You are on page 1of 7

DNA merupakan suatu unit terkecil dari makhluk hidup yang merupakan pembawa sifat keturunan.

Analisis DNA banyak digunakan untuk karakterisasi sifat genetik pada level molekuler yang secara langsung mencerminkan sifat genotip (materi genetik) yang dimiliki oleh organisme tertentu. Analisis DNA ini terdiri dari tiga tahap yaitu ekstraksi DNA, PCR, dan elektroforesis. Analisis pada level ini jauh lebih akurat jika dibandingkan dengan analisis fenotip atau morfometrik karena ciri fenotip merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungannya. 1. Ekstraksi DNA Sebuah sampel biologis dapat diperoleh dari suatu tindak kejahatan dalam bentuk darah atau noda air mani atau darah segar dari seorang tersangka yang berisi beberapa unsur di samping DNA. Molekul DNA harus dipisahkan dari materi sel lain sebelum diuji. Sel-sel protein terbungkus melindungi DNA di dalam lingkungan sel dapat menghalangi kemampuan analisa DNA. Sementara itu metode ekstrasi DNA dapat dikembangkan untuk memisahkan protein-protein dan materi sel-sel yang lain dari molekul-molekul DNA. Sebagai tambahan kuantitas dan kualitas DNA sering perlu diukur sebelum kelanjutan lebih lanjut dengan prosedur analitis untuk memastikan hasil yang optimal. Ada tiga teknik utama yang digunakan saat ini untuk ekstrasi DNA pada laboratorium forensik DNA: ektraksi organik, ekstraksi Chelex, dan FTA paper.

Gambar 3.1 Skema yang biasa digunakan untuk proses ekstrasi DNA Ekstraksi DNA disimpan secara khusus pda suhu -20oC, atau bahkan pada suhu -80oC pada penyimpanan dalam waktu lama, untuk menjaga aktifitas inti. Nucleas-nucleas adalah enzim-enzim (protein) yang diketemukan di dalam sel-sel turunan DNA untuk memungkinkan pendauran ulang menyangkut komponen-komponen nucleotide. Nucleases memerlukan magnesium untuk bekerja dengan baik sehingga salah satu pengujian untuk mencegah mereka dari mencerna DNA di dalam darah adalah menggunakan tabung purple-topped yang berisi bahan pengawet darah yang dikenal

sebagai EDTA. EDTA meliputi, atau membalut, semua magnesium bebas dengan begitu mencegah nucleases menhancurkan DNA di dalam contoh darah yang dikumpulkan. Ekstraksi Organik (Phenol-Cloroform) Ekstraksi organik melibatkan penambahan beberapa bahan kimia. Pertama, sodium Dodecylsulfate (SDS) dan Proteinase Kare ditambahkan untuk membuka dinding sel sepanjang protein yang melindungi molekul DNA selagi mereka ada di dalam kromosom. Selanjutnya campuran phenol/cloroform ditambahkan untuk memisahkan protein dari DNA. DNA menjadi lebih dapat larut di dalam air yang mengandung campuran organic-aqueous. Ketika proses sentrifuge, bekas peninggalan protein dan selular yang tak dikehendaki dipisahkan dari tahap yang mengandung air dan menggandakan molekul DNA sehingga dapat ditransfer dengan baik untuk dianalisa. Beberapa protokol melibatkan dialisis centricon 100 (Millipore, Billerica, MA) dan konsentrasi di tempat timbulnya ethanol dan untuk memindahkan heme inhibitors (Comey et al 1994). Sementara metoda ekstraksi bekerja dengan baik untuk recovery bobot DNA dengan molekul tinggi, ini adalah waktu menggunakan bahan kimia yang penuh resiko dan memerlukan contoh untuk ditransfer antara banyak tabung (faktanya ini menaikkan resiko kesalahan dan kontaminasi) Proses Penarikan Chelex Sebuah prosedur alternatif untuk penarikan DNA yang telah terkenal di kalangan ahli forensik adalah penggunaan dari suspensi resin kombinasi yang dapat ditambahkan langsung pada sampel (misalnya, darah, bercak darah, atau semen). ChelexR 100 adalah pertukaran ion resin yang ditambahkan sebagai suspensi pada beberapa sampel (Walsh et.al.1991). Chelex terdiri dari styrene divinylbenzene copolimers mengandung sepasang ion iminodiacetate yang bereaksi sebagai grup-grup kombinasi dalam ikatan ion metal polivalen seperti magnesium. Serupa dengan pengisian besi untuk menjadi sebuah magnet, beberapa ion magnesium tertarik dan terlempar keatas. Dengan memindahkan magnesium dari reaksi tersebut, DNA menghancurkan enzim-enzim dikenal sebagai nukleus yang tidak diaktifkan dan molekul-molekul DNA yang terlindungi. Pada sebagian besar protokol, sampel biologis seperti bercak darah ditambahkan sampai dengan 5% suspensi chelex dan dididihkan selama beberapa menit untuk memecah sel-sel dan melepaskan DNA. Sebuah permulaan, langkah pencucian sebelumnya sangat membantu untuk menghilangkan kontaminasi dan hambatan yang mungkin timbul seperti heme dan beberapa protein (Willard et.al. 1998). Pemanasan sampai temperatur 100oC memecahkan DNA protein sel sama seperti mengacaukan membran sel dan menghancurkan protein sel setelah pemusingan di dalam mesin sentrifuse untuk mendorong resin chelex dan sisa-sisa selular ke dasar tabung reaksi, cairan bagian atas setelah proses pengendapan dihilangkan dan dapat ditambahkan langsung ke reaksi pengerasan PCR. Proses penarikan chelex untuk melindungi DNA dari bercak darah atau semen yang mengandung bercak tidak efektif untuk RFLP karena chelex memecahkan DNA rantai ganda dan lapangan rantai tunggal DNA dari proses pemisahan. Meskipun demikian, proses penarikan chelex adalah suatu keuntungan bagi metode dasar pelepasan PCR karena dapat menghilangkan penghalang dari PCR dan hanya menggunakan tabung tunggal untuk pemisahan DNA yang mana mengurangi potensi laboratorium yang menyebabkan kontaminasi. Penambahan darah utuh yang terlalu banyak atau bercak darah yang terlalu besar pada solusi pelepasan chelex dapat menghasilkan beberapa penghanbatan PCR. The AMPF/STR kit direkomendasikan secara manual 3 ul darah utuh atau bercak darah kurang lebih 3 mm x 3 mm (Applied Biosystem 1998). Kertas FTA Pendekatan lain dari pemisahan DNA melibatkan penggunaan kertas FTATM. sebagai suatu metode untuk penyimpanan DNA (Burgoyne et.al. 1994). FTATM adalah suatu kertas untuk penyerapan sellulosa dasar yang mengandung empat substansi kimia untuk melindungi molekul DNA dari penurunan nuklease dan melindungi kertas dari pertumbuhan bakteri (Burgoyne 1996). Hasilnya, DNA pada kertas FTATM stabil pada suhu kamar selama periode beberapa tahun. Meskipun demikian, beberapa studi evaluasi FTATM dan tiga kertas komersial lainnya sebagai media penyimpanan DNA

menemukan sedikit perbedaan dalam kemampuan masing-masing untuk mencapai hasil typeable STR setelah penyimpanan selama 19 bulan.(Kline et.al. 2002). Penggunaan kertas FTA sederhana meliputi penambahan sebuah bercak darah ke dalam kertas dan memudahkan noda untuk kering. Sel-sel menjadi lisis pada saat kontak dengan kertas dan DNA dari sel darah merah tidak dapat dipindahkan dalam susunan dari kertas tersebut. Potongan kecil kertas yang dipindahkan dari bercak darah kartu FTA dan ditempatkan kedalam tabung untuk dicuci. DNA yang terlempar dapat dibersihkan dengan cara mencucinya dengan cairan pelarut untuk membersihkan heme dan penghambat lainnya dari reeaksi PCR. Pembersihan potongan kertas ini dapat terlihat secara visual karena pada saat kertas dicuci, warna merah menghilang disertai dengan cairan pada bagian atas setelah pengendapan. Potongan bersih kemudian ditambahkan secara cermat kereaksi PCR. Pilihan lain, beberapa grup telah melakukan proses penarikan chelex diatas potongan kertas FTA dan telah menggunakan cairan pada bagian atas setelah pengendapan di dalam reaksi PCR.(Lorente et.al. 1998, kline et.al. 2002) Keuntungan besar dari FTA adalah hasil yang konsisten mungkin didapat tanpa perhitungan. Selanjutnya prosedur dapat secara otomatis di dalam robotic workstation (Belgrader dan Marino 1997). Pada situasi-situasi di mana multipel assay dibutuhkan untuk dilarikan pada contoh yang sama, potongan bercak darah dapat digunakan ulang untuk susunan pengerasan DNA dan penggolongan (Del Rio et.al. 1996). 2. Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif. Penggandaan urutan basa nukleotida berlangsung melalui reaksi polimerisasi yang dilakukan berulang-ulang secara berantai selama beberapa putaran (siklus). Tiap reaksi polimerisasi membutuhkan komponen-komponen sintesis DNA seperti untai DNA yang akan digunakan sebagai cetakan (templat), molekul oligonukleotida untai tunggal dengan ujung 3-OH bebas yang berfungsi sebagai prekursor (primer), sumber basa nukleotida berupa empat macam dNTP (dATP, dGTP, dCTP, dTTP), dan enzim DNA polimerase. DNA templat adalah DNA untai ganda yang membawa urutan basa fragmen atau gen yang akan digandakan. Urutan basa ini disebut juga urutan target (target sequence). Penggandaan urutan target pada dasarnya merupakan akumulasi hasil polimerisasi molekul primer. Primer adalah molekul oligonukleotida untai tunggal yang terdiri atas sekitar 30 basa. Polimerisasi primer dapat berlangsung karena adanya penambahan basa demi basa dari dNTP yang dikatalisasi oleh enzim DNA polimerase. Namun, pada PCR enzim DNA polimerase yang digunakan harus termostabil karena salah satu tahap reaksinya adalah denaturasi untai ganda DNA yang membutuhkan suhu sangat tinggi (sekitar 95C). Salah satu enzim DNA polimerase yang umum digunakan adalah Taq DNA polimerase, yang berasal dari bakteri termofilik Thermus aquaticus. Tahapan PCR Denaturasi Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen di antara basabasa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90oC 95oC. Penempelan primer Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC 60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat

kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72oC. Reaksi polimerisasi (extension) Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3 dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.

Gambar 1. Tahap awal PCR Sumber : Figure 4.28 (Brown, 2002)

Gambar 2. Sintesis fragmen pendek DNA yang diinginkan Sumber : Figure 4.29 (Brown, 2002) 3. Elektroforesis Elektroforesis DNA merupakan teknik untuk memisahkan sampel DNA berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang biasa digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa (bp). Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar (DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visulisasi DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih dahulu gel dalam pembuatannya ditambahkan larutan etidium bromid. Cara lain untuk melihat visualisasi DNA adalah gel direndam di dalam larutan etidium bromid sebelum dipaparkan di atas sinar ultraviolet. Cara kerja : 1. Ektraksi enzim

Setelah sampel dibersihkan ditempatkan didalam mortal dan diberi pengestrak sebanyak 200 (tergantung dari banyaknya, sedikitnya sampel atau besar kecilnya sampel) kemudian smpel digerus hingga halus. Penggerusan dilakukan pada kondisi dingin ( 4 0C) dan dilakukan didalam meja pendingin. Agar suhu tetap konstan. Hasil gerusan tersebut dimasukkan kedalam tabung eppendrof dan kemudian dilakukan sentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang didapat dipisahkan dari endapan yang selanjutnya dimasukkan dalam tabung eppendof yang disimpan dalam lemari pendingin (freezer) dalam suhu sekitar 700C. 2. Pembuatan gel Cara pembuatan gel adalah dengan melarutkan gel bubuk yang khusus digunakan untuk elektroforesis pada erlenmeyer, kemudian di cetak pada cetakan khusus yang telah disediakan dan ditunggu hingga kering. Dalam pembuatan agar, proporsi campuran antara agar dan pelarutnya harus sesuai, karena kalau tidak maka substratnya tidak akan dapat berjalan 3. Penempatan sampel Gel dilepaskan dari cetakan gel dengan cara mengiris keliling tepi gel dengan menggunakan pisau. Bagian ujung gel diiris atau dibuat sumuran dengan cetakan khusus kira 2 cm dari salah satu tepi yaitu dari arah katoda yang sebagai penyimpan ekstrak enzim. Ekstrak enzim yang akan diuji dikeluarkan dari freezer dan dibiarkan sebentar hingga mencair. Pengambilan ekstrak enzim dilakukan dengan cara mencelupkan kertas saring berukuran 6 x 15 mm ke ekstrak enzim atau dengan pipet mikro. Potongan kertas saring yang telah berisi ekstrak enzim diletakkan dengan posisi tegak lurus ke celah irisan gel. Jarak anatra celah 1-1.5 mm. Sebagai indikator adanya pergerakan maka celah irisan gel tersebut diberikan sedikit biru brom fenol. 4. Proses Elektroforesis Gel yang telah siap kemudian diletakkan secara horizontal di atas kotak elektroforis yang telah berisi larutan penyangga elektroda. Proses ini dilakukan di dalam lemari pendingin dengan suhu 40C. Kedua sisi gel diberi spons yang telah dibasahi dengan larutan penyangga elektroda sebagai jembatan antara larutan penyangga elektroda dengan gel. Setelah itu gel ditutup dengan plastik dan di atas gel tersebut diberi gel yang dingin. Proses elekrofororsis dijalankan dengan memberi daya listrik pada gel. Pemberian daya listrik disesuaikan dengan sampel yang akan digunakan, misalnya sebesar 50-70 A, 50-60 A atau 45-55 A selama kurang lebih 3 jam. Setelah terlihat bahwa biru brom fenol mencapai titik yang berjarak 3 cm dari ujung gel, maka proses elekrofororsis dihentikan. Bagian gel yang tidak terpakai dipotong, sedangkan potongan gel yang menjadi tempat migrasi enzim diiris tipis secara horizontal dengan menggunakan gergaji yang berkawat tipis. Gel diiris menjadi beberapa lembar gel yang kemudian setiap lembar gel yang diletakkan dalam wadah plastik, untuk selanjutnya diwarnai sesuia enzim yang akan dianalisis. 5. Visualisasi sistem enzim Visualisasi sistem dilakukan dengan pewarna biokimia. Dengan komposisi yang telah ditentukan sebelumnya. Atau dapat pula dilakukan dengan pancaran sinar Ultraviolet.

Gambar 3. Analisis hasil PCR dengan Elektroforesis Gel Agarosa Sumber : Figure 4.30 (Brown, 2002)

DAFTAR PUSTAKA http://02bios2unsoed.wordpress.com/tentang/acara-praktikum/3-gel-elektroforesis-dna/

http://biomol.wordpress.com/bahan-ajar/pcr/ http://www.freewebs.com/pengumpulansampeldna/ekstraksidna.htm

You might also like