You are on page 1of 57

0

LAPORAN AKHIR MANAJEMEN TERNAK PERAH

Oleh ARIF SUGIANTO NIM. D1D006031 Kelompok 10

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PETERNAKAN LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK PERAH PURWOKERTO 2008

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

1.1.1 Uji Kualitas Susu Susu adalah suatu hasil pemerahan sapi atau hewan-hewan menyusui nya yangdapat diminum atau digunakan sebagai bahan makanan yang sehat. Penanganan susu pasca panen harus segera dilakukan agar produk yang dihasilkan lebih optimal, berlualitas tinggi dan mampu bersaing dengan produk-produk luar negeri. Susu sebagai bahan makanan yang mempunyai kandungan gizi tinggi dan mudah dicerna ini memerlukan penanganan yang cepat dan tepat mengingat sifat susu yang mudah rusak. Susu merupakan media yang sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri karena terkandung banyak protein sebagai sumber makanan bagi bakteri, selain itu pH dan kondisi fisik lainnya yang sangat cocok untuk tumbuh kembang bakteri, oleh karena itu susu mudah rusak jika tidak segera ditangani dengan baik dan higienis. Kualitas susu yang terbaik pada susu yakni susu tidak diragukan lagi untuk dikonsumsi, karenanyya setiap peternakan sapi sangat mamperhatikan kualitas susu yang dihasilkan untuk mengetahui kelayakan konsumsi. Uji kualitas susu adalah langkah-langkah untuk memastikan kualitas susu. Uji kualitas susu ini sangat penting untuk perusahaan pengolahan susu atau koperasi-koperasi penampung susu sebelum melakukan proses pengolahan susu. Susu yang memiliki kualitas unggul adalah susu yang mengandung sedikit bakteri, tidak mengandung bakteri atau kuman pathogen, tanpa bahan pengawet dan zat pewarna serta tidak menunjukkan gejala pembusukan dan tidak dipalsukan.

1.1.2 Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah Sudah sejak lama hewan dimanfaatkan oleh manusia, ada yang diambil tenaganya, daging dan juga produk-produk lainnya yang sering kali mempunyai manfaat ysang cukup besar bagi manusia. Ternak merupakan hewan liar yang telah dijinakkan, dipelihara dan dikembangbiakkan serta diusahakan untuk

menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Ternak berdasarkan kegunaannya digolongkan menjadi 3 golongan yaitu ternak pedaging, ternak dwiguna dan ternak perah. ` Temperatur yang ideal untuk sapi perah berkisar antara 30 F - 60 F

dengan kelembaban yang rendah, kenaikkan temperatur diatas 60 F mempunyai sedikit efek terhadap air susu ( produksi) samapi air mencapai temperatur kritis dari tiap individu sapi betina. Temperatur kritis untuk sapi Holstein betina adalah 80,6 F ( 27 C ). Pemeliharaan sebenarnya adalah penyelenggaraan semua pekerjaan yang berhubungan dengan kehidupan dan kelanjutan hidup sapi perah (Syarief dan Soemoprastowo, 1985). Pemeliharaan sapi perah antara sapi bunting, anak sapi, sapi dara, dan jantan. Masing-masing sapi harus memperoleh pemeliharaan khusus sehingga menghasilkan produksi yang optimal, disamping bibit ternak yang baik.

1.1.3 Uji Bakteri Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat pula kebutuhan gizi masyarakat, salah satu produk peternakan yang mampu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat adalah susu, makanya sebagai masyarakat yang menekuni bidang peternakan perlu melakukan upaya peningkatan kualitas dan kuantitas produksi susu salah satunya adalah tatalaksana pemeliharaan yang baik. Susu yang baik adalah susu segar yang mempunayi sifat standar seperti yang telah ditetapkan oleh codex susu Indonesia, yaitu mengandung jumlah bakteri bebas, sedikit bakteri bakteri pathogen dan subtansi-subtansi yang bersifat racun, bebas dari bahan-bahan asing atau bahan-bahan tambahan, tidak ada perubahan rasa dan warna serta mempunyai nilai gizi yang baik.

1.2

Tujuan

1.2.1 Uji Kualitas Susu Tujuan dilaksanakannya praktikum uji kualitas susu ialah untuk mengetahui komposisi susu dan keadaan susu yang baiak dan layak untuk dikonsumsi melalui uji kualitas susu.

1.2.2 Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah Tujuan dari acara praktikum kandang dalam manajemen perah adalah agar manusia dapat mengetahui dan mengerjakan apa saja yang seharusnya dikerjakan oleh semua peternak perah di kandang mulai dari memandikan, membersihkan tempat papan dan minum, membersihkan feses dan lantai kandang sampai berapa kg kebutuhan pakan yang harus diberikan guna mencukupi kebutuhan produksi ternak tersebut.

1.2.3 Uji Bakteri Praktikum uji bakteri dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa mampu: 1. Dapat membuat media untuk pertumbuhan bakteri 2. Membuat pengenceran bakteri 3. Dapat menghitung jumah bakteri

1.3

Waktu dan Tempat

1.3.1. Uji Kualitas Susu Hari / Tanggal Waktu Tempat : Sabtu, 18 Oktober 2008 : Pukul 09.30 WIB : Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman 1.3.2. Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah Hari/tanggal Tempat : Sabtu Senin, 25-27 Oktober 2008 : Eksperimental Farm Fakultas Peternakan

Universitas Jenderal Soedirman 1.3.3. Uji Bakteri Hari / Tanggal Tempat : Jumat dan Minggu, 21 dan 23 November 2008 : Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uji Kualitas Susu 2.1.1 Uji Berat Jenis Susu Susu adalah bahan makanan yang tersusun oleh zat-zat dengan proporsi yang seimbang. Susu merupakan bahan mentah yang mengandung sumber zat-zat makanan yang penting. Penyusun utama dari susu adalah air, protein, lemak, hidrat arang, mineral, dan vitamin. (Adnan, 1984). Hadiwiyoto (1982) menyatakan bahwa komposisi susu lebih lengkap daripada bahan pangan yang lain, artinya komponen-komponen yang dibutuhkan oleh tubuh kita semua terdapat dalam susu. Komponen-komponen lainnya yang terdapat dalam susu bersifat trace (jumlahnya sedikit) tetapi penting, antara lain adalah lesithin, pospholipit, kolesterol dan asam organik. Pengukuran berat jenis (BJ) susu yaitu harus memperhatikan tiga hal yaitu ; suhu susu, pembacaan angka skala, faktor koreksi lactodensimeter. Semakain kental susu maka laktodensimeter akan berkurang kemampuannya menembus ke dalam cairan susu yang akan diukur, sehingga berat henis susu menjadi susu dibandingkan BJ susu standar. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis antara lain temperatur, BJ konstituen, kadar lemak, mineral, gula. Beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Hadiwiyoto (1982) dalam menetapkan BJ susu antara lain 1. Susu yang akan ditera berat jenisnya sebaiknya berumur kurang dari 3 jam setelah diperah. 2. Berat jenis susu berubah-ubah menurut lamanya susu dibiarkan. 3. Lactodensimeter sewaktu-waktu harus ditera untuk pengawasan

2.1.2 Uji Alkohol Prinsip uji alkohol adalah kestabilan koloidal. Protein susu tergantung pada selubung air yang meliputi butir-butir protein terutama kasein. Apabila masam dicampurkan alkohol maka susu akan teragulasi. Penambahan etanol dengan konsentrasi tinggi menyebabkan dehidrasi yang akibatnya terjadi denaturasi protein glokular.

Hadiwiyoto (1982) mengartikan bahwa gumpalan akibat alkohol disebabkan karena 1. Adanya kolostrum 2. Ambing terserang mastitis 3. Keterlambatan laktasi 4. Susu dengan derajat asam yang tinggi dan susu yang mengandung enzim proteolitik yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri.

2.1.3 Uji Kadar Lemak Lemak susu terdiri dari atas lemak yang berbeda lebih dari 98 persen lemak susu berasal dari trigleserida. Selain lipida tersebut juga terdapat kolesterol,

trigleserida, asam lemak bebas, phospholipida dan cerebrosida. Menurut SK Dirjen Peternakan No. 17/1983, kadar lemak minimum 2,8 %. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu menurut Hadiwiyoto (1982) ialah : 1. Umur hewan Kadar lemak susu sangat dipengaruhi oleh umur sapi, semakin lanjut usia sapi maka kadar lemaknya semakin rendah. 2. Periode laktasi Kadar lemak tertinggi ialah pada awal laktasi atau pada masa periode awal. Kolostrum atau susu yang dihasilkan pada awal laktasi mengandung banyak lemak. Semakin mendekati masa kering, kadar lemak dalam susu semakin sedikit. 3. Kelahiran dan Parturasi Kelahiran erat kaitannya dengan faktor periode laktasi, sebab ketika sapi melahirkan susu yang dihasilkan ialah kolostrum dimana kolostrum merupakan susu dengan kadar lemak yang tinggi. 4. Jenis hewan dan keturunannya Kadar lemak pada bangsa sapi satu dengan lainnya berbeda-beda. 5. Musim Pada musim dingin kadar lemak susu lebih tinggi jika dibandingkan musim panas atau gugur.

2.1.4 Uji Protein Susu sapi mengandung sekitar 5,3 gram nitrogen /kg. Dari kandungan

nitrogen tersebut 95 % berbentuk protein. Sekitar 80 % dari protein susu tersebut terdiri dari kasein. Menurut SK Dirjen Peternakan No. 17/1983 susu di Indonesia, kadar protein kasar minimal 3% sedangkan kadar protein murni minimal adalah 2,7% menurut Adnan (1982) kadar protein dalam susu sebesar 3,5%. Hadiwiyoto (1982) menyatakan bahwa pengujian protein ini hanya mendapatkan kadar protein kasar, hal ini disebabkan oleh dasar yang digunakan adalah mengalikan suatu faktor dengan kandungan nitrogen dalam protein tetapi juga terdapat nitrogen dalam garam nitrat meskipun sedikit.

2.1.5 Uji Mikroskopis Susu memiliki partikel yang khas yaitu homogen dan ukuran berkisar antara 1 sampai 20 mikron. Lemak juga dibungkus membran tipis yang dapat mensegah lemak-lemak bergabung dengan lemak lain. Di dalam susu lemak terdispersi dalam bentuk globula (butir) kecil sehingga terjadi emulsi antara lemak dan air. (Purnomo dan Adiono, 1985).

2.1.6 Uji Reduktase Uji Reduktase adalah salah satu pengujian kualitas susu yang sering diterapkan dilapangan. Uji ini berguna untuk mendapatkan kesan mengenai jumlah kuman kekuatan hidup kuman-kuman yang terdapat dalam susu. (Utami, dkk, 2008). Prinsip uji ini yakni lamanya perubahan warna biru menjadi putih pada susu yang dibubuhi bahan pemalsuan methylen blue. Perubahan warna ini disebabkan oleh enzim kuman-kuman yang bereaksi dalam susu. Semakin banyak kuman dalam susu maka semakin jelek susu tersebut karena susu akan kehilangan warna lebih cepat.

Hubungan susu dengan daya reduktase dan jumlah bakteri dalam susu menurut Lnool M. Lampert dalam buku petunjuk praktikum manajemen ternak perah digambarkan dalam tabel sebagai berikut
Klasifikasi Mutu Susu I. Sangat Baik II. Baik III. Cukup IV. Rendah Lamanya perubahan warna (jam) > 8 jam 6 - 8 jam 2 - 6 jam < 2 jam Perkiraan Jumlah Bakteri (per ml susu) < 0.5 juta 1 - 4 juta 4 - 20 juta > 20 juta

2.1.7 Uji asam Laktat Uji asam laktat ialah uji kualitas susu yang bertujuan untuk mengamati tingkat keasaman akibat bakteri asam laktat terkandung dalam susu. Uji asam laktat dilakukan dengan cara melakuka titrasi pada 17.5 ml susu dan 2 tetes pp 1% menggunakan NaOH 0.1N. Sampel yang telah dititrasi ini dibandingkan ml NaOH yang digunakan dengan blangko kemudian selisihnya dibandingkan dengan susu yang digunakan. (Utami, dkk, 2004) Kadar keasaman setara asam laktat akan meningkat sejalan dengan waktu inkubasi. Semakin tinggi kadar asam laktat maka susu tersebut semakin rendah kualitasnya karena kandungan bakteri asam laktatnya tinggi.

2.2 Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah Salah satu faktor yang sangat yang mendukung keberhasilan usaha peternakan adalah mengenal manajemen pemeliharaan dengan pengolahan atau pemeliharaan yang baik tiap harinya, pencegahan pakan secara teratur dan tepat waktu, serta pencegahan penyakit dan tata cara pemeliharaan serta pemerahan yang baik dan benar akan menghasilkan produksi yang maksimal ( Soedono dan Widodo, 1990) Anonymous ( 1982) menyatakan bahwa yang dimaksud pemeliharaan secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu. 1. Pemeliharaan secara umum yaitu memberikan setiap pagi pada setiap jenjang umur 2. Pemeliharaan secara khusus yaitu memberikan pada ternak berdasarkan kelainannya, seperti a. pemeliharaan sapi pedet b. Pemeliharaan sapi dara c. Pemeliharaan sapi jantan muda d. Pemeliharaan sapi dewasa e. Pemeliharaan sapi laktasi f. Pemeliharaan sapi bunting Syarief dan Soemoprastowo (1985) menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendidrikan lokasi sapi perah antara lain a. Tidak berdekatan dengan perumahan rakyat b. Keadaan iklim dari tanah daerah tersebut memungkinkan bagi suatu usaha peternakan sapi perah. c. Tidak terkena perluasan kota. d. Sumber air harus ada, sebab air sangat penting bagi peternakan sapi perah. e. Sumber makanan penguat mudah didapat dan murah. f. Transportasinya mudah ke daerah pemasaran.

10

2.3 Uji Bakteri Susu murni adalah hasil pemerahan atau hewan yang mempunyai komposisi lengkap disbanding dengan yang lainnya, artinya komponen-komponen yang ada dalam susu lebih lengkap dan seuanya dibutuhkan olae tubuh manusia (Hadiwiyoto,1982). Pertumbuhan bakteri didalam susu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu persediaan makanan, temperatur, kondisi udara, persediaan air, dan pH (Utami,dkk, 2004). Syarat bakteriologi menurut kodex susu indanesia adalah bahwa susu segar tidak bolrh mengandung bakteri lebih dari sau juta permililiternya (Hadiwiyoto,1982). Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudahdan cepa jika penganceran dilakukan secara decimal, sebagai contoh missal penetapan jumlah mikroba pada susu, pengenceran awal 10-1 dibuat dengan cara mengencerkan 1 ml susu kedalam 90 ml aquades, dilanjukan dengan pengenceran yang lebih tinggi, misalnya sampai 10-4 tergantung mutu susunya (Fardiaz, 1993). Pertumbuhan bakteri dalam susu dapat menimbulkan reaksi yang mengakibatkan adanya perubahan kimia dan fisika susu (Utami,dkk,2004).

11

III. MATERI DAN CARA KERJA

3.1. Materi 3.1.1 Uji Kualitas Susu 3.1.1.1 Uji Berat Jenis 1. Gelas ukur 2. Laktodensimeter Modifikasi 3. Laktodensimeter Quevennue 4. Thermometer 5. Becker glass 6. Susu Segar 7. Susu Layu

3.1.1.2 Uji Alkohol 1. Tabung reaksi 2. Pipet ukur 3. Bordex tester 4. Becker glass 5. Filler 6. Susu segar 7. Susu Layu 8. Alkohol 50 %, 70 %, 96 %

3.1.1.3 Uji Kadar Lemak 1. Butyrometer gerber standar 2. Kunci penutup 3. Pipet susu ukuran 4 ml 4. Pipet otomatis untuk 10 ml asam sulfat 5. Pipet standar ukuran 1 ml amyl alkohol 6. Tempat sandaran butyrometer 7. Centrifuge

12

8. Water bath 9. Thermometer 10. Filler 11. Becker glass 12. Susu segar 13. Susu layu 14. Asam sulfat pekat 15. Amyl alkohol

3.1.1.4 Uji Protein 1. Erlenmeyer 2. Pipet ukur 3. Pipet tetes 4. Buret dan statif penjepit 5. Beker glass 6. Corong glass 7. Susu segar 8. Susu layu 9. Aquades 10. Formaldehyde 11. NaOH 0.1N 12. Phenolptalein 1% 13. K-Oksalat

3.1.1.5 Uji Mikroskopis 1. Obyek glass 2. Cover glass 3. Mikroskop 4. Beker glass 5. Pengaduk 6. Pipet tetes 7. Susu 8. Air 9. Tepung 10. Santan

13

3.1.1.6 Uji Reduktase 1. Becker glass 2. Pipet ukur 3. Pipet tetes 4. Filler 5. Tabung reaksi 6. Inkubator 7. Kapas 8. Aluminium foil 9. Susu segar 10. Susu Layu 11. Methylen blue

3.1.1.7 Uji Asam Laktat 1. Becker glass 2. Pipet ukur 3. Filler 4. Erlenmayer 5. Buret dan statif penjepit 6. Corong 7. Pipet tetes 8. Susu segar 9. Susu layu 10. Aquades 11. NaOH 0.1N 12. Phenolpthalein

14

3.1.2 Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah Materi yang digunakan dalam praktikum kandang acara tata laksana pemeliharaan sapi perah adalah sebagai berikut 1 Sapi sebanyak dengan jumlah a. Sapi laktasi b. Sapi jantan c. Sapi pedet 2 3 4 Bahan pakan konsentrat dan air Kandang sapi Minyak goreng Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kandang adalah sebagai berikut 1. Alat kebersihan kandang a. Ember plastik b. Selang air c. Sapu lidi dan garukan d. Sikat 2. Alat pemerahan dan penanganan susu : a. Ember tempat menampung susu b. Ember tempat pembersih ambing c. Lap dan tali pengikat d. Penakar susu e. Gayung f. Gudang pakan g. Tempat pencampur konsentrat h. Peralatan lain seperti mesin perah, Ring Noise tang, Burdizzo tang

15

3.1.3 Uji Bakteri 1. Gelas ukur 2. Cawan petri steril 3. Tabung reaksi 4. Pipet 10 ml 5. Pipet 1 ml 6. Kapas 7. Kompor 8. Kertas payung 9. Pipet tetes 10. Inkubator 11. Erlenmayer 12. Autoclaf 13. Termometer 14. Filler 15. Label 16. Yeast extract 17. Tryptone 18. Glukosa 19. Agar 20. Aquades

16

3.2. Cara Kerja 3.2.1. Uji Kualitas Susu 3.2.1.1. Uji Berat Jenis 1. Susu dihomogenkan dengan menuangkan susu dari gelas ukur yang satu ke gelas ukur yang lainnya. 2. Susu dimasukkan ke dalam gelas ukur kurang lebih bagian. 3. Lactodensimeter dimasukkan kemudian dilepas 4. skala pada lactodensimeter dicatat.

3.2.1.2. Uji Alkohol 1. Diambil 4 tabung reaksi dan diisi susu secukupnya ( 2 ml) 2. Tabung I + alkohol 96 % dengan ratio 1 : 1 3. Tabung II + alkohol 70 % dengan ratio 1 : 1 4. Tabung III + alkohol 70 % dengan ratio 1 : 2 5. Tabung IV + alkohol 50 % dengan ratio 1 : 1

3.2.1.3. Uji Kadar Lemak 1. 10 ml asam sulfat dimasukkan ke dalam butyrometer 2. Susu dihangatkan sampai suhu 250C kemudian dikocok sampai homogen. 3. Sebanyak 4 ml susu dituangkan ke dalam butyrometer yang telah berisi asam sulfat. 4. Ditambahkan 1 ml amyl alkohol 5. Tabung butyrometer ditutup rapat tanpa mengganggu isinya. 6. Tabung butyrometer dikocok sampai homogen. 7. Tabung butyrometer dimasukkan ke centrifuge kemudian diputar dengan kecepatan 1-100 rpm selam 240 detik atau 4 menit. 8. Tabung butyrometer diambil dari centrifuge kemudian dimasukkan ke dalam pemanas dengan suhu 650C-700C selama tiga menit dengan posisi tutup butyrometer ada dibawah. 9. Dibaca skala butyrometer.

17

3.2.1.4. Uji Protein 1. Dibuat larutan standar yaitu 10cc susu + 10cc Aquades + 0,4cc koksalat jenuh + 1 tetes PP 1%. Dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N hingga berwarna merah muda. 2. Dibuat larutan sampel 10cc susu+20cc aquades+ 0,4cc k-oksalat jenuh + 1 tetes PP kemudian dititrasi hingga warna pink atau menyerupai larutan standar, kemudian ditambah 2 ml Formaldehid dan titrasi kembali hingga berwarna sama seperti larutan standar. Ml titrasi yang digunakan dicatat. 3. Dibuat larutan blanko yaitu 20 cc aquades + 0,4 cc k-oksalat + 1 tetes PP + 2 ml Formaldehid, titrasi kembali hingga berwarna sama seperti larutan standar 4. Titrasi terkoreksi yaitu ditrasi kedua dikurangi titrasi blanko, selisihnya merupakan titrasi formal. Untuk mengetahui persentase protein susu dapat digunakan faktor koreksi 1,83 dan 1.63 untuk casein. Rumusnya protein =1,83 x titrasi formal dan persentase casein = 1,63 x titrasi formal.

3.2.1.5. Uji Mikroskopis 1. Membuat preparat pada obyek glass dari masing masing sampel susu 2. Diamati dibawah mikroskop dan digambar.

3.2.1.6. Uji Reduktase 1. Diambil 2 tabung reaksi masing-masing diisi 10 ml susu (susu layu dan segar) ditambah 1 ml metilen blue. 2. Dikocok hingga homogen dan dimasukkan inkubator dengan suhu 370C 3. Ditunggu sampai warna berubah menjadi putih kembali dan tercatat waktu yang dibutuhkan.

18

3.2.1.7. Uji Asam Laktat 1. Buat larutan blanko dengan formulasi : 18ml Aquades + 2 tetes PP 1%+ titrasi NaOH 0.1N 1 tetes 2. Buat larutan sampel dengan formulasi : 17.5ml susu + 2 tetes pp 1% + titrasi menggunakan NaOH 0.1N hingga berubah warna menjadi merah muda 3. Jumlah volume NaOH yang digunakan diperoleh dari selisih NaOH yang digunakan pada titrasi blanko dengan titrasi sample 4. Kadar asam laktat dihitung menggunakan rumus : ml NaOH 0.1N x 0.009 x 100% Berat susu (gram)

19

3.2.2. Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah 1. Persiapan Praktikan mengambil dan menyiapkan alat-alat serta bahan-bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan praktikum. 2. Pembersihan Kandang a. Feses dikumpulkan dengan garukan kemudian dimasukkan ke dalam gutter b. Tempat pakan dan minum dibersihkan, sisa pakan dikumpulkan menjadi satu lalu diangkat dan ditaruh pada tempat penampungan. c. Lantai dibersihkan dengan sapu lidi dan air berkali-kali sampai bersih. d. Tempat pencampur pakan dibersihkan e. Semua ember yang telah digunakan kemudian dicuci 3. Memandikan Sapi a. Tubuh sapi didiram dengan air dimulai dari bagian belakang tubuh ke bagian punggung, bagian depan sapi lalu bagian bawah sampai teracak kaki serta ambing sapi. b. Pengikatan dimulai dari ekor bagian atas sampai rambut ekor. Diikuti dengan penyikatan bagian keseluruhan dengan sikat. Penyikatan

dilakukan searah dengan bulu dari atas urun kebawah sampai bersih. c. Sapi dimandikan dua kali yaitu pada pagi hari pukul 03.00 dan siang hari pada pukul 12.30 4. Memberi Pakan dan Minum a. Setelah sapi diselesaikan mansi, selanjutnya tempat minum diisi untuk pagi hari dan diisi penuh pada siang hari. b. Satu karung konsentarat dibuang ke tempat pengadukan. Air

dimasukkan hinggan pakan tercampur semua tetapi jangan terlalu encer. c. Untuk sapi yang sdang laktasi, tumbuh dan bunting pakan diberikan sebanyak satu ember sedangkan sapi yang sedang tidak berproduksi pakan hanya diberi ember saja. Pakan pagi dan siang hari diberikan dalam jumlah yang sama.

20

5. Pemerahan a. Ekor sapi diikat pada salah satu kaki belakang b. Ambing dibersihkan dengan larutan kaporit c. Jangan dilumuri minyak dan dioleskan pada puting d. Metode pemerahan yang digunakan melipiti stripping, whole hand, atau knevelen tergantung kesukaan pemerah biasanya menggunakan whole hand karena menghindari ambing sakit. e. Pancaran pertama diarahkan ke lantai untuk mengetahui adanya masititis atau tidak f. Ambingdiperah sampai apuh, setelah itu dibilas dengan larutan kaporit g. Lantai bawah kemudian disiram agar percikan susu hilang 6. Penanganan Susu Susu hasil pemerahan diukur dengan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam milk can sambil disaring menggunakan kain saring. Setelah itu dibawa ke kamar susu untuk diolah lebih lanjut. 7. Insidental a. Pengenalan alat (alat kastrasi, choper, pelubang hidung, pemotong kuku, tali brangus). b. Exercise sapi dan cara mengendalikan sapi.

21

3.2.3. Uji Bakteri 1. Menyediakan bahan berupa a. Yeast extract b. Tryptone c. Glukosa d. Agar e. Akuades 2. Sterilisasi Alat a. Alat-alat yang akan digunakan dicuci menggunakan detergen dan dibilas dengan air bersih b. Cawan petri, pipet ukur, pipet tetes, tabung reaksi, erlenmayer dimasukkan autoclaf pada suhu 1210C selama 15 menit untuk sterilisasi. c. Tabung reaksi masing-masing diisi aquades 9 ml sedangkan erlenmayer diisi aquades 90 ml 3. Pembuatan Media PCA a. Bahan-bahan dicampur dan ditambahkan akuades b. Kemudian dipanaskan sampai larut, tambahkan akuades sehingga campuran jumlahnya mejadi 1000 ml c. pH nya diatur menjadi 7,2 7,4 d. Setiap 5 ml media PCA dimasukkan kedalam tabung-tabung reaksi. Ditutup dengan kapas dimasukkan kedalam autoclav pada suhu 121C selama 15 menit e. Dibuat pengenceran I (90 ml akuades + 10 ml sampel) f. Dibuat pengenceran II (9 ml akuades + 1 ml pengenceran I) g. Dibuat pengenceran III (9 ml akuades + 1 ml pengenceran II) h. Dibuat pengenceran IV (9 ml akuades + 1 ml pengenceran. i. Pengenceran III dan IV diambil dan masing-masing dimasukka dalam cawan petri steril.

22

j.

Media PCA yang telah dibuat dicairkan kembali dan didinginkan sampai suhu 45-50oC. Media tersebut dimasukkan dalam cawan petri secara aseptis.

k. Cawan ditutup kemudian diputar-putar mambentuk angka 8. l. Setelah campuran memadat, cawan petri dibungkus menggunakan kertas secara terbalik sehingga uap air tidak menempel pada media biakan kemudian diinkubasi 2x24 jam pada suhu 37oC

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Kualitas Susu 4.1.1.1. Uji Berat Jenis 1. Susu A 102 = 1 + 22 + (86-102) x 0.2 102 1000 = 1.0188

81.5 = 1.0188 + (86-81.5) x 0.2 102 1000 = 1.0197

81.5 = 1.0197 x 0.991410 81.5 0.996400 = 1.0149

2. Susu B 102 = 1 + 22 + (86-102) x 0.2 102 1000 = 1.0188

81.5 = 1.0188 + (86-81.5) x 0.2 102 1000 = 1.0197

81.5 = 1.0197 x 0.991410 81.5 0.996400 = 1.0149

24

4.1.1.2. Uji Alkohol Alkohol sampel Susu segar Susu ayu 50% 1:1 ++++ ++ 70% 1:1 ++ +++ 70% 1:2 + + 96% 1:1 +++ ++++

4.1.1.3. Uji Kadar Lemak 1. Susu segar Kadar Lemak = 3.2

2. Susu layu Kadar Lemak = 4.4

4.1.1.4. Uji Protein 1. Susu segar Ml NaOH titrasi I = 18.6 ml titrasi II = 1.7 ml Blanko = 0.2 ml

Titrasi Formal = titrasi II blanko = 1.8 0.2 = 1.6 ml

25

% Protein

= 1.83 x 1.6 = 2.928 %

% Casein

= 1.63 x 1.6 = 2.608 %

2. Susu Layu Ml NaOH titrasi I = 5.7 ml titrasi II = 1.7 ml Blanko = 0.3 ml

Titrasi Formal = titrasi II blanko = 1.7 0.3 = 1.4 ml % Protein = 1.83 x 1.4 = 2.562% % Casein = 1.63 x 1.4 = 2.282 %

4.1.1.5. Uji Mikroskopis 1. Susu bercampur tepung a. Lengket b. Terdapat endapan c. Keruh d. Lebih putih

26

2. Susu bercampur santan a. Bau santan terasa b. Terdapat lapisan minyak c. Lebih licin d. Langit-langit lebih kuning

3. Susu bercampur air a. Lebih encer b. Warna putih kebiruan c. Ikatan lebih renggang

4. Susu murni a. Warna kekuningan

4.1.1.6. Uji Reduktase


WAKTU 10.45 12.00 14.00 16.00 17.00 19.00 SUSU SEGAR Biru muda Biru muda warna biru mulai memudar warna biru memudar warna biru memudar putih SUSU LAYU Biru muda Putih Putih Putih Putih Putih

27

4.1.1.7. Uji Asam Laktat a. Susu segar Ml NaOH titrasi I = 22.1 ml Blanko = 18.6 ml Titrasi Formal = titrasi I blanko = 22.1 18.6 = 3.5 ml Kadar Asam Laktat = 3.5 x 0.009 x 100% 18 = 0.1725%

b. Susu layu Ml NaOH titrasi I = 15.2 ml Blanko = 0.05 ml Titrasi Formal = titrasi I blanko = 15.2 0.05 = 15.15 ml Kadar Asam Laktat = 15.15 x 0.009 x 100% 18 = 0.7575 %

28

Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah 1. Tipografi Experimental farm terletak dilahan seluas 3.4 Ha yang berjarak 500 meter dari kampus fakultas peternakan universitas jenderal soedirman atau berjarak 5 km dari pusat kota purwokerto dengan ketinggian 90 mdpl. Suhu harian berkisar 24-30oC dan kelembapan udara 77%-94%. Adapun batas-batas lokasi secara umum ialah Utara : Fakultas Biologi

Selatan : Perumahan Barat Timur : Jl. Dr. Soeparno : Green house dan areal persawahan

2. Pengukuran kandang sapi Tempat praktikum yang digunakan adalah di Experimental Farm unit A sapi perah dengan luas kandang 24 m2 x 7 m2, dengan jumlah sapi perah keseluruhan 24 ekor sapi. a. Sapi betina 13 ekor (sapi laktasi 6 ekor) b. Pedet 6 ekor c. Dara 3 ekor d. Sapi jantan 2 ekor

Gambar 1. Denah Kandang unit A sapi perah Experimental farm.

29

Keterangan : : Selokan A B C D : Tempat sapi perah Laktasi : Tempat penyimpanan pakan : Tempat pedet : Tempat pengadukan pakan / konsentrat

3. Recording sapi a. Mince: No 109 1400 ( partus ke 1/5-6.05) b. Danisen : No 109 1577 (partus 1/21 -04-05) c. Daryati (partus 1/25-10-04) d. Tuge : No tag T 2013 (partus 1/8 01-04) e. Miranda :No 100 137 7 f. Stusino :lahir 19-08-05(partus 19-08 04) g. Tryven : No Tag T2037,lahir 19-06-01 h. Gansby i. j. Kitty Juvi

k. Fivetein l. Dio

m. Clara n. Reza o. Ruti p. Mery q. Irma

Teknik memerah susu, ada tiga jenis yaitu : b. Knevelen c. Stripping d. Whole hand

30

1. Recording produksi susu


Nama Sapi Gansby kitty Juvi Danisen Fiveten Dio Clara Reza Ruti Stusina Tuge Irma Mery Jumlah 24Okt08 Pagi Sore 5.75 2.5 7 3.5 11.5 6 5.5 2 7 3 8 3.5 7.5 2.5 10 4.5 6 3 6 3 7 4.5 11 6 91.5 44 Tanggal Pemerahan (liter) 25Okt08 26Okt08 Pagi Sore Pagi Sore 6 2.5 6 3 8 3 7.5 3.75 12 6 10.5 7 6 2.5 6.5 3 7 3.5 6 3.3 8.5 3 7.5 4 7.5 3.5 6.5 4 9 6.5 9 4.5 7.5 3.5 7 4 5.5 3 5 2.75 7 3.5 7 4 11 6 12 6 95 46.5 90.5 49.3 27Okt08 Pagi Sore 6 8 13 6.5 7 9 7.5 4.5 6.75 5.75 6.5 12 92.5

2. Struktur organisasi Struktur Organigram Experimental Farm Penanggung jawab Penasehat Ketua Sekretaris Bendahara Divisi Unggas Divisi Sapi Perah : Dekan Fapet Mas Yedi : PD1, PDII : Drh. Sufiriyanto,MP : Nur Hidayat, Msi : Drs. Soeprapto : Pawang : 1. Soni 2. Sukir 3. Waiso 4. Sudarman 5. Sumaryan

Divisi Sapi Potong Divisi Kambing Administrasi Susu

: Rohman : Sukimin : Susmini : Muklis

31

3. Kegiatan insidental Bagian-bagian alat/mesin perah modern adalah : a. b. c. d. e. Tabung perah Milk can Pulsator Indikator tekanan Kepala cluster

Uji Bakteri 10-3 10-4

10-3

10-4

32

Perhitungan 10-3 954 123 10-4 79 242

790000 + 242.000 / 2 123000

= 1605000 123000 = 13.05

berarti > 2, yang dipake rumus ke-2 duplo 123000 = 1,23000 x 105 = 1,2 x 105

33

Pembahasan Uji Kualitas Susu 4.2.1.1. Uji Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara berat susu pada volume tertentu dengan volume air yang sama. Berat jenis digunakan untuk mengetahui kandungan susu. Laktodensimeter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur BJ, yaitu alat apung yang memiliki skala angka rata-rata aqntara 3638,5. Laktodensimeter berdasarkan hukum Archimedes yang menyataka bahwa tiap benda yang dimasukkan ke dalam air, maka benda tersebut akan bekerja tekanan ke atas yang sama dengan tekanan cairan yang dipindahkan oleh alat tersebut. (Hadiwiyoto, 1982) Hasil perhitungan susu A menggunakan modifikasi ialah 1.01459 sedangkan menggunkan quevennue sebesar 1.020 pada suhu 30C. Susu B memiliki berat jenis lebih besar yakni 1.09568 atau 1.024 menggunakan quevennue. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa susu A ialah susu layu dan susu B ialah susu segar karena berat jenis susu lebih rendah atau kualitas susu B jauh lebih baik dari susu A. Akan tetapi jumlah ini masih belum sesuai dengan standar susu yang baik menurut Purnomo dan Adiono (1975) yakni berkisar 1.026-1.032 meskipun mendekati namun susu segar (susu B) sudah termasuk susu yang baik diindonesia. Berbeda jauh lagi juka dibedakan dengan standar inimum BJ susu versi SK Dirjen Peternakan No.17 tahun 1983 yakni 1.028 g/cm3, sehingga bila ditinjau dari Bjnya maka susu yang praktikan amati termasuk kualis cukup baik. Berat jenis susu dapat mencerminkan bahan padat susu, apabila BJ rendah dimungkinkan kandungan susu kurang sempurna. Sedangkan BJ susu yang jauh dari standar disebabkan oleh banyak gas yang terdapat dalam susu, seperti CO dan NO menguap. Penguapan ini bisa mencapai 4-5 %, sehingga BJ susu dapat berbeda dari standar yang ditentukan.

34

Menurut Adnan (1984) menyatakan pada suhu 27C BJ susu 1,027 sampai 1,031. Berat jenis susu dapat dipengaruhi oleh: 1. Susunan air susu Yang mempengaruhi adalah kadar bahan keringnya, semakin tinggi kadar bahan keringgnya maka semakin tinggi pula berat jenis susu tersebut. 2. Temperatur Air susu akan mengambang pada suhu yang semakin tinggi menjadi ringan sebaliknya dengan pendingina air susu menjadi lebih padat sehingga persatuan volume menjadi lebih celcius. Hadiwiyoto (1982) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kenaikan BJ susu adalah lamanya susu dibiarkan sesudah selesai pemerahan, semakin lama susu didiamkan maka semakin tinggi BJnya. Hal ini karena berkurangnya bahan kering tanpa lemak akibat aktifitas mikroba. Tinggi rendahnya BJ pada susu dapat dipengaruhi oleh susunan air susu, bahwa semakin tinggi BK tekandung dalam air susu, maka semakin pula BJ-nya begitu pula sebaliknya. Pengatuh lain adalah suhu, semakin tinggi suhu lingkungan maka persatuan volume air susupun akan mengembang pula, sehingga berat persatuan volume tersebut menurun dan begitupula sebaliknya dan kadar lemak uang tinggi dapat menyebabkan BJ turun.

4.2.1.2. Uji Alkohol Uji alkohol dimaksudkan untuk mengetahui adanya gumpalan yang menandakan adanya bakteri yang menyebabkan susu asam sehingga susu rusak. Uji alkohol dinyatakan positif jika terlihat susu tersebut pecah. Komposisi alkohol terdiri dari alkohol dan air. Semakin tinggi konsentrasi alkohol maka semakin banyak gumpalan. Mardjono (1975), menyatakan bahwa apabila susu dicampur dengan alcohol, maka susu mudah menjadi gumpalan karena ikatan kasein dalam susu akan terlepas. Ikatan kasein tersebut akan mudah terkoagulasi. Pengujian alkohl akan positif jika tterlihat aanya gumpalan partikel yang menempel pada tabung reaksi. Susu yang menggumpal menandakan adanya bakteri yang menyebabkan

35

susu asam sehingga susu rusak. Agultinasi kasein akan banyak apabila konsentrasi alkohol semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat keasaman susu akan

menggumpalkan susu dalam jumlah yang sama. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, susu pecah ditandai dengan adanya partikel susu yang menempel pada dinding tabung reaksi setelah dilakukan pengocokan. Alkohol sebagai agensia dehidrasi yang dapat melepas air dari casein sehingga casein menggumpal. Aglutinasi casein semakin banyak bila konsentrasi alkohol semakin tinggi. Menurut Ismadi (1987) semakin tinggi tingkat keasamam susu, akan menggumpalkan susu dalam jumlah yang sama. Susu yang kualitasnya baik tidak pecah walaupun didalamnya ditambahkan alkohol 70% dan baru pecah jika ditambahkan alkohol 96%. Hal ini menunjukkan bahwa sampel susu kualitasnya baik hal ini sesuai dengan SK Dirjen Peternakan No.17/1983 yang menyatakan bahwa kualitas susu yang baik tidak pecah pada konsentrasi alkohol 70%. Pengamatan praktikan dalam melakukan uji alkohol ini menyatakan bahwa susu segar mulai rusak pada konsentrasi 50%, padahal kualitas susu yang buruk jika pada uji alkohol 50% mulai pecah. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kolostrum atau ambin terserang mastitis, keterlambatan laktasi atau tingginya enzim proteolitik yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri. (Hadiwiyoto, 1982). Pengamatan pada susu layu justru mulai pecah pada konsentrasi alkohol 90%, kemungkinan pengamatan ini keliru karena semua sampel yang praktikan amati semuanya telah pecah dan sulit untuk menentukan gumpalan atau pecahan yang terbanyak.

4.2.1.3. Uji Kadar Lemak Lemak dalam susu merupakan emulsi minyak dalam air. Luas permukaan yang menyebabkan reaksi-reaksi kimia mudah terjadi dipermukaan perbatasan lemak mediumnya. Lemak susu dapat diekstraksi dengan zat pelarut, bila zat pelarut diuapkan akan didapakan suatu campuran dari berbagai macam lemak. Penentuan kadar lemak pada praktikum uji kualitas susu ini menggunakan metode Gerber. Alat yang digunakan yakni butyrometer. Penentuan kadar lemak ini

36

menggunakan dasar penambahan asam sulfat yang memisahkan lemak susu. (Utami,dkk,2004). Hasil praktikum menunjukkan nilai kadar lemak pada susu segar 3.2 dan susu layu 4.4. nilai tersebut jauh lebih baik dari standar kadar lemak minimal 2.8 yang dikeluarkan SK Dirjen Peternakan No.17/1983. hal ini menunjukan kualitas susu yang praktikan amati tinggi. Kadar lemak yang dikehendaki KPS (koperasi pengolahan susu) atau IPS (Industri Pengolahan Susu) dalam jumlah tinggi sehinggga uji ini sangat penting sebagai patokan penentuan kadar lemak pada susu yang akan diolah. Tinggi rendahnya kadar lemak susu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal meliputi pakan, umur dan bangsa sapi. Pakan yang mempengaruhi tingginya kadar lemak yakni konsentrat dan hijauan dimana pada hijauan kaya akan butirat, propionat dan asetat yang termetabolisme akan mempengaruhi kandungan lemak yang akan diproduksi menjadi susu. Begitu pula umur sapi, semakin bertambah umur sapi maka semakin rendah kandungan lemak dalam susunya. b. faktor eksternal meliputi musim. Pada musim dingin kadar lemak lebih tinggi dari musim panas karena kalori yang digunakan berbeda. (dari berbagai sumber).

4.2.1.4. Uji Protein Uji protein merupakan salah satu pengujian kualitas susu dengan mengamati kandungan atau kadar protein yang terdapat dalam susu. Berdasarkan hasil pengujian yang diperoleh dari susu segar yakni mengandung protein 2.928% dan casein 2.608% sedangkan pada susu layu kadar protein mencapai 2.562% dan 2.282% pada casein. Jika diamati protein pada susu segar lebih besar dari pada protein susu layu meskipun hasilnya saling mnedekati. Hal ini disebabkan oleh karena aktivitas mikroba yang merubah protein menjadi berbagai zat-zat lainnya. Hasil uji praktikum yang prakikan lakukan telah memenuhi standar minimal kadar protein menurut Dirjen Peternakan yaitu 2,7% atau melebihi standar codex susu yakni 2.7%. Namun tidak berlaku pada susu layu, meskipun

37

demikian secara umum susu yang digunakan mendekati standar codex susu sehingga kualitas susu dengan kandungan protein baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kadar protein menurut Utami,dkk (2004) yakni 1. Jenis dan kualitas pakan 2. Kesehatan ternak 3. Lamanya susu tersebut setelah dilakukan pemerahan hingga pengujian. Pakan jenis leguminosa mempunyai kandungan protein lebih baik

dibandingkan dengan pakan jenis rumput maupun jenis ramban. Kualitas pakan yang baik, kesehatan yang memenuhi syarat serta umur susu yang tidak terlalu lama menyebabkan kadar protein dan casein tinggi.

4.2.1.5. Uji Mikroskopis Pemeriksaan susu dimaksudkan untuk mengetahui apakah susu tersebut dipalsukan atau tidak. Uji mikroskop sendiri bertujuan untuk menguji susu dari penambahan bahan-bahan tertentu yang dapat mengurangi kemurnian susu. Komponen susu yang sering diambil adalah lemak susu (Hadiwiyoto, 1994). Umunya susu dipalsukan dengan air, dalam praktikum ini susu dipalsukan dengan air, santan, dan tepung. Pemalsuan susu bertujuan untuk keuntungan karena volume bertambah. Pengujian susu melalui pengamatan mikroskop diarahkan untuk dapat membedakan struktur partikel biologis dari susu murni dengan susu yang diduga dipalsu dengan bahan tertentu. Secara fisik susu murni akan terlihat berwarna keemasan atau putih kebiruan serta berbau khas susu. Susu yang dicampur dengan tepung akan terlihat kental, berpasir dan kekuningan. Susu bercampur santan akan berbau tengik dan terlihat banyak lemak pada permukaan susu. Susu bercampur air akan lebih encer daripada susu murni.

38

Susu murni jika diuji secara mikroskopis mempunyai bentuk yang seragam (kecil) dan terlihat rapat, sedangkan susu palsu menunjukkan bentuk yang tidak beraturan. Pernyataan ini sesuai dengan Purnomo dan Adiono (1985) yang menyatakan bahwa susu mempunyai partikel yang homogen dengan bentuk globula (butir kecil). Uji mikroskopis juga ditujukan untuk mengetahui struktur susu, miaslnya adanya kristal-kristal lakosa atau air atau zat asing lainnya dalam susu. (Hadiwiyoto, 1994).

4.2.1.6. Uji Reduktase Uji reduktase adalah pengujian susu dengan larutan methilen blue. Biru metil apabila teroksidasi akan berwarna biru. Aktifitas bakteri menghasilkan senyawa pereduksi yang dapat merubah warna biru dari biru metil menjadi putih atau jernih. Dwijoseputro (1990) menambahkan bahwa pengujian jumlah bakteri yang sering dilakukan dengan cara uji reduktase. Uji uji ini mempunyai prinsip bahwa susu yang sudah ditambah larutan metilen blue akan berubah warna menjadi putih kembali akibat aktifitas bakteri dan enzim yang dihasilkan bakteri. Susu yang sudah dicampur methilen blue dimasukkan dalam inkubator dengan suhu 37oC. Suhu pada inkubator dibuat 37oC agar bakteri tumbuh optimal sehingga bakteri akan menghasilkan enzim yang kemudian akan mereduksi metilen blue dalam susu sehingga susu menjadi putih kembali. Hadiwiyoto (1982) menjelaskan mengenai syarat bakteriologi berdasarkan codex Indonesia adalah bahwa susu segar tidak boleh mengandung bakteri yang berjumlah lebih dari satu juta setiap mililiter. Bakteri selama hidupnya mengalami pertumbuhan yaitu meningkatkan jumlah sel. Peningkatan jumlah bakteri terjadi melalui proses pembelahan sel, dimana satu sel bakteri membelah menjadi dua sel dan seterusnya. Hasil praktikum menunjukkan susu segar yang diuji sangat baik. Jika dibandingkan dengan tabel Linool M. Lampert dalam buku petujuk praktikum tentang hubungan mutu dengan daya resuktase dan jumlah bakteri dalam susu, susu segar yang praktikan uji mengalami perubahan warna dari biru menjadi putih selamaa 8 jam 15 menit, sehingga susu ni masuk dalam klasifikasi mutu susu yang

39

sangat baik karena jumlah bakteri yang terkandung dalam setiap milimeter susu kurang dari setengah juta. Kualitas ini tidak berlaku untuk susu layu yang diuji sebagai pembanding. Susu layi berubah warna lebih cepat yakni 1 jam 20 menit jauh lebih rendah kualitasnya dari pada susu segar. Karena jumlah bakteri per milimeternya sudah mencapai lebih dari dua puluh juta. Uji reduktase jika diamati dari prosesnya kurang efektif jika diterapkan dalam pengujian kualitas multu susu di KPS atau IPS karena membutuhkan waktu yang lama, sedangkan susu-susu yang akan diolah harus segera diperlakukan untuk menghindari rusaknya susu. Jika menunggu hasil reduktase maka susu yang terkumpul akan cepat rusak jika tidak disimpan dalam suhu yang ditentukan agar susu tidak ccepat rusak.

4.2.1.7. Uji Asam Laktat Asam laktat adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui kadar asam laktat yang terkandung dalam susu. Kecepatan terbentuknya asam laktat tergantug pada jumlah bakteri yang mencemari susu. Terjadinya agka keasaman karena adanya perombakan laktos asusu menjadi asam laktat dan menyebabkan pecahnya protein. (Utami,dkk, 2008) Hasil praktikum uji asam laktat diperoleh susu segar mempunya kadar 0.1725% sedangkan susu layu 0.7575%. Besarnya kadar asam laktat susu layu dibandingkan susu segar menunjukkan semakin banyak dan semaikn mampu bakteri yang mencemari susu untuk memproduksi asam laktat, semakin tinggi asam laktat yang terbentuk. Bakteri asam laktat yang akan menghidrolisis laktosa yang ada dalam susu menjadi berbagai macam senyawa karbohidrat yang sederhana misalnya glukosa dan galaktosa. Standar kadar asam laktat susu segar menurut Departemen Peternakan berkisar antara 0.10 0.20%. nilai ini tidak sesuai denganhasil praktikum, hal ini disebabkan karena kesalahn praktikum yang kurang teliti dalam titrasi.

40

Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak perah yang dapat menghasilkan susu terbanyak. Kemampuan produksi susu seekor sapi perah dipengaruhi oleh genetik sebesar 30% dan 70% dipengaruhi oleh faktor lingkungan, salah satu faktor lingkungan yang terpenting adalah

manajemen/tatalaksana pemeliharaan (Utami dkk, 2004). 4.2.2.1 Lokasi Exfarm dan keadan umum Exfarm sapi perah Fakultas Peternakan terletak di desa Karangwangkal, Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas dengan jarak kampus Fakultas Peternakan kurang lebih 300 meter. Luas area Exfarm kurang lebih 3.5 Ha, ternak pada ketinggian 90 meter diatas permikaan air laut dan dibatasi oleh wilayah sebagai berikut. a. Sebelah utara b. Sebelah timur c. Sebelah selatan d. Sebelah barat : Fakultas Biologi : Green house : Sawah dan perumahan : Jl. Dr. Soeparno

Temperatur rata-rata di Exfarm berkisar antara 23-32 C, kelembaban udara berkisar antara 85-94 %, curah hujan 5000 mm/tahun. Dilokasi ini terdapat beberapa bangunan yaitu kandang, perkantoran, gudang, sumur, kamar mandi, penampungan air, kamar susu serta sekitar kandang ditanam rumput sebagai bahan pakan. Berdasarkan keadaan daerahnya sudah memenuhi syarat dari pemilikan lokasi, akan tetapi kurang cocok untuk pemeliharaan sapi perah terutama sapi FH, karena kemampuan produksi susu menunjukan adanya

perbedaan, dengan adanya perbedaan ketinggian daerah pemeliharaan dari permukaan air laut ( Siregar, 1995 ). Daerah daratan rendah dengan ketinggian tempat sampai dengan 200m dari permukaan air laut menunjukkan produksi susu yang berbeda. Dari segi transportasi exfarm sangat dekat dengan jalan raya dan mudah dijangkau kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat.

41

4.2.2.2 Sejarah Experimental Exfarm Exfarm Fapet UNSOED berdiri tahun 1984 yaitu bersamaan dengan berdirinya program studi PTUP. Berdirinya Exfarm dioprakarsai oleh rektor UNSOED yang waktu dipegang Prof. Drh. R Djanuar. Mengingat saat itu fakultas Peternakan UNSOED belum memiliki sarana praktikum berupa sapi perah, maka rektor mengkontrakkan sapi perahnya pada Fapet UNSOED. Maka berdirilah Exfarm di Pasir Muncang pada tangggal 19 April 1984. UNSOED membeli sapi perah dari Yayasan Santa Maria Rowo Seneng, Temanggung sebanyak 7 ekor sapi perah FH betina yang sedang bunting dan satu pejantan. Dana untuk mengontrak peternakan sapi perah di Pasir Muncang dan dana perintisan Ex-farm Karangwangkal berasal dari subsidi UNSOED dan partisipasi mahasiswa. Setelah jabatan rektor UNSOED berakhir, beliau meminta kembali kandangnya pada februari 1988 dan sapi yang berada di Ex-farm Pasir Muncang di pindahkan, pada tanggal 8 Juni 1984 UNSOED membeli sapi dari yayasan Salib Putih Salatiga sebanyak 5 ekor sapi perah yang sedang bunting yaitu Kike, Viva, Ratri, Promsida, dan Aminova. Maksud dan tujuan didirikan Ex-farm adalah untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa Fapet UNSOED baik program S1 maupun D3 PTUP. Diharapkan dengan adanya fasilitas ini maka mahasiswa dapat menyesuiakan studinya dengan lancar sehingga ilmu teoritis dan praktisinya dapat dikuasai.

4.2.2.3 Srtuktur Organisasi Berdasarkan SK Dekan No.Kep108/J23.4.Fpt/KP/04 yang menetapkan susunan organisasi Ex-farm Unsoed adalah Penanggung jawab Penasehat Ketua Sekretaris Bendahara Divisi Unggas : Dekan Fapet Mas Yedi : PD1, PDII : Drh. Sufiriyanto,MP : Nur Hidayat, Msi : Drs. Soeprapto : Pawang

42

Divisi Sapi Perah

: 1. Soni 2. Sukir 3. Waiso 4. Sudarman 5. Sumaryan

Divisi Sapi Potong Divisi Kambing Administrasi Susu

: Rohman : Sukimin : Susmini : Muklis

4.2.2.4 Tatalaksana Perkawinan Toelihere (1985) menyatakan bahwa umur yang dianjurkan untuk perkawinan pertama kali adalah 14 sampai 22 bulan, selain umur sebagai batasan untuk dikawinkan adalah bobot badan juga harus diperhatikan, hal ini menyangkut kenormalan organ untuk tetap baik pada aktifitas reproduksi yang selanjutnya. Ginting dan Sitepu (1989) menjelaskan bahwa dewasa kelamin berbagai bangsa sapi berkisar antara 6-18 bulan, jika dirata-rata umurya sekitar 12 bulan. Sapi dara yang sehat paling baik dikawinkan pertama pada umur 15 bulan keatas. Hendaknya dikawinkan secara inseminasi buatan (IB), namun jika tidak memungkinkan maka pejantan harus berumur 18 bulan keatas. Perkawinan yang dilakukan di Exp-Farm menggunakan dua macam sistem perkawinan yaitu secara alamiah dan buatan. Perkawinan yang tepat yaitu saat sapi sedang birahi. Ginting dan Sitepu (1989) menjelaskan bahwa masa birahi berbagai bangsa sapi tidak sama, pada umunya sekitar 10-24 jam. Lama birahi ini dipengaruhi oleh umur, umur lebih muda masa birahi lebih pendek.

43

4.2.2.5 Tatalaksana Perkandangan Kandang merupakan sarana penunjang bagi ternak untuk berproduksi secara optimal sehingga perlu dijaga kebersihan dan kesehatannya. Demikian pula bagi peternak, kondisi kandang juga sangat berpengaruh terhadap kinerja peternak itu sendiri sehingga konstruksi kandang harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain persyaratan kesehatan, ventilasi, mudah dibersihkan dan selalu dijaga kebersihannya, pekerjaannya. Siregar (1992) menyatakan bahwa dalam pembuatan kandang sapi perah diperlukan beberapa persyaratan antara lain : a. Memberi kenyamanan kepada sapi perah dan bagi sipemelihara maupun pekerja kandang. b. Memenuhi persyaratan bagi kesehatan sapi perah. c. Ventilasi maupun perputaran udara sempurna. d. Mudah dibersihkan dan selalu terjaga kebersihannya. e. Memberi kemudahan bagi pekerja kandang dalam melakukan pekerjaannya sehingga efisiensi kerja dapat terlaksana. f. Bahan-bahan yang digunakan dapat tahan lama dan sedapat mungkin dengan biaya yang terjangkau oleh peternak. Konstruksi kandang di Exp-Farm sudah cukup baik karena ada dinding setengah terbuka sehingga memungkinkan pertukaran udara terjadi secara lancar. Atap kandang terbuat dari genting dengan kemiringan 450 dan ini sangat menguntungkan bagi ternak karena pada siang hari tidak terlalu panas dan pada malam hari tidak terlalu dingin. Macam-macam kandang menurut Siregar (1992) antara lain: a. Kandang konvensional, berdasarkan konstruksinya: b. Kandang tunggal memberi kemudahan bagi peternak dalam melakukan

44

c. Kandang ganda : berhadapan (head to head dan berlawanan (tail to tail) d. Kandang bebas, berupa kandang yang luas tanpa ada penyekat diantara sapi perah. Konstruksi kandang sapi perah di Exp-Farm menggunakan sistem kandang ganda dengan posisi saling bertolak belakang (tail to tail). Hal ini bertujuan untuk memudahkan petugas kandang dalam membersihkan kotoran. Lantai kandang terbuat dari semen dengan kemiringan 1,7520, ini berfungsi untuk menjaga kelembaban agar tetap stabil karena air pada lantai mengalir. Aspek yang tidak kalah penting dalam perkandangan adalah kebersihan kandang. Hal ini karena salah satu penyebab munculnya penyakit pada sapi adalah tingkat kebersihan kandang yang tidak baik. Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya penyakit maka dilakukan sanitasi yang meliputi : 1. Usaha menjaga kesehatan 2. Usaha kebersihan kandang dan lingkungan 3. Usaha pengawasan terhadap manusia yang selalu berhubungan dengan ternak. Dampak negatif dari kondisi kandang dan lingkungan yang kotor selain munculnya penyakit adalah mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan ternak. Dengan kondisi kandang yang kotor maka susu dengan mudah terkontaminasi bakteri. Selain itu, sifat susu yang mudah menyerap bau-bauan menjadi satu alasan penting untuk menjaga kebersihan kandang khususnya sebelum sapi diperah. Anonim (2001) menyatakan ukuran kandang untuk satu ekor sapi perah yaitu 2,25 x 1,5 m. Ukuran kandang sapi perah di Exp-Farm yaitu 2,86 x 2,25m untuk dua ekor sapi perah indukan. Hal tersebut kurang sesuai dengan teori, akan tetapi ukuran kandang sangat tergantung pada: 1. Bangsa dan jumlah sapi 2. Tipe stall yang digunakan

45

3. Metode pembersihan kandang 4. Jumlah deretan/barisan sapi yang digunakan Kandang sapi perah yang ada di Exp-Farm meliputi kandang dewasa, kandang pejantan dan kandang pedet. Pembagian kandang dimaksudkan agar sapi dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi optimal. 4.2.2.6 Tatalaksana Pakan Pakan atau ransum merupakan faktor yang memegang peranan besar dalam biaya produksi yaitu 70%. Tillman (1986) menyatakan bahwa kebutuhan nutrien bagi sapi perah tergantung dari kebutuhan untuk hidup pokok ditambah jumlah nutrien yang terdapat dalam susu yang disekresikan. Besarnya tergantung pada jumlah susu dan komposisi nutriennya. Syarat pemberian pakan yaitu harus mengetahui kualitas baiknya, pengadaan, susunan zat yang terkandung di dalamnya, serta berat badan dan produksi susunya. Blakely dan Blade (1992) menyatakan bahwa sapi perah tergolong ternak ruminansia sehingga ransum sapi perah sebaiknya terdiri dari hijauan legum dan non legum yang berkualitas baik dengan konsentrat yang tinggi kualitasnya dan palatabilitasnya sebagai suplemen terhadap hijauan tadi, sehingga dapat dicapai produksi yang maksimum. Siregar (1992) menyatakan bahwa pada dasarnya kebutuhan sapi perah terdiri dari protein, energi, mineral, vitamin dan air. Pemberian dari zat-zat tersebut harus terpenuhi secara seimbang untuk mencukupi kebutuhan berbagai fungsi tubuhnya. Ransum sapi perah yang hanya terdiri hijauan akan sulit mencapai produksi susu yang tinggi. Sedangkan jika ransum hanya terdiri dari konsentrat saja, maka proses mastikasi akan terganggu yang menyebabkan produksi saliva menjadi rendah dan mengakibatkan lambung menjadi terlalu asam. Oleh karena itu perlu adanya penyusunan formulasi yang seimbang antara pemberian hijauan dan konsentrat untuk membentuk energi sebanyak mungkin, konsentrat digunakan pada tingkat maksimal biasanya 60% dari ransum. Apabila melebihi 60% maka terjadi penurunan yang tajam pada lemak susu, jadi ransum

46

keseluruhan terdiri dari 60% konsentrat dan 40% hijauan untuk produksi awal laktasi (Blakely dan Blade, 1992). Ransum untuk sapi perah Exp-Farm terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan dan konsentrat diberikan sebanyak dua kali sehari. Konsentrat diberikan seara basah dengan takaran 1 ember (10kg) per ekor, pagi dan sore. Sedangkan untuk pedet hanya ember (5kg), campuran konsentrat ditambah garam untuk meningkatkan palatabilitas. 4.2.2.7 Tatalaksana Kesehatan Membersihkan kandang adalah syarat untuk untuk mencegah timbulnya penyakit yang berjangkit dalam kandang sehingga kesehatan sapi perah tetap terjaga. Kesehatan sapi perah perlu dijaga dengan cara memandikan sapi dua kali sehari, cukup efisien untuk mencegah terjangkitnya penyakit. Pemeliharaan kesehatan sapi perah di Exp-Farm dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang dan lingkungan, sapi perah, pekerja serta peralatan kandang. Kebersihan meliputi lantai kandang, tempat pakan dan minum. Sapi dimandikan dengan cara disikat searah agar bulu tidak rontok dan menjaga agar sapi tidak kesakitan. Kandang sapi perah di Exp-Farm sudah memenuhi syarat kesehatan karena sinar matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang, sirkulasi udara lancar serta terdapat parit guna mengeluarkan kotoran ke sumur penampung feses.

4.2.2.8 Tatalaksana Pemerahan Tujuan pemerahan adalah untuk mendapatkan air susu sebanyakbanyaknya dan untuk menjaga agar sapi tetap sehat, serta menjaga ambing dan putting tidak rusak. Pemerahan yang tidak sempurna dapat menyebabkan kerusakan ambing dan putting sehingga dapat merugikan pada pemerahan selanjutnya. Pemerahan sapi di Exp-Farm dilakukan sebanyak dua kali sehari yakni pada pukul 05.00 dan 14.00 WIB. Pemerahan dimulai dengan mencuci ambing dengan air bersih, kemudian dicuci dengan air hangat. Kemudian puting diolesi dengan minyak kelapa serta memijit-mijit ambing. Ambing dan puting dibersihkan dengan kaporit setelah

47

selesai pemerahan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mulyono (1982) bahwa setelah pemerahan sebaiknya putting dicelupkan pada larutan sanitasi untuk mencegah kuman masuk ambing. Sebelum memerah, tangan pemerah juga diolesi minyak kelapa untuk menghindari kekerasan dalam pemerahan.

48

Pemerahan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain : a. Whole hand yaitu pemerahan dengan cara tangan penuh, semua jari digunakan untuk memerah. b. Striping yaitu pemerahan dengan cara memfiksir putting, dimana puting diletakkan diantara ibu jari dan jari telunjuk kemudian ditarik ke bawah. c. Knevelen yaitu cara ini hampir sama dengan whole hand, hanya saja ibu jari ditekuk.

4.2.2.9 Tatalaksana Penanganan dan Pemasaran Susu Setelah dilakukan pemerahan, maka dilakukan penanganan susu yaitu dengan melakukan penyaringan pada susu tersebut. Penyaringan ini berfungsi untuk memisahkan antara bulu-bulu dan kotoran lain yang mungkin ada di air susu dengan susu yang akan dikonsmumsi. Susu yang sudah disaring kemudian dimasukkan ke milkcan dan diproses lebih lanjut yaitu pasteurisasi. Susu hasil pemerahan di Exp-Farm kemudian dipasarkan secara langsung ke konsumen dalam bentuk susu segar dengan berbagai rasa. Selain kegiatan diatas, kegiatan lain dalam manajemen sapi perah yaitu recording, program pencatatan yang meliputi pencatatan produksi, reproduksi dan kesehatan ternak. Program recording di Exp-Farm telah dilaksanakan dengan baik, pencatatan dilakukan setiap saat.

4.2.2.10

Kegiatan Tambahan (Insidental)

Kegiatan tambahan yang dilakukan praktikan pada saat praktikum yaitu pengukuran kandang, pengenalan biologis, pelatihan pemerahan, pengenalan alatalat seperti bordiso tang, nose tang, nose ring, alat pemotong kuku, perlengkapan pemerahan, ear tang dll. Selain itu praktikan juga diajari cara menggiring sapi, serta memotong kuku dan membuat tali brangus. a. Pengukuran kandang

49

Kandang merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu usaha peternakan sapi perah, terlebih dalam pemeliharaan intensif. Kandang di Exfarm sebenarnya sudah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai kandang sapi perah. Hal ini biasa dilihat dengan ventilasi yang lancar, sinar matahari dapat masuk dengan baik dan konstruksi bangunan yang kuat sehingga sapi perah dapat hidup dengan nyaman. Kandang di Exfarm menggunakan sistem kandang stail barn dengan bentuk tail to tail. Lantai kandang dibuat miring dengan tujuan untuk mempermudah dalam membersihkan kotoran agar air tidak menggenang. Menurut Anonymous (1982) ukuran kandang untuk setiap ekor sapi memerlukan tempat seluas 2,5 x 1,5 meter dan ukuran panjang serta lebar untuk tempat sapi perah untuk masing-masing 4,6 meter x 3,5 meter. Ukuran sapi perah tergantung pada bangsa sapi dan jumlah sapi, tipe stail, metode pembersihan dan jumlah deretan sapi yang digunakan.

b. Pengenalan biogas Penggunaan biogas dimaksudkan agar mahasiswa mengetahui dari feses sapi selain dapat digunakan sebagai pupuk juga dimanfaatkan sebagai biogas agar feses yang dihasilkan oleh sapi tidak menjadi limbah.

c. Pengenalan Peralatan 1. Chopper Chopper merupakan alat pemotong rumput dengan menggunakan mesin diesel. Alat ini sebagai penunjang dalam pemeliharaan ternak perah yang dipakai untuk penyediaan pakan hijauan potongan. Penggunaan alat ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja. 2. Burdizzo tang Burdizzo tang berfungsi untuk memotong kuku sapi. Pemotongan ini biasanya dilakukan setiap enam bulan sekali atau tergantung pada pertumbuhan kuku pada masing-masing sapi yang diprlihara.

50

3. Ring nose tang Ring rose tang digunakan untuk membuat lubang diantaranya lubang hidung yang nantinya akan dipasang tali. Sapi-sapi yang dipasang tali keluh biasanya dilakukan agar penanganannya terutama pada sapu galak. 4. Tang kastrasi Tang kastrasi digunakan untuk mengkastrasi dari luar tanpa melukai kulit sapi. 5. Mastitis test mastitis test digunakan untuk menguji susu yang dihasilkan sebelum susu hasil pemerahan dipasarkan. Pengujian ini untuk mengetahui apakah susu yang dihasilkan terkena mastitis atau tidak. Susu yang terkena mastitis yang berada diatas standar toleransi tidak boleh di konsumsi. sapi tersebut lebih mudah

d.

Pemerahan Latihan pemerahan yang dilakukan oleh praktikan dimaksudkan agar dapat

mempraktekkan teori cara-cara memerah yang sudah didapatkan. Setiap praktikum diwajibkan memerah sapi dengan menggunakan whole hand, stripping dan knevelen.

e. Menuntun sapi Menuntun sapi merupakan kemampuan yang harus dimiliki sebagai seorang peternak sapi perah agar kita dapat memindahkan atau membawa sapi dari satu tempat ke tempat lain.

51

Uji Bakteri Media merupakan suatu bahan yang terdiri dari campuran zat makanan yang dibutuhkan mikroba untuk tumbuh. Media yang digunakan dalam

praktikum uji bakteri ialah media PCA (Plate Count Agar). Media PCA termasuk dalam media non sintetik karena komponen kimiawinya tidak diketahui dengan pasti. Selain itu, media PCA juga tergolong media padat karena di dalamnya mengandung agar-agar yang berfungsi sebagai zat pengental dan bukan sebagai zat makanan bagi bakteri. (Utami,dkk. 2008) Pengujian air susu tidak saja dimaksudkan untuk menentukan baik buruknya air susu, akan tetapi juga dapat memberi keterangan terjadinya kontaminasi bakteri dalam susu. Menurut Dwidjosaputro (1990), banyaknya

bakteri per milimeter air susu tergantung pada 3 faktor yaitu 1. Jumlah bakteri yang masuk dalam air susu pada waktu pemerahan. 2. Panjang pendeknya waktu yang berselang antara pemerahan dengan penggunaan karena waktu tersebut memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. 3. Pasteurisasi air susu. Bakteri yang hampir selalu ada di dalam air susu ialah bakteri penghasil asam susu terutama Streptococcus lactis. Dalam jumlah yang sangat besar

Streptococcus lactis menyebabkan air susu lekas mencapai titik koagulasinya, yaitu protein menggumpal. Pengujian mutu air susu secara uji bakteri dapat digunakan untuk menentukan baik buruknya air susu, serta dapat memberikan keterangan tentang dimana kemungkinan terjadinya kontaminasi didalam susu tersebut. Banyaknya bakteri per milimeter pada waktu susu akan diigunakan tergantung pada : 1. Jumlah bakteri yang masuk di dalam air susu pada waktu pemerahan. 2. Panjang pendeknya waktu yang berselang antara pemerahan dan penggunaan. 3. Air susu telah dipasteurisasikan terlebih dahulu atau belum. 4. Pengujian ini sebaiknya tepat dan cepat, sehingga menjamin kesehatan pemakai atau tidak menghambat distribusi. (Utami,dkk. 2004).

52

Menurut Dwidjosaputro (1990) menyatakan bahwa jika air susu yang belum dipasteurisasi mengandung 30000 bakteri per ml, keadaan ini dinyatakan buruk. Kalau jumlah itu kurang dari 1000 per ml, maka air susu dianggap baik. Ukuran standar ini berlainan bagi tiap-tiap negara, di indonesia itu 3 juta. Dalam waktu 36 jam sejak pemerahan air susu harus sudah sampai pada pelanggan. Susu yang digunakan untuk ditanam, dilakukan pengenceran terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlah terbaik adalah diantara 30 sampai 300 (Fardiaz, 1993). Pengenceran yang pengenceran 10-3 dan 10-4. Angka itu belum tentu mutlak karena kemungkinan dan kesempatan berkembang biak bakteri di dalam air susu dan media agar tidak sama, hal ini disebabkan oleh : 1. Bakteri di dalam air susu kebanyakan merupakan kelompok-kelompok yang terdiri dari 2 bahkan lebih individu. Jika dicawankan, maka baik yang tunggal maupun yang berkelompok masing-masing hanya merupakan satu koloni saja. Dengan demikian maka 2 koloni di cawan tidaklah identi dengan 2 bakteri di dalam air susu. 2. Tidak semua spesies yang tumbuh di dalam air susu, tetapi juga ada yang tumbuh di dalam agar. 3. Ada spesies yang tidak mau berkembang biak pada suhu 32-35oC. 4. Ada spesies yang mungkin berjejal-jejal karena rata penyebaran di dalam cawan yang satu dapat menghambat pertumbuhan yang lain. 5. Ada spesies yang berkembang biaknya lambat, sehingga dalam waktu 48 jam belum tampak adanya koloni. (Utami,dkk. 2004). Hadiwiyoto (1982) menyatakan bahwa ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah bakteri dalam susu yaitu penentuan jumlah bakteri dengan menggunakan mikroskop, penentuan jumlah bakteri dengan standart plate count (SPC), penentuan jumlah bakteri dengan surface plate method(SPM), penentuan jumlah bakteri dengan micro plate method (MPM). Dan penentuan jumlah bakteri coli. Berdasarkan praktikum uji bakteri yang telah dilakukan adalah

53

dilakukan menggunakan penentuan jumlah bakteri dengan menggunakan mikroskop dan penentuan jumlah bakteri dengan standart plate count (SPC). Prinsip penentuan jumlah bakteri dalam susu hanya dua dasar perhitungan yaitu perhitungan langsung dan perhitungan tidak langsung. Perhitungan

langsung yaitu menghitung jumlah bakteri dalam susu secara langsung dengan menggunakan mikroskop, sedangkan perhitungan tidak langsung yaitu

menumbuhkan bakteri pada suatu media pertumbuhan kemudian menghitung koloni yang tumbuh. Metode standart plate count (SPC) adalah perhitungan jumlah bakteri secara tidak langsung. Apabila perhitungan jumlah bakteri denagn mikroskop yang dihitung adalah bakteri-bakteri yang mati dan yang hidup (total bakteri), maka dengan SPC yang dihitung hanyalah bakteri-bakteri yang hidup (viabel). Susu harus diencerkan menjadi beberapa bagian. Pengenceran dibuat beberapa kali yaitu pengenceran I (1:102), pengenceran II (1:103), pengenceran III (1:104), pengenceran IV (1:105), dan pengenceran V (1:106). Satu ml dari masing-masing pengenceran ditumbuhkan pada media khusus dengan suhu 370 C (98,70 F) selama 48 jam (Hadiwiyoto, 1982). Penentuan jumlah semua jenis bakteri (total viabel count) digunakan media tryptone-glucose-extract milk agar atau yang tersebut dari bahan-bahan sebagai berikut: casein (pancreatid digest of casein) 5 gram, extrac yeast 2,5 gram, glukosa 1 gram, agar 15 gram, air suling 1000 ml. pH akhir dibuat 7,0 0,1 pada suhu 250 C. Setelah diinkubasikan koloni yang tumbuh dihitung. Dianggap bahwa 1 koloni berasal dari 1 sel atau 1 spora bakteri (Hadiwiyoto, 1982).

54

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 1. Uji kualitas susu digunakan untuk mengetahui keadaan fisika, kimia, dan mikrobiologi susu. 2. Pengujian kualitas susu dapat melalui beberapa cara yaitu uji reduktase, uji mikroskopis, uji berat jenis, uji kadar lemak, uji fisik, uji bakteri, uji alkohol, uji pH susu dan uji kadar protein 3. Kerusakan susu sebagian besar disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme dalam kegiatan dari susu itu sendiri karena lamanya penyimpanan tanpa adanya penanganan yang baik. 4. Faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan adalah tata laksana pemeliharaan , pemberian pakan, perkandangan, dan

pengembangbiakan. Semua itu memerlukan ketentuan dan keterampilan. 5. Perkandangan, lokasi dan perlengkapan sudah memenuhi persyaratan umum tetapi iklim disekitar Exfarm kurang mendukung untuk kehidupan maupun untuk produksi sapi perah FH sehingga rata-rata produksinya rendah. 6. Usaha peternakan yang dikelola Exfarm bertujuan untuk memenuhi kebutuhan penelitian dan kegiatan praktikum, tidak semata-mata mencari keuntungan.

Saran 1. Acara praktikum sudah baik dan dapat bermanfaat bagi praktikan 2. Disarankan untuk pembagian jadwal praktikum yang adil dan merata 3. Diharapkan antara asisten dan praktikan saling bekerjasama 4. Asisten dan praktikan sama-sama mentaati peraturan

55

DAFTAR PUSTAKA

Adnan,M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset. Yogyakarta. Anonymous. 1982. Petunjuk Kanisius.Yogyakarta Praktis Beternak Sapi Perah.

Dirjen Peternakan, 1983. Pedoman Pengelolaan Susu Sederhana. Direktorat Bina Usaha Tani Ternak dan Pengelolaan Hasil Peternakan Dirjen Peternakan: Jakarta. Dwidjosaputro. 1990. Dasar Dasar Mikrobiologi. Djambaran : Malang. Fardiaz, S. 1993. Analisis mikrobiologi pangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Ginting dan Sitepu. 1989. Teknik Beternak Sapi Perah di Indonesia. Rekan Anda Setiawan : Jakarta. Hadiwiyoto, S. 1982. Pengujian Mutu dan Hasil Olahannya. Liberty : Yogyakarta. Ismadi, M. 1987. Petunjuk Laboratorium: Pemeriksaan Hasil hasil Perusahaan Air Susu. UGM : Yogyakarta. Mardjono, S.1975. Produksi Sapi Perah. Fakultas Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto. Peternakan

Purnomo, H. Dan Adiono. 1975. Ilmu Pangan. Indonesia University Press: Jakarta. Setyaningrum, dkk. 2003. Lecture Note Manajemen Ternak Potong. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Siregar, Soribasya. 1995. Sapi Perah Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudarmaji, S. Dkk. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,UGM: Yogyakarta.

56

Soedono dan A. Widodo. 1990. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Bina Produksi Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian : Jakarta. Syarief dan Soemoprastowo. 1985. Sapi Perah. Yasaguna : Jakarta Utami,dkk. 2004. Lecture Note Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Utami,dkk. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

You might also like