorplus, menurut Kapolda Jabar, Irjen. Pol. Drs. Pu-
tut Eko Bayuseno, SH., Program Polisi Peduli Pendidikan merupakan program dalam membantu pemerintah pusat pada bidang pendidikan, "dalam hal ini Polri sekarang tengah berada pada Grand Strategi tahap kedua yaitu, Partnership Building (membangun kemitraan) dan itu salah satu wujud dari Partnership Building itu, mengajak para pengusaha dengan CSR-nya (Corporate Social Responsibility), untuk membantu membangun gedunggedung atau kelas-kelas yang rusak, sehingga anak-anak kita bisa bersekolah dengan baik dan belajar dengan tenang tanpa adanya kekhawatiran terhadap ancaman akan roboh dan sebagainya," jelas Kapolda Jabar ketika sedang melakukan kunjungan ke Bogor (17/9/11). Menurut Kapolda, dalam Program Polisi Peduli Pendidikan, kepolisian tidak ikut
campur dalam pendanaan, namun menjadi fasilitator dengan pihak ketiga dalam hal ini para pengusaha. Kepolisian di situ tidak ikut campur dalam pembiayaan dan sebagainya, polisi hanya mendata, kemudian memfasilitasi antara pengusaha dan pihak sekolah, kemudian mengawasi pelaksanaannya, jelasnya. Turut andilnya para pengusaha pada program tersebut, merupakan realisasi dari program Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu program sosial kepedulian pengusaha swasta kepada masyarakat. Sementara itu, tanggapan positif datang dari pihak sekolah, salah satunya seperti yang diutarakan Ujang Sugandi, guru SDN Menteng yang beralamat di Jalan Manunggal, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Menurut Ujang Sugandi, pihaknya merasa terbantu dengan ada-
45
nya program tersebut, "sangat membantu dan mendukung sekali dengan program polisi tersebut. Ternyata polisi sangat perhatian sekali dengan dunia pendidikan. Yang jelas apapun itu, untuk kemajuan pendidikan kita terima dengan lapang dada. Karena itu untuk kenyamanan anak-anak belajar juga," ujar Ujang. Ujang pun menambahkan, bahwa sekolahnya sempat diobservasi oleh pihak kepolisian pada hari Senin kemarin. "Kebetulan, Senin kemarin sudah dilihat langsung oleh pihak kepolisian, arahnya memang ke bangunan perpustakaan, karena ada kerusakan, seperti pada atap, pintu dan kaca jendela. Selain itu kerusakan juga terdapat di kelas V serta kelas VI. Memang bangunan ini belum pernah ada renovasi," jelasnya. Tanggapan lain datang dari Kepala Sekolah SDN Sartika 3, Djuariah mengatakan ia sangat kagum pada polisi dan memuji program tersebut. "Alhamdulillah, ya, saya sangat bersyukur dari polres itu memper-
Kilas Kabar
sdn sartika 3
hatikan dunia pendidikan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Kepolisian dengan rencana adanya bantuan ini dan merasa sangat gembira dan kagum pada polisi sampai bisa membantu sekolah kami," ujar ibu berkaca mata ini. Menurut Djuariah rencananya bangunan kelas 6 yang bersebelahan dengan Polsek Bogor Tengah akan direhabilitasi. Ia mengaku belum bisa memperbaiki kerusakan yang ada di kelas 6 tersebut. Dan hanya bisa memperbaiki secara sedikitsedikit, tidak seluruhnya. Untuk itu, Ia sangat mendukung sekali dengan adanya program polisi peduli pendidikan ini dan berharap sekali bisa secepat- nya direalisasikan, "Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besar-
sdn Menteng
nya kepada jajaran Polres Bogor Kota," tutupnya dengan tersenyum. Hal Senada juga diutarakan Asep Hikmat Muslihat, Guru Bidang Kesiswaan, SDN Duta Pakuan Bogor Timur, bahwa program tersebut merupakan bentuk kepedulian terhadap pendidikan. "Ini adalah suatu kebanggaan, dimana institusi di luar pendidikan saja, seperti kepolisian ini, sudah sangat peduli seperti 'Dewa penolong' bagi kami. Harusnya, pihak dari Dinas pendidikan harus lebih bisa memberikan perhatian yang lebih," kata Asep dengan tegas. Asep juga merasa bersyukur, karena pendidikan bukan hanya tanggungjawab pemerintah saja, Tetapi juga tanggungjawab dari keluarga dan masyarakat. Ia pun berharap semoga semua program-program dari kepolisian bisa sukses kedepannya. Sejak hari Senin (12/11/11), sampai dengan saat ini, Polres Bogor Kota yang dipimpin oleh AKBP Hilman, SIK, SH, MH, telah hampir menyelesaikan perbaikan
sdn duta
sebanyak 30 SD, 1 SMP, dan 1 TK di wilayah Kota Bogor, melalui Program Polisi Peduli Pendidikan. *Bima CF, kurniadi & riza
47
Kilas Kabar
Foto: Bimandika
Kilas Kabar
48
49
Kilas Kabar
Kilas Kabar
50
Bina Insani bersama Asosiasi Cerdas Istimewa dan Berbakat Istimewa (CI+BI) Jawa Barat, menyelenggarakan seminar tentang sekolah penyelenggara layanan siswa CI+BI di Bukit Gumati, Kecamatan Bogor Selatan, Jawa Barat, pada Rabu 14 September 2011. Seminar tersebut mengambil tema Implementasi Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa Dalam Layanan Siswa CI+BI (Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa). Dalam kegiatan tersebut para tamu undangan yang sebagian besar dari sekolah penyelenggara mendapatkan paparan dari Kak Seto, serta penampilan unik dari para siswa CI+BI di Kota Bogor. Menurut Ketua Asosiasi CI+BI Jabar Drs. N. Eriyanto, M. Mpd, seminar tersebut merupakan seminar ke-10 yang diselenggarakan oleh Asosiasi CI+BI Jabar. Dalam kegiatan ini kita akan memberikan pemaparan kepada para orangtua murid, serta para tenaga pendidik yang berasal dari seluruh sekolah di Jabar selaku penyelenggara layanan siswa CI+BI, jelasnya
kepada Bogor+ sebelum acara berlangsung. Dalam kegiatan tersebut, terbagi menjadi dua sesi paparan mengenai CI+BI dari narasumber yang berbeda, sesi pertama disampaikan oleh Dr. Rahmat, Pengawas Dikmenum Disdik Kota Bogor, sesi kedua oleh Dr. Dwi Hastuti, Dosen IPB Fakultas Ekologi Manusia dan terakhir adalah Dr. Seto Mulyadi bapak dari semuan anak bangsa yang ditunggu-tunggu oleh para peserta undangan. Revolusi ilmu pengetahuan yang terjadi beberapa tahun ini menyebabkan pendidikan di Indonesia harus berubah. Perubahan-perubahan tersebut tidak lain dari hadirnya karakteristik dan potensi siswa yang berbeda-beda, khususnya siswa CI+BI. Berangkat dari itu, Dr. Rahmat selaku pembicara pertama pada seminar memaparkan, bahwa dalam menggerakkan pendidikan siswa harus diajak untuk bekerja.
51
Kilas Kabar
"Belajar Itu adalah learning is doing, learning is working, jadi belajar itu adalah bekerja oleh karena itu ukuran kehebatan siswa bukan dari didorong untuk berusaha mencari informasi tapi lebih kepada implementasi untuk memunculkan inovasi dan kreatitasnya dalam menciptakan produk atau karya," papar pakar pendidikan di hadapan tamu undangan. Selain itu, sambungnya dalam sistem yang mereka jalankan, sangat konsen pada peningkatan kemampuan menggunakan teknologi informasi untuk alat bekerja dan menyajikan data, computer literacy, ICT literacy, Information literacy. Sementara itu, kehadiran Dr. Seto yang ditunggu-tunggu para peserta undangan, begitu piawai memberikan pemaparan kepada audiens di forum terseut, dalam
pemaparannya Kak Seto begitu ia kerap disapa menjelaskan bahwa orangtua adalah guru psikologi terbaik. Orangtua terbaik adalah orangtua yang perduli terhadap permasalahan yang dihadapi anak, jangan lakukan kekerasan terhadap seorang anak, kekerasan terbagi menjadi tiga yaitu, kekerasan terhadap Media Elektronik, Orangtua, dan Guru, ungkap Kak Seto separuh tersenyum. Ia menambahkan, kurangnya pengawasan terhadap anak merupakan penyebab utama dari perilaku menyimpang seorang anak. Langkah tepat yang harus diberikan kepada anak CI+BI yaitu Program Akselerasi, Pengayaan, Khusus, Emosional, perlakuan biasa yang tidak membedakan anak dari anak biasa lainnya, urainya bernada
Kilas Kabar
52
serius. Selain itu, imbuhnya anak-anak CI+BI jangan dibedakan dan jangan didiskriminasi, karena mereka juga tetap harus dipenuhi hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki, dan itu amanat dari UU. Jangan membiarkan bunga-bunga elok ini untuk ditanam di Negara lain, justru harus memanfaatkan ini sebagai potensi untuk memajukan bangsa kita sendiri, untuk betul-betul bisa memanfaatkan dan menyalurkan potensi anak CI+BI ini, ungkap Chairman dari Mutiara Indonesia. Sementara itu menurut Subana Hazarpriadi selaku Kepala Sekolah SD Bina Insani mengatakan, program-program kegiatan yang dilakukan oleh asosiasi CI+BI Jawa Barat akan terus di support dan fasilitasi setiap anggota sekolah penyelenggara pelayan siswa CI+BI. Hari ini merupakan
wujud kepercayaan asosiasi CI+BI Jawa Barat kepada Pokja Kota Bogor sebagai tuan rumah dalam mengadakan seminar, dan kita merasa terhormat untuk menerima kunjungan dari perwakilan sekolah-sekolah penyelenggara pelayanan peserta didik CI+BI se-Jawa Barat, urai Kepsek SD Bina Insani kepada Bogorplus.com Dari terselenggaranya kegiatan tersebut Bana begitu ia kerap disapa, berharap kedepannya anak-anak yang potensial dan istimewa tersebut bisa menjadi pemimpin yang memiliki karakter jujur, dan adil. Walaupun mendidik siswa-siswa CI+BI bukan hal yang instan, lima tahun atau tiga merlukan proses panjang, yang jelas dari tenaga pendidiknya harus terus mengembangkan diri dan terus belajar untuk mengimbangi kemampuan anak didik yang luar biasa ini, pungkasnya.
*Bagja s alam & amir s
53
Kilas Kabar
Kilas Kabar
54
55
Kilas Kabar
Regu Penggalang tingkat-III (LT-III) tingkat Kotamadya. Tampilnya putri SD Bina Insani menjadi juara pertama, berdasarkan pengumpulan penilaian dari berbagai materi yang dilompramuka di Gudep dan Kwartir. Rencananya regu terbaik dalam lomba tersebut akan diikut sertakan pada lomba tingkat tiga seKota Bogor. Dalam kegiatan LT-II ini ada beberapa kriteria penilaian yang dijadikan patokan panitia, diantaranya hastakarya, pidato, pengetahuan agama, memasak, pengetahuan umum, paduan suara, seni sunda, dan wide game. Ia menambahkan, penilaian tersebut akan sepenuhnya diserahkan pada pelatih Pembina. Syarif berharap dengan adanya kegiatan LT- II ini, secara umum anak-anak bisa memiliki kegiatan yang positif dan bisa menghasilkan prestasi yang membanggakan, serta bisa menghindari dari kenakalan remaja yang kondisinya saat ini memprihatinkan. Dari keseluruhan kegiatan lomba LT-II ini, regu putri (Cempaka) SD Bina Insani tampil sebagai pemenang pertama (Juara 1) pada Lomba Tingkat Regu Penggalang Tingkat-II (LT-II) untuk tingkat Kwartir Ranting Tanah Sareal. Sedangkan regu putra (Cobra) SD Bina Insani meraih tempat kedua, setelah hasil perolehan medali diumumkan pada Minggu (25/9). Atas kemenangan tersebut, regu putra dan putri SD Binas Insani mewakili Kwartir Ranting Tanah Sareal ke Lomba Tingkat bakan, dimana mereka berhasil mengumpulkan lima poin emas, dua perak dan dua perunggu. Perolehan poin ini mengungguli, SDN Kedung Badak 4 di urutan kedua dengan tiga emas, dan dua perunggu. Sedangkan MI MathlaUl Anwar di urutan ketiga dengan satu emas dan dua perak. Sedangkan untuk regu putra, juara pertama diraih MI IAnatusshibyan, dengan perolehan poin, tiga emas, dua perak dan dua perunggu. Sedangkan SDN Bina Insani, dua Emas, tiga perak, dua perunggu. Untuk tempat ketiga, SDN Kedung Badak 3 dengan dua emas, satu perak dan satu perunggu. Menurut penanggung jawab kegiatan,
Umar Suman, yang juga Sekretaris Kwartir Ranting (Kwaran) Tanah Sareal mengatakan, juara pertama dan kedua baik putra dan putri berhak mewakili untuk ke jenjang selanjutnya yaitu LT 3. Umar Suman menerangkan, selain mendapatkan Tropy, para juara pertama akan mendapatkan tunggul bagi regu yang ber pretasi. Tunggul itu ibaratnya sebuah bendera kemenangan yang disimbolkan dengan sebuah tunggul dan kegiatan seperti ini adanya setiap empat tahun sekali, ujar Umar. Sementara itu, untuk kelompok Sekolah Menengah Pertama (SMP) Putri diraih oleh SMPN 8, juara kedua SMPN 16 dan ketiga SMPN 5. Sedangkan untuk kelompok Putra, jura pertama SMPN 8, kedua SMP PGRI 9 dan di urutan ketiga MTS, Al Ghazzali Islami.
*amir syahrudin dan Bima Chakti
Foto: Amir S
Kilas Kabar
56
Danyon Armed 5 /105 Tarik Gelar Halal Bihalal dan Ultah Bersama
BaTalYOn Artileri Medan (Yon Armed) 5/105 Tarik menggelar acara Halal Bihalal dengan seluruh anggota dan masyarakat sekitar di Asrama Anjawar Yon Armed, Jalan Raya Puncak Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, pada Minggu (25/9/11). Menurut Komandan Batalyon (Danyon) Armed 5/105, Letkol. Arm. Rio Firdianto, Halal Bihalal tersebut dilakukan masih dalam rangka hari raya Idul Fitri dan bertujuan untuk lebih mempererat tali silaturahmi antara prajurit dengan keluarga prajurit lainnya, serta masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini mendapat dukungan dari Pangdam III Siliwangi dengan memberikan sumbangan dua ekor sapi, dimana dua ekor sapi tersebut disajikan untuk dimakan bersama-sama dengan seluruh anggota, anak yatim, warga sekitar dan para pedagang. Rio berharap acara ini bisa dirasakan semua masyarakat, terutama masyarakat sekitar lingkungan Batalyon dan Asrama. Acara tersebut juga dihadiri Ketua DPRD Cianjur dan Ketua MUI Kabupaten Cianjur. Dalam kesempatan inipun digelar pula acara ulang tahun bersama bagi putra-putri anggota Armed Tarik. Dari 100 anak prajurit yang merayakan ulang tahun, salah satunya adalah putri ke-2 Danyon Armed 5/105 Tarik, Anindya Vira Ramadhani. Anindya Vira
Ramadhani sendiri merayakan ulang tahunnya yang ketiga. Rio Firdianto mengatakan, ulang tahun serentak dilaksanakan bagi putra-putri prajurit yang berulang tahun pada bulan April sampai dengan September 2011. Menurutnya, acara ulang tahun bersama ini merupakan yang kedua kalinya, dimana sebelumnya dilakukan untuk putra-putri prajurit berulang tahun pada bulan November 2010 sampai dengan Maret 2011. Bagi yang berulang tahun, kata Rio, pihaknya memberikan hadiah dan yang tidak berulang tahun diberikan bingkisan. Rio beryukur atas kegiatan tersebut, karena bisa membagi kebahagian dengan semua lapisan masyarakat. Setelah merayakan Halal Bihalal dan ulang tahun bersama bagi putra-putri prajurit acara dilanjutkan dengan makan bersama.
*kurniadi
57
Kilas Kabar
Foto: Ida D
Foto: Fahmi H
Kilas Kabar
58
Napaki Mutaqin dan Hilman Saryadi, sedangkan untuk juara ke dua, diraih oleh SMA Negeri 1 Ciawi, Kabupaten Bogor, dan untuk juara 3 dimenangkan oleh SMAN 1 Cigombong. *Bagja s alam
Foto: Nadya P
59
Kilas Kabar
Foto: Fahmi
Kilas Kabar
60
Foto: Ist.
Praktisi dan Pecinta Musik Jazz Reuni di SKI Wisata Tas Tajur
Musik Jazz di Indonesia memasuki periode yang cukup untuk mengundang dan menyatukan para praktisi dan pecinta musik jazz dari beragam generasi yang berbeda dalam sebuah wadah acara yang baik. Di acara 'Bogor Jazz Reunion 2011' ini para praktisi jazz senior dan praktisi jazz generasi muda tampil bersama dalam satu panggung dan berinteraksi dengan seluruh jazz lovers yang hadir pada acara ini. Menurut Labil, ketua panitia acara tersebut mengungkapkan, Bogor Jazz Reunion tersebut dipersiapkan selama kurang lebih satu bulan setengah, yang dananya sendiri berasal dari sponsor Dji Sam Soe. "kami mempersiapkan acara ini dari satu bulan setengah yang lalu, dan diselenggarakan pada sekarang ini, dan dananya kami dapat dari sponsor Dji Sam Soe." Tuturnya saat ditemui bogorplus disela-sela acara. Acara yang digelar di SKI, Wisata Tas Tajur, Katulampa, Bogor ini, berlangsung dari jam 16.00 s/d 22.00 WIB pada Sabtu 1 Oktober 2011 tersebut, dimeriahkan oleh maestro jazz, Idang Rasjidi, Tompi, Kemala Ayu, Mathew Sayerz, Sastrani, Azmi Haerudin, Shaku, Origen, Syndicate Voice, Ticco Laksana, Shadu Syah, Agung Zulhen, The Cocktail, Soulitude dan dimeriahkan juga oleh Musikalisasi Puisi Jazz dari Rumah Kata, dan Teater Tubuh. Acara ini diharapkan agar Bogor Jazz Reunion dapat menjadi media "reuni" tahunan para praktisi dan pecinta musik jazz dalam sebuah penyelenggaraan acara yang memorable.
*wina Febrian dan amier syahrudin
Foto: Amir S
ini diharapkan para atlet dapat menikmati jerih payah mereka sendiri dan terus fokus pada kejuaran mendatang. *wina ayu
61
Kilas Kabar
Foto: Ist.
"Semoga ke depannya sekolah ini memiliki pagar dan akses jalan yang baik", pungkasnya. *irnanda ulfa dan Bima CF
Kilas Kabar
62
Foto: Amir
Cegah Teroris, Kapolres Kumpulkan Toga, Tomas dan Tokoh Pemuda Se-Kota Bogor
unTuk mengantisipasi aksi terorisme di Kota Bogor, Polres Bogor Kota mengadakan silaturahmi bersama tokoh Agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda se Kota Bo gor di Aula Mapolres Bogor Kota, Jalan Kapten Muslihat, Kamis 29 September 2011. Dalam acara yang mengangkat tema 'Menanggulangi Tindak Kejahatan Terorisme di Kota Bogor' dihadiri Dandim Kota Bogor, Letkol. Sinyo, Kapolres Bogor Kota, AKBP. Hilman, Sekda Kota Bogor, Bambang Gunawan dan Ketua MUI Bogor, KH. Adam Ibrahim. Di hadapan undangan, Kapolres Bogor Kota, AKBP. Hilman mengajak seluruh warga Kota Bogor untuk tetap tenang dan waspada terhadap kejahatan terorisme. Kami selaku jajaran Polres Bogor Kota melakukan upaya pencegahan anti teror dan juga mengajak seluruh komponen masyarakat untuk meningkatkan ketahanan, mulai dari lingkungan masing-masing dan memberdayakan kembali sistem lapor 1 X 24 jam, ucapnya. Hilman menjelaskan, dalam meningkatkan keamanan, Polres Bogor Kota sudah melaksanakan patroli terpadu sebagai wujud nyata kepada masyarakat Kota Bogor. Sementara itu, seusai menjadi pembicara dalam silaturahmi tersebut, kepada wartawan, Kapolres meminta semua elemen mulai dari masyarakat, RT, RW dan Kelurahan waspada terhadap aksi terorisme. Pihaknya juga akan meningkatkan peran aktif petugas kepolisian dengan melakukan patroli rutin.
*Mahardhika dan M. Faisal
Foto: M Faisal
Profil
Foto: Amir