You are on page 1of 15

hakekat manusia sebagai makhluk pedagogis menurut islam

Oleh atikanjarwati
HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PEDAGOGIS MENURUT ISLAM
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Filsafat Pendidikan Islam
Dibina Oleh:
Abdul Malik Karim Amrullah, M. Pd. I
Disusun Oleh:
Atik Anjarwati (08140032)
Elvera Rosana Ekowati (08140035)
Iswatun Khasanah (08140052)
Heni Fauziah (08140047)
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Oktober, 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hakikat manusia perlu dibahas lebih dahulu karena pendidikan yang kita dambakan itu adalah
untuk manusia itu sendiri. Mengingat proses kependidikan adalah suatu proses pengembangan
terhadap kemampuan dasar manusia, maka dengan sendirinya proses tersebut akan berjalan
sesuai dengan hukum-hukum perkembangan yaitu hukum kesatuan organis, yang menyatakan
bahwa perkembangan manusia berjalan secara menyeluruh dalam seluruh organ-organnya, baik
organ tubuhnya maupun organ rohaniahnya.
Para ahli pendidikan muslim umumnya sependapat bahwa teori dan praktek kependidikan Islam
harus didasarkan pada konsepsi dasar tentang manusia. pembicaraan diseputar persoalan ini
adalah merupakan sesuatu yang sangat vital dalam pendidikan. Tanpa kejelasan tentang hakikat
manusia , pendidikan akan meraba-raba.
Uraian tentang kedudukan manusia dalam alam semesta dalam hubungannya dengan filsafat
pendidikan Islam, merupakan bagaian yang amat penting, karena dengan uraian ini dapat
diketahui dengan jelas tentang potensi yang dimiliki manusia serta peranan yang harus
dilakukannya dalam alam semesta. Uraian ini selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar bagi
perumusan tujuan pendidikan, pendekatan yang harus ditempuh dalam proses belajar mengajar
serta aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pendidikan. Karena tanpa adanya konsep
tentang manusia ini, maka akan sulit ditentukan arah yang akan dituju dalam pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat manusia menurut manusia?
2. Bagaimana hakikat manusia menurut Tuhan?
3. Bagaimana hakikat manusia sebagai makhluk pedagogis menurut Islam?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat manusia menurut manusia.
2. Untuk mengetahui hakikat manusia menurut Tuhan.
3. Untuk mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk pedagogis menurut Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Manusia menurut Manusia
Socrates mengatakan bahwa belajar yang sebenarnya ialah belajar tentang manusia. kalimat ini
sangat dasar. Manusia mengatur dirinya, ia membuat peraturan untuk manusia mengatur alam
dan ia membuat aturan untuk itu. manusia mengurus dirinya dan alam berdasarkan manusia itu
sendiri. Manusia adalah sentral segalanya. Jadi, wajar jika manusia semestinya mengenali siapa
manusia itu sebenarnya.
Ada banyak pendapat menurut ahli filosof Barat, diantaranya adalah:
Socrates (470-399 SM), orang Athena, mengungkapkan pemikiranya tentang manusia yang
mempunyai kewajiban untuk mengetahui dirinya sendiri lebih dahulu jika ia ingin mengetahui
hal-hal diluar dirinyana karena pada diri menusia terpendam jawaban mengenai berbagai
persoalan manusia. Karena salah satu hakikat manusia ialah ia ingin tahu dan untuk itu harus ada
yang membantunya untuk melahirkan ide yang ada dalam diri manusia tersebut.
Menurut Plato, jiwa manusia adalah entitas non-material yang dapat terpisah dari tubuh.
Menurutnya, jiwa itu ada sejak sebelum kelahiran, jiwa tidak dapat hancur alias abadi. Lebih
jauh Plato mengatakan bahwa hakikat manusia itu ada dua yaitu rasio dan kesenangan. Pada
bagian yang lain Plato berteori bahwa jiwa manusia memiliki tiga elemen, yaitu roh, nafsu, dan
rasio. Berdasarkan tiga unsure hakikat manusia, Plato membagi manusia menjadi tiga kelompok.
Pertama, manusia yang didominasi oleh rasio yang hasrat utamanya ialah meraih pengetahuan;
kedua, manusia yang didominasi roh yang hasrat utamanya ialah meraih reputasi, dan ketiga,
manusia yang didominasi nafsu yang hasrat utamanya pada materi. Tugas rasio adalah
mengontrol roh dan nafsu.
Thomas Hobbes (1588-1629) adalah tokoh aliran Empirisme yang terkenal dengan teori mekanis
dalam psikologi. Dalam teori mekanisnya ia mengatakan bahwa dalam tingkah laku ada dasar
dan tujuan. Ia mengatakan bahwa tujuan tingkah laku adalah untuk kepentingan diri sendiri,
dalam memenuhi kepentingan diri sendiri itu justru manusia terpaksa mengakui hak-hak orang
lain. Dengan demikian, manusia menyusun dan menyetujui semacam kontrak social yang
mengatakan bahwa setiap orang harus menghargai dan menjaga hak orang lain. Akhirnya
kontrak social inilah yang menjadi salah satu hakikat manusia.
John Locke (1623-1704), padanya terkenal teori tabula rasa yang mengatakan bahwa jiwa
manusia itu saat dilahirkan laksana kertas bersih, kemudian diisi dengan pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dalam hidupnya. Pengalamanlah yang paling menentukan keadaan
seseorang. Menurut paham ini pendidikan sangat berpengaruh pada seseorang.
Immanuel Kant (1724-1804) adalah filosof besar dunia. Menurut Kant manusia tidak akan
mampu mengenali dirinya sendiri. Manusia mengenali dirinya berdasarkan yang tampak (baik
secara empiris maupun secara batin). Pendapat Kant yang penting bagi dunia pendidikan ialah
pendfapatnya yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk rasional, manusia itu bebas
bertindak berdasarkan alasan moral, manusia bertindak bertindak bukan hanya untuk
kepentingan sendiri. Jadi, tatkala manusia akan bertindak ia meti memiliki alasan melakukan
tindakan itu. Ini poada hewan tidak ada, kata Kant.
2.2 Hakikat Manusia menurut Tuhan
Penjelasan yang terbaik tentang hakikat manusia ialah penjelasan dari pencipta manusia itu.
Penjelasan oleh rasio manusia mempunyai kelemahan karena akal itu terbatas kemampuannya.
Bukti terbaik tentang keterbatasan akal ialah akal itu tidak mengetahui apa akal itu sebenarnya.
Menurut al-Quran, manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, jadi, manusia itu berasal dan datang
dari Tuhan. Bila ada argument yang kuat untuk membuktikan bahwa manusia bukan ciptaan
Tuhan, mka harus dijelaskan pula bagaimana cara munculnya manusia itu. Karena argument
manusia bukan ciptaan Tuhan sangatlah tidak mungkin.
Al-Quran menyatakan bahwa manusia mempunyai unsur jasmani (material). Di dalam surat al-
Araf ayat 31 Tuhan mengatakan bahwa makan dan minum bagi manusia adalah suatu
keharusan. Ini suatu indikasi bahwa manusia itu memiliki unsur jasmani. Kesimpulannya ialah
unsur jasmani merupakan salah satu esensi (hakikat) manusia.
Akal adalah alat untuk berfikir. Jadi, salah satu aspek penting dalam hakikat manusia adalah ia
ingin ia mampu, dan ia berpikir. Ini dijelaskan dalam banyak tempat didalam al-quran seperti
surat Qaaf:6-7, al-Thariq:5-7, al-Ghasiah:17-20.
Aspek lainnya adalah ruh atau rohani. Penjelasan al-Quran tentang aspek ini terdapat antara lain
dalam surat al-Hijr ayat 29, Shaad ayat 72. Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa manusia memiliki
ruh. Dan ruh itu adalah unsur hakiki pada manusia.
Al-Syaibani dan Muhammad Quthb menyatakan bahwa eksistensi manusia ialah jasmani, akal,
dan ruh; ketigannya menyusun manusia menjadi satu kesatuan dan pemting untuk
dikembangkan. Konsekuensinya, pendidikan harus didesain untuk mengembangkan jasmani,
akal, dan ruhani manusia.
Pengkajian tentang hakikat manusia menyimpulkan bahwa unsur ruh atau ruhani, yang memiliki
nama antara lain al-Qalb, yang disini diartikan ruhani, adalah tempat bersemayamnya iman.
Iman tidak bersemayam di jasmani, tidak juga bersemayam di akal, ia ada di al-qalb.
Quraish Shihab mengatakan bahwa ada tiga kata yang digunakan al-Quran untuk menunjukkan
manusia yaitu: (1) Insan, ins, dan nas atau unas, dalam al-Quran digunakan untuk menunjuk
manusia sebagai totalitas (jiwa dan raga). (2) Basyar, berarti penampakan sesuatu dengan baik
dan indah. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit
binatang. Dibagian lain basyar menunjukkan proses kejadian manusia sebagai basyar melalui
tahap-tahap hingga mencapai kedewasaan dalam kehidupan manusia yang menjadikannya
mampu memikul tanggung jawab. (3) bani adam dan zuriyah adam, manusia adalah keturunan
Adam. Agaknya perlu kita ketahui (untuk keperluan pendidikan) bahwa manusia itu , menurut
Tuhan, memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan manusia: a) Dijadikan oleh Allah sebagai
khalifah di bumi (surat 2:30, 6:122). b) Dimuliakan Allah dan diberi kelebihan yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain (17:70). c) diberi alat indra dan akal (16:78, 30:8). d) tempat tinggal
yang baik dan diberi rizki (70:10). e) memiliki proses regenerasi yang teratur melalui
perkawinan. f) diberi daya berusaha dan usahanya dihargai (53:79). Sedangkan kelemahannya:
manusia adalah makhluk yang lemah, manusia memiliki kecenderungan nakal, manusia itu
sombong, manusia sering mencelakakan diri sendiri, manusia senang membantah, manusia
bersifat tergesa-gesa, manusia itu pelit, manusia adalah makhluk yang suka mengeluh, manusia
mempunyai kecenderungan untuk berbuat maksiat terus-menerus dan bertindak melampaui
batas.
Al-Quran juga menjelaskan bahwa manusia juga memiliki fitrah, fitrah ialah potensi. Potensi
manusia ialah sebagai berikut: Sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk yang ingin beragama,
manusia mencintai wanita dan anak-anak, manusia mencintai harta benda, mencintai ternak dan
sawah ladang.
Fitrah kiranya merupakan modal dasar bagi manusia agar dapat memakmurkan bumi ini. Karena
fitrah merupakan potensi kodrati yang dimiliki manusia agar dapat berkembang menuju
kesempurnaan hidup dapat dilihat dari kemampuannya untuk mengembangkan fitrah ini.
Berkenaan dengan potensi yang dibekalkan Tuhan kepada manusia, para ahli filsafat
memberikan berbagai predikat kepada manusia. Predikat-predikat ini adalah:
a. Manusia adalah homo sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi pekerti.
b. Manusia adalah animale rationale, artinya binatang yang dapat berpikir.
c. Manusia adalah homo laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa.
d. Manusia adalah homo faber, artinya makhluk yang pandai membuat perkakas.
e. Manusia adalah zoon politicon, artinya makhluk yang pandai bekerja sama.
f. Manusia adalah homo economicus, artinya makhluk yang tunduk kepada prinsip-prinsip
ekonomi.
g. Manusia adalah homo religious, artinya makhluk yang beragama.
h. Manusia adalah homo planemanet, artinya makhluk yang diantaranya terdiri dari unsure
ruhaniah-spiritual.
i. Manusia adalah homo educandum, artinya makhluk yang dapat menerima pendidikan.
Selain fitrah diatas itu manusia juga memiliki fitrah-fitrah yang positif yaitu yang mengajak pada
kebaikan.
2.3 Hakikat Manusia sebagai Makhluk Pedagogis menurut Islam
Manusia mengalami proses pendidikan yang terus berlangsung sampai mendekati waktu
ajalnya(sakaratul maut). Proses pendidikan adalah life long education yang dilihat dari segi
kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai poroses yang tanpa akhir.
Kalau kita amati seksama keadaan bayi pada saat dilahirkan, maka kita akan saksikan, bahwa
mereka dalam keadaan yang sangat lemah, dan tak berdaya. Mereka sangat memerlukan
pertolonngan dan bantuan dalam segala hal. Kalau anak tersebut tidak diberi minum atau makan
oleh ibunya maka ia akan mati. Demikian kalau dia tidak diberi pendidikan, baik pendidikan
jasmani ataupun rohani yang berupa pendidikan intelek, sosial, agama, dan lain-lain, maka anak
tersebut tidak akan dapat berbuat sesuatu. Pernyataan ini mengandung pengertian, bahwa
bilamana anak tidak mendapat pendidikan, maka mereka tidak akan menjadi manusia
sebenarnya, dalam arti tidak akan sempurna hidupnya dan tidak akan dapat memenuhi fungsinya
sebagai manusia yang berguna dalam hidup dan kehidupannya.
Bila dilihat dari segi kemampuan secara pedagogis, manusia dipandang sebagai homo
edukandum makhluk yang harus dididik atau biasa disebut animal educabil maka jelaslah
bahwa manusia itu sendiri tidak dapat terlepas dari potensi psikologis yang dimilikinya secara
individual berbeda dalam abilitas dan kapabilitasnya, dari kemampuan individual manusia
lainnya, denga berbeda-beda kemampuan uintuk dididik itulah, fungsi pendidikan pada
hakikatnya adalah melakukan seleksi melalui proses kependidikan atas diri pribadi manusia.
Proses seleksi tersebut menuju kepada dua arah:
1. Menseleksi bakat dan kemampuan apa sdajakah yang dimiliki manusia untuk selanjutnya
dikembangkan melalui proses pendidikan.
2. Menseleksi sampai dimanakah kemampuan manusia dapat dikembangkan guna melaksanakan
tuigas hidupnya dalam hidup bermasyarakat.
Dengan demikian, maka dapat diketahui dan diramalkan titik maksimal perkembangan yang
akan menjadikan anak survive dalam masyarakat yang senantiasa berkembang. Dengan kata lain,
proses kependidikan bagi manusia adalah usaha yang sitematis dan berencana untuk menseleksi
kemampuan belajar manusia agar dapat berkembang sampai pada titik optimal kemempuannya
yaitu kemempuen mengembangkan potensi kapabilitasnya semaksimal mungkin, melalui proses
belajar- mengajar.
Dari segi social psikologis, manusia dalam proses pendidikan juga dapat dipandang sebagai
makhluk yang sedang bertumbuh dan berkembang dalam proses komunikasi antara
individualitasnya dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya dan proses ini dapat
membawanya kearah pengembangan sosialitas dan kemampuan moralitasnya (rasa
kesusilaanya).
Dalam proses tersebut terjadilah suatu pertumbuhan atau perkembangan secara dialektis atau
secara interaksional antara individualiutas dan sosialitas serta lingkunga sekitarnya, sehingga
terbentuklah suatu proses biologis, psikilogis dan sosiologis sekaligus dalam waktu bersamaan
yang dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian factor-faktor sebagai berikut:
Faktor kemampuan dasar x factor lingkungan x waktu adalah suatu tingkat perkembangan
manusia.
Dalam hubunganya dengan proses kependidikan yang berlaku bagi manusia itu, menurut ajaran
islam dipandang sebagai suatu perkembangan alamiah manusia yaitu suatu proses yang harus
terjadi terhadap diri manusia oleh karena hal tersebut merupakan pola perkembangan hidupnya
yang telah ditentukan oleh Allah, atau di katakan sebagai sunnatullah.
Firman Allah seperti dibawah ini dapat dijadikan pandangan dasar yaitu:
(o)o9u -o+.)v=, ,~,TEM}-# eB 7o#~v= eiB &e _. +N\O
~o+(=\ Zt(:P e 9#to &3B _c 'O\O -uZ.)v=,
ot(:Z9-# Zto)v=t| -uZ.)v=o( oto)v=\.9-# Ztt((B -uZ.)v=o(
ott((0.9-# -0~o^e -tP|u,To3o( ,O~o^e\.9-# -0.t: 'O\O ~tP(tE&
-)(=, t,#u' 4 8u-t7tuo( +!-# ,T(& t)e=~o.:-# __
(12)dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
(13)kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). (14)kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.(Q. S Al-Mukminun:12-
14)
Ayat diatas menunjukkan bagaimana manusia berproses dalam pertumbuhan biologisnya sejak
alam periode prenatal, sehingga menjadi bentuk manusia yang sempurna. Proses demikian
adalah dilihat dari segi biologis, merupakan suatu yang alamiah sesuai dengan prinsip-prinsip
ilmu biologi modern sekarang.
Apa yang terkandung dalam salah satu hadist nabi adalah menunjukkan bahwa secara pedagogis
manusia berkembang melalui proses pendidikan. Meskipun tidak terperinci, sabda nabi tersebut
dapat dijadikan landasan bahwa dalam pembiunaan jiwa, manusia diperlukan prioses
kependidikan secara bertahap dari mulai sejak mempengaruhi jiwanya secara psikologis sampai
dengan mengamalkan perilaku yang diajarkan.
Untuk mencapai titik optimal perkembangan dan pertumbuhan, manusia harus menempuh proses
kependidikan yang berlangsung secara progresif di atas kemampuan dasar masing-masing yang
diperlancar dan dipengaruhi oleh factor lingkungan, baik yang disengaja seperti factor
pendidikan maupun yang tidsk disengaja seperti alam sekitar atau pergaulan sosialnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Agaknya, apa yang dikatakan al-Quran bahwa inti manusia adalah imannya yang berada didalam
kalbu, tidaklah berlawanan dengan apa yang dikatakan peneliti barat yang mengatakan bahwa
inti manusia adalah spirit. Jika ini benar maka pembinaan manusia agar menjadi manusia
dilakukan dengan cara mengisi kalbu itu dengan mempertebal iman.
Iman yang benar menjadi dasar dari setiap pendidikan yang benar, karena iman yang benar
memimpin manusia kearah akhlak mulia, akhlak mulia meimpin manusia kearah usaha
mendalami hakekat dan menuntut ilmu yang benar, sedang ilmu yang benar memimpin manusia
kearah amal yang saleh.
Dalam hubungan ini pendidikan tidak hanya menumbuhkan, melainkan mengembangkan kearah
tujuan akhir. Juga tidak hanya suatu proses yang berlangsung kearah sasarannya. Dalam
pengertian analisis, pendidikan pada hakikatnya adalah membentuk kemanusiaan dalam citra
Tuhan.
Jadi, sebagai makhluk yang butuh akan pendidikan manusia memerlukan pendidikan dalam
hidupnya karena manusia merupakan makhluk pedagogis. Karena dengan pendidikan manusia
dapat bertahan hidup dan inti penting dari pendidikan tersebut adalah manusia dapat
berhubungan langsung dengan Tuhan-Nya dalam konsep Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Tafsir, Ahmad. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Zuhairini, dkk. 2004. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.





HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PEDAGOGIS MENURUT ISLAM

1. HAKIKAT KEJADIAN MANUSIA
What is a man? Pertanyaan yang dikemukakan oleh Jujun S. Suriasumantri ketika mulai
membahas bidang telaah filsafat. Maksud pertanyaan ini adalah pada tahap permulaan filsafat
senantiasa mempersoalkan siapakah manusia itu. Jika pada tahap awal filsafat mempersoalkan masalah
manusia, demikian pula dengan pendidikan Islam. Ia tidak akan memiliki paradigm yang sempurna tanpa
menentukan sikap konseptual filosofis tentang hakikat manusia, sebab bagaimanapun juga manusia
adalah bagian dari alam ini. Untuk menjawab permasalahan di atas, terlebih dahulu dikemukakan
prinsip-prinsip yang menjadi dasar filosofis bagi pandangan pendidikan Islam. Al Syaibani dalam hal ini
mengemukakan delapan prinsip, yaitu;
a. Manusia adalah makhluk paling mulia di alam ini.
b. Kemulyaan manusia atas makhluk lain karena manusia diangkat sebagai khalifah (wakil) Allah yang
bertugas memakmurkan bumi atas dasar ketakwaan.
c. Manusia adalah makhluk berfikir yang menggunakan bahasa sebagai media.
d. Manusia adalah makhluk tiga dimensi seperti segitiga sama kaki yang terdiri dari tubuh, akal, dan ruh.
e. Pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan.
f. Manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
g. Manusia sebagai individu berbeda dengan manusia lainnya.
h. Manusia mempunyai sifat luwes dan selalu berubah melalui proses pendidikan.
Dengan berpegang kepada delapan prinsip ini, kiranya memudahkan bagi filsafat pendidikan
Islam untuk menentukan konsep tentang hakikat manusia. Konsep ini tentunya mencakup pembahasan
tentang proses penciptaan manusia, tujuan hidup, kedudukan, dan tugas manusia. Semua pembahasan
ini berkaitan dengan pemikiran ontologism tentang manusia.
Proses penciptaan manusia
Manusia diciptakan Tuhan melalui sebuah proses alami yang berlangsung dalam beberapa tahap.
Musa Asyarie menyebutkan empat tahap proses penciptaan manusia, yaitu tahap jasad, hayat, ruh, dan
nafs. Berikut penjelasan keempat tahapan ini:
- Tahap Jasad. Al Quran menjelaskan bahwa permulaan penciptaan manusia adalah dari tanah berdebu.
Terkadang Al Quran menyebut tanah ini dengan istilah tin dan terkadang dengan istilah tsaltsal. Namun
yang dimaksud dengan tanah ini adalah saripatinya sulalah.
- Tahap Hayat. Awal mula kehidupan manusia menurut Al Quran adalah air. Maksud air kehidupan di sini
adalah air sperma. Sperma ini kemudian membuahi sel telur yang ada dalam rahim seorang ibu. Sperma
inilah yang merupakan awal mula kehidupan seorang manusia.
- Tahap Ruh. Yang dimaksud dengan ruh disini adalah sesuatu yang dihembuskan Tuhan dalam diri
manusia dan kemudian menjadi bagian dari diri manusia. Pada saat yang sama, Tuhan juga menjadikan
manusia pendengaran, penglihatan, dan hati. Dengan adanya proses peniupan ruh yang ditiupkan Tuhan
dalam diri manusia dan kemudian diiringi dengan pemberian pendengaran, penglihatan, dan hati
merupakan bukti bahwa yang menjadi pimpinan dalam diri manusia adalah ruh. Ruhlah yang dapat
membimbing pendengaran, penglihatan, dan hati untuk memahami kebenaran.
- Tahapan Nafs. Kata nafs dalam Al Quran mempunyai empat pengertian, yaitu nafsu, nafas, jiwa, dan
diri (kelakuan). Dari keempat pengertian ini Al Quran lebih sering menggunakan kata nafs untuk
pengertian diri (kelakuan). Diri atau kelakuan adalah kesatuan diri dari jasad, hayat, atau ruh.
Dinamikanya terletak pada aksi atau kegiatannya. Kesatuannya bersifat spiritual yang tercermin dalam
aktivitas kehidupan manusia.
Sedangkan menurut QS Al Mukminun: 12 14
s)s9ur $oY)n=yz z`|SM}$# `B 7's#n= `iB & NO moY=yy_ ZpxR
9#t s% &3B OO $uZ)n=yz spxZ9$# Zps)n=t $uZ)n=ys sps)n=y9$#
ZptB $uZ)n=ys sptJ9$# $VJs $tRq|s3s zOs9$# $VJtm: OO
mtR'tSr& $)=yz t yz#u 4 x8u$t7tFs !$# `|mr& t)=s:$#
Artinya:
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta yang paling baik.
Tujuan hidup manusia
Ibadah (pengabdian) dalam hal ini tidak dimaksudkan dalam pengertian yang sempit, tetapi dalam
pengertian yang luas. Yaitu nama bagi segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Pendeknya tujuan hidup manusia adalah beribadah kepada Allah dengan
segala tingkah lakunya.
Tujuan hidup ini pada gilirannya akan bersinggungan dengan tujuan pendidikan Islam, sebab
pendidikan pada dasarnya bertujuan memelihara kehidupan manusia. Tujuan pendidikan Islam harus
berkaitan dengan tujuan hidup manusia. Manusia seperti apa yang hendak dibentuk dan diinginkan oleh
pendidikan Islam, jawabannya tergantung kepada tujuan hidup yang hendak ditempuh oleh seorang
muslim. Dengan demikian, tujuan hidup muslim sebenarnya merupakan tujuan akhir pendidikan Islam.
Kedudukan manusia
Kedudukan manusia menurut Al Quran adalah khalifah Allah di bumi. Khalifah mempunyai banyak
pengertian yang dimaksudkan Al Quran, diantaranya mereka yang dating kemudian, sesudah kamu,
yang diperselisihkan, silih berganti, berselisih, dan pengganti. Namun, pengertian khalifah dalam
kedudukan manusia adalah pengganti. Jadi, khalifah Allah berarti pengganti Allah. Pengertian ini
menurut Dawam Rahardjo mempunyai tiga makna, pertama; khalifah Allah adalah Adam, kedua;
khalifah Allah itu adalah suatu generasi penerus atau pengganti, yaitu bahwa kedudukan khalifah di
emban secara kolektif oleh suatu generasi, ketiga; khalifah itu adalah kepala negara atau kepala
pemerintahan. Dari ketiga makna tersebut, makna pertama yang lebih mendukung untuk dapat
diterapkan dalam hal posisi manusia sebagai khalifah Allah.
Selaku khalifah Allah di bumi, menurut Hasan Langgulung manusia mempunyai beberapa
karakteristik, yaitu:
- Sejak awal penciptaannya manusia adalah baik secara fitrah. Ia tidak mewarisi dosa karena
Adam meninggalkan surge.
- Interaksi antara badan dan ruh menghasilkan khalifah.
- Manusia sebagai khalifah memiliki kebebasan berkehendak (free will), suatu kebebasan yang
menyebabkan manusia dapat memilih tingkah lakunya sendiri.
- Manusia dibekali akal, dengan akal tersebut manusia mampu membuat pilihan antara yang
benar dan yang salah.
Tugas manusia
Tujuan hidup manusia adalah ibadah dan kedudukannya adalah khalifah. Sedangkan tugas manusia
dalam pandangan Islam adalah kemakmuran bumi dengan jalan memanifestasikan potensi Tuhan dalam
dirinya. Dengan kata lain, manusia diperintahakn untuk mengembangkan sifat-sifat Tuhan menurut
perintah dan petunjuknya.
Satu hal yang perlu dikemukakan adalah bahwa sifat-sifat Tuhan hanya dapat dimanifestasikan oleh
manusia dengan bentuk dan cara yang terbatas. Hal ini dikarenakan watak keterbatasan manusia, juga
agar manusia tidak mengaku sebagai Tuhan. Seharusnya manusia menganggap proses perwujudan sifat-
sifat Tuhan ini sebagai suatu, agar manusia mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan
tugas ini.1[1]
Manusia makhluk berpengetahuan
Manusia lahir dengan potensi kodratnya berupa cipta, karsa, dan rasa. Cipta adalah kemampuan
spiritual yang secara khusus mempersoalkan nilai kebenaran. Rasa adalah kemampuan spiritual yang
secara khusus mempersoalkan nilai keindahan sedangkan karsa adalah kemampuan spiritual yang secara
khusus mempersoalkan nilai kebaikan. Ketiga nilai jenis tersebut dibingkai dalam satu ikatan sistem.
Selanjtnya dijadikan landasan dasar untuk mendirikan filsafat hidup, menentukan pedoman hidup, dan
mengatur sikap dan prilaku agar senantiasa terarah ke pencapaian tujuan hidup.
Filsafat hidup mengandung pengetahuan yang bernilai universal, meliputi masalah-masalah asal
mula, tujuan, dan eksistensi kehidupan. Ketiganya berhubungan menurut asas sebab akibat. Asal mula
kehidupan sebagai sebab bagi tujuan kehidupan, sedangkan tujuan kehidupan menentukan jenis,
bentuk, dan sifat perilaku hidup. Sedangkan sikap dan perilaku hidup adalah pengetahuan khusus dan
konkret berupa langkah kehidupan yang ditentukan sepenuhnya oleh pedoman hidup.

1[1] Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2006. hlm. 91.
Manusia makhluk berpendidikan
Dengan kemampuan pengetahuan yang benar, manusia berusaha menjaga dan mengembangkan
kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha mengamalkan pengetahuannya di dalam perilaku sehari-
hari. Persoalan pendidikan adalah persoalan yang lingkupnya seluas persoalan kehidupan manusia.
Masalah kehidupan secara kodrati melekat pada tubuh dalam diri manusia. Secara langsung atau tidak,
setiap kegiatan hidup manusia selalu mengandung arti dan fungsi pendidikan. Jadi, antara manusia dan
pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada, dank arena
pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.2[2]

2. HAKIKAT PROSES KEJADIAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PEDAGOGIS
Pendidik merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan, karena
dipundaknyalah terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik ke arah
tujuan pendidikan yang telah dicitakan. Secara umum pendidik adalah mereka yang mempunyai
tanggung jawab mendidik. Menurut Ahmad Tafsir pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang
bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik.
Dalam konsepsi Islam, Nabi Muhammad SAW adalah al-muallim al-awwal (pendidik pertama
dan utama) yang telah didik oleh Allah. Pendidik teladan dan percontohan ada dalam pribadi Rosulullah
yang telah mencapai tingkatan pengetahuan yang tinggi, akhlak luhur, dan menggunakan metode atau
alat yang tepat karena Beliau sudah dididik melalui ajaran-ajaran yang sesuai dengan Al-Quran.
Menurut Noeng Muhdjir, pendidik adalah seserang yang mempribadi (personifikasi pendidik),
yaitu mempribadinya keseluruhan yang diajarkan, bukan hanya isi tapi juga lainnya. Intinya, pendidik itu
merupakan seorang profesional dengan tiga syarat: memiliki pengetahuan yang lebih, mengimplisitkan
nilai dalam pengetahuannya, dan bersedia mentransfer pengetahuan beserta nilainya pada peserta
didik.
Pendidik selain bertugas sebagai transfer of kknowledge, juga merupakan seorang motivator
dan fasilitator bagi proses belajar peserta didiknya, dan dalam melakukan tugas profesinya, pendidik
bertanggung jawab sebagai seorang pengelola belajar (manager of learning), pengarah belajar (director

2[2] Suhartono Suparlan. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2007. Hlm. 56.
of learning), dan perencana masa depan masyarakat (planner of the future society). Dengan tanggung
jawab ini pendidik memiliki tiga fungsi yaitu:
a. Fungsi Intruksional, bertugas melaksanakan pengajaran.
b. Fungsi Edukasional, bertugas mendik peserta didik agar mencapai tujuannya.
c. Fungsi Managerial, bertugas memimpin dan mengelola proses pendidikan.
Dengan ketiga fungsi diatas, seorang pendidik dalam konsepsi Islam dituntut memiliki beberapa
kemampuan dasar yang dapat dilakukan dalam tugasnya. Ada tiga kompetensi yang harus dimiliki
seorang pendidik, yaitu:
a. Kompetensi personal-religius, yaitu memiliki kepribadian berdasarkan Islam.
b. Kompetensi sosial-religius, yaitu memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah sosial yang selaras
dengan Islam ( gotong-royong, suka menolong).
c. Kompetensi profesional-religius, yaitu memiliki kemampuan menjalankan tugasnya secara profesional
yang didasarkan atas ajaran Islam.
Dalam melaksanakan pendidikan peranan pendidik sangat penting, karena bertanggung jawab
dan menentukan arah pendidikan tersebut. Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang
yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Penghormatan dan penghargaan Islam
terhadap orang-orang yang berilmu juga dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Mujadalah ayat 11:
$pkr' t t%!$# (#qZtB#u #s) @% N3s9 (#qsxs? =yfyJ9$#
(#qs|$$s x|t !$# N3s9 ( #s)ur @% (#rS$# (#rS$$s s t !$#
t%!$# (#qZtB#u N3ZB t%!$#ur (#q?r& zO=9$# ;My_uy 4 !$#ur $yJ/
tbq=yJs? 7yz $pkr' t t%!$# (#qZtB#u #s) LyftR tAq 9$#
(#qBds)s tt/ yt O31uqgwU Zps%y| 4 y79s yz /39 ygr&ur 4
b*s O9 (#rgrB b*s !$# qx Lm
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Proses kependidikan adalah life long education yang dilihat dari segi kehidupan masyarakat
dapat dikatakan sebagai proses yang tanpa akhir. Bila dilihat dari segi kemampauan dasar pedagogis,
manusia dipandang sebagai Homo Edukandum atau makhluk yang harus dididik. Maka jelaslah manusia
itu sendiri tidak lepas dari potensi psikologis yang dimilikinya. secara individual berbeda dalam abilitas
dan kapabilitasnya, dari kemampuan individual manusia lainnya. dengan berbeda-bedanya kemampuan
untuk dididik itulah, fungsi pendidikan pada hakikatnya adalah melakukan seleksi melalui proses
kependidikan atas diri pribadi manusia.

3. POTENSI-POTENSI DASAR MANUSIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN
Untuk dapat melaksanakan fungsi kekhalifahannya, manusia dibekali Tuhan dengan berbagai
potensi. Potensi-potensi ini diberikan Tuhan sebagai anugerah yang tidak diberikan Tuhan kepada
makhluk lain. Potensi-potensi tersebut bisa berkembang bila ada rangsangan-rangsangan dari sekitar
sosialnya, seperti potensi untuk berfikir, berkreasi, berbudaya, berbudi, dan sebagainya. Maksudnya,
masyarakat baru dapat berbudaya atau berkarya setelah mengadakan pergaulan dengan jenis-jenis
masyarakat yang lain (melalui hubungan timbal balik) dalam rangka menciptakan kebudayaan yang lebih
besar dan dapat dinikmati oleh lingkungan yang lebih luas.3[3]
Potensi-potensi ini, dalam bahasa agama disebut fitrah. Dalam sebuah hadis shahih yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Kedua
orangtuanyalah yang memungkinkan ia menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hadis ini mengisyaratkan
bahwa sejak lahir, manusia sudah dibekali berbagai potensi yang disebut fitrah. Fitrah adalah suatu
istilah Bahasa Arab yang berarti tabiat yang suci atau yang baik, yang khusus diciptakan Tuhan bagi
manusia.4[4]
Fitrah kiranya merupakan modal dasar bagi manusia agar dapat memakmurkan bumi ini. Fitrah
juga merupakan potensi kodrati yang dimiliki manusia agar berkembang menuju kesempurnaan hidup.

3[3] Kasmiran Wurya dan Ali Syaifullah. Pengantar Ilmu Jiwa Sosial. Jakarta: Erlangga. 1982. Hlm. 53.
4[4] Hasan Langgulung. Pendidikan dan Peradaban Islam, cet. III. Jakarta: Pustaka al Husna. 1985. Hlm. 215.
Keberhasilan manusia dalam hal ini dapat dilihat dari kemampuannya untuk mengembangkan fitrah
ini.5[5]
Berkenaan dengan potensi (fitrah) yang dibekalkan Tuhan kepada manusia, para ahli filsafat
memberikan berbagai predikat kepada manusia.6[6] Predikat-predikat ini adalah:
a. Manusia adalah homo sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi pekerti.
b. Manusia adalah animale rationale, artinya makhluk yang dapat berfikir.
c. Manusia adalah homo laquen, artinya makhluk yang panndai menciptakan bahasa.
d. Manusia adalah homo faber, artinya makhluk yang pandai membuat perkakas.
e. Manusia adalah zoon politicon, artinya makhluk yang pandai bekerja sama.
f. Manusia adalah homo economicus, artinya makhluk yang tunduk kepada prinsip-prinsip ekonomi.
g. Manusia adalah homo religious, artinya makhluk yang beragama.
h. Manusia adalan homo planemanet, artinya makhluk yang diantaranya terdiri dari unsur ruhaniah-
spiritual.
i. Manusia adalah homo educandum (educable), artinya makhluk yang dapat menerima pendidikan.
Pada dasarnya, tugas utama pandidikan adalah mengubah (transform) potensi-potensi
manusia menjadi kemampuan-kemampuan atau keterampilan-keterampilan yang dapat dimanfaatkan
manusia. Potensi intelektual misalnya, tidak ada gunanya kalau hanya disimpan di kepala. Ia akan
menjadi berguna manakala sudah diubah, melalui proses pendidikan, menjadi penemuan-
penemuanilmiah dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Penemuan-penemuan ini
pada dasarnya merupakan cerminan atau hasil olahan dari upaya pengembangan potensi intelektual
manusia yang dulunya tersembunyi. Berbagai lembaga pendidikan yang berfungsi khusus
mengembangkan potensi intelektual manusia, kiranya telah berhasil membekali manusia dengan

5[5] Toto Suharto. Filsafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2006. Hlm. 92.
6[6] Zuhairini dkk. Filssafat Pendidikan Islam, cet. III. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2004. Hlm. 82.
penemuan-penemuan tertentu. Hingga kini, lembaga-lembaga itu berhasil mentransformasikan
pengetahuan dan ketrampilan kepada generasi muda, agar mereka tetap dasar survive.
Pendidikan Islam, sesungguhnya merupakan solusi bagi penyakit yang menimpa manusia
modern. Pendidikan islam adalah pendidikan yang dibangun atas dasar fitrah manusia. Pendidikan Islam
senantiasa bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui
latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan, dan kepekaan tubuh manusia. Oleh karenanya,
pendidikan Islam selalu berusaha menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala
aspeknya: spiritual, intelektual, imjinasi, fisik, ilmiah, linguistic baik secara individual maupun secara
kolektif, dan memotivasi semua aspek ini untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan hidup manusia.

You might also like