You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Penulisan

Demokrasi sebagai sistem pemerintah dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan. Suatu pemerintahan dari rakyat haruslah sesuai dengan filsafat hidup rakyat itu sendiri yaitu filsafat pancasila, dan inilah dasar filsafat demokrasi Indonesia. Oleh karena itu, di dalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi kita selalu menemukan adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai komponen pendukung tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue maka Supra Struktur Politik meliputi lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Untuk negara negara tertentu masih ditemukan lembagalembaga negara lain, misalnya negara Indonesia dibawah sistem Undang Undang Dasar 1945, lembaga lembaga Negara adalah : Presiden dan Wakil Presiden Majelis Permusyawaratan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah Mahkamah Agung Mahkamah Konstitusi Badan Pemeriksa Keuangan

Komisi Yudisial Menurut Dr. Kaelan, M.S. dalam bukunya Pendidikan Pancasila baik

antara supra struktur maupun infra struktur yang terdapat dalam sistem ketatanegaraan masing-masing saling mempengaruhi dan terdapat hubungan untuk saling mengendalikan pihak lain. Mekanisme interaksi ini dapat dilihat dalam proses penentuan kebijaksanaan umum atau menetapkan keputusan politik. Dalam makalah ini, penulis menganalisis apakah terdapat hubungan antara lembaga lembaga kenegaraan khususnya antara presiden dengan MPR dan DPR, serta bagaimana dan dalam bidang apa kah hubungan tersebut. Selain itu juga penulis menganalisis bagaimana pengaruh hubungan tersebut di dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Untuk mengetahui lebih lanjut sejauhmana analisis dan jawaban jawaban atas masalah masalah tersebut, maka hasilnya akan dituangkan dalam bentuk makalah dengan judul Hubungan Presiden dengan MPR dan DPR dalam Sistem Presidensiil Menurut UUD 1945 . 1.2 Perumusan Masalah Sesuai dengan uraian pada latar belakang penulisan di atas, maka masalah pokok di dalam penulisan ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : Hubungan Antar Lembaga dan Pemerintah Sebagai pembatasan masalah dalam penulisan ini, dapat dirumuskan pertanyaan pertanyaan pertanyaan penulisan sebagai berikut : 1. 2. Bagaimana sistem pemerintahan Presidensil menurut UUD 1945 ? Apa saja lembaga lembaga negara menurut UUD 1945 ?

3. 1.3

Apakah hubungan antara presiden dengan MPR dan DPR ? Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk : 1. Mengetahui hubungan antar lembaga dan pemerintah 2. Menganalisis hubungan hubungan antara Presiden dengan MPR dan DPR yang saling berkaitan satu sama lain dalam menjalankan tugasnya. 3. Mengetahui akibat dari hubungan tersebut di dalam kehidupan ketatanegaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum penulis membahas tentang sistem pemerintahan Indonesia, sebaiknya terlebih dahulu dibahas tentang definisi dari sistim pemerintahan itu sendiri. Sistim pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah sistim dan pemerintahan . Sistim adalah keseluruhan, terdiri dari beberap bagian yang mempunyai hubungan fungsionil terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri, yaitu melaksanakan tugas eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, pemerintahan dalam arti sempit hanya lembaga eksekutif saja. Pada garis besarnya, sistim pemerintahan yang dianut oleh negara negara demokrasi yaitu sistem Parlementer dan Presidensiil. Namun, diantara kedua sistim ini terdapat variasi karena pengaruh situasi dan kondisi yang berbeda yang disebut quasi Parlementer atau quasi Presidensiil. Berdasarkan Pasal 4 dan 17 UUD 1945 Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensiil , yang berarti presiden baik sebagai kepala negara tetapi juga sebagai kepala pemerintahan dan mengangkat serta memberhentikan menteri yang bertanggungjawab kepadanya.

Sebelum Amandemen, sempat dianggap bahwa Indonesia menganut sistim quasi-Presidensiil, karena tercermin dalam Pasal 5 angka (1) dan 21 angka (2) UUD 1945 karena Presiden dan DPR bersama-sama membuat UU. Pertanggungjawaban Presiden terhadap MPR tersebut mengandung ciri-ciri parlementer dan juga kedudukan Presiden sebagai Mandataris MPR pelaksana GBHN menunjukkan supremasi Majelis (Parliamentary supremacy) yang melambangkan sifat dari lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang tidak habis kekuasaannya dibagi-bagikan kepada lembaga-lembaga negara yang dibawahnya. Keuntungan dari sistim presidensiil ialah bahwa pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan itu stabil. 2.2 Lembaga Lembaga Negara Indonesia

2.2.1 Presiden dan Wakil Presiden Pasal 4 angka (1) UUD 1945 : Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, bahwa Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Presiden memiliki legitimasi yang lebih kuat dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum amandemen. Demikian pula terjadi pergeseran kekuasaan pemerintahan dalam arti, kekuasaan presiden tidak lagi dibawah MPR melainkan setingkat dengan MPR. Namun hal ini bukan menjadi diktator, sebab jika Presiden melakukan perbuatan melawan hukum atau melanggar konstitusi maka MPR dapat melakukan impeachment, yaitu memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya pasal 3 angka (3). Dalam menjalankan tugas pemerintahannya, Presiden dapat meminta pertimbangan kepada suatu Dewan Pertimbangan. Sebelum amandemen, Dewan Pertimbangan ini disebut Dewan Pertimbangan Agung ( Pasal 16 UUD 1945 ) yang kedudukannya setingkat dengan Presiden dan DPR.

Adapun Wakil Presiden adalah pembantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan sehari-hari. Apabila Presiden berhalangan hadir atau tidak dapat menjalankan tugas karena sesuatu hal, mati, sakit atau karena sebab lainnya, bahkan apabila Presiden mangkat atau mengundurkan diri, maka jabatan presiden diisi oleh Wakil Presiden secara otomatis. 2.2.2 Mejelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )

Pasal 2 UUD 1945 :

MPR terdiri atas anggota-anggota DPR.. Keanggotaan MPR menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 ini menunjukkan bahwa seluruh anggota MPR sepenuhnya merupakan hasil dari pemilu.Menurut UUD 1945 sebelum amandemen bahwa anggota MPR ditambah dengan utusan golongan dan utusan daerah. Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD diatur dalam UU No 22 Tahun 2003. 2.2.3 Dewan Perwalikan Rakyat ( DPR ) Mengenai DPR diatur dalam pasal 19 22 UUD 1945. Susunan DPR ditetapkan dalam Undang Undang dan DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun ( Pasal 19 ). Mengingat keanggotaan DPR merangkap keanggotaan MPR maka kedudukan Dewan ini adalah kuat dan oleh karena itu tidak dapat dibubarkan oleh Presiden yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara. DPR memiliki kekuasaan membentuk UU ( pasal 20 ayat 1 ). Hal ini berbeda dengan UUD 1945 sebelum amandemen 2002, dimana DPR nampak lebih pasif karena sesuai dengan UUD sebelum amandemen pasal 20, DPR dapat menyetujui RUU yang diusulkan pemerintah, dan pasal 21 berhak mengajukan RUU. Menurut

hasil amandemen 2002, DPR memiliki kekuasaan membentuk UU dan mempunyai hak inisiatif yaitu hak untuk mengajukan RUU ( Pasal 21 ayat 1 ). Pasal 20 ayat (3) UUD 1945 menetapkan, bahwa jika RUU yang diajukan pemerintah tidak mendapat persetujuan DPR, maka RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR pada masa itu. Pasal 21 ayat (2) dinyatakan bahwa apabila RUU yang dikeluarkan DPR tidak disahkan Presiden, maka tidak boleh diajukan dalam persidangan DPR pada masa itu. Dalam pasal 22 UUD 1945, Perpu harus mendapat persetujuan dari DPR. Dengan adanya wewenang DPR seperti diatas, maka sepanjang tahun dapat terjadi musyawarah yang teratur antara Pemerintah dengan DPR dalam menentukan kebijaksanaan dan politik pemerintah. Dalam pembentukan UU APBN harus ada persetujuan dari DPR. Jika DPR menolak untuk memberikan persetujuannya terhadap anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu ( Pasal 23 ayat 3 ). Dalam suatu kabinet Parlementer, penolakan terhadap RAPBN dapat mengakibatkan berhentinya Menteri yang bersangkutan, bahkan juga kabinet seluruhnya. Dalam hal ini, UUD 1945 menganut sistim pemerintahan Presidensiil tidak mengakibatkan Pemerintah atau Menteri harus diberhentikan. 2.2.4 Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) Dalam UUD 1945 tentang DPD diatur di dalam Pasal 22C 22D. Anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum pasal 22C ayat (1). Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun. Anggota DPD dari setiap Provinsi jumlahnya sama yaitu empat orang dan jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR, Pasal 22C ayat (2). DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun, serta susunan dan kedudukan DPD diatur di dalam UU No. 22 Tahun 2003.

DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, Pasal 22D ayat (1). DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU Pajak , Pendidikan, dan Agama, Pasal 22D ayat (2). Dalam hubungan ini, DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah,

pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, Pajak , Pendidikan, dan Agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai pertimbangan untuk ditindaklanjuti, Pasal 22D ayat (3). DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN. 2.2.5 Mahkamah Agung Menurut Pasal 24 UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk melaksanakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan peradilan dilaksanakan oleh MA dan badan peradilan yang berada dibahnya dalam lingkungan peradilan umum dan agama. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji Peraturan Perundang Undangan di bawah UU, dan memiliki kewenangan lain yang diberikan oleh UU, pasal 24A ayat (1). Calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden, ayat (3). Ketua dan wakil ketuan MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung, ayat (4).

UUD 1945 tidak memberikan hak menguji materiil kepada MA karena dengan adanya hak menguji materiil maka MA akan melampaui kewenangannya menegakkan peraturan perundangan dan akan menimbulkan kekosongan hukum. 2.2.6 Mahkamah Konstitusi

Tentang MK diatur dalam Pasal 24C UUD 1945, yaitu:

Ayat (1)

MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu.

Ayat (2)

MA wajib menberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/ Walpres menurut UUD.

Ayat (3)

MK memiliki sembilan orang anggota hakim konstitusi, yang ditetapkan oleh Presiden yang masing masing diajukan tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR dan tiga orang oleh Presiden. 2.2.7 Badan Pemeriksa Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan dalam UUD 1945 diatur di dalam Pasal 23E 23G. Badan Pemeriksa Keuangan dibentuk tanggal 1 Januari 1947 berdasarkan Penetapan Pemerintah 1946 No. 11/UM. Presiden RI menetapkan berdirinya BPK.

Dalam reformasi dewasa ini salah satu hal yang snagat penting dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara adalah pengelolaan keuangan negara secara transparan. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPRD dan DPD, sesuai dengan kewenangannya Pasal 23E ayat (2). Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/ Badan sesuai dengan UU Pasal 23E ayat (3). Dalam reformasi ini, peran BPK sangat penting karena salah satu agenda utama dalam reformasi adalah memberantas KKN. Oleh karena itu, sistim pemeriksa keuangan negara melalui BPK ini harus benar-benar mampu membersihkan praktek praktek korupsi. 2.2.8 Komisi Yudisial Maksud dibentuknya Komisi Yudisial adalah agar warga masyarakat dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Semua ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewejudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan YME. Anggota KY harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang baik. Anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. .

10

BAB III ANALISA MASALAH 3.1 Hubungan antara Presiden dengan MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tinggi sebagai wakil rakyat sesuai dengan UUD 1945 ( Pasal 1 ayat 2 ), disamping DPR dan Presiden. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945 bahwa baik Presiden maupun MPR dipilih langsung oleh rakyat, Pasal 2 ayat (1) dan pasal 6A ayat (1). Berbeda dengan kekuasaan MPR memurut UUD 1945 sebelum amandemen 2002 yang memiliki kekuasaan tertinggi dan mengangkat serta memberhentikan Presiden dan/wakil presiden. Sesuai dengan ketentuan UUD 1945 hasil amandemen 2002, maka Presiden dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya baik karena permintaan sendiri atau karena tidak dapat melakukan kewajibannya maupun diberhentikan oleh MPR. Pemberhentian Presiden oleh MPR sebelum masa jabatan berakhir, hanya mungkin dilakukan jikalau Presiden sungguh-sungguh telah melanggar hukum berupa (Pasal 7A) : Penghianatan terhadap negara Korupsi Penyuapan Tindak pidana berat lainnya Perbuatan tercela

11

Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau walpres Tentang pemberhentian Presiden dan/ walpres ini di atur lebih lanjut oleh UU No 21 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara dalam Memutus Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/ Walpres. 3.2 Hubungan antara Presiden dengan DPR Presiden dan DPR sama sama memiliki tugas antara lain : 1. Membuat UU ( Pasal 5 ayat 1, 20 dan 21 ), dan 2. Menetapkan UU tentang APBN ( Pasal 23 ayat 1 ). Membuat UU berarti menentukan kebijakan politik yang diselenggarakan oleh Presiden ( Pemerintah ). Menetapkan Budget negara pada hakekatnya berarti menetapkan rencana kerja tahunan. DPR melalui Anggaran Belanja yang telah disetujui dan mengawasi pemerintah dengan eksekutif. Di dalam pekerjaan untuk membuat UU, maka lembaga lembaga negara lainnya dapat diminta pendapatnya. Sesudah DPR bersama Presiden menetapkan UU dan RAPBN, maka di dalam pelaksanaannya DPR berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah. Pengawasan DPR terhadap Presiden adalah suatu konsekuensi yang wajar (logis), yang pada hakikatnya mengandung arti bahwa Presiden bertanggungjawab kepada DPR dalam arti partnership. Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh DPR, dan dengan pengawasan tersebut maka terdapat kewajiban bagi pemerintah untuk selalu bermusyawarah dengan DPR tentang masalah masalah pokok dari negara yang menyangkut kepentingan rakyat dengan UUD 1945 sebagai landasan kerjanya.

12

Hal ini tetap sesuai dengan penjelasan resmi UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden harus tergantung kepada Dewan. Sebaliknya, kedudukan DPR adalah kuat, Dewan ini tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Oleh karena seluruh anggora DPR merangkap menjadi anggota MPR, maka DPR dapat senantiasa mengawasi tindakantindakan Presiden, dan jika Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh sungguh melanggar Pidana atau konstitusi maka Majelis itu dapat melakukan sidang istimewa untuk melakukan impechment. Bentuk kerjasama DPR dan Presiden tidak boleh mengingkari partner legislatifnya. Presiden harus memperhatikan, mendengarkan, berkonsultasi dan dalam banyak hal, memberikan keterangan keterangan serta laporan laporan kepada DPR dan meminta pendapatnya. Dengan adanya kewenangan DPR, maka sepanjang tahun terjadi musyawarah yang diatur antara pemerintah dan DPR, dan DPR mempunya kesempatan untuk mengemukakan pendapat rakyat secara kritis terhadap kebijaksanaan dan politik pemerintah. Apabila DPR menganggap Presiden melanggar melanggar Haluan Negara, maka DPR menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden. Apabila dalam waktu tiga bulan Presiden tidak memperhatikan memorandum DPR tersebut, maka DPR menyampaikan memorandum yang kedua. Apabila dalam kurun waktu satu bulan memorandum yang ke dua tidak diindahkan oleh Presiden, maka DPR dapat meminta MPR mengadakan sidang istimewa untuk mengadakan impeachment. Selain hubungan hubungan diatas, Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Jadi dalam hubungan Presiden dengan DPR, tidak dikenal sistem oposisi seperti dalam sistem Parlementer, tetapi ada sistem koreksi yang konstruktif karena antara Presiden dan DPR terdapat hubungan kerja yang erat.

13

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Salah satu tuntutan reformasi 1998 adalah dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945. Pada kurun waktu 1999 2002 telah mengalami empat kali amandemen yang ditetapkan dalam sidang umum dan sidang tahunan MPR. Salah satu tujuan amandemen dalah untuk menyempurnakan pembangian kekuasaan mengenai lembaga lembaga negara. Dari hasil amandemen 2002, lembaga lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam UUD 1945 terdiri dari Presiden & Wakil Presiden. MPR, DPR, DPD, BPK. MK, dan MA. Dalam makalah ini dibahas mengenai hubungan antara Presiden dengan MPR dan DPR. Kesimpulan penulis dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem presidensil setelah kemerdekaan, yaitu lembaga eksekutif diluar pengawasan lembaga legislatif. 2. Dalam UUD 1945 setelah amandemen, lembaga lembaga Negara terdiri dari Presiden dan wakilnya, DPR, MPR, DPD, MA, MK, dan BPK. 3. Hubungan antara presiden dengan MPR yaitu MPR dapat memberhentikan presiden apabila presiden telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sedangkan hubungan antara presiden dengan DPR yaitu mereka sama-sama membuat UU dan menetapkan APBN. Selain itu juga DPR dapat melakukan sidang istimewa untuk melakukan impeachment terhadap presiden.

14

DAFTAR PUSTAKA

H.R, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Rajawali Pers. S.H., Joeniarto. 1974. Selayang Pandang Tentang Sumber Sumber Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty. S.H., Kansil C.S.T., Drs., Prof., dan Christine S.T. Kansil,. S.H., M.H. 2002. Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta. S.H., Kusnardi, Moh., dan Harmaily Ibrahim S.H. 1981. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Sinar Bakti. S.H., Sri Soemantri, Dr. Prof. 1993. Tentang Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD 1945. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Miriam Budiardjo, Prof. 2000. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. M.S., Kaelan, Dr. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma. M.S.i., Sunarso, Drs. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Bogor : Yudistira. S.H., Sumantri, Sri. 1969. _____ . : alumni.

15

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Hubungan Antar Lembaga dan Pemerintah. Maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini antara lain sebagai tugas dari mata Kuliah. Pada kesempatan ini penulis ini juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen pembimbing .karena atas bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis sangat berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacak khususnya, dan tentunya kepada penulis sendiri agar semakin menambah wawasan dan pengetahuan tentang Hubungan Antar Lembaga dan Pemerintah, yang seyogyanya kita temui sehari-hari baik sebagai mahasiswa ataupun didalam kalangan masyarakat luas. Penulis menyadari, pada makalah ini banyak sekali terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan dari para pembaca pada khususnya sangat sekali penulis harapkan agar dapat menjadi yang lebih baik lagi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Tenggarong,

November 2012 Penulis,

ISLAN EDY NPM : 12.11.108.5012.254

16 i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------DAFTAR ISI -----------------------------------------------------------------------BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ---------------------------------------------------------1.2 Tujuan Penulisan ------------------------------------------------------1.3 Tinjauan Pustaka ------------------------------------------------------BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pemerintahan Indonesia -------------------------------------2.2 Lembaga lembaga Negara Indonesia -----------------------------BAB III. ANALISA MASALAH 3.1 Hubungan Antara Presiden dengan MPR --------------------------

i ii

1 2 3

4 5

11

17

3.2 Hubungan Antara Presiden dengan DPR ---------------------------

12

BAB IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan -------------------------------------------------------------14

DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH ii
HUBUNGAN LEGESLATIF DAN EKSEKUTIF

Mata Kuliah : Hubungan Antara Lembaga dan Pemerintah Dosen : Prof. Dr. Hj. Hartutiningsih, MS

Disusun oleh :

ISLAN EDY, S.Pd


Nomor Absen : 14

18

NPM : 12.11.108.5012.254

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA TENGGARONG 2012

19

You might also like