You are on page 1of 26

Eka Budiarti Fajar Wahyu S.

R Fitri Puspa Sari Hartati Ambawati

MAKALAH SEMINAR
KEPERAWATAN DEWASA I

Asuhan Keperawatan Klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun)

Disusun Oleh :

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2011

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, wr.wb Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan syafaat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah keperawatan dewasa I asuhan keperawatan klien PPOM. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan nabi besar kita Rasulullah SAW. Semoga kita mandapat syafaatnya di hari akhir. Harapan kami makalah ini dapat digunakan sebagai pembelajaran/pegangan bagi mahasiswa ataupun pihak lain khususnya dalam bidang kesehatan untuk menguasai bagaimana memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun). Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak lain. Dalam kesempatan ini perkenankan Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Bapak Achmad Cholid,S.Kep., serta teman-teman yang berpartisipasi dalam penyusunan yang makalah ini. Pendapat dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca, para ahli, dan teman sejawat sangat diharapkan sebagai acuan perbaikan demi kesempurnaan makalah maupun tugas penelitian selanjutnya. Demikian makalah ini disusun, semoga bermanfaat bagi pembaca. Wassalamualaikum, wr.wb

Semarang,

Maret 2011

Tim Penyusun

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.. B. Identifikasi Masalah.. C. Tujuan D. Manfaat. BAB II KONSEP DASAR A. Definisi.. B. Etiologi.. C. Patofisiologi (Pathways)... D. Manifestasi Klinik. E. Pemeriksaan Penunjang. F. Penatalaksanaan. BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. Pengkajian B. Diagnosa Keperawatan. C. Rencana Asuhan Keperawatan. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran.. DAFTAR PUSTAKA 21 21 7 11 11 3 3 4 4 5 6 1 1 2 2 i ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sebagian oang terjadi perubahan anatomic-fisiologis dan dapat timbul juga penyakit-penyakit pada system pernafasan. Penyakit penafasan di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomiyang semakin meningkat sehingga populasi akibat penyakit tersebut pun meningkat. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan tuberculosis paru menduduki urutan ke-5 penyakit terbanyak yang di derita oleh masyarakat. Penyakit paru-aru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilh yang sering di gunakan untu sekelompok penyakit paru-pru yang berlangsung lama dan di tandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang membentuk tiga kesatuan yang di tandai dengan sebutan PPOM adalah : Bronchitis Emisefema paru-paru dan Asma bronchial. Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang di mulai pada usia 20-30 tahun dengan Batuk merokok atau batuk pagi di sertai pembentukan sedikit sputum mukoid. Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak di ketahui karene berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya serangan bronchitis akut penderita sering timbul, terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja mengurangi aktifitas. (Smeltzer & Bare, 2001) Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam makalah ini akan di bahas tentang PPOM, gejala, serta pengobatan yang akan di lakukan pada penderita PPOM.

berkurang, sehingga pada waktu mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui "bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun)?.

C. Tujuan 1. Tujuan umum Mampu memehami konsep dasar dan memberikan asuhan keperawatan pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) 2. Tujuan khusus a. Mengetahui definisi, penyebab, serta gejala PPOM b. Mampu melakukan pengkajian pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun). c. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun). d. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun). e. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun). f. Mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun). D. Manfaat Beberapa manfaat yang dapat diambil adalah: 1. Bagi penulis, dapat memperdalam pengetahuan tentang penerapan asuhan keperawatan pada pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun). 2. Bagi para pembaca maupun mahasiswa, sebagai pengetahuan dan masukan

dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama asuhan keperawatan pada klien PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun).

BAB II KONSEP DASAR A. Definisi PPOM Menurut Smeltzer & Bare (2001) PPOM merupakan kondisi irreversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. PPOM merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. Menurut Charlene J Reeves (2001) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. bernapas. Suatu keadaan dimana aliran udara ekspirasi mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam Namun menurut Irman Soemantri (2008) Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paruparu (bronkhitis kronis, emfisema paru-paru, dan asma bronkial) yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) / PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) merupakan suatu keadaan irreversible yang berkaitan dengan dyspnea saat aktivitas serta ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang berlangsung lama, sehingga aliran udara ekspirasi mengalami obstruksi kronis yang mengakibatkan pasien kesulitan dalam bernapas, adapun gangguan ini adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronchitis kronis, bronkietaksis, emfisema paru-paru dan asma. B. Etiologi PPOM PPOM disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% PPOM. Faktor resiko lainnya termasuk keadaan sosial-ekonomi dan status pekerjaan yang rendah, kondisi lingkungan yang buruk karena dekat dengan lokasi pertambangan, perokok pasif (terkena asap rokok padahal tidak merokok) atau terkena polusi udara, paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja, riwayat infeksi saluran napas, dan mengonsumsi alkohol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak menderita PPOM. C. Patofisiologi Dalam prosesnya, penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa merubah fisiologi pernapasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan. Abnormalitas pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tiga mekanisme berikut : 1. Ketidakseimbanagan ventilasi perfusi Hubungan ventilasi dengan perfusi didefinisikan dalam rasio ventilasi perfusi (V/Q). Peningkatan rasio V/Q terjadi ketika penyakit yang semakin berat sehingga menyebabkan kerusakan pada alveoli dan kehilangan bed kapiler. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Rasio V/Q yang menurun dapat dilihat pada pasien PPOM, dimana saluran pernapasannya terhalang oleh mucus kental atau bronchospasma. Disini penurunan ventilasi akan terjadi, akan tetapi perfusi akan tetap sama, atau berkurang sedikit. Banyak diantara pasien PPOM yang baik emfisema maupun bronkitis kronik sehingga ini menerangkan sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-bagian,

dimana rasio (V/Q) yang meningkat dan ada yang menurun. 2. Mengalirnya darah kapiler pulmo Darah yang tak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paruparu, beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen. Hal ini juga disebabkan menghambat alveoli. 3. Difusi gas yang terhalang Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari satu atau dua sebab berikut ini. Yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara sebagai akibat dari penyakit emfisema atau meningkatnya sekresi, sehingga menyebabkan difusi semakin sulit. D. Manifestasi klinik 1. Malfungsi kronik pada sistem pernapasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. 2. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut 3. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan poduksi dahak yang semakin banyak 4. Biasanya pasien akan sering mengalami Infeksi pernapasan 5. Kehilangan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang semakin melimpah 6. Penurunan daya kekuatan tubuh 7. Mudah sekali merasa lelah 8. Kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunann kemampuan oleh meningkatnya secret pulmo yang

pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam system gastrointestinal

9. Lebih membutuhkan banyak kalori karena banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernapasan E. Pemeriksaan penunjang 1. Chest X-ray, dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, daifragma mendatar, peningkatan ruang udara restosternal, penurunan tanda vaskuler/bullae (emfisema) , peningkatan bentuk bronkovaskular (bronchitis) dan normal ditemukan saat periode remisi. 2. Pemeriksaan fungsi paru-paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi dari terapi, missal : bronkodilator. 3. TLC : meningkat pada brokhitis berat dan biasanya pada asma, menurun pada emfisema 4. Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema 5. FEV1/FVC : untuk mengetahui rasio ekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC), rasio menjadi menurun pada bronchitis dan asma 6. ABGs : meenunjukkan proes penyakit kronis, serinkali PO2 menurun dan PCO2 nomal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema). Seringkali menurun pada asma dengan Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori ingan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma) 7. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronkuss saat inspirasi, koaps ronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran kelenjar mucus ( bronchitis) 8. Darah komplit : dapat menggambarkan adanya peningkatan haemoglobin (emfisema berat) dan peningkatan eosinophil asma) 9. Kimia darah : menganalisis keadaan alpha 1-antitrypsin yang

kemungkinannya berkurang pada emfisema primer.

10. Sputum klutur: untuk menentukan adanya ineksi, mengidentifikasi pathogen, dan pmeriksaan sitology untuk menentukan penyakit keganasan atau alergi. 11. Elektro Cardio Graph (ECG) : deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (asma berat dan atrial disritmia/bronchitis); gelombang P pada leads II, III, AVF panjang dan tinggi (bronchitis dan emfisema); dan axis QRS vertical (emfisema) 12. Pemeriksaan ECG setelah olahraga dan stress test : membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi pernapasa, mengevaluasi keefektifanobat bronkodilator, dan merencanakan/evaluasi program.

F. Penatalaksanaan Menurut Elizabeth J Corwin (2000) penatalaksanaan untuk PPOM adalah sama seperti bronkitis kronis dan emfisema, dengan pengecualian bahwa terapi oksigen harus dipantau secara ketat. Pasien PPOM mengalami hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor sentral, yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbondioksida. maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relative kurang peka. kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 arteri kurang dari 50 mmHg. Dengan demikian, apabila terapi oksigen ditujukan untuk membuat PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOM biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup. Ventimask adalah cara efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOM.

BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian AKTIVITAS/ISTIRAHAT Gejala : keletihan, kelelahan, malaise Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi Dispneu pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan Tanda : Keletihan Gelisah, insomnia Kelemahan umum/kehilangan massa otot

SIRKULASI Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah Peningkatan TD Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia Distensi vena leher (penyakit berat) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada) Warna kulit/membrane mukosa : normal atau abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer

Pucat dapat menunjukkan anemia

INTEGRITAS EGO Gejala : Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang Peningkatan faktor resiko Perubahan pola hidup

MAKANAN/CAIRAN Gejala : Mual/muntah Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis) Tanda : Turgor kulir buruk Edema dependen Berkeringat Penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema) HIGIENE Gejala : Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegaly (bronkitis)

Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan

PERNAPASAN Gejala : Napas pendek, khususnya pada kerja : cuaca atau episode berulangnya sulit napas (asma) lapar udara kronis Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum banyak sekali (bronkitis kronis) Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema) Riwayat pneumonia berulang Factor keluarga dan keturunan, mis. Defisiensi alga-antitripsin (emfisema) Tanda : Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dan mendengkur, napas bibir emfsema) Lebih memilih psisi tiga titik untuk bernapas (khususnya dengan eksaserbasi akut bronchitis kronis) Pengunaan otot bantu pernapasan, mis. Meninggikan bahu saat bernapas Dada : terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih, atau kuning) dapat

barrel; gerakan diafragma minimal Bunyi napas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi(emfisema), menyebar, lembut atau kreleks lembab kasar (bronchitis), ronkhi, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi napas (asma) Perkusi : hiperresonan pada area paru; bunyi pekak pada area paru. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu keseluruhan; warna merah (bronkitis kronis, biru menggembung). Tabuh pada jari-jari (emfisema)

KEAMANAN Gejala : Riwayat reaksi slergi atau sensitive terhadap zat/factor lingkungan Adanya/berulangnya infeksi Kemerahan/berkeringat (asma)

SEKSUALITAS Gejala : Penurunan libido

INTERAKSI SOSIAL Gejala : Hubungan ketergantungan Kurang system pendukung Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang terdekat

Tanda : -

Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Ketidakampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distress pernapasan

Keterbatasan mobilitas fisik Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan Kesulitan menghentikan rokok

PENYULUHAN/PEMBELAJARAN Gejala : Penggunaan alcohol secara teratur Kegagalan untuk membaik

Pertimbangan karena pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 5,9 hari Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, perawatan rumah/mempertahankan tugas rumah Perubahan pengobatan/program terapeutik

B. Diagnosa keperawatan 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksai secret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kentaldan penurunan energy/kelemahan. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/ muntah. 4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama(penurunan kerja silia,menetapnya sekret), tdak adekuatnya imunitas, proses penyakit kronis dan malnutrisi. 5. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi,kurang mengingat/ keterbatasan kognitif.

C. Rencana asuhan keperawatan 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental. Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu. Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas. Intervensi : a. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki. Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat). b. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. Rasional : Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur. Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan

menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. d. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan 'lapar udara', gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu. Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi. e. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir. Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. f. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas. Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada. g. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.

Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. h. Bronkodilator, misalnya, -agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer). Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus). Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh. Kriteria hasil : Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank klien tidak mengalami sesak napas. Tanda-tanda vital dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda sianosis.

Intervensi : a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang. Respon :

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit. b. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. c. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas. d. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif. e. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan. Rasional : Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung. f. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.

Rasional : Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. g. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/ muntah. Tujuan : pasien menunjukkan peningkatan berat badan Kriteria hasil : pasien menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat yang tepat Intervensi : a. Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh Rasional : Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dyspnea, produksi sputum, dan obat. b. Auskutasi bunyi usus Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktifitas, dan hipoksia c. Berikan perawatan oral sering, buang secret, berikan wadah khusus untuk

sekali pakai dan tisu Rasional : Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan membuat mual dna muntah dengan peningkatan kesulitan napas. d. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea e. Timbang berat badan sesuai indikasi Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, imunitas, proses penyakit kronis dan malnutrisi. Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahaman penyebab/factor resiko individu, mnegidentifikasi inervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi, klien menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman. Intervensi : a. Awasi suhu Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi

b. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukkan cairan adekuat Rasional : Aktivitas ini meningkatkan mobilitas dan pengeluaran secret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru c. Observasi warna, karakter bau sputum Rasional : Secret berbau, kuning atau kehijauan,menunjukkan adanya infeksi paru d. Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi Rasional : Menurunkan potensi perpanjanng pada penyakit infeksus (mis ISK) e. Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat Rasional : Menurunkan memperbaiki penyembuhan f. Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat Rasional : Malnutrisi dapap mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi 5. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi,kurang mengingat/ keterbatasan kognitif. Tujuan : peningkatan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan Kriteria hasil : menidentifikasi hubungan tanda atau gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan factor penyebab, melakukan konsumsi/kebutuhan pertahanan pasien keseimbangan terhadap infeksi, oksigen, dan

meningkatkan

perubahan, pola hidup, dan berpartisipasi dalam program pengobatan Intervensi : a. Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu, dorong psien atau orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan Rasional : Menurunka ansietas dan dapat menimbulkan perbaikkan, partisipasi pada rencana pengobatan b. Instruksikan atau kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan kondisi umum Rasional : Napas bibir dan napas abdominal atau diafragmatik, menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan napas kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol dyspnea. c. System alat untuk mencatat obat, intermiten, atau penggunaan inhaler Rasional : Menurunkan resiko penggunaan tak tepat atau kelebihan dosis dari obat kalau perlu, dosisnya selama eksaserbasi akut, bila kognitif terganggu d. Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan gigi Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut, dimana dapat

menimbulkan infeksi saluran napas atas e. Anjurkan menghindari agen sedative anti ansietas kecuali diresepkan, diberikan oleh dokter mengobati kondisi pernafasan Rasional : Meskipun pasien mungkin gugup dan perlu menggunakan sedative ini dapat menekan pernapasan dan melindungi mekanisme batuk

f. Diskusikan pernafasan

pentingnya aktif,

menghindari perlunya

orang

yang

sedang influenza,

infeksi atau

tekankan

vaksinasi,

pneumokokal rutin Rasional : Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran nafas atas. g. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan, menghentikan rokok pada pasien atau orang terdekat Rasional : Penghentian merokok dapat memperlambat atau menghambat kemajuan PPOM namun meskipun pasien ingin menghentikan rokok, diperlukan kelompok pendukung dan pengawasan medic.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) / PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) merupakan suatu keadaan irreversible yang berkaitan dengan dyspnea saat aktivitas serta ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang berlangsung lama, sehingga aliran udara ekspirasi mengalami obstruksi kronis yang mengakibatkan pasien kesulitan dalam bernapas, adapun gangguan ini adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronchitis kronis, bronkietaksis, emfisema paru-paru dan asma.

B. Saran 1). Mahasiswa diharapkan dapat mengenali penyebab serta gejala PPOM. 2). Mahasiswa dan nakes diharapkan dapat mengenali klien yang beresiko tinggi menderita penyakit Paru Obstruktif Menahun agar dapat melakukan pelaksanaan pengobatan dan perawatan penyakit sesuai ketentuan. 3). Mahasiswa dan nakes lebih meningkatkan pengetahuannya dalam bidang kesehatan khususnya penyakit paru guna dapat melakukan pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. 2000 Doenges, Marulynn E., et.al. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentsian perawatan pasien. Jakarta : EGC.

2000 Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada Pasien denan Gangguan Sistem PERNAPASAN. Jakarta : Salemba Medika.2008 Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. 2001 Reeves, Charlene J.,et.al. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika. 2001

You might also like