You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN I.

I Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan reformasi yang menghendaki terwujudna pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan transparan dalam menjalankan tugas dengan tekad memerangi praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, menuntut pemerintah untuki meningkatkan kinerja pelayanan aparatur secara terus menerus. Tanpa kinerja pelayanan yang tinggi , tidak mungkin aparatue pemerintah memiliki keunggulan kompetitif dan mempunyai etos kerja yang tinggi sebagai syarat untuk memberikan pelayanan publik yang betul-betul prima dalam arti sesuai dengan harapan , keinginan, dan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, tanpa kinerja pelayanan yang optimal pelayanan publik yang diperankan oleh aparatur pemerintah tidak akan berhasil. Pelayanan publik dalam artian ini adalah pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintah atau lembaga lain yang tidak termasuk badan usaha swasta yang tidak berorientasi pada laba (profit). Pelayanan ini lazim pula disebut pelayanan umum yang harus dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau (Boediono 1999:59) Padahal berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah melalui penerbitan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Antara lain : Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan aparatur Negara Nomor 81/1993 tentan Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Surat Edaran Menteri Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 56/MK/Waspan/1998 tanggal 1 Juni 1998 perihal Langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat sesuai dengan Aspirasi Reformasi.

Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar lampung ini pun telah memiliki tugas dan fungsi nya sebagai berikut : (1) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan unsur pelaksana tugas Walikota, mempunyai tugas Pokok melaksanakan urusan pemerintahan Kota dibidang Kependudukan dan Catatan Sipil berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. (2) Untuk menyelengarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada Pasal (1), Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan teknis dibidang Kependudukan dan Catatan Sipil; b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang Kependudukan dan Catatan Sipil; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang Kependudukan dan Catatan Sipil;

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota dibidang Kependudukan dan Catatan Sipil; e. Pelayanan administratif. Pemberian pelayanan merupakan tugas utama pegawai pemerintah kependudukan dan catatan sipil yang langsung berhubungan dengan warga

masyarakat. Setiap bentuk penyalahgunaan kewenangan atau cara-cara tindakan yang tidak memenuhi syarat pelayanan akan langsung dirasakan sebagai perbuatan sewenang-wenang atau merugikan masyarakat yang mempengaruhi citra dan wibawa aparat pemerintahan. Salah satu pelayanan yang ada di Dinas Kependudkan dan Catatan sipil adalah pembuatan KTP, Surat Keterangan Keluarga, Surat Nikah dan lain-lain. Citra pelayanan di Dinas Kependudukan dan catatan sipil kota Bandar Lampung ini harus jelas dan transparan karena mengurusi surat-surat penting yang harus segera diselesaikan, agar urusan masyarakat segera terpenuhi. Dinas Kependuduakn dan catatan sipil ini langsung berhubungan dan melayani masyarakat. Aparatur pemerintahan khususnya yang langsung berhubungan

dengan masyarakat harus dapat memberikan pelayanan yang adil masyarakat. Walaupun dalam pelaksanaannya tidak akan mudah

kepada dan

membutuhkan waktu yang lama, mengubah pola pikir dan budaya yang biasa dilayani menjadi pola pikir dan perilaku sebagai pelayan. Kurangnya kemampuan atau ketidaktahuan pada bidang tugas yang menjadi tugas dan kewajibannya, tidak terampil dan cakap dalam melaksanakan tugasnya sangat mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Fenomena yang terjadi adalah pegawai lamban dalam melaksanakan pekerjaannya, tidak tepat waktu, adanya kekeliruan dan lainnya yang menyimpang dari hal-hal yang telah ditetapkan. Di lain pihak, masyarakat menuntut mendapatkan pelayanan yang baik. Kebijakan menetapkan pelayanan KTP sebagai salah satu program perbaikan/penyempurnaan pelayanan publik menunjukkan bahwa kondisi pelayan KTP memang membutuhkan penyempurnaan karena pelayanan KTP sangat penting dan dibutuhkan seluruh lapisan masyarakat. program perbaikan dan peningkatan pelayanan Sebagai tindak lanjut KTP tersebut, Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung melakukan perbaikan dan peningkatan pelayanan masyarakat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak warga masyarakt yang tidak puas atas pelayanan bidang kependudukan dan catatan sipil. Contohnya seperti Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandarlampung ditemukan belum adanya loket khusus pembayaran yang memadai dan keadaan ruangan kantor tidak tertib. Sementara itu, warga Bandarlampung mengeluhkan proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan Akta Kelahiran di Bandarlampung membutuhkan waktu cukup lama. "Pembuatan dokumen keluarga itu sedikitnya memakan waktu sebulan mulai dari RT, kelurahan hingga penerbitan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat, selain lama, pengurusan dokumen itu juga memakan biaya yang tidak kecil.

Saat ini pelayanan Kota Bandarlampung sangat buruk karena berada di nomor 21 dari 22 kabupaten/kota. pelayanan yang paling buruk terdapat dalam pembuatan KTP, akta kelahiran, dan kartu keluarga.

Kota Bandarlampung harus cepat memperbaiki pelayanan, dan perbaikan bukan hanya dilakukan di kecamatan maupun kelurahan namun disdukcapil perlu memperbaiki pelayanan juga.

Disdukcapil sudah seperti pasar, karena terlihat kurang tertib dan tidak teratur. Perlu ada tambahan loket untuk pembuatan KTP, akta kelahiran dan kartu keluarga. Agar pelayanan lebih maksimal maka akan ditambah 10 loket, sehingga permintaan masyarakat akan terpenuhi.

(http://www.antaralampung.com/print/258784/menanti-optimalisasi-layananpublik-di-bandarlampung) Kondisi tersebut secara nyata menunjukkan kinerja pelayanan

kependudukan yang dilakukan pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan sipil yang jauh dari optimal. Hal ini tentu saja bukan tanpa sebab. Sebabnya adalah pegawai nya yang sering melakukan tindakan Korupsi, kolusi dan nepotisme.. Masyarakat yang akan membuat KTP atau Kartu Keluarga dan surat penting lain di minta sejumlah uang yang merugikan masyarakat. Belum lagi dengan adanya nepotisme, yaitu mendahulukan saudara, sehimgga saat membuat surat-surat tersebut akan didahulukan yang memiliki ikatan saudara dengan pegawai pelayanan pembuatan surat-surat tersebut. Adapun alasan dipilihnya Dinas Kependudukan dan Catatn sipil adalah karena banyaknya keluhan masyarakat yang merasa tidak dilayani dengan maksimal, fasilitas yang buruk belum lagi pungutan liar yang ada di Dinas tersebut. Uraian di atas memperhatikan fenomena yang menarik untuk diteliti secara ilmiah, sehingga penulis tertarik untuk meneliti masalah kinerja pelayanan terhadap masyarakat ditinjau dari dampak KKN yang menjamur saat ini . Dengan judul Dampak KKN terhadap Pelayanan Masyarakat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung

I.II

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah nya terdiri atas : 1. Bagaimana kinerja pelayanan masyarakat jika pegawai melakukan KKN ? 2. Dampak apa yang akan di rasakan masyarakat jika pegawai pemerintah melakukan KKN ? 3. Adakah pengaruh KKN terhadap pelayanan masyarakat di Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Kota Bandar Lampung ? 4. Apakah para pegawai paham tentang dampak buruk dari KKN tersebut ? 5. Apakah para pegawai paham tentang pelayanan masyarakat itu sendiri ?

I.III

Tujuan Penelitian Penelitian pada umumnya memiliki tujuan untuk menambah wawasan

pemikiran terhadap obyek yang dikaji juga penelitian yang akan peneliti bahas saat pembuatan skripsi nanti. Adapun mengenai tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui : 1. Pengaruh KKN terhadap pelayanan masyarakat Bandar Lamnpung saat datang ke Dinas Kependudkan dan Catatan Sipil Kota Bandar lampung. 2. Kinerja pegawai terhadap pelayanan masyarakat 3. Pemahaman Pegawai terhadap dampak KKN dan tata cara pelayanan masyarakat yang baik

I.IV

Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan

sebagai berikut: 1. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan dalam Ilmu Pemerintahan dan Administrasi Negara khususnya mengenai Pelayanan Publik (masuyarakat) 2. Secara praktis diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam kinerja pelayanan masyarakat dan untuk menaggulangi KKN di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung

I.V

Kerangka Pemikiran

Studi yang memfokuskan diri pada masalah dampak korupsi, kolusi dan nepotisme di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Kota Bandar Lampung terhadap pelayanan masyarakat, memrlukan kerangka pemikiran yang digunakan sebagai pedoman atau arah pembahasan studi bersangkutan. Untuk itu, sebelumnya perlu ditemukan terlebih dahulu lingkup kajian secara umum masalah KKN dan dampaknya terhadap pelayanan masyarakat. Berdasarkan atas pemahaman lingkup kajian tersebut selanjutnya dengan pertimbangan tertentu dapat dilakukan pembatasan-pembatasan seperlunya sehingga studi tidak terlalu luas lingkupnya. Sebagai pijakan dasar, berikut ini dikemukakan lingkup kajian umum masalah dampak KKN terhadap pelayanan masyarakat .

Bagan 1

Dampak KKN Terhadap Pelayanan Masyarakat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung

Penyebab KKN yang dilakukan pegawai

Dampak terhadap pelayanan masyarakat

Memuaskan atau Tidak Memuaskan

Dari bagan tersebut terlihat memuaskan atau tidaknya pelayanan masyarakat jika KKN marak dilakukan oleh pegawai. a. Penyebab KKN Korupsi Kolusi Nepotisme, tiga penyakit moral bangsa ini tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Faktor internal atau person atau dari diri sang penderita Faktor yang muncul dari dalam diri pelaku KKN, bisa disebabkan karena kurangnya pendidikan, terutama pendidikan ilmu agama yang merupakan pokok hubungan personil dengan Tuhan, atau hubungan vertikal/pribadi. 2. Faktor eksternal atau pengaruh dari luar faktor eksternal sangat komplek dan luas, yang meliputi : a. Faktor dari lingkungan terkecil yaitu, dari keluarga, kerabat dan orang-orang disekitar tempat tinggal. Dari pengaruh keluarga bisa

berupa, tuntutan hidup, gaya hidup dan keinginan keluarga yang lebih. b. Faktor lingkungan lebih luas yaitu dari lingkungan pergaulan di tempat kerja, pergaulan anak dan istri Pada faktor eksternal di lingkungan kerja ada masa proses dalam penyebabnya melakukan tindak pidana KKN yaitu : 1. Awal sebelum menjabat Awal Sebelum menjabat Adalah faktor dalam proses perekrutan calon pegawai negeri/aparat pemerintahan, kasus suap marak pada proses ini, seorang calon aparat pemerintahan harus rela mengeluarkan sejumlah uang agar dapat diangkat menjadi aparat pemerintah. Sehingga pada saat aparat menjadi pegawai baru, tentu gaji yang didapat tidak sepadan dengan uang yang telah dikeluarkan untuk menyuap. Akibatnya sebagai aparatur sibuk mencari-cari uang bagaimana agar modal yang telah dikeluarkan kembali. Jadi titik awal penyebab KKN adalah tindakan suap menyuap dalam proses perekrutan dan pengangkatan aparat pemerintah

2. Masa saat menjabat Pada masa menduduki jabatan inilah, tindakan KKN merajalela, makin besar dan peluang besar, sebab karena jabatan yang dipegangnya, ada wewenang untuk membuat suatu kebijakan yang menguntungkan diri sendiri. Pada masa ini segala bentuk rayuan dari berbagai kalangan dengan tujuan yang bermacam-macam, dengan loby serta suap agar supaya kepentingannya berjalan mulus tanpa hambatan apapun.

3. Akhir saat menjabat Pada masa akhir jabatan, seseorang akan cenderung menumpuk harta dengan berbagai cara dalam melakukan KKN tanpa peduli resiko yang akan ditanggungnya, tidak akan takut pada hukum akibat perbuatannya. Kecenderungan KKN dalam kapasitas yang besar kan tampak pada masa akhir jabatan. Dikarenakan perhitungan masa jabatannya yang segera

berakhir, maka tindakan KKN untuk bekal masa pensiun. Sehingga boleh kehilangan jabatan tetapi tidak mau kehilangan harta benda, dengan jabatannya membuat kebijakan yang kontroversial yang menguntungkan bagi dirinya, dan menjadi beban bagi pejabat yang menggantikannya. Walau telah kehilangan jabatan tetapi para kroninya dari hasil KKN masih kuat diinstitusi tersebut.

b. Dampak terhadap pelayanan masyarakat Dalam pelaksanaannya tidak akan mudah dan membutuhkan waktu yang lama, mengubah pola pikir dan budaya yang biasa dilayani menjadi pola pikir dan perilaku sebagai pelayan. Kurangnya kemampuan atau ketidaktahuan pada bidang tugas yang menjadi tugas dan kewajibannya, tidak terampil dan cakap dalam melaksanakan tugasnya sangat mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Fenomena yang terjadi adalah pegawai lamban dalam melaksanakan pekerjaannya, tidak tepat waktu, adanya kekeliruan dan lainnya yang menyimpang dari hal-hal yang telah ditetapkan. Di lain pihak, masyarakat menuntut mendapatkan pelayanan yang baik.

c. Memuaskan atau Tidak Memuaskan Dalam proposal penelitian ini nantinya peneliti akan tahu apakah pelayanan masyarakat di Dinas Kependudukan dan Catatan sipil di Kota Bandar Lampung sudah memuaskan atau malah tidak memuaskan karena para pegawainya melakukan Korupsi, Kolusi danNepotisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.I

Tinjauan Tentang KKN a. Korupsi Asal kata korupsi adalah dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi. (Andi Hamzah, 2005, Pemberantasan Korupsi) Korup : busuk; palsu; suap (Kamus Bahasa Indonesia, 1991) buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi (Kamus Hukum, 2002) Korupsi : kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari kesucian (The Lexicon Webster Dictionary, 1978) penyuapan; pemalsuan (Kamus Bahasa Indonesia, 1991) penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Kamus Hukum, 2002) Syeh Hussein Alatas, dalam bukunya The Sociology of

Corruptionmengemukakan pengertian korupsi dengan menyebutkan

10

benang merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat. Menurutnya, corruption is the abuse of trust in the interest of private gain yakni penyelahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi. Lebih lanjut Hussein Alatas, menyebutkan tipe korupsi dalam prakteknya meliputi ciri-ciri sebagai berikut : 1. Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang. 2. Korupsi pada umumnya dilakukan dengan penuh kerahasiaan 3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. 4. Korupsi dengan bebagai macam akal berlindung dibalik pembenaran hukum 5. Mereka yang terlibat korupsi adalah yang menginginkan keputusan yang tegas dan mereka mampu mempengaruhi keputusan 6. Tindakan korupsi mengandung penipuan baik pada badan publik atau masyarakat umum. 7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan. 8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan itu 9. Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan

pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat Dalam ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi tidak ditemukan pengertian tentang korupsi. Akan tetapi, dengan memperhatikan kategori tindak pidana korupsi sebagai delik formil, maka Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 mengatur secara tegas mengenai unsur-unsur pidana dari tindak pidana korupsi dimaksud. Pasal 2 UndangUdang No. 31 Tahun 1999, menyatakan sebagai berikut : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

11

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara... Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999, menyatakan : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara... Definisi yuridis di atas merupakan batasan formal yang ditetapkan oleh badan atau lembaga formal yang memiliki wewenang untuk itu di suatu negara. Oleh karena itu, batas-batas korupsi sangat sulit dirumuskan dan tergantung pada kebiasaan maupun undang-undang domestik suatu negara. Korupsi pertama kali dianggap sebagai tindak pidana di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 24 Prp. Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Dalam

kenyataannya undang-undang ini tidak mampu melaksanakan tugasnya sehingga dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan terakhir sejak tanggal 16 Agustus 1999 diganti dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tujuan pemerintah dan pembuat undang-undang melakukan revisi atau mengganti produk legislasi tersebut merupakan upaya untuk mendorong institusi yang berwenang dalam pemberantasan korupsi, agar dapat menjangkau berbagai modus operandi tindak pidana korupsi dan meminimalisir celah-celah hukum, yang dapat dijadikan alasan untuk dapat melepaskan diri dari jeratan hukum. Dalam pengertian yuridis, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memberikan batasan tentang pengertian Tindak Pidana Korupsi dengan cakupan yang lebih luas sehingga meliputi berbagai tindakan termasuk tindakan penyuapan, yang dapat dipahami dari bunyi teks pasal-pasalnya, kemudian mengelompokannya ke dalam beberapa rumusan delik. Dengan
12

memahami hal tersebut diharapkan segala tindakan hukum dalam rangka pemberantaan korupsi akan terwujud, baik dalam bentuk pencegahan (preventif) maupun tindakan (represif). Pemberantasan korupsi tidak hanya memberikan efek jera bagi pelaku, tetapi juga berfungsi sebagai daya tangkal. Sebab-sebab korupsi : 1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi. 2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika. 3. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi. 4. Kurangnya pendidikan. 5. Adanya banyak kemiskinan. 6. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas. 7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi. 8. Struktur pemerintahan. 9. Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional. 10. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk. Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
1.

Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
13

2.

Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.

3.

Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.

4.

Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. b. Kolusi Kolusi atau suap dalam bahasa arab disebut Rasywah atau rasya secara bahasa bermakna memasang tali, ngemong, mengambil hati. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat menolong orang yang memberi. Maksudnya sesuatu yang dapat berupa uang ataupun hadiah yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang diinginkan berkat bantuan orang yang diberi tersebut. Unsur-unsur suap : a. Penerima suap ; orang yang mnerima sesuatu dari orang lain berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara. b. Pemberi suap ; orang yang menerahkan harta atau uang atau jasa untuk mencapai tujuannya. c. Suapan ; harta atau uang atau jasa yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan sesuatu yang didambakan . diharapkan dan diminta.

c. Nepotisme Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian nepotisme adalah tindakan yang hanya menguntungkan sanak saudara atau teman-teman
14

sendiri,

terutama

dalam

pemerintahan

walaupun

objek

yang

diuntungkan tidak kompeten. Pengertian nepotisme sebagai tindakan mengambil kesempatan terhadap suatu keadaan, posisi atau jabatan berdasarkan hubungan kekerabatan, tidak selalu mempunyai konotasi makna yang negatif. Nepotisme menjadi sebuah perilaku positif (baik), apabila objek yang diuntungkan memang dianggap kompeten. Pengertian Nepotisme dalam Undang-Undang adalah setiap perbuatan penyelenggaraan negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, negara dan bangsa. Sedangkan pengertian nepotisme dalam Islam adalah menganjurkan untuk mendahulukan pemberian atau mementingkan sanak saudara atau teman sendiri, terutama dalam hal sedekah, infak dan zakat yang betulbetul membutuhkan dan mendesak. Yang menjadi persoalan, jika tindakan nepotisme dikaitkan pemberian posisi atau jabatan tertentu kepada orang yang mempunyai kekerabatan dengan seorang pelakunya tanpa memperdulikan unsur-unsur sebagai berikut : Pertama, unsur keahlian atau kemampuan yang dimiliki, kalau nepotisme dilakukan dengan tidak memperdulikan kualitas, maka pelakunya bisa dikategori sebagai orang yang dzalim dan dapat merusak tatanan kehidupan, baik keluarga, masyarakat, negara, maupun agama. Kedua, unsur kejujuran dalam menjalankan amanat, Jika nepotisme dijalankan dengan cara yang tidak dibenarkan dalam suatu peraturan atau hukum tertentu, seperti menutup kesempatan kepada orang lain yang sama-sama mempunyai hak, maka ia termasuk kelompok yang

15

bisa dikategorikan sebagai orang yang tidak jujur dan khianat terhadap amanat.

II.II

Tinjauan Tentang Pelayanan Masyarakat Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara

pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor

63/KEP/M.PAN/7/2003) Pelayanan publik dapat juga diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya, pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Unsur-Unsur Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 Berdasarkan berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 bahwa di dalam memberikan pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum harus jelas dan di ketahui sacara pasti oleh masing-masing. 2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar

berdasarkan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektifitas.

16

3.

Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

4.

Apabila pelayanan umum yang oleh instansi pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 A. Transparansi Bersifat terbuka, mudah dipahami dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. B. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. C. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan publik dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas. D. Partisipatif Mendorong peran serta msayarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. E. Kesamaan Hak Tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi . F. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Prinsip Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 A. Kesederhanaan

17

Proseduran pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. B. Kejelasan 1. 2. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik Unit kerja/pejabat yang berwenang bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik 3. C. Rincian biaya pelayanan publik tata cara pembayaran Kepastian Waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. D. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah E. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik rasa aman dengan kepastian hukum. F. Tanggung Jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan

pelayanan publik. G. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika. H. Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi dan informatika. I. Kedislipinan, Kesopanan, Dan Keramahan Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan disiplin,sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan ikhlas. J. Kenyamanan

18

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lainlain.

Standar Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 1. Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan. 2. Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan. 3. Biaya Pelayanan Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. 4. Produk Pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 5. Sarana dan Prasarana Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggara pelayan publik. 6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Petugas pemberi pelayanan harus memiliki pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.I

Tipe Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat penelitian deskriptif

dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

III.II Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat Deskriptif Analisis yaitu penelitian hanya melukiskan , memaparkan dan melaporkan suatu obyek atau gejala tertentu. Cara ini digunakan untuk memaparkan dampak korupsi, kolusi dan nepotisme terhadap pelayanan masyarakat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung.

III.III Lokasi Penelitian Menurut Masi Singarimbun dan Effendi (2000:169). Penetapan penelitian ditentukan secara purposive atau berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan dan tujuan penelitian. Purposive adalah lokasi penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan diambil berdasarkan tujuan penelitian. Penelitian ini sendiri dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung . Yang beralamat di Jl. Wolter Monginsidi, Bandar Lampung.

20

III.IV

Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Menurut Bambang Prasetyo (2005: 119) Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya sehingga objekobjek ini dapat menjadi sumber data penelitian. Jadi yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan objek yang menjadi sumber data dalam suatu penelitian, bila jumlah populasi dibawah seratus maka populasi tersebut dijadikan sampel oleh peneliti, sebaliknya jika di atas seratus maka digunakan perumusan dalam penarikan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung. 2. Sampel Penelitian Menurut Arikunto (1998: 104) Sampel adalah satuan wakil populasi yang diteliti. Menurut Husein Umar (1998: 108 ) untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

N 1 Ne 2

Keterangan: n N e = Ukuran Sampel = Ukuran Populasi = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan

pengambilan sampel yang masih ditolelir

21

III.V Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi kepada dua macam, yakni :
1. Penelitian Lapangan (Field Research).

Yaitu mengadakan kegiatan mengumpulkan data di lapangan dengan menggunakan teknik pengumpul data sebagai berikut :
a. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung terhadap pelaksanaan kegiatan kerja pegawai di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung. b. Interview, yakni mengadakan wawancara / Tanya jawab secara langsung dengan para pegawai dan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian itu. c. Angket, questioner adalah lembaran pertanyaan tertulis yang diberikan kepada responden tentang objek penelitian

2. Penelitian Perpustakaan (Library research)

Yakni mengadakan penelitian terhadap sejumlah literature yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

III.VI Metode Analisis Data Lexy J. Moleong dalam Hasan (2008:29) menyatakan bahwa, Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerjanya. Teknik analisis data digunakan untuk menyederhanakan data yang diperoleh
22

dari lapangan agar lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan yaitu:
1. Metode Analisis Korelasi Spearman (rs) Setelah data diperoleh dan terkumpul kemudian data diolah, sehingga data dapat dianalisis. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis diskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan dampak korupsi, kolusi dan nepotisme terhadap pelayanan masyarakat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung dan hubungan keduanya. Sedangkan untuk mengetahui hubungan dampak korupsi, kolusi dan nepotisme terhadap pelayanan masyarakat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung peneliti menggunakan rumus koefisien korelasi Spearman (rs).

Koefisien korelasi Spearmans Rho (rs) menurut Iqbal Hasan (2008:57) dirumuskan sebagai berikut :
rs 1 6bi
2

n n 2 1

Keterangan : rs b n = Koefisien korelasi rank = Selisih rank = Banyaknya pasangan rank

2. Metode Analisis Komparatif Yaitu metode yang berusaha mencari pemecahan masalah melalui analisis sebab akibat yakni meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan yang lain.

3. Metode Berpikir dalam Mengambil Keputusan Yakni untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang benar maka diperlukan cara pengambilan kesimpulan yang tepat. Maka dalam penelitianj ini di gunakan deduksi. Deduksi adalah cara pengambilan kesimpulan dari umum ke khusus.

23

Daftar Pustaka

http://eprints.undip.ac.id/17819/1/INDUNG_WIJAYANTO.pdf http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131327-T%2027609-Pengaruh%20kompensasiPendahuluan.pdf http://rumputliar95.blogspot.com/2010/11/penyebab-kkn.htm

KPK Mengenali dan Memberantas Korupsi : http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2027081-pengertian-korupsi-dantindak-pidana/#ixzz2EilQDO8w


http://soloraya.net/korupsi-dan-pengertiannya.html suap dalam pandangan islam
Abdullah Bin Abdul Muhsin

http://www.referensimakalah.com/2012/12/pengertian-nepotisme.html http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/10/pengertian-pelayanan-publik.html

http://www.antaralampung.com/print/258784/menanti-optimalisasi-layananpublik-di-bandarlampung)

24

25

You might also like