You are on page 1of 6

Foto by Kriwul Perlindungan Upah Buruh Dalam Pencapaian Hidup Yang Layak Triya Indra Rahmawan undefined undefined

undefined Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 05/Men/1989 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.01/MEN/1996 jo. Peraturan Menteri tenaga Kerja No. 03/MEN/1997 tentang Upah Minimum yang sekarang telah diperbarui dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 01/MEN/1999. Perlindungan upah buruh diatur juga dalam pasal 88 UU No 13 tahun 2003. Dalam Permen ini upah minimum dibagi dalam 3 kriteria yaitu Upah Minimum Regional, Upah Minimum Sektor Regional dan Upah Minimum Sub Sektor Regional. Dalam perkembangannya, upah minimum dibagi dari 2 kriteria yaitu Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Upah Minimum Propinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota ini ditetapkan setahun sekali dengan SK Gubernur. Dengan diterbitkannya Peraturan Mennakertrans Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL), akan menaikkan upah minimum buruh menjadi upah yang diterima buruh layak. Buruh dengan masa kerja satu tahun ke bawah dan berstatus lajang segera menikmati upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak, bukan sesuai dengan kebutuhan hidup minimal. Kebutuhan yang layak tidak hanya sebatas pemenuhan kebutuhan pokok yang terdiri dari kebutuhan sandang, pangan dan papan saja melainkan kebutuhan yang bersifat sekunder seperti kebutuhan rekreasi dan tabungan. Pemerintah kabupaten maupun kota menetapkan upah minimum tak hanya mengacu pada kebutuhan hidup layak, tetapi juga ada komponen lain, seperti kemampuan perusahaan dan biaya hidup setempat. Jika pedoman penghitungan upah minimum sesuai dengan Permennakertrans, upah minimum diprediksi pasti naik. Paling tidak tahun 2007, pekerja dengan masa kerja nol tahun dan berstatus lajang sudah menikmati upah minimum sesuai dengan KHL. Selama ini penetapan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup minimal (KHM). Sesuai dengan Permennakertrans No 17/2005, besaran upah minimum berdasarkan KHL ditentukan oleh kemampuan perusahaan terlemah di daerah setempat, perkembangan ekonomi dan kondisi pasar kerja. Ada beberapa komponen dalam penghitungan upah minimum dalah pencapaian kebutuhan hidup layak yang sudah dilaksanakan. Seperti komponen tabungan dengan mengikutsertakan pekerja dalam program jaminan hari tua Jamsostek. Bahkan rekreasi dan kegiatan piknik di luar kota juga diadakan rutin. Sistem pengupahan berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak pun bisa dipakai sebagai pedoman menetapkan upah minimum. Kenaikan upah minimum setiap tahun merupakan salah satu pemicu inflasi. Penetapan upah minimum lebih adil sebab melibatkan lembaga tripartit dan besarannya sesuai kemampuan perusahaan di sektor itu. Kenaikan upah minimumpun bisa ditetapkan tiap tahun atau dua tahun Dengan sistem baru ini, tuntutan kenaikan upah minimum tidak muncul setiap tahun. Sebab, kenaikan upah minimum sekarang sebagai budaya yang kurang bagus dan membuat calon investor enggan masuk. Setiap tahun upah minimum naik sedikitnya berdasarkan kebutuhan hidup minimum atau inflasi. Pemberlakuan upah minimum akan berdampak positif bagi dunia usaha dan pekerja karena upah sesuai dengan bidang kerja. Dengan demikian, upah minimum

yang diterima buruh di industri elektronik akan berbeda dengan di sektor tekstil. Upah minimum KHL merupakan penghasilan pekerja yang paling ideal, terutama bagi mereka dengan masa kerja kurang dari setahun dan lajang. Apalagi sesuai dengan Permennakertrans No 17/2005, besaran upah minimum berdasarkan KHL ditentukan oleh kemampuan perusahaan terlemah di daerah setempat, perkembangan ekonomi dan kondisi pasar kerja. Ada beberapa komponen dalam penghitungan UMP KHL yang sudah dilaksanakan. Seperti komponen tabungan dengan mengikutsertakan pekerja dalam program jaminan hari tua Jamsostek. Bahkan rekreasi dan kegiatan piknik di luar kota juga diadakan. Penentuan upah minimum berdasarkan sektor paling tepat sesuai KHL. Alasannya, masing-masing sektor punya kemampuan berbeda serta untuk menghindari kemelut berkepanjangan soal upah. Dengan menerapkan upah minimum, sektor usaha, seperti jasa kebersihan, akan memberikan upah sesuai dengan kemampuannya. Apabila nilai kontrak tinggi, upah yang diterima pegawai otomatis juga besar. Bisa tidaknya upah minimum setara KHL sangat tergantung kerelaan hati pengusaha memperbaiki kesejahteraan pekerjanya. Tanpa ada kemauan itu, Permennakertrans No 17/2005 hanya berlaku di atas kertas. Pada intinya, buruh akan bisa bekerja dengan tenang apabila kesejahteraannya diperbaiki. Untuk membantu mengatasi problem gaji, pemerintah biasanya membuat batas minimal gaji yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerjanya, yang kemudian dikenal dengan istilah Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Daerah (UMD) atau Upah Minimum Kota (UMK) yang mengacu pada UU Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004. Intervensi pemerintah dalam hal ini ditujukan untuk menghilangkan kesan eksploitasi pemilik usaha kepada buruh karena membayar dibawah standar hidupnya. Nilai UMR, UMD dan UMK ini biasanya dihitung bersama berbagai pihak yang merujuk kepada Kebutuhan Fisik Minimum Keluarga(KFM), Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) atau kondisi lain di daerah yang bersangkutan. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan buruh, beberapa tahun terakhir pemerintah menetapkan kebijakan kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) setiap tahun, yang besarnya berkisar 10-20%. Kebijakan kenaikan UMR nampaknya akan terus diambil oleh pemerintah dalam waktu mendatang. Hal ini selain berdampak pada nasib buruh, juga akan membawa akibat pada aktivitas dunia usaha di dalam negeri. Daya saing perusahaan kembali dipertaruhkan dengan adanya peningkatan biaya untuk tenaga kerja. Sektor dunia usaha dipaksa untuk menyusun kembali maupun mengembangkan strategi usahanya di masa mendatang akibat peningkatan biaya operasi. Dilihat dari sisi haluan negara, kebijakan ini sangat sesuai dengan GBHN karena dengan peningkatan upah berarti pemerintah telah berupaya meningkatkan kesejahteraan pekerja. Upah yang dibawa pulang buruh menjadi ukuran daya beli seseorang. Kompensasi dalam bentuk upah atau gaji selalu menjadi masalah yang menarik untuk didiskusikan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan produktivitas tenaga kerja. Bila kompensasi diberikan secara benar, karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai tujuan perusahaan. Rentang yang terlalu besar dapat menjadi sumber kecemburuan bagi buruh. Untuk penyelesainya salah satu usaha yang ditempuh pemerintah adalah menaikkan upah buruh, walaupun kebijakan ini akan menimbulkan berbagai implikasi. Upah minimun yang sering kita dengar sehari-hari merupakan upah terendah yang diizinkan diberikan oleh pengusaha kepada pekerja yang sifatnya normatif, terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Besarnya upah minimum didasarkan atas pertimbangan kebutuhan fisik minimum, indeks harga konsumen, perluasan kesempatan kerja, upah pada umumnya yang berlaku secara regional, kelangsungan perusahaan, dan tingkat

perkembangan ekonomi regional ataupun nasional. Dengan demikian upah minimum dapat berbeda untuk satu daerah dengan daerah lain. Dengan upah yang diterima selama ini, tingkat kesejahteraan buruh kita saat ini pada umumnya masih memprihatinkan. Buruh yang menjadi komponen utama kegiatan ekonomi, kenyataannya untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum saja masih kesulitan. Buruh terkadang hanya menjadi sumber eksploitasi bagi upaya mengoptimalkan laba pengusaha. Sementara itu, pengusaha sering menghadapi berbagai tekanan berat dari pihak luar. Adanya birokrasi yang berbelit dari pemerintah maupun berbagai pungutan tidak resmi telah mendorong mereka untuk mengorbankan kepentingan buruh. Adanya kenaikan UMR yang hanya sebesar 10,63% per April 1996, wajar jika muncul reaksi yang kurang puas dari buruh. Namun sebaliknya, tindakan pemerintah perlu dihargai karena dalam beberapa tahun terakhir selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan buruh. Kenaikan sebesar itu merupakan angka maksimal yang dapat diambil setelah memperhatikan kepentingan ekonomi dalam arti yang luas, seperti pertumbuhan ekonomi maupun efisiensi. Ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi bagi setiap karyawan, diantaranya penawaran dan permintaan tenaga kerja, tuntutan dari serikat pekerja atau organisasi buruh, kemampuan membayar dari pihak perusahaan, produktivitas karyawan, biaya hidup karyawan, serta peraturan pemerintah mengenai kompensasi bagi karyawan. Walaupun secara nominal kenaikan tersebut cukup memadai, namun secara riil masih dipertanyakan. Selain itu, penetapan UMR yang baru masih memberi celah baru bagi kecurangan pengusaha. Pengusaha cenderung memberi upah buruh pada angka di sekitar UMR, sekalipun buruh memberi kontribusi yang lebih banyak terhadap proses produksi. Kondisi ini merupakan salah satu implikasi dari penentuan upah dengan pendekatan kebutuhan minimal. Jadi seberapa pun kontribusi pekerja terhadap proses produksi, upah yang diterima buruh tak jauh dari standar UMR. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 88 ayat 1 menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk itu Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan untuk melindungi pekerja atau buruh. Kebijakan tersebut meliputi : a. Upah minimum b. Upah kerja lembur c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan. d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya f. Bentuk dan cara pembayaran upah g. Denda dan potongan upah h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional j. Upah untuk pembayaran pesangon k. Upah untuk memperhitungkan pajak penghasilan Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum dapat terdiri atas : a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten atau kota. b. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten atau kota. Upah minimum sebagaimana dimaksud di atas diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak dan bukan merupakan kebutuhan hidup minimal atau fisik saja, akan tetapi juga kebutuhan akan rekreasi dan tabungan masa tua.

Selama ini yang terjadi adalah bahwa upah minimum disini hanya mencukupi kebutuhan hidup yang bersifat primer saja tanpa memperhatikan adanya kebutuhan sekunder dan tersier para buruh. Hal ini memperjelas bahwa upah minimum ini dapat dikatakan belum memenuhi kriteria atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Tolak ukur dari ditetapkannya Upah Minimum ini hanya pemenuhan kebutuhan pokok saja tanpa memperhatikan kebutuhan yang lain. Upah minimum sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1989 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.01/MEN/1996 jo. Peraturan Menteri tenaga Kerja No. 03/MEN/1997 tentang Upah Minimum yang telah diperbarui dengan Peraturan Menteri No 01/MEN/1999 tentang Upah Minimum adalah upah pokok sudah termasuk didalamnya tunjangan-tunjangan yang bersifat tetap. Upah pokok minimum terdiri dari: 1. Upah Minimum Regional Tingkat 1 untuk selanjutnya disebut UMR Tk.1 adalah upah minimum yang berlaku di satu propinsi. 2. Upah Minimum Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMR Tk.II adalah upah minimum yang berlaku di daerah Kabupaten/Kotamadya atau menurut wilayah pembangunan ekonomi daerah atau karena kekhususan wilayah tertentu. 3. Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMSR Tk.I adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di satu propinsi. 4. Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMSR Tk.II adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di daerah Kabupaten/Kotamadya atau menurut wilayah pembangunan ekonomi daerah atau karena kekhususan wilayah tertentu. Ketentuan mengenai pembayaran Upah, pengusaha wajib membayar upah kepada para pekerjanya secara teratur sejak terjadinya hubungan kerja sampai dengan berakhirnya hubungan kerja. Upah yang diberikan oleh pengusaha tidak boleh duiskriminasi antara pekerja pria dan wanita untuk pekerjan yang sama nilainya (Undang-undang No 80 Tahun 1957) yang merupakan ratifikasi Konvensi ILO No.100 Tahun 1951. Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan (pasal 93 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah), prinsip ini dikenal dengan asas no work no pay asas ini tidak berlaku mutlak, maksudnya dapat dikesampingkan dalam hal-hal tertentu atau dalam kata lain pekerja tetap mendapatkan upah meskipun tidak dapat melakukan pekerjaan. Adapun penyimpangan terhadap asas no work no pay ini adalah: a) Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan, b) Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haid-nya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan, c) Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membabtiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia. d) Pekerja atau buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara. e) Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, f) Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha,

g) Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat, h) Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/ serikat buruh atas persetujuan pengusaha, i) Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. (pasal 93 ayat 2 UU No.13 Tahun 2003). Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit adalah sebagai berikut : a) Untuk 4 bulan pertama, dibayarkan 100% dari upah b) Untuk 4 bulan kedua, dibayarkan 75% dari upah, c) Untuk 4 bulan ketiga, dibayarkan 50% dari upah, d) Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah; sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. Upah minimum yang telah ditetapkan Pemerintah yang masih dibawah tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, masih banyak perusahaan- perusahaan yang tidak mematuhinya, namun buruh yang tidak mempunyai organisasi buruh yang kuat tidak dapat memperjuangkan hak-haknya. Disamping itu ketatnya persaingan di pasar kerja dan krisis ekonomi yang berat menjadikan buruh tidak mempunyai keberanian untuk memperjuangkan perbaikan nasib mereka. Indonesia memerlukan serikat buruh yang kuat dalam memperjuangkan nasib buruh, sehingga tidak perlu menggunakan kekerasan dan pengerusakan. Modal selalu berpindah ke tempat dimana buruh murah dan penegakan hukum perburuhan lunak. Inilah perlunya pembaruan Hukum Perburuhan. Sulitnya pembahasan upah minimum juga disebabkan kondisi internal serikat buruh itu sendiri. Ketidaksiapan wakil serikat buruh, baik dalam strategi, kemampuan negosisasi, pengetahuan tentang keadaan ekonomi makro dan kemampuan menganalisis kondisi obyektif perusahaan, masih diperparah nuansa persaingan yang cukup kental di antara serikat buruh itu sendiri. Hal ini menyebabkan semakin terhambatnya perjuangan buruh itu sendiri dalam merumuskan besaran usulan upah minimum dan peningkatan kesejahteraan mereka. Sebelum menetapkan upah minimum regional dan upah minimum kota terlebih dahulu dilakukan survei harga sandang dan pangan serta komponen lain. Survei tersebut dilakukan oleh Dewan pengupahan. Dewan Pengupahan bertugas memberikan saran, dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan nasional. Selain itu Dewan Pengupahan juga merumuskan kebijakan dan sistem pengupahan nasional, perubahan komponen upah, dan skala upah. Penelitian dilakukan saat situasi harga dan pasokan stabil, yaitu pada saat menjelang puasa dan hari raya keagamaan, musim masuk sekolah, dan di pengujung tahun. Selanjutnya agar penerapan upah minimum kota sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak tak rancu, petunjuk pelaksana harus dibuat jelas dan rinci. Artinya, upah minimum tidak harus naik setiap tahun karena sifatnya cuma sebagai acuan bagi perusahaan untuk membuat sistem pengupahannya. Sistem pengupahan baru diterapkan, kenaikan upah minimum kabupaten, kota, dan provinsi bisa dilakukan setiap tiga atau bahkan lima tahun. Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah. Dalam serikat buruh, hanya ada dua cara melindungi buruh yaitu; Pertama, melalui undang-undang perburuhan. MeIalui undang-undang buruh akan terlindungi secara hukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak) sampai dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun. Kedua, melalui serikat buruh. Sekalipun undang-undang perburuhan bagus, tetapi buruh tetap memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PKB adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan buruh yang berisi hak dan

kewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat buruhlah untuk menambah kesejahteraan mereka. Yang terjadi di Indonesia, perlindungan undang-undang terhadap buruh sangat rendah. Upah minimum yang telah ditetapkan Pemerintah yang masih dibawah tingkat pemenuhan kebutuhan dasar, masih banyak perusahaan- perusahaan yang tidak mematuhinya, namun buruh yang tidak mempunyai organisasi buruh yang kuat tidak dapat memperjuangkan hak-haknya. Disamping itu ketatnya persaingan di pasar kerja dan krisis ekonomi yang berat menjadikan buruh tidak mempunyai keberanian untuk memperjuangkan perbaikan nasib mereka. Indonesia memerlukan serikat buruh yang kuat dalam memperjuangkan nasib buruh, sehingga tidak perlu menggunakan kekerasan dan pengerusakan. Modal selalu berpindah ke tempat dimana buruh murah dan penegakan hukum perburuhan lunak. Inilah perlunya pembaruan Hukum Perburuhan.

You might also like